Abdullah
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis
ABSTRAK
Sirosis hati adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan terbentuknya jaringan parut
pada hati sebagai akibat dari kerusakan hati yang terus menerus dan berkepanjangan.4
Penyebabnya beraneka ragam namun mayoritas pada penduduk Indonesia merupakan
penderita penyakit hati kronis yang disebabkan oleh virus hepatitis B.8 Sirosis hepatis
kompensata seringkali muncul tanpa gejala dan dekompensata dengan gejala salah satunya
hematemesis melena akibat hipertensi portal serta kegagalan organ hati.10,11 Penanganan
pada pasien ini prinsipnya adalah mengurangi progesifitas penyakit, menghindarkan dari
bahan-bahan yang dapat merusak hati, pencegahan, serta penanganan komplikasi 1,10
Prognosis menggunakan sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh1
Kata kunci: Sirosis hepatis, Hepatitis B, Hematemesis Melena, Penanganan Komplikasi
Liver cirrhosis is a medical condition characterized by the formation of scar tissue in the
liver as a result of continuous and prolonged liver damage.4 The causes are varied but the
majority of the Indonesian population are sufferers of chronic liver disease caused by the
hepatitis B virus.8 Compensated hepatic cirrhosis often appears asymptomatic and
decompensated with symptoms, one of which is hematemesis melena due to portal
hypertension and liver failure. 10,11 The principle of treatment for these patients is to
reduce disease progression, avoid substances that can damage the liver, prevent and treat
complications 1, 10 Prognosis using the Child-Turcotte-Pugh1 classification system.
Pendahuluan
Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab
tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C
dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan
termasuk kelompok virus bukan B dan C.Indonesia merupakan negara dengan endemisitas
tinggi hepatitis B,kedua terbesar di negara South East Asian Region(SEAR) setelah
Myanmar.Berdasarkan hasil riset Kesehatan dasar (Riskesdas), studi dan saring uji darah
donor PMI diperkiranakan pada 100 orang Indonesia,10 orang diantaranya terinfeksi
hepatitis B atau C.Sehingga saat ini diperkirakan terdapat 28 juta penduduk Indonesia yang
terinfeksi hepatitis B dan C,14juta diantaranya berpotensi menjadi kronis dan sering
berujung dengan sirosis hepatis.Sebanyak 1,4 juta orang yang mengalami hepatitis kronis
berpotensi menjadi kanker hati.Besaran masalah tersebut tentuanya akan berdampak
padakesehatan masyarakat,mproduktivitas,umur harapan hidup,dan dampak sosial ekonomi
lainnya.Sirosis hepatis merupakan fenomena gunung es,dimana penderita tercatat atau yang
datang ke layanan kesehatan lebih sedikit dari jumlah penderita sesungguhnya.Mengingat
penyakit ini adalah penyakit kronis dan menahun,dimana pada saat orang tersebut
terinfeksi,kondisi masih sehat namun dan belommenunjukan gejala,tetapi penularan terus
berjalan.13
Kasus kunjungan pasien dengan sirosis hepatis di RSUD Ciamis termasuk salah satu
yang terbanyak dibagian ilmu penyakit dalam.Kebanyakan pasien yang datang sudah tahap
lanjut,bahkan sampai tahap komplikasi, baru pasien mulai berobat sehingga memperburuk
kondisi prognosis.Berdasarkan hal tersebut kasus sirosis hepatis diangkat untuk dibuat
laporan kasusnya.
Laporan Kasus
Pasien Rusliana, laki-laki, 64 tahun, petani, Ciamis, Jawa Barat. Pasien memiliki
keluhan muntah darah. Pasien datang sadar dan diantar oleh keluarga ke IGD RSUD
Ciamis pada tanggal 17 Desember 2020 mengeluh muntah darah. Keluhan mulai dirasakan
pasien sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Muntah darah kurang lebih frekuensi 2
kali per hari dan volume kira-kira 1/4 gelas setiap muntah. Muntah berwarna
kehitaman..Keluhan dirasakan semakin hari semakin sering, akhirnya pasien di bawa ke
IGD.
Pasien juga mengeluh buang air besar berwarna hitam sejak 15 hari yang lalu
namun memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Buang air besar berwarna hitam
pekat dan konsistensinya lembek.Buang air besar kurang lebih frekuensi 3 kali per hari.
Keluhan juga disertai nyeri ulu hati yang dirasakan sejak 15 hari yang lalu dan gejalanya
hilang timbul. Buang air kecil dikatakan berwarna kuning, dengan frekuensi 4-5 kali per
hari dan. Rasa nyeri ketika buang air kecil disangkal oleh pasien.
Pasien mengalami juga keluhan perut membesar yang dirasakan kurang lebih 1
bulan yang lalu,semakin hari semakin membesar dan membuat pasien tidak nyaman,namun
tidak sampai membuat pasien sesak napas.
Pasien juga mengeluh sakit kepala berdenyut sebelah kiri sejak 5 hari sebelum
masuk rumah sakit.,Namun gangguan penglihatan disangkal.Pasien mulai merasa mudah
lelah untuk berkativitas dan juga terlihat pucat sejak 5 hari yang lalu.
Pasien juga mengalami kekuningan pada bola matanya sejak 14 hari yang lalu
namun kulit tubuh menguning disangkal.Kedua kaki pasien mulai terllihat membengkak
sejak 10 hari yang lalu. Keluhan panas badan, gusi berdarah, mimisan disangkal oleh
pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien dalam sakit sedang,
kesadaran kompos mentis tekanan darah 98/80 mmHg, nadi 84x per menit, laju respirasi
20x per menit, suhu axilla 36,6 oC, dan saturasi oksigen 99%. Tampak konjunctiva anemis
serta sklera ikterik pada pemeriksaan mata. Dari pemeriksaan abdomen, pada inspeksi
tampak adanya distensi dan spider nevi, dari palpasi didapatkan hepar dan lien sulit
ditentukan.Ada nyeri tekan pada regio epigastrium. Dari perkusi abdomen didapatkan
undulasi (+), shifting dullness (+) dan traube space redup.Tampak edema non pitting pada
kedua ekstremitas bawah dan palmar eritema pada kedua telapak tangan.
Hasil pemeriksaan penunjang HB: 7,7 HT: 24,8% WBC:11.000/uL PLT:61.000
MCV: 90 fl, MCH: 83 fL, MCHC: 30 Fl, Hematokrit: 24,8% Eritrosit: 3,17 10 6 /uL ,
Retikulosit: 2%,GDS: 152, Rapid test igG -, igM, SGOT:60 u/L, SGPT:13 u/L, Bilirubin
total: 1,9 mg/dl, bilirubin direk: 0,6 mg/dl, bilirubin indirek: 1,8 mg/dl, Albumin 2,8 gr/dl,
PT 6 detik, Pemeriksaan HbsAg reaktif, Ureum 15mg/dl dan kreatinin 0,8 mg/dl.
Parasintetsis kesan transudate, USG abdomen: hepar permukaan irregular,tekstur kasar,
peritoneal terdapat banyak ascites dan fibrin-fibrin mesenterium tebal echogenic, kelenjar
sulit di deteksi
Pasien didiagnosis dengan sirosis hepatis et causa hepatitis B + hematemesis
melena et causa rupture varises esofagus dd gastritis erosive+ anemia normokrom
makrositer+ hipoalbumin+ascites grade III . Dimana penatalaksanaan pada pasien ini
adalah tirah baring,diet rendah garam, batasi cairan (1 lt/hari),Infus kombinasi NaCl 0,9%,
dekstrosa 10%, dan Aminofusin hepar dengan jumlah 20 tetesan per menit,pantoprazole
1x40mg i.v,ceftriaxone 2x1gr i.v, ondansentron 3x8mg i.v, vip albumin 3x1, asam
traneksamat 2x1 i.v, vit k 3x1 tab, spironolacton 100 mg 1-0-0, furosemide 40 mg 1-0-0,
sucralfat syr 3 X CI, transfusi PRC 1 kolf/hari → s/d HB > 8 gr/d,
Pembahasan
Etiologi
Mayoritas penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang
disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan dengan
kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain dari penyakit hati kronis
diantaranya adalah infestasi parasit (schistosomiasis), penyakit autoimun yang menyerang
hepatosit atau epitel bilier, penyakit hati bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s
disease, kondisi inflamasi kronis (sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan
hipervitaminosis A), dan kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun bawaan.3
Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab tersering
dari sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan 30-
40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan termasuk
kelompok virus bukan B dan C.1 Pada kasus ini, kemungkinan yang menjadi penyebab
sirosis adalah perkembangan dari penyakit hati kronis hepatitis B yang dibuktikan dengan
hasilpemeriksaan penunjang berupa HBsAg positif.
Manifestasi Klinis
Icterus Ascites
Ginekomastia Hemorhoid
Libido menurun
Ensepalopati hepatic
Anemia
Perdarahan
Hipoproteinemia
Edema
Ascites
Efusi pleura
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi
aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan
waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksaloasetat
transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat
transaminase (SGPT) dapat menunjukan peningkatan. AST biasanya lebih meningkat
dibandingkan dengan ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap tidak
menyingkirkan kecurigaan adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami peningkatan
kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan
pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer.Konsentrasi bilirubin
dapat normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis hati yang
lanjut. Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati, akan
mengalami penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis. Sementara itu,
konsentrasi globulin akan cenderung meningkat yang merupakan akibat sekunder dari
pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid yang selanjutnya akan
menginduksi produksi imunoglobulin. Pemeriksaan waktu protrombin akan memanjang
karena penurunan produksi faktor pembekuan pada hati yang berkorelasi dengan derajat
kerusakan jaringan hati. Konsentrasi natrium serum akan menurun terutama pada sirosis
dengan ascites, dimana hal ini dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas. 1
Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga biasanya akan
ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam penyebab, dan gambaran
apusan darah yang bervariasi, baik anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer,
maupun hipokrom makrositer. Selain anemia biasanya akan ditemukan pula
trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang
berkaitan dengan adanya hipertensi porta.1
Pada kasus ini, pada pemeriksaan fungsi hati ditemukan peningkatan kadar SGOT
dan SGPT pada serum pasien dengan peningkatan SGOT yang lebih tinggi dibanding
dengan peningkatan SGPT. Selain itu, ditemukan juga peningkatan bilirubin total,
bilirubin indirek, dan bilirubin direk. Pada pemeriksaan protein, didapatkan penurunan
kadar albumin. Sementara dari pemeriksaan elektrolit darah ditemukan penurunan kadar
natrium dan kalium. Pemeriksaan hematologi pada pasien ini menunjukkan penurunan
kadar hemoglobin dengan nilai MCV yang meningkat dan MCHC yang masih dalam batas
normal. Dimana hal ini menunjukkan adanya anemia ringan normokromik makrositer, yang
kemungkinan disebabkan oleh adanya perdarahan pada saluran cerna. Selain anemia,
ditemukan juga penurunan kadar trombosit atau trombositopenia pada pasien.
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada penderita
sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan rutin yang paling
sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis, dikarenakan pemeriksaannya
yang non invasif dan mudah dikerjakan, walaupun memiliki kelemahan yaitu
sensitivitasnya yang kurang dan sangat bergantung pada operator. Melalui pemeriksaan
USG abdomen, dapat
dilakukan evaluasi ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya
massa. Pada penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan
yang tidak rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui
pemeriksaan USG juga bisa dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis dan
pelebaran vena porta, serta skrining ada tidaknya karsinoma hati.1,7
Berdasarkan pemeriksaan USG abdomen pada pasien ini didapatkan kesan berupa
adanya hepatosplenomegali dengan tanda-tanda penyakit hati kronis yang disertai ascites
yang merupakan salah satu tanda dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta.
Pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan esophagogastroduodenoscopy (EGD)
untuk menegakkan diagnosa dari varises esophagus dan varises gaster sangat
direkomendasikan ketika diagnosis sirosis hepatis dibuat. Melalui pemeriksaan ini, dapat
diketahui tingkat keparahan atau grading dari varises yang terjadi serta ada tidaknya red
sign dari varises, selain itu dapat juga mendeteksi lokasi perdarahan spesifik pada saluran
cerna bagian atas. Di samping untuk menegakkan diagnosis, EGD juga dapat digunakan
sebagai manajemen perdarahan varises akut yaitu dengan skleroterapi atau endoscopic
variceal ligation (EVL).8 Pada kasus ini, tidak dilakukan pemeriksaan EGD dikarenakan
keterbatasan alat.
Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada
proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan
bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan
penunjang lain. Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan
fisis,laboratorium,dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau
peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis
hati dini. Diagnosis pasti sirosis hati ditegakkan dengan biopsi hati. Pada stadium
dekompensata diagnosis kadang kala tidak sulit ditegakkan karena gejala dan tanda-tanda
klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.1
Pada pasien ini, melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan keluhan dan
tanda-tanda yang mengarah pada sirosis hati. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
berupa pemeriksaan laboratorium, USG abdomen untuk mendukung diagnosis sirosis hati
dekompensata dengan tanda-tanda hipertensi porta berupa varises esophagus dan gastropati
hipertensi porta. Pemeriksaan biopsi hati sebagai gold standar penegakan diagnosis sirosis
hati tidak dilakukan karena tanda-tanda klinis dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi
porta sudah terlihat jelas. Selain itu, pemeriksaan biopsi yang invasif juga dapat
menimbulkan resiko perdarahan dan infeksi peritoneal.
Penatalaksanaan
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati, akibat
kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:
1. Ensepalopati Hepatikum
2. Varises Esophagus
4. Sindrom Hepatorenal
Komplikasi yang ada pada kasus ini, pasien mengalami hematemesis dan
melena.Hematemesis adalah komplikasi berupa perdarahan pada saluran cerna akibat
pecahnya varises esophagus.Melena adalah komplikasi akibat gastropati hipertensi porta.
Prognosis
1 2 3
(mg/dl)
Berdasarkan kriteria di atas, total skor pada pasien adalah 10 sehingga termasuk dalam
kategori Child-Pugh C dengan angka kelangsungan hidup 1 tahun adalah 45% serta angka
kelangsungan hidup 2 tahun 35% sehingga prognosis dari pasien dubia ad malam.
Ringkasan
Sirosis adalah konsekuensi dari respon penyembuhan luka yang terjadi terus-
menerus dari penyakit hati kronis yang diakibatkan oleh berbagai sebab.
Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab
tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus.
Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda klinis
ini pada penderita sirosis hati yang ada pada kasus hetemesis,melena,ascites,edema
kaki,sklera ikterik,palmar eritema,spider nevi.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menunjang diagnosis pasien ini,
didapatkan HB, HT, WBC, PLT rendah.SGOT meningkat, SGPT menurun.GDS normal,
ureum dan kreatinin normal.Bilirubin total,direk,indirek naik.Albumin menurun..PT
tinggi.Pemeriksaan HbsAg hasilnya reaktif. Dari pemeriksaan parasintetsis hasilnya cairan
dengan kesan transudate. Dari pemeriksaan USG abdomen didapatkan sirosis hati dengan
ascites
Diagnosa pasien ini adalah Sirosis hepatis et causa hepatitis B + Hematemesis
melena et causa rupture varises esofagus dd gastritis erosive+ Anemia normokrom
makrositer+ Hipoalbumin+Ascites grade III
Pengobatan pada sirosis hati dekompensata diberikan sesuai dengan komplikasi
yang terjadi.Pengobatan dimana penatalaksanaan pada pasien ini adalah tirah baring,diet
rendah garam, batasi cairan (1 lt/hari),Infus kombinasi NaCl 0,9%, dekstrosa 10%, dan
Aminofusin hepar dengan jumlah 20 tetesan per menit,pantoprazole 1x40mg i.v,ceftriaxone
2x1gr i.v, ondansentron 3x8mg i.v, vip albumin 3x1, asam traneksamat 2x1 i.v, vit k 3x1
tab, spironolacton 100 mg 1-0-0, furosemide 40 mg 1-0-0, sucralfat syr 3 X CI, transfusi
PRC 1 kolf/hari → s/d HB > 8 gr/d, Metode prognostik yang paling umum dipakai pada
pasien dengan sirosis adalah sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh, yang dapat dipakai
memprediksi angka kelangsungan hidup pasien dengan sirosis tahap lanjut.
Berdasarkan kriteria tersebut, total skor pada pasien adalah10 sehingga termasuk dalam
kategori Child-Pugh C dengan angka kelangsungan hidup 1 tahun adalah 45% serta angka
kelangsungan hidup 2 tahun 35% sehingga prognosis dari pasien ini baik (ad bonam).
Kesimpulan
1. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata
MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta; Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. 2009. Page 668-673.
2. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in the
setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009. 18(3):299- 302.
3. Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis And Cirrhosis.
http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9781416032588/978
4. 1416032588.pdf .Diakses pada tanggal 30 Mei 2012
12. https://caiherang.com/patogenesis-sirosis-hati
13. https://pusdatin.kemkes.go.id/infodatin-hepatitis
20