Anda di halaman 1dari 12

2.

1 Pengertian Etika Perilaku


Etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normatif tentang apakah
perilaku ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan akan etika muncul dari
keinginan untuk menghindari permasalahan-permasalahan dunia nyata. Etika tidak mengacu
pada permasalahan tentang apa yang harus atau tidak anda percayai. Etika berkaitan dengan
prinsip-prinsip yang memandu perilaku manusia. Etika merupakan pembelajaran tentang
norma-norma dan nilai-nilai yang berkaitan dengan salah dan benar, baik dan buruk, seperti
ysng harus kita lakukan dan tindakan apa yang harus kita hindari.
2.2 Perilaku Etika dalam Bisnis

Etika bisnis merupakan suatu rangkaian prinsip/aturan/norma yang harus diikuti apabila
menjalankan bisnis. Etika bisnis terkait dengan masalah penilaian terhadap kegiatan dan
perilaku bisnis yang mengacu pada kebenaran atau kejujuran berusaha (bisnis). Kebenaran
disini yang dimaksud adalah etika standar yang secara umum dapat diterima dan diakui
prinsip-prinsipnya baik oleh masyarakat, perusahaan dan individu. Perusahaan meyakini
prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan
berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan
hukum dan peraturan yang berlaku.

2.3 Lingkungan Bisnis Yang Mempengaruhi Etika

Etika pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar-salah, baik -
buruk. Dalam kerangka konsep etika bisnis terdapat pengertian tentang etika perusahaan,
etika kerja dan etika perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial antara
perusahaan, karyawan dan lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut hubungan
perusahaan dan karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan
perusahaan lain atau masyarakat setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan
karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan.

Perilaku etis yang telah berkembang dalam perusahaan menimbulkan situasi saling
percaya antara perusahaan dan stakeholders, yang memungkinkan perusahaan meningkatkan
keuntungan jangka panjang. Perilaku etis akan mencegah pelanggan, pegawai dan pemasok
bertindak oportunis, serta tumbuhnya saling percaya.
Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku
etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing
tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya perilaku, dan sebaliknya dapat pula
mendorong terciptanya perilaku yang tidak etis.

Kebijakan perusahaan untuk memberikan perhatian serius pada etika perusahaan akan
memberikan citra bahwa manajemen mendukung perilaku etis dalam perusahaan. Kebijakan
perusahaan biasanya secara formal didokumentasikan dalam bentuk Kode Etik (Code of
Conduct). Di tengah iklim keterbukaan dan globalisasi yang membawa keragaman budaya,
code of conduct memiliki peran yang semakin penting, sebagai buffer dalam interaksi
intensif beragam ras, pemikiran, pendidikan dan agama.

Sebagai persemaian untuk menumbuhkan perilaku etis, perlu dibentuk iklim etika dalam
perusahaan. Iklim etika tercipta, jika dalam suatu perusahaan terdapat kumpulan pengertian
tentang perilaku apa yang dianggap benar dan tersedia mekanisme yang memungkinkan
permasalahan mengenai etika dapat diatasi.

Terdapat tiga faktor utama yang memungkinkan terciptanya iklim etika dalam perusahaan.
1. Terciptanya budaya perusahaan secara baik.
2. terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya (trust-based
organization).
3. terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai (employee relationship management).

Iklim etika dalam perusahaan dipengaruhi oleh adanya interaksi beberapa faktor, yaitu
faktor kepentingan diri sendiri, keuntungan perusahaan, pelaksanaan efisiensi dan
kepentingan kelompok.

Penciptaan iklim etika mutlak diperlukan, meskipun memerlukan waktu, biaya dan
ketekunan manajemen. Dalam iklim etika, kepentingan stakeholders terakomodasi secara
baik karena dilandasi rasa saling percaya.
Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perilaku etika dalam bisnis yang
nampak pada ilustrasi berikut :

1. Lingkungan Bisnis
Seringkali para eksekutif perusahaan dihadapkan pada suatu dilema yang
menekannya, seperti misalnya harus mengejar kuota penjualan, menekan ongkos-ongkos,
peningkatan efrisiensi dan bersaing. Dipihak lain eksekutif perusahaan juga harus
bertanggung jawab terhadap masyarakat agar kualitas barang terjaga, harga barang
terjangkau. Disini nampak terdapat dua hal yang bertentangan harus dijalankan misalnya,
menekan ongkos dan efisiensi tetapi harus tetap meningkatkan kualitas produk. Eksekutif
perusahaan harus pandai mengambil keputusan etis yang tidak merugikan perusahaan.

