Anda di halaman 1dari 9

A.

Pasar dan Perlindungan Konsumen


Pasar dan Perlindungan Konsumen Dengan adanya pasar bebas dan
kompetitif, banyak orang meyakini bahwa konsumen secara otomatis terlindungi dari
kerugian sehingga pemerintah dan pelaku bisnis tidak perlu mengambil langkah-
langkah untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Pasar bebas mendukung
alokasi, penggunaan, dan distribusi barang-barang yang dalam artian tertentu, adil,
menghargai hak, dan memiliki nilai kegunaan maksimum bagi orang-orang yang
berpartisipasi dalam pasar.
Dalam pendekatan “pasar” terhadap perlindungan konsumen, keamanan
konsumen dilihat sebagai produk yang paling efisien bila disediakan melalui
mekanisme pasar bebas, dimana penjual memberikan tanggapan terhadap permintaan
konsumen. Jika konsumen menginginkan produk yang lebih aman, mereka akan
bersedia membayar lebih mahal serta mengabaikan produsen dari produk-produk
yang tidak aman. Jadi, pasar menjamin bahwa produsen memberikan tanggapan
secara memadai terhadap keinginan konsumen untuk memperoleh keamanan. Akan
tetapi, jika konsumen tidak memperdulikan masalah keamanan dan tidak bersedia
membayar lebih mahal untuk produk yang aman, maka tidaklah tepat bila keamanan
produk dinaikan sedemikian tinggi melalui peraturan pemerintah yang mewajibkan
produsen meningkatkan keamanan produk-produk mereka lebih tinggi dibandingkan
permintaan konsumen. Intervensi pemerintah seperti ini, akan mengganggu pasar,
membuatnya tidak adil, tidak menghargai hak, dan tidak efisien.
Pada kenyataannya konsumen jarang memiliki informasi lengkap, karena
produk yang ada dipasar sangat beragam dan hanya para ahli yang memiliki
informasi lengkap. Konsumen diasumsikan sebagai “individu yang selalu
berpegangan pada anggaran, rasional, tanpa kenal lelah terus berusaha
memaksimalkan kepuasan mereka”. Namun, sayangnya hampir semua pilihan
konsumen didasarkan pada perkiraan yang cenderung kurang tepat dan tidak
konsisten saat menentukan pilihan. Orang-orang cenderung bersikap tidak rasional
dan tidak konsisten dalam menimbang pilihan dengan didasarkan pada perkiraan
profitabilitas atau biaya atau keuntungan dimasa mendatang.

1
B. Hubungan Produsen dan Konsumen
Rumah Tangga Konsumsi ialah kelompok masyarakat yang memakai barang
dan jasa, baik secara perorangan, atau keluarga atau organisasi masyarakat. Tetapi
kelompok rumah tangga konsumsi ini juga merupakan kelompok yang memberikan
beberapa faktor produksi:
a) Orang yang menyewakan tanah untuk keperluan perusahaan, pabrik, dan
tempat kedudukan perusahaan.
b) Orang yang menyerahkan tenaga kerja untuk bekerja pada suatu perusahaan
atau pabrik.
c) Orang yang menyertakan modal usaha untuk diusahakan.
Tenaga ahli dari masyarakat untuk perusahaan.

Sedangkan Rumah Tangga Produksi yang menerima faktor produksi (tanah,


tenaga kerja, modal, keahlian) dari masyarakat kemudian diolah dan diorganisir agar
menghasilkan barang dan jasa. Produksi (barang dan jasa) itu dijual pada masyarakat
sehingga memperoleh uang yang banyak dari hasil penjualan itu.
Akibatnya, antara konsumen dan produsen tidak bisa dipisahkan, artinya saling
mempengaruhi dan saling membutuhkan. Jika perusahaan menghasilkan suatu barang
dan jasa harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kalau tidak, maka produksinya
tidak akan laku dijual. Namun, jika produsennya cukup pintar, mereka bahkan bisa
menciptakan kebutuhan konsumen tersebut dengan cara promosi dan iklan yang
gencar. Sehingga kebutuhan konsumen yang sebelumnya tidak ada menjadi ada. Cara
tersebut disebut dengan inovasi, yaitu menciptakan sesuatu yang belum ada atau
menyempurnakan yang sudah ada sehingga mempunyai fungsi yang lebih hebat lagi.

C. Gerakan Konsumen
Hak dan kewajiban konsumen :

a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau


pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
b) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

2
d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
patut.
Konsumen adalah raja
Hal yang menarik jika kita amati disurat pembaca di media masa, mereka
menulis keluhannya baik pada janji atau pelayanannya yang tidak memuaskan, ini
bisa dimengerti karena semakin kritisnya konsumen semakin sadar atas hak-hak
mereka. Kenyataan ini memberikan isyarat :
a) Pasar yang bebas dan terbuka pada akhirnya menempatkan konsumen menjadi
raja.
b) Prinsip etika, seperti kejujuran,tanggung jawab dan kewajiban melayani dengan
baik.

D. Fungsi Iklan
Menurut Shimp (2003, hal. 357) fungsi-fungsi periklanan meliputi :

1. Informing (memberi informasi)


Periklanan dapat memberitahukan pasar tentang suatu produk baru dan
perubahan harga, menyusulkan kegunaan suatu produk baru menjelaskan cara
kerja, dan membangun citra perusahaan.

2. Persuading (membujuk)
Periklanan dapat membentuk preferensi merek, mengubah persepsi konsumen
tentang atribut produk, mengajak konsumen untuk mencoba produk atau jasa
yang diiklankan dan membujuk konsumen untuk membeli sekarang.

3. Reminding (mengingatkan)
Iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para
konsumen dan meningkatkan minat konsumen terhadap merek yang sudah ada.

4. Adding Value (memberikan nilai tambah)

3
Periklanan memberikan nilai tambah pada merek dengan mempengaruhi
persepsi konsumen, sehingga seringkali merek dipandang sebagai lebih elegen,
lebih bergaya,dan biasa lebih unggul dari tawaran pesaing.

Terence A. Shimp (2003, hal.375) Kemudian mengungkapkan bahwa tujuan


periklanan adalah penyataan spesifik tentang eksekusi periklanan yang
direncanakan dalam pengertian tentang apa yang khususnya hendak dicapai oleh
iklan tersebut. Tujuan ini didasarkan pada situasi persaingan terkini, atau situasi
yang akan diantisipasi dalam ketagori produk. Sementara menurut Kotler (2000,
hal.659) tujuan periklanan harus berdasarkan pada target pasar, penentuan posisi
pasar, dan bauran pemasaran. Tujuan periklanan dapat digolongkan berdasarkan
sasarannya, yaitu :
1. Informative advertising, diadakan secara besar-besaran pada tahap awal suatu
jenis produk, tujuannya adalah untuk membentuk permintaan pertama.

2. Persuasive advertising, penting untuk dilakukan dalam tahap persaingan,


tujuannya adalah membentuk permintaan selektif atas suatu merek tertentu.

3. Reminder advertising, sangat penting untuk produk yang sudah mapan,


tujuannya adalah untuk mengingatkan kembali konsumen terhadap produk yang
sudah dikenal dan meyakinkan konsumen bahwa mereka telah melakukan
pembelian yang tepat terhadap produk tersebut.

E. Beberapa Persoalan Etis dalam Iklan


Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan, khususnya iklan
manipulative dan iklan pesuasif non-rasional yaitu :
Pertama, iklan merong-rong otonomi dan kebebasan manusia. Iklan
membuat manusia tidak lagi dihargai kebebasannya dalam menentukan
pilihannya untuk memperoleh produk tertentu. Banyak pilihan dan pola
konsumsi manusia modern sesungguhnya adalah pilihan iklan. Manusia
didikte oleh iklan dan tunduk kepada kemauan iklan, khususnya iklan

4
manipultive dan persuasive non rasional. Ini justru sangat bertentangan
dengan inferati moral Kant bahwa manusia tidak boleh diperlakukan hanya
sebagai alat demi kepentingan lain diluar dirinya. Manusia harus dihargai
sebagai makhluk yang mampu menentukan pilihannya sendiri, termasuk
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pada fenomena iklan
manipulative, manusia benar-benar menjadi objek untuk mengeruk
keuntungan sebesar-besarnya dan tidak sekedar diberi informasi untuk
membantunya memilih produk tertentu.Yang menarik disini adalah bahwa
manusia modern mengklaim dirinya sebagai manusia bebas dan menuntut
untuk dihargai kebebasannya. Adanya berbagai pilihan yang terbuka dalam
konsumsinya juga menandai kehidupan manusia modern sebagai manusia
bebas. Tetapi pihak lain, manusia adalah budak iklan, ia tidak bisa hidup tanpa
iklan bahkan dikte oleh iklan. Sejak kecil ia terpukau oleh iklan yang
mmpengaruhinya untuk membeli apa yang diiklankan, entah dengan memaksa
orang tuanya, memaksa suami atau istri, bahkan dengan tindakan jahat
sekalipun : mencuri, membunuh ibu kandung untuk membeli honda, dan
seterusnya.
Kedua, dalam kaitan dengan itu iklan manipulative dan persuative non
rasional menciptakan kebutuhan manusia dengan akibat manusia modern
menjadi konsumtif. Secara ekonomis hal itu baik karena akan menciptakan
permintaan dan ikut menaikkan daya beli masyarakat.bahkan dapat memacu
produktivitas kerja manusia hanya demi memenuhi kebutuhn hidupnya yang
terus bertambah dan meluas.namun dipihak lain muncul masyarakat
konsumtif, dimana banyak dari apa yang dianggp manusia sebagai
kebutuhannya yang sebenarnya bukan kebutuhan yang hakiki
Ketiga, yang juga menjai persoalan etis yang serius adalah bahwa
iklan manipulative dan persuative non rasional malah membentuk dan
menentukan identitas atau ciri dari manusia modern. Manusia modern merasa
belum menjadi dirinya kalau belum memiliki barang sebagimana di tawarkan
iklan, ia belum merasa diri penuh kalau belum memakai minyak rambut
seperti diiklankan bintang film terkenal dan seterusnya. Identitas manusia

5
modern hanyalah identitas misal : serba sama, serba tiruan, serba polesan dan
serba instan. Manusia mengkonsumsi produk yang sama, maka jadilah
identitas manusia modern jadinya hanyalah rancangan pihak tertentu di
fabricated. Yang di pujapun lebih banyak kali adalah kesan luar, polesan,
kepura-puraan
Keempat, bagi masyarakat modern tingkat perbedaan ekonomi dan
social yang tinggi akan merong-rong rasa keadilan sosial masyarakat. Iklan
yang menampilkan yang serba mewah sangat ironis dengan kenyataan sosial,
dimana banyak anggota masyarakat masih berjuang sekedar hiup. Iklan yang
mewah trampil seakan-akan tanpa punya rasa solidaritas dengan sesama yang
miskin
F. Makna Etis Menipu dalam Iklan
Menipu adalah mengenakan tipu muslihat, mengecoh, mengakali
memperdaya, atau perbuatan curang yang dijalankan dengan niat yang telah
direncanakan. Dalam tindakan menipu ada niat sadar dari pelaku untuk
memperdaya dan mengecoh orang lain. Dari sudur pandang moral, menipu
lalu dilihat sebagai tindakan yang tidak jujur dengan maksud untuk
memperdaya orang lain. Karena itu menipu bertentangan dengan prinsip
kejujuran yang karena itu secara moral dinilai sebagai tidak baik dan terkutuk
Sebaliknya, berbohong diartikan sebagai perkataan atau pernyataan
yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Bohong adalah
mengatakan hal yang tidak benar, yaitu apa yang dikatakan tidak sesuai
dengan kenyataan. Bohong hanya terbatas pada tidak sesuai apa yang
dikatakan dengan kenyataan, bukan menyangkut tindakan atau perbuatan.
Yang lebih penting lagi, bohong sejauh tetap terbatas sebagai berbohong
dalam arti sebenarnya tersebut, tidak melibatkan niat atau maksud apapun
untuk memperdaya dan mengecoh orang tersebut. Tidak ada maksud apapun
untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yng salah dengan mengikuti
kebohongan itu, kendati bisa saja orang lain pada akhirnya salah bertindak
(dan karena itu mengecoh) karena mempercayai perkataan yang tidak benar
itu. Namun yang paling pokok disini adalah bohong tidak melibatkan maksud

6
atau niat subjek untuk mengecoh orang lain, sedangkan menipu adalah
sebaliknya melibatkan maksud atau niat subjek. Karena itu, secara moral
bohong bersifat netral. Bohong tidak punya kualitas moral apapun. Karena
bohong adalah hanya soal salah atau tidak benarnya suatu ucapan. Ia hanya
menyangkut benar tidaknya suatu pernyataan dari segi fisik.
Dari pengertian menipu dan berbohong diatas dapat disimpulkan
bahwa bohong dapat menjadi menipu, tetapi tidak semua berbohong itu
menipu. Bohong dapat menjadi menipu kalau ucapan atau pernyatan yang
tidak benar itu disertau dengan niat untuk memperdaya orang lain. Karena itu
tidak semua pernyataan dengan niat untuk memperdaya orang lain. Karena itu
tidak semua pernyataan atau ucapan yang tidak benar berarti menipu.misalnya
seorang ibu menyatakan kepada anakanya yang masih balit bahwa bayi bisa
ada dalam perut seorang ibu karena ibu itu makan terlalu banyak, untuk
sekedar menjelaskan bagaimana seorang ibu sampai mengandung kepada
anaknya yang masih kecil, bukanlah menipu, melainkan bohon. Ini tidak
punya kualitas moral apapun. Demikian pula iklan yang menyatakan bahwa
kendati ada banyak bebek di Indonesia, tetapi hanya satu Honda Bebek yang
terbaik, belum tentu dianggap menipu kalau dalam kenyataannya tidak benar,
hanya satu Honda Bebek terbaik. Pernyataan itu baru dianggap menipu, dan
dengn demikian secara moral dikutuk, kalau dimaksudkan untuk menipu
konsumen.
Sehubungan dengan itu perlu dibedakan antara menipu “positif” dan
menipu “negatif”. Menipu positif berarti secara sengaja mengatakan hal yang
tidak ada dalam kenyataan dengan maksud untuk memperdaya orang lan.
Menipu negatif adaah secara sadar tidak mengatakan (atau menyembunyikan)
kenyataan yang sebenarnya (biasanya kenyataan yang tidak baik atau
berbahaya) sehingga orang lain terpedaya. Dengan demikian, iklan yang
membuat pernyataan yang salah atau tidak benar, tidak sesuai dengan
kenyataan dan memang dketahui tidak benar oleh pembuat iklan dan produsen
barang tersebut dengan maksud untuk memperdaya atau mengecoh konsumen
adalah sebuah tipuan dan karena itu harus dinilai sebgai iklan yang tidak etis.

7
Singkatnya, semua iklan yang di buat dengan melebih-lebihkan kenyataan
sebenarnya dari produk tertentu dengan maksud untuk memperdaya,
menghasut, dan membujuk konsumen untuk membeli produk itu dianggap
sebagai iklan yang tidak etis. Demikian pula iklan yang secara sengaja
menyembunyikan kenyataan negatif tertentu. Jelas telah melakukan penipuan.
Sebaliknya iklan yang memberi informasi yang salah, tanpa sadar atau tanpa
mengetahuinya. Suatu kondisi yang perlu di buktian buknlah iklan yang
menipu melainkan hanyalah iklan yang bohong. Karena itu secara moral tidak
dikutuk. Namun apabila telah diketahui bahwa apa yang dikatakan dalam
iklan itu tidak sesuai dengan kenyataan antara lain melalui pengaduan
konsumen iklan semacam itu harus dicabut. Kalau dibiarkan terus oleh biro
iklan atau produsennya, itu berarti pihak biro iklan dan produsen secara
implicit memang bermaksud memperaya konsumen dan karena itu selanjutnya
dianggap iklan yang menipu, tidak etis, dan harus dikutuk secara moral.
G. Kebebasan Konsumen
Persoalan moral dan etis yang timbul adalah bawa kebebasan individu
dalam menetukan kebutuhannya dalam masyarakat modern sekarang ini
hampir tdak ada sama sekali. Permintaan atau permintaan yang sudah
dianggap sebagai kebutuhan, tidak timbul secara bebas, melainkan
dipengaruhi dan dirangsang oleh pasar iklan. Dengan mekanisme semacam ini
iklan tidak sejalan dengan konsep menegnai kebutuhan atau keinginan yang
ditentukan bebas oleh konsumen sendiri karena fungsi iklan di sini adalah
menciptakan permintaan atau kebutuhan.
Dengan demikian, dalam meknaisme semacam itu mustahil konsumen
bisa memutuskan atau memilih secara bebas apa yang menjadi kebutuhannya.
Maka, konsumen tunduk pada ketentuan-ketentuan iklan. Itulah yang disebut
Galbraith sebagai “Efek Ketergantungan”. Pandangan Galbraith itu tidak
begitu disetujui oleh Frederick A. von Hayek (Bartens, 2000: 271). Menurut
von Hayek sedikit sekali kebutuhan kita benar-benar bersifat “absolute”,
dalam pengertian tidak bergantung pada lingkungan sosial atau tidak
dipengaruhi oleh contoh dari oral lain.

8
Dapat dikatakan bahwa, sebagai makhluk sosial kita memang tidak bis
lepas dari pengaruh dan informasi dari orang lain. Tetapi, ini tidak berarti
bahwa pengaru tersebut membelenggu dan meniadakan kebebasan setiap
individu. Kendati ada benarnya bahwa iklan dapat mempunyai dampak
negative terhdap mausia, iklan juga mempunyai peran positif dalam
mewujudkan hakikat sosial manusia. Walaupun ada benarnya produsen
bekerja ke arah “menciptakan kebutuhan”, timbulnya kebutuhan tidak semata-
mata ditentukan oleh operasi produsen. Timbulnya kebutuhan ditentukan oleh
banyak faktor sebab produsen tidak hanya satu dan iklan pun tidak hanya satu.
Itu beratti konsumen masih tetap mempunyai kebebasan untuk menentukan
pilihannya.

Anda mungkin juga menyukai