Anda di halaman 1dari 5

1.

1 Teori Etika
Teori etika adalah kerangka moral yang mengatur perilaku dan pengambilan
Keputusan manusia dalam masyarakat. Perilaku yang dianggap etis adalah perilaku yang
sesuai dengan prinsip moral yang baik. Dilema etika muncul Ketika individu dihadapkan
pada situasi di mana tidak ada Solusi moral yang jelas karena terdapat pilihan alternatif yang
mungkin sama validnya, bergantung pada sudut pandang individu tersebut. Ketika sebuah
perusahaan terlibat bisnis internasional, manajernya sering menghadapi perbedaan budaya
yang mencakup kondisi kerja, upah pekerja, perlindungan hak milik, prevalensi suap, dan
kepedulian terhadap lingkungan. Manajer perlu mempertimbangkan prinsip etika universal
dan memahami nilai budaya lokal dalam membuat Keputusan yang memperhatikan
kesejahteraan semua pihak yang terlibat dalam bisnis. Berikut beberapa teori etika yang dapat
kita pelajari.
1. Utilitarianisme
Pemikiran ini berasal dari Jeremy Bentham dan John Stuart Mill. Teori ini
mengutamakan Tindakan yang meningkatkan kebahagiaan dan menentang yang
menyebabkan ketidak bahagia. Menurut utilitarianisme, Keputusan etis di tentukan
oleh konse kuensinya. Hal ini melibatkan menimbang biaya dan manfaat suatu
Tindakan saat membuat Keputusan. Contohnya Unilever yang berhasil
mengintegrasikan kepentingan semua pemangku kepentingan dalam strategi bisnis
global mereka.
2. Teori Hak
Teori ini menyatakan bahwa setiap individu memiliki hak yang tidak
tergantung pada budaya, seperti hak untuk kesempatan yang sama, memiliki properti,
kebebasan berbicara, dan membuat perjanjian kontraktual. Saat hak-hak bersaing, kita
harus menilai mana yang memiliki prioritas etis, misalnya, hak untuk tidak
diskriminasi memiliki prioritas atas kebebasan berbicara jika dianggap sebagai ujaran
kebencian. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB, menyatakan bahwa semua
orang lahir bebas dan setara dalam martabat dan hak, tanpa memandang faktor seperti
kewarganegaraan, jenis kelamin, atau agama.
3. Teori Ke adil-an
Berakar pada karya Sejarah John Locke dan Sebagian besar dikaitkan dengan
pemikiran terbaru John Rawls. Rawls bertujuan mengalihkan fokus keadilan sosial
dari kesetaraan ke keadilan. Ia memperkenalkan istilah Keadilan sebagai Keadilan dan
menggambarkan teorinya sebagai keadilan distributive. Teori keadilan Rawls
menggambarkan Masyarakat dengan warga negara yang bebas memiliki hak dasar
yang sama dan bekerja sama dalam sistem ekonomi yang merata. Rawls menyatakan
bahwa kontrak sosial yang mengikat Masyarakat tidak sepenuhnya adil karena dibuat
oleh individu yang tidak daapat sepenuhnya tidak memihak akibat sifat manusiawi.
4. Relativisme Budaya
Relativisme budaya menyatakan bahwa tidak ada posisi moral mutlak, karena
kebenaran dianggap bersifat relative. Pandangan ini menyarankan bahwa moralitas
suattu Tindakan bergantung pada bagaimana Tindakan tersebut dipersepsikan salam
budaya tertentu pada saat Tindakan itu dilakukan. Para pendukungnya berargumen
bahwa menerima etika kelompok lain dapat meningkatkan toleransi.
“Saat di roma, berbuatlah seperti orang romawi”, mencakup besensi
relativisme budaya, yang mengadvokasi agar Perusahaan mengadopsi etika lokal
secara global. Namun, kritikus berpendapat bahwa pendekatan ini, yang
membenarkan Tindakan berdasarkan norma budaya, dapat digunakan untuk
membenarkan perilaku yang tidak etis.
1.2 Etika Bisnis
Dalam bisnis, seperti dalam kehidupan, sering kali kita ingin memberikan keuntungan
kepada individu dengan memberikan mereka kepercayaan. Orang mungkin mengasumsikan
bahwa manajer dan eksekutif benar-benar berupaya bertindak seacara etis, namun penilaian
yang kurang tepat dapat menyebabkan pelanggaran etika. Nilai dan etika seseorang
berkembang seiring berjalannya waktu melalui pengalaman pribadi dan pembelajaran dari
masyarakat.
1. Kebijakan menangani dilema Etika
Untuk menyelesaikan dilema etika di bisnis, eksekutif dapat menggunakan dua
konsep. Pertama, konflik Pembangunan relatif mempertimbangkan apakah praktik
tersebut dapat diterima di negara asal manajer dalam tahap pengembangan yang sama.
Kedua, konflik tradisi budaya memperhitungkan apakah praktik tersebut diperlukan
untuk sukses berbisnis di negara tersebut tanpa melanggar nilai kemanusiaan inti.
Contoh, dalam kasus pabrik maquiladoras di Meksiko, eksekutif bisa mengukur
keberlanjutan praktik pembayaran rendah dengan memperhatikan kondisi lokal, daya
saing bisnis, dan hak asasi manusia.
2. Kode Etik
Teori etika dan logika yang mendasarinya menciptakan prinsip untuk
memandu perilaku bisnis yang etik dan tanggung jawab sosial Perusahaan. Prinsip ini
disederhanakan menjadi kode etik, pernyataan formal yang menyampaikan nilai etika
dan menjelaskan perilaku profesional yang di harapkan. Kode ini membimbing
karyawan tentang bagaimana berinteraksi secara etis dengan orang lain dan
menangani dilema etika.
Perusahaan harus berhati-hati terhadap imperialisme etis, yaitu mencoba
memaksakan keyakinan etika negara asal pada orang lain. Relativisme budaya juga
harus dihindari, yaitu menerima etika lokal tanpa pertimbangan. Pendekatan seimbang
melibatkan pedoman seperti kode perilaku Mootrola, yang melarang perilaku yang
melanggar etika Perusahaan atau hukum AS, meskipun legal atau diterima secara
lokal.
3. Sumber Perilaku tidak Etis
Kode etik Perusahaan memberikan pedoman dasar untuk perilaku karyawan,
tetapi tidak dapat sepenuhnya menjamin perilaku etis. Dua sumber utama perilaku
tidak etis berasal dari integritas moral individu dan kebijakan manajerial Perusahaan.
Setiap individu memiliki nilai integritas moral yang berbeda, dipengaruhi oleh
pengalaman sepanjang hidup. Penting bagi setiap karyawan untuk mengadopsi kode
etik Perusahaan agar dalam interaksi sehari-hari, tindakan mereka dapat berdampak
positif atau negatif terhadap Perusahaan.
1.3 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility)
Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan
merupakan komitmen berkesinambungan perusahaan untuk berperilaku secara etis dan
berkontribusi terhadap perkembangan ekonomi, sekaligus meningkatkan kualitas
kehidupan dari karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas
(Nurlela, 2019).

1. Keuntungan Tanggung jawab Sosial bagi perusaahan


Manfaat CSR dalam bisnis internasional adalah untuk meningkatkan
nilai, reputasi, dan citra perusahaan. Perusahaan yang melaksanakan CSR
dianggap lebih bertanggung jawab pada segi sosial dan lingkungan oleh
masyarakat dan konsumen, hal ini dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap perusahaan tersebut. Penerapan CSR dalam operasi bisnis dapat
menciptakan citra merek dan hubungan yang positif dengan para pemangku
kepentingan.
Penerapan CSR dalam kegiatan usaha juga dapat meningkatkan inovasi
dan produktvitas dengan mendorong karyawan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan sosial dan lingkungan, serta mengembangkan solusi kreatif untuk
asalah-masalah sosial dan lingkungan. Peningkatan keterlibatan kerja yang
dirasakan oleh karyawan dalam pelaksanaan CSR perusahaan kemudian
berperan dalam menurunkan tingkat turnover rate (Bayode & Duarte, 2022).
2. Tanggung jawab Bisnis terhadap Masyarakat
Perspektif lain memandang bisnis memiliki tanggung jawab sosial melebihi
efisiensi dan memaksimalkan keuntungan. Perspektif ini dikenal sebagai tanggung
jawab sosial perusahaan (CSR) keyakinan bahwa perusahaan harus memasukkan
tujuan sosial ke dalam tujuan dan kebijakannya dan memberikan kontribusi positif
kepada masyarakat. CSR menegaskan bahwa dunia usaha mempunyai tanggung
jawab yang luas terhadap banyak anggota masyarakat selain pemegang saham.
Gambar dibawah ini menunjukkan empat bidang tanggung jawab sosial bagi perusahaan.
Pertama, bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab ekonomi yaitu mereka
harus menciptakan nilai ekonomi bagi masyarakat.Keyakinan bahwa perusahaan harus
memasukkan tujuan sosial dalam tujuan dan kebijakannya serta memberikan dampak positif
terhadap masyarakat.Sebuah bisnis menggunakan sumber daya untuk menciptakan barang
atau jasa jadi yang memiliki nilai lebih besar daripada sumber daya sebelumnya.
Kedua, perusahaan juga mempunyai tanggung jawab hukum kepada masyarakat.
Undang-undang dan peraturan yang harus dipatuhi oleh perusahaan dalam menjalankan
operasinya mewakili “etika yang terkodifikasi” dalam masyarakat.
Ketiga, masyarakat mengharapkan perusahaan memiliki tanggung jawab etis dan
berfungsi secara adil, obyektif, dan setara. Artinya mengikuti norma, nilai, prinsip, dan
harapan masyarakat.
Keempat, masyarakat menginginkan perusahaan untuk memiliki tanggung jawab
filantropis dan melakukan korporat yang baik. warga negara yang baik dengan memberikan
kembali kepada masyarakat secara sukarela. Perusahaan diharapkan memberi sebanding
dengan kekayaan, status, dan kekuasaan mereka.
3. Teori Pemangku Kepentingan
Gagasan yang berkaitan erat dengan tanggung jawab sosial adalah teori
pemangku kepentingan, suatu pandangan kapitalisme yang menekankan hubungan
yang saling berhubungan antara bisnis dan mereka yang mempunyai kepentingan,
atau "kepentingan", dalam organisasi. Pemangku kepentingan mencakup semua
pihak yang mempengaruhi, atau terkena dampak, aktivitas perusahaan. Kelompok
ini mencakup pemangku kepentingan internal (misalnya manajer, eksekutif,
pekerja, pemegang saham) dan pemangku kepentingan eksternal (misalnya
pemasok, pelanggan, kreditor, serikat pekerja, komunitas, pemerintah, media).
CSR juga berperan dalam meningkatkan hubungan dengan pemangku
kepentingan melalui peningkatan kesejahteraan pelanggan, pemasok,
karyawan, komunitas, serta lingkungannya. dengan mengacu pada konsep
Triple Bottom Line (TBL) (Supriyadi & Ghoniyah, 2022). Konsep ini
menekankan pada tiga dimensi berkelanjutan, yaitu ekonomi, sosial, dan
lingkungan yang bertujuan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan secara lebih
holistik, sehingga tidak hanya berfokus pada keuntungan ekonomi semata
(Mushowirotun, 2020). Berikut ini merupakan makna mengenai tiga dimensi
TBL, antara lain:

 Dimensi ekonomi: dimensi ini menekankan pada profitabilitas perusahaan, di


mana perusahaan harus mempertimbangkan keuntungan ekonomi untuk
memastikan keberlanjutan bisnis secara jangka panjang.
 Dimensi sosial: dimensi ini menekankan pada hubungan dan tanggung jawab
sosial perusahaan terhadap masyarakat dan karyawan termasuk hak asasi
manusia, keadilan, kesetaraan, dan hak-hak pekerja.
 Dimensi lingkungan: dimensi ini menekankan pada dampak lingkungan dari
kegiatan bisnis perusahaan. Pada dimensi ini, perusahaan harus
mempertimbangkan dampak kegiatan bisnis mereka terhadap lingkungan,
seperti emisi gas, rumah kaca, penggunaan sumber daya alam yang berlebihan.

1.4 Keberlanjutan
Keberlanjutan merupakan Pembangunan yang memenuhi kebutuhan sat ini tanpa
membahayakan generasi mendatang. Perusahaan dan pemerintah global berupaya menuuju
praktik yang lebih berkelanjutan untuk ekosistem yang sehat.
1. Perubahan Iklim dan Jejak Karbon
Perusahaan di seluruh dunia sedang mengurangi gas rumah kaca untuk
mendukung keberlanjutan dan memperlambat perubahan iiklim. Konsumen juga
lebih memilih produk hijau untuk lingkungan yang sehat. Jejak karbon adalah
dampak lingkungan gas rumah kaca yang diukur dalam satuan karbon dioksida
yang dihasilkan aktivitas manusia.
2. Lingkaran Ekonomi
Merancang produk dan komponen yang
dapat digunakan Kembali, dibongkar, dan
ditingkatkan untuk meminimalkan limbah.
Ekonomi lingkaran berbeda secara signifikan
dari ekonomi linear karena merancang limbah
dari poludi keluar dari proses produksi dari
awal. Ini mencoba meniru system alam, di mana
tidak ada yang tampaknya menjadi limbah.
3. Greenwashing
Infomasi salah atau menyesatkan yang menyajikan bisnis atau produk
sebagai ramah lingkungan. Tujuannya untuk memanfaatkan permintaan produk
dari Perusahaan yang bertanggung jawb secara sosial dan menipu publik.
Contohnya kabel yang mentesatkan, menyamarkan efek lingkungan berbahaya
produk dan kampaney yang mempromosikan Upaya lingkungan dari industry
yang pada dasarnya negative bagi lingkungan. alasan mengapa Perusahaan
terlibat greenwashing.
 Perusahaan ingin terlihat proaktif dalam menjadi hijau
 Menyoroti fitur lingkungan yang produknya sebenarnya tidak memiliki untuk
menarik pelanggan yang peduli lingkungan.
4. Isu tambahan dalam bisnis internasional
 Suap dan Korupsi
 Kondisi kerja dan hak asasi manusia
 Keanekaragaman, Kesetaraan , Inklusi

Anda mungkin juga menyukai