Anda di halaman 1dari 30

1

A. JUDUL: TINJAUAN YURIDIS TERKAIT KRITERIA TINDAKAN

LAIN DALAM PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN

B. LATAR BELAKANG

Globalisasi merupakan suatu proses bukanlah suatu fenomena yang

baru karena proses dari Globalisasi ini sudah muncul dan berkembang sejak

berabad-abad lamanya. Namun sekitar akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20

ini arus dari dampak globalisasi semakin berkembang dengan cepat dan pesat

di berbagai negara di seluruh penjuru dunia ketika mulai ditemukannya

teknologi transportasi, informasi, dan komunikasi. Globalisasi selaku

fenomena khusu dalam peradaban manusia yang terus berkembang dalam

masyarakat dunia, kini merupakan bagian dari sistem kehidupan manusia.

kemunculan teknologi informasi serta teknologi komunikasi memacu

akselerasi proses Globalisasi, Globalisasi yang berlangsung memegang semua

aspek yang bernilai ddalam kehidupan manusia.

Selain memberi dampak positif bagi peradaban manusia, globalisasi

juga menghasilkan berbagai tantangan serta menghadirkan masalah baru yang

wajib dijawab, dipecahkan dalam usaha memanfaatkan Globalisasi untuk

kepentingan kebutuhan hidup manusia. akibat adanya Globalisasi tersebut,

perkembangan kebutuhan masyarakat semakin meningkat dari hari ke hari.

Dalam menghadpi tantangan di masa depan, dimana kebutuhan hidup yang

semakin kompleks dan tidak terduga, belakangan ini masyarakat telah

memiliki pemikiran dan pandangan kedepan dalam mensiasati pemenuhan

kebutuhan hidupnya.
2

Pada awal kemunculannya di Tahun 2020, Pandemi Virus Corona

(Covid-19) membuat semua kegiatan manusia menjadi terhambat. Hal ini

menuntut pemerintah dari setiap negara yang ada di dunia untuk

mengeluarkan kebijakan dalam upaya melindungi warganya dari ancaman

virus covid-19. Di Indonesia, kebijakan tersebut dinamakan Pemberlakuan

Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Dimana kebijakan tersebut

mewajibkan masyarakat untuk melakukan segala aktifitas di dalam rumah.

Dengan kemajuan teknologi masa kini ditambah dengan situasi pandemi

Covid-19 yang memaksa masyarakat untuk berkegiatan dirumah, hal ini

menyebabkan masyarakat untuk berkegiatan dirumah, hal ini menyebabkan

masyrakat melakukan segala kegiatannya dengan menggunakan bantuan

teknologi, salah satunya dalam kegiatan Ivestasi. Investasi berbasis teknologi

kini sedang di gemari oleh masyarakat di masa pandemi Covid-19.

Saat ini, khususnya dalam kalangan masyarakat kelas menengah

keatas sedang giat-giatnya melakukan kegiatan yang disebut dengan investasi.

Masyarakat menginvestaasikan hartanya dengan harapan agar dapat

memenuhi kebutuhan hidup yang lebih bagus serta memperoleh profit yang

berlimpah di masa yang akan mendatang. Selain itu, Investasi kini sudah

menjadi gaya hidup baru. Masyarakat kini berlomba-lomba dalam mengikuti

berbagai macam bentuk Investasi yang sedang gencar-gencarnya dilakukan

oleh banyak perusahaan dengan iming-iming imbalan yang dinilai

menguntungkan.
3

Selain kegiatan Investasi, akhir-akhir ini masyarakat juga

diperkenalkan kepada sebuah inovasi baru yang memungkinkan para

penggunanya dalam meminjam uang secara online. Maraknya aplikasi jasa

pinjam meminjam uang secara online ini menarik minat masyarakat dengan

iming-iming bunga pinjaman yang kecil dan persyaratan yang mudah. Akibat

dari kemudahan dalam mendaftar, bertransaksi, dan mendapatkan pinjaman

yang bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja, hal tersebut menyebabkan

banyak dari masyarakat khususnya yang sedang membutuhkan pinjaman

uang tergiur dengan layanan pinjam meminjam uang secara online tersebut.

Minat masyarakat dalam berinvestasi dan melakukan pinjaman secara online

juga mengalami peningkatan di masa pandemic Covid-19.

