Penerbit K-Media
Yogyakarta, 2021
AKUNTANSI SYARIAH
(Telaah Teori dan Praktik di Perbankan Syariah)
xviii + 312 hlm.; 15,5 x 23 cm
ISBN: 978-623-316-689-8
Penerbit K-Media
Anggota IKAPI No.106/DIY/2018
Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.
ii
KATA PENGANTAR PENULIS
iii
pondasi Keilmuan UIN Antasari yang berasas pada filosofi Keilmuan
UIN Antasari.
Secara khusus, kami juga menyampaikan ucapan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada semua pihak yang tidak mampu penulis
sebutkan namanya satu per satu yang telah memberikan bantuan kepada
penulis dalam mengumpulkan sumber-sumber referensi maupun
penyusunan buku ajar ini. Penulis tidak bisa membalas kebaikan Bapak/
Ibu/ Sdr (i) yang diberikan kepada penulis kecuali dengan kebaikan pula,
Allah SWT jualah yang paling sempurna dalam membalas kebaikan itu.
Untuk dunia pendidikan, dosen-dosen kami, rekan-rekan kami,
mahasiswa kami, inilah karya yang kami persembahkan. Semoga buku
ajar ini dapat bermanfaat bagi kajian-kajian keilmuan akuntansi
khususnya dan ekonomi pada umumnya dalam upaya peningkatan
kualitas Pendidikan dan pengajaran di UIN Antasari Banjatmasin. Akhir
kata, dengan segala kerendahan hati kami memohonkan saran dan kritik
dari berbagai pihak, demi sempurnanya penyusunan buku ajar ini.
Peneliti,
iv
KATA SAMBUTAN KEPALA PUSAT
PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH
LEMBAGA PENELITIAN DAN
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI
BANJARMASIN
Al-ḥamd lillāh, kita panjatkan rasa syukur kepada Allah swt. atas
segala kenikmatan yang diberikan-Nya kepada kita, baik kenikmatan
iman, maupun kenikmatan dalam berpikir dan kenikmatan dalam
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat.
Dengan rampungnya proses penelitian, publikasi ilmiah,
khususnya publikasi buku ajar, dan pengabdian kepada masyarakat
tahun anggaran 2021, kami dari Pusat Penelitian dan Publikasi Ilmiah
LP2M UIN Antasari menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada semua peneliti, penulis, dan insan
pengabdian atas komitmen dan kinerja mereka. Semua proses, baik dari
proses seleksi, pelaksanaan, dan pelaporan berjalan dengan baik.
Pada tahun 2021, UIN Antasari Banjarmasin mendapatkan
kucuran dana dari BOPTN pusat sebanyak 2.313.000.000. Dana ini
terserap oleh 76 judul penelitian, publikasi, dan pengabdian kepada
masyarakat. Dana ini sebenarnya dialokasikan untuk membiayai tiga
jenis klaster ini, tidak hanya penelitian, sesuai dengan kebijakan nasional
tentang penggunaan dana BOPTN, sehingga sektor publikasi ilmiah
dan pengabdian kepada masyarakat juga mendapat kucuran dana.
Khusus pada klaster publikasi, memang sesuai dengan
kebijakan Kementerian Agama RI diarahkan untuk publikasi buku ajar.
Hal ini mengingat memang kebutuhan akan penulisan dan publikasi
buku ajar adalah kebutuhan yang sangat mendesak, karena salah satu
tuntutan terhadap dosen dalam pelaksanaan tridharma perguruan
tinggi, khususnya dalam pengajaran, adalah tertulisnya dan
v
terpublikasikannya buku ajar. Idealnya, dalam pembelajaran, dosen
mengajar dengan menggunakan buku ajar yang ditulisnya, bahkan yang
berasal dari hasil penelitian yang dilakukan, di samping buku-buku
referensi lain yang standar. Seiring dengan kebijakan dalam publikasi
ini, pada tahun sebelumnya, Pusat Penelitian dan Publikasi Ilmiah juga
telah menginisiasi penerjemahan buku-buku teks (textbook) berbahasa
Inggris dan berbahasa Arab yang menjadi rujukan pembelajaran. Di
samping itu, klaster pengabdian kepada masyarakat juga ditawarkan
pada tahun 2021, karena memang penelitian, publikasi, dan pengabdian
adalah tiga hal yang tidak terpisahkan.
Salah satu hal yang berbeda dalam penyelenggaran penelitian,
publikasi, dan pengabdian pada tahun 2021 ini adalah diseminasi secara
mandiri (swa-diseminasi). Pertama, hal ini menjadi kebijakan LP2M
karena dana anggaran BOPTN untuk kegiatan ini tidak memungkinkan
menyelenggarakan lagi diseminasi dengan biaya kampus, apalagi
dengan level lokal, ragional, nasional, dan internasional, sebagaimana
telah pernah dilakukan sebelumnya. Kedua, di samping alasan ini, tentu
saja model diseminasi ini memberikan peluang untuk variasi dalam
diseminasi, baik dengan kerjasama dengan fakultas atau instansi lain,
atau secara mandiri dengan bentuk-bentuk yang telah ditawarkan.
vii
tersebut, tentu saja, diwujudkan dalam bentuk komitmen dalam
menjaga kualitas penelitian, publikasi, dan pengabdian.
Akhirnya, kita semua berharap agar segala upaya kita ini
memberikan manfaat bagi pengembangan academic performance para
dosen dan fungsional lain dalam menjalankan fungsi dua dari tridharma
perguruan tinggi. Bahkan, lebih dari itu, semoga hasil kegiatan semua
ini bermanfaat bagi masyarakat akademik dan masyarakat luas. Āmīn yā
rabb al-‘ālamīn.
viii
DAFTAR ISI
x
F. Latihan Kasus .............................................................................. 111
BAB VII PEMBIAYAAN DENGAN AKAD MURABAHAH
(PSAK 102) ............................................................................................ 113
A. Pendahuluan................................................................................. 113
B. Definisi, Ketentuan Syar’i, Rukun dan Jenis Akad Murabahah ...... 114
C. Pengawasan dan Mekanisme Transaksi Pembiayaan dengan Akad
Murabahah di Bank Syariah .......................................................... 121
D. Perlakuan Akuntansi untuk Transaksi dengan Akad Murabahah di
Bank Syariah................................................................................. 124
E. Penyajian dan Pengungkapan Transaksi Pembiayaan dengan Akad
Murabahah di Bank Syariah .......................................................... 138
F. Latihan Kasus .............................................................................. 139
BAB VIII PEMBIAYAAN DENGAN AKAD SALAM (PSAK 103) . 143
A. Pendahuluan................................................................................. 143
B. Definisi, Ketentuan Syar’i dan Rukun Akad Salam ........................ 144
C. Pengawasan dan Mekanisme Transaksi Pembiayaan dengan Akad
Salam di Bank Syariah .................................................................. 149
D. Perlakuan Akuntansi untuk Transaksi Pembiayaan dengan Akad
Salam di Bank Syariah .................................................................. 150
E. Penyajian dan Pengungkapan Transaksi Pembiayaan dengan Akad
Salam di Bank Syariah .................................................................. 154
G. Latihan Kasus .............................................................................. 155
BAB IX PEMBIAYAAN DENGAN AKAD ISTISHNA
(PSAK 104) ............................................................................................ 157
A. Pendahuluan................................................................................. 157
B. Definisi, Ketentuan Syar’i dan Rukun Akad Istishna ..................... 158
C. Perbedaan Salam dan Istishna....................................................... 161
xi
D. Pengawasan dan Mekanisme Transaksi Pembiayaan dengan Akad
Istishna di Bank Syariah ................................................................ 161
E. Perlakuan Akuntansi untuk Transaksi Pembiayaan dengan Akad
Istishna di Bank Syariah ................................................................ 164
F. Penjurnalan Transaksi Istishna’ ..................................................... 165
G. Penyajian dan Pengungkapan Transaksi Pembiayaan dengan Akad
Istishna di Bank Syariah ................................................................ 175
H. Latihan Kasus ............................................................................... 177
BAB X PEMBIAYAAN DENGAN AKAD MUDHARABAH
(PSAK 105) ............................................................................................ 181
A. Pendahuluan ................................................................................. 181
B. Definisi, Rukun dan Jenis-Jenis Akad Mudharabah ....................... 182
C. Pengawasan dan Mekanisme Transaksi Pembiayaan dengan Akad
Mudharabah di Bank Syariah ........................................................ 190
D. Perlakuan Akuntansi untuk Transaksi Pembiayaan dengan Akad
Mudharabah di Bank Syariah ........................................................ 192
E. Penyajian dan Pengungkapan Transaksi Pembiayaan dengan Akad
Mudharabah di Bank Syariah ........................................................ 198
F. Latihan Kasus ............................................................................... 199
BAB XI PEMBIAYAAN DENGAN AKAD MUSYARAKAH
(PSAK 106) ............................................................................................ 201
A. Pendahuluan ................................................................................. 201
B. Definisi, Ketentuan Syar’i, Rukun dan Jenis-jenis Akad
Musyarakah .................................................................................. 201
C. Pengawasan dan Mekanisme Transaksi Pembiayaan dengan Akad
Musyarakah di Bank Syariah ......................................................... 208
D. Perlakuan Akuntansi untuk Transaksi Pembiayaan dengan Akad
Musyarakah di Bank Syariah ......................................................... 211
xii
E. Penyajian dan Pengungkapan Transaksi Pembiayaan dengan Akad
Musyarakah di Bank Syariah ......................................................... 215
F. Latihan Kasus .............................................................................. 217
BAB XII PEMBIAYAAN DENGAN AKAD IJARAH DAN IJARAH
MUNTAHIYA BIT TAMLIK (PSAK 107) ........................................ 219
A. Pendahuluan................................................................................. 219
B. Definisi, Ketentuan Syar’i, Rukun dan Jenis-jenis Akad Ijarah dan
Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) ............................................ 219
C. Pengawasan dan Mekanisme Transaksi Pembiayaan dengan Akad
Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) di Bank Syariah... 226
D. Perlakuan Akuntansi untuk Transaksi Pembiayaan dengan Akad
Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) di Bank Syariah... 228
E. Penyajian dan Pengungkapan Transaksi Pembiayaan dengan Akad
Ijarah di Bank Syariah ................................................................... 241
F. Latihan Kasus .............................................................................. 244
BAB XIII AKUNTANSI PENGELOLAAN DANA ZAKAT, DANA
KEBAJIKAN DAN PINJAMAN QARDH ........................................ 249
A. Pendahuluan................................................................................. 249
B. Transaksi Dana Zakat................................................................... 250
C. Transaksi Dana Kebajikan ............................................................ 258
D. Transaksi Pinjaman Qardh ........................................................... 265
E. Latihan Kasus .............................................................................. 279
BAB XIV PERHITUNGAN BAGI HASIL ....................................... 283
A. Pendahuluan................................................................................. 283
B. Regulasi Bagi Hasil ....................................................................... 283
C. Mekanisme dalam Menghitung Bagi hasil ..................................... 286
D. Prinsip Perhitungan Bagi Hasil ..................................................... 286
E. Perhitungan Jumlah Pendapatan yang dibagi Hasil........................ 291
xiii
F. Hak Bagi Hasil untuk Bank dan Nasabah...................................... 297
G. Latihan Kasus ............................................................................... 301
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 305
RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................... 311
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
xv
Tabel 14.4 Perhitungan Pendapatan yang akan di Bagi Hasil
Berdasarkan Sumber Dana Pihak Ketiga dari
Sumber Dana Mudharabah ............................................. 293
Tabel 14.5 Perhitungan yang akan di Bagi hasil Berdasarkan
Sumber Dana Pihak Ketiga dari Sumber Dana
Mudharabah dan Wadiah................................................. 294
Tabel 14.6 Perhitungan Pendapatan yang akan dibagi Hasil
Berdasarkan Seluruh Sumber Dana dan Nisbah
Bagi Hasil ........................................................................... 296
Tabel 14.7 Tabel Kelompok Sumber Dana dan Nisbah Bagi
Hasil .................................................................................... 297
Tabel 14.8 Tabel Distribusi Bagi Hasil kepada Nasabah dari
Bank .................................................................................... 299
Tabel 14.9 Tabel Equivalent Rate atas Bagi Hasil untuk
Nasabah.............................................................................. 300
xvi
DAFTAR FIGUR
xvii
xviii
BAB I KONSEP DASAR AKUNTANSI
A. Pendahuluan
Pada bab konsep dasar akuntansi ini akan dibahas tentang hal-hal
mendasar yang harus dipahami oleh para pembaca sebelum membahas
dan mempraktikkan akuntansi di Perbankan Syariah. Pembaca
diarahkan untuk memiliki kesamaan persepsi berkaitan dengan definisi
akuntansi dari beberapa sumber, pihak-pihak yang berkepentingan
dengan laporan keuangan yang diterbitkan, aturan-aturan (regulasi)
terkait akuntansi yang berlaku di Indonesia, Asumsi-asumsi atau
prinsip-prinsip dasar yang harus dipahami oleh pelaku akuntansi
sebelum melakukan kegiatan akuntansi, serta teknik persamaan dasar
akuntansi sebagai pedoman pencatatan transaksi di dalam melakukan
praktik akuntansi.
Setelah membaca dan mempelajari bab ini, pembaca diharapkan
memilik pandangan yang sama tentang dasar-dasar yang berlaku dalam
kegiatan akuntansi serta dapat menguasai dan mengimplementasikan
kegiatan akuntansi dalam setiap transaksi umum yang terjadi di dunia
usaha.
B. Definisi Akuntansi
Pengertian Akuntansi yang dijelaskan dalam Statement of
Accounting Principles Board No.4 tahun 1970, yaitu “Accounting is
service activity. Its function is to provide quantitative information, primarily
financial in nature, about economic entities that is intended to be useful in making
economic decisions”. Artinya adalah akuntansi merupakan aktivitas
pelayanan (penyedia jasa). Fungsinya adalah menyediakan informasi
kuantitatif tentang entitas-entitas ekonomi, khususnya yang bersifat
keuangan, yang bertujuan agar bermanfaat dalam pengambilan
keputusan ekonomi. Pendapat lain yaitu dari Warren dkk (2005)
menjelaskan akuntansi adalah suatu sistem informasi yang
1
menghasilkan laporan untuk pihak-pihak yang memiliki kepentingan
terhadap aktivitas ekonomi dan kondisi sebuah perusahaan. Demikian
pula American Accounting Association (AAA) menyebutkan
akuntansi yaitu “the identification, recording, classification. Interpreting and
communication economic events to permit users to make informed decision” yang
artinya akuntansi yaitu identifikasi, pencatatan, klasifikasi. penafsiran
dan mengomunikasikan peristiwa ekonomi untuk memungkinkan
pengguna membuat keputusan yang tepat.
Definisi akuntansi dari para ahli ekonomi akuntansi di
Indonesia diantaranya adalah Zaki Baridwan tahun 2000,
berpandangan bahwa akuntansi adalah aktivitas jasa, fungsinya untuk
menyajikan data-data kuantitatif, terlebih untuk data yang bersifat
keuangan, dari setiap usaha ekonomi yang dapat dipergunakan untuk
pengambilan keputusan-keputusan ekonomi sehingga mempunyai
alternatif-alternatif dalam suatu keadaan.
Sofyan Harahap (2005) menyebutkan pengertian akuntansi
(accounting) merupakan proses pengidentifikasian, mengukur, dan
menyampaikan informasi yang bersifat ekonomi sebagai bahan
informasi untuk mempertimbangkan berbagai pilihan (alternatif)
dalam mengambil sebuah keputusan oleh para penggunanya.
Suwardjono dalam bukunya Teori Akuntansi (2014)
menjelaskan pengertian akuntansi dalam dua sudut pandang, yaitu yang
pertama sebagai seperangkat pengetahuan akuntansi dapat diartikan
sebagai seperangkat pengetahuan yang mempelajari perekayasaan
penyediaan jasa berupa informasi keuangan kuantitatif berupa unit-
unit organisasi dalam suatu lingkungan negara tertentu dan cara
penyampaiannya (pelaporan) informasi tersebut kepada pihak yang
berkepentingan untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan
ekonomik. Sedangkan sudut pandang yang kedua, Suwardjono
mengartikan akuntansi dalam arti sempit sebagai proses, fungsi atau
praktik, akuntansi yaitu proses pengidentifikasian, pengesahan,
pengukuran, pengklasifikasian, penggabungan, peringkasan dan
penyajian data keuangan dasar (bahan olah akuntansi) yang terjadi
berdasarkan peristiwa-peristiwa, transaksi-transaksi, atau kegiatan
2
operasi suatu unit organisasi dengan cara tertentu untuk menghasilkan
informasi yang relevan bagi pihak yang berkepentingan.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
Akuntansi adalah sebuah teori dan praktik perakunan, termasuk di
dalamnya tanggung jawab, prinsip, standar, kelaziman (kebiasaan), dan
semua aktivitasnya; hal yang berkaitan dengan akuntan; seni pencatatan
dan pengikhtisaran transaksi keuangan serta interpretasi akibat sebuah
transaksi terhadap suatu entitas ekonomi.
Dapat disimpulkan menurut penulis bahwa akuntansi
merupakan suatu proses/seni dalam mengidentifikasi dan mencatat
kejadian/peristiwa ekonomi dari suatu organisasi/perusahaan
kemudian mengelompokkan ke dalam setiap akun yang sama dan
melaporkan dalam bentuk Laporan Keuangan yang berguna bagi
pihak-pihak yang memerlukan.
3
2. Pengguna Eksternal
Di luar manajemen perusahaan tentu lebih banyak
pihak-pihak yang kemungkinan memerlukan informasi
akuntansi dari perusahaan. Pihak luar ini disebut pihak eksternal.
Secara umum pihak eksternal membutuhkan laporan informasi
akuntansi sebuah perusahaan adalah untuk menilai kinerja
perusahaan tersebut baik untuk tujuan pencarian profit
(keuntungan) ataupun untuk menilai kewajiban dari perusahaan.
Pihak-pihak eksternal yaitu:
a. Investor atau calon investor. Dalam dunia investasi tentu
investor sangat berkepentingan untuk menilai kinerja dari
perusahaan yang menjadi atau akan menjadi tujuan
investasinya, dan informasi akuntansi merupakan salah satu
indikator yang sangat baik sebagai acuan dalam menilai
sebuah perusahan secara fundamental.
b. Kreditor atau calon kreditor. Informasi akuntansi juga
sangat penting sebagai landasan utama pihak kreditor atau
calon kreditor, biasanya adalah perbankan, dalam menilai
nasabah atau calon nasabahnya. Karena dengan penilaian
yang efektif dapat menghindarkan kreditor dari risiko kredit
macet.
c. Pemerintah. Selain menilai laporan keuangan yang dibuat
oleh setiap perusahaan telah disusun sesuai dengan aturan
yang berlaku, pihak pemerintah juga dapat menilai
kewajiban pajak dari perusahaan dari informasi yang
tersedia di laporan informasi akuntansi yang diberikan.
d. Mitra kerja atau pesaing bisnis. Dalam dunia usaha sangat
lumrah adanya kerjasama ataupun persaingan. Rekan bisnis
akan menilai kinerja usaha dari sebiah perusahaan sebelum
memutuskan untuk menjadi mitra bisnis dalam
menjalankan sebuah usaha/proyek. Begitu pula untuk
saingan bisnis dalam sektor usaha yang sama akan menilai
kinerja pesaingnya untuk dapat melakukan Langkah atau
kebijakan usaha berikutnya. Penilaian-penilaian tersebut
4
dapat dilakukan dengan melihat informasi yang tersedia di
dalam laporan keuangan/akuntansi perusahaan.
e. Masyarakat umum. Beberapa kalangan masyarakat umum
yang memeliki ketertarikan dengan perkembangan
perekonomian, seperti analis, akademisi, maupun jurnalis,
akan membutuhkan data yang akurat sebagai rujukannya,
dan salah satu yang menjadi referensi adalah laporan
informasi akuntansi.
6
Selain SAK berbasis IFRS, DSAK IAI juga menerbitkan
regulasi produk non-IFRS yaitu PSAK dan ISAK, seperti PSAK
28 dan PSAK 38, ISAK 31, ISAK 32, ISAK 35 dan ISAK 36.
Semakin sedikit perbedaan yang ada diantara SAK dan IFRS
diharapkan dapat berdampak positif bagi para stake holders di
Indonesia. PSAK-IFRS ini biasanya digunakan oleh perusahaan
atau organisasi bisnis yang memiliki akuntabilitas publik. Regulator
berusaha membuat aturan yang dibutuhkan oleh setiap pengguna
informasi laporan keuangan, khususnya dalam transaksi pasar
modal, sehingga SAK-IFRS dapat digunakan sebagai panduan
dalam meningkatkan kualitas informasi laporan keuangan.
2. SAK Syariah
Perkembangan pesat industri keuangan Syariah di Indonesia
menyebabkan adanya urgensi dalam keberadaan aturan yang dapat
menjadi acuan dalam pembuatan laporan keuangan untuk
perusahaan yang memiliki basis operasional secara Syariah.
Kebutuhan akan regulasi tersebut menjadi awal dari terbentuknya
Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) yang bernaung di
bawah IAI. Tanggung jawab yang diemban oleh DSAS yaitu dalam
hal penyusunan Standar Laporan Keuangan Syariah.
Standar Akuntansi Keuangan Syariah (SAK Syariah)
merupakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
Syariah yang diperuntukkan bagi entitas yang
transaksi/operasionalnya menggunakan prinsip syariah baik
entitas lembaga syariah maupun lembaga non syariah. Pada
dasarnya, semua PSAK yang berlaku umum di Indonesia adalah
PSAK Syariah kecuali PSAK yang bertentangan dengan prinsip-
prinsip Islam. Sehingga pola pengembangan SAK Syariah pun
dilakukan berdasarkan konsep SAK secara umum namun berbasis
syariah dengan acuannya yaitu fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI). PSAK Syariah disahkan pada tahun 2002 yang terdiri atas
PSAK 100 sampai dengan PSAK 106 yaitu:
a. PSAK 59: Akuntansi untuk Bank Syariah
7
b. PSAK 100: Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan Syariah
c. PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah
d. PSAK 102: Akuntansi Murabahah
e. PSAK 103: Akuntansi Salam
f. PSAK 104: Akuntansi Istishna
g. PSAK 105: Akuntansi Mudharabah
h. PSAK 106: Akuntansi Musyarakah
i. PSAK 107: Akuntansi Ijarah
j. PSAK 108: Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah
k. PSAK 109: Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah
l. PSAK 110: Akuntansi Sukuk
m. PSAK 111: Wa’ad
3. SAP
Laporan keuangan yang berstandar tidak hanya dibutuhkan
oleh Lembaga/entitas bisnis saja, namun Instansi Pemerintahan
juga memiliki kewajiban untuk melakukan penyusunan laporan
keuangan yang sesuai standar. Di Indonesia, standar akuntansi
yang berlaku untuk entitas yang berasal dari pemerintah disebut
Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).
SAP diresmikan melalui Peraturan Pemerintah Nomer 71
tahun 2010 dan menjadi pedoman dalam penyusunan laporan
keuangan untuk instansi pemerintah. Kewajiban penggunaan SAP
tidak hanya ditujukan kepada pemerintah pusat saja, namun juga
kepada pemerintah level daerah, serta badan usaha milik negara
maupun daerah.
Standar ini menjadi tumpuan harapan penyajian laporan
keuangan yang benar di Instansi Pemerintah guna mewujudkan
pemerintahan yang baik dan bersih yang tercermin dalam
pengelolaan keuangan negara yang transparan, partisipatif dan
berakuntabilitas.
4. SAK ETAP
Standar Akuntansi Keuangan yang tergolong rumit membuat
unit bisnis dengan skala kecil di Indonesia menjadi kesulitan dalam
8
membuat laporan keuangan sesuai standar. Adanya Standar
Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-
ETAP) yang diterbitkan oleh IAI pada 17 Juli tahun 2009 dan
resmi pada tanggal 19 Mei tahun 2009 oleh DSAK IAI menjadi
jawaban bagi para pelaku usaha-usaha yang masih dalam kategori
kecil di Indonesia untuk dapat membuat laporan keuangan
berstandar.
9
Berdasarkan kebutuhan tersebut DSAK melakukan
pengesahan Eksposure Draft Standar Akuntansi Keuangan Mikr,
Kecil dan Menengah (ED SAK EMKM) pada tanggal 18 Mei
2016, lalu kemudian efektif menjadi SAK EMKM pada tanggal 1
Januari 2018.
SAK EMKM merupakan standar yang disusun dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan pelaporan keuangan bagi usaha
mikro, kecil, dan menengah. Dasar yang digunakan dalam
mendefinisikan dan memberikan rentang kuantitatif EMKM
adalah Undang-Undang Nomer 20 tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah. Laporan Keuangan yang diatur
dalam SAK EMKM hanya meliputi Laporan Laba Rugi, Laporan
Neraca (Laporan Posisi Keuangan) dan Catatan Atas Laporan
Keuangan (CALK).
6. Pedoman Akuntansi Untuk Lembaga Perbankan dan
Perbankan Syariah
Pada kajian dalam buku ini membahas secara khusus tentang
telaah teori dan praktik di Perbankan Syariah, sehingga akan
dijelaskan pula secara spesifik regulasi yang ada di Indonesia terkait
aturan akuntansi untuk perbankan dan Perbankan Syariah.
a. Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI)
Laporan keuangan Bank Umum Konvensional wajib
disusun berdasarkan Pernyatan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) yang relevan bagi Bank. PAPI merupakan petunjuk
pelaksanaan yang berisi penjabaran lebih lanjut dari beberapa
PSAK yang relevan bagi industri perbankan, termasuk
penyesuaian terkait dengan penerbitan PSAK No. 50 (Revisi
2006) tentang Instrumen Keuangan: Penyajian dan
Pengungkapan, dan PSAK No. 55 (Revisi 2006) tentang
Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran, yang
berlaku sejak 1 Januari 2010.
Pemberlakuan PAPI 2008 diatur dalam Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 11/4/DPNP tanggal 27 Januari 2009
perihal Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan
10
Indonesia dalam buku 1 dan 2 yang mengatur perlakuan
akuntansi untuk setiap aktivitas operasional di lembaga
perbankan serta Surat Edaran Bank Indonesia
No.11/33/DPNP tanggal 8 Desember 2018 perihal
Perubahan atas Surat Edaran No. 11/4/DPNP. Sebagai
petunjuk pelaksanaan dari PSAK maka untuk hal-hal yang
tidak diatur dalam PAPI tetap mengacu kepada PSAK yang
berlaku.
b. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI)
Dalam rangka meningkatkan transparansi kondisi
keuangan bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha
Syariah (UUS), serta penyusunan laporan keuangan yang
relevan, komprehensif, andal dan dapat diperbandingkan,
BUS dan UUS menyusun dan menyajikan laporan keuangan
berdasarkan standar akuntansi keuangan yang relevan bagi
BUS dan UUS.
11
beserta pedoman pelaksanaannya sepanjang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah.
12
4. Measurement Unit (kesatuan pengukuran)
Laporan akuntansi bersifat finansial/keuangan, sehingga
laporan yang disajikan dalam laporan akuntansi atau laporan
keuangan tersebut haruslah data-data yang dapat diukur dengan
satuan uang/rupiah. Apabila data berupa benda maka harus ada
harganya, apabila berupa jasa maka harus ada tarifnya. Data dalam
laporan keuangan tidak boleh dalam bentuk satuan yang tidak
dapat diukur dengan satuan uang, seperti etika, moral, integritas
dan lain-lain.
5. Historical Cost (biaya historis)
Biaya yang dicatat dalam laporan akuntansi atau laporan
keuangan adalah biaya berdasarkan nilai yang benar-benar telah
dibayarkan. Perusahaan harus mencatat biaya historis atau disebut
juga biaya perolehan dalam setiap aktivitasnya termasuk dalam hal
pembelian sebuah barang atau jasa, perusahaan tidak dibenarkan
untuk mencatat pembelian barang atau jasa tersebut berdasarkan
harga saat ini.
6. Full Disclosure (pengungkapan sepenuhnya)
Perusahaan yang membuat sebuah laporan keuangan harus
membuat laporan secara menyeluruh, artinya semua data yang
dimiliki perusahaan harus diungkapkan dalam laporan keuangan,
agar segala informasi dapat terbuka dan secara transparan dapat
diketahui pengguna laporan keuangan.
7. Consistency (kosistensi)
Di dalam ilmu akuntansi terdapat beberapa metode yang
dapat digunakan untuk menyusun laporan keuangan, contohnya
seperti dalam hal penilaian persediaan ataupun penyusutan aktiva
tetap, prinsip konsistensi ini mewajibkan perusahan agar
senantiasa menggunakan metode yang sama dalam penyusunan
laporan keuangan. Tujuan dari adanya konsistensi adalah agar
laporan keuangan dari beberapa periode dapat dengan mudah
diperbandingkan.
13
8. Conservatism (konservatif)
Konservatif merupakan prinsip kehati-hatian dalam
penyusunan laporan keuangan, perusahaan jangan terburu-buru
dalam melakukan pengakuan dan pengukuran terhadap aktiva
maupun laba serta segera mengakui kerugian dan utang yang
memiliki potensi akan terjadi.
9. Objective evidence (bukti yang objektif)
Pencatatan dan penyusunan laporan keuangan harus
berdasarkan bukti-bukti transaksi yang faktual, objektif dan dapat
dipertanggungjawabkan.
10. Revenue recognition (pengakuan pendapatan)
Dalam setiap usaha, penerimaan uang hasil usaha tidak selalu
didapatkan bersamaan dengan penyelesaian pekerjaan atau
penyerahan barang, sehingga diperlukan adanya konsep atau
aturan dalam pelaksanaan pengukurannya. Dalam akuntansi
dikenal dua metode pengukuran pendapatan, yaitu metode cash
basic (basis kas) dan accrual basis (basis akrual). Di Indonesia
metode yang diakui adalah dengan menggunakan basis akrual.
14
F. Persamaan Dasar dalam Akuntansi
Pemahaman terhadap persamaan dasar akuntansi merupakan
langkah awal dan sangat penting agar dapat memahami pola
identifikasi, pencatatan, pengelompokan dan pelaporan kegiatan
akuntansi atau laporan keuangan. Komponen persamaan dasar
akuntansi terdiri dari Aktiva dan Passiva, Aktiva berisi komponen
Harta, sedangkan Passiva berisi komponen Utang dan Modal.
Persamaan dasar akuntansi adalah sebagai berikut:
AKTIVA = PASSIVA
HARTA = UTANG + MODAL
Keterangan :
1. Harta atau aset adalah semua kekayaan/sumber daya yang
dimiliki perusahaan. Contoh: kas, peralatan, perlengkapan,
piutang, persediaan, gedung dan lain-lain;
2. Utang atau kewajiban adalah sumber harta yang berasal dari
orang lain (bukan pemilik) baik karena transaksi kredit atau
transaksi pinjaman, utang harus dibayar perusahaan dengan
uang atau jasa pada suatu saat tertentu di masa yang akan
datang. Contoh: Utang Usaha (bisa terjadi karena pembelian
tidak secara tunai/kredit), Utang Bank (bisa terjadi karena
pinjaman kepada bank) dan lain-lain.
3. Modal atau ekuitas adalah hak pemilik perusahaan atas
kekayaan perusahaan, modal juga diartikan sebagai sumber
harta yang berasal dari pemilik perusahaan. Contoh: Setoran
modal oleh pemilik perusahaan.
Persamaan dasar akuntansi merupakan ringkasan dari pencatatan
setiap peristiwa ekonomi atau transaksi keuangan yang terjadi. Dalam
persamaan dasar akuntansi akan selalu terjadi keseimbangan (nilai yang
sama) antara aktiva dan passiva. Setiap terjadi transaksi keuangan pada
perusahan, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan pada kolom
harta, utang, dan modal.
AKTIVA = PASSIVA
Tanggal HARTA = UTANG MODAL
Kas = Utang Usaha Modal, Kanaya
1/08/20 + 500.000.000 = 0 +500.000.000
Total 500.000.000 = 500.000.000
2. Pembelian harta/aset secara tunai
Tanggal 2 Agustus 2020 Ibu Kanaya membeli sebuah peralatan
untuk kantornya seharga Rp.10.000.000,-. Transaksi tersebut
dicatat oleh perusahaan yang hanya akan mempengaruhi akun
aktiva, yaitu terjadi penambahan saldo akun peralatan dan
pengurangan saldo akun kas sebesar Rp.10.000.000,-. Ilustrasinya
sebagai berikut:
AKTIVA = PASSIVA
HARTA = UTANG MODAL
Tanggal
Utang Modal,
Kas Peralatan =
Usaha Kanaya
1/08/20 + 500.000.000 - = 0 +500.000.000
2/08/20 (-) 10.000.000 + 10.000.000 =
Total 500.000.000 = 500.000.000
3. Pembelian harta/aset secara kredit
Tanggal 4 Agustus 2020 Ibu Kanaya membeli perlengkapan
kantor seharga Rp.7.000.000,- secara kredit. Transaksi tersebut
dicatat oleh perusahaan yang akan mempengaruhi akun aktiva dan
passiva, yaitu terjadi penambahan saldo akun perlengkapan kantor
dan penambahan saldo akun utang usaha sebesar Rp.7.000.000,-.
Ilustrasinya sebagai berikut:
16
AKTIVA = PASSIVA
HARTA = UTANG MODAL
Tanggal
Perlengkapan Utang Modal,
Kas Peralatan =
kantor Usaha Kanaya
1/08/20 + - - = - +
500.000.000 500.000.000
2/08/20 (-) 10.000.000 + 10.000.000 - = - -
4/08/20 - - +7.000.000 = + -
7.000.000
Total 507.000.000 = 507.000.000
4. Pendapatan jasa
Ibu Kanaya menerima pendapatan atas jasa konsultasi keuangan
pada tanggal 10 Agustus sebesar Rp.15.000.000,- diterima secara
tunai. Transaksi tersebut dicatat oleh perusahaan yang akan
mempengaruhi akun aktiva dan passiva, yaitu terjadi penambahan
saldo akun kas dan penambahan saldo akun modal (karena setiap
pendapatan/laba diakui sebagai penambahan modal pemilik) sebesar
Rp.15.000.000,-. Ilustrasinya sebagai berikut:
AKTIVA = PASSIVA
HARTA = UTANG MODAL
Tanggal
Perlengkapan Utang Modal,
Kas Peralatan =
kantor Usaha Kanaya
1/08/20 + - - = - +
500.000.000 500.000.000
2/08/20 (-) 10.000.000 + - = - -
10.000.000
4/08/20 - - + 7.000.000 = + -
7.000.000
10/08/20 + 15.000.000 - - = - +
15.000.000
Total 522.000.000 = 522.000.000
17
5. Pembayaran Utang
Tanggal 15 Agustus 2020 Ibu Kanaya membayar utang usaha
dari pembelian perlengkapan kantor secara kredit di tanggal 4
Agustus 2020 sebesar Rp.7.000.000,-. Transaksi tersebut dicatat oleh
perusahaan yang akan mempengaruhi akun aktiva dan passiva, yaitu
terjadi pengurangan saldo akun kas dan pengurangan saldo akun
utang usaha sebesar Rp.7.000.000,-. Ilustrasinya sebagai berikut:
AKTIVA = PASSIVA
HARTA = UTANG MODAL
Tanggal
Perlengkapan Utang Modal,
Kas Peralatan =
kantor Usaha Kanaya
1/08/20 + - - = - +
500.000.000 500.000.000
2/08/20 (-) + - = - -
10.000.000 10.000.000
4/08/20 - - + 7.000.000 = + -
7.000.000
10/08/20 + - - = - +
15.000.000 15.000.000
15/08/20 (-) - - = (-) -
7.000.000 7.000.000
Total 515.000.000 = 515.000.000
18
AKTIVA = PASSIVA
HARTA = UTANG MODAL
Tanggal
Perlengkapan Utang Utang Bank Modal,
Kas Peralatan =
kantor Usaha Nasional Kanaya
1/08/20 + - - = - - +
500.000.000 500.000.000
2/08/20 (-) + 10.000.000 - = - - -
10.000.000
4/08/20 - - + 7.000.000 = + - -
7.000.000
10/08/20 + - - = - - + 15.000.000
15.000.000
15/08/20 (-) - - = (-) - -
7.000.000 7.000.000
20/08/20 + - - = - + -
150.000.000 150.000.000
Total 665.000.000 = 665.000.000
19
20
BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN
AKUNTANSI SYARIAH
A. Pendahuluan
Ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa sekarang ini tentu
memiliki sejumlah cerita masa pada lalu yang mendasarinya. Begitu pula
dengan ilmu akuntansi, ilmu ini yang secara mendasar merupakan ilmu
praktek tentang pencatatan peristiwa ekonomi memiliki asal mula yang
cukup menarik untuk diketahui.
Dengan mengetahui cerita dari sejarah suatu ilmu, diharapkan
dapat menjadi tambahan pemahaman tentang kejadian di masa lampau
sebagai memicu pemikiran-pemikiran pembaharu dari para ilmuan,
yang ceritanya diabadikan dalam tulisan sejarah.
Sejarah yang akan dibahas pada bab ini tidak hanya membahas
tentang akuntansi secara umum yang dikenal di dunia, namun juga
membahas akuntansi dalam peradaban Islam serta keterkaitan antara
akuntansi barat dan akuntansi pada peradaban Islam. Di bagian akhir
disajikan pula sejarah akuntansi yang ada di Indonesia.
25
akan langsung dibagikan setelah harta tersebut diperoleh, sehingga
harta tersebut tidak sempat menumpuk di Baitul Maal.
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab peran Baitul
Maal semakin besar, karena semakin besar pula harta yang tersimpan
oleh negara di lembaga tersebut. Banyaknya harta penerimaan negara
tidak lepas dari meluasnya daerah kekuasaan Islam sampai mencakup
wilayah Timur Tengah, Asia dan Afrika. Karena semakin besar
tanggung jawab dalam hal kekayaan negara, maka dibentuklah Unit
khusus dari Baitul Maal yang diberi nama “Diwan” sebagai upaya
Khalifah Umar untuk dapat melakukan pencatatan yang rapi dan benar
pada penerimaan dan pengeluaran negara. Diwan memiliki tugas untuk
membuat Laporan Keuangan Baitul Maal sebagai wujud
pertanggungjawaban Khalifah Umar dalam pengelolaan kekayaan
negara.
Perkembangan pengelolaan keuangan mencapai titik tertinggi pada
peradaban Islam terjadi pada masa pemerintahan Daulah Abbasiah.
Pada masa itu pencatatan dibagi menjadi beberapa kategori yaitu:
akuntansi peternakan, akuntansi pertanian, akuntansi bendahara,
akuntansi konstruksi, akuntansi mata uang dan sistem pembukuan
menggunakan model buku besar. Sistem pembukuan menggunakan
model buku besar dikelompokkan kembali menjadi empat pembukuan,
antara lain:
- Jaridah Al-Kharaj (pembukuan negara terhadap hutang pada
individu);
- Jaridah An Nafaqat (pembukuan yang digunakan untuk mencatat
pengeluaran negara);
- Jaridal Al Maal (pembukuan yang digunakan untuk mencatat
penerimaan dan pengeluaran zakat); dan
- Jaridah Al Musadareen (pembukuan yang digunakan penerimaan
sita/denda tidak sesuai syariah).
Selain pencatatan setiap transaksi ekonomi yang mengalami
peningkatan seperti dijelaskan di atas, pelaporan akuntansi juga terjadi
peningkatan yang sangat besar, yaitu ditandai dengan adanya
26
pembuatan laporan akuntansi yang dikembangkan pada masa itu yang
dikenal dengan istilan “Al Khitmah” (laporan pendapatan dan
pengeluaran yang dibuat setiap bulan) dan “Al Khitmah Al Jame’ah”
(Laporan Keuangan komprehensif berisikan laporan laba rugi dan
laporan posisi keuangan yang dilaporkan pada akhir tahun). Pada masa
pemerintahan Daulah Abasiyah ini perhitungan dan penerimaan zakat
menjadi perhatian. Utang zakat diklasifikasikan dalam tiga laporan
keuangan yaitu collectable debts, doubtful debts, uncolectable debts (Zaid,
2001).
27
2. Pencatatan pengeluaran di sebelah kiri disertai dengan penjelasan
pengeluaran tersebut.
28
1. Konfrontasi Irian Barat (1957). Peristiwa ini berakibat pada
dipulangkannya pelajar-pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di
Belanda, yang kemudian melanjutkan sekolah ke negara lain, salah
satunya adalah Amerika Serikat.
2. Adanya Penanaman Modal Asing (PMA). Hal ini berdampak
positif terhadap perkembangan sistem akuntansi di Indonesia,
khususnya sistem Anglo Saxon.
Perkembangan terakhir yaitu sistem akuntansi di Indonesia
berpedoman pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
sebagai upaya harmonisasi sistem akuntansi dalam negeri dengan
kondisi sistem akuntansi dunia, meningkatkan keterbukaan laporan
keuangan dan peningkatan mutu laporan keuangan. Seperti dijelaskan
di bab sebelumnya, sekarang ini di Indonesia sudah terdapat beberapa
standar akuntansi yang dipakai, yaitu SAK-IFRS, SAK Syariah, SAP,
SAK ETAP dan SAK EMKM.
29
30
BAB III PRINSIP DASAR DAN SISTEM
OPERASIONAL BANK SYARIAH
A. Pendahuluan
Setiap organisasi atau perusahaan memiliki landasan utama yang
menjadi dasar hukum berdirinya perusahaan tersebut. begitu pula
dengan Lembaga keuangan syariah, seperti Perbankan Syariah. Selain
harus memiliki legalitas dalam segi hukum positif, lembaga yang
berbasis Syariah juga harus memiliki legalitas secara syariah nya yang
dikeluarkan oleh pihak-pihak yang berwenang.
Selain itu, karakteristik perusahaan yang beraneka ragam
mengharuskan adanya ketentuan dan aturan dalam menjalankan setiap
usaha agar mekanisme operasional perusahaan dapat berjalan dengan
lancar sesuai dengan tujuan perusahaan. Mekanisme atau sistem
operasional dibuat agar menjadi panduan dalam menjalankan kegiatan
usaha sehari-hari, selain itu dengan sistem operasional yang baik
diharapkan dapat memberikan hasil yang maksimal serta
meminimalkan risiko kesalahan maupun kecurangan yang mungkin
bisa terjadi.
Dalam bab ini akan membahas tentang definisi, prinsip dasar serta
landasan hukum yang harus dimiliki oleh bank syariah dan juga.
Selanjutnya dipaparkan pula ketentuan-ketentuan dan juga sistem
operasional bank syariah.
33
sebagai landasan dalam bermuamalah, prinsip-prinsip tersebut antara
lain:
1. Pada dasarnya segala bentuk kegiatan/transaksi dalam muamalah
adalah dibolehkan (mubah), kecuali ada dalil-dalil Al qur’an dan
sunnah Rasul yang mengharamkannya.
2. Dasar dalam bermuamalah dilakukan secara sukarela dan tanpa
adanya paksaan.
3. Dalam bermuamalah prinsipnya adalah mendatangkan manfaat
dan menghindari mudharat.
4. Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai-nilai keadilan
yaitu menghindari unsur-unsur dzolim seperti penganiyaan
ataupun pengambilan kesempatan dalam kesempitan.
Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, sangat jelas bahwa dalam
transaksi-transaksi diperbankan syariah pun semua pada dasarnya
diperbolehkan, asalkan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
muamalah tersebut.
35
tambahan pembayaran pada transaksi pinjam meminjam yang
merupakan bagian dari transaksi riba.
Namun sebagian ulama lain memiliki anggapan
berbeda, yaitu bunga bank berbeda dengan riba karena Jumlah
bunga yang dipungut dan diberikan oleh bank kepada nasabah
jauh lebih kecil dibandingkan dengan riba yang diperlakukan
pada zaman Jahiliyyah. Alasan kedua yaitu pemungutan bunga
bank tidak akan membuat bank itu sendiri atau nasabahnya
memperoleh keuntungan besar atau sebaliknya tidak akan
merasa dirugikan dengan pemberian bunga. Alasan ketiga
yaitu tujuan pengambilan kredit dari debitur pada zaman
Jahiliyyah adalah untuk konsumsi, sementara sekarang dengan
tujuan produktif. Alasan terakhir adalah karena adanya
kerelaan antara kedua pihak yang bertransaksi sebagaimana
halnya kebolehan dalam jual beli dengan an taradhin. Sehingga
berdasarkan alassan tersebut maka dianggap bunga bank
diperbolehkan karena bukan masuk dalam kategori riba.
(Rahmawaty, 2010)
Jenis riba dibedakan berdasarkan sebabnya praktik riba
dibagi menjadi dua jenis, antara lain:
1) Riba dari Praktik Jual Beli
Tambahan (riba) yang terjadi berdasarkan transaksi
perdagangan atau jual beli ada dua macam, yaitu:
a) Riba Fadhl
Riba Fadhl terjadi berdasarkan transaksi
pertukaran antar barang dengan jenis yang sama
namun ditukar dengan kadar atau takaran yang
berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu
termasuk dalam jenis barang ribawi.
Contoh:
Pada saat menjelang lebaran Si A menukarkan uang
kepada si B dengan uang pecahan Rp.100.000
(serratus ribu rupiah) satu lembarditukar dengan uang
pecahan Rp.10.000 (sepuluh ribu rupiah) berjumlah
36
sembilan lembar, sehingga secara jumlah si A hanya
menerima Rp.90.000 (sembilan puluh ribu rupiah).
Hal ini dilarang karena menggunakan objek yang
sama yaitu uang dengan takaran yang berbeda.
b) Riba Nasi’ah
Riba Nasi’ah terjadi karena adanya
penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis
barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis
barang ribawi lainnya. Riba nasi’ah muncul karena
adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara
yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan
kemudian. Bunga bank masuk dalam kategori riba
nasi'ah, karena munculnya riba ini disebabkan adanya
perbedaan, perubahan atau tambahan antara barang
yang diserahkan hari ini dengan barang yang
diserahkan kemudian.(Rahmawaty, 2010)
Contoh:
Si A membeli 5 gram emas pada bulan ini, namun Si
A baru dapat melakukan pembayaran atau
menyerahkan uangnya pada bulan depan. Hal
tersebut termasuk Riba Nasi’ah karena harga emas
belum tentu sama pada setiap harinya.
2) Riba dari praktik Utang Piutang
a) Riba Qardh
Riba Qardh adalah suatu manfaat atau tingkat
kelebihan tertentu yang disyaratkan oleh kreditur
terhadap debitur pada saat pembayaran.
Contoh:
Si A meminjamkan uang Rp.100.000 (seratus ribu
rupiah) kepada si B, lalu pada saat penyerahan di awal
disyaratkan tambahan keuntungan ketika
pengembalian, misalnya menjadi Rp. 110.000 (seratus
sepuluh ribu rupiah).
b) Riba Jahiliyah
37
Riba jahililiyah adalah riba yang terjadi dari
transaksi utang yang dibayar lebih dari nilai
pokoknya, karena debitur tidak mampu membayar
utangnya pada saat sudah jatuh tempo.
Contoh:
Si A meminjam uang Rp. 250.000 (dua ratus lima
puluh ribu rupiah) kepada si B dengan jangka waktu
1 bulan. Saat waktunya tiba, si A tidak dapat
mengembalikan uang yang dipinjam, sehingga
meminta tambahan waktu 1 minggu untuk
mengembalikan. Penambahan waktu disetujui oleh si
B dengan syarat pada saat pengembalian ditambah
keuntungan tambahan sebesar Rp.50.000 (lima puluh
ribu rupiah) sehingga si A harus membayar Rp.
300.000 (tiga ratus ribu rupiah)
b. Tadlis (penipuan)
Tadlis secara sederhana diartikan sebagai penipuan,
namun secara penjabarannya tadlis artinya adalah keadaan
dimana salah satu pihak tidak mengetahui secara utuh
informasi terhadap barang yang diperjualbelikan (asimetri
informasi).
Contoh:
- Menjual barang cacat tanpa menjelaskan cacatnya kepada
pembeli;
- Menjual barang tidak sesuai spesifikasi;
- Menjual barang tidak sesuai timbangan, dan lain-lain.
c. Gharar (ketidakjelasan)
Secara singkat Gharar artinya adalah ketidakjelasan.
Gharar maksudnya adalah ketidaktahuan informasi terhadap
suatu barang dari kedua belah pihak (penjual dan pembeli).
Contoh:
- Jual beli anak kambing yang masih dalam kandungan
induknya
38
- Jual beli buah di satu pohon yang belum dipetik dan
belum diketahui jumlahnya
d. Maysir (judi)
Maysir artinya judi atau spekulasi atau bertaruh. Maysir
adalah setiap permainan yang di dalamnya disyaratkan sesuatu
berupa materi yang diambil dari pihak yang kalah untuk pihak
yang menang. Judi dilarang karena adanya kandungan
spekulasi dari semua pihak, yang pada akhirnya menyebabkan
adanya pihak yang diuntungkan dan pihak lainnya dirugikan.
Contoh:
- Judi togel
- Judi sabung ayam
- Judi kartu
- Judi bola, dan lain-lain
e. Ikhtikar (rekayasa penawaran)
Ikhtikar disebut pula rekayasa penawaran. Dalam Bahasa
sederhana Ikhtikar diartikan sebagai kegiatan penimbunan
sejumlah barang yang bertujuan untuk mengambil
keuntungan dari kelangkaan barang tersebut di atas
keuntungan normal.
Contoh:
- Penimbunan bahan bakar minyak
- Penimbunan gas, dan lain-lain
f. Najasy (rekayasa permintaan)
Najasy juga biasa disebut rekayasa permintaan. Jual beli najasy
terjadi apabila terjadi permintaan palsu terhadap suatu barang
seakan-akan banyak permintaan terhadap produk tersebut,
yang dapat mempengaruhi pembeli lainnya untuk mempeli
produk tersebut.
Contoh:
Misal ada seorang pedagang yang bekerjasama dengan
beberapa temannya untuk membeli/menawar barang
39
dagangannya. Sehingga terkesan barang dagangannya sangat
banyak peminatnya.
g. Risywah (suap)
Risywah dalam bahasa arab diartikan dengan suap-
menyuap, sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) risywah yaitu menyuap atau memberikan uang
sogokan dan sebagainya agar segala keinginannya dapat
dikabulkan. Sementara itu ulama-ulama MUI mendefinisikan
risywah sebagai suatu pemberian yang diberikan oleh seorang
kepada orang lain (pejabat) dengan tujuan agar meluluskan
suatu perbuatan yang batil (tidak benar menurut syariah) atau
membatilkan perbuatan yang hak.
Definisi risywah menurut Fitriani (2018) adalah
pemberian harta maupun benda lain kepada pemangku
jabatan atau pemegang kekuasaan guna melancarkan
(menghalalkan) yang batil atau membatilkan yang hak atau
menikmati manfaat dari secara illegal. Sebagian Ulama
mengartikan risywah sebagai sesuatu yang diberikan seseorang
kepada hakim atau pihak lain agar orang tersebut memperoleh
kepastian hukum atau sesuatu yang diinginkan. Orang yang
memberikan sesuatu kepada pihak lain yang mendukung
perbuatan batil disebut ar-raasyi dan pihak yang menerima
suap disebut al-murtasyi. Sedangkan perantara atau mediator
antara si penyuap dengan penerima suap disebut roisyi.
Contoh:
Pemberian sejumlah uang dari pedagang kepada oknum
aparat agar diperbolehkan berjualan di tempat yang pada
dasarnya adalah tempat terlarang untuk berjualan.
3. Transaksi yang dilarang karena tidak sah akadnya
Suatu transaksi terhadap objek yang halal dan dengan perilaku
transaksi yang baik juga belum selalu menjamin sebuah transaksi
tidak terlarang. Transaksi masih mempunyai kemungkinan
dilarang apabila akadnya tidak sah. Hal-hal yang dapat
menyebabkan akad tidak sah adalah karena rukun dan syarat
40
akadnya tidak terpenuhi, transaksi bersyarat (ta’alluq) atau
mengandung dua akad sekaligus (two in one).
a. Rukun dan syarat tidak terpenuhi
Rukun adalah sesuatu yang wajib ada di setiap transaksi,
umumnya rukun-rukun yang harus ada dalam aktivitas
ekonomi adalah pelaku, objek, dan ijab qabul. Selain rukun,
faktor lain yang juga harus ada agar akad menjadi sah
(lengkap) adalah syarat. Syarat adalah sesuatu yang
keberadaanya berfungsi untuk melengkapi rukun. (Azzam,
2010)
Perbedaan antara rukun dan syarat menurut ulama
ushul fiqih, yaitu rukun adalah sifat yang memiliki akibat
hukum dan ia termasuk dalam hukum itu sendiri, sedangkan
syarat merupakan sifat yang memiliki akibat hukum, tetapi ia
berada di luar hukum itu sendiri (Dahlan, 1996: 1692)
Pelaku adalah pihak-pihak yang melakukan transaksi,
apabila dalam transaksi jual beli maka pelakunya adalah
penjual dan pembeli, apabila transaksi sewa maka pelakunya
adalah penyewa dan pemberi sewa, dan lain-lain. Sedangkan
objek transaksi adalah benda atau jasa yang menjadi sasaran
kegiatan ekonomi, misal dalam jual beli sepeda motor maka
objeknya adalah sepeda motor, dalam transaksi sewa gedung
maka objeknya adalah Gedung, dan seterusnya. Rukun ketiga
yaitu ijab kabul adalah tanda kesepakatan antara para pelaku
yang bertransaksi terhadap objek transaksi.
Selain rukun, syarat merupakan faktor lain yang juga
harus dipenuhi dalam transaksi ekonomi. Salah satu contoh
syarat untuk pelaku kegiatan ekonomi adalah harus
baligh/berakal. Apabila rukun terpenuhi akan tetapi syaratnya
tidak terpenuhi maka transaksi tersebut menjadi fasiq (rusak).
b. Pembelian bersyarat (ta’alluq)
Ta’alluq adalah transaksi yang di dalamnya terjadi dua
akad yang saling dikaitkan, akad pertama terjadi tergantung
pada akad kedua. Contohnya, Ahmad menjual Laptop seharga
41
Rp.4.000.000 dibayar secara angsuran kepada si Dilan, dengan
syarat Dilan harus menjual kembali laptop tersebut kepada si
Ahmad secara tunai seharga Rp.3.500.000. Transaksi tersebut
adalah transaksi yang dilarang, karena ada persyaratan bahwa
penjual bersedia menjual barang kepada pembeli dengan
syarat pembeli harus menjual kembali barang tersebut kepada
penjual,
c. Dua akad dalam satu transaksi (two in one)
Two in one adalah kondisi dimana suatu transaksi di
wadahi oleh dua akad sekaligus, sehingga menimbulkan
ketidakpastian (gharar) mengenai akad mana yang digunakan.
(Karim 2011)
Contohnya misalnya transaksi penjualan rumah oleh si
Munawar kepada si Jaya dan pada saat yang sama Munawar
menyewakan rumah lain kepada Jaya selama satu bulan
dengan total harga Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah).
1 3
2 4
Keterangan:
1. Nasabah penabung menyimpan dana di bank konvensional
2. Nasabah penabung akan mendapatkan bunga sesuai jumlah
simpanan yang dimiliki di bank konvensional
3. Bank konvensional memberikan kredit/pinjaman kepada nasabah
peminjam
4. Nasabah peminjam harus membayar pokok pinjaman disertai
dengan bunga pinjaman yang telah ditetapkan oleh bank
konvensional
Perbedaan utama sistem operasional yang ada di Bank Syariah
yaitu penggunaan sistem bagi hasil sebagai pengganti sistem bunga
dalam hal perhitungan dan pengakuan keuntungan. Dampaknya adalah
kesepakatan antara bank syariah dengan nasabah pembiayaan (di bank
konvensional disebut nasabah peminjam) dan kesepakatan antara bank
syariah dengan nasabah pemilik dan penitip dana (di bank konvensional
46
disebut nasabah penabung) memiliki keterkaitan dan memiliki efek
secara ekonomi. Bank syariah menghimpun dana dari nasabah pemilik
dan penitip dana, kemudian nasabah pemilik dan penitip dana akan
mendapatkan keuntungan berdasarkan nisbah bagi hasil yang
disepakati berdasarkan penghasilan yang diperoleh bank syariah. Dana
yang dihimpun tersebut akan dipergunakan oleh bank syariah untuk
disalurkan dalam bentuk pembiayaan kepada nasabah pembiayaan dan
bank syariah akan mendapatkan keuntungan dari margin jual beli atau
nisbah bagi hasil dari usaha yang dijalankan oleh nasabah pembiayaan
tersebut. Dengan demikian, besaran bagi hasil yang diperoleh nasabah
pemilik dan penitip dana akan sangat bergantung dari jumlah
pendapatan yang diterima oleh bank syariah dari hasil pembiayaannya
kepada nasabah pembiayaan. Secara rinci sistem operasional di bank
syariah digambarkan pada bagan di bawah ini (Rizal Yaya dkk (2017):
47
Figur 3.2
Sistem Operasional Bank Syariah
4 3
BANK Nasabah
Pembiayaan
SYARIAH
- Nasabah mitra,
Nasabah Sebagai pengelola
Pemilik dan Pengelola investasi, pembeli,
1 pemyewa
Penitip Dana dana/penerima
dana titipan - Instrumen
2 penyaluran dana
lain yang
Sebagai pemilik dibolehkan
dana/penjual/
pemberi sewa
Sebagai Jasa Administrasi
Penyedia Jasa
Keuangan ATM, transfer,
5 kliring, Letter of
Credit, Bank
garansi, Transaksi
valuta asing, dan
sebagainya
Keterangan:
1. Penghimpunan Dana. Sistem operasional bank syariah diawali
dari transaksi penghimpunan dana dari masyarakat.
Penghimpunan dana dapat dilakukan dengan mekanisme investasi
ataupun mekanisme titipan. Dengan mekanisme investasi, nasabah
sebagai pemilik dana (shohibul maal) dan bank syariah berperan
sebagai pengelola dana (mudharib). Adapun dalam mekanisme
titipan, nasabah berperan sebagai penitip dan bank syariah sebagai
penerima titipan.
2. Penyaluran Dana. Dana yang diterima oleh bank syariah dari
hasil penghimpunan dana kemudian disalurkan kepada berbagai
48
pihak, seperti mitra investasi, pembeli barang, pengelola investasi
dan penyewa barang atau jasa yang disediakan oleh bank syariah.
Ketika penyaluran dana dalam bentuk investasi, bank syariah
memiliki peran sebagai pemilik dana (shohibul maal). Ketika
penyaluran dana dalam bentuk jual beli, bank syariah memiliki
peran sebagai penjual. Dan Ketika penyaluran dana dalam bentuk
pengadaan objek sewa, bank syariah memiliki peran sebagai
pemberi sewa.
3. Menerima Pendapatan Bagi Hasil, Margin atau Fee. Dari
transaksi penyaluran dana yang dilakukan bank syariah ke berbagai
pihak, bank syariah akan menerima pendapatan berupa bagi hasil
dari transaksi investasi, margin dari transaksi jual beli dan fee dari
transaksi sewa, serta berbagai jenis penghasila yang didapatkan dari
instrumen-instrumen penyaluran dana lainnya asalkan tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
4. Menyalurkan Pendapatan Bagi Hasil/Bonus. Pendapatan
yang diperoleh bank syariah dari transaksi-transaksi penyaluran
dana akan dibagi kepada nasabah pemilik dana dan/atau penitip
dana. Pembagian dana pendapatan kepada pemilik dana bersifat
wajib dilakukan sesuai dengan nisbah bagi hasil yang telah
disepakati. Sedangkan pembagian dana pendapatan kepada penitip
dana bersifat sukarela, karena tidak ditetapkan di awal dan dana ini
biasa disebut dengan istilah bonus.
5. Penyediaan Jasa. Selain melakukan aktivitas sebagai perantara
keuangan, bank syariah juga melakukan kegiatan lain sebagai
penyedia jasa keuangan seperti jasa ATM, bank garansi, transfer,
dan lain-lain. Pendapatan dari hasil penyediaan jasa ini akan diakui
sepenuhnya oleh bank syariah sebagai pendapatan tanpa harus
dibagi kepada pemilik atau penitip dana, hal itu dikarenakan
transaksi layanan ini dilakukan dengan sumber daya yang dimiliki
oleh bank syariah tanpa menggunakan dana dari pemilik atau
penitip dana.
49
G. Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Gagasan untuk mendirikan Bank Syariah di Indonesia telah ada
semenjak pertengahan tahun 1970-an. Ide tersebut disuarakan pada
seminar nasional hubungan Indonesia dengan Timur Tengah pada
tahun 1974 dan dalam seminar internasional pada tahun 1976 yang
diselenggarakan oleh Yayasan Bhinneka Tunggal Ika dan Lembaga
Studi Ilmu-ilmu Kemasyarakahat (LSIK). Namun gagasan tersebut
urung dilakukan karena berbagai hambatan untuk merealisasinya
(Rahardjo, 1992):
1. Sistem bank syariah dengan prinsip bagi hasil belum diatur oleh
Undang-Undang, dan oleh karena itu maka tidak sejalan dengan
UU Pokok Perbankan yang berlaku pada saat itu yaitu UU No. 14
Tahun 1967;
2. Dari aspek politis, konsep bank syariah berkonotasi ideologis
dengan agama karena dianggap bagian dari atau terkait dengan
konsep/ideologi negara Islam dan karena itu tidak sejalan dengan
pemerintah;
3. Masih belum jelas siapa pihak yang bersedia menanamkan modal
dalam ventura semacam itu, sementara masih ada kebijakan
pencegahan pendirian bank baru dari Timur Tengah, antara lain
pembatasan pembukaan kantor bank asing di Indonesia.
Pada tahun 1988 gagasan tentang kehadiran Bank Syariah di
Indonesia mulai menyeruak Kembali, yaitu pada saat keluarnya Paket
Kebijakan Oktober (PAKTO) yang berisi liberalisasi industry
perbankan. Upaya-upaya gencar dilakukan oleh para ulama pada masa
itu agar berdirinya sebuah lembaga perbankan yang bebas bunga, akan
tetapi terkendala oleh tidak adanya perangkat hukum yang dapat
dijadikan landasan, kecuali perbankan dapat menerapkan bunga 0%.
Kegiatan Lokakarya ulama yang diselenggarakan di Cisarua Bogor pada
tanggal 19-22 Agustus 1990 yang membahas tentang bunga bank
menghasilkan sebuah rekomendasi yang kemudian dibahas secara lebih
mendalam dalam kegiatan Musyawarah Nasional (MUNAS) keempat
(IV) Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang diadakan di hotel Sahid Jaya
Jakarta pada tanggal 22-25 Agustus 1990 menghasilkan adanya
50
pembentukan kelompok kerja untuk percepatan pendirian bank syariah
di Indonesia.
Bank Syariah pertama di Indonesia akhirnya berdiri tahun 1992
yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI), akta pendirian PT Bank
Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991.
BMI menjadi Bank Umum pertama yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip bagi hasil. Berhasilnya pendirian Bank Syariah
pertama di Indonesia ini tidak terlepas dari hasil upaya kerja tim
perbankan yang dibentuk oleh MUI. Pada saat penandatanganan akta
pendirian, terkumpul komitmen pembelian saham sebesar 84 miliar
rupiah. Kemudian pada tanggal 3 November 1991 dalam acara
silaturahmi Presiden di Istana Negara Bogor jumlah komitmen modal
awal sebesar Rp.106.126.382. dana yang terkumpul tersebut bersumber
dari presiden, wakil presiden, sepuluh Menteri kabinet pembangunan
V, dan juga beberapa lembaga lain seperti Supersemar, Dharmais,
Purna Bhakti Pertiwi, Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, Yayasan
Dakab, PT PAL dan PT PINDAD. Selanjutnya, Yayasan Dana
Dakwah Pembangunan yang dipercaya sebagai Yayasan penopang
Bank Syariah (Sudarsono, 2008).
Setelah berdirinya PT Bank Muamalat Indonesia dilanjutkan
dengan berdirinnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang
diharpkan dapat menjangkau kalangan masyarakat yang lebih luas, akan
tetapi pada kenyataannya kedua lembaga keuangan syariah tersebut
belum mampu untuk menyentuh masyarakat Islam di kalangan bawah,
oleh sebab itu kemudian didirikanlah suatu lembaga mikro syariah yang
diberi nama dengan Baitul Maal Wattamwil (BMT) (Suhendro, 2018).
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan
Peraturan Pemerintah Nomer 72 tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan
Prinsip Bagi Hasil menjadi dasar hukum pendirian Bank Syariah
pertama di Indonesia. Kemudian dengan adanya Undang-Undang
Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan yang merupakan
penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 semakin
menegaskan eksistensi Bank Syariah di Indonesia yang secara jelas
menerangkan adanya dua sistem dalam perbankan di Indonesia (dual
51
banking system) yaitu sistem perbankan konvensional dan sistem
perbankan syariah. (Asnaini dan Herlina Yustati, 2017) Lahirnya
Undang-Undang ini tidak terlepas dari Bank Muamalat Indonesia yang
dapat bertahan pada masa krisis yang melanda Indonesia pada tahun
1997, padahal di saat yang sama banyak bank konvensional yang
mengalami negative spread dan tidak dapat bertahan di masa krisis
ekonomi tersebut. Pembuktian ini menjadikan bank syariah adalah
lembaga yang layak diberikan kepercayaan untuk diakomodasi secara
lebih maksimal oleh pemerintah dalam sistem perbankan di Indonesia.
Lahirnya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
mengakomodasi Bank Indonesia untuk dapat mengambil kebijakan
moneter berdasarkan prinsip syariah. Pengaturan dan pengawasan bank
komersial, termasuk bank syariah, menjadi tanggung jawab Bank
Indonesia. Bank Indonesia juga mengeluarkan instrumen moneter
syariah antara lain Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), Pasar
Uang Antar Bank Syariah (PUAS), serta diperbolehkannya pinjaman
antar bank syariah dengan menggunakan sertifikat Investasi
Mudharabah Antarbank (IMA). Unit Khusus yang menangani
perbankan syariah, yaitu Biro Perbankan Syariah, akhirnya dibentuk
oleh Bank Indonesia pada tahun 2001. Kemudian keluar UU No. 3
Tahun 2004 sebagai amandemen dari UU No. 23 Tahun 1999 yang
mempertegas kebijakan moneter Bank Indonesia dengan prinsip
syariah, yang pada tahun yang sama pula Biro Perbankan Syariah
berubah menjadi Direktorat Perbankan Syariah di Bank Indonesia.
Tahun 2006 terbit Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.
8/3/PBI/2006 tentang Perubahan kegiatan Bank Umum
Konvensional menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional.
Melalui PBI tersebut mulai diperkenalkannya sistem Office Channeling,
yaitu diperbolehkannya Bank Konvensional yang memiliki Unit Usaha
Syariah (UUS) untuk melayani transaksi berdasarkan prinsip syariah di
kantor cabang konvensional. Padahal sebelum adanya PBI ini, nasabah
hanya dapat melakukan transaksi syariah pada kantor cabang cabang
syariah dari bank konvensional.
52
Dua tahun kemudian yaitu tanggal 16 Juli 2008 disahkan UU
No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Melalui UU ini
diharapkan dapat menjadi dongkrak pertumbuhan dan perkembangan
perbankan syariah nasional, salah satu hal penting yang diatur dalam
UU ini yaitu terkait diperkenankannya pemisahan diri (spin-off) UUS dari
Bank Konvensional, baik sukarela ataupun wajib, apabila aset dari UUS
telah mencapai 50% dari total aset bank induknya.
53
Figur 3.3
Data Pertumbuhan Perbankan Syariah
54
Sumber: Presentasi Suhendar, SE., M.Si., CA (Anggota DSAS IAI) pada joint group discussion Implementasi Akuntansi
Syariah
54
Secara terperinci perkembangan jumlah Bank Umum Syariah
serta Unit Usaha Syariah di Indonesia dijelaskan pada figur 3.3 di atas.
Melalui figur tersebet dapat dilihat bahwa perkembangan terakhir bank
syariah di Indonesia sampai dengan bulan Juni 2021. Bank syariah di
Indonesia mencapai jumlah tertinggi sebanyak 14 Bank Syariah mulai
dari tahun 2018-2020, sampai pada akhirnya terjadi mega merger antara
tiga bank umum syariah dengan aset terbesar di Indonesia yaitu Bank
BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri dan Bank BNI Syariah menjadi
Bank Syariah Indonesia (BSI) terjadi pada tahun 2021. Jumlah UUS
tertinggi berada pada tahun 2008 yaitu dengan jumlah 27, namun
sejalan dengan adanya kemudahan yang diberikan melalui regulasi UU
No.21 tahun 2008 menjadikan banyak UUS yang dikonversi menjadi
Bank Umum Syariah.
55
56
BAB IV TEORI AKAD PERTUKARAN DAN
AKAD PERCAMPURAN
A. Pendahuluan
Dalam muamalah setiap transaksi yang terjadi antar manusia harus
dilakukan berdasarkan kesepakatan yang mengikatnya. Ketika transaksi
hanya mengikat salah satu pihak, maka hal tersebut disebut dengan
waad atau janji, namun apabila transaksi yang terjadi merupakan
kesepakatan yang mengikat kedua belah pihak hal tersebut disebut
dengan akad atau kontrak.
Akad menurut syara merupakan ikatan secara hukum yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih yang sama-sama memiliki
keinginan untuk mengikatkan diri (Muhammad, 2000). Timbulnya
suatu ikatan secara hukum diawali dengan suatu tindakan yang
dinamakan akad (Dahlan, 2001). Dalam kajian ekonomi Islam, terdapat
pembagian akad ke dalam dua kelompok besar yaitu akad pertukaran
dan akad percampuran. Pembagian jenis akad dalam dua jenis tersebut
adalah karena adanya perbedaan dalam hal tingkat kepastian dari hasil
yang akan diperoleh.
57
ۡ ِّ ۡ ۡۤ
ٓالربَٰوا ََي ُكلُ ۡو َٓن اَلَّ ِّذ ۡي َن ى يَ ُق ۡوُٓم َك َما آَِّّل يَ ُق ۡوُم ۡو َٓن َٓلٓۡ من الش َّۡيطَٰ ُٓن يَتَ َخبَّطُٓهُ الَّ ِّذ
َٓ س ِّٓ ك َٰٓذ ؕال َم َٓ ِّقَالُ ۡوا ِّبَ ََّّنُۡٓم ل
ۡ ۡ ۡ
الربَٰوٓا ِّمث ُٓل البَ ۡي ُٓع اََِّّّنَا
ِّ اّللُ َواَ َح َّٓل ِّ َما فَلَهؕ فَ ۡان تَ َٰهى َّربِّهؕ ِّم ۡٓن َم ۡوعِّظَةٓ َجاءَهؕ فَ َم ۡٓن
َٰٓ الربَٰوٓا َو َحَّرَٓم البَ ۡي َٓع
ؕف َٓ َل َواَ ۡمُرهؕ ۤۡٓۖ َسل َِّٰٓ ؕ اد وم ۡٓن
َٓ ِّاّلل ا َ َ َٓ َك ع ُٓ َّار اَ ۡص َٰح
َٓ ب فَاُوَٰل ِٕٮ ِّٓ َٰخلِّ ُد ۡو َٓن فِّ ۡي َها ُه ۡٓم ۖٓالن
Artinya: “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka
berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu
dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu
menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada
Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Q.S. Al
Baqarah: 275)
Akad pertukaran adalah akad yang terjadi dalam dunia
bisnis yang memberikan kepastian dalam hal pembayaran,
kepastian tersebut berupa jumlah maupun waktunya, atau sering
pula disebut dengan natural certainly contracts.
Karena dalam teori pertukaran memberikan kepastian
pembayaran, baik dari segi jumlah dan waktu, maka arus kasnya
relatif pasti karena sudah disepakati di awal transaksi oleh kedua
belah pihak yang berakad. Objek dalam akad pertukaran ini, bisa
berupa barang ataupun jasa, harus ditetapkan di awal akad dengan
pasti, baik dari segi jumlah, mutu, harga, dan waktu
penyerahannya. Transaksi-transaksi yang masuk dalam kategori
akad pertukaran adalah transaksi jual-beli, upah-mengupah, sewa-
menyewa, dan lain sebagainya.
Dalam akad jenis ini, semua pihak yang bertransaksi akan
saling membutuhkan asset yang dipertukarkan masing-masing
(baik real assets maupun financial assets). Jadi masing-masing pihak
tetap independent (tidak saling mencampur asset untuk membentuk
sebuah usaha baru), sehingga tidak ada pertanggungan risiko
bersama. (Karim, 2004)
58
Sehingga dapat diterangkan bahwa dalam teori pertukaran
terdapat tiga hal yang sangat menentukan terjadinya pertukaran,
yaitu:
a. Ada dua belah pihak yang berniat saling menukarkan
barang/jasa.
b. Ada dua jenis barang/jasa yang akan dipertukarkan.
c. Ada akad serah terima barang/jasa dari kedua belah pihak.
2. Jenis-Jenis Akad Pertukaran
a. Pertukaran Real Assets (‘ayn) dengan Real Assets (‘ayn)
Yang dimaksud dengan Real Assets atau ‘ayn dapat
berupa barang ataupun jasa. Dalam pertukaran atau jual beli
antara ‘ayn dengan ‘ayn, apabila berbeda dalam hal jenisnya
(contohnya upah tenaga kerja yang dibayar dengan sejumlah
gula), maka hal tersebut tidak menjadi masalah atau
diperbolehkan. Namun untuk transaksi yang sama jenisnya,
fikih membedakan antara real asset yang secara kasat mata dapat
dibedakan mutunya dengan real asset yang secara kasat mata
tidak dapat dibedakan mutunya. Seperti pertukaran sapi
dengan sapi yang walaupun sama jenisnya tetap diperbolehkan
karena secara kasat mata dapat dibedakan mutunya. Sedangkan
pertukaran objek yang secara kasat mata tidak dapat dibedakan
mutunya dilarang, seperti pertukaran gandum dengan gandum.
Keadaan yang menjadikan dibolehkannya pertukaran objek
yang secara kasat mata tidak dapat dibedakan mutunya adalah
karena:
1) Sama jumlahnya
2) Sama mutunya
3) Sama waktu penyerahannya.
b. Pertukaran Real Asset (‘ayn) dengan Financial Asset (dayn)
Yang dimaksud dengan financial asset adalah harta
berupa uang. Dalam transaksi pertukaran antara ‘ayn dengan
dayn, akan ada dua kemungkinan transaksi, yaitu apabila ‘ayn-
nya dalam bentuk barang ditukar dengan dayn, maka
pertukaran ini disebut dengan jual beli (akad al-bai’).
59
Sedangkan apabila ‘ayn-nya dalam bentuk jasa ditukar dengan
dayn, maka pertukaran ini disebut sewa-menyewa atau upah-
mengupah (akad al-ijarah).
Dalam jual beli, metode pembayaran boleh dilakukan
secara tunai, cicilan ataupun tangguh serah. Jual beli dengan
menyebutkan harga pokok dan juga keuntungan
(margin/selisih) yang diinginkan dikenal dengan akad
murabahah, yang pembayarnnya bisa dilakukan dengan
metode cicilan/angsuran. Sedangkan sistem pembayaran
dengan tangguh serah dibedakan menjadi dua, yaitu
pembayaran langsung lunas di muka lalu penyerahan barang
kemudian (akad bai salam) ataupun pembayaran dilakukan
secara cicilan bersamaan dengan pembuatan barang yang
ditransaksikan dan lunas sebelum barang diserahkan (akad bai
istishna).
Ijarah terbagi menjadi dua, apabila transaksi untuk
mendapatkan manfaat dari suatu barang maka disebut sewa-
menyewa, sedangkan apabila transaksi ijarah dengan tujuan
mendapat manfaat dari jasa seseorang disebut dengan upah-
mengupah.
Dalam perkembangan praktik muamalah, terjadi
sebuah transaksi ijarah dalam bentuk sewa menyewa yang
dapat menyebabkan perpindahan kepemilikan sebuah barang
kepada si penyewa pada masa akhir akad/kontrak, transaksi ini
disebut dengan istilah ijarah muntahia bittamlik (IMBT).
Dalam kegiatan perbankan, adanya akad ini merupakan sebuah
keuntungan, karena dengan akad IMBT memberikan
fleksibilitas harga sewa bulanan, dimana fleksibilitas ini sulit
terjadi dalam akad jual beli (murabahah) di perbankan syariah.
c. Pertukaran financial asset (dayn) dengan financial asset (dayn)
Dalam transaksi pertukaran antara dayn, selain diartikan
sebagai uang, dayn juga dapat diartikan sebagai sebuah surat
berharga (tidak berupa uang). Uang yang dimaksud adalah
60
uang yang dapat digunakan atau yang berlaku pada saat ini,
yaitu uang kartal berupa uang kertas dan uang logam.
Yang menjadi pembeda uang dan surat berharga adalah
uang merupakan alat pembayaran yang diakui dan resmi oleh
pemerintah, sehingga setiap warga Negara wajib menggunakan
uang sebagai alat pembayaran dalam transaksi keuangan.
Sedangkan keterbatasan surat berharga adalah tidak semua
masyarakat mau menyimpannya karena tidak dapat dilakukan
pada segala jenis transaksi pertukaran.
Pertukaran uang dengan uang dibagi menjadi
pertukaran uang sejenis dan uang yang tidak sejenis.
Pertukaran uang sejenis hanya diperbolehkan apabila
memenuhi syarat yaitu sama jumlahnya dan sama waktu
penyerahannya, contohnya pertukaran satu lembar uang kertas
pecahan Rp.50.000,- dengan lima lembar uang kertas pecahan
Rp.10.000,-, selain jumlahnya yang sama, penyerahannya pun
harus dilakukan pada saat yang sama. Sedangkan pertukaran
uang yang tidak sejenis hanya boleh dilakukan apabila
memenuhi syarat yaitu penyerahan dilakukan pada waktu yang
sama, contohnya pertukaran dengan mata uang yang berbeda,
uang dengan jumlah USD 100 dengan uang Rp.1.500.000,
transaksi ini harus dilakukan penyerahannya pada saat yang
bersamaan.
62
dari harta pribadi yang dikumpulkan dan disatukan sebagai modal
usaha tersebut, kerjasama seperti ini dikenal dengan akad
musyarakah. Adapaun dari segi objeknya, akad percampuran dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Percampuran ‘Ayn dengan ‘Ayn
Dalam akad percampuran, istilah ‘ayn lebih mengarah
kepada jasa atau keahlian/kemampuan seseorang dalam
sebuah pengelolaan. Contoh percampuran antara ‘ayn dengan
‘ayn adalah seperti pada kasus seorang tukang kayu yang
melakukan kerja sama dengan tukang batu untuk membangun
sebuah rumah. Baik tukang kayu ataupun tukang batu,
keduanya sama-sama menyumbangkan tenaga dan keahliannya
(jasa) dan mencampurkan jasa mereka berdua untuk membuat
usaha bersama, yakni membangun rumah. Bentuk
percampuran seperti ini disebut syirkah ‘abdan.
b. Percampuran ‘Ayn dengan Dayn
Percampuran antara ‘ayn dengan dayn dapat terjadi
dalam beberapa skema akad, antara lain:
1) Syirkah Mudharabah
Kerjasama Mudharabah mensyaratkan salah satu pihak
berkontribusi dalam bentuk dana/uang, sedangkan pihak
lainnya berkontribusi dalam hal
kemampuan/pengelolaan terhadap dana tersebut.
2) Syirkah Wujuh
Kerjasama dalam skema ini terjadi antara seseorang (si A)
yang memberikan modal untuk usaha dalam bentuk uang
kepada pihak lain (si B), dan si B berkontribusi
menyumbangkan reputasi/nama baiknya untuk usaha
Bersama tersebut.
c. Percampuran Dayn dengan Dayn
Kerjasama dengan skema kontribusi dengan sama-sama
menyertakan uang dalam jumlah yang sama oleh semua pihak
sebagai bentuk kontribusi disebut syirkah mufawadhah.
Namun, apabila uang yang disetorkan sebagai dana Kerjasama
63
bersama dengan jumlah yang berbeda-beda disebut syirkah
‘inan.
Percampuran dayn dengan dayn dapat juga dapat
berupa selain uang, yaitu berupa kombinasi antar surat
berharga, misalkan saham PT X digabungkan dengan saham
PT Y, dan lain sebagainya.
64
BAB V PEDOMAN PENYAJIAN LAPORAN
KEUANGAN SYARIAH (PSAK 101)
A. Pendahuluan
Penyajian laporan keuangan yang diterbitkan oleh setiap
organisasi atau perusahaan harus memiliki dasar acuan agar tercapai
kesamaan persepsi dan struktur dalam setiap laporan keuangan. Tujuan
utama adanya standarisasi atau penyamaan ini adalah agar laporan
keuangan dapat lebih mudah dipahami dan dikomparasikan untuk
setiap perusahaan.
Perusahaan dengan latar belakang prinsip syariah memiliki
karakteristik tersendiri yang memiliki perbedaan dengan perusahaan
secara umum, sehingga dengan kekhasan perusahaan-perusahaan
dengan label syariah tentunya harus memiliki pedoman dalam penyajian
laporan keuangan yang berbasis syariah secara khusus. Dengan adanya
pedoman tersebut akan berguna bagi penyusun standar akuntansi
keuangan syariah dalam melaksanakan tugas dan mengatasi
permasalahan akuntansi syariah yang mungkin terjadi namun belum
diatur dalam Standar Akuntansi Syariah, dapat pula berguna bagi
auditor sebagai dasar dalam memberikan pertimbangan atas opini yang
diberikan, dan berguna bagi pemakai laporan keuangan dalam
memahami dan menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan. Pedoman tersebut tertuang dalam PSAK 101 tentang
Penyajian Laporan Keuangan Syariah yang telah disahkan oleh DSAK
pada tanggal 27 Juni 2007.
65
pencapaian kesejahteraan material dan spiritual. Berdaraskan
paradigma tersebut menekankan bahwa dalam kehidupan sosial juga
terdapat akuntabilitas spiritual kepada sang pencipta.
Transaksi-transaksi yang berlandaskan syariah harus memenuhi
lima prinsip, yaitu persaudaraan (ukhuwah), keadilan (‘adalah),
kemaslahatan (mahsalah), keseimbangan (tawazun) dan universalisme
(syumuliyah).
Prinsip persaudaraan artinya transaksi yang dilakukan
merupakan transaksi social yang memiliki semangat tolong-menolong,
persaudaraan dalam transaksi syariah harus melingkupi aspek mengenal
(ta’aruf), aspek saling memahami (tafahum), aspek saling menolong
(ta’awun), aspek saling menjamin (takaful) dan aspek saling bersinergi
(tahaluf).
Prinsip keadilan artinya adalah penempatan sesuatu pada posisi
yang tepat dan porsi yang tepat. Penerapan konsep keadilan dapat
terlihat dalam transaksi muamalah yang mengindari praktik riba,
dzalim, maysir, gharar, ikhtikar, najasy, risywah, ta’aluk dan transaksi
dengan objek yang haram dalam kegiatan operasionalnya.
Prinsip kemaslahatan berarti transaksi yang dilakukan haruslah
transaksi yang dapat memberikan manfaat atau kebaikan, baik yang
bersifat duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual atau individu dan
kolektif. Kemaslahatan yang dimaksud disini harus memenuhi dua
unsur, yaitu halal dan baik. Transaksi yang mendatangkan maslahah
dikategorikan sebagai transaksi yang dapat memenuhi ketetapan
syariah, yaitu pemeliharaan terhadap agama, akal, keturunan, jiwa dan
harta.
Prinsip keseimbangan artinya adalah adanya pemberian
manfaat terhadap semua pihak dan juga keseimmbangan dalam semua
aspek. Seperti keseimbangan material dan spiritual, keseimbangan
aspek privat dan publik, keseimbangan sektor keuangan dan sektor riil,
keseimbangan bisnis dan sosial, serta keseimbangan aspek pemanfaatan
dan pelestarian. Implementasi dalam dunia bisnis adalah adanya
keseimbangan dalam pemenuhan manfaat tidak hanya terfokus untuk
66
pemegang saham tetapi juga kepada semua pihak agar dapat merasakan
manfaat ekonomi dalam setiap transaksi.
Prinsip universalisme yaitu adalah setiap transaksi ekonomi
yang terjadi atau akan terjadi dapat diakses oleh semua pihak tanpa
adanya pembatasan atau deskriminasi terhadap pihak-pihak tertentu.
Karakteristik transaksi syariah adalah transaksi yang
mengakomodir aktivitas yang bersifat komersial dan non-komersial.
Transaksi yang bersifat komersil dapat berupa transaksi kerjasama
investasi dengan perjanjian bagi hasil, transaksi jual beli barang dengan
kesepakatan margin/laba, dan/atau transaksi layanan jasa dengan
perjanjian keuntungan berupa imbal jasa atau upah. Sedangkan
transaksi yang bersifat non-komersil berupa transaksi pemberian
pinjaman tanpa tambahan pengembalian (qardh) dan/atau
penghimpunan dan penyaluran dana sosial (zakat, infaq, sedekah, hibah
dan wakaf).
68
pertimbangan untuk menarik, menambah atau menahan dana yang
diinvestasikan/disimpan.
4. Pemilik Dana Titipan
Perbedaan dana titipan dengan dana syirkah temporer adalah
dalam hal skema/akad yang dipakai, pemilik dana titipan
menyimpan dana di entitas syariah dengan menggunakan akad
wadiah/titipan, sehingga pihak entitas syariah tidak memiliki
kewajiban untuk memberikan imbal hasil atas dana yang dititip.
Pemilik dana titipan membutuhkan informasi laporan keuangan
untuk memastikan dana yang dititip dapat diambil setiap saat.
5. Pembayar dan Penerima Zakat, Infaq, Sedekah dan Wakaf
Pembayar atau penyetor dana zakat, infaq, sedekah dan wakaf
berkepentingan untuk mengetahui laporan penyaluran dana yang
mereka serahkan, sedangkan bagi penerima berkepentingan untuk
mengetahui sumber dari dana yang mereka terima.
6. Pengawas Syariah
Pengawas syariah atau biasa dikenal sebagai Dewan Pengawas
Syariah merupakan pihak yang ditugaskan oleh Dewan Syariah
Nasional untuk mengawasi penerapan/implementasi produk-
produk syariah yang ditawarkan dan dijalankan oleh entitas syariah.
Laporan keuangan syariah memberikan informasi kepada dewan
pengawas syariah tentang kepatuhan pelaksanaan produk dan
operasional entitas syariah terhadap prinsip-prinsip syariah.
7. Karyawan
Karyawan yang dimaksud adalah pihak yang bekerja pada entitas
yang menerbitkan laporan keuangan. Karyawan membutuhkan
informasi keuangan hubungannya adalah untuk mengetahui
kemampuan perusahaan dalam membayar gaji, dana pension
ataupun kesempatan kerja.
8. Pemasok dan Mitra Usaha
Pemasok ataupun mitra merupakan pihak yang bekerjasama
dengan entitas syariah, tujuan mengetahui informasi keuangan
adalah untuk mengetahui kemampuan entitas syariah dalam
69
melakukan pembayaran terhadap setiap transaksi yang dilakukan
baik secara tunai maupun tidak tunai.
9. Pelanggan
Walaupun hubungan pihak pelanggan dengan karyawan adalah
terkait harga dan kualitas produk, namun adakalanya pelanggan
perlu untuk mengetahui informasi keuangan perusahaan untuk
menilai kelangsungan hidup usaha perusahaan, terutama bagi
pelanggan yang terikat perjanjian jangka Panjang dengan entitas
tersebut.
10. Pemerintah
Pemerintah serta jajaran instansi/lembaga pemerintah
mempergunakan informasi keuangan perusahaan untuk menilai
alokasi sumber daya dan juga aktivitas operasional entitas syariah
tersebut. Pemerintah memerlukan informasi untuk dapat
menyusun regulasi yang tepat terkait aktivitas operasi entitas
syariah, penetapan kebijakan dalam hal pajak, serta sebagai acuan
dalam penyusunan statistic pendapatan nasional maupun
perhitungan statistic lainnya.
11. Masyarakat
Masyarakat secara umum menilai sebuah entitas berkaitan dengan
menilai andil entitas syariah dalam pembangunan ekonomi
nasional ataupun menilai kontribusi entitas syariah dalam
mengurangi tingkat pengangguran.
70
pengambilan keputusan ekonomi entitas syariah. Tujuan lain dari
laporan keuangan syariah adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam
semua transaksi dan kegiatan usaha;
b. Memberikan informasi tentang kepatuhan suatu entitas syariah
terhadap prinsip-prinsip syariah, mengetahui keberadaan aset,
kewajiban, pendapatan, dan beban yang tidak sesuai syariah
serta mengetahui informasi sumber perolehan dan tujuan
penggunaannya;
c. Sebagai informasi yang bermanfaat untuk proses evaluasi
entitas syariah terhadap tanggung jawabnya dalam
mengamankan dana yang telah diamanahkan, serta
mengelolanya ke dalam instrumen investasi yang potensial; dan
d. Sebagai sumber informasi bagi penanam modal atau pemegang
saham atau pemilik simpanan dalam bentuk dana syirkah
temporer tentang tingkat pendapatan investasi yang dihasilkan
entitas syariah, serta informasi penggunaan dana sosial oleh
entitas syariah, terutama berkaitan dengan zakat, infak,
sedekah, hibah dan wakaf.
2. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Syariah
Karakteristik kualitatif adalah ciri khas yang terdapat dalam
sebuah laporan keuangan syariah. Karakteristik ini menjadikan
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan syariah dapat
sangat bermanfaat bagi penggunanya. Karakteristik kualitatif
tersebut antara lain:
a. Dapat Dipahami
Walaupun para pengguna laporan keuangan syariah
diasumsikan sebagai pihak yang sudah cakap dalam
memahami aktivitas ekonomi dan bisnis sebuah perusahaan,
namun informasi yang rumit dan kompleks tidak selayaknya
dimasukkan dalam laporan keuangan syariah, sehingga sebuah
laporan keuangan syariah yang baik adalah menyajikan
informasi yang dapat dipahami oleh para penggunanya.
71
b. Relevan
Karakteristik relevan mengandung maksud yaitu
sebuah informasi keuangan syariah yang dapat mempengaruhi
keputusan pengguna informasi dalam melakukan evaluasi
kinerja masa lalu, masa kini atau proyeksi masa depan
berdasarkan hasil koreksi dari penilaian kinerja di masa
lampau.
c. Andal
Karakteristik informasi yang andal adalah informasi
yang bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan yang
material, dan disajikan secara objektif atau apa adanya sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya.
d. Dapat Dibandingkan
Salah satu fungsi yang sering dipakai adalah
membandingkan sebuah laporan keuangan, baik
membandingkan laporan keuangan sebuah entitas syariah
antar periode, ataupun membandingkan laporan keuangan
entitas syariah dengan entitas lainnya. Pengguna dapat
membandingkan laporan keuangan syariah antar periode
dalam entitas yang sama agar dapat mengidentifikasi tren
ataupun kecenderungan posisi dan kinerja keuangan.
Sedangkan perbandingan laporan keuangan antar entitas
syariah dapat berguna untuk mengetahui dan mengevaluasi
posisi keuangan, kinerja entitas dan perubahan posisi
keuangan secara relatif.
Pengguna informasi juga harus mendapatkan informasi
terkait kebijakan akuntansi yang dijalankan entitas dalam
penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta
pengaruh perubahan tersebut agar dapat membandingkan
kebijakan yang diambil dalam setiap transaksi yang serupa
antara satu periode ke periode lain atau antara sebuah entitas
syariah dengan entitas syariah lainnya.
72
E. Komponen Laporan Keuangan Syariah
Komponen-komponen yang terdapat dalam laporan keuangan
sebuah entitas syariah meliputi hal-hal berikut ini, yaitu:
1. Komponen laporan keuangan yang berkaitan dengan kegiatan
entitas syariah yang bersifat komersial. Komponen ini mencakup
laporan posisi keuangan (neraca), laporan laba rugi, laporan arus
kas, dan laporan perubahan ekuitas.
2. Komponen laporan keuangan yang berkaitan dengan kegiatan
sosial yang dilaksanakan oleh entitas syariah. Komponen ini
mencakup laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta
laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
3. Komponen laporan keuangan lainnya yang berkaitan dengan
kegiatan dan tanggung jawab khusus entitas syariah tersebut.
Dari sekian banyak komponen laporan keuangan yang
dijelaskan di atas, namun komponen utama dalam setiap laporan
keuangan adalah laporan posisi keuangan (neraca) dan laporan laba
rugi. Sedangkan komponen dalam laporan keuangan lainnya seperti
laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, laporan sumber dan
penggunaan dana zakat, serta laporan sumber dan penggunaan dana
kebajikan dipengaruhi oleh perubahan yang terdapat pada laporan
posisi keuangan (neraca) dan laporan laba rugi. Secara rinci komponen-
komponen laporan keuangan akan dibahas sebagai berikut:
1. Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Laporan posisi keuangan atau neraca merupakan laporan
yang memanifestasikan dampak keuangan dari transaksi dan
peristiwa lain yang dikategorikan ke dalam kelompok-kelompok
besar menurut karakteristik ekonominya. Berikut adalah format
dasar laporan posisi keuangan (neraca) bank syariah dengan
mengacu pada lampiran PSAK 101 tentang Penyajian Laporan
Keuangan Syariah yang diterbitkan IAI tahun 2007.
73
Tabel 5.1
Contoh Format Laporan Posisi Keuangan (Neraca) Bank
Syariah per 31 Desember 2021 dan 2020
AKTIVA 2021 2020 PASSIVA 2021 2020
LIABILITAS/
ASET/HARTA KEWAJIBAN
Kas xx.xxx xx.xxx Kewajiban segera xx.xxx xx.xxx
Giro pada Bank Bagi hasil yang belum
Indonesia xx.xxx xx.xxx dibagikan xx.xxx xx.xxx
Giro pada Bank lain xx.xxx xx.xxx Simpanan wadiah xx.xxx xx.xxx
Penempatan pada Simpanan dari bank
bank lain xx.xxx xx.xxx lain xx.xxx xx.xxx
Investasi pada surat
berharga xx.xxx xx.xxx Utang
74
Tabungan
Aset lainnya xx.xxx xx.xxx mudharabah xx.xxx xx.xxx
Deposito
mudharabah xx.xxx xx.xxx
Musyarakah xx.xxx xx.xxx
Jumlah Dana Syirkah
Temporer xx.xxx xx.xxx
Ekuitas
Modal disetor xx.xxx xx.xxx
Tambahan modal
disetor xx.xxx xx.xxx
Saldo laba/rugi xx.xxx xx.xxx
Jumlah Ekuitas xx.xxx xx.xxx
BEBAN
Beban pegawai/karyawan (xx.xxx) (xx.xxx)
Beban administrasi dan umum (xx.xxx) (xx.xxx)
Beban penyusutan dan amortisasi (xx.xxx) (xx.xxx)
77
Beban penyisihan kerugian aset produktif (xx.xxx) (xx.xxx)
Beban estimasi kerugian komitmen dan kontijensi (xx.xxx) (xx.xxx)
Beban bonus giro wadiah (xx.xxx) (xx.xxx)
Beban lain-lain (xx.xxx) (xx.xxx)
Jumlah beban (xx.xxx) (xx.xxx)
81
Tabel 5.3
Contoh Format Laporan Rekonsiliasi dan Bagi Hasil Bank
Syariah per 31 Desember 2021 dan 2020
POS-POS 2021 2020
Pendapatan Usaha Utama (akrual) xx.xxx xx.xxx
Pengurang:
Pendapatan tahun berjalan yang kas atau setara kasnya belum
diterima:
Pendapatan keuntungan murabahah xx.xxx xx.xxx
Pendapatan sukuk negara dan perusahaan xx.xxx xx.xxx
Pendapatan sewa ijarah xx.xxx xx.xxx
Pendapatan Sertifikat Bank Indonesia Syariah xx.xxx xx.xxx
Jumlah pengurang xx.xxx xx.xxx
Penambah:
Pendapatan tahun sebelumnya yang kasnya diterima pada
tahun berjalan:
Penerimaan pelunasan piutang:
Keuntungan murabahah xx.xxx xx.xxx
Pendapatan sewa ijarah xx.xxx xx.xxx
Pendapatan Sertifikat Bank Indonesia Syariah xx.xxx xx.xxx
Pendapatan sukuk negara dan perusahaan xx.xxx xx.xxx
Jumlah Penambah xx.xxx xx.xxx
Pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil
Bagi hasil yang menjadi hak Bank xx.xxx xx.xxx
Bagi hasil yang menjadi hak pemilik dana xx.xxx xx.xxx
Bagi hasil yang menjadi hak pemilik dana dirinci atas:
Hak pemilik dana atas bagi hasil yang sudah
xx.xxx xx.xxx
didistribusikan
Hak pemilik dana atas bagi hasil yang belum
xx.xxx xx.xxx
didistribusikan
83
b. Penyaluran dana kebajikan:
1) Dana kebajikan produktif
2) Sumbangan; dan
3) Penggunaan untuk kepentingan umum.
c. Kenaikan dan penurunan sumber dana kebajikan;
d. Saldo awal sumber dan penggunaan dana kebajikan; dan
e. Saldo akhir sumber dan penggunaan dana kebajikan
8. Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan merupakan penjelasan
dalam bentuk narasi serta rincian jumlah yang tertera dalam laporan
keuangan utama. Catatan atas laporan keuangan suatu entitas
syariah harus memaparkan hal-hal berikut ini:
a. Informasi dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan
akuntansi yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan
transaksi yang penting dalam suatu entitas syariah.
b. Informasi yang diwajibkan dalam PSAK, tetapi tidak disajikan
dalam Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Arus Kas; Laporan
Perubahan Ekuitas; Laporan sumber dan Penggunaan Dana
Zakat; dan Laporan Penggunaan Dana Kebajikan.
c. Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan
keuangan, tetapi diperlukan dalam rangka penyajian secara
wajar.
Agar memudahkan para pengguna dalam memahami
laporan keuangan dan membandingkannya dengan laporan
keuangan entitas syariah lain, Catatan atas Laporan Keuangan
biasanya disajikan dengan urutan sebagai berikut:
a. Pengungkapan tentang dasar pengukuran dan kebijakan
akuntansi yang diterapkan entitas syariah.
b. Informasi pendukung pos-pos laporan keuangan sesuai
urutan pos-pos tersebut disajikan dalam laporan keuangan
dan urutan penyajian komponen laporan keuangan.
c. Pengungkapan lain termasuk kontijensi, komitmen, dan
pengungkapan keuangan lainnya serta pengungkapan yang
bersifat non-keuangan.
84
F. Amandemen PSAK 101
Perkembangan Akuntansi Syariah menyebabkan harus selalu
ada penyesuaian terhadap aturan atau ketetapan yang berlaku agar
senantisa mengikuti perkembangan zaman dan perkembangan
transaksi. Pada tahun 2019 terjadi perubahan atau amandemen
terhadap PSAK 101 yang dilakukan oleh Dewan Standar Akuntansi
Syariah IAI pada tanggal 27 November 2019. Adapun poin-poin utama
yang mengalami perubahan adalah berkaitan dengan pemutakhiran
referensi pada PSAK lain dan penyajian laporan keuangan entitas
wakaf.
A. Pemutakhiran Referensi pada PSAK lain
Adanya pemutakhiran yang terjadi dalam referensi pada
PSAK lain di dalam PSAK 101 dikarenakan adanya PSAK 71
tentang Instrumen Keuangan menggantikan PSAK 55 tentang
Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran dan PSAK 72
tentang Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan PSAK 23
tentang Pendapatan. PSAK tersebut mulai berlaku secara efektif
pada tanggal 1 Januari 2020, beberapa paragraf yang terdapat
dalam PSAK 101 mengacu pada PSAK 55 dan PSAK 23. Adapun
lingkup amandemennya adalah sebagai berikut:
Sebelum Sesudah
Paragraf 07 Paragraf 07
... ...
85
... PSAK 71: Instrumen
Keuangan);
...
Paragraf 33 Paragraf 33
86
Entitas Wakaf
LAPORAN AKTIVITAS
Periode 1 Januari s.d 31 Desember 20xx
PENGHASILAN
Penerimaan Wakaf
Kas Rp. xxx.xxx
Surat Berharga Rp. xxx.xxx
Logam Mulia Rp. xxx.xxx
Bangunan Rp. xxx.xxx
Kendaraan Rp. xxx.xxx
Tanaman Rp. xxx.xxx
Hak Atas Tanah Rp. xxx.xxx
Hak Milik Rumah Susun Rp. xxx.xxx
Hak Kekayaan Intelektual Rp. xxx.xxx
Hak Sewa Rp. xxx.xxx
Lain-lain Rp. xxx.xxx
87
Bagian Nazhir atas Hasil Pengelolaan dan (Rp. xxx.xxx)
Pengembangan Wakaf yang Sudah Terealisasi
Jumlah Penghasilan Rp. xxx.xxx
BEBAN
Kegiatan Ibadah (Rp. xxx.xxx)
Kegiatan Pendidikan (Rp. xxx.xxx)
Kegiatan Kesehatan (Rp. xxx.xxx)
Bantuan Fakir Miskin, Anak Terlantar, Yatim (Rp. xxx.xxx)
Piatu dan Beasiswa
Kegiatan Ekonomi Umat (Rp. xxx.xxx)
Kegiatan Kesejahteraan Umum Lain (Rp. xxx.xxx)
Jumlah Beban (Rp. xxx.xxx)
88
BAB VI PENGHIMPUNAN DANA DI BANK
SYARIAH
A. Pendahuluan
Pemahaman agama, pengendalian diri, pengalaman, akhlaqul
karimah dan pengetahuan tentang seluk beluk akuntansi Syariah
hendaknya dikuasai sehingga menyatu dalam diri pelaku (pelaksana)
muamalah itu. Kegiatan akuntansi syariah ini sangat banyak salah satu
diantaranya adalah penghimpunan dana, sebagai salah satu bentuk
aktifitas ekonomi, pengimpunan dana menjadi hal yang amat sering
dilakukan oleh Bank Syariah dalam berbagai transaksi ekonomi demi
memenuhi kebutuhan.
Penghimpunan dana dalam Islam selain dilakukan oleh
masyarakat secara ’urf, juga dapat ditemukan dasar-dasarnya secara
syari’ah sebagaimana ditemukan aktifitas penghimpunan dana yang
direkam dan dijustifikasi oleh al-Qur’an, al-Hadis, dan juga telah
menjadi ijma ulama’. Seiring perkembangan zaman, penghimpunan
dana pun mengalami perkembangan dan modifikasi sebagaimana
terlihat dalam aktifitas ekonomi modern bersangkut paut dengan
penerapannya dalam masyarakat secara langsung maupun melalui dunia
perbankan dalam rangka memenuhi kebutuhan dengan tetap berada
dalam bingkai syari’ah.
Produk penghimpunan dana yang ada dalam setiap perbankan
baik konvensional maupun Syariah biasanya adalah Tabungan, Giro
dan Deposito. Namun dalam kaidah Ekonomi Islam setiap produk
terikat dengan akad (kontrak) di dalamnya. Dalam bab ini selain
menerangkan tentang kaidah Syariah berkaitan dengan penghimpunan
dana di bank Syariah juga akan dibahas tentang perlakuan akuntansi
terhadap penghimpunan dana yang terjadi dalam Bank Syariah.
89
B. Penghimpunan Dana dalam Perspektif Bank Syariah
Kegiatan utama perbankan adalah menghimpun dan
menyalurkan dana kembali pada masyarakat. Definisi dari menghimpun
dana yaitu mengumpulkan atau mencari dana dengan dari masyarakat
luas dalam bentuk simpanan giro, tabungan, ataupun deposito.
Penghimpunan dana dari masyarakat ini dilakukan bank melalui
berbagai strategi dengan tujuan agar masyarakat tertarik dan mau
menyimpan dananya melalui lembaga keuangan bank.
Penghimpunan dana adalah seluruh kegiatan penghimpunan
dan penerimaan dana pihak ketiga oleh Bank Syariah berupa Tabungan,
deposito dan pembiayaan yang diterima serta dana sosial berupa zakt,
infaq, shadaqah, waqaf dan hibah (ziswah) (Muhammad, 2000).
Secara umum penghimpunan dana masyarakat diperbankan
syariah menggunakan produk yang sama dengan penghimpunan dana
pada perbankan konvensional, yaitu produk giro, tabungan, dan
deposito. Ketiga jenis instrumen ini biasa disebut dengan istilah Dana
Pihak Ketiga (DPK). Kendati menggunakan produk yang sama,
mekanisme kerja masing-masing produk penghimpunan pada bank
syariah berbeda dengan produk penghimpunan bank konvensional.
Ketiga produk yang digunakan pada Bank Syariah dikenal dengan
istilah Dana Syirkah Temporer (DST). Perbedaan yang mendasar dari
mekanisme kerja produk penghimpunan dana pada Bank Syariah
terletak pada tidak adanya bunga yang lazim digunakan oleh Bank
Konvensional dalam memberikan keuntungan kepada nasabah.
Ketentuan tentang larangan haramnya menggunakan mekanisme
bunga bagi bank syariah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional
(DSN) dalam fatwa DSN Nomor 1 tentang Giro, Nomor 2 tentang
Tabungan, dan Nomor 3 tentang Deposito. (Rizal Yaya dkk, 2015)
Transaksi bunga dalam perbankan menurut sebagian besar
ulama dikategorikan sebagai transaksi riba. Larangan terhadap transaksi
yang mengandung riba sudah sangat jelas disampaikan dalam Al-
Quran, Allah SWT berfirman:
90
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan
riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan.”(Q.S Al-Imran:130)
Pada masing-masing fatwa tentang produk penghimpunan
dana tersebut, juga difatwakan mekanisme alternatif yang dibenarkan
prinsip syariah. Berdasarkan fatwa DSN Nomor 1 tahun 2000 tentang
Giro, disebutkan bahwa mekanisme giro yang dibenarkan berdasarkan
prinsip syariah adalah giro yang berdasarkan akad mudharabah dan
wadiah. Selanjutnya, berdasarkan fatwa DSN Nomor 2 Tahun 2000
tentang Tabungan. Mekanisme tabungan yang dibenarkan bagi Bank
Syariah adalah tabungan yang berdasarkan akad mudharabah dan
wadiah. Adapun untuk deposito, dinyatakan dalam fatwa DSN Nomor
3 Tahun 2000, bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang
berdasarkan akad mudharabah. Oleh karena mekanisme
penghimpunan dana pihak ketiga hanya mengenal dua jenis, yaitu
wadiah (titipan) dan mudharabah (bagi hasil).
91
Tabungan menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat
ditarik dengan cek, bilyet giro, dan /atau alat lainnya yang
dipersamakan dengan itu. Mekanisme tabungan yang dibenarkan
oleh DSN bagi bank syariah adalah tabungan yang berdasarkan
prinsip mudharabah dan wadiah. Tabungan mudharabah harus
mengikuti ketentuan mudharabah yang ditetapkan DSN, sedang
tabungan wadiah harus mengikuti ketentuan wadiah yang
difatwakan DSN. Dalam praktik perbankan syariah di Indonesia,
sebagian besar bank Syariah menggunakan skema tabungan
mudharabah. (Rizal Yaya dkk, 2015)
Tabungan wadiah adalah titipan nasabah kepada bank syariah
yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang
disepakati dengan menggunakan kuitansi, kartu ATM, sarana
perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindahbukuan.
Sedangkan tabungan mudharabah adalah simpanan yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang
dipersamakan dengan itu. Perbedaan tabungan wadiah dengan
tabungan mudharabah terletak pada tiga aspek, yaitu sifat dana,
insentif, dan pengambilan dana.
Sifat dana pada tabungan wadiah bersifat titipan, sedang sifat
dana pada tabungan mudharabah bersifat investasi. Insentif pada
tabungan wadiah berupa bonus yang tidak disyaratkan dimuka dan
bersifat sukarela jika bank hendak memberikannya. Adapun insentif
pada tabungan mudharabah adalah berupa bagi hasil yang wajib
diberikan oleh bank jika memperoleh pendapatan atau laba pada
setiap periode yang disepakati (biasanya satu bulan) kepada
penabung sesuai dengan nisbah yang disepakati. Dalam hal
pengambilan dana, tabungan wadiah dijamin akan dikembalikan
semua oleh bank, tetapi pada tabungan mudharabah tidak dijamin
dikembalikan semua. Tidak dijaminnya pengembalian tabungan
mudharabah terkait dengan prinsip mudharabah yang menyatakan
92
bahwa kerugian usah ditanggung seluruhnya oleh shohibul maal
sepanjang kerugian tidak disebabkan oleh kelalaian mudharib.
Kendati secara teori dimungkinkan menanggung kerugian bank
syariah, dalam praktik, nasabah tabungan mudharabah hampir tidak
pernah mengalami hal demikian, kecuali bank syariah tersebut
mengalami kebangkrutan. Hal ini disebabkan karena dalam
membagi hasil dengan nasabah tabungan mudharabah, bank syariah
umumnya menggunakan metode revenue sharing.
Beberapa ahli perbankan syariah menambahkan perbedaan lain
tabungan wadiah dengan tabungan mudharabah, yaitu pada waktu
penarikan. Berdasarkan pada waktu penarikan, tabungan wadiah
dapat dilakukan sewaktu-waktu, sedangkan tabungan mudharabah
hanya dapat dilakukan pada periode atau waktu tertentu. Akan
tetapi, pandangan ini tidak disepakati oleh semua ulama, termasuk
oleh DSN MUI.
Berdasarkan fatwa DSN Nomor 2 tahun 2000 tentang
tabungan, disebutkan ketentuan tentang tabungan Wadi’ah adalah
sebagai berikut:
a) Bersifat simpanan.
b) Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasar-kan
kesepakatan.
c) Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk
pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Berdasarkan fatwa DSN Nomor 2 tahun 2000 tentang
tabungan, disebutkan ketentuan tentang tabungan mudharabah
adalah sebagai berikut.
a) Dalam transaksi ini, nasabah bertindak sebagai shohibul maal
atau pemilik dana dan bank bertindak sebagai mudharib atau
pengelola dana.
b) Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan
berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah dan mengembangkannya, termasuk melakukan
mudharabah dengan pihak lain.
93
c) Modal harus dinyatakan jumlahnya dalam bentuk tunai dan
bukan piutang.
d) Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah
dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
e) Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan
dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
f) Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan
nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
2. Giro
Rekening giro adalah jenis simpanan nasabah yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek
untuk penarikan tunai atau bilyet untuk pemindahbukuan antar
rekening (Ade Arthesa dan Edita Handiman, 2009). Giro sangat
bermanfaat bagi masyarakat yang melakukan yang melakukan
aktivitas usaha, karena pemegang rekening giro akan banyak
mendapatkan kemudahan dalam melakukan transaksi usahanya.
Pemilik rekening giro dapat dengan mudah melakukan transaksi
bisnisnya dengan media pembayaran yang ditentukan dalam
simpanan giro yaitu cek atau bilyet giro.
Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998
mendefinisikan simpanan giro sebagai simpanan yang penarikannya
dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro,
sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara
pemindahbukuan.
Seperti halnya tabungan, dalam teori Ekonomi Islam
mekanisme giro yang dibenarkan dalam Perbankan Syariah juga ada
dua jenis, yaitu giro wadiah dan giro mudharabah. Namun dalam
praktik yang terjadi di Perbankan Syariah hanya giro wadiah yang
umum digunakan.
Giro wadiah adalah giro yang harus mengikuti fatwa DSN
tentang wadiah. Akad wadiah adalah akan penitipan dana dengan
ketentuan penitip dana mengizinkan kepada bank untuk
memanfaatkan dana yang dititipkan tersebut dan bank wajib
mengembalikan apabila sewaktu-waktu penitip mengambil dana
94
tersebut. Nasabah bertindak sebagai penitip dana (mudi’) dan bank
bertindak sebagai penerima dana titipan (muda’). Bank berkewajiban
menjaga dana titipan dan bertanggung jawab atas pengembaliannya
bila sewaktu-waktu ditarik oleh nasabah pemilik dan titipan.
Keuntungan atas pengelolaan dana titipan tersebut menjadi
milik bank, karena hakikat wadiah adalah qardh dan pada prinsipnya
tidak ada bonus yang diberikan oleh bank kepada pemilik dana
wadiah. Kendati demikian, bank syariah diperbolehkan memberikan
bonus sukarela kepada pemilik dana wadiah, dengan syarat tidak
diperjanjikan di muka. (Rizal Yaya, 2015)
Ketentuan Umum Giro berdasarkan Wadi'ah menurut fatwa
DSN Nomor 1 tahun 2000 adalh sebagai berikut:
a) Bersifat titipan.
b) Titipan bisa diambil kapan saja (on call).
c) Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk
pemberian ('athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Mekanisme giro yang kedua adalah giro mudaharabah, giro
mudaharabah merupakan instrument penghimpunan dana melalui
produk giro yang menggunakan akad mudharabah. Giro
mudharabah harus mengikuti fatwa DSN tentang mudharabah.
Akad mudharabah adalah akad yang digunakan dalam perjanjian
antar pihak penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan
kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara
kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya.
Dalam giro wadiah insentif yang diterima adalah bonus giro
wadiah yang bersifat sukarela dan tidak disyaratkan dimuka.
Adapun insentif yang diterima nasabah giro mudharabah adalah
bagi hasil dalam persentase tertentu yang harus dibayar oleh bank
secara periodik sesuai dengan tingkat keuntungan bank syariah.
(Rizal Yaya, 2015)
Ketentuan Umum Giro berdasarkan mudharabah menurut
fatwa DSN Nomor 1 tahun 2000 adalh sebagai berikut:
95
1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul
maal atau pemilik dana, dan bank bertindak
sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan
berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip
syari'ah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya
mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai
dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah
dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan
nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
3. Deposito
Deposito atau dikenal juga dengan istilah simpanan berjangka
menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
adalah simpanan berjangka yang penarikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara
nasabah penyimpan dana dengan bank. Penarikan deposito sesuai
dengan perjanjian antara pemilik deposito dengan bank berdasarkan
jangka waktu yang disepakati. Deposito yang mempunyai jangka
waktu 1 bulan, artinya penarikannya hanya bisa dilakukan setelah 1
bulan. Sebagai contoh nasabah yang menyimpan uang dalam bentuk
deposito pada tanggal 20 September 2018, maka deposito tersebut
hanya dapat diambil pada saat jatuh temponya yaitu pada tanggal 20
Oktober 2018.
Deposito dibagi menjadi deposito berjangka dan sertifikat
deposito. Deposito berjangka merupakan simpanan atas nama.
Dengan demikian simpanan ini hanya dapat dicairkan oleh pemilik
deposito atau yang namanya tercantum dalam deposito tersebut.
Sedangkan sertifikat deposito adalah simpanan berjangka atas
pembawa atau atas unjuk dimana bukti simpanan ini dapat
96
diperjualbelikan atau dipindah tangankan ke pihak ketiga. Selain
kedua jenis simpanan tersebut, dikenal pula deposit on call (DOC)
yaitu berupa simpanan yang tetap berada di bank selama nasabah
tidak membutuhkannya. (Ade Arthesa dan Edita Handiman, 2009)
Deposito mudharabah adalah simpanan dana dengan skema
pemilik dana (shohibul maal) mempercayakan dananya untuk dikelola
bank (mudharib) dengan hasil yang diperoleh dibagi antara pemilik
dana dan bank dengan nisbah yang disepakati sejak awal. Dalam
transaksi penyimpanan deposito mudharabah, bank wajib
memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata
cara pemberian keuntungan dan/atau perhitungan distribusi
keuntungan serta risiko yang dapat timbul dari deposito tersebut.
Periode penyimpanan dana biasanya didasarkan pada periode
bulan. Deposito mudharabah hanya dapat ditarik sesuai dengan waktu
yang disepakati. Adapun pembayaran bagi hasil kepada pemilik dana
deposito mudharabah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
dilakukan setiap ulang tanggal pembukaan deposito mudharabah atau
dilakukan setiap akhir bulan atau awal bulan berikutnya tanpa
memperhatikan tanggal pembukaan deposito mudharabah.
Menurut UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, deposito adalah investasi dana berdasarkan akad
mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan bank
syariah dan/atau Unit Usaha Syariah (UUS). Fatwa DSN Nomor 3
Tahun 2000 menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan dalam
syariah adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.
Dalam transaksi deposito mudharabah, nasabah bertindak sebagai
pemilik dana (shahibul mal) dan bank bertindak sebagai pengelola
dana (mudharib). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat
melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk bermudharabah
dengan pihak lain.
97
Modal yang didepositokan harus dinyatakan dalam bentuk
tunai dan bukan piutang. Adapun pembagian piutang harus
dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam pembukaan
rekening. Sebagai mudharib, bank menutup biaya operasional
deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi
haknya dan bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah
keuntungan yang menjadi haknya dan bank tidak diperkenankan
mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah
yang bersangkutan.
Siklus kegiatan deposito dimulai dari transaksi pembukaan
deposito oleh nasabah. Pada saat itu, antara nasabah dan bank sudah
menyepakati nisbah bagi hasil dasar dan jangka waktu deposito
(tanggal pencarian deposito). Selama jangka waktu deposito, saldo
deposito bersifat tetap, karena pengambilan atau penambahan
deposito hanya dilakukan saat jatuh tempo atau saat penutupan jika
ingin diambil sebelum jatuh tempo, bagi hasil yang diterima oleh
nasabah dimasukkan kerekening yang lain, dan pajak yang mesti
dibayar langsung diambil dari bagi hasil yang akan diberikan kepada
nasabah. (Rizal Yaya dkk, 2015)
Tabel 6.1
Transaksi saat tabungan mudharabah bertambah
Tanggal Transaksi
3 Agustus 2018 Penerimaan setoran tunai dari nasabah Bank Syariah
Nusantara (BSN) cabang Banjarmasin untuk pembukaan
tabungan mudharabah atas nama Naela sebesar Rp 5.000.000
8 Agustus 2018 Naela mendapat transfer dari Reza nasabah BSN cabang
Pontianak sebesar Rp 1.500.000
16 Agustus 2018 Naela menerima transfer uang dari Siti nasabah Bank Gema
Syariah (BGS) sebesar Rp 2.700.000
30 Agustus 2018 Bagi hasil tabungan mudharabah yang diterima Naela dari
BSN sebesar Rp 31.000
Tabel 6.2
Jurnal untuk transaksi saat tabungan mudharabah bertambah
Tanggal Transaksi Debit Kredit
(Rp) (Rp)
03-08-18 Kas 5.000.000
Tabungan Mudharabah - Naela 5.000.000
08-08-18 RAK* Cabang Pontianak** 1.500.000
Tabungan Mudharabah - Naela 1.500.000
16-08-18 Giro Pada Bank Indonesia 2.700.000
Tabungan Mudharabah – Naela 2.700.000
30-08-18 Hak pihak ketiga atas bagi hasil 31.000
Tabungan Mudharabah – Naela 31.000
99
*RAK=Rekening Antar Kantor
100
Tabel 6.3
Transaksi saat tabungan mudharabah berkurang
Tanggal Transaksi
5 Agustus 2018 Naela seorang nasabah Bank Syariah Nusantara (BSN)
cabang Banjarmasin menarik tunai tabungan
mudharabahnya sebesar Rp 3.200.000
15 Agustus 2018 Naela mengirim uang untuk kerabatnya sebesar Rp
1.200.000 dari rekeningya ke rekening tabungan kerabatnya
nasabah BSN cabang Balikpapan
20 Agustus 2018 Naela mentransfer uang sebesar Rp. 700.000 untuk
pembayaran online shop dari rekeningnya ke rekening nasabah
Bank Merdeka Syariah (BSN).
31 Agustus 2018 Tabungan Mudharabah Naela mendapat potongan untuk
administrasi tabungan sebesar Rp. 7.000 dan pajak sebesar
Rp. 6.200 (20% dari bagi hasil yang diterima sebesar Rp.
31.000 dari kasus transaksi pada tabel 4.1 di atas)
Tabel 6.4
Jurnal untuk transaksi saat tabungan mudharabah berkurang
Tanggal Transaksi Debit Kredit
(Rp) (Rp)
05-08-18 Tabungan Mudharabah - Naela 3.200.000
Kas 3.200.000
10-08-18 Tabungan Mudharabah - Naela 1.200.000
RAK* Cabang Balikpapan** 1.200.000
15-08-18 Tabungan Mudharabah – Naela 700.000
Giro Pada Bank Indonesia 700.000
31-08-18 Tabungan Mudharabah – Naela 7.000
Pendapatan administrasi tab. Mudharabah 7.000
Tabungan Mudharabah – Naela
Titipan kas negara – pajak tabungan* 6.200 6.200
101
* pajak PPh pasal 4 (2) atas bunga atau pendapatan yang dapat disamakan
dengan itu (bagi hasil atau bonus dalam transaksi perbankan syariah) adalah
sebesar 20 % dan dimasukkan dalam rekening titipan kas negara.
102
Tabel 6.5
Jurnal untuk transaksi tabungan wadiah
Tanggal Transaksi Debit (Rp) Kredit
(Rp)
05-01-18 Beban Bonus Tabungan Wadiah 25.000
Tabungan Wadiah – Aisya 20.000
Titipan Kas Negara – Pajak Tabungan 5.000
Tabel 6.6
Jurnal untuk transaksi tabungan wadiah dalam praktik perbankan
Tanggal Transaksi Debit Kredit
(Rp) (Rp)
05-01-18 Beban Bonus tabungan wadiah 25.000
Tabungan Wadiah – Aisya 20.000
Tabungan Wadiah – Aisya 5.000
Titipan Kas Negara – Pajak Tabungan 5.000
2. Akuntansi Giro
a. Akuntansi Giro Wadiah
Giro wadiah adalah giro yang harus mengikuti fatwa
DSN tentang wadiah. Akad wadiah adalah akan penitipan dana
dengan ketentuan penitip dana mengizinkan kepada Lembaga
keuangan bank untuk memanfaatkan dana yang dititipkan
tersebut dan bank wajib mengembalikan apabila sewaktu-waktu
penitip mengambil dana tersebut. Nasabah bertindak sebagai
penitip dana (mudi’) dan bank bertindak sebagai penerima dana
titipan (muda’). Bank berkewajiban menjaga dana titipan dan
103
bertanggung jawab atas pengembaliannya bila sewaktu-waktu
ditarik oleh nasabah pemilik dan titipan.
Keuntungan atas pengelolaan dana titipan tersebut
menjadi milik bank, karena hakikat wadiah adalah qardh dan
pada prinsipnya tidak ada bonus yang diberikan oleh bank
kepada pemilik dana wadiah. Kendati demikian, bank syariah
diperbolehkan memberikan bonus sukarela kepada pemilik
dana wadiah, dengan syarat tidak diperjanjikan dimuka.
1) Transaksi pada saat Giro Wadiah bertambah
Rekenig giro wadiah seorang nasabah dapat
bertambah karena beberapa hal, antara lain melalui
transaksi penyetoran tunai, transfer dari tabungan maupun
giro cabang lain dari bank yang sama, penerimaan cek dari
nasabah bank lain yang diuangkan oleh nasabah suatu
bank, dan penerimaan bonus giro wadiah dari bank syariah.
Berikut ini adalah beberapa contoh transaksi yang
terjadi untuk Bank Syariah Nusantara (BNS) pada saat
terjadinya penambahan pada rekening giro wadiah
nasabah.
Tabel 6.7
Transaksi saat giro wadiah bertambah
Tanggal Transaksi
1 Juni 2018 Sari membuka rekening giro wadiah pada Bank Syariah
Nusantara (BSN) cabang Banjarmasin dengan menyetorkan
dana tunai sebesar Rp. 55.000.000
12 Juni 2018 Sari menerima transfer dana ke rekeningnya dari BSN cabang
Semarang sebesar Rp.10.000.000
19 Juni 2018 Sari menerima bilyet giro dari nasabah Bank Gema Syariah
(BGS) atas penjualan barang seharga Rp3.000.000. Bilyet giro
tersebut dicairkan oleh Sari ke BSN untuk dimasukan ke
rekening giro wadiah Sari di BSN.
104
28 Juni 2018 BSN memberikan bonus giro wadiah kepada Sari sebesar Rp
20.000
Tabel 6.8
Jurnal untuk transaksi saat giro wadiah bertambah
Tanggal Transaksi Debit (Rp) Kredit (Rp)
Kas 55.000.000
01-06-18
Giro Wadiah - Sari 55.000.000
RAK Cabang Semarang 10.000.000
12-06-18
Giro Wadiah – Sari 10.000.000
Giro Pada Bank Indonesia 3.000.000
19-06-18
Giro Wadiah – Sari 3.000.000
Beban Bonus Giro Wadiah 20.000
28-06-18
Giro Wadiah - Sari 20.000
105
Tabel 6.9
Transaksi saat giro wadiah berkurang
Tanggal Transaksi
2 Juni 2018 Sari menggunakan cek untuk mencairkan dana dari
rekening giro wadiahnya di Bank Syariah Nusantara
(BSN) secara tunai sebesar Rp. 2.500.000
13 Juni 2018 Sari menggunakan bilyet giro untuk mentransfer
sejumlah dana kepada nasabah giro Wadiah BSN
cabang Bandung sebesar Rp. 11.000.000
20 Juni 2018 Sari membeli sebuah mesin untuk usahanya seharga
Rp. 21.000.000 dan melakukan pembayaran dengan
menggunakan bilyet giro kepada nasabah giro bank
lain.
29 Juni 2018 Untuk administrasi, rekening giro wadiah Sari
dipoting sebesar Rp. 25.000 dan untuk pajak sebesar
Rp 4.000 (20% dari bonus giro wadiah yang diterima
sebesar Rp 20.000 seperti yang sudah dicatat pada
kasus yang ada pada table 5.6)
Tabel 6.10
Jurnal untuk transaksi saat giro wadiah berkurang
Tanggal Transaksi Debit (Rp) Kredit (Rp)
Giro Wadiah - Sari 2.500.000
02-06-18
Kas 2.500.000
Giro Wadiah - Sari 11.000.000
13-06-18
RAK Cabang Bandung 11.000.000
Giro Wadiah – Sari 21.000.000
20-06-18
Giro Pada Bank Indonesia 21.000.000
29-06-18 Giro Wadiah – Sari 25.000
106
Pendapatan Administrasi giro wadiah 25.000
Giro Wadiah – Sari 4.000
Titipan Kas Negara – Pajak Giro 4.000
107
Tabel 6.11
Jurnal untuk transaksi giro mudharabah
Tanggal Transaksi Debit (Rp) Kredit (Rp)
3. Akuntansi Deposito
Menurut UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, deposito adalah investasi dana berdasarkan akad
mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan bank
syariah dan/atau Unit Usaha Syariah (UUS). Fatwa DSN Nomor 3
Tahun 2000 menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan dalam
syariah adalah hanya deposito yang berdasarkan prinsip
mudharabah. Dalam transaksi deposito mudharabah, nasabah
bertindak sebagai pemilik dana (shahibul mal) dan bank bertindak
sebagai pengelola dana (mudharib). Dalam kapasitasnya sebagai
mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya,
termasuk bermudharabah dengan pihak lain.
Modal yang didepositokan harus dinyatakan dalam bentuk
tunai dan bukan piutang. Adapun pembagian piutang harus
dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam pembukaan
rekening. Sebagai mudharib, bank menutup biaya operasional
deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi
haknya dan bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah
keuntungan yang menjadi haknya dan bank tidak diperkenankan
mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah
yang bersangkutan.
108
Transaksi rekening deposito dimulai dari transaksi untuk
pembukaan deposito oleh nasabah. Pada saat itu, nisbah bagi hasil
dasar dan jangka waktu deposito (tanggal pencarian deposito) sudah
disepakati oleh kedua belah pihak yaitu nasabah dan bank. Selama
jangka waktu deposito, saldo deposito bersifat tetap, karena
pengambilan atau penambahan deposito hanya dilakukan saat jatuh
tempo atau saat penutupan jika ingin diambil sebelum jatuh tempo,
bagi hasil yang diterima oleh nasabah dimasukkan kerekening yang
lain, dan pajak yang mesti dibayar langsung diambil dari bagi hasil
yang akan diberikan kepada nasabah.
109
2. Pengungkapan
Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 5.14-15), untuk dana yang
dihimpun dengan skema mudharabah harus mengungkap antara
lain:
a. Isi kesepakatan utama akad mudharabah berupa porsi dana
dan pembagian hasil usaha.
b. Rincian dana mudharabah yang diterima berdasarkan:
1) Jenis mudharabah (mudharabah mutlaqah dan
mudharabah muqayadah).
2) Pemilik dana mudharabah (bank dan bukan bank).
3) Jenis mata uang dana mudharabah (rupiah dan valuta
asing).
c. Rincian dana mudharabah yang disalurkan berdasarkan:
1) Sumber dana mudharabah yang berasal dari mudharabah
mutlaqah dan mudharabah muqayadah.
2) Penerima dana mudharabah: Bank dan bukan Bank
Syariah.
3) Jenis mata uang yang digunakan: Rupiah dan valuta asing.
d. Pihak-pihak yang berelasi, baik nasabah (pemilik dana, shahibul
maal) atau nasabah penerima penyaluran dana mudharabah.
e. Jumlah simpanan yang diblokir untuk tujuan tertentu antara lain
sebagai jaminan pembiayaan dan atau transaksi perbankan
syariah lainnya.
Untuk penghimpunan dengan skema wadiah, PAPSI 2013
(h. 11.2) menyebutkan hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
a. Rincian simpanan, mengenai:
1) Jumlah dan jenis simpanan, termasuk pihak berelasi.
2) Jumlah simpanan yang diblokir untuk tujuan tertentu.
b. Pemberian fasilitas istimewa kepada penyimpan.
110
F. Latihan Kasus
Kasus 1 Buatlah jurnal untuk transaksi terkait dengan giro wadiah
berikut.
Bank Syariah Nasional (BSN) cabang Jakarta
melakukan pembukaan baru rekening giro wadiah atas
05 Jan 2020
nama Mandra sebesar Rp55.000.000 dan nasabah
tersebut melakukan penyetoran awal secara tunai.
Mandra melakukan pencairan danadalam rekening giro
06 Jan 2020 nya menggunakan cek dengan jumlah pencairan sebesar
Rp18.000.000.
Mandra mentransfer sejumlah dana ke rekening Hasan
nasabah tabungan BSN cabang Surabaya sebesar
07 Jan 2020
Rp7.000.000, pengiriman ini dilakukan oleh Mandra
dengan mengeluarkan bilyet giro.
Mandra mendapat tambahan dana ke dalam rekening
10 Jan 2020 gironya yang berasal dari BSN cabang Balikpapan
sebesar Rp5.000.000.
Mandra membeli sebuah mesin kepada PT Abigail
Sukma seharga Rp15.000.000. pembayaran dilakukan
15 Jan 2020 dengan mengeluarkan bilyet giro kepada PT Abigail
Sukma yang merupakan nasabah giro Bank Syariah
Budaya (BSB)
Mandra mendapatkan kiriman sebesar Rp5.000.000
20 Jan 2020
dari nasabah BSN cabang Banjarmasin.
Mandra menerima bilyet giro sejumlah Rp15.000.000
dari nasabah Bank Syariah Nasional (BSN) bernama
23 Jan 2020 Sulis yang pernah membeli sebuah barang dari Mandra.
Bilyet giro tersebut dicairkan ke dalam rekening giro
Mandra di BSN cabang Jakarta.
Mandra mendapatkan transfer ke dalam rekening giro
25 Jan 2020 Mandra dari BSN cabang Balikpapan sebesar
Rp12.000.000.
111
Bonus giro wadiah dari BSN sebesar Rp35.000 diterima
31 Jan 2020 oleh Mandra dari hasil simpanan giro wadiahnya pada
akhir bulan Januari 2020
Pembayaran administrasi sebesar Rp10.000 dan pajak
31 Jan 2020 sebesar Rp7.000 yang langsung dipotong dari rekening
giro wadiah Mandra
112
BAB VII PEMBIAYAAN DENGAN AKAD
MURABAHAH (PSAK 102)
A. Pendahuluan
Perkembangan lembaga keuangan syariah pada masa ini berjalan
sangat pesat, produk-produk yang ditawarkan kepada masyarakat pun
beraneka ragam. Mulai dari pembiayaan yang sifatya konsumtif,
produktif, multi jasa ataupun sosial. Walaupun secara umum produk
yang ditawarkan oleh bank syariah terkesan sama dengan bank
konvensional, namun produk-produk perbankan syariah disertai
dengan akad-akad yang disesuaikan dengan karakteristik pembiayaan
yang diberikan dan dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah
bagi hasil antara bank syariah dan nasabahnya, bukan berdasarkan
sistem bunga.
Pada bab ini membahas pembiayaan dengan akad yang menjadi
primadona dalam produk penyaluran dana di bank syariah, karena
merupakan pembiayaan dengan akad yang paling sering dilakukan, yaitu
pembiayaan dengan akad murabahah. Pembiayaan dengan akad
murabahah merupakan pembiayaan yang bersifat konsumtif yang
merupakan salah satu bentuk akad jual beli barang yang di kembangkan
oleh perbankan syariah. Perlakuan akuntansi untuk penyaluran dana
dengan akad murabahah secara khusus dan spesifik dibahas pada
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 102. Penjelasan
dalam PSAK 102 membahas tentang aturan mengenai pengakuan,
pengukuran, penyajian dan pengungkapannya.
Pada tahun 2019, tepatnya pada tanggal 10 Juli 2019 Dewan
Standar Akuntansi Syariah IAI telah mengesahkan Draft Eksposur
(DE) sebagai tanggapan dari adanya PSAK 71 tentang Instrumen
Keuangan yang telah berlaku efektif sejak 1 Januari 2020. DE PSAK
102 yang dikeluarkan tersebut mencakup: revisi PSAK 102 tentang
Akuntansi Murabahah; ISAK 101 tentang Pengakuan Pendapatan
Murabahah Tangguh Tanpa Risiko Signifikan Terkait Kepemilikan
113
Persediaan; dan ISAK 102 tentang Penurunan Nilai Piutang
Murabahah.
117
c. Ijab dan Kabul
Ijab dan Kabul merupakan pernyataan kehendak para
pihak yang bertransaksi, baik secara lisan, tertulis, atau secara
diam-diam. Akad murabahah berisi semua ketentuan
berhubungan dengan hak dan kewajiban bank syariah sebagai
penjual dan nasabah sebagai pembeli. Akad ini bersifat
mengikat kedua belah pihak dan mencantumkan berbagai
ketentuan dan aturan, antara lain sebagai berikut:
1) Nama notaris serta informasi tentang waktu dan tempat
penandatanganan akad;
2) Identitas pihak pertama, dalam hal ini pihak yang
mewakili bank syariah (biasanya kepala cabang);
3) Identitas pihak kedua, dalam hal ini nasabah yang akan
membeli barang dengan didampinigi oleh suami/istri
yang bersangkutan sebagai ahli waris;
4) Bentuk akad beserta penjelasan akad. Beberapa hal yang
dijelaskan terkait akad murabahah adalah definisi
perjanjian pembiayaan murabahah, syariah, barang,
pemasok, pembiayaan, harga beli, margin keuntungan,
surat pengakuan pembayaran, masa berlakunya surat
pembayaran, dokumen jaminan, jangka waktu perjanjian,
hari kerja bank, pembukuan pembiayaan, surat
penawaran (offering letter), surat permohonan realisasi
pembiayaan, cedera janji, dan penggunaan fasilitas
pembiayaan;
5) Kesepakatan-kesepakatan yang disepakati, meliputi
kesepakatan fasilitas pembiayaan dan penggunaannya,
pembayaran dan jangka waktu, realisasi fasilitas
pembiayaan, pengutamaan pembayaran, biaya dan
pengeluaran, jaminan, syarat-syarat penarikan fasilitas
pembiayaan, peristiwa cedera janji, pernyataