Anda di halaman 1dari 6

PEMBAHASAN

TANGGUNG JAWAB dan ETIKA BISNIS


A. Tanggung jawab sosial perusahaan
Tanggung jawab sosial menurut Poerwanto (2010) adalah:
kebijakan-kebijakan dan tindakan-tindakan perusahaan dalam berinteraksi
dengan lingkungannya yang didasarkan pada etika.
Secara umum etika dipahami sebagai aturan tentang prinsip-prinsip
dan nilai-nilai moral yang mengarahkan perilaku seseorang atatu
kelompok masyarakat mengenai baik atau buruk dalam mengambil
kebijakan atau keputusan.
Tanggung jawab sosial oleh banyak pihak dikatakan tumpang
tindih dengan etika. Ferrel,Hirt dan Linda Ferrel (2006) mengatakan
bahwa dua kata tersebut diartikan berbeda.etika bisnis berhubungan
dengan keputusan individu-individu atau kelompok kerja yang oleh
masyarakat dinilai sebagai salah atau benar,sedangkan tanggung jawab
sosial adalah konsep yang lebih luas berkenaan dengan dampak dari
aktivitas-aktivitas bisnis secara keseluruhan terhadap masyarakat.
Poerwanto menyebutkan terdapat tiga pendekatan dalam
pembentukan tangggung jawab sosial, yaitu:
1. Pendekatan moral, yaitu kebijaka atau tindakan yang didasarkan pada
prinsip kesantunan dengan pengertian bahwa apa yang dilakukan tidak
melanggar atau merugikan pihak-pihak lain secara sengaja.
2. Pendekatan kepentingan bersama,yaitu bahwa kebijakan-kebijakan
moral harus didasarkan pada standar kebersamaan, kewajaran dan
kebebasan yang bertanggung jawab.
3. Pendekatan manfaat, adalah konsep tanggung jawab sosial yang
didasarkan pada nilai-nilai bahwa apa yang dilakukan oleh perusahaan
menghasilkan manfaat besarbagi pemangku kepentingan secara adil
dan berkelanjutan.
Dalam perkembangannya, tanggung jawab sosial perusahaan telah
mengalami berbagai perubahan bentuk yang disebabkan oleh berbagai
kepentingan, tuntutan, kemajuan teknologi serta kebutuhan untuk
menjaga keberlangsungan. Pada awalnya, sebelum 1930-an, oleh
Hughes dan Kappor (1985) dikatakan bahwa bentuk tanggung jawab
sosial perusahaan mencakup tiga hal:
1. Kondisi kerja (working conditions), mendeskripsikan pentingnya
keuntungan yang diperoleh oleh karyawan berkaitan dengan
sisitem balas jasa yang mencakup gaji, tata ruang kerja yang
memenuhi syarat kesehatan, jaminan kesehatan dan hari tua, serta
komunikasi organisasi yang dapat diterima oleh semua pihak.
2. Hak-hak pelanggan (consumer rights) mencakup kualitas produk,
layanan dan informasi sesuai dengan pengorbanan pelanggan
dalam memperoleh produk yang dibutuhkan.
3. Perhatian terhadap peraturan-peraturan pemerintah (government
regulation) baik yang mengatur langsung kegiatan bisnis maupun
tidak.

B. Teknik Mengevaluasi Kinerja Tanggung Jawab Sosial Perusahaan


Carrol (1991) mengembangkan model evaluasi tanggung jawab
sosial melalui empat kriteria, yaitu:
1. Pemahaman tentang tanggung jawab ekonomi (economic
respisibillity). Menurut Milton Friedman dan Rose Friedman (1863;
1980) bahwa institusi bisnis adalah diatas segalahnya, karena bisnis
unit ekonomi dasar masyarakat.tanggung jawab ekonomi yang
dimaksudkan adalah menghasilkan barang dan jasa yang diinginkan
masyarakat dengan memaksimalkan keuntungan bagi pemiliknya
serta pemegang saham.
2. Tangung jawab legal (legal responsibility) oleh Szwwajkowski
(19850) didefinisikan sebagai apa yang dianggap penting oleh
masyarakat sehubungan dengan perilaku perusahaan yang layak.
Contoh, McDonalds masuk di Indonesia tidak menyajikan makanan
yang dilarang oleh agama islam, karena sebagian besar penduduk
Indonesia beragama islam.
3. Pemahaman tanggung jawab etika (ethical responsibillity),
adalahkebijakan dan keputusan perusahaan yang didasrakan pada
keadilan, bebas dan tidak memihak, menghormati hak-hak individu,
serta memberikan perlakuan berbeda untuk, kasus yang berbeda yang
menyangkut tujuan perusahaan.
4. Pemahaman tanggung jawab sukarela atau diskesioner
Adalah kebijakan perusahaan dalam tindakan sosial yang murni
sukarela dan didasarkan pada keinginan perusahaan untuk memberi
kontribusi sosial yang tidak memiliki kepentingan timbale balik
secara langsung.

C. Mengelolah Reaksi Terhadap Tuntutan Sosial


Gatewood dan Carrol (1981) mengembangkan model:
1. Model obstruktif (obstructive response) adalah respons terhadap
tuntutan masyarakat dimana organisasi menolak tanggung jawab,
menolak keabsahan dari bukti-bukti pelanggaran, dan memunculkan
upaya untuk merintangi penyelidikan.
2. Model defensif (defensive eresponse) adalah bentuk response terhadap
tuntutan masyarakat, dimana perusahaan mengakui sejumlah kesalahan
yang berkaitan dengan keterlanjuran atau kelalaian tetapi tidak
bertindak obstruktif.
3. Model akomodatif (accommodative response) adalah bentuk respons
terhadap masyarakat dimana perusahaan melaksanakan atau memberi
tanggung jawab sosial atas tindakan-tindakannya, selaras dengan
kepentingan public.
4. Model proaktif (proactive response) adalah respons terhadap
permintaan sosial dimana organisasi berada, dengan melalui upaya
mempelajari tanggung jawabnya kepada masyarakat, dan melakukan
tindakan-tindakan yang diperlukan tanpa tekanan dari mereka.
D. Budaya, Tanggung Jawab Sosial Dan Citra
Poerwanto (2008) mendefinisikan budaya organisasi sebagai:
seperangkat asumsiyang dibangun dan dianut bersama oleh organisasi
sebagai moral dalam beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan proses
integrasi internal.
Schein (1997) mengemukakan terdapat tiga tingkatan budaya yang
berinteraksi dalam proses keorganisasian, yaitu:
1. Artefak, yaitu produk-produk nyata dari organisasi seperti arsitektur
lingkungan fisik, bahasa;teknologi, kreasi artistic, tata ruang, cara
berpakaian, cara berbicara, cara mengungkapkan perasaan, cerita
tentang mitos dan sejarah organisasi, daftar nilai-nilai yang
dipublikasikan kegiatan ritual dan seremonial, serta perilaku.
2. Nilai-nilai, adalah pa yang secara ideal menjadi alasan untuk
berperilaku.
3. Asumsi-asumsi dasar, adalah apa yang tidak disadari,tetapi secara
actual menentukan bagaimana anggota organisasi mengamati, berpikir
merasakan dan bertindak.

E. Etika bisnis
Secara sederhana etika dipahami sebagai prinsip-prinsip yang
berkaitan dengan nilai-nilai. George dan Jones (2006) mendefinisikan
etika: Sebagai tuntutan dari dalam tentang prinsip-prinsip moral, nilai-
nilai, keyakinan-keyakinan yang digunakan untuk menganalisis atau
interpretasi situasi dan memutuskan mana yang “benar” atau pendekatan
dalam bertindak.
Terdapat 5 pendekatan yang relevan bagi organisasi:
1. Pendekatan individualisme, menyatakan bahwa suatu tindakan
individual adalah bermoral jika mendukung kepentingan jangka
panjang individu yang bersangkutan dan mengarah kepada kebaikan
yang lebih besar.
2. Pendekatan moral, menyatakan bahwa keputusan-keputusan organisasi
yang berlandaskan standar moral merupakan keputusan yang tidak
melanggar hak asasi dari mereka yang memperoleh atau berkaitan
dengan keputusan tersebut.
3. Pendekatan manfaat, menyatakan bahwa kebijakan dan perilaku
organisasional harus memberikan perubahan yang lebih baik bagi
pihak-pihak yang berkepentingan.
4. Pendekatan keadilan, menyatakan bahwa keputusan-keputusan
organisasi yang berlandaskan moral harus didukung oleh standar,
kedilan, kebebasan, dan tidak memihak.
5. Pendekatan sosio-kultural, menyatakan bahwa keputusan-keputusan
organisasi harus mampu memberi kontribusi yang lebih luas bagi
masyarakat dengan didasarkan pada kondisi dan dinamika sosio-
kultural.

F. Membangun Etika Bisnis


Dalam kegiatan bisnis pilihan-pilihan sangat dipengaruhi oleh
standar perilaku yang ditetapkan oleh perusahaan.
Terdapat 3 dasar dalam membangun etika bisnis, yaitu:
1. Kesadaran dan tindakan etis, merupakan landasan dari perilaku
organisasional yang dibangun oleh aturan perilaku (code of conduct)
yaitu pernyataan formal dari organisasi yang merumuskan bagaimana
karyawan harus berperilaku etis demi perusahaan.
2. Pemikiran etis, adalah pola pikir karyawan terhadap nilai-nilai yang
ditentukan dan dikembangkan oleh perusahaan maupun dirinya dalam
kaitan dengan apa yang harus dilakukan.
3. Tindakan etis merupakan perilaku positif karyawan baik dalam
melaksanakan tugas maupun diluar tugas.
G. Budaya Perusahaan Dan CSR Sebagai Moral Bisnis
Perusahaan-perusahaan global menjadi pemimpin perubahan dalam
proses produksi, serta layanan yang didasarkan pada program
berkelanjutan. Pada sekitar 2000-an sebagian dari perusahaan-perusahaan
multinasional yang beroperasi di Indonesia meninggalkan Indonesia
dengan alasan utamanya adalah ketidakpastian hukum.
Di Indonesia, praktik-praktik kecurangan dalam berbagai kegiatan
yang dilindungi atau didukung oleh oknnum birokrasi atau penegak
hukum menjadi kehidupan sehari-hari yang meresahkan.
Sebagai sebuah komunitas sosial, selayaknya setiap perusahaan,
mempunyai code of ethic (CoE) yang menjadi acuan perilaku baik didalam
tugas maupun diluar tugas. Dasar dari CoE adalah moral pendiri atau
jajaran manajemen puncak yang membangun sejumlah nilai dan asumsi
untuk menjadi dasar pertimbangan perusahaan dalam bersikap dan
bertindak.
Setiap perusahaan harus mampumembangun citra positif dengan
memproduk barang dan jasa yang berkualitas, member layanan yang
berkualitas, dan menghindari praktik-praktik curang yang dapat merugikan
pihak lain maupun organisasinya.

Anda mungkin juga menyukai