Menurut Paramita Sari, selaku Head of Marketing & Retail Indo

Primer menyatakan bahwa naik hingga dua kali lipat disbanding

sebelumnya.1 Kementrian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal

(BKPM) mempublikasikan data realisasi Investasi sepanjang periode April-

Juni (Triwulan II) Tahun 2021, dimana realisasi investasi selama Triwulan II

2021 mengalami peningkatan sebesar 16,2% dibandingkan periode yang sama

tahun 2020.2 Selain itu, minat Investasi emas berbasis aplikasi juga meningkat

secara signifikan di masa pandemic. Anri Ngadiman, selaku Founder & CEO

Indogold mencatat platformnya mengalami kenaikan Gross Merchandise


1
Vregina Voneria Palis, Minat Investasi Justru Meningkat saat Pandemi, Dua Hal ini
Jadi Alasan Utamanya, https://www.parapuan.co/read/532646224/minat-investasi-justru-
meningkat-saat-pandemi-dua-hal-ini-jadi-alasan-utamanya, (diakses pada Minggu, 02 Oktober
2022).
2
BKPM, Indonesia Tetap Optimis, Investasi Penyokong Ekonomi di Masa Pandemi
Covid-19, https://www.bkpm.go.id/id/publikasi/siaran-pers/readmore/2426201/73001, (diakses
pada Minggu, 02 Oktober 2022).
4

Value (GVM) hingga 86 persen pada semester pertama 2021 dibandingkan

dengan tahun lalu. Secara demografis, Investor emas berbasis aplikas

didominasi oleh generasi milenial dan sebagian besar berasal dari pulau Jawa.

Jumlah Transaksi pada semester pertama Tahun 2021 pun juga mengalami

kenaikan hingga 416 persen dibandingkan dengan periode tahun lalu.3

Dampak dari perkembangan teknologi informasi dan teknologi

komunikasi tersebut telah mempengaruhi kehidupan manusia dalam berbagai

sektor, salah satunya adalah perkembangan dalam bidang sektor bisnis yang

dalam perkembangannya saat ini telah melahirkan dan menciptakan suatu

bentuk sistem perdagangan online atau biasa disebut sebagai e-commerce.

Namun pesatnya perkembangan teknologi informasi dan teknologi

komunikasi tidak hanya berdampak kepada sector industry perdagangan,

tetapi juga berdampak kepada sector industry keuangan yang ada di

Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan hadirnya teknologi finansial atau

dalam kata lain financial technology (fintech).

Menurut The National Digital Research Center (NDRC), fintech

didefinisikan sebagai “innovation in financial services” atau berarti inovasi

dalam layanan keuangan financial technology. Fintech ini merupakan sebuah

bentuk modernisasi dan inovasi dalam sector finansial. 4 Teknologi Finansial

merupakan teknologi yang digunakan dalam bidang keuangan yang dapat

menghasilkan sebuah layanan, produk, model bisnis yang baru dan dapat
3
Abdila, Reynas, Investasi Emas Berbasis Aplikasi Makin Diminati di Masa Pandemi,
https://www.tribunnews.com/bisnis/2021/07/23/investasi-emas-berbasis-aplikasi-makin-diminati-
di-masa-pandemi (diakses pada Minggu, 02 Oktoober 2022).
4
Financial Technology, Layanan financial Technology berbasis Teknologi Informasi,
diakses dari https://bapenda.jabarprov.go.id/2016/12/26/financial-technology-layanan-finansial-
berbasis-it/, (diakses pada Senin, 10 Oktober 2022).
5

dapat berdampak kepada stabilitas moneter, keamanan, kelancaran sistem

keuangan dan perbankan.

Menurut Muliaman D.Hadad (Selaku Ketua Dewan Komisioner OJK)

menyatakan bahwa fintech adalah sebuah inovasi yang berhasil

memperkenalkan kemudahan akses, kepraktisan, kenyamanan, dan biaya

yang ekonomis dalam sistem pasar, hal tersebut disebut juga dengan Inovasi

Disriputif (Dispruptive Innovation). Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

mengklarifikasikan fintech di Indonesia dalam dua kategori. Fintech 2.0

untuk layanan keuangan digital yang operasikan Lembaga keuangn dan

fintech 3.0 untuk startup teknologi yang mempunyai produk dan jasa inovasi

keuangan. beberapa jenis fintech yang berkembang di Indonesia adalah

manajemen resiko atau Investasi, dan Layanan Pinjam Meminjam Uang

berbasis teknologi Informasi atau yang biasa disebut Peer To Peer Lending.5

Seiring dengan perkembangan investasi dan pinjaman berbasis

teknologi yang marak hingga saat ini, maka dari itu harus diseimbangkan

dengan adanya peraturan dan pengwasan yang jelas tentang pelaksanaan

bisnis tersebut. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), adalah Lembaga yang

independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai sebuah

fungsi untuk menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang

terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sector jasa keuangan di

Indonesia, mempunyai peranan yang penting dalam menangani dan mengatur

kegiatan fintech yang salah satunya disebut sebagai Fintech Peer To Peer
5
Empat Jenis Fintech di Indonesia, Edukasi Fintech, diakses dari
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20180110145800-37-1126/ini-dia-empat-jenis-fintech-di-
indonesia, (diakses pada Senin, 10 Oktober 2022).
6

Lending dimana sedang bermunculan di Indonesia saat ini. Berdasarkan Pasal

5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasan Keuangan

(OJK) disebutkan bahwa:

“OJK memiliki fungsi untuk menyelenggarakan sistem pengaturan


dan pengawasan yang terintegrasi terhadap terhadap keseluruhan
kegiatan di sector jasa keuangan”.

Serta OJK diberi kewenangan di dalam Pasal 6 Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK menyebutkan bahwa OJK melaksanakan

pengaturan dan pengawasan terhadap:

a) Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan


b) Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal
c) Kegiatan jasa keuangan di sector Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Linnya.

Serta Pasal 9 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang

Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas

pengawasan sebagiamana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai

wewenang sebagai berikut:

a) Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan


jasa keuangan.
b) Mengawasi pelaksaan tugas dan pengawasan yang dilaksanakan
oleh Kepala Eksekutif;
c) Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyedikan, perlindungan
Konsumen, dan Tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan,
pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sector jasa
keuangan;
d) Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan
dan/atau pihak tertentu;
e) Melakukan penunjukan pengelola statute;
f) Menetapkan penggunaan pengelola statute;
g) Menetepakan sanksi administrative terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap pertauran perundang-undangan di sector jasa
keuangan; dan
7

h) Memberikan dan/atau mencabut:


1. Izin usaha;
2. Izin orang perorangan
3. Efektifnya pernytaan pendaftaran;
4. Surat tanda terdaftar;
5. Persetujuan melakukan kegiatan usaha;
6. Pengesahan;
7. Persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
8. Penteapan lain.
Sebaiamana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di
sector jasa keuangan.

Yang menjadi permasalahan adalah di dalam Pasal 9 Huruf C tersebut

terdapat ketentuan yang menyebabkan kalimat “Tindakan Lain Terhadap

Lembaga Jasa keuangan” dimana hal tersebut tidak dijelaskan secara lebih

lanjut apa saja tindakan yang dimaksud dalam ketentuan tersebut serta

dijelaskan mengenai batasan-batasannya. Kekaburan norma seperti ini tentu

dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam peraturan perundang-

undangan karena tidak jelas dan tidak diketahui apa yang dimaksud dari

tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan.

Sedangkan apabila kita melihat kepada penjelasan umum dalam

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

disebutkan bahwa Otoritas Jasa keuangan melaksanakan Tugas dan

wewenangnya berlandaskan asas-asas yang salah satunya merupakan asa

kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan

landasan perturan perundang-undangan dan keadilan dalm setiap kebjakan

penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan.

Dari permasalahan yang disebutkan diatas, penulis tertarik untuk

mengkaji mengenai apa saja kriteria yang termasuk dalam kalimat tersebut,
8

serta mencari dan mengkaji lebih lanjut tentang kontruksi yuridis dari kriteria

“Tindakan Lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan”. Maka dari latar belakang

tersebut, penulis akan melakukan penelitian dengan judul “TINJAUAN

YURIDIS TERKAIT KRITERIA TINDAKAN LAIN DALAM

PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN”

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka pokok

permasalahan yang penulis kemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Apa kriteria Tindakan lain dalam pasal 9 Huruf C Undang-Undang No 21

Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan terkait pengawasan tentang

Otoritas Jasa keuangan?

2. Bagaimana bentuk Perlindungan Hukum yang diberikan oleh Otoritas Jasa

Keuangan terhadap Lembaga Keuangan di Indonesia?

D. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan Runusan Masalah diatas, maka tujuan penulis yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis apa saja kriteria dari Tindakan lain

dalam Pasal 9 Huruf C Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang

Otoritas Jasa Keuangan terkait pengawasan Otoritas Jasa Keuangan.

2. Untuk mengidnetifikasi dan menganlisis batasan dari pengawasn oleh

Otoritas Jasa Keuangan menurut Pasal 9 Huruf C Undang-Undang No 21

Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.


9

E. MANFAAT PENELITIAN

a. Manfaat Teoritis

Dalam penulisan peneltitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya dalam ilmu hukum

ekonomi dan bisnis. Dapat digunakan sebagai bahan acuan terhadap

penelitian selanjutnya dalam bidang yang sama serta menambah wawasan

tentang apa kriteria dari Tindakan Lain dalam Pasal 9 Huruf C Nomor 21

Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan serta batasan-batasannya.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi Otoritas Jasa Keuangan

Diharapkan Hasil dari Penelitian ini dapat memberikan

informasi dan menjadi acuan serta menjadi sumbangan

pemikiran kepada pihak Otoritas Jasa Keuangan dalam

menerapkan hukum yang berlaku.

2. Bagi Masyarakat

Diharapkan Hasil dari Penelitian ini dapat memberikan

informasi dan pemahaman kepada masyarakat agar dapat

mengetahui apa kriteria dari Tindakan Lain dalam Pasal 9

Huruf C Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang

Otoritas Jasa Keuangan dan batasan-batasannya.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian merupakan bingkai penelitian, yang

menggambarkan batas penelitian, mempersempit permasalahan, dan


10

membatasi area penelitian serta umumnya dipergunakan untuk mempersempit

pembahasan, yaitu hanya sebatas pada permasalahan yang sudah ditetapkan.

Untuk menghindari pembahasan yang meluas dan menyimpang dari

rumusan masalah di atas, maka ruang lingkup pembahasan masalahnya yakni

pada Kekaburan Norma Pasal 9 Huruf C Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2011 Otoritas Jasa Keuangan yang berbunyi “Tindakan Terhadap Lembaga

Jasa Keuangan”.

G. Orisinalitas Penelitian

Tabel 1. Orisinalitas Penelitian

No Nama Judul Rumusan Masalah

1. Intan Shafa Tinjauan Yuridis 1. Apakah kewenangan Otoritas

Permatasari Kewenangan Otirtas Jasa Keuangan dalam

Universitas 17 Jasa Keuangan pemeriksaan PT ASABRI

Agustus 1945 Dalam Pemeriksaan ditinjau dari Undang-Undang

Surabaya (2021) PT ASABRI Nomor 21 Tahun 2011?

2. Apakah dengan berlakunya

pasal 54 Peraturan Pemerintah

(PP) Nomor 102 Tahun 2015

menyebabkan tidak

berlakunya Pasal 6 Huruf C

Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2011?
11

2. Dian Indah Astanti Kewenangan 1. Bagaiamana kajian mengenai

dan Subaidah Ratna Otoritas Jasa kewenangan OJK dalam

Juita Unviversitas Keuangan (OJK) melakukan fungsi

Semarang (2018) dalam melakukan pengawasan Lembaga

fungsi pengawasan perbankan syariah?

pada Lembaga

Perbankan Syariah

3. Rebekka Dosma System Koordinasi 1. Bagaiamana kedudukan Bank

Sinaga, Bismar Antara Bank Indonesia dalam Hukum

Nasution, Mahmud Indonesia Dan Perbankan di Indonesia?

Siregar (2013) Otoritas Jasa 2. Bagaimana Keberadaan

Keuangan Dalam Otoritas Jasa Keuangan

Pengawasan Bank sebagai Lembaga Pengawas

Setelah Lahirnya Jasa keuangan?

Undang-Undang 3. Bagaiamana system

Nomor 21 Tahun koordinasi antara Bank

2011 Otoritas Jasa Indonesia da Otoritas Jasa

Keuangan Keuangan dalam Pengawasan

Bank setelah lahirnya

Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2011 tentang Oritas

Jasa Keuangan?
12

Berdasarkan table orisinalitas diata bahwa penelitian pertama yang

ditulis oleh Intan Shafa Permatasari dari Fakultas Hukum Universitas 17

Agustus yang berjudul Tinjauan Yuridis Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan

Dalam Pemeriksaan PT ASABRI hasil penelitian Otoritas Jasa Keuangan

memiliki kewenangan dalm PT ASABRI ditinjau dari Undang-Undang No 21

Tahun 2011. Sedangkan pada penelitian ini akan membahas mengenai kriteria

Tindakan lain dalam Pasal 9 Huruf C Undang-Undang No 21 Tahun 2011

Tentang Otoritas Jasa Keuangan terkait Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan

dan batasan pengawasan OJK menurut pasal 9 Huruf C Undang-Undang No

21 Tahun 2011 Tnetang Otoritas Jasa Keuangan.

Berdasarkan table orisinalitas diatas bahwa penelitian kedua yang

ditulis oleh Dhian Astanti dan Subaidah Ratna Juita dengan judul Kewenagan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Melakukan Fungsi Pengawasan Pada

Lembaga Perbankan mengenai penjelasan Pasal 69 ayat (1) Huruf a

menegaskan bahwa tugas Bank Indonesia dalam mengatur dan mengaawasi

bank yang dialihkan ke OJK adalah tugas pengaturan dan pengawasan yang

berkaitan dengan microprudential. Sedangkan pada penelitian ini akan

membahas mengenai kriteria Tindakan lain dalam Pasal 9 Huruf C Undang-

Undang No 21 tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan terkait

Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan dan batasan pengawasan OJK menurut

Pasal 9 Huruf C No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.


13

Berdasarkan table orisinalitas diatas bahwa penelitian ketiga yang

ditulis oleh Rebekka Dosma Sinaga, Bismar Nasution, dan Mahmud Siregar

dengan judul system Koordinasi Antara Bank Indonesia dan Otoritas Jasa

Keuangan Dalam Pengawasan Bank Setelah Lahirnya Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pada penelitian ini

bahasan mengenai wewenang dan tangung jawab Otritas Jasa Keuangan,

yang membuat Otoritas Jasa Keuangan menjadi elemen penting dalam arah

perekonomian nasional. Sedangkan pada penelitian ini akan membahas

mengenai kriteria Tindakan lain dalam Pasal 9 Huruf C Undang-Undang No

21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan terkait Pengawasan Otoritas

Jasa Keuangan dan batasan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan menurut

Pasal 9 huruf C Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa

Keuangan.

H. TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Umum Tentang Otoritas Jasa Keuangan

a. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2011, disahkan pada tanggal 22 November

2011 dan diundangkan pada tanggal 22 November 2011. Tanggal 31

Desember 2012 pengaturan dan pengawasan pasar modal dan

Lembaga keuangan non bank lainnya beralih dari Menteri Keuangan

dan Badan Pengawas Pasar Modal ke Otoritas Jasa Keuangan.

Tanggal 31 Desember 2013 Pengaturan dan pengawasan perbankan


14

beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas Jasa

Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK berdasarkan ketentuan

Pasal Angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang

Otoritas Jasa Keuangan adalah Lembaga yang independent dan bebas

dari campur tangan dari pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas,

dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

tentang Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan merupakan

Lembaga independen dan berkedudukan di luar pemerintah sehingga

OJK dalam mengambil keputusan, menjalankan fungsi, tugas dan

wewenangnya bebas dari segala macam intervensi ataupun campur

tangan dari pihak manapun. Sifat indepedensi yang dimiliki OJK

diharapkan mampu memberikan energi positif bagi pelaksaan kegiatan

di sector jasa keuangan.

b. Tugas dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan

1) Tugas Otoritas Jasa Keuangan

Ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

bahwa Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan

pengawasan terhadap:

1. Kegiatan Jasa Keuangan di Sektor Perbankan;


2. Kegiatan Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal; dan
3. Kegiatan Jasa Keuangan di Sektor Perusahaan, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga
Jasa Keuangan Lainnya.
15

OJK mengatur dan mengawal Lembaga keuangan bank dan non bank

sehingga ada penyatuan antara tugas pengaturan dan pengawasan yang

dilaksanakan oleh OJK. Pengawasan harus diimbangi dengan pengaturan.

Tugas pengaturan OJK ditikberatkan pada pemenuhan peraturan

perunddang-undangan di sector jasa keuangan baik perbankan maupun non

bank serta mencegah dan mengurangi kerugian konsumen dan masyarakat,

sedangkan tugas pengawasan OJK ditikberatkan kepada pengawasan

(control) terhadap kegiatan jasa keuangan, pemeriksaan, penyidikan,

perlindungan konsumen dan menetapkan sanksi administratif terhadap pihak

yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.

2) Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan

Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan menetapkan peraturan

pengawasan di sector jasa keuangan dan menetapkan kebijakan mengenai

pelaksanaan tugas OJK. Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam

melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sector perbankan

berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 meliputi:

a) Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang

meliputi:

1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank,


anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan, dan
sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank,
serta pencabutan izin usaha bank; dan
2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan
dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
b) Pengaturan dan pengawasan mengenai Kesehatan bank yang meliputi:
16

1. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio


kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian
kredit, rasio peminjaman terhadapa simpanan dan pencadangan
bank.
2. Laporan bank yang diatur terkait dengan Kesehatan dan kinerja
bank;
3. Sistem informasi debitur;
4. Pengujian kredit (credit testing); dan
5. Standar akuntansi bank.
c) Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank,

meliputi:

1. Manajemen resiko;
2. Tata Kelola bank;
3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan;
dan
5. Pemeriksaan bank.

Otoritas Jasa Keuangan dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi

dan bekerjasama dengan Bank Indonesia. Koordinasi kedua Lembaga

diwujudkan dalam beberapa hal yaitu OJK berkoordinasi dengan Bank

Indonesia dalam pembuatan peraturan pengawasan di bidang perbankan dan

Bank Indonesia Bersama OJK akan bertukar infromasi perbankan, serta

Bank Indonesia dalam kondisi khusus dapat melakukan pemeriksaan kepada

bank setelah berkoordinasi dengan OJK. OJK juga menjaga koordinasi

dengan Lembaga lain yaitu kementrian keuangan dan Lembaga Penjamin

Simpanan dengan tujuan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.6

Penjelasan pasal 7 Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan

mengatakan bahwa pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan,

Kesehatan, aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup

6
Metia Winati Muchda, Maryati dan Dasrol, 2014, “Pengalihan Tugas Pengaturan dan
Pengawasan Perbankan Dari Bank Indonesia Kepada Otoritas Jasa Keuangan
17

pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan

wewenang Otoritas Jasa Keuangan, sedangkan lingkup pengaturan dan

pengawasan microprudential merupakan tugas dan wewenang Bank

Indonesia. OJK membantu Bank Indonesia melakukan pengawasan secara

microprudential melalui himbauan moral kepada sector jasa perbankan,

misalnya menghimbau perbankan pemberi kredit agar berhati-hati dalam

mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar.7

Kewenangan OJK dalam melaksanakan tugas pengaturan

sebagaimana tercantum dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan meliputi:

a. Menetapkan peraturan pelaksana Undang-Undang tentang Otoritas Jasa


Keuangan;
b. Menetapkan peraturan perundang-undangan di sector jasa keuangan;
c. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
d. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sector jasa keuangan;
e. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
f. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis
tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
g. Menetakan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statute
pada Lembaga Jasa Keuangan;
h. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
i. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sector jasa
keuangan.

Kewenangan OJK melaksanakan tugas pengaturan dilaksanakan oleh

pengelola statuter yaitu orang perseorangan atau badan hukum yang

ditetapkan OJK. Pengelola statuter melaksanakn kewenangan OJK, antara

7
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan”,
Jurnal Ekonomi, Vol22/No-02/Juni/2014, Fakultas Hukum Universitas Riau, Riau, hlm. 9.
18

lain untuk memenuhi peraturan perundang-undangan di sector jasa

keuangan, mencegah dan mengurangi kerugian konsumen dan masyarakat,

dan sector jasa keuangan dan/atau pemberantasan kejahatan keuangan yang

dilakukan pihak tertentu di sector jasa keuangan. Langkah yang dilakukan

antara lain melalui penyelamatan kelangsungan usaha Lembaga Jasa

Keuangan tertentu, pengambil alih seluruh kewenangan dan fungsi

manajemen oleh pengelola statuer, pembatalan atau kekayaan atau usaha

dari Lembaga Jasa Keuangan.8 OJK menetapkan peraturan fan kebijakan di

sector jasa keuangan dengan tujuan mencegah terjadinya kejahatan

keuangan dan melindungi kepentingan konsumen dan msayarakat sector

jasa keuangan. Peraturan dan kebijakan yang ditetapkan OJK diharapkan

dapat mendukung terselenggaranya keseluruhan kegiatan di sector jasa

keuangan secara teratur, adil, transparan dan akuntabel serta mampu

mewujudkan sitem keuangan yang tumbuh secara stabil dan berkelanjutan.

Kewenangan OJK dalam tugas pengawasan sebagaimana tercantum

dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomoer 21 Tahun 2011 tentang Otoritas

Jasa Keuanagan meliputii:

a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa


keuangan;
b. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh
Kepala Eksekutif;
c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan
konsumen, dan Tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan,
pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sector jasa
keuangan;
8
Tim Redaksi Tatanusa, Otoritas Jasa Keuangan, PT. Tatanusa, Jakarta, 2012, hlm 15.
19

d. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau


pihak tertentu;
e. Melakukan penunjukan pengelola statuter;
f. Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
g. Menetapkan sanksi administrative terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan; dan
h. Memberikan dana/atau mencabut, izin usaha, izin perorangan,
efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan
melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan
pembubaran, dan penetapan lain sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di sector jasa keuangan.

Sistem pengawasan yang dilakukan oleh OJK adalah sistem

pengawas terintegrasi, artinya seluruh kegiatan di sector jasa keuangan yang

dilakukan oleh Lembaga keuangan tunduk pada sistem pengawasan OJK.

OJK menggantikan Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan secara

microprudential dengan tujuan mencegah terjadinya krisis pada suatu

Lembaga keuangan yang dapat menyebabkan kerugian bagi nasabah atau

investor sebagai konsumen di sector jasa keuangan.

Fungsi pengawasan secara terintegrasi OJK dilakukan dengan

Langkah-langkah persiapan dan periode transisi yang telah ditetapkan,

sehingga pada 1 Januari 2014 OJK telah siap melaksanakan tugas dan

tanggung jawabnya sebagai Lembaga Pengawas Jasa Keuangan secara

terintegrasi. Proses transisi pengawasan industry jasa keuangan di sector

pasar modal dan kegiata jasa keuangan di sector persuransian, dana pension,

24 lembaga pembiayaan, dan Lembaga jasa keuangan lainnya yang

dilakukan oleh Bapepam-LK dialihkan diakhir tahun 2012, tahap kedua

pengawasan bank dialihkan dari Indonesia kepada OJK pada akhir tahun
20

2013.9 Sistem pengawasan yang terintegrasi yang dilaksanakn OJK

difokuskan terhadap semua kegiatan dan aktivitas yang dilakukan dalam

industry jasa keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan perlindungan terhadap

konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Huruf C Undang-Undang

Nomor 21 Tahu 2011, OJK berwenang melakukan Tindakan pencegahan

kerugian konsumen dan masyarakat sesuai dengan ketentuan Pasal 28

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 meliputi:

a. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas

karakteristik sector jasa keuangan, layanan, dan produknya;

b. Meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya

apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan

c. Tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan di sector jasa keuangan.