2. Organisasi
Secara umum, anggota organisasi itu sendiri saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya
(proses interaktif). Dilain pihak organisasi terhadap individu harus tetap berprilaku etis,
misalnya masalah pengupahan, jam kerja maksimum.
3. Individu
Seseorang yang memiliki filosofi moral, dalam bekerja dan berinteraksi dengan sesama
akan berprilaku etis. Prinsip-prinsip yang diterima secara umum dapat dipelajari/diperoleh
dari interaksi dengan teman, famili, dan kenalan. Dalam bekerja, individu harus memiliki
tanggung jawab moral terhadap hasil pekerjaannya yang menjaga kehormatan profesinya.
Bahkan beberapa profesi memiliki kode etik tertentu dalam pekerjaan.

Kode etik diperlukan untuk hal seperti berikut :


a) Untuk menjaga keselarasan dan konsistensi antara gaya manajemen strategis dan
kebijakan dalam pengembangan usaha di satu pabrik dengan pengembangan sosial
ekonomi dipihak lain.
b) Untuk menciptakan iklim usaha yang bergairah dan suasana persaingan yang sehat.
c) Untuk mewujudkan integritas perusahaan terhadap lingkungan, masyarakat dan
pemerintah.
d) Untuk menciptakan keterangan, kenyamanan dan keamanan batin bagi
perusahaan/investor serta bagi para karyawan.
e) Untuk dapat mengangkat harkat perusahaan nasional di dunia perdagangan internasional.

2.4 Kesaling – Tergantungan Antara Bisnis Dan Masyarakat

Bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal
sebagai stakeholders, yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing,
pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan semua
bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing,
tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang sering berperan untuk
keberhasilan dalam berbisnis.
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi perilaku etika adalah lingkungan makro dan
lingkungan mikro. Lingkungan makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan yang tidak etis
yaitu bribery, coercion, deception, theft, unfair dan discrimination. Maka dari itu dalam
perspektif mikro, bisnis harus percaya bahwa dalam berhubungan dengan supplier atau
vendor, pelanggan dan tenaga kerja atau karyawan.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada
masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa
serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis
maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-
prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini
tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam
hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa
perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum
yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan
dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu
kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan
dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian
yang seimbang.
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam
bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya
sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat
harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian
bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan
yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu
mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat
sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di
sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dan
lain sebagainya.
Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari
dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam
melakukan kegiatan sehari-hari. Hal ini dapat dipandang sebagai etika pergaulan bisnis.
Seperti halnya manusia pribadi juga memiliki etika pergaulan antar manusia, maka pergaulan
bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis.

Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah :

1. Hubungan antara bisnis dengan langganan / konsumen


Hubungan antara bisnis dengan langgananya merupakan hubungan yang paling banyak
dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun
pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja :
a. Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau
mengadakan perbandingan harga terhadap produknya.
b. Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya,
sehingga produsen perlu menberikan penjelasan tentang isi serta kandungan atau zat-zat
yang terdapat didalam produk itu.
c. Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi
suatu bisnis. Sangatlah tidak etis suatu bisnis yang menjual produknya yang ternyata
jelek (busuk) atau tak layak dipakai tetap saja tidak mau mengganti produknya tersebut
kepada pembelinya.

2. Hubungan dengan karyawan


Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering
kali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan
karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment), Latihan (training),
Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau
pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja). Didalam menarik tenaga kerja haruslah
dijaga adanya penerimaan yang jujur sesuai dengan hasil seleksi yang telah dijalankan.
Sering kali terjadi hasil seleksi tidak diperhatikan akan tetapi yang diterima adalah peserta
atau calon yang berasal dari anggota keluarga sendiri.
3. Hubungan antar bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang
lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer,
agen tunggal maupun distributor. Dalam kegiatan sehari-hari tentang hubungan tersebut
sering terjadi benturan-benturan kepentingan antar kedunya. Dalam hubungan itu tidak jarang
dituntut adanya etika pergaulan bisnis yang baik.

