0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
703 tayangan7 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang tanggung jawab sosial organisasi, etika manajemen, dan bagaimana mengukur etika manajemen. Secara khusus, dibahas mengenai tanggung jawab lingkungan dan sosial yang harus dipikul organisasi, strategi pengelolaan tanggung jawab sosial, manfaat tanggung jawab sosial, serta isu-isu etika yang dihadapi perusahaan seperti konflik nilai dan pengukuran etika manajemen.
Dokumen tersebut membahas tentang tanggung jawab sosial organisasi, etika manajemen, dan bagaimana mengukur etika manajemen. Secara khusus, dibahas mengenai tanggung jawab lingkungan dan sosial yang harus dipikul organisasi, strategi pengelolaan tanggung jawab sosial, manfaat tanggung jawab sosial, serta isu-isu etika yang dihadapi perusahaan seperti konflik nilai dan pengukuran etika manajemen.
Dokumen tersebut membahas tentang tanggung jawab sosial organisasi, etika manajemen, dan bagaimana mengukur etika manajemen. Secara khusus, dibahas mengenai tanggung jawab lingkungan dan sosial yang harus dipikul organisasi, strategi pengelolaan tanggung jawab sosial, manfaat tanggung jawab sosial, serta isu-isu etika yang dihadapi perusahaan seperti konflik nilai dan pengukuran etika manajemen.
1. Lingkungan sebagai Ruang Lingkup Kegiatan Organisasi Sebagai bagian dari masyarakat, maka organisasi bisnis perlu memiliki tanggung jawab bahwa kegiatan yang dilakukannya membawa ke arah perbaikan lingkungan masyarakat pada umumnya, bukan sebaliknya. Dengan demikian, sudah semestinya organisasi bisnis atau perusahaan perlu menyadari bahwa dirinya memiliki apa yang dinamakan tanggung jawab sosial (corporate social responsibility). Tanggung jawab sosial organisasi adalah suatu konsep bahwa organisasi memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya termasuk lingkungan dalam segala aspek operasional organisasi. 2. Pro dan Kontra Mengenai Tanggung Jawab Sosial Mereka yang pro terhadap tanggung jawab sosial harus dipikul perusahaan menganggap bahwa perusahaan juga merupakan bagian dari masyarakat, sehingga perlu juga untuk bersama-sama dengan masyarakat mewujudkan keadaan yang lebih baik. Di sisi lain, mereka yang kontra terhadap tanggung jawab sosial yang harus dipikul perusahaan beranggapan bahwa perusahaan tidak perlu terlibat tanggung jawab sosial karena pada dasarnya perusahaan tidak memiliki ahli-ahli khusus untuk menangani tanggung jawab sosial dalam perusahaan. Selain itu, mereka beranggapan bahwa keterlibatan perusahaan yang terlalu jauh dalam tanggung jawab sosial justru akan memberikan kekuatan yang lebih besar bagi perusahaan untuk dapat mengontrol masyarakat, padahal yang bertugas untuk mengontrol masyarakat adalah pemerintah. Mereka juga beranggapan bahwa pada dasarnya tujuan dari perusahaan untuk meraih profit dan bukan untuk membantu masyarakat sebagaimana halnya yang dilakukan oleh lembaga sosial, seperti yayasan, lembaga swadaya masyarakat, dan lain sebagainya. Terlepas dari pro dan kontra apakah sebuah perusahaan perlu memberikan tanggung jawab sosial kepada masyarakat atau tidak, perusahaan perlu memberikan tanggung jawab sosial sebagai konsekuensi logis keberadaannya dalam lingkungan dan masyarakat. Hanya saja tanggung jawab sosial yang dipikul perusahaan semestinya diatur dengan lebih baik oleh pemerintah sehingga porsinya tidak terlalu menjadi kekuatan yang dominan di masyarakat, namun bersama-sama dengan pemerintah dan masyarakat mewujudkan lingkungan ke arah yang lebih baik. 3. Mengelola Tanggung Jawab Sosial dari Perusahaan Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan perusahaan dalam berhadapan dengan tuntutan yang lebih besar dari sisi tanggung jawab sosial seiring dengan semakin besarnya kesadaran masyarakat akan lingkungannya. Di antaranya adalah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Kreitner (1992), yaitu: a. Strategi Reaktif (Reactive Social Responsibility Strategi) Kegiatan bisnis yang melakukan strategi reaktif dalam tanggung jawab sosial cenderung menolak atau menghindarkan diri dari tanggung jawab sosial. b. Strategi Defensif (Defensive Social Responsibility Strategy) Strategi defensif dalam tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan terkait dengan penggunaan pendekatan legal atau jalur hukum untuk menghindarkan diri atau menolak tanggung jawab sosial. c. Strategi Akomodatif (Acommodative Social Responsibility Strategy) Strategi akomodatif dalam tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan berupa pelayanan kesehatan, kebersihan, dan lain sebagainya, bukan dikarenakan perusahaan menyadari perlunya tanggung jawab sosial, tetapi dikarenakan adanya tuntutan dari masyarakat dan lingkungan sekitar akan hal tersebut. d. Strategi Proaktif (Proactive Social Reponsibility Strategy) Strategi proaktif mengambil inisiatif dalam tanggung jawab sosial dan membentuk model industri yang bertanggung jawab sosial, misalnya dengan membuat kegiatan khusus penanganan limbah, keterlibatan dalam setiap kegiatan sosial di lingkungan masyarakat, atau dengan memberikan pelatihan- pelatihan terhadap masyarakat di lingkungan sekitar perusahaan. 4. Manfaat Tanggung Jawab Sosial a. Manfaat bagi perusahaan 1) Munculnya citra positif dari masyarakat akan kehadiran perusahaan di lingkungannya 2) Membantu perekonomian masyarakat 3) Dianggap bersama masyarakat membantu dalam mewujudkan keadaan yang lebih baik di masa yang akan datang 4) Memperoleh tanggapan positif b. Manfaat bagi masyarakat 1) Masyarakat mendapat pandangan baru mengenai hubungan perusahaan dan masyarakat 2) Beberapa kepentingan masyarakat dapat diperhatikan oleh perusahaan c. Manfaat bagi pemerintah 1) Pemerintah sebagai pihak yang mendapat legitimasi untuk mengubah tatanan masyarakat ke arah yang lebih baik akan mendapatkan partner dalam mewujudkan tatanan masyarakat tersebut 2) Sebagian tugas pemerintah dapat dijalankan oleh anggota masyarakat, dalam hal ini perusahaan atau organisasi bisnis 5. Masa Depan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan akan menghadapi tuntutan untuk terlibat lebih banyak dalam tanggung jawab sosial di masa yang akan datang. Dalam penelitian empiris yang dilakukan di antaranya oleh Vamos dan Power (1990), sebagaimana dapat dilihat dalam Business Week Edisi April 1990, menyatakan bahwa perusahaan perlu untuk lebih terlibat dalam tanggung jawab sosial, seperti keterlibatan dalam sektor pendidikan, pemeliharaan kesehatan lingkungan dan masyarakat, pengangguran, dan lain-lain.
B. KONSEP DASAR ETIKA MANAJEMEN
1. Dimensi Etika dalam Manajemen Etika pada dasarnya, sebagaimana menurut Kreitner (1992), adalah studi mengenai tanggung jawab moral yang terkait dengan apa yang dianggap benar dan apa yang dianggap salah. Griffin (2000) secara ringkas menyatakan bahwa etika adalah beliefs of what is good and what is bad, keyakinan akan sesuatu dianggap baik dan buruk. Etika manajemen lebih jauh lagi berbicara mengenai nilai-nilai yang dianut oleh organisasi sehubungan dengan bisnis yang dijalankannya. 2. Nilai Personal sebagai Standar Etika Nilai dan norma termasuk jarang sekali dibahas dalam manajemen, khususnya perwujudan nilai dan norma ini melalui personal atau orang-orang yang duduk dalam manajemen. Nilai (values) sendiri pada dasarnya merupakan pandangan ideal yang memengaruhi cara pandang, cara berpikir dan perilaku dari seseorang. Nilai personal atau personal values pada dasarnya merupakan cara pandang, cara pikir, dan keyakinan yang dipegang oleh seseorang sehubungan dengan segala kegiatan yang dilakukannya. a. Nilai Terminal dan Nilai Instrumental Menurut Kreitner (1992), terdapat dua jenis nilai personal, yakni nilai terminal dan nilai instrumental. Nilai terminal pada dasarnya merupakan pandangan dan cara berpikir seseorang yang terwujud melalui perilakunya, yang didorong oleh motif dirinya dalam meraih sesuatu. Sedangkan nilai instrumental adalah pandangan dan cara berpikir seseorang yang berlaku untuk segala keadaan dan diterima oleh semua pihak sebagai sesuatu yang memang harus diperhatikan dan dijalankan, contohnya nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, komitmen, dan integritas. b. Pandangan Empiris Mengenai Nilai Personal Menurut Kreitner (1992), terdapat berbagai pandangan mengenai nilai personal yang senantiasa dimiliki oleh seseorang dalam melakukan kegiatan. Untuk nilai terminal, maka responden beranggapan bahwa nilai-nilai yang perlu untuk dimiliki adalah kejujuran, tanggung jawab, kapabilitas, ambisi, dan independensi. Adapun untuk nilai instrumental, responden beranggapan bahwa nilai-nilai yang biasanya mendominasi para pekerja adalah penghargaan terhadap pribadi; keamanan dan kesejahteraan keluarga pekerja; kebebasan dan kemerdekaan; dorongan untuk meraih sesuatu; dan kebahagiaan. c. Konflik Nilai Ada tiga jenis konflik nilai yang terdapat dalam perusahaan, yaitu: 1) Konflik intrapersonal Pada dasarnya terjadi antar-individu. Contohnya mereka yang bekerja karena nilai ambisi dalam dirinya untuk meraih sesuatu di tempat pekerjaannya, barangkali akan berbenturan dengan nilai kekeluargaan di mana, misalnya, keluarga menuntut sang pekerja untuk lebih banyak meluangkan waktu bersama keluarganya. 2) Konflik individu-organisasi Pada dasarnya merupakan konflik yang terjadi pada saat nilai yang dianut oleh individu berbenturan dengan nilai yang harus ditanamkan oleh perusahaan. 3) Konflik antarbudaya Pada dasarnya merupakan konflik antar-individu maupun antar individu dengan organisasi yang disebabkan oleh adanya perbedaan budaya di antara individu yang bersangkutan atau juga organisasi yang bersangkutan. 3. Beberapa Isu Seputar Etika Kreitner (1992) memberikan uraian dari beberapa isu seputar etika di masa kini yang sering kali dihadapi oleh perusahaan, antara lain: a. Penggunaan obat-obatan terlarang b. Pencurian oleh para pekerja atau korupsi c. Konflik kepentingan d. Pengawasan kualitas e. Penyalahgunaan informasi yang bersifat rahasia f. Penyelewengan dalam pencatatan keuangan g. Penyalahgunaan aset perusahaan h. Pemecatan tenaga kerja i. Polusi lingkungan j. Cara bersaing dari perusahaan yang dianggap tidak etis k. Penggunaan tenaga kerja di bawah umur l. Pemberian hadiah kepada pihak-pihak tertentu yang terkait dengan pemegang kebijakan