Perlindungan konsumen menjadi bagian penting OJK dalam

mewujudkan sistem keuangan nasional yang baik. Tingkat kepercayaan

konsumen untuk terlibat dalam industry keuangan akan meningkat karena

hak-hak konsumen dilindungi dan Lembaga jasa keuangan akan

berkembang secara adil, transparan dan akuntabel sehingga akan

mengurangi kejahatan yang dilakukan oleh pelaku usaha jasa keuangan.

Informasi dan edukasi mengenal karakteristik sector jasa keuangan, layanan

dan produknya dilakukan OJK melalui edukasi dan sosialisasi serta


9
Zulkarnain Sitompul, 2012, “Konsepsi Dan Transformasi Otoritas Jasa Keuangan
(Conceptional And Transformation Financial Services Authority)”, Jurnal Legislasi Indonesia,
Vol9/No.03/Oktober/2012, Jakarta, hlm. 28.
21

penyuluhan, dan informasi mengenai Lembaga keuangan yang dilakukan

OJK melalui media massa.

2. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum menurut Philipus M. Hadjon adalah

perlindungan akan harkat serta martabat, dan pengakuan mengenai

hak-hak asasi manusia dari sebuah subjek hukum yang sesuai dengan

hukum. Berkaitan dengan konsumen maka memiliki arti bahwa hukum

memberikan perlindungan terhadap hak-hak konsumen dari suatu hal

yang berakibat adanya pengabaian hak-hak konsumen tersebut. 10

Pendapat lain dari Setiono menyebutkan bahwa perlindungan hukum

adalah sebuah upaya dalam melindungi masyarakat dari perbuatan

yang sesuka hati oleh penguasa yang bertentangan dengan hukum,

perlindungan ini bertujuan agar menciptakan ketertiban serta

ketentraman.11

Dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum merupakan

sebuah upaya melakukan perlindungan terhadap harkat dan martabat

yang dimiliki manusia dan terhadap hak asasi manusia yang mengacu

pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia yang dimana menjelaskan bahwa hak asasi manusia

merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia,

bersifat universal dan hakiki. Oleh karena itu harus dilindungi,

10
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Bagi Rakyat di Indonesia, Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1987, hlm. 1-2.
11
Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2004, hlm. 3.
22

dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dirampas, ataupun

dikurangi oleh siapapun. Kaitannya dengan konsumen berarti

perlindungan hukum terhadap hak-hak konsumen yang dilanggar.

Adapun perlindungan hukum menurut Muchsin dapat dibagi

menjadi 2 yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan

hukum represif.

a. Perlindungan hukum preventif merupakan perlindungan yang

diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah

terjadinya pelanggaran. Perlindungan ini terletak di peraturan

perundang-undangan;

b. Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan yang

sifatnya sudah terjadi, perlindungan berupa sanksi berupa

denda, penjara serta hukuman tambahan apabila sudah terjadi

suatu pelanggaran.12

I. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

Penelitian Hukum Normatif. Penelitian Hukum Normatif yaitu

penelitian doktrinal, pada penelitian hukum jenis ini akan dikonsepkan

sebagai apa yang ditulis dalam Peraturan Undang-Undang (law in

book) atau hukum dikonsepkan sebagai norma yang merupakan

12
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Surakarta;
Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003, hlm. 14.
23

patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.13 Karena hendak

mengkaji Tinjauan Yuridis Terkait Kriteria Tindakan Lain Dalam

Otoritas Jasa Keuangan .

2. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan dua metode pendekatan untuk

mengkaji permasalahan sebagaimana yang telah dikemukakan yaitu:

a. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach)

Pendekatan perundang-undangan yaitu kegiatan yang

meneliti peraturan perundang-undangan, asas-asas, maupun norma-

norma hukum dalam masyarakat, terutama yang berkaitan dengan

tinjauan yuridis terkait kriteria tindakan lain dalam otoritas jasa

keuangan, yang berasal dari undang-undang, buku-buku, dokumen-

dokumen, dan sumber-sumber lainnya.

b. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)

Pendekatan Konseptual yaitu pendekatan yang beranjak dari

perundang-undangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di

dalam ilmu hukum.14

3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

13
Amirudin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet. 7, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 115.
14
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Ed. Rev, Prenada Media Group, Jakarta,
2005, hlm. 133.
24

Dalam penelitian ini menggunakan jenis dan sumber bahan

hukum yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang terdiri dari

peraturan perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki,

KUHPerdata, dan perundang-undangan.15

Berdasarkan teori, maka bahan hukum primer yang

digunakan adalah:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan;

4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan

Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23

Tahun 1999 tentang Bank Indonesia;

5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK/2016

tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi.

b. Bahan Hukum Sekunder

15
Soedjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 13.
25

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti:

buku-buku, referensi yang berupa karya ilmiah, makalah, majalah,

doktrin (pendapat, pandangan).

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder seperti kamus, indeks normatif dan lainnya.16

4. Teknik/Cara Memperoleh Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum atau data sekunder dalam

penelitian hukum normatif dilakukan dengan studi pustaka terhadap

bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, maupun bahan hukum tersier dan atau bahan non-hukum.

Penelusuran bahan hukum tersebut dapat dilakukan dengan membaca,

melihat, mendengarkan, maupun penelusuran bahan hukum melalui

media internet atau website.17

5. Analisis Bahan Hukum

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

metode analisis yang bersifat kualitatif yaitu dengan cara melakukan

interpretasi (penafsiran) terhadap bahan-bahan hukum yang telah

diolah. Penggunaan metode interpretasi (penafsiran) ini bertujuan

untuk menafsirkan hukum, apakah terhadap bahan hukum tersebut


16
Ibid, hlm. 13.
17
Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, Cet. Pertama, Mataram University Press,
Mataram, 2020, hlm. 65.
26

khususnya bahan hukum primer terdapat kekosongan norma hukum,

antinomi norma hukum dan norma hukum yang kabur (penafsiran

tidak jelas).18

Sifat analisis penelitian normatif adalah preskriptif yaitu

memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang dilakukan.

Argumentasi dilakukan untuk memberikan preskripsi atau memberikan

penilaian mengenai benar atau salah atau apa yang seyogyanya atau

seharusnya menurut hukum, (norma hukum, asas dan prinsip hukum,

doktrin atau teori hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum yang

diteliti).

Seluruh bahan hukum yang telah dikumpulkan, kemudian

dipilih dan diolah selanjutnya ditelaah dan dianalisis sesuai dengan isu

hukum yang dihadapi, untuk kemudian menarik suatu kesimpulan.

Untuk penelitian hukum normatif biasanya disimpulkan dengan

menggunakan metode deduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu

permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkrit yang

dihadapi.19

J. Jadwal Penelitian

Ags September Oktober November Desember Jan


N
Uraian Minggu ke
o
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
1 Persiapa

18
Salim HS dan Erlies, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 19.
19
Muhaimin, Op.cit., hlm. 71.
27

n
Pengump
ulan
2
bahan
hukum
Penyusu
3 nan
Proposal
Bimbing
4 an
Proposal
Ujian
5
Proposal
Revisi
6 Ujian
Proposal
Pelaksan
aan
7
Penelitia
n
Penyusu
nan Hasil
8
Penelitia
n
Bimbing
an Hasil
9
Penelitia
n

K. DAFTAR PUSTAKA
28

1. Buku

Ahmad K, Dasar-Dasar Manajemen Investasi dan Portofolio, Rineka

Cipta, Jakarta, 2003.

Christmastianto I. A, Analisis SWOT Implementasi Teknologi

Finansial terhadap Kualitas Layanan Perbankan di

Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 2017.

D. S, Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention), Alumni,

Bandung, 1983

Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif Pendekatan Praktis Penulisan

Proposal dan Laporan Penelitian, UMM Press, Malang,

2010

Daniswara K. H, Hukum Penanaman Modal, PT Raja Grafindo,

Jakarta, 2007

K.S.W, Implikasi Hukum Penerbitan Peraturan OJK Nomor 1 Tahun

2013 terhadap Penyelenggaraan Perlindungan KOnsumen

oleh Industri Jasa Keuangan di Indonesia, Jakarta, 2013

Marzuki P.M, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media

Group, Jakarta, 2008


29

Ningrum I. E, Perlindungan Konsumen atas Kerugian dalam

Penyelenggaraan Peer to Peer Lending (Tunaiku) yang

batal terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan, 2019.

Rahardjo S, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000

Rahmayani N, Tinjauam Hukum Perlindungan Konsumen Terkait

Pengawasan Perusahaan Berbasis Financial Technology

di Indonesia, Paguruyuang Law Journal, 2018

Samsul I, Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan, Negara Hukum,

2013

Santoso T. B. dan Nuritmo, Bank dan Lembaga Keuangan Lain,

Salemba IV, Jakarta, 2014

Soekanto S, Perbandingan Hukum, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 1990

Soekanto S, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2000.

Sugono B, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2003

Suratman A. R. Hukum Investasi dan Pasar Modal, Sinar Grafika,

Jakarta, 2011

Tika M. P. Metode Riset Bisnis, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2006


30

Website
Abdila, R. (2021, Juli 23). Retrieved from Tribunews:
https://www.tribunnews.com/bisnis/2021/07/23/investasi-emas-berbasis-
aplikasi-makin-diminati-di-masa-pandemi

Anda mungkin juga menyukai