Anda di halaman 1dari 7

COACHING DENGAN MODEL TIRTA

Oleh:
Rahmad Ramelan Setia Budi
Pengawas SMK Disdikbud Provinsi Bengkulu

TIRTA merupakan suatu model coaching yang dapat membantu peran pelatih/


pembimbing atau coach dalam membuat alur percakapan menjadi lebih efektif dan bermakna.
Model coaching TIRTA dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat
luas dan telah banyak diaplikasikan,yaitu GROW model. GROW  kepanjangan
dari Goal, Reality, Options dan Will.
Pada tahapan:
1. Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai oleh orang yang
dilatih/dibimbing atau coachee dari sesi coaching ini,
2. Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee,
3. Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil
pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi, dan
4. Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi
dan menjalankannya.
A. Mengenal Model TIRTA
Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut
pengawas sekolah, kepala sekolah, atau guru untuk memiliki keterampilan coaching.  Hal ini
penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk mengorbitkan potensi murid atau orang yang
dilatih/dibimbing agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA pengawas sekolah, kepala
sekolah, atau guru diharapkan dapat melakukan pendampingan kepada murid atau orang yang
dilatih/dibimbing melalui pendekatan coaching di komunitas sekolah dengan lebih mudah dan
mengalir.
TIRTA kepanjangan dari T atau Tujuan, I atau Identifikasi, R atau Rencana aksi, dan
TA atau TAnggung jawab. Ditinjau dari makna bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari
hulu ke hilir yang bila dianalogikan: jika murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka,
mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Kita, sebagai guru atau pelatih/pembimbing memiliki
tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa hambatan ataupun sumbatan. Tugas kita
adalah menuntun atau membantu murid (coachee) dan/ atau orang yang kita latih/bimbing

RAHMAD RAMELAN SETIA BUDI – DISDIKBUD PROVINSI BENGKULU 1


menyadari bahwa mereka mampu menyingkirkan beragam sumbatan atau hambatan-hambatan
yang mungkin menjadi kendala penghambat perkembangan potensi dalam dirinya.

Dengan demikian, bagaimana cara kita menjaga agar dapat menyingkirkan sumbatan dan
beragam haling rintang atau kendala yang ada dan mereka hadapi adalah dengan
keterampilan coaching.
1. Berawal dari Tujuan
Pada model coaching TIRTA tujuan umum yang merupakan tahap awal dimana kedua
pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya
tujuan ini datang dari coachee. Pada tujuan umum ada beberapa hal yang dapat didesain oleh
coach  (dalam pikiran coach) dan yang dapat ditanyakan kepada coachee adalah:
a. Apa rencana pertemuan ini?
b. Apa tujuannya?
c. Apa tujuan dari pertemuan ini?
d. Apa definisi tujuan akhir yang diketahui?
e. Bagaimana ukuran keberhasilan pertemuan ini?
Pada tahap tujuan ini seorang coach menanyakan kepada coachee tentang sebenarnya tujuan
yang ingin diraih coachee.
2. Identifikasi
Pada tahapan Identifikasi (Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang
sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi pertemuan
atau kegiatan). Beberapa hal yang dapat ditanyakan dalam tahap identifikasi ini adalah:
a. Kesempatan apa yang Anda miliki sekarang?
b. Dari skala 1 hingga 10, dimana Anda sekarang dalam pencapaian tujuan Anda?
c. Apa saja yang menjadi kekuatan Anda dalam mencapai tujuan?
d. Peluang/kemungkinan apa yang bisa Anda ambil?
e. Apa saja hambatan atau gangguan yang dapat menghalangi Anda dalam meraih tujuan?
f. Bagaimana solusi yang Anda terapkan guna menghadapi hambatan atau gangguan?

3. Rencana Aksi

RAHMAD RAMELAN SETIA BUDI – DISDIKBUD PROVINSI BENGKULU 2


Tahap Rencana Aksi merupakan Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana
yang akan dibuat. Pada tahapan ini beberapa pertanyaan yang dapat didesain sebagai berikut.
a. Bagaimana rencana Anda dalam mencapai tujuan?
b. Adakah prioritas yang Anda tetapkan?
c. Jika ada prioritas sebutkan dan jelaskan prioritas Anda itu?
d. Apakah ada strategi untuk Anda terapkan?
e. Jika ya bagaimana strategi itu?
f. Bagaimana jangka waktunya?
g. Apa saja yang menjadi ukuran keberhasilan rencana aksi Anda?
h. Bagaimana cara Anda mengantisipasi hambatan atau gangguan yang bakal muncul atau
Anda hadapi?
4. TAnggung jawab
Pada tahap TAnggung jawab yaitu kita membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan
untuk langkah–langkah selanjutnya. Beberapa pertanyaan yang dapat didesain untuk
mengembangkan butir ini adalah seperti berikut.
a. Bagaimana komitmen Anda terhadap rencana aksi?
b. Siapa dan apa saja yang dapat membantu Anda dalam menjaga komitmen?
c. Bagaiman Anda memastikan komitmen itu?
d. Bagaimana dengan tindak lanjut dari sesi coaching ini?
B. TIRTA sebagai suatu Model Coaching
Dengan menerapkan model TIRTA dalam kegiatan coaching seorang pengawas sekolah,
kepala sekolah atau guru dapat semakin mudah dapat menjalankan perannya sebagai coach.
Gambar model TIRTA berikut ini dapat membantu Anda agar lebih terarah dalam melakukan
sesi coaching.

RAHMAD RAMELAN SETIA BUDI – DISDIKBUD PROVINSI BENGKULU 3


RAHMAD RAMELAN SETIA BUDI – DISDIKBUD PROVINSI BENGKULU 4
Setelah memahami langkah-langkah proses coaching dalam model TIRTA di
atas, marilah sejenak berefleksi dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1) Dari semua langkah dalam model TIRTA, langkah manakah yang menurut Anda paling
menantang? Mengapa?
2) Kendala apakah yang mungkin akan Anda hadapi ketika Anda menggunakan langkah-
langkah dalam model TIRTA ketika berupaya melakukan sesi coaching dengan murid
Anda di sekolah?
Misalnya menurut seorang guru pada jenjang sekolah tertentu merespon: “pertama, langkah
yang paling menantang dalam model TIRTA adalah langkah identifikasi. Apakah
murid/Coachee mampu berkomunikasi yang memenuhi 3C dan sesuai dengan kondisi riil yang
dialaminya; Kedua kendala yang mungkin saya hadapi dalam menggunakan langkah-langkah
dalam model TIRTA adalah Coachee/murid kurang mampu mengkomunikasikan dan kurang
akuratnya data yang disampaikan.
C. Teladan Penerapan Model TIRTA
Berikut adalah teladan atau contoh bagaimana menerapkan model TIRTA secara
sederhana antara Pengawas Sekolah atau PS dan Guru atau G pada jenjang SMK konsentrasi
keahlian kriya batik dan tekstil pada inti atau fokusnya saja.

RAHMAD RAMELAN SETIA BUDI – DISDIKBUD PROVINSI BENGKULU 5


1. Pada tahap Tujuan  menyampaikan tujuan kegiatan coaching
PS : Apakah tujuan pembelajaran Anda pada sesi ini?
G : Memberikan materi keterampilan dasar pada proses membatik.
2. Pada tahap Identifikasi  memberikan pertanyaan dan feedback atau umpan balik yang fokus
pada identifikasi coachee.
PS : Kesempatan apa yang Anda miliki sekarang?
G : Saya bersyukur memiliki kesempatan hari ini untuk bertemu murid saya
membelajarkan keterampilan dasar membatik.
PS : Apa metode yang akan Anda terapkan dalam pembelajaran ini?
G : Saya akan memaksimalkan kemampuan saya dalam menerapkan metode
pembelajaran demonstrasi atau unjuk kerja kepada semua murid saya dalam
pembelajaran nanti.
3. Pada tahap Rencana Aksi  memberikan pertanyaan dan feedback atau umpan balik yang
fokus pada rencana aksi coachee dalam menyelesaikan permasalahan.
PS : Apakah ada strategi untuk Anda terapkan?
G : Ada Pak.
PS : Jika ya bagaimana bentuk strategi itu?
G : Saya akan melakukan pengembangan dari konten materi yang saya ajarkan dengan
kegiatan real project membuat sebuah produk batik modern berbasis fractal.
4. Pada tahap TAnggung jawab  memberikan pertanyaan dan feedback atau umpan balik yang
fokus pada komitmen coachee dalam menjalankan rencan aksinya.
PS : Bagaimana komitmen Anda terhadap rencana melakukan pengembangan dari konten
materi yang Anda ajarkan dengan kegiatan real project membuat sebuah produk
batik modern berbasis fractal?
G : Saya akan melaksanakan sesuai rencana pembelajaran pada modul ajar yang telah
saya buat.
PS : Bagaimana Anda dapat memastikan rencana itu dapat terlaksana?
G : Murid-murid saya memperoleh keterampilan membuat produk batik modern
berbasis fractal.

REFLEKSI:
1. Coach : Selama proses coaching sungguh berjalan dengan lancar dan semua

RAHMAD RAMELAN SETIA BUDI – DISDIKBUD PROVINSI BENGKULU 6


tahapan TIRTA dapat dilaksanakan dengan baik dalam setiap pertemuan
dengan coachee. Saya senang coachee tampak aktif, puas dan bahagia
selama coaching berlangsung dan pada pasca kegiatan coachee
mengungkapkan rasa terima kasih dan bersyukur atas kegiatan coaching
yang telah dilaksanakan bahkan coachee ingin bertemu lagi untuk
membahas beberapa masalah berkaitan dengan penyusunan modul ajar
standar yang masih menjadi permasalahan bagi dirinya. Dan saya
sebagai coach menyatakan kesiapan dan rasa senang untuk
melaksanakan kegiatan coaching berikutnya.

2. Cochee : Setelah saya melaksanakan coaching sungguh telah mengubah


mindset saya dalam keterbukaan berpikir yang lebih baik dan saya
mampu mengembangkan kemampuan dan potensi diri saya,
khususnya meretas beragam permasalahan dalam menyajikan konten
pembelajaran.

RAHMAD RAMELAN SETIA BUDI – DISDIKBUD PROVINSI BENGKULU 7

Anda mungkin juga menyukai