Anda di halaman 1dari 6

LATER BELAKANG

Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar
dan pembentukan nodulus degeneratif. Lebih dari 40% pasien sirosis hepatis asimptomatik dan
sering ditemukan pada waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi.

Penelitian epidemiologis di negara maju, sirosis hepatis merupakan penyebab kematian


terbesar ketiga pada pasien yang berusia 45- 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker). Angka kejadian sirosis hepatis dari hasil otopsi sekitar 2,4% di negara Barat, sedangkan
di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk dan menimbulkan sekitar 35.000 kematian
pertahun.

Sirosis hati meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas di negara-negara maju.


Keseluruhan mortalitas sirosis di dunia diperkirakan 1.030.000 penduduk per tahun. Sirosis hati
merupakan penyebab keempat mortalitas di Eropa Tengah, 170. 000 penduduk per tahun di
Eropa, dan 33.539 penduduk per tahun di Amerika. Di Indonesia, sirosis hati banyak
dihubungkan dengan infeksi virus hepatitis B dan C karena penyalahgunaan alkohol lebih jarang
terjadi dibandingkan negara-negara barat. Sekitar 57%, pasien sirosis hati terinfeksi hepatitis B
atau C. South East Asia Regional Office (SEARO) tahun 2011 melaporkan sekitar 5,6 juta orang
di Asia Tenggara adalah pembawa hepatitis B, sedangkan sekitar 480.000 orang pembawa
hepatitis C.

Data WHO tahun 2011 mencatat sebanyak 738.000 pasien dunia meninggal akibat Sirosis
Hepatis. Menurut hasil dari Riskesdas tahun 2013 bahwa jumlah orang yang di diagnosis sirosis
hepatis di fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan gejala-gejala yang ada, menunjukan
peningkatan 2 kali lipat apabila di bandingkan dari data tahun 2007 dan 2013, hal ini dapat
memberikan petunjuk awal kepada kita tentang upaya pengendalian di masa lalu, peningkatan
akses, potensial masalah di masa yang akan datang apabila tidak segera di lakukan upaya-upaya
serius. Pada tahun 2007, lima provinsi dengan prevalensi sirosis hepatis tertinggi adalah Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Aceh, Gorontalo, dan Papua Barat sedangkan pada tahun
2013 lima provinsi dengan prevalensi tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.
Berdasarkan hasil penelitian yang di himpun Riskesdas di dapat data yang dapat diamati
karakteristik prevalensi sirosis hepatis tertinggi terdapat pada kelompok umur 45-54 dan 65-74
tahun (1.4 %). Penderita sirosis hepatis baik laki-laki maupun perempuan proporsinya tidak
berbeda secara bermakna. Jenis pekerjaan juga mempengaruhi prevalensi sirosis hepatis,
penderita sirosis hepatis banyak di temukan pada sektor pekerjaan sebagai petani/nelayan/buruh
di bandingkan jenis pekerjaan yang lain. Angka kejadian sirosis hepatis di Jawa Tengah tertinggi
pada tahun 2013 ada di daerah Sukoharjo kec. Kartosuro yaitu terjadi 26 kasus sirosis hepatis.

Etiologi dari terjadi sirosis antara lain karena sering mengkonsumsi alkohol, infeksi virus
hepatitis B serta infeksi virus hepatitis C. Virus hepatitis C (HCV) dan alkohol mewakili dua
penyebab paling umum dari sirosis dan indikasi untuk transplantasi hati di Amerika Serikat.
Sekitar 10% -15% dari transplantasi hati dilakukan di Amerika Serikat adalah untuk pasien
dengan sirosis karena gabungan alkohol dan infeksi HCV.

Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel
stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan
pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan
perubahan proses 2 keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus
menerus (misal hepatitis virus, bahan – bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel
yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam
sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.

Beberapa faktor penyebab sirosis hepatis di Indonesia terutama akibat infeksi virus
hepatitis B dan C, Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan bahwa virus hepatitis B
menyebabkan sirosis sebesar 40%-50% dan virus hepatitis C 30%- 40%, sedangkan 10%-20%
penyebabnya tidak diketahui, alkohol sebagai penyebab sirosis hepatis di Indonesia mungkin
frekuensinya kecil sekali karena belum ada data penelitian yang pasti.

Perjalanan penyakit sirosis hepatis lambat, asimtomatis dan seringkali tidak dicurigai
sampai munculnya komplikasi penyakit hati yang lain. Secara klinis sirosis hepatis dibagi
menjadi sirosis hepatis kompensata yaitu belum ada gejala klinis yang nyata dan dekompensata
apabila telah tampak gejala klinis yang nyata. Sebagian besar penderita yang datang ke klinik
biasanya sudah dalam stadium dekompensata dengan berbagai komplikasi. Diagnosis sirosis
hepatis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
Gejala klinis utama dan lanjut dari sirosis hepatis ini terjadi akibat dua tipe gangguan fisiologis,
yaitu gagal sel hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal sel hati mencakup ikterus, gangguan
endokrin, gangguan hematologik, edema perifer, fetor hepatikum, dan ensefalopati hepatik,
sedangkan manifestasi yang berkaitan dengan hipertensi portal yaitu splenomegali, varises
esofagus dan lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral lain. Pemeriksaan laboratorium pada
sirosis hepatis didapatkan adanya penurunan jumlah trombosit, Penurunan jumlah trombosit
terjadi akibat keadaan infeksi kronis yang menyebabkan penekanan pada sumsum tulang
sehingga terjadi penurunan jumlah trombosi. Pasien sirosis hepatis dapat mengalami
trombositopenia yang disebabkan karena adanya peningkatan sekuestrasi trombosit di dalam
limpa akibat splenomegali ataupun karena menurunnya produksi trombopoetin di hati akibat
kerusakan hati yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurdjanah S, Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S editor


(penyunting). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2016.
2. Lindseth GN, Hartanto P, Wulansari ND, A Mahanani. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2015.
3. Chung V. Systemic Therapy for Hepatocellular Carcinoma and Cholangiocarcinoma.
Surgical Oncology Clinics. 2015.
4. Tambunan A, Mulyadi Y, Kahtan MI. Karakteristik pasien sirosis hati di RSUP Dr.
Soedarso Pontianak periode Januari 2008 - Desember 2010. Jurnal Mahasiswa PSPD FK
Universitas Tanjungpura. 2013.
PROGNOSIS

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi,


beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Prognosis sirosis hati
dapat diukur dengan kriteria ChildTurcotte-Pugh.
Kriteria Child-Turcotte-Pugh
Kriteria Child-Turcotte-Pugh merupakan modifikasi dari kriteria ChildPugh, banyak
digunakan oleh para ahli hepatologi saat ini. Kriteria ini digunakan untuk mengukur derajat
kerusakan hati dalam menegakkan prognosis kasus-kasus kegagalan hati kronik.

a) Child-Turcotte-Pugh A : 5-6 (prognosis baik).


b) Child-Turcotte-Pugh B : 7-9 (prognosis sedang).
c) Child-Turcotte-Pugh C : 10-15 (prognosis buruk).
DAFTAR PUSTAKA

1. Karjadi T, Widjaja F. Penatalaksanaan Pasien Sirosis Hepatis. Journal Indonesia


Medicine Association, Volum: 6. Oktober 2011. Jakarta: FK UI.

Anda mungkin juga menyukai