4. Hubungan dengan Investor


Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go
publik” harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada para
insvestor atau calon investornya. Informasi yang tidak jujur akan menjerumuskan para
investor untuk mengambil keputusan investasi yang keliru. Dalam hal ini perlu mandapat
perhatian yang serius karena dewasa ini di Indonesia sedang mengalami lonjakan kegiatan
pasar modal. Banyak permintaan dari para pengusaha yang ingin menjadi emiten yang akan
menjual sahamnya kepada masyarakat. Dipihak lain masyarakat sendiri juga sangat
berkeinginan untuk menanamkan uangnya dalam bentuk pembelian saham ataupun surat-
surat berharga yang lain yang diemisi oleh perusahaan di pasar modal. Oleh karena itu
masyarakat calon pemodal yang ingin membeli saham haruslah diberi informasi secara
lengkap dan benar terhadap prospek perusahan yang go public tersebut. Jangan sampai terjadi
adanya manipulasi atau penipuan terhadap informasi terhadap hal ini.

5. Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan


Hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya
merupakan hubungan pergaulan yang bersifat finansial. Hubungan ini merupakan hubungan
yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan. Laporan finansial tersebut haruslah
disusun secara baik dan benar sehingga tidak terjadi kecendrungan kearah penggelapan pajak
atau sebagianya. Keadaan tersebut merupakan etika pergaulan bisnis yang tidak baik.

2.5 Kepedulian Pelaku Bisnis TerhadapEtika


Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam
bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya
sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat
harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian
bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan
yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu
mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat
sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di
sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain
ialah
a. Pengendalian diri Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu
mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari
siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak
mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan
menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan
menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku
bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya.
Inilah etika bisnis yang “etis”.

b. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility). Pelaku bisnis disini dituntut
untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan
jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh
kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang
tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi
pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan
yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu
mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat
sekitarnya.
c. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan
informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk
meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang
dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
d. Menciptakan persaingan yang sehat. Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk
meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang
lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan
golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar
mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam
menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis
tersebut.
e. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan” Dunia bisnis seharusnya tidak
memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana
dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak
meng-”ekspoitasi” lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa
mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang
merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
f. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi) Jika
pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi
lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan
curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan
negara.
g. Mampu menyatakan yang benar itu benar Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak
wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi,
jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong”
dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta
memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.

Pada dasarnya, perusahaan memiliki maksud dan tujuan bisnis yang sangat terkait erat
dengan factor-faktor berikut :
Pemenuhan kebutuhan.
Keuntungan usaha.
Pertumbuhan dan perkembangan yang berkelanjutan.
Mengatasi berbagai resiko.
Tanggungjawab social.
2.6 Perkembangan Dalam Etika Bisnis

