Anda di halaman 1dari 12

TUGAS INDIVIDU

FARMAKOTERAPI II

“SIROSIS HEPATIK”

DISUSUN OLEH :

NAMA : MUH. MUADZ ABDI ASSHIDIQ RAHMAN

KELAS : C

NIM : O1A1 18 136

DOSEN : apt. SUNANDAR IHSAN, S.Farm., M.Sc.

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
SIROSIS
Definisi
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya perkembangan histologis dari
nodul-nodul regeneratif yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang berakibat pada tejadinya hipertensi
portal dan penyakit hati tahap akhir (Schuppan,D.and Afdhal, NH. 2008).

Epidemiologi
SH memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi, dimana SH merupakan penyebab tertinggi
kematian ke-14 di dunia, ke-4 di Eropa tengah, dan ke-12 di Amerika Serikat. Tingkat mortalitas SH
diperkirakan sekitar 9,7 per 100.000 orang. SH menyebabkan 1,03 juta kematian setiap tahunnya di
dunia dan kurang lebih sebanyak 170.000 kematian per tahun di Eropa (Peng et al., 2016; Starr, SP. And
Raines, D. 2011).SH merupakan indiokasi utama dari 5500 transpalantasi hati setiap tahunnya di Eropa.
Di Amerika Serikat tercatat sebanyak 33.539 kematian per tahun oleh karena SH. Prevalensi SH
diestimasikan sekitar 0–3% pada program penapisan di Perancis dan insidensi per tahun adalah sekitar
15,3 sampai dengan 132,6 per 100.000 orang pada sebuah penelitian di Inggris dan Swedia. Prevalensi
SH kemungkinan bisa lebih besar dari data-data yang tercatat karena SH pada tahap awal bersifat tak
memberikan gejala sehingga tak terdiagnosis (Tsochatzis et al., 2014).
Sejumlah lebih dari 40 persen kasus-kasus SH adalah kasus yang tidak bergejala atau
asymptomatic. Banyak kasus-kasus SH ini ditemukan secara kebetulan atau tidak disengaja pada saat
pemeriksaan kesehatan rutin, pemeriksaan radiologi, ataupun pada saat otopsi. Pada tahun 2000 di
Amerika Serikat terdapat sekitar 360.000 pasien yang dirawat terkait dengan SH dan kegagalan hati
(Hidelbaugh et al., 2006). Prevalensi SH di Indonesia belum diketahui secara jelas, hanya berdasarkan
pada laporan-laporan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pemerintah saja. Di Indonesia,
angka kematian akibat SH masih tergolong cukup tinggi. Bila melihat data profil kesehatan DIY tahun
2008, SH masih masuk dalam 10 besar penyebab mortalitas paling tinggi di provinsi DIY dengan
prevalensi sebesar 1,87% pada urutan ke-9. Pada penelitian di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun
2007 tercatatada 637 pasien SH dengan angka mortalitas sebesar 9,7%.
Adapun perbandingan prevalensi sirosis pada laki-laki dan perempuan adalah sekitar 2,1 : 1
dengan usia rata-rata 44 tahun (Patasik et al., 2015). Data yang diambil pada tahun 2004 di RSUP
Samarinda selama 1 tahun dicatat ada 30 penderita SH dan juga di RS Sardjito Yogyakarta tercatat
jumlah pasien SH adalah sekitar 4,1% dari pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam selama periode
1 tahun. Di Medan, dijumpai pasien SH adalah sejumlah 819 orang (4%) dari seluruh pasien yang dirawat
di bagian penyakit dalam selama periode waktu 4 tahun (Nurdjanah S, 2006).

Etiologi
Etiologi dari sirosis dapat diidentifikasi dengan mengetahui riwayat penyakit pasien digabung
dengan evaluasi serologis dan histologis. Penyakit hati karena alkohol dan hepatitis C adalah penyebab
SH paling sering di dunia barat, sementara hepatitis B banyak dijumpai sebagai penyebab SH di sebagian
besar kawasan Asia dan Afrika sub-Sahara. Setelah identifikasi virus hepatitis C pada tahun 1989 dan
kejadian nonalcoholic steatohepatitis (NASH) pada penderita obesitas dan diabetes, diagnosis SH tanpa
sebab yang jelas (cryptogenic cirrhosis) sudah sangat jarang dibuat (Schuppan,D.and Afdhal, NH. 2008).
Kepustakaan lain oleh Hidelbaugh dan kawan-kawan juga menyebutkan penyebab terbanyak SH
adalah penyalahgunaan alkohol, hepatitis virus kronik, dan perlemakan hati yang mengakibatkan
timbulnya NASH (nonalcoholic steatoheopatitis) (Hidelbaugh et al., 2006). Tabel 2.1. Etiologi umum SH
(Starr, SP. and Raines, D. 2011) Etiologi umum dari SH Inflamasi Viral (hepatitis B 15% dan hepatitis C
47%) Schistosomiasis Autoimun Sarkoidosis Toksin Alkohol Methotrexate Genetik/kongenital Primary
biliary cirrhosis Αlpha 1-antitrypsin deficiency Hemochromatosis Nonalcoholic fatty liver disease Wilson
disease Congestive heart failure Venooclusive disease Budd-Chiari syndrome Tak diketahui (14%) 10
Sangat penting untuk mengetahui etiologi SH karena dapat memperediksi komplikasi-komplikasi dan
keputusan-keputusan langsung tentang terapi. Selain itu etiologi SH juga penting diketahui karena dapat
dijadikan sebagai dasar diskusi untuk tindakan-tindakan pencegahan, misalnya anggota keluarga dari
pasien dengan alcoholic cirrhosis atau hepatitis viral kronik, dan pertimbangan untuk dilakukannya tes
genetik ataupun tindakan pencegahan untuk kerabat dari pasien dengan penyakit-penyakit genetik
tertentu seperti hemochromatosis atau Wilson’s disease (Schuppan,D.and Afdhal, NH. 2008).

Patogenesis
Transisi dari penyakit hati kronik ke sirosis melibatkan peradangan, aktivasi dari hepatic stellate
cells dengan kejadian fibrogenesis, angiogenesis, dan lesi-lesi kematian parenkim yang disebabkan
adanya hambatan vaskular. Proses ini menyebabkan perubahan mikrovaskular yang ditandai oleh
sinusoidal remodelling (deposisi matriks ekstraselular dari sel-sel stelata aktif yang berproliferasi
sehingga menyebabkan proses kapilarisasi dari sinusoid hati), formasi dari intrahepatic shunts (karena
adanya angiogenesis dan hilangnya selsel parenkimal), dan disfungsi endotelial hati. Disfungsi endotelial
ditandai oleh kurangnya pelepasan vasodilator-vasodilator, dimana yang terpenting adalah nitric oxide
(NO). Pelepasan dari NO dihambat oleh rendahnya aktivitas dari endothelial nitric oxide synthetase
(terjadi karena kurangnya protein-kinase-Bdependent phosphorylation, kurangnya kofaktor-kofaktor,
adanya peningkatan scavengingkarena adanya stres oksidatif, dan tingginya konsentrasi dari inhibitor
endogen dari NO), seiring dengan peningkatan produksi vasokonstriktor (terutama 11 stimulasi
adrenergik dan thromboxan A2), serta aktivasi dari sistem renin angiotensin, antidiuretic hormone, dan
endothelins (Tsochatzis et al., 2014).
Peningkatan tahanan hati terhadap aliran darah portal adalah faktor utama yang meningkatkan
tekanan portal pada SH. Hal tersebut dihasilkan dari kombinasi dari gangguan-gangguan struktural yang
diasosiasikan dengan penyakit hati tahap lanjut dan dari abnormalitas-abnormalitas fungsional yang
menyebabkan disfungsi endotelial dan peningkatan hepatic vascular tone; tekanan portal mungkin
dapat dikurangi sebanyak 30% bila abnormalitas fungsional ini dikoreksi. Mekanisme molekular dari
abnormalitas-abnormalitas ini sekarang sedang berusaha untuk digambarkan dan merupakan target
baru dalam hal terapi. Vasodilatasi splanchnic dengan peningkatan aliran masuk darah ke dalam sistem
vena portal berkontribusi memperberat peningkatan tekanan portal. Vasodilatasi splanchnic adalah
respon adaptif terhadap perubahan pada hemodinamik intrahepatal dalam kasus SH. Mekanismenya
berlawanan langsung dengan peningkatan hepatic vascular tone. Karena adanya mekanisme yang
berlawanan ini, usaha-usaha untuk mengoreksi hipertensi portal dengan aksi pada tahanan hati atau
aliran masuk darah portal seharusnya didasarkan secara ideal pada strategistrategi yang bersifat
seselektif mungkin pada sirkulasi intrahepatal atau splancnic. Pada SH tahap lanjut, vasodilatasi
splancnic terlalu intens untuk menentukan hyperdynamic splanchnic dan sirkulasi sistemik, dimana
bersamasama dengan hipertensi portal memiliki peran utama dalam patogenesis dari asites dan
sindrom hepatorenal.Vasodilatasi sistemik lebih lanjutnya akan menyebabkan pulmonary
ventilation/perfution mismatch yang pada kasus berat menyebabkan 12 sindrom hepatopulmonar dan
hipoksemia arteri. Hipertensi portopulmonar ditandai oleh vasokonstriksi paru, yang dipikirkan terjadi
karena disfungsi endotelial dalam sirkulasi paru. Formasi dan peningkatan varises didorong oleh faktor-
faktor anatomis, peningkatan tekanan portal, peningkatan aliran darah kolateral, dan oleh angiogenesis
yang bergantung pada vascular endothelial growth factor (VEGF), yang kesemuanya berkontribusi pada
perdarahan variceal. Pelebaran dari pembuluh mukosa gaster menyebabkan portal-hypertensive
gastropathy. Sebagai tambahan, adanya shunting dari darah portal ke sirkulasi sistemik adalah penyebab
utama dari hepatic encephalopathy, penurunan first pass effect dari obat-obatan oral, dan penurunan
fungsi sistem retikuloendotelial. Bagaimanapun juga, kapilarisasi dari sinusoid-sinusoid dan shunts
intrahepatal juga penting karena perubahan ini mempengaruhi perfusi efektif hepatosit, dimana hal
tersebut adalah penentu utama dari kegagalan hati (Tsochatzis et al., 2014).
Peningkatan hepatic resistance Faktor-faktor anatomis Abnormalitas fungsional Fibrogenesis
Disfungsi endotelial Angiogenesis ↓NO, ↑thromboxane, ↑endothelin PELS
↑norepinephrine/angiotensin 2 Kapilarisasi sinusoidal ↑hepatic vascular tone Gagal hati Vasodilatasi
splanchnic Respon adaptif ↑NO, ↑CO/endocannabin/glukagon ↓Respon vasokonstriktor VEGF-driven
angiogenesis ↑Portal inflow Formasi varises dan kolateralkolateral portal sistemik lain Peningkatan
tekanan portal Faktor-faktor anatomi lokal VEGF-driven angiogenesis Perdarahan variseal Portal-
hypertensive gastropathy Hepatopulmonary syndrome Disfungsi endotelial Hipertensi portopulmonary
Vasodilatasi perifer Aktivasi faktor vasoaktif Retensi sodium Asites sindrom hepatorenal Portal-systemic
encephalopathy ↓First pass effect ↓Fungsi RES dan ↑Ammonia 13 2.1.5 Gambaran Klinis SH seringkali
tak bergejala dan tak dicurigai sampai komplikasikomplikasinya muncul. Banyak kasus dari SH yang tak
bergejala ini tidak pernah mendapat perhatian klinik dan sering ditemukan saat otopsi. Diagnosis dari SH
yang tak bergejala ini biasanya terjadi secara kebetulan pada tes-tes penapisan seperti pemeriksaan
transaminase hati atau pada hasil temuan radiologis yang mengarahkan pasien terhadap penyakit hati
sehingga pasien dievaluasi lebih lanjut lagi (Schuppan,D.and Afdhal, NH. 2008). Gambaran klinis SH
secara umum dapat disebabkan oleh timbulnya kegagalan faal hati dan adanya hipertensi portal
(Sherlock et al., 2002; Hidelbaugh et al.,2006).

KASUS FARMAKOTERAPI SIROSIS HATI


Kasus :
Seorang lelaki umur 45 tahun sudah menikah dengan 2 orang anak, sebagai pekerja
konstruksi masuk IGD dibawa oleh keluarganya. Menurut keluarganya dia mabuk berat sudah 4
hari sejak kehilangan pekerjaan (karena corona?) dan terlihat tertekan dan suka uring-
uringan/marah-marah. Dia hipertensi sudah 7 tahun dan hipertrigliseridemia. Pernah operasi
adenoidnya dan alergi pensilin. Pengguna alcohol sejak masih muda. Dia juga menggunakan
metoprolol tartat dan tiap hari NSAID.
Pemeriksaan fisik :
TD 88/68 mm Hg, Nadi 76 kali/menit, S 37.3°C, Pernapasan 18 kali/menit, saturasi oksigen 98%
(0.98) di suhu ruangan. TB 175 cm, BB 76 kg, BMI 24.8 kg/m2
Pemeriksaan mata terdapat pergerakan ekstraokuler dan icterus serta jaundice.
Perut nyeri dan tegang/keras terdengar bunyi serta pembesaran limpa dan hepar, juga ascites.
Juga terjadi pembengkakan kaki.

Hasil pemeriksaan lab:


Sodium 123 mEq/L (123 mmol/L) Albumin 1.7 g/dL (17 g/L)
Potassium 2.9 mEq/L (2.9 mmol/L) Total bilirubin 3.8 mg/dL (65.0 µmol/L)
Chloride 97 mEq/L (97 mmol/L) Alkphos 213 IU/L (3.55 µkat/L)
Bikarbonat 17 mEq/L (17 mmol/L) AST 137 IU/L (2.28 µkat/L)
BUN 8 mg/dL (2.9 mmol/L) ALT 66 IU/L (1.10 µkat/L)
SCr 0.8 mg/dL (71 µmol/L) INR 1.8
Glukosa 114 mg/dL (6.3 mmol/L) PT 19 detik
Hemoglobin 7.6 g/dL (76 g/L; 4.72 mmol/L) GGT 163 IU/L (2.72 µkat/L)
Hematocrit 23% (0.23) LDH 187 IU/L (3.12 µkat/L)
WBC 7.2 × 103/mm3 (7.2 × 109/L) Serum NH372 mcg/dL (42 µmol/L)
Platelets 82 × 103/mm3 (82 × 109/L) Blood alcohol content 0.08 g/dL (17
mmol/L)
Pertanyaan:

A. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PASIEN

Menentukan permasalahan (memberikan kesimpulan) khas pasien berdasarkan diagnosis dokter,


data subyektif dan obyektif pasien, data laboratorium, hasil pemeriksaan fisik serta riwayat
terapi, penyakit serta riwayat sosial pasien.
1) Apa simtom yang menunjukan sirosis dan apa faktor risiko sirosis?
2) Apa nilai lab yang menunjukan sirosis?
3) Apa yang menyebabkan perubahan mental pasien?

B. TATALAKSANA TERAPI
Penentuan rekomendasi terapi berdasarkan tujuan terapi, strategi terapi serta hasil evaluasi obat
terpilih yang akan dijadikan dasar/alasan pemilihan obat pada pasien baik terapi non farmakologi
maupun terapi farmakologi pada pasien.
4) Tentukan terapi non farmakologi dan farmakologi pasien?

C. KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI/KIE

Adalah saran dan informasi pada pasien terkait penyakit (apa yang harus dilakukan dan
dihindari), dan obat yang telah direkomendasikan bagaimana perlakuannya-cara penggunaan,
yang dihindari terkait pengobatan dsb (termasuk terapi non farmakologi itu bagaimana
realisasinya).

D. MONITORING DAN FOLLOW UP

Monitoring Efek Samping Obat/MESO yaitu obat yang telah dipilihkan pada pasien serta
monitoring efektivitas obatnya yaitu parameter keberhasilan terapi dari obat yang terpilih
tersebut dalam hal ini dengan kata lain parameter kesembuhan penyakit (dari tanda dan
gejalanya) termasuk data lab yang menjadi indicator penyakitnya.
PENYELESAIAN

A. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PASIEN


1) Apa simtom yang menunjukan sirosis dan apa faktor risiko sirosis?
Jawab :
Simtom/Gejala :
 Perut nyeri dan tegang/keras terdengar bunyi
Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan
baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati
(kapsula Glissoni).
 Pembesaran Limpa dan Hepar
Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat
diketahui melalui palpasi. Pembesaran hati mendesak diafragma. Hati membesar
sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan
 Pembengkakan Kaki (Edema Kaki)
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk
pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Edema umumnya timbul setelah timbulnya
asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
 Ascites
Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus.
Cairan yang kaya protein akan menumpuk dirongga peritoneal dan menyebabkan
asites. Faktor paling utama terjadinya asites karena adanya gangguan ekskresi
natrium ginjal sehingga terjadi kelebihan natrium dan juga kelebihan air
menyebabkan perluasan dari volume cairan ke ekstrasel
Faktor risiko :
 Konsumsi Alkohol
Penyakit hati terkait alkohol adalah kerusakan hati akibat konsumsi alkohol yang
berlebihan dan dalam waktu lama. Konsumsi alkohol seperti itu dapat menyebabkan
hati mengalami peradangan, pembengkakan, serta jaringan parut atau sirosis yang
merupakan tahap akhir penyakit hati. Penyakit hati terkait alkohol sering kali baru
terdeteksi setelah hati mengalami kerusakan lebih lanjut.
 Usia
Kejadian SH (Sirosis Hepati) lebih banyak ditemukan di laki-laki pada usia 30–60
tahun dan puncaknya pada usia 40–49 tahun. Hal ini dikarenakan semakin
meningkatnya usia semakin menurun pula fungsi organ tubuh. Penurunan ini
mengakibatkan fungsi organ tubuh tidak dapat bekerja secara maksimal serta dapat
mempengaruhi organ lain dan memicu komplikasi. Semakin bertambahnya usia maka
risiko untuk terjadinya sirosis semakin meningkat dikaitkan dengan proses degenerasi
sel hepatosit.
 Hipertrigliseridemia
Hipertrigliseridemia terjadi akibat peningkatan ALB yang masuk di hati
menyebabkan perlemakan hati. Penumpukan abnormal tersebut ika dibiarkan tanpa
pengobatan, dapat memicu peradangan hati yang menimbulkan jaringan parut
(fibrosis), bahkan dapat mengarah pada kondisi sirosis, yaitu terbentuknya jaringan
parut luas yang merusak struktur hati dan mengganggu fungsi hati.

2) Apa nilai lab yang menunjukan sirosis?


Jawab :
 Sodium 123 mEq/L (123 mmol/L)
 AST 137 IU/L (2.28 µkat/L) dan ALT 66 IU/L (1.10 µkat/L)
 GGT 163 IU/L (2.72 µkat/L)
 Total bilirubin 3.8 mg/dL (65.0 µmol/L)
 Albumin 1.7 g/dL (17 g/L)
 Platelets 82 × 103/mm3 (82 × 109/L
 PT 19 detik
 Alkphos 213 IU/L (3.55 µkat/L)
Dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami sirosis dekompensata karena
mengalami gejala yang jelas epertei mata menguning dan pembengkakan pada hati.
3) Apa yang menyebabkan perubahan mental pasien?
Jawab :
Ketika mengalami sirosis hati, kadar amonia yang dimiliki seseorang menjadi tinggi di
dalam aliran darah dan otak, sehingga menyebabkan kondisi ensefalopati hepatik.
Akibatnya amonia masuk ke dalam darah, menuju otak, dan menyebabkan gejala yang
mengganggu fungsi otak. Ensefalopati hepatik ditandai dengan perubahan kepribadian,
gangguan intelektual, dan berbagai tingkat penurunan kesadaran. 

B. TATALAKSANA TERAPI
Tujuan Terapi : Tujuan utama pada penatalaksanaan sirosis menghentikan
kerusakan hati dan mencegah komplikasi.

1. Terapi Non Farmakologi


 Menghentikan konsumsi alkohol karena dapat memperburuk penyakit
 Diet protein sesuai fase ensefalopati hepatik (diet kaya asam amino rantai cabang).
Pengobatan untuk mengurangi produksi amonia dalam usus dapat dilakukan dengan
diet rendah protein untuk pasien dengan sirosis.
 Kolektomi total untuk mengurangi absorbsi kandungan nitrogen di usus.

2. Terapi Farmakologi
Pada Kasus ini pasien mengalami sirosis. Propranolol merupakan salah satu
terapi yang ditujukan untuk menurunkan tekanan portal pada pasien sirosis hati,
sebagai akibat penurunan aliran semenit jantung dan aliran darah ke dalam hati.
Propranolol
Golongan Obat
 Beta bloker non selective
Mekanisme kerja
Propranolol merupakan penghambat reseptor β1 dan β2. Propranolol menghambat
agonis β secara kompetitif dan berikatan dengan reseptor β1 dan β2, sehingga efek
kronotropik, inotropik, dan respon vasodilator dari stimulasi β-adrenergik menurun.
Hal ini menyebabkan penurunan denyut jantung, kontraktilitas miokardial, tekanan
darah, dan kebutuhan oksigen miokard.
Dosis
10 sampai 20 mg sekali atau dua kali sehari.
Efek samping
Mual dan muntah Konstipasi Diare Lelah yang berlebihan Gangguan tidur, seperti
insomnia Impotensi

C. KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI/KIE


1. Jangan merokok selama menjalani pengobatan dengan propranolol, karena dapat
mengurangi efektivitas obat.
2. Jika lupa mengonsumsi propranolol, segera minum ketika Anda ingat. Jika sudah
mendekati waktu dosis berikutnya, lewati dosis yang terlewat. Jangan menggandakan
dosis propranolol untuk menggantikan dosis yang terlewat.
3. Pada pasien yang memakai terapi laktulosa, titrasi dosis untuk mencapai dua hingga
empat buang air besar lunak setiap hari.
4. Tidak mengonsumsi NSAID karen dapat menurukan efektivitas obat antihipertensi

D. MONITORING DAN FOLLOW UP


1. Monitoring dilakukan dengan dua langkah yaitu memonitoring efek obat setelah
dikonsumsi dan memonitoring kesehatan pasien.
2. Dilakukan pemantauan terhadap kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat.
3. Evaluasi dan monitoring tanda dan gejala HE. Perubahan status mental mungkin tidak
kentara; menanyakan anggota keluarga atau pengasuh tentang kebingungan atau
perubahan kepribadian dapat mengungkapkan HE ringan bahkan jika pasien tidak
menyadari defisit.
DAFTAR PUSTAKA

Dipiro, J. T., Robert, T. L., Gary, C. Y., Gary, R. M., Barbara, G. W., dan L. Michael, P., 2011,
Pharmacotherapy 8thed, McGraw Hill : New York.

Lovena, A., Saptino, M., dan Efrida., 2017. Karakteristik Pasien Sirosis Hepatis di RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, Vol 6 (1).

Nurdjanah, S. (2015). Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta:
InternaPublishing

Tripathi, D., & Hayes, P. C. (2014). Beta-blockers in portal hypertension: New developments
and controversies. In Liver International. https://doi.org/10.1111/liv.12360

Wahyudo, R., 2014. A 78 Years Old Woman With Hepatic Cirrhosis. J Medula Unila, Vol. 3 (1).

Anda mungkin juga menyukai