Anda di halaman 1dari 6

RMK

TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN MORAL BISNIS

Nama Kelompok :
1. Gabriela Anggraeni (1907341035)
2. Mega Yustika Dewi (1907341038)

DIPLOMA III PERPAJAKAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
TANGGUNG JAWAB MORAL DAN SOSIAL BISNIS
1. Relativitas Moral dalam Bisnis
Berdasarkan prinsip-prinsip etika bisnis, dapat dikatakan bahwa dalam bisnis dewasa
ini, pelaku bisnis dituntut bersaing secara etis. Dalam persaingan global yang tidak
mengenal adanya perlindungan dan dukungan politik tertentu, semua perusahaan harus
bersaing berdasarkan prinsip-prinsip etika. Persoalannya adalah etika siapa yang diikuti
karena bisnis global tidak mengenal batas negara. Untuk menjawab pertanyaan ini, berikut
adalah beberapa pandangan yang ada di masyarakat :
1. Norma etis berbeda di satu tempat dengan tempat lain. Tidak ada norma yang
universal. Oleh karena itu, bila berada di suatu negara, maka norma yang berlaku
di negara itu harus diikuti. Perusahaan multinasional harus beroperasi berdasarkan
nilai-nilai budaya yang berlaku di negara dimana perusahaan beroperasi.
2. Norma pada negara sendirilah yang paling tepat. Menurut norma ini, prinsip yang
harus dipegang ketika berada dimana pun adalah norma yang berlaku di negara
sendiri.
3. Tidak ada norma moral yang perlu diikuti sama sekali. Norma ini oleh De George
sebagai immoralis naif. Pandangan ini tidak benarsama sekali.
Menurut pandangan pertama, norma dan nilai moral bersifat relatif dan tidak ada norma
moral yang universal. Hal ini tidak sepenuhnya benar. Tindakan mencuri, berbohong, dan
menipu yang terjadi dimana-mana pun pasti di kecam karena tidak etis. Pandangan yang
kedua beranggapan bahwa moralitas bersifat universal yang menyangkut baik buruknya
perilaku manusia sebagai manusia. Oleh karena itu, dimana pun berada, prinsip, nilai, dan
norma moral akan tetap berlaku. Pandangan ini tidak sepenuhnya benar, karena kemajuan
kondisi ekonomi, sosial, politik tidak sama di semua negara, sehingga hukum yang berlaku
di negara perusahaan asal belum tentu berlaku di negara lain. Menurut De George, prinsip
pokok yang dapat berlaku universal adalah prinsip integritas moral yang berarti bersaing
dengan penuh integritas moral. Ia tidak setuju kalau prinsip no harm dikatakan sebagai
prinsip pokok dalam bisnis. Alasannya, prinsip ini dituangkan ke dalam aturan dan terlalu
bersifat legalistis, karena itu bersifat heteronom.

2. Tangung Jawab Moral Bisnis


Apakah bisnis mempunyai tanggung jawab moral? Terdapat berbagai macam
pandangan mengenai tanggung jawab moral bisnis. Kaum neo-klasik dan modern, mulai
dari AdamSmith, ThomasHoobes, JohnLocke, MiltonFiedman, TheodoreLevitt, dan John
Kenneth Galbraith berpendapat bahwa bisnis adalah korporasi impersonal yang
bertujuan untukmemperoleh laba. Sebagai institusi impersonal atau pribadi, bisnis tidak
mempunyai nurai, sehingga tidak bertanggung jawab secara moral (Weiss,1994:88).
Dengan kata lain, menurut pandangan ini bisnis adalah institusiyang tidak berkaitan
dengan moralitas yang bertujuan meningkatkan pemenuhan kepentingan pihak-pihak
yang terlibat, dan melalui “tangan ajaib” atau kekuatan pasar kesejahteraan masyarakat pun
akan meningkat. Ini berarti pandangan mereka tergantung utilitarisme karena bisnis
memberikan yang terbaik untuk sebagian besar anggota masyarakat. Setiap pihak yang
mengikat diri terhadap manajemen mutu sesungguhnya menyetujui adanya tanggung
jawab moral. Menurut Pratley (1997:134-135) minimal ada tiga tanggungjawab moral
korporasi, yaitu:
 Menghasilkan barang-barang, kepuasan konsumen, dan keamanan pemakaian.
 Peduli terhadap lingkungan, baik dilihat dari sudut masukan mapun keluaran,
pembuangan limbah yang aman, serta mengurangi penyusutan sumber
daya.
 Memenuhi standar minimal kondisi kerja dan sistem pengupahan serta jaminan
sosial