Diakui bahwa sepanjang sejarah kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah lluput
dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis dapat dikatakan seumur dengan bisnis itu
sendiri. Perbuatan menipu dalam bisnis , mengurangi timbangan atau takaran, berbohong
merupakan contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara etika dan bisnis. Namun
denikian bila menyimak etika bisnis sperti dikaji dan dipraktekan sekarang, tidak bisa
disangkal bahwa terdapat fenomena baru dimana etika bisnis mendapat perhatian yang besar
dan intensif.
Etika bisnis mencapai status ilmiah dan akademis dengan identitas sendiri, pertama kali
timbul di amrika srikat pada tahun 1970-an. Untuk memahaminya, menurut Richard De
George, pertama-tama perlu membedakan antara ethics in business dan business ethics.
Di amerika serikat dan dunia barat pada umumnya ditandai oleh pemberontakan terhadap
kuasa dan otoritas penolakan terhadap establishment yang diperkuat oleh situasi demoralisasi
baik dalam bidang polotik, sosial, lingkungan dan ekonomi. Pada saat ini juga timbul anti
konsumerisme. Dengan situasi dan kondisi seperti ini, dunia pendidikan memberikan respon
dengan cara yang berbeda-beda, salah satunya adalah memberikan perhatian khusus kepada
sosial issue dalam kuliah manajemen.
Masa lahirnya etika bisnis terdapat dua faktor yang mendorong kelahiran etika bisnis
pada tahun 1970-an. Pertama sejumlah filosof mulai terlibat dalam memikirkan masalah-
masalah sekitar bisnis dan etika bisnis sebagai suatu tanggapan atas krisis moral yang sedang
melputi dunia bisnis di Amerika Serikat. Kedua terjadinya krisis moral yang dialami oleh
dunia bisnis. Pada saat ini mereka bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan
manejemen dalam meneruskan tendensi etika terapan. Masa eika bisnis melus ke Eropa, etika
bisnis mulai merambah dan berkembang setelah sepuluh tahun kemudian. Hal ini pertama-
tama ditandai dengan semakin banyaknya perguruan tinggi di Eropa Barat yang
mencantumkan mata kuliah etika bisnis. Pada taun1987 didirkan pula European Ethics
Nwork (EBEN) yang bertujuan menjadi forum pertemuan antara akademisi dari universitas,
sekolah bisnis, para pengusaha dan wakil-wakil dari organisasi nasional da nternasional.
Masa etika bisnis menjadi fenomena global pada tahun 1990-an, etika bisnis telah
menjadi fenomena global dan telah bersifat nasional, internasional dan global seperti bisnis
itu sendiri. Etika bisnis telah hadir di Amerika Latin , ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia
lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan kajian etika bisnis adalah institute of moralogy pada
universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di india etika bisnis dipraktekan oleh manajemen center
of human values yang didirikan oleh dewan direksi dari indian institute of manajemen di
Kalkutta tahun 1992. Di indonesia sendiri pada beberape perguruan tinggi terutama pada
program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika isnis. Selain itu bermunculan pula
organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya
lembaga studi dan pengembangan etika usaha indonesia (LSPEU Indonesia) di jakarta.

2.7 Etika Bisnis Dalam Akuntansi


Profesi akuntan publik bisa dikatakan sebagai salah satu profesi kunci di era globalisasi
untuk mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu kesiapan yang
menyangkut profesionalisme mensyaratkan tiga hal utama yang harus dipunyai oleh setiap
anggota profesi yaitu: keahlian, berpengetahuan dan berkarakter. Karakter menunjukkan
personality seorang profesional yang diantaranya diwujudkan dalam sikap dan tindakan
etisnya. Sikap dan tindakan etis akuntan publik akan sangat menentukan posisinya di
masyarakat pemakai jasa profesionalnya. Profesi juga dapat dirumuskan sebagai pekerjaan
yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan
keterampilan yang tinggi serta dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang
mendalam.Untuk menegakkan akuntansi sebagai sebuah profesi yang etis, dibutuhkan etika
profesi dalam mengatur kegiatan profesinya. Etika profesi itu sendiri, dalam kerangka etika
merupakan bagian dari etika sosial. Karena etika profesi menyangkut etika sosial, berarti
profesi (dalam hal ini profesi akuntansi) dalam kegiatannya pasti berhubungan dengan
orang/pihak lain (publik). Dalam menjaga hubungan baik dengan pihak lain tersebut akuntan
haruslah dapat menjaga kepercayaan publik.
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik
profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan
Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada
akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan
masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien,
pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa
yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur
dalam kode etik profesi.
2.8 Pelanggaran Etika PT. GUDANG GARAM
Menurut Etika Pariwara Indonesia, “Iklan ialah pesan komunikasi pemasaran atau
komunikasi publik tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui suatu media, dibiayai
oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat”.
Menurut Sony Keraf (1993 : 142), menyatakan bahwa dalam iklan kita dituntut untuk
selalu mengatakan hal yang benar kepada konsumen tentang produk sambil membiarkan
konsumen bebas menentukan untuk membeli atau tidak membeli produk itu.

Iklan dan pelaku periklanan harus :

 Jujur, benar, dan bertanggungjawab.


 Bersaing secara sehat.
 Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan
golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan
golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.Iklan yang menyatakan
kebenaran dan kejujuran adalah iklan yang beretika. Akan tetapi, iklan menjadi tidak
efektif, apabila tidak mempunyai unsur persuasif. Akibatnya, tidak akan ada iklan yang
akan menceritakan the whole truth dalam pesan iklannya. Sederhananya, iklan pasti akan
mengabaikan informasi-informasi yang bila disampaikan kepada pemirsanya malah akan
membuat pemirsanya tidak tertarik untuk menjadi konsumen produk atau jasanya.

Untuk membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis.
Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu (langsung). Iklan dikomunikasikan kepada
khalayak luas (melalui media massa komunikasi iklan akan diterima oleh semua orang :
semua usia, golongan, suku, dsb). Sehingga iklan harus memiliki etika, baik moral maupun
bisnis.
Dalam dunia periklanan, para pelaku iklan mempunyai sumber daya manusia yang mayoritas
memiliki tingkat kreatifitas yang unik dan menarik, yang dapat divisualisasikan dalam bentuk
visual (video, gambar, ilustrasi, dan tulisan) atau pun dalam bentuk audio (suara).

Di Indonesia, sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika pada setiap perilaku
kehidupan sehari-hari. Tentunya hal ini membuat para pelaku iklan juga harus mematuhi apa
saja yang telah diatur dalam UU Penyiaran atau UU Pariwara Indonesia yang telah diatur
agar sejalan dengan nilai-nilai sosial-budaya masyarakat.
Adapun kasus pelanggaran yang berkaitan dengan etika dalam bisnis khususnya dalam
hal etika periklanan, yaitu kasus pelanggaran yang dilakukan oleh PT Gudang Garam (Tbk)
sebagai berikut :

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat berdasarkan tugas dan kewajiban yang diatur
dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), pengaduan
masyarakat, pemantauan dan hasil analisis telah menemukan pelanggaran Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia Tahun
2012 pada Program Siaran Iklan Niaga rokok “Gudang Garam” yang ditayangkan oleh
stasiun TV One pada tanggal 10 Mei 2014 pada pukul 19.43 WIB.
Program tersebut menampilkan iklan rokok di bawah pukul 21.30. Jenis pelanggaran ini
dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap perlindungan kepada anak-anak dan remaja serta
larangan dan pembatasan muatan rokok.

KPI Pusat memutuskan bahwa tindakan penayangan tersebut telah melanggar Pedoman
Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 14 dan Pasal 43 serta
Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 15 ayat (1), Pasal 58
ayat (1) dan Pasal 59 ayat (1). Menurut catatan KPI Pusat, program ini telah menerima Surat
Teguran Tertulis Pertama No.953/K/KPI/05/14 tertanggal 5 Mei 2014.
Berdasarkan pelanggaran di atas KPI Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi administratif
Teguran Tertulis Kedua. Atas pelanggaran ini KPI Pusat akan terus melakukan pemantauan
dan meningkatkan sanksi yang lebih berat jika tetap melanggar ketentuan jam tayang iklan
rokok.

Sesuai dengan PP Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran


Swasta, penayangan iklan rokok disiang hari jelas melanggar pasal 21 ayat (3) Iklan Rokok
pada lembaga penyelenggara penyiar radio dan televisi hanya dapat disiarkan pada pukul
21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat dimana lembaga penyiaran tersebut berada.
Kemudian juga sesuai dengan Etika Pariwara Indonesia menyatakan dalam wahana iklan
melalui media televisi, yaitu iklan-iklan rokok dan produk khusus dewasa (intimate
nature) hanya boleh disiarkan mulai pukul 21.30 hingga pukul 05.00 waktu setempat.
Solusi untuk kasus pelanggaran etika dalam bisnis khususnya etika periklanan yang
dilakukan oleh PT Gudang Garam (Tbk), yakni dipasal 57 menyebut Lembaga Penyiaran
Swasta yang menyelenggarakan siaran iklan rokok diluar ketentuan sebagaimana dimaksud
pada Pasal 21 ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa denda administrasi untuk jasa
penyiaran radio paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah), dan untuk jasa
penyiaran televisi paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

Anda mungkin juga menyukai