C. BAGAIMANA MENGUKUR ETIKA MANAJEMEN?
Griffin (2000) memberikan panduan apakah sesuatu tindakan atau kegiatan memenuhi kriteria atau tidak dapat dinilai dari 4 kriteria etika, yaitu dari sis manfaat (benefits), pemenuhan hak-hak (rights), prinsip keadilan (justice), dan sifat pemeliharaan (caring). Contoh: sebuah tindakan manajer dalam pemberian insentif kepada pegawai yang berprestasi. Tindakan ini bisa dikatakan tindakan yang etis apabila memenuhi kriteria etika. 1) Manfaat, perusahaan memperoleh manfaat dari hasil kerja keras pegawainya yang berprestasi, demikian juga bagi pegawai. Insentif memberikan manfaat psikis berupa penghargaan terhadap kerja kerasnya sekaligus manfaat fisis berupa balasan yang seimbang dengan apa yang telah dilakukannya. 2) Pemenuhan hak-hak, bagi yang memenuhi intensif dia terpenuhi haknya setelah memberikan prestasi kepada organisasi, bagi yang tidak berprestasi maka dia tidak memiliki hak untuk mendapatkan insentif hingga dia dapat menunjukkan prestasinya. 3) Prinsip keadilan, jelas bahwa tindakan pemberian insentif bagi pegawai yang berprestasi memenuhi prinsip keadilan, yaitu dengan memberikan perlakuan yang seimbang dengan apa yang telah ditunjukkan pegawai dalam pekerjaannya. 4) Pemeliharaan, jelas pemberian insentif akan mampu menjaga konsisten produktivitas kegiatan organisasi, dikarenakan jenis pemberian insentif dapat memacu pegawai untuk bekerja lebih baik bagi organisasi juga tetap memelihara motivasi pegawai untuk bekerja yang telah menunjukkan prestasi yang baik melalui penghargaan dengan pemberian insentif.
D. MENDORONG PELAKSANAAN ETIKA DALAM MANAJEMEN
Tidak dapat dipungkiri bahwa etika manajemen sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan perlu untuk diwujudkan di masa-masa mendatang. Ada beberapa hal yang mungkin dapat dilakukan oleh perusahaan dalam mendorong pelaksaan etika dalam manajemen, antara lain: 1. Pelatihan Etika (Ethics Training) Perlu adanya pembiasaan dengan dilakukannya berbagai jenis pelatihan yang menyangkut etika dan keterkaitannya dengan perwujudan lingkungan sosial yang lebih baik. 2. Advokasi Etika (Ethical Advocates) Advokasi etika adalah upaya perusahaan untuk menjalankan etika dalam kegiatannya dengan cara menempatkan orang atau tim khusus dalam tim manajemen perusahaan yang bertugas untuk mengontrol dan mengawasi segala kegiatan perusahaan agar tetap memenuhi standar-standar etika. 3. Standar Aturan Mengenai Etika Perusahaan (Code of Ethics) Implementasi dari code of ethics akan sangat efektif jika memenuhi dua syarat, yakni perusahaan perlu menyatakan secara spesifik kepada publik mengenai code of ethics yang mereka jalankan dan agar code of ethics ini bisa berjalan secara efektif perlu adanya dukungan dari tim manajemen puncak melalui sistem pengawasan tertentu seperti reward and punishment system dan lain sebagainya. 4. Keterlibatan Publik dalam Etika Manajemen Perusahaan Upaya ini mendorong perusahaan agar benar-benar memperhatikan kepentingan publik, dan mencoba mengingatkan perusahaan akan menghadapi konsekuensi logis berupa penilaian buruk dari masyarakat.