Business
(Chapter 5)
Alasan mendasar adanya bisnis adalah untuk menciptakan nilai bagi pemiliknya, yang
biasanya berupa keuntungan. Dalam kebanyakan kasus, pebisnis membuat keputusan, baik
pribadi maupun organisasi, yang dapat diterima oleh masyarakat. Tapi terkadang mereka
menyimpang dari apa yang diterima masyarakat.
• Individu memiliki sistem kepercayaan pribadi mereka sendiri tentang apa yang dimaksud
dengan etika dan perilaku tidak etis.
• Orang-orang dari konteks budaya yang sama cenderung memiliki kesamaan tentang apa
yang membentuk perilaku etis dan tidak etis
• Individu dapat menyimpang dari sistem kepercayaan mereka sendiri berdasarkan keadaan.
• Nilai-nilai etika sangat dipengaruhi oleh budaya dan adat istiadat nasional.
B. Etika dalam Konteks Lintas Budaya dan Internasional
Salah satu bagian penting etika lintas budaya dan internasional adalah perlakuan
terhadap karyawan oleh organisasi. Pada suatu keadaan, sebuah organisasi dapat berusaha
untuk mempekerjakan orang-orang terbaik, untuk menyediakan kesempatan yang luas untuk
pengembangan keterampilan dan karir, dan menawarkan kompensasi yang sesuai serta
tunjangan.
Dalam praktiknya, bagian yang paling rentan terhadap variasi etika yaitu praktik
perekrutan, pemecatan, upah dan kondisi kerja, serta privasi dan rasa hormat karyawan. Di
beberapa negara pedoman etika dan hukum menyarankan bahwa keputusan perekrutan dan
pemecatan harus didasarkan hanya pada kemampuan individu untuk melakukan pekerjaan.
Tetapi di negara lain, ada perlakuan istimewa kepada individu berdasarkan jenis kelamin,
etnis, usia, atau hal lain yang tidak terkait dengan faktor pekerjaan.
Perspektif utama ketiga untuk melihat etika melibatkan hubungan antara perusahaan dan
karyawannya dengan agen ekonomi lainnya. Agen utama, yaitu pelanggan, pesaing,
pemegang saham, pemasok, dealer, dan serikat pekerja. Perbedaan dalam praktik bisnis di
seluruh negara menciptakan kompleksitas etika untuk perusahaan dan karyawan mereka.
Perusahaan multinasional yang cukup besar memiliki pedoman tertulis yang merinci
bagaimana karyawan harus memperlakukan pemasok, pelanggan, pesaing, dan pemangku
kepentingan lainnya. Perusahaan tersebut telah mengembangkan kode etik formal yaitu
pernyataan tertulis tentang nilai-nilai dan standar etika yang memandu tindakan perusahaan.
b) Pelatihan Etika
Beberapa MNC menangani masalah etika secara aktif, yaitu dengan menawarkan
pelatihan kepada karyawan tentang cara mengatasi kebingungan mengenai etika. Sesi
pelatihan melibatkan diskusi mengenai kebingungan akan etika yang berbeda yang dihadapi
karyawan. Sebagian besar perusahaan multinasional memberikan pelatihan etika lokal kepada
ekspatriat untuk mempersiapkan mereka agar lebih baik untuk tugas di luar negeri.
CSR didefinisikan sebagai triple bottom line, yaitu gagasan bahwa perusahaan harus
mempertimbangkan dan menyeimbangkan tiga tujuan dalam merumuskan dan menerapkan
strategi dan keputusan mereka:
Para ahli menyatakan triple bottom line sebagai pertimbangan “manusia, planet, dan
keuntungan”.
a) Misi Ekonomi
Pemangku kepentingan utama adalah individu dan organisasi yang secara langsung
dipengaruhi oleh praktik organisasi dan yang memiliki kepentingan ekonomi dalam
kinerjanya termasuk karyawan, pelanggan, dan investor. Pemangku kepentingan sekunder
adalah individu atau kelompok yang mungkin terpengaruh oleh keputusan perusahaan tetapi
tidak secara langsung terlibat dalam transaksi ekonomi dengan perusahaan, seperti media
berita, lembaga swadaya masyarakat (LSM), atau komunitas dimana perusahaan beroperasi.
Komponen kedua dari triple bottom line adalah melindungi lingkungan alam.
Kebanyakan negara memiliki hukum yang berusaha untuk melindungi dan meningkatkan
kualitas air, tanah, dan udara mereka. Namun, di beberapa negara, penegakan masih lemah,
banyak perusahaan memandang bahwa mengikuti hukum tidak kurang memenuhi kewajiban
mereka. Dalam beberapa kasus, perusahaan banyak yang menerapkan praktik bisnis
berkelanjutan karena menambah keuntungan perusahaan dengan menghapus biaya melalui
rekayasa ulang produk dan proses produksi. Internet berperan penting dalam konservasi
sumber daya karena banyak bisnis e-commerce dan transaksi yang dapat mengurangi biaya
energi dan polusi.
Perusahaan melakukan beberapa upaya untuk mengatasi tanggung jawab sosial. Pendekatan
dasar yang diadopsi membentuk cara mengelola tanggung jawab sosial dan evaluasi tanggung
jawab sosial mereka.
Perusahaan umumnya mengadopsi salah satu dari empat pendekatan dasar yang berbeda
untuk tanggung jawab sosial.
Posisi Penghambat
Organisasi yang mengambil posisi itu disebut penghambat sikap terhadap tanggung jawab
sosial yang biasanya dilakukan sesedikit mungkin untuk mengatasi masalah sosial atau
masalah lingkungan.
Posisi Defensif
Satu langkah yang dihilangkan dari sikap menghalangi adalah sikap bertahan, dimana
organisasi akan melakukan segala sesuatu yang diperlukan secara legal tetapi tidak
lebih.Pendekatan ini sering diadopsi oleh perusahaan yang tidak simpatik dengan konsep
tanggung jawab sosial. Manajer yang mengambil sikap defensif bersikeras bahwa tugas
mereka adalah untuk menghasilkan keuntungan.
Sikap Akomodasi
Sebuah perusahaan yang mengadopsi sikap akomodatif bertemu hukum dan persyaratan
etika tetapi juga akan melampaui persyaratan ini dalam kasus tertentu. Contohnya perusahaan
secara sukarela setuju untuk berpartisipasi dalam program sosial, tetapi pengacara harus
meyakinkan perusahaan bahwa program tersebut layak untuk mereka dukung.
Sikap Proaktif
Tingkat tanggung jawab sosial tertinggi adalah sikap proaktif. Perusahaan yang mengadopsi
pendekatan ini mengambil hati argumen yang mendukung tanggung jawab sosial. Mereka
memandang diri mereka sebagai warga negara dalam masyarakat dan secara proaktif mencari
peluang untuk berkontribusi.
Organisasi perlu membuat pendekatan untuk tanggung jawab sosial dengan cara yang sama
seperti mereka mengembangkan strategi bisnis lainnya. Artinya, mereka harus memandang
tanggung jawab sosial sebagai tantangan utama yang memerlukan perencanaan, pembuatan,
pertimbangan, dan evaluasi. Mereka dapat mengelola tanggung jawab sosial melalui dimensi
formal dan informal.
Kepatuhan hukum
Kepatuhan hukum adalah sejauh mana organisasi mematuhi hukum regional, nasional, dan
internasional.
Kepatuhan Etika
Kepatuhan etika adalah sejauh mana para anggota perusahaan mengikuti standar etika (dan
hukum) dan standar perilaku.
Pemberian Filantropi
Pemberian filantropi adalah pemberian dana atau hadiah untuk amal atau program sosial
lainnya.
Whistle Blowing
Whistle blowing adalah pengungkapan yang dilakukan oleh seorang karyawan atas hal-hal
yang tidak sah atau tidak etis dari pihak lain dalam organisasi.
Setiap perusahaan yang memperhatikan tanggung jawab sosial harus memastikan bahwa
usahanya menghasilkan manfaat yang diinginkan. Hal ini membutuhkan penerapan kontrol
untuk tanggung jawab sosial. Beberapa organisasi memilih untuk melakukan evaluasi formal
atas keefektifan upaya tanggung jawab sosial.
Peran perusahaan dalam masyarakat bervariasi antar negara. Sebuah model yang
dikembangkan oleh dua ahli CSR Belanda, Rob van Tulder dan Alex van der Zwart,
menunjukkan ada tiga aktor utama dalam proses formulasi kebijakan :
2. Pasar, yang melalui proses persaingan dan mekanisme penetapan harga memperoleh input
dan mengalokasikan output kepada anggota masyarakat
3. Masyarakat sipil, yang meliputi gereja, organisasi amal, pramuka, serikat buruh, LSM, dan
sebagainya.
a) Pendekatan Anglo-Saxon
Dalam analisis van Tulder dan van der Zwart, negara-negara Anglo-Saxon memandang
negara, pasar,dan masyarakat sipil sebagai sesuatu yang terpisah, kompetitif, dan antagonis.
Jadi, ketika pemerintah harus kontrak dengan sektor swasta untuk membeli barang atau jasa,
kontrak tersebut harus dilakukan melalui proses tender yang terbuka dan kompetitif.
b) Pendekatan Asia
Banyak pemimpin Asia memandang kerja sama sebagai kunci keberhasilan pembangunan
mereka, strategi ini disebut ”jalan Asia”.
Negara-negara kontinental Eropa seperti Austria, Jerman, Prancis, dan Belanda. Kebijakan
kontinental Jerman memberi pekerja peran yang jelas dalam tata kelola bisnis besar Jerman.
Kerjasama, bukan kompetisi, adalah ciri dari pendekatan ini. Mengingat pendekatan ini
terhadap peran bisnis dalam masyarakat, tidak mengherankan bahwa Benua Eropa adalah
tempat