Anda di halaman 1dari 4

UAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
Pada diri manusia terdapat empat unsur/lapisan yang merupakan satu kesatuan yang
berinterdefendensi, yaitu fisikal (bagian terluar yang bisa dindra/rupa/badan),
emosional, mental/pikiran, dan hati nurani (unsur terdalam dan terpenting yang harus
menjadi sasaran pendidikan). Mayoritas manusia hidup dalam tataran hewaniah yang
dikendalikan oleh unsur yang pertama dan kedua, yaitu fisikal dan emosional. Kita dapat
menyaksikan berbagai kejadian yang menimpa bangsa ini (demonstrasi, penjarahan,
tawuran, kekerasan, pembunuhan, perkelahian, korupsi, rekayasa hukum, rekayasa
politik, dan sebagainya) yang dilakukan oleh bangsa kita. Hal tersebut merupakan
dorongan hewaniah yang tidak boleh dibiarkan. Oleh sebab itu, pendidikan nilai sangat
relevan untuk mengantarkan manusia agar dapat hidup dalam tataran insaniah yang
perilakunya selalu diorganisasikan dengan kendali mental/pikiran dan hati nurani.
Pendidikan nilai-nilai nurani (values of being), sebagai upaya pembinaan terhadap nilai
yang ada pada diri manusia, berkembang menjadi perilaku dan cara kita
memperlakukan orang lain. Nilai nurani meliputi kejujuran, keberanian, cinta damai,
keandalan diri, potensi, disiplin, tahu batas, kemurnian, dan kesesuaian.
Pendidikan nilai harus menjadi core (intisari) dari pendidikan itu sendiri, bahkan phillips
combs menyatakan bahwa value education or not all, tidak perlu ada pendidikan jika
tidak ada pendidikan nilai. Dengan pendidikan nilai diharapkan lahir sdm peserta didik
yang berkualitas, yaitu manusia yang berakhlak mulia, yang memiliki ketajaman hati
nurani, yang hidupnya dikendalikan oleh kekuatan hati nurani dalam mengendalikan
unsur mental/pikiran, emosional, dan fisikalnya.

2. Bagaimana dalam pandangan sosial budaya melihat permasalahan pencarian identitas


individu yang berbenturan dengan nilai dan budaya dalam masyarakat adalah orang
tersebut tidak diterima dalam masyarakat . Oleh maka orang tersebut harus:
1) Menyesuaikan norma sosial yang ada supaya diterima oleh masyarakat.
2) Mencari lingkungan masyarakat yang sejalan dengan norma sosial yang sesuai
dengan dirinya.
Nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat merupakan hasil kesepakatan antar individu
pada saat kemudian berkembang menjadi kesepakatan kerja bersama yang mengikat.
Artinya orang lain, termasuk mereka yang hadir setelah konvensi didirikan, harus
mengikuti norma-norma tersebut secara normatif agar dapat “diterima” oleh
masyarakat.

3. Agama adalah sesuatu yang sensitif untuk dibahas dalam kehidupan sosial masyarakat
indonesia. Indonesia merupakan bangsa yang memiliki pluralitas agama. Tidak hanya
enam agama yang dianut oleh penduduk indonesia, tetapi juga ada agama-agama
lainnya baik yang bersifat universal (dianut oleh masyarakat di berbagai negara lain di
dunia) maupun kepercayaan yang berasal dan dianut oleh masyarakat secara terbatas di
lokal-lokal wilayah tertentu di tanah air ini.
Agama dipahami sebagai keadaan atau sifat kehidupan orang-orang yang beragama.
Pengertian ini lebih menunjuk pada hasil atau dampak dari keberagamaan, bukan pada
agama itu sendiri. Dengan agama, seseorang atau suatu masyarakat akan hidup tertib
dan teratur.
Multikulturalisme adalah suatu keniscayaan, apalagi dalam konteks indonesia.
Keragaman ras, suku, bahasa dan agama merupakan ciri khas serta kelebihan dari
bangsa indonesia yang membedakannya dengan bangsa lain. Namun demikian,
perbedaan yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan konflik dan perselisihan.
Oleh karena itu, harus ada formula untuk mendamaikan dan menyatukannya.
Dalam masyarakat modern, multikulturalisme lebih kompleks lagi. Sebab budaya baru
terus bermunculan akibat akses komunikasi dan informasi yang tak terbendung. Saat
terjadi pertemuan antara globalisasi negara-bangsa (nation-state) dan kelompok
identitas maka kemunculan dari kelompok-kelompok identitas ini semakin menguat.
Globalisasi akan mendorong penguatan kesadaran politik dalam kelompok-kelompok ini
dan membuka kesadaran yang mendorong pentingnya identitas. Globalisasi memberikan
kesempatan kepada kelompok-kelompok identitas untuk menemukan akar identitasnya.
Pemahaman agama, sebagai salah satu pilar penting dalam membentuk masyarakat adil
dan sejahtera menjadi penting untuk diperhatikan. Artinya, kerigidan, penuhanan atas
pemahaman sendiri dan menganggap yang lain sebagai golongan sesat harus
diberantas. Sebab pada hakikatnya tidak ada kebenaran apa pun yang menginjak dan
meniadakan kebenaran lain.

4. Jawab:
1) Peran manusia sebagai subjek maupun objek dari lingkungan
Manusia merupakan makhluk ciptaan tuhan yang terikat dengan lingkungan
(ekologi), mempunyai kualitas dan martabat karena kemampuan bekerja dan
berkarya.
Lingkungan adalah suatu media dimana makhluk hidup tinggal, mencari
penghidupannya, dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana
terkait secara timbal balik dengan keberadaan makhluk hidup yang
menempatinya.
Hakekat manusia sebagai objek lingkungan adalah makhluk yang dalam proses
menjadi berkembang dan terus berkembang yang tidak akan pernah selesai
(tuntas) selama hidupnya. Makhluk tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang
mengandung kemungkinan baik dan jahat. Individu yang sangat dipengaruhi
oleh lingkungan terutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang
sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan
sosial.
Hakekat manusia sebagai subjek lingkungan adalah makhluk yang berperan
untuk mengelola dan merawat lingkungan. Makhluk yang memiliki tenaga yang
dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku
intelektual dan sosial. Individu yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang
positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan
nasibnya.
2) Bentuk kebijakan afirmatif negara untuk mengatasi kemiskinan, menjaga
keselamatan penduduk dan mewujudkan pelestarian lingkungan di daerah
pertambangan
Kaitannya dengan isu kemiskinan dan lingkungan, otonomi daerah sebenarnya
dapat berperan di tingkat pemerintah pusat, daerah, hingga desa. Keterlibatan
masyarakat akar rumput bersama pemerintah desa juga dapat memengaruhi dan
menjadi penentu pengambilan kebijakan di tingkat daerah dan pusat. Pada
intinya, masyarakat akar rumput merupakan subjek sekaligus objek utama
mengapa dan untuk apa kebijakan desentralisasi diterapkan. Pada
pelaksanaannya, Otda tampaknya masih belum membawa perubahan nyata bagi
perbaikan kualitas hidup penduduk lokal dan kondisi lingkungan. Meskipun
demikian, bukan berarti Otda menjadi penyebab semakin buruknya kondisi yang
ada. Ada atau tidaknya Otda, keadaan seperti itu kurang-lebih tetap
berlangsung, karena kebijakan yang dihasilkan dari penerjemahan konsep
desentralisasi kurang memperhatikan pelestarian lingkungan dan kondisi
penambang manual.
Akar penyebab semakin parahnya kondisi lingkungan Merapi dan kemiskinan
penduduk lokal adalah kebijakan penambangan pasir daerah dan kurang baiknya
penerapan kebijakan tersebut. Oleh karena itu, pemecahannya ada pada
kebijakan itu sendiri dan penerapannya. Pemecahan tersebut tidak dengan
menciptakan ketergantungan penduduk lokal terhadap pemerintah daerah dan
pusat, melainkan harus dengan menciptakan berbagai upaya berkelanjutan
dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial, dan kultural serta menjaga
kelestarian lingkungan. Di sini, pekerja sosial (peksos) dapat berkontribusi
menunjukkan bagaimana suatu kebijakan sosial publik sebaiknya dibuat,
menerjemahkannya ke regulasi yang lebih rendah, serta menerapkannya. Para
peksos juga dapat memainkan perannya untuk menggerakkan keterlibatan
masyarakat akar rumput dan mengorganisir para penambang manual untuk
memberantas berbagai bentuk ketertindasan yang mereka alami.

Anda mungkin juga menyukai