Anda di halaman 1dari 14

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Etika Bisnis yang berjudul “Hubungan
Perusahaan dengan Stakeholder, Lintas Budaya dan Pola Hidup, Audit Sosial” dalam bentuk
sebuah makalah. Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen
sebagai bahan pertimbangan nilai.
Dalam penyusunan makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah membantu khususnya dari rekan-rekan sekelompok kami sehingga makalah ini
dapat diselesaikan dengan baik. Namun berkat motivasi yang disertai kerja keras dan bantuan
dari berbagai pihak sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumber pengetahuan bagi
pembaca. Apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan kami dapat menerima
kritik dan saran dari pembaca guna menyempurnakan makalah ini. Sekian dan terima kasih.

Purwakarta, 25 April 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumus Masalah .................................................................................... 1
1.3 Tujuan Pembuatan ................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Bentuk Stakehoulder ............................................................................. 3
2.2 Stereotype, Predudice, Stigma Sosial .................................................... 4
2.3 Mengapa Perusahaan Harus Bertanggung Jawab ................................. 6
2.4 Komunitas Indonesia Dan Etika Bisnis.................................................. 7
2.5 Dampak Tanggung Jawab Sosial Perusahaan........................................ 8
2.6 Mekanisme Pengawasan Tingkah Laku………………………………...9
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan............................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

stakeholder dalam konteks ini adalah tokoh – tokoh masyarakat baik formal maupun
informal, seperti pimpinan pemerintahan (lokal), tokoh agama, tokoh adat, pimpinan
organisasi social dan seseorang yang dianggap tokoh atau pimpinan yang diakui dalam
pranata social budaya atau suatu lembaga (institusi), baik yang bersifat tradisional maupun
modern.

Pada dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam,
pasti mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal
perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif tersebut
dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang akhirnya
mempunyai nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat
lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan
yang bersangkutan mempunyai potensi merugikan lingkungan dan masyarakat. Atau seberapa
luas perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka kami mendapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
1.   Bagaimana bentuk stakehoulder ?
2.   Apa definisi dari stereotype, predudice, stigma social ?
3.   Mengapa perusahaan harus bertanggung jawab ?
4.   Bagaimana komunitas Indonesia dan etika bisnis  ?
5.   Bagaimana dampak tanggung jawab social perusahaan ?
6.   Bagaimana mekanisme pengawasan tingkah laku ?

1
2
1.3 Tujuan Pembuatan

Penulisan ini bertujuan untuk :


1.   Mengetahui bentuk stakehoulder
2.   Mengetahui definisi dari stereotype, predudice, stigma social
3.   Mengetahui mengapa perusahaan harus bertanggung jawab
4.   Mengetahui komunitas Indonesia dan etika bisnis  
5.   Mengetahui dampak tanggung jawab social perusahaan
6.   Mengetahui mekanisme pengawasan tingkah laku
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bentuk Stakeholder

Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu,
stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok yaitu:

a.       Stakeholder Utama (Primer)


Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara
langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai
penentu utama dalam proses pengambilan keputusan.
Contohnya :
Masyarakat dan tokoh masyarakat, masyarakat yang terkait dengan proyek, yakni
masyarakat yang di identifkasi akan memperoleh manfaat dan yang akan terkena dampak
(kehilangan tanah dan kemungkinan kehilangan mata pencaharian) dari proyek ini.
Sedangkan tokoh masyarakat adalah anggota masyarakat yang oleh masyarakat ditokohkan di
wilayah itu sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat. Di sisi lain, stakeholders
utama adalah juga pihak manajer Publik yakni lembaga/badan publik yang bertanggung
jawab dalam pengambilan dan implementasi suatu keputusan.

b. Stakeholder Pendukung (Sekunder)


Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan
kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki
kepedulian (concern) dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh
terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah.
Yang termasuk dalam stakeholders pendukung (sekunder) :
         Lembaga(Aparat) pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab
langsung.
         Lembaga pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara
langsung dalam pengambilan keputusan.

3

         Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) setempat : LSM yang bergerak di bidang yang
bersesuai dengan rencana, manfaat, dampak yang muncul yang memiliki concern (termasuk
organisasi massa yang terkait).
         Perguruan Tinggi yakni kelompok akademisi ini memiliki pengaruh penting dalam
pengambilan keputusan pemerintah serta Pengusaha (Badan usaha) yang terkait sehingga
mereka juga masuk dalam kelompok stakeholder pendukung.

c. Stakeholder Kunci
Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam
hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai
levelnya, legislatif dan instansi. Stakeholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu proyek
level daerah kabupaten.
Yang termasuk dalam stakeholder kunci yaitu :
         Pemerintah Kabupaten
         DPR Kabupaten
         Dinas yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan.

2.2  Stereotype, Predudice, Stigma Sosial

Perusahaan pada dasarnya adalah suatu bentuk organisasi dengan kebudayaan yang
spesifik yang hanya di miliki oleh perusahaan yang bersangkutan sehingga angota – anggota
korporasi tersebut yang juga anggota sebuah komunitas.
Dalam kaitannya dengan perbedaan budaya da pola hidup yang ada sebagai
lingkungan perusahaan yang bersangkutan, maka masalah akulturasi menjadi hal yang
penting di perhatikan. Akulturasi atau dalam arti percampuran budaya antara satu komnitas
dengan komunitas lain dapat terjadi ketika anggota komunitas melakukan interaksi sosial
yang intensif.
Penyebaran pengetahuan budaya dari satu kelompok sosial (termasuk di dalamnya
perusahaan) kepada perusahaan lainya mengandung pengaruh dari kebudayaan tertentu,
sehingga diffusi (Pengaruh) ini dapat menjadi pengetahuan bagi kelompok lainnya.
Dapat kita identifikasi bahwa dominasi pengaruh global lebih kuat dari pada budaya
komunitas indonesia itu sendiri. Penggunaan budaya dominan akan semakin sering kita
5
akulturasi budaya terus berjalan dengan baik, kekuatan pengaruh budaya semakin dapat
menjadikan budaya yang dominan sebagai acuan untuk bertindak dan bertingkah laku.
Lintas budaya menjadi suatu proses yang umum terjadi, hal ini karena komunikasi
sangat mudah terjangkau, dan interaksi antar kelompok yang berbeda sangat mudah terjadi.
Oleh karena itu segala kegiatan yang menjadi dasar bagi aktivitas perusahaan yang
mengandung proses lintas budaya.
Perbedaan pola hidup akan menjadi suatu hambatan bagi berjalannya korporasi,
masalah – masalah intern pegawai atau anggota korporasi dapat juga menjadi kendala.
Biasanya pegawai yang berasal dari penduduk lokal sering diidentikan dengan orang yang
malas–malas, tidak mau maju, dsb. Memungkinkan perlunya suatu usaha untuk melakukan
monitoring, evaluasi dan audit sosial terhadap berjalannya korporasi yang di lakukan oleh
orang tertentu yang memang berkeahlian di bidang tersebut.
Dalam interaksi sosial akan muncul di dalamnya identitas yang mencirikan golongan
sosial dari individu yang bersangkutan berupa atribut – atribut/ciri – ciri, tanda, gaya bicara
yang membedakan dengan atribut dari sukubangsa. Hubungan antar sukubangsa yang ada
dalam wilayah cenderung mengarah pada penguasaan, maka akan muncul stereotype,
prejudice, dan stigma social.
         Stereotype adalah anggapan satu golongan terhadap golongan lainnya  dan biasanya
anggapan ini berkaitan dengan keburukan – keburukan kelompok lain.
         Prejudice merupakan prasangka dari golongan satu terhadap golongan lainnya.
         Stigma adalah  suatu penilaian dari  satu golongan terhadap golongan lainnya untuk ber hati
– hati dan kalau  bisa tidak berhubungan dengan golongan lain tersebut.
Stereotype, prejudice dan stigma sosial muncul karena pengalaman seorang individu
dari golongan satu terhadap golongan lainnya dan kemudian individu tersebut mengabarkan
pengalamannya tersebut. Akibat dari pengetahuan tentang sukubangsa lain  dari golongan
sosial lain  akan dipakai sebagai referensi dalam pengetahuan budayanya untuk beradaptasi
dengan dengan suku bangsa lain.
6
2.3 Mengapa perusahaan harus bertanggung jawab

Menurut saya, sebuah perusahaan harus memiliki tanggung jawab terhadap


konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek

operasional perusahaan.  Mengapa demikian? Karena bila kita fikirkan secara


seksama, sebuah perusahaan tidak akan berdiri begitu saja tanpa adanya subjek-subjek yang
berperan langsung dalam usaha tersebut baik subjek dari segi internal maupun eksternal
perusahaan. Perusahaan ada karena permintaan konsumen terhadap suatu produk. Perusahaan
dapat berkembang karena adanya keikutsertaan pemegang saham dan karyawan didalamnya.
Bahkan sebuah perusahaan pun ada karena adanya izin dari masyarakat yang berada di
sekitar lingkungan perusahaan. Rasa tanggung jawab akan menjadikan sebuah perusahaan
akan berkembang dan kian maju.

Bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap konsumen :


         Memberikan pelayanan yang baik terhadap para konsumen.
         Kelayakan terhadap barang/jasa yang didapat oleh konsumen.
         Meberikan bonus potongan teradap konsumen.

Bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan :


         Mensejahterakan karyawan dengan cara memberikan gaji sesuai waktu kerja dan kinerjanya.
         Memberikan rewards dalam bentuk tunjangan gaji.
         Memberikan fasilitas kesehatan, seperti asuransi.

Bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap pemegang saham :


         Berusaha jujur atas jalannya perusahaan, baik dari segi materil maupun non materil.
         Harus ada rasa tanggung jawab atas investasi yang diberikan oleh seorang investor.
Bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan:
         Dalam kasus sebuah pabrik, yaitu tidak membuang limbah pabrik secara sembarang karena
dapat mencemari lingkungan
         Melakukan rehabilitas lingkungan sekitar.
7
Organisasi bisnis memiliki empat tanggung jawab yakni :
         Tanggung jawab ekonomi yakni memproduksi barang dan jasa yang bernilai bagi
masyarakat.
         Tanggung jawab hukum yakni perusahaan diharapkan mentaati hukum yang ditentukan oleh
pemerintah
         Tanggung jawab etika yakni perusahaan diharapkan dapat mengikuti keyakinan umum
mengenai bagaimana orang harus bertindak dalam suatu masyarakat.
         Tanggung jawab kebebasan memilih yakni tanggung jawab yang diasumsikan bersifat
sukarela

2.4 Komunitas Indonesia dan Etika Bisnis

Indonesia memerlukan suatu bentuk etika bisnis yang sangat spesifik dan sesuai
denga model indonesia. Hal ini dapat di pahami bahwa bila ditilik dari bentuknya, komunitas
Indonesia, komunitas elite, dan komunitas rakyat.
Bentuk – bentuk pola hidup komunitas di indonesia sangat bervariasi dari berburu
meramu sampai dengan industri jasa.
Dalam suatu kenyataan di komunitas indonesia pernah terjadi mala petaka kelaparan
di daerah Nabire Papua. Bahwa komunitas Nabire mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan
dengan keadaaan cuaca yang kemarau tanah tidak dapat mendukung pengolahan bagi
tanaman ini, kondisi ini mendorong pemerintah dan perusahaan untuk dapat membantu
komunitas tersebut. Dari gambaran ini tampak bawa tidak adanya rasa empati bagi komunitas
elite dan perusahaan dalam memahami pola hidup komunitas lain.
Dalam konteks yang demikian, maka di tuntut bagi perusahaan untuk dapat
memahami etika bisnis ketika berhubungan dengan stakeholder di luar perusahaannya seperti
komunitas lokal atau kelompok sosial yang berbeda pola hidup.
Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul
dari dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis
dalam melakukan kegiatannya sehari-hari. Hal ini dapat dipandang sebagai etika pergaulan
bisnis. Seperti halnya manusia pribadi juga memilki etika pergaulan antar manusia, maka
pergaulan bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu etika
pergaulan bisnis.
8
Dimensi etika dalam perusahaan
         Etika adalah pandangan, kayakinan dan nilai akan sesuatu yang baik dan buruk, benar dan
salah (griffin)
         Etika perusahaan adalah standar kelayakan pengelolaan organisasi yang memenuhi criteria
etika.
Upaya perwujudan dan peningkatan etika perusahaan
         Pelatihan etika
         Advokasi etika
         Kode etika
Keterlibatan public dalam etika perusahaan. Seorang teman Arif Budimanta mensitir
kata–kata sukarno presiden pertama indonesia yang menyatakan bahwa “tidak akan di
serahkan pengelolaan sumber daya alam Indonesia kepada pihak asng sebelum orang
Indonesia mampu mengelolanya”, kalimat ini terkandung suatu pesan etika bisnis yang
teramat dalam bahwa sebelum bangsa Indonesia dapat menyamai kemampuan asing, maka
tidak akan mungkin wilayah Indonesia di serahkan kepada asing (pengelolaannya).
Jati diri bangsa perlu digali kembali untuk menetapkan sebuah etika yang berlaku
secara umum bagi komunitas Indonesia yang multikultur ini. Jati diri merupakan suatu
bentuk kata benda yang bermakna menyeluruh  sebagai sebuah kekuatan bangsa.

2.5 Dampak Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan apabila dilaksanakan dengan benar, akan


memberikan dampak positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia,
sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang
mampu sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan peningkatan
daya beli masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan
lingkungan dan seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan itu sifatnya simultan, maka
keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan lebih bermakna.
Pada dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya
alam, pasti mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal
perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif tersebut
dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang akhirnya
9
mempunyai nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat
lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan
yang bersangkutan mempunyai potensi merugikan lingkungan dan masyarakat. Atau seberapa
luas perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.
Perusahaan yang pada satu sisi pada suatu waktu menjadi pusat kegiatan yang
membawa kesejahteraan bahkan kemakmuran bagi masyarakat, pada satu saat yang sama
dapat menjadi sumber petaka pada lingkungan yang sama pula. Misalnya terjadi pencemaran
lingkungan atau bahkan menyebabkan kerusakan alam dan lingkungan lain yang lebih luas.
Jadi perusahaan akan mempunyai dampak positif bagi kehidupan pada masa-masa
yang akan datang dengan terpeliharanya lingkungan dan semua kepentingan pada pemangku
kepentingan yang lain sehingga akan menghasilkan tata kehidupan yang lebih baik.
Sebaliknya para penentang pengaturan dan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan
secara formal berpendapat apabila tanggung jawab tersebut harus diatur secara formal,
disertai sanksi dan penegakan hukum yang riil. Hal itu akan menjadi beban perusahaan.
Beban perusahaan akhirnya akan menjadi beban masyarakat sebagai pemangku kepentingan.
Oleh karena itu tanggung jawab sosial perusahaan sangat tepat apabila tetap sebagai tanggung
jawab moral, dengan semua konsekuensinya.

2.6 Mekanisme Pengawasan Tingkah Laku

Mekanisme dalam pengawasan terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas


perusahaan dapat dilakukan berkenaan dengan kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota
tersebut denga budaya yang dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan.
Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan dari
monitoring dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya. Monitoring da evaluasi terhadap
tingkah laku anggota suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya harus dilakukan oleh
perusahaan yang bersangkutan secara berkesinambugan. Monitoring yang dilakuka sifatnya
berjangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan berkaitan
dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang.
Hal dari evaluasi tersebut menjadi audit sosial.Pengawasa terhadap tingkah laku dan
peran karyawan pada dasarnya untuk menciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang
mendukung sasaran dan tujuan dari proses berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah
ketika tindakan yang diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan status dalam pranata
10
yang ada dan sesuai dengan budaya perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, untuk
mendeteksi apakah budaya perusaaan telah menjadi bagian dalam pengetahuan budaya para
karyawannya dilakukan audit sosal dan sekaligus merencanakan apa aja yang harus dilakukan
oleh perusahaan untuk menguatkan nilai-nilai yang ada agar para karyawan sebagai anggota
perusahaan tidak memunculkan pengetahuan budaya yang dimilikinya di luar lingkungan
perusahaan.
Dalam kehdupan komunitas atau komunitas secara umum, mekanismne pengawasan
terhadap tindakan anggota-anggota komunitas biasanya berupa larangan-larangan dan sanksi-
sanksi sosial yang terimplementasi di dalam atura adat. Sehingga tam[pak bahwa kebudayaan
menjadi sebuah pedoman bagi berjalannya sebuah proses kehidupan komunitas atau
komunitas. Tindaka karyawan berkenaan dengan perannya dalam pranata sosial perusahaan
dapat menentukan keberlangsungan aktivitas.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pada dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya
alam, pasti mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal
perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif tersebut
dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang akhirnya
mempunyai nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat
lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan
yang bersangkutan mempunyai potensi merugikan lingkungan dan masyarakat. Atau seberapa
luas perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://chandraproject.blogspot.co.id/2016/01/hubungan-perusahaan-dan-stakeholder.html
https://hakimfajrurachman.wordpress.com/2016/01/04/hubungan-perusahaan-dengan-
stakeholder-lintas-budaya-dan-pola-hidup-audit-sosial/
http://ikamayangsari.blogspot.co.id/2015/11/hubungan-perusahaan-dengan-stakeholder.html

Anda mungkin juga menyukai