Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN

BERDUKA
STASE KEPERAWATAN JIWA

Oleh :
Ni Made Cahyani Dama Pratiwi (224291517124)
Ekawati Emila Monawaroh (224291517099)
Dwi Marlena Puspadewi (224291517113)
Clara Ega Ayu Rutiani (224291517116)
Nurhikmah Pratiwi (224291517107)
Novi Andini (224291517109)
Zainah Tamami (224291517110)
Fina Riyanti (224291517108)
Diah Prahesti (224291517125)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2023
BERDUKA
A. Definisi Berduka
a. Berduka
Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal
ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing – masing orang
dan didasarkan pada pengalaman pribadi, ekspektasi budaya, dan
keyakinan spiritual yang dianutnya (Hidayat, 2009 : 244).

B. Rentang Respon
Respon berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap – tahap
berikut (Menurut Kubler – Ross, dalam Potter dan Perry, 1997). Tahap
pengingkaran : marah, tawar – menawar , depresi, penerimaan
Rentang Respon Emosi
Situasi emosi sebagai respons kehilangan dan berduka seorang individu berada
dalam rentang yang fluktuatif, dari tingkatan yang adaptif sampai dengan
maladaptif.

Adaptif
Maladaptif
 Menangis, menjerit, menyangkal,
 Diam/tidak menangis
menyalahkan diri sendiri, menawar,
 Menyalahkan diri berkepanjangan.
bertanya- tanya.
 Rendah diri.
 Membuat rencana untuk yang akan
datang.  Mengasingkan diri.
 Berani terbuka tentang kehilangan.  Tak berminat hidup.

C. Tahapan Proses Kehilangan Dan Berduka


1. Kehilangan meliputi fase akut dan jangka panjang.
- Fase akut
Berlangsung selama 4 sampai 8 minggu setelah kematian, yang terdiri
atas tiga proses, yaitu syok dan tidak percaya, perkembangan kesadaran,
serta restitusi.
1) Syok dan tidak percaya
Respon awal berupa penyangkalan, secara emosional tidak dapat
menerima pedihnya kehilangan. Akan tetapi, proses ini
sesungguhnya memang dibutuhkan untuk menoleransi
ketidakmampuan menghadapi kepedihan dan secara perlahan untuk
menerima kenyataan kematian.
2) Perkembangan kesadaran
Gejala yang muncul adalah kemarahan dengan menyalahkan orang
lain, perasaan bersalah dengan menyalahkan diri sendiri melalui
berbagai cara, dan menangis untuk menurunkan tekanan dalam
perasaan yang dalam.
3) Restitusi
Merupakan proses yang formal dan ritual bersama teman dan
keluarga membantu menurunkan sisa perasaan tidak menerima
kenyataan kehilangan.
- Fase jangka panjang
1) Berlangsung selama satu sampai dua tahun atau lebih lama.
2) Reaksi berduka yang tidak terselesaikan akan menjadi penyakit yang
tersembunyi dan termanifestasi dalam berbagai gejala fisik. Pada
beberapa individu berkembang menjadi keinginan bunuh diri,
sedangkan yang lainnya mengabaikan diri dengan menolak makan
dan menggunakan alkohol.

2. Menurut Schulz (1978), proses berduka meliputi tiga tahapan, yaitu fase
awal, pertengahan, dan pemulihan.
a. Fase awal
Pada fase awal seseoarang menunjukkan reaksi syok, tidak yakin, tidak
percaya, perasaan dingin, perasaan kebal, dan bingung. Perasan tersebut
berlangsung selama beberapa hari, kemudian individu kembali pada
perasaan berduka berlebihan. Selanjutnya, individu merasakan konflik
dan mengekspresikannya dengan menangis dan ketakutan. Fase ini akan
berlangsung selama beberapa minggu.
b. Fase pertengahan
Fase kedua dimulai pada minggu ketiga dan ditandai dengan adanya
perilaku obsesif. Sebuah perilaku yang yang terus mengulang-ulang
peristiwa kehilangan yang terjadi.
c. Fase pemulihan
Fase terakhir dialami setelah tahun pertama kehilangan. Individu
memutuskan untuk tidak mengenang masa lalu dan memilih untuk
melanjutkan kehidupan. Pada fase ini individu sudah mulai
berpartisipasi kembali dalam kegiatan sosial.

3. Tahapan Proses Kehilangan


Proses kehilangan terdiri atas lima tahapan, yaitu penyangkalan (denial),
marah (anger), penawaran (bargaining), depresi (depression), dan penerimaan
(acceptance) atau sering disebut dengan DABDA. Setiap individu akan
melalui setiap tahapan tersebut, tetapi cepat atau lamanya sesorang melalui
bergantung pada koping individu dan sistem dukungan sosial yang tersedia,
bahkan ada stagnasi pada satu fase marah atau depresi.
a. Tahap Penyangkalan (Denial)
Reaksi awal seorang individu ketika mengalami kehilangan adalah
tidak percaya, syok, diam, terpaku, gelisah, bingung, mengingkari
kenyataan, mengisolasi diri terhadap kenyataan, serta berperilaku
seperti tidak terjadi apa-apa dan pura-pura senang. Manifestasi yang
mungkin muncul antara lain sebagai berikut.
- “Tidak, tidak mungkin terjadi padaku.”
- “Diagnosis dokter itu salah.”
- Fisik ditunjukkan dengan otot-otot lemas, tremor, menarik napas
dalam, panas/dingin dan kulit lembap, berkeringat banyak,
anoreksia, serta merasa tak nyaman.
- Penyangkalan merupakan pertahanan sementara atau mekanisme
pertahanan (defense mechanism) terhadap rasa cemas.
- Pasien perlu waktu beradaptasi.
- Pasien secara bertahap akan meninggalkan penyangkalannya dan
menggunakan pertahanan yang tidak radikal.
- Secara intelektual seseorang dapat menerima hal-hal yang
berkaitan dengan kematian, tapi tidak demikian dengan
emosional.
Suatu contoh kasus, saat seseorang mengalami kehilangan akibat
kematian orang yang dicintai. Pada tahap ini individu akan
beranggapan bahwa orang yang dicintainya masih hidup, sehingga
sering berhalusinasi melihat atau mendengar suara seperti biasanya.
Secara fisik akan tampak letih, lemah, pucat, mual, diare, sesak
napas, detak jantung cepat, menangis, dan gelisah. Tahap ini
membutuhkan waktu yang panjang, beberapa menit sampai beberapa
tahun setelah kehilangan.
b. Tahap Marah (Anger)
Tahap kedua seseorang akan mulai menyadari tentang kenyataan
kehilangan. Perasaan marah yang timbul terus meningkat, yang
diproyeksikan kepada orang lain atau benda di sekitarnya. Reaksi fisik
menunjukkan wajah memerah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, dan
tangan mengepal. Respons pasien dapat mengalami hal seperti berikut.
- Emosional tak terkontrol. “Mengapa aku?” “Apa yang telah saya
perbuat sehingga Tuhan menghukum saya?”
- Kemarahan terjadi pada Sang Pencipta, yang diproyeksikan
terhadap orang atau lingkungan.
- Kadang pasien menjadi sangat rewel dan mengkritik. “Peraturan RS
terlalu keras/kaku.” “Perawat tidak becus!”
- Tahap marah sangat sulit dihadapi pasien dan sangat sulit diatasi
dari sisi pandang keluarga dan staf rumah sakit.
- Perlu diingat bahwa wajar bila pasien marah untuk mengutarakan
perasaan yang akan mengurangi tekanan emosi dan menurunkan
stres.
c. Tahap Penawaran (Bargaining)
Setelah perasaan marah dapat tersalurkan, individu akan memasuki
tahap tawar-menawar. Ungkapan yang sering diucapkan adalah
“....seandainya saya tidak melakukan hal tersebut.. mungkin semua
tidak akan terjadi ......” atau “misalkan dia tidak memilih pergi ke
tempat itu... pasti semua akan baik-baik saja”, dan sebagainya. Respons
pasien dapat berupa hal sebagai berikut.
- Pasien mencoba menawar, menunda realitas dengan merasa
bersalah pada masa hidupnya sehingga kemarahan dapat mereda.
- Ada beberapa permintaan, seperti kesembuhan total, perpanjangan
waktu hidup, terhindar dari rasa kesakitan secara fisik, atau bertobat
- Pasien berupaya membuat perjanjian pada Tuhan. Hampir semua
tawar-menawar dibuat dengan Tuhan dan biasanya dirahasiakan
atau diungkapkan secara tersirat atau diungkapkan di ruang kerja
pribadi pendeta.
- “Bila Tuhan memutuskan untuk mengambil saya dari dunia ini dan
tidak menanggapi permintaan yang diajukan dengan marah, Ia
mungkin akan lebih berkenan bila aku ajukan permintaan itu
dengan cara yang lebih baik.”“Bila saya sembuh, saya akan…….”
- Pasien mulai dapat memecahkan masalah dengan berdoa, menyesali
perbuatannya, dan menangis mencari pendapat orang lain.
d. Tahap Depresi
Tahap depresi merupakan tahap diam pada fase kehilangan. Pasien
sadar akan penyakitnya yang sebenarnya tidak dapat ditunda lagi.
Individu menarik diri, tidak mau berbicara dengan orang lain, dan
tampak putus asa. Secara fisik, individu menolak makan, susah tidur,
letih, dan penurunan libido.
Fokus pikiran ditujukan pada orang-orang yang dicintai, misalnya “Apa
yang terjadi pada anak-anak bila saya tidak ada?” atau “Dapatkah
keluarga saya mengatasi permasalahannya tanpa kehadiran saya?”
Depresi adalah tahap menuju orientasi realitas yang merupakan tahap
yang penting dan bermanfaat agar pasien dapat meninggal dalam
tahap penerimaan dan damai. Tahap penerimaan terjadi hanya pada
pasien yang dapat mengatasi kesedihan dan kegelisahannya.
e. Tahap Penerimaan (Acceptance)
Tahap akhir merupakan organisasi ulang perasaan kehilangan. Fokus
pemikiran terhadap sesuatu yang hilang mulai berkurang. Penerimaan
terhadap kenyataan kehilangan mulai dirasakan, sehingga sesuatu yang
hilang tersebut mulai dilepaskan secara bertahap dan dialihkan kepada
objek lain yang baru. Individu akan mengungkapkan, “Saya sangat
mencintai anak saya yang telah pergi, tetapi dia lebih bahagia di alam
yang sekarang dan saya pun harus berkonsentrasi kepada pekerjaan
saya.........”
Seorang individu yang telah mencapai tahap penerimaan akan
mengakhiri proses berdukanya dengan baik. Jika individu tetap berada
di satu tahap dalam waktu yang sangat lama dan tidak mencapai tahap
penerimaan, disitulah awal terjadinya gangguan jiwa. Suatu saat apabila
terjadi kehilangan kembali, maka akan sulit bagi individu untuk
mencapai tahap penerimaan dan kemungkinan akan menjadi sebuah
proses yang disfungsional.

D. Jenis Kehilangan dan Berduka


1. Kehilangan
a. Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau kehancuran
akibat bencana alam).
b. Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah rumah,
dirawat dirumah sakit, atau berpindah pekerjaan).
c. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya
pekerjaan, kepergian anggota keluarga dan teman dekat, perawat yang
dipercaya, atau binatang peliharaan).
d. Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi
psikologis atau fisik).
e. Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman dekat,
atau diri sendiri) (Hidayat. 2009 : 243).
2. Berduka
Menurut hidayat ( 2009 : 244) berduka dibagi menjadi beberapa antara lain:
a. Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang
normal terhadap kehilangan. Misalnya kesedihan, kemarahan, menangis,
kesepian, dan menarik diri dari aktivitas untuk sementara.
b. Berduka antisipatif, yaitu proses melepaskan diri yang muncul
sebelum kehilangan dan kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya,
ketika menerima diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses
perpisahan dan menyelesaikan berbagai urusan di dunia sebelum ajalnya
tiba.
c. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke
tahap berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah –
olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang
bersangkutan dengan orang lain.
d. Berduka tertutup, kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat
diakui secara terbuka. Contohnya kehilangan pasangan karena AIDS, anak
mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya
dikandungan atau ketika bersalin.

E. Faktor Predisposisi dan Presipitasi


1. Faktor predisposisi
a. Faktor genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan didalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis
dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi
perasaan kehilangan (Hidayat, 2009 : 246 ).
b. Kesehatan jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur,
cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik (Prabowo,
2014 : 116)
c. Kesehatan mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai
riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis,
selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam
menghadapi situasi kehilangan (Hidayat, 2009 : 246).
d. Pengalaman kehilangan dimasa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kanak –
kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan
pada masa dewasa (Hidayat, 2009 : 246).
e. Struktur kepribadian
Individu dengan konsep yang negative, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap
stress yang dihadapi (Prabowo, 2014 : 116).
2. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti:
kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi :
a. Kehilangan kesehatan
b. Kehilangan fungsi seksualitas
c. Kehilangan peran dalam keluarga
d. Kehilangan posisi dimasyarakat
e. Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
f. Kehilangan kewarganegaraan (Prabowo, 2014 : 117).

F. Mekanisme Koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain : Denial,
Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan proyeksi yang digunakan
untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi
dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan
patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak
tepat (Prabowo, 2014 : 117 – 118).
1. Denail
Dalam psikologi, terma “denail” artinya penyangkalan dikenakan pada
seseorang yang dengan kuat menyangkal dan menolak serta tak mau melihat
fakta-fakta yang menyakitkan atau tak sejalan dengan keyakinan, pengharapan,
dan pandangan-pandangannya. Denialisme membuat seorang hidup dalam
dunia ilusifnya sendiri, terpangkas dari kehidupan dan nyaris tidak mampu
keluar dari cengkeramannya. Ketika seseorang hidup dalam denial “backfire
effect” atau “efek bumerang” sangat mungkin terjadi pada dirinya. Orang yang
hidup dalam denial tentu saja sangat ridak berbahagia. Dirinya sendiri tidak
berbahagia, dan juga membuat banyak orang lain tidak berbahagia (Prabowo,
2014 : 118).
2. Represi
Represi merupakan bentuk paling dasar diantara mekanisme lainnya. Suatu cara
pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan yang
mengancam. Represi adalah mekanisme yang dipakai untuk menyembuhkan
hal-hal yang kurang baik pada diri kita ke alam bawah sadar kita. Dengan
mekanisme ini kita akan terhindar dari situasi tanpa kehilangan wibawa kita
(Prabowo, 2014 : 118).
3. Intelektualisasi
Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk
menghindari pengalaman yang menganggu perasaannya. Dengan
intelektualisasi, manusia dapat mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak
menyenangkan, dan memberikan kesempatan untuk meninjau permasalahan
secara objektif (Prabowo, 2014 : 118).
4. Regresi
Yaitu menghadapi stress dengan perilaku, perasaan dan cara berfikir mundur
kembali ke ciri tahap perkembangan sebelumnya (Prabowo, 2014 : 118).
5. Disosiasi
Beban emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan diputus atau diubah.
Mekanisme dimana suatu kumpulan proses-proses mental dipisahkan atau
diasingkan dari kesadaran dengan bekerja secara merdeka atau otomatis, afek
dan emosi terpisah, dan terlepas dari ide, situasi, objek, misalnya pada selektif
amnesia (Prabowo, 2014 : 118).
6. Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi
sebenarnya merupakan analog dari represi yang disadari. Perbedaan supresi
dengan represi yaitu pada supresi seseorang secara sadar menolak pikirannya
keluar alam sadarnya dan memikirkan yang lain. Dengan demikian supresi
tidak begitu berbahaya terhadap kesehatan jiwa, Karena terjadinya dengan
sengaja, sehingga ia mengetahui apa yang dibuatnya (Prabowo, 2014 : 118).
7. Proyeksi
Proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain mengenai
kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang tidak baik. Dolah dan
Holladay (1967) berpendapat bahwa proyeksi adalah contoh dari cara untuk
memungkiri tanggung jawab kita terhadap impuls-impuls dan pikiran-pikiran
dengan melimpahkan kepada orang lain dan tidak pada kepribadian diri sendiri
(Prabowo, 2014 : 118).

G. Penatalaksanaan
Belum terdapat penatalaksanaan medis pada klien dengan masalah psikososial
kehilangan dan berduka. Kehilangan dan berduka merupakan peristiwayang umum
terjadi dikehidupan sehari-hari. Kehilangan dan berduka berkaitandengan kondisi
sosial seseorang dengan kesehatannya akibat dari kahilangan dan berduka. $erlu
dukungan dari orang-orang terdekat terutama keluarga untuk melewati fase
kehilangan agar tidak berdampak serius. Perlu pendampingan yang baik agar dapat
menimbulkan ketenangan bagi klien dalam beradaptasi menerima kehilangan dan
berduka.

H. Diagnosis Keperawatan
Masalah keperawatan yang sering timbul pada pasien kehilangan adalah sebagai
berikut.
1. Berduka berhubungan dengan kehilangan aktual.
2. Berduka disfungsional.
3. Berduka fungsional.

I. Intervensi Keperawatan
Prinsip intervensi
1. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap penyangkalan (denial) adalah
memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya dengan
cara berikut.
a. Dorong pasien mengungkapkan perasaan kehilangan.
b. Tingkatkan kesadaran pasien secara bertahap tentang kenyataan
kehilangan pasien secara emosional.
c. Dengarkan pasien dengan penuh pengertian. Jangan menghukum
dan menghakimi.
d. Jelaskan bahwa sikap pasien sebagai suatu kewajaran pada individu
yang mengalami kehilangan.
e. Beri dukungan secara nonverbal seperti memegang tangan, menepuk
bahu, dan merangkul.
f. Jawab pertanyaan pasien dengan bahasan yang sederhana, jelas, dan
singkat.
g. Amati dengan cermat respons pasien selama bicara.
2. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap marah (anger) adalah dengan
memberikan dorongan dan memberi kesempatan pasien untuk
mengungkapkan marahnya secara verbal tanpa melawan kemarahannya.
Perawat harus menyadari bahwa perasaan marah adalah ekspresi frustasi dan
ketidakberdayaan.
a. Terima semua perilaku keluarga akibat kesedihan (marah, menangis).
b. Dengarkan dengan empati. Jangan mencela.
c. Bantu pasien memanfaatkan sistem pendukung.
3. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap tawar-menawar (bargaining)
adalah membantu pasien mengidentifikasi perasaan bersalah dan perasaan
takutnya.
a. Amati perilaku pasien.
b. Diskusikan bersama pasien tentang perasaan pasien.
c. Tingkatkan harga diri pasien.
d. Cegah tindakan merusak diri.
4. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap depresi adalah mengidentifikasi
tingkat depresi, risiko merusak diri, dan membantu pasien mengurangi rasa
bersalah.
a. Observasi perilaku pasien.
b. Diskusikan perasaan pasien.
c. Cegah tindakan merusak diri.
d. Hargai perasaan pasien.
e. Bantu pasien mengidentifikasi dukungan positif.
f. Beri kesempatan pasien mengungkapkan perasaan.
g. Bahas pikiran yang timbul bersama pasien.
5. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap penerimaan (acceptance) adalah
membantu pasien menerima kehilangan yang tidak dapat dihindari dengan
cara berikut.
a. Menyediakan waktu secara teratur untuk mengunjungi pasien.
b. Bantu pasien dan keluarga untuk berbagi rasa.

J. Tindakan Keperawatan
Tindakan Keperawatan pada Pasien
1. Tujuan
a. Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b. Pasien dapat mengenali peristiwa kehilangan yang dialami pasien.
c. Pasien dapat memahami hubungan antara kehilangan yang dialami
dengan keadaan dirinya.
d. Pasien dapat mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang
dialaminya.
e. Pasien dapat memanfaatkan faktor pendukung.
2. Tindakan
a. Membina hubungan saling percaya dengan pasien.
b. Berdiskusi mengenai kondisi pasien saat ini (kondisi pikiran, perasaan,
fisik, sosial, dan spiritual sebelum/sesudah mengalami peristiwa
kehilangan serta hubungan antara kondisi saat ini dengan peristiwa
kehilangan yang terjadi).
c. Berdiskusi cara mengatasi berduka yang dialami.
1) Cara verbal (mengungkapkan perasaan).
2) Cara fisik (memberi kesempatan aktivitas fisik).
3) Cara sosial (sharing melalui self help group).
4) Cara spiritual (berdoa, berserah diri).
d. Memberi informasi tentang sumber-sumber komunitas yang tersedia
untuk saling memberikan pengalaman dengan saksama.
e. Membantu pasien memasukkan kegiatan dalam jadwal harian.
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa di puskesmas.

Tindakan Keperawatan untuk Keluarga


1. Tujuan
a. Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka.
b. Keluarga memahami cara merawat pasien berduka berkepanjangan.
c. Keluarga dapat mempraktikkan cara merawat pasien berduka
disfungsional.
d. Keluarga dapat memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat.
2. Tindakan
3. Berdiskusi dengan keluarga tentang masalah kehilangan dan berduka
dan dampaknya pada pasien.
4. Berdiskusi dengan keluarga cara-cara mengatasi berduka yang dialami
oleh pasien.
5. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan
berduka disfungsional.
6. Berdiskusi dengan keluarga sumber-sumber bantuan yang dapat
dimanfaatkan oleh keluarga untuk mengatasi kehilangan yang dialami
oleh pasien.
Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi

Tingkat berduka
Berduka Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam
diharapkan keluarga dapat menerima kehilangan Dukungan Proses Berduka
D.0081
Kriteria Hasil: Observasi:
Pengertian : Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun  Identifikasi kehilangan yang dihadapi
1
Meningkat Meningkat  Identifikasi proses berduka yang alami
Respon psikososial yang
ditunjukkan oleh klien  Identifikasi sifat keterikatan pada benda yang hilang atau orang yang
Verbalisasi perasaan sedih
akibat kehilangan (orang, meninggal
objek, fumgsi, status, 2 1 2 3 4 5  Identifikasi reaksi awal terhadap kehilangan
bagian tubuh atau Terapeutik:
hubungan) Verbalisasi perasaan bersalah atau menyalahkan orang lain
 Tunjukkan sikap menerima dan empati
3 1 2 3 4 5  Motivasi agar mau mengungkapkan perasaan kehilangan
 Motivasi untuk menguatkan dukungan keluarga atau orang terdekat
Menangis  Fasilitasi melakukan kebiasaan sesuai dengan budaya, agama dan norma
sosial
1 2 3 4 5  Fasilitasi mengekspresilan perasaan dengan cara yang nyaman
(mis.membaca buku,menulis,menggambar atau bermain)
 Diskusikan strategi kopig yang dapat digunakan
Edukasi
Cukup Cukup Meningka
4 Menurun Sedang  Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa sikap mengingkari, marah, tawar
menurun meningkat t
menawar, sepresi dan menerima adalah wajar dalam menghadapi kehilangan
verbalisasi  Anjurkan mengidentifikasi ketakutan terbesar pada kehilangan
 Anjurkan mengekspresikan perasaan tentang kehilangan
5 1 2 3 4 5  Ajarkan melewati proses berduka secara bertahap

verbalisasi

1 2 3 4 5
K. Evaluasi
1. Pasien mampu mengenali peristiwa kehilangan yang dialami.
2. Memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan keadaan dirinya.
3. Mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya.
4. Memanfaatkan faktor pendukung.
5. Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka.
6. Keluarga memahami cara merawat pasien berduka berkepanjangan.
7. Keluarga mempraktikkan cara merawat pasien berduka disfungsional.
8. Keluarga memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Dalami, E. (2009). Asuhan Keperawatan Jika Dengan Masalah Psikososial. Jakarta:

Trans Info Media.

Hidayat, A. A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Keliat, BA., Helena, N.C.D., dan Farida P. 2007. Manajemen Keperawatan Psikosisial

dan Kader Kesehatan Jiwa: CMHN (Intermediate Courese). Jakarta: EGC.

Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1 . Jakarta: EGC

Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian

dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto

Stuart dan Laraia. 2005. Principles and Pratice of Psychiatric Nursing, 8th Edition.

St.Loius: Mosby.

Stuart, G. W, dan Sundeen, S. J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta:

EGC.

Suliswati, dkk. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Varcarolis. 2006. Fundamental of Psychiatric Nursing. Edisi 5. St.Louis: Elsevier.

WHO. 2001. The World Health Reports 2001, Mental Health: New Understanding, New

Hope. Geneva: WHO.


2. Analisa data

TGL DATA MASALAH ETIOLOGI

30-05- DS : Berduka Kehilangan


2023 - Pasien mengatakan merasa sedih Perinatal
kehilangan janin yang dikandungnya
- Pasien merasa tidak bisa menjaga
kandungannya
- Pasien mengatakan belum bisa merelakan
janin yang dikandungnya
DO :
- Pasien tampak menangis
- Pasien tampak sembab
- Pasien tampak tidak bersemangat

30-05- DS : Ansietas
2023 - Pasien mengatakan cemas apakah setelah
(Kecemasan)
dikuret, dalam waktu dekat bisa hamil
kembali
- Pasien merasa merasa susah untuk
memulai tidur karena gelisah
-
- DO :
- Pasien tampak cemas
- Pasien tampak gelisah
- Pasien tampak tidak bersemangat
- Pasien tampak bertanya-tanya mengenai
keadaannya setelah kuret
- :
30-05- DS Koping individu Ketidakcuku
2023 tidak efektif pan persiapan
- Pasien mengatakan tidak mampu mengatasi untuk
masalah yang dihadapi saat ini menghadapi
- Pasien mengatakan khawatir akan keadaan stresor
yang sedang terjadi

DO :

- Pasien tampak tidak mampu memenuhi


peran yang diharapkan
- Pasien menggunakan mekanisme koping
yang tidak sesuai
2. Analisa data

TGL DATA MASALAH ETIOLOGI


30-05- DS : Berduka Kehilangan
2023 - Pasien mengatakan merasa sedih Perinatal
kehilangan janin yang dikandungnya
- Pasien merasa tidak bisa menjaga
kandungannya
- Pasien mengatakan belum bisa merelakan
janin yang dikandungnya
DO :
- Pasien tampak menangis
- Pasien tampak sembab
- Pasien tampak tidak bersemangat

30-05- DS : Ansietas
2023 - Pasien mengatakan cemas apakah setelah
(Kecemasan)
dikuret, dalam waktu dekat bisa hamil
kembali
- Pasien merasa merasa susah untuk
memulai tidur karena gelisah
-
- DO :
- Pasien tampak cemas
- Pasien tampak gelisah
- Pasien tampak tidak bersemangat
- Pasien tampak bertanya-tanya mengenai
keadaannya setelah kuret
-
30-05- DS : Koping individu Ketidakcuku
2023 tidak efektif pan persiapan
- Pasien mengatakan tidak mampu mengatasi untuk
masalah yang dihadapi saat ini menghadapi
- Pasien mengatakan khawatir akan keadaan stresor
yang sedang terjadi

DO :

- Pasien tampak tidak mampu memenuhi


peran yang diharapkan
- Pasien menggunakan mekanisme koping
yang tidak sesuai
3. Pohon masalah

ANSIETAS (KECEMASAN)

KEHILANGAN DAN
BERDUKA

KOPING INDIVIDU TIDAK AFEKTIF


4. Rencana Keperawatan Jiwa

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan


SDKI SLKI SIKI
Berduka Tingkat berduka (L.09094) : Dukungan proses berduka (I.09274)
D.0081 Setelah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan selama 3 hari di harapkan 1. Identifikasi kehilangan yang dihadapi
tingkat berduka 2. Identifikasi proses berduka yang dialami
menurun dengan kreteria hasil : 3. Identifikasi reaksi awal terhadap kehilangan
1. Verbalisasi menerima kehilangan Edukasi :
meningkat 1. Tunjukan sikap menerima dan empati
2. Verbalisasi harapan meningkat 2. Motivasi agar mau mengungkapkan perasaan kehilangan
3. Verbalisasi perasaan sedih menurun 3. Motivasi untuk menguatkan dukungan keluarga atau orang terdekat
4. Verbalisasi perasaan bersalah atau 4. Diskusikan strategi koping yang dapat digunakan
menyalahkan orang lain menurun Terapeutik :
5. Menangis menurun 1. Jelaskan kepada psien dan keluarga bahwa sikap mengingkari, marah, tawar
menawar, depresi dan menerima adalah wajar dalam menghadapi kehilangan
2. Ajarkan melewati proses berduka secara bertahap
3. Anjurkan mengekspresikan perasaan tentang kehilangan

Ansietas Tingkat Ansietas : Reduksi Ansietas


D.0080 Setelah dilakukan tindakan Observasi:
keperawatan selama 3 hari di 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
harapkan tingkat ansietas 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
menurun dengan kreteria hasil : 3. Monitor tanda-tanda ansietas
1. Konsentrasi membaik Terapeutik:
2. Pola tidur membaik 1. Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan kepercayaan
3. Perilaku gelisah menurun 2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
4. Verbalisasi kebingungan menurun 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
5. Verbalisasi khawatir akibat kondisi 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
yang dihadapu menurun 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
6. Perilaku tegang menurun 6. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
2. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
4. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
5. Latih teknik relaksasi
Koping Status Koping : Dukungan Penampilan Peran
Tidak Setelah dilakukan tindakan Observasi:
Efektif keperawatan selama 3 hari di 1. Identifikasi peran yang ada dalam keluarga
D.0096 harapkan koping membaik dengan 2. Identifikasi adanya peran yang tidak terpenuhi
kreteria hasil : Terapeutik
1. Kemampuan memenuhi peran 1. Fasilitasi adaptasi peran keluarga terhadap perubahan peran yang tidak
sesuai usia meningkat diinginkan
2. Perilaku koping adaptif meningkat 2. Fasilitasi diskusi tentang perubahan peran
3. Verbalisasi kemampuan mengatasi Edukasi:
masalah meningkat 1. Diskusikan perilaku yang dibutuhkan untuk pengembangan peran
4. Verbalisasi pengakuan masalah 2. Diskusikan perubahan peran yang diperlukan akibat penyakit atau
meningkat ketidakmampuan
5. Verbalisasi kelemahan diri
meningkat
Implemantasi Keperawatan

Tgl DX Implementasi

31/05/2023 Berduka  Mengidentifikasi kehilangan yang dihadapi


Hasil : Klien mengatakan sangat bersedih janin yang dikandungnya meninggal, Klien mengatakan
mengapa semua ini harus terjadi padanya , Klien mengatakan sangat terpukul dengan kehilangan ini
karena ini kehamilan pertamanya
 Mengidentifikasi proses berduka yang dialami
Hasil : Klien mengatakan berharap bahwa kehilangan bayinya bukan hal yang nyata
 Mengidentifikasi reaksi awal terhadap kehilangan
Hasil : Klien tampak sedih dan menyesal, Kontak mata sesekali, Tampak mata berkaca - kaca, Klien
berbicara lambat dengan lembut dan terdengar terbata - bata
 Mengidentifikasi dampak situasi terhadap peran dan hubungan
Hasil : Klien mengatakan dirinya tidak berharga karena tidak bisa memberikan anak pada suaminya
 Mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan terhadap dukungan sosial
Hasil : Klien mengatakan suaminya sangat mendukung dan mendampingi klien
 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
Hasil : Klien mengatakan nyeri luka operasi, Nyeri seperti tersayat sayat, Skala nyeri 3, Nyeri datang
hilang timbul terutama saat mobilisasi
 Mengidentifikasi respon nyeri non verbal.
Hasil : Tampak klien dibantu dalam mobilisasi , Klien tampak meringis, Skala nyeri 3
 Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Hasil : Klien mengatakan nyeri datang hilang timbul terutama saat mobilisasi
 Memberikan terapi analgetik
Hasil : Asam mefenamat 500 mg Per Oral
 Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (Tarik napas dalam)
Hasil : Tampak klien mampu melakukan teknik relaksasi napas dalam yang sudah diajarkan perawat
31/05/2023 Ansietas  Membina hubungan saling percaya
Hasil : klien tampak sudah percaya dan mau cerita tentang kecemasan yang dirasakan klien
 Membantu klien mengidentifikasi menguraikan perasaannya
Hasil : klien mau mengungkapkan perasaannya
 Mengurangi kecemasan yang dirasakan klien.
Hasil : klien mau mempraktekkan Tarik nafas dalam untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan
31/05/2023 Koping Individu  Mengidentifikasi adanya peran yang tidak terpenuhi
Tidak Efektif Hasil : klien mengatakan bahwa perannya yang dia tunggu sebagai ibu menjadi hilang karena janin
yang dikandungnya meninggal
 Memfasilitasi adaptasi peran keluarga terhadap perubahan peran yang tidak di inginkan
Hasil : suami pasien mengatakan akan membantu klien untuk pelan - pelan menerima kondisi klien
yang kehilangan bayinya dalam kandungan
 Memdiskusikan perubahan peran yang diperlukan akibat penyakit atau ketidakmampuan
Hasil : klien mengatakan mengubah perannya dari yang seorang ibu yang akan memilik bayi menjadi
hilang akan sulit tapi dia ka mencoba perlahan untuk bs menerima perubahan ini
5. Evaluasi Keperawatan

Tgl DX Evaluasi
31/05/2023 Berduka S : Pasien mengatakan bahwa kematian sudah
kehendak tuhan
O:
- Pasien tampak lebih tenang
- Pasien tampak tidak menangis
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
31/05/2023 Ansietas S : Pasien sudah tidak cemas lagi
O:
- Pasien tampak terlihat berbicara dengan
pasien atau perawat lain
A : Masalah Teratasi
P : Intervensi dihentikan

31/05/2023 Koping Individu S : Pasien dan suami mengatakan akan salling


Tidak Efektif menguatkan untuk menerima kondisi kehilangan
bayi yang mereka alami ini
O:
- Pasien tampak lebih tenang
- Pasien sudah tidak tampak menangis
A : Masalah teratasi
P : Intervensi di hentikan

Anda mungkin juga menyukai