3. Tanggung Jawab Sosial Bisnis


Tanggungjawab sosial bisnis (Corporate Social Responsibility atau disingkat
CSR) adalah memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai laba dengan
cara-cara yang sesuai dengan aturan permainan dalam persaingan bebas tanpa penipuan
dan kecurangan. Impelentasi CSR di perusahaan pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-
faktor sebagai berikut:
1. Komitmen Pimpinan
Perusahaan yang pimpinannya tidak tanggap dengan masalah-masalah sosial dan
lingkungan, kecil kemungkinan akan memperdulikan aktivitas sosial.
2. Ukuran dan kematangan perusahaan.
Perusahaan besar dan mapan lebih mempunyai potensi memberikan kontribusi
ketimbang perusahaan kecil dan belum mapan. Namun, bukan berarti perusahaan
menegah, kecil dan belum mapan tersebut tidak dapat menerapkan CSR.
3. Regulasi dan sistem perpajakan yang diatur pemerintah.
Semakin overlap-nya regulasi dan penataan pajak akan membuat semakin kecil
ketertarikan perusahaan untuk memberikan donasi dan sumbangan sosial kepada
masyarakat. Sebaliknya, semakin kondusif regulasi atau semakin besar insentif pajak
yang diberikan, akan lebih berpotensi memberikan semangat kepada
perusahaanuntuk berkontribusi kepada masyarakat.
Argumen yang Menentang Perlunya Tanggungjawab Sosial
Ada beberapa argumen yang berusaha menentang anggapan bahwa bisnis mempunyai
tanggungjawab sosial-moral yaitu:
 Tujuan bisnis adalah mengejar keuntungan sebesar-besarnya.
 Tujuan yang terbagi dan harapan yang membingungkan.
 Biaya keterlibatan sosial.
 Bisnis mempunyai kekuasaan yang sudah memadai.
 Kurangnya tenaga terampil.
Argumen yang Mendukung Perlunya Tanggungjawab Sosial
Beberapa argumen yang mendukung perlunya tanggungjawab sosial bisnis,yaitu:
 Kewajiban moral.
 Terbatasnya sumber daya alam.
 Lingkungan sosial yang lebih baik.
 Bisnis mempunyai sumber-sumber daya.
 Keuntungan jangka panjang.
 Perimbangan tanggungjawab dan kekuasaan.
Isi Tanggung Jawab Sosial
Bisa dilihat dengan jelas bahwa ada dua jalur tanggungjawab sosial perusahaan sesuai
dengan dua jalur relasi perusahaan dengan masyarakat, yaitu relasi primer dan relasi
sekunder. Secara singkat isi tanggungjawab sosial perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Terhadap relasi primer, misalnya memenuhi kontrak yang sudah dilakukan dengan
perusahaan lain, membayar hutang, memberikan pelayanan kepada konsumen
dan pelanggan dengan baik, memperhatikan hak pegawai, dan sebagainya.
2. Terhadap relasi sekunder: bertanggungjawab atas operasi dan dampak bisnis
terhadap masyarakat pada umumnya, atas masalah-masalah sosial seperti lapangan
kerja, pendidikan, prasarana sosial,pajak, dan lain sebagainya

4. Kode Etik Perusahaan


Kode etik berisi tuntutan keahlian, komitmen moral, dan perilaku yang diinginkan dari
orang yang melakukan profesi tersebut. Kode etik perusahaan atau oleh Patrict
Murphy disebut ethic statements dibedakan dalam tiga macam (Bertens, 2000:381) :
1. Value Statement (Pernyataan Nilai)
Pernyataan nilai dibuat singkat saja dan melukiskan apa yang dilihat oleh
perusahaan sebagai misinya dan mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi
perusahaan. Banyak pernyataan nilai yang menegaskan bahwa perusahaan
ingin beroperasi secara etis dan menggarisbawahi pentingnya integritas, kerja tim,
kredibilitas, dan keterbukaan dalam komunikasi.
2. Corporate Credo (Kredo Perusahaan)
Kredo perusahaan biasanya merumuskan tanggungjawab perusahaan terhadap
para stakeholder. Dibandingkan dengan pernyataan nilai, kredo perusahaan
biasanya lebih panjang dan meliputi beberapa alinea.
3. Code of Conduct/Code of Ethical Conduct (Kode Etik)
Kode etik (dalam arti sempit) menyangkut kebijakan etis perusahaan
berhubungan dengan kesulitan yang bisa timbul seperti konflik kepentingan,
hubungan dengan pesaing dan pemasok, sumbangan kepada pihak lain, dan
sebagainya. Kode etik umumnya lebih panjang dari kredo perusahaan dan
bisa sampai 50-an halaman.
Setiap perusahaan berusaha memiliki salah satu, dua, atau ketiga pernyataan etika tersebut.
Dalam pembahasan ini kode etik perusahaan dimaksudkan pernyataan etik perusahaan
pada umumnya, tanpa memperhatikan penggolongan yang dibuat oleh Patrict Murphy.
Mungkin saja penulis lain akan menyebutkan kode etik perusahaan dengan istilah yang
berbeda. Setiap perusahaan berusaha memiliki kode etik. Manfaat kode etik bagi
perusahaan dapat disebutkan sebagai berikut (Bertens, 2000:382) :
1. Kode etik dapat meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan, karena etika telah
dijadikan sebagai corporate culture.
2. Kode etik dapat membantu menghilangkan kawasan abu-abu (grey area) di bidang
etika.
3. Kode etik dapat menjelaskan bagaimana perusahaan menilai tanggungjawab
sosialnya.
4. Kode etik menyediakan regulasi sendiri (self regulation) dan dalam batasan tertentu
tidak perlu campur tangan pihak pemerintah dalam mengatasi berbagai persoalan
bisnis.
Kode etik perusahaan seringkali menunjukkan sikap optimis yang berlebihan
sehingga diragukan kemampuannya untuk memecahkan persoalan etis dalam
perusahaan. Kritik yang disampaikan terkait kode etik perusahaan adalah :
 Kode etik seringkali hanya menjadi slogan belaka. Fungsinya sebatas window
dressing yang menbuat pihak luar kagum, padahal belum tentu dijalankan dengan
baik.
 Kode etik dirumuskan terlalu umum dan tetap memerlukan keputusan
pimpinan dalam persoalan etis. Jika memerlukan keputusan pimpinan, maka
kode etik sesungguhnya tidak diperlukan lagi.
 Jarang ada penegakan etik dengan memberikan sanksi untuk pelanggaran.
Ada atau tidak ada kode etik dirasakan tidak ada perbedaannya, sehingga kurang
efektif dalam mendorong munculnya perilaku etis.
Untuk mengurangi kekurangan tersebut, suatu kode etik hendaknya :
 Dirumuskan berdasarkan kesepakatan semua pihak dalam organisasi, sehingga
dapat berfungsi dengan baik.
 Tidak memuat hal-hal yang kurang berguna dan tidak mempunyai dampak nyata.
 Direvisi sewaktu-waktu agar sesuai dengan perkembangan jaman.
 Ditegakkan dengan seperangkat sanksi agar setiap permasalahan terselesaikan
dengan baik

5. Alasan Meningkatnya Perhatian Dunia Bisnis Terhadap Etika


Leonard Brooks menyebut 6 (enam) alasan mengapa dunia bisnis akan meningkatkan
perhatian terhadap etika bisnis (Rindjin, 2004:91), yaitu :
1. Krisis publik tentang kepercayaan.
Pada umumnya, publik kurang percaya terhadap kredibilitas dan kontibusi
perusahaan kepada masyarakat. Skandal demi skandal perusahaan telah terjadi,
sehingga memudarkan kepercayaan publik. Dewasa ini makin banyak pimpinan
puncak perusahaan merumuskan standar etika perusahaan untuk mengontrol
perilaku yang curang dan memperbaiki daya saing.
2. Kepedulian terhadap kualitas kehidupan kerja
Kekuatan pendorong kedua yang membangkitkan kesadaran terhadap etika
bisnis adalah meningkatnya nilai-nilai masyarakat pada mutu kehidupan kerja atau
quality of works life (QWL). Hal ini tampak pada fleksibilitas waktu kerja,
penekanan pada kebugaran dan kesehatan, pengasuhan anak di perusahaan, dan
lain-lain. Jadi terdapat titik temu antara kepentingan social pegawai dengan
kebutuhan perusahaan.
3. Hukuman terhadap tindakan yang tidak etis
Hukuman secara yuridis dan ekonomis dikenakan pada perusahaan-
perusahaan yang melakukan tindakan illegal, seperti diskriminasi pekerjaan,
pelangaran standar polusi, keamanan dan kesehatan kondisi kerja, dan lain-lain.
Pemerintah di negara-negara maju telah menyatakan tekad untuk menegakkan
hukum guna melindungi lingkungan alam dan pegawai dari praktek manajemen
yang sewenag-wenang.
4. Kekuatan kelompok pemerhati khusus
Kelompok pemerhati khusus (Lembaga Swadaya Masyarakat-LSM) senantiasa
menjadikan korporasi yang mengancam kesejahteraan publik sebagai sasaran
media massa. Lembaga perlindungan konsumen akan menyampaikan kritik yang
bisa berdampak pada kepercayaan konsumen apabila ditemukan adanya
penyimpangan yang dilakukan korporasi.
5. Peran media dan publisitas
Publisitas melalui peningkatan perhatian media massa juga menjadi
kepedulian korporasi dewasa ini. Media massa sebagai pihak berkepentingan
sangat berpengaruh dalam mmbentuk opini publik tentang korporasi. Oleh karena
itu, korporasi senantiasa membina hubungan dengan media massa dan responsif
terhadap media massa.
6. Mengubah format organisasi dan etika perusahaan
Bagi korporasi yang berkembang dengan jaringan usaha yang luas dan terpencar
secara geografis, mempunyai aliansi, mitra usaha, pusat keuntungan yang
independen, timbul masalah etis yang menyangkut operasional korporasi. Struktur
organisasi, hubungan tanggung jawab antar unit dan jaringan korporasi senantiasa
perlu dikaji ulang dari sudut efisiensi, efektivitas, dan nilai-nilai pedoman
aplikasinya tingkatan organisasi maupun
7. individu.

Anda mungkin juga menyukai