Anda di halaman 1dari 7

IPD Koja Case Report

Sirosis Hepatis et causa Hepatitis B


Diabetes Melitus Tipe Sirosis
Anemia et causa Penyakit Kronik
1
M. Lutfi Zaristan, 1Henny Tannady, 2Suzanna Ndraha, 1Mardi Santoso
1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
2
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUD Koja

ABSTRAK
Introduksi. Dalam perjalanan penyakitnya 20-40 % dari jumlah penderita penyakit hati
menahun akan berkembang menjadi sirosis dalam waktu sekitar 15 tahun. Pasien sirosis
memiliki resistensi insulin dan toleransi glukosa terganggu. Diabetes yang terjadi akibat
komplikasi dari sirosis dikenal sebagai Hepatogenous Diabetes (HD). Hiperinsulinemia
diperkirakan menjadi pathogenesis dasar untuk terjadinya HD.
Kasus. Perempuan, 33 tahun datang dengan keluhan lemas sejak 3 hari SMRS. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan anemis dan asites. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb
turun; GDS 517 mg/dL; SI turun, gambaran darah tepi normositik normokrom, ferritin normal,
Fe turun, TIBC turun; albumin turun, SGOT dan SGPT naik 2x diatas nilai normal, HbsAg
kualitatif positif, Anti Hbe positif, HBV DNA positif, Hasil dalam IU/mL : 2.77 x 10 >3 , log =
3.44, Hasil dalam copy/mL : 1.61 x 10 >4 ,log = 4.21., kesan USG sirosis hati dengan asites dan
pasien masih dalam proses perawatan. Terapi yang telah diberikan insulin, ketoacid, metformin,
Fe-gluconate, curcuma, spironolakton, ranitidine, lamivudin.
Diskusi. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dilakukan pasien ini
didiagnosis sirosis hepatis, diabetes tipe sirosis, dan anemia akibat penyakit kronik. Terapi untuk
mengontrol gula darah di berikan insulin dan metformin, untuk asites diberikan spironolakton,
ketoacid untuk nefroprotektor, untuk menghambat sekresi asam lambung diberikan ranitidine,
curcuma sebagai vitamin dan terapi antiviral lamivudin.
Kesimpulan. Diagnosis pada kasus ini yaitu sirosis hepatis akibat hepatitis B kronik, anemia
akibat penyakit kronik, dan diabetes tipe sirosis telah ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan
laboratorium, penatalaksanaannya meliputi lamivudin, spironolakton, ketoacid, curcuma,
metformin dan insulin.

Kata Kunci : hepatitis B, sirosis hepatis, dm tipe sirosis, anemia.


ABSTRACT
Introductions. In the course of the disease 20-40% of patients will develop chronic liver disease
to cirrhosis in about 15 years. Cirrhotic patients have insulin resistance and impaired glucose
tolerance. Diabetes that occurs due to complications of cirrhosis known as Hepatogenous
Diabetes (HD). Hyperinsulinemia is thought to be the basis for the pathogenesis of HD.
Case. Female, 33 years present with limp since 3 days SMRs. On physical examination found
anemis and ascites. In the investigation obtained Hb drops; GDS 517 mg / dL; SI down,
peripheral blood picture normokrom normocytic, normal ferritin, Fe down, TIBC down; albumin
down, SGOT and SGPT rise above 2x normal values, qualitative HBsAg positive, anti HBe
positive , HBV DNA positive, in IU/mL : 2.77 x 10 >3 , log = 3.44 and copy/mL : 1.61 x 10 >4 ,log
= 4.21, impression ultrasound liver cirrhosis with ascites and the patient is still in the process of
care. Given insulin therapy, ketoacid, metformin, Fe-gluconate, curcuma, spironolactone,
ranitidine, lamivudine.
Discussion. Of history, physical examination and investigations conducted patient is diagnosed
liver cirrhosis, diabetes cirrhosis and anemia due to chronic disease. Therapy to control blood
sugar and insulin given metformin, spironolactone for ascites granted, ketoacid to nefroprotektor,
to inhibit gastric acid secretion given ranitidine, curcuma as vitamins and lamivudine antiviral
therapy.
Conclusion. The diagnosis in this case is liver cirrhosis caused by chronic hepatitis B, anemia
due to chronic disease, cirrhosis and diabetes has been established based on clinical and
laboratory findings, management includes lamivudine, spironolactone, ketoacid, curcuma,
metformin and insulin.

Keywords: hepatitis B, liver cirrhosis, dm type of cirrhosis, anemia.


INTRODUKSI

Introduksi
Hepatitis B adalah infeksi pada hati yang disebabkan oleh HBV (Hepatitis B Virus). Pada
sebagian besar orang dewasa yang terinfeksi HBV, terjadi dalam waktu yang singkat, kemudian
akan menghilang secara permanen dan terlindungi untuk sementara waktu dari infeksi HBV.
Sebaliknya pada beberapa orang dimana tubuhnya tidak mampu menyingkirkan HBV, terutama
bila mereka terinfeksi pada usia dini, seperti pada bayi atau kanak-kanak, HBV akan tetap
bertahan dalam tubuh mereka dan menyebabkan infeksi kronik.1 Infeksi Hepatitis B kronik
berkembang dari tanpa gejala menjadi hepatitis kronik, sirosis, penyakit hati dekompensasi dan
atau hepatoselular karsinoma.2 Dalam perjalanan penyakitnya 20-40 % dari jumlah penderita
penyakit hati menahun akan berkembang menjadi sirosis dalam waktu sekitar 15 tahun.3
Pada pasien yang sudah menderita sirosis memiliki resistensi insulin dan toleransi glukosa
terganggu.4 Diabetes yang terjadi akibat komplikasi dari sirosis dikenal sebagai Hepatogenous
Diabetes (HD). Resistensi insulin terjadi di otot, hati, dan jaringan lemak; hiperinsulinemia
sepertinya adalah pathogenesis dasar untuk terjadinya HD.5 Belum ada test yang secara
definitive dapat membedakan DM type 2 dengan diabetes yang diakibatkan oleh penyakit hati,
karena adanya disfungsi hati.4 DM pada sirosis hati terkompensasi bisa subklinis, karena serum
glukosa puasa normal. Dalam kasus seperti ini sangat penting untuk melakukan TTGO (Test
Toleransi Glukosa Oral) untuk mendeteksi metabolisme glukosa yang terganggu. Dalam
perjalanan klinisnya HD berbeda dari DM type 2, karena jarang berhubungan dengan
mikroangiopati.6
Infeksi viral yang akut maupun kronik dapat menyebabkan terjadinya anemia penyakit kronik.
Patofisiologi anemia akibat penyakit kronik terjadi melalui 3 type yaitu melalui gangguan
homeostasis besi, gangguan eritropoiesis, dan menurunnya respon eritropoietin. Pada anemia
penyakit kronik kadar feritin normal atau meningkat yang menggambarkan peningkatan
penyimpanan besi dalam RES akibat aktivasi system imun. Dari patofisiologi yang sudah
diketahui mengenai anemia penyakit kronik, penanganan yang bisa dilakukan meliputi
pengobatan penyakit dasar, penggunaan eritropoietin, besi atau transfusi darah.7
Dalam rekomendasi penanganan sirosis hati dekompensasi akibat HBV terdapat terapi antiviral.
Lamivudine adalah antiviral oral utama yang cukup aman dan efektif dan juga bisa memperbaiki
penyakit hati pada sirosis lanjut yang disertai viremia.2,8 Indikasi pemberian albumin pada sirosis
hati adalah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP), HepatoRenal Syndrome, parasentesis dalam
jumlah besar dan level albumin kurang dari 2,5 g/dl dengan komplikasi. 9 Pengobatan HD cukup
kompleks karena disfungsi hati dapat mengakibatkan peningkatan respon terhadap pengobatan
dengan dosis standard dan resiko efek samping yang lebih besar jika obat tersebut dimetabolisme
di hati. Untuk alasan tersebut, banyak klinisi yang menggunakan insulin sebagai lini pertama
dalam mengobati diabetes pada pasien dengan sirosis.4
Pasien dengan sirosis dengan DM memiliki harapan hidup yang lebih rendah daripada pasien
sirosis tanpa DM, namun demikian umumnya pasien-pasien ini meninggal akibat komplikasi
sirosis seperti perdarahan saluran cerna.4
KASUS

Pasien Perempuan usia 33 tahun datang dengan keluhan lemas sejak 3 hari SMRS.Os juga
mengeluh mual dan muntah, berisi jamu yang diminum, lalu perut terasa begah dan kembung,
BAK ± 3x sehari, lancar, berwarna seperti teh. Os mengaku perutnya terasa membesar dan
disertai dengan keluhan mual dan kembung sejak 1 tahun SMRS, Os mempunyai riwayat DM
sejak 2 bulan SMRS, sejak menderita DM os meminum obat metformin 1x dalam sehari, tidak
ada riwayat sakit kuning, tidak pernah vaksin hepatitis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
frekuensi nadi: 112 x/menit, frekuensi pernapasan: 28 x/menit, anemia,shifting dullness positif,
lingkar perut 106 cm, asites, dan stigmata sirosis yang lain tidak ditemukan. Pada pemeriksaan
Lab didapat Hb 6,5 g/dl, Ureum 75 mg/dL, GDS 517 mg/dL, SI 7 mg/dl, Eritrosit 2.21 juta/ul,
MCV 94 fl, MCH 30 pg, Albumin 2,97 g/dl, SGOT 60 u/L, SGPT 64 u/L, Ferritin 102,38 mg/dl,
HbsAg kualitatif Positif, Fe 16 ug/L, TIBC 255 ug/L, Anti Hbe positif, Child B, HBV DNA
positif, Hasil dalam IU/mL : 2.77 x 10 >3 , log = 3.44, Hasil dalam copy/mL : 1.61 x 10 >4 ,log =
4.21 Hasil USG yang didapatkan Sirosis Hati dengan Asites dan pasien masih dalam proses
pengobatan. Berdasarkan dari temuan klinis dan pemeriksaan yang dilakukan maka dapat
ditegakkan dan mendukung diagnosis pasien menderita Sirosis Hepatis karena Hepatitis B,
diabetes melitus tipe sirosis dan anemia karena penyakit kronik. Terapi yang di berikan berupa
Retriksi cairan dan natrium, Pemenuhan nutrisi diit yang baik (protein), Insulin 3 x 12 unit,
ketoacid 2 x 1, Metformin 3 x 500 mg, Fe gluconate 1 x 1, Ekstr Curcuma longa rhizome(Bio-
Curcumin) 3 x 1, Spironolakton 2 x 100 mg, Inj ranitidine 2 x 50 mg, lamivudin 1 x 100 mg
satuan, pasien diberikan terapi ini selama di rumah sakit. Dengan pengobatan ini pasien
membaik, asites berkurang jauh dari lingkar perut 106 cm menjadi 97 cm, gula darah terkendali,
dan pemeriksaan fungsi dati serta enzim hati dalam pemantauan rawat jalan makin baik.
DISKUSI

Berdasarkan temuan klinis pada pasien yaitu terdapat keluhan lemas, Os juga mengeluh mual
dan muntah, lalu perut terasa begah dan kembung, urine berwarna seperti teh. Os mengaku
perutnya terasa membesar dan disertai dengan keluhan mual dan kembung sejak 1 tahun
merupakan gejala pada sirosis hepatis, dan terdapat temuan klinis pada pasien urine seperti teh,
asites dan tidak ditemukan stigmata sirosis yang lain, lalu pada pemeriksaan penunjang
didapatkan HbsAg kualitatif: Positif, Anti Hbe: positif, HBV DNA : positif, hasil USG yang
didapatkan Sirosis Hati dengan Asites, maka dapat ditegakkan dan mendukung diagnosis pasien
menderita penyakit sirosis hepatis karena hepatitis B kronik. 1 Dimana asites yang terjadi pada
pasien karena terjadi penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta, pada
pasien karena kadar albumin masih diatas 2,5 g/dL dengan pemberian obat spironolakton dapat
mengurangi asitesnya, sehingga tidak perlu dilakukan tranfusi albumin. Pada pasien dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan endoskopi untuk melihat ada varises esophagus atau tidak, dan
dapat juga melihat ada perdarahan atau tidak. Lalu pada pasien dengan keluhan badan lemas.
Didapatkan pada pemeriksaan anemia normositik normokrom, Ferritin normal, Fe menurun,
TIBC menurun , karena biasanya terjadi perdarahan kronik tersamar, sehingga tidak terlihat jelas
perdarahannya, untuk terapi pada anemianya diberikan tranfusi darah secara bertahap dan
menangani penyakit kroniknya. Pada pasien dengan sirosis hepatis terjadi keadaan hiperglikemia
menahun, disebabkan oleh adanya penurunan cadangan glikogen hati, penurunan fungsi
penghancuran insulin di hati, dan penurunan fungsi sel beta pankreas. Diagnosis DM tipe sirosis
ditegakkan berdasarkan penemuan klinis pada pasien yaitu sirosis hati dan kadar glukosa di
darah pasien sesuai dengan [kepustakannya Diabetes melitus tipe sirosis. Ranakusuma,
A.Boedisantoso] 1,2,10. Selama di rumah sakit. Terapi yang di berikan pada pasien dengan diit
natrium, cairan dan protein supaya tidak memperberat gejala pasien, untuk mengkontrol gula
darah di berikan diet kalori, insulin dan metformin pada pasien, untuk mengurangi cairan yang di
abdomen di berikan spironolakton,amniferon untuk menurunkan kadar ureum dan
nefroprotektor, untuk mengurangi mual dan menghambat sekresi asam lambung diberikan
ranitidin untuk sirosis hepatisnya di berikan curcuma dan karena HBV DNA positif maka
diberikan terapi antiviral lamivudin dan kontraindikasi untuk pemberian interferon .1-10
KESIMPULAN

Pada kasus ini pasien diagnosis Sirosis hepatis karena hepatitis B kronik, Anemia karena
penyakit kronik, Diabetes tipe sirosis telah ditegakkan berdasarkan temuan klinis, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Tatalaksana meliputi antiviral yaitu lamivudin karena
hasil HBV DNA positif,1,8 diuretik spironolakton dan diit natrium dan cairan untuk mengatasi
asitesnya, dan curcuma untuk vitamin hati, metformin dan insulin untuk mengkontrol kadar gula.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kim HN. Counseling the patient with chronic hepatitis B infection. University of
Washington [serial online] 5 Oktober 2010 [dikutip 6 Agustus 2012]. Diunduh dari:
URL: http://depts.washington.edu/hepstudy/healthed/counselingHepB/discussion.html.
2. Guan R, Lui HF. Treatment of hepatitis B in decompensated liver cirrhosis. International
Journal of Hepatology 2011;08:41-54.
3. Holstein A, Hinze S, Thiessen E, Plaschke A, Egberts EH.Clinical implications of
hepatogenous diabetes in liver cirrhosis. J Gastroenterol Hepatol 2002;17:677-81.
4. McNeely M. Case study: Diabetes in a patient with cirrhosis. Clinical Diabetes
2004;22:42.
5. Compean DG, Quintana JO, Garza HM. Hepatogenous diabetes:Current views of an
ancient problem. Annals of Hepatology 2009;8:13-20.
6. Compean DG, Quintana JO, Gonzalez JA,Garza HM. Liver cirrhosis and diabetes: Risk
factors, pathophysiology, clinical implications and management. World Journal of
Gastroenterology 2009;15:280-288.
7. Weiss G, Goodnough LT. Anemia of chronic disease. The New England Journal of
Medicine 2005;352:1011-23.
8. Sherman M, Shafran S, Burak K, Doucette K, Wong W, Girgrah N, et al. Management of
chronic hepatitis B: Consensus guidelines. Can J Gastroenterol 2007;21(Suppl C):5C-
24C.
9. Rena NMRA, Wibawa IDN. Albumin infusion in liver cirrhotic patients. Acta Med
Indones-Indones J Intern Med 2010;42:162-8.
10. Ranakusuma, AB. Diabetes melitus tipe sirosis hepatis. Edisi I. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia; 1987.hlm.xxi-vi.

Anda mungkin juga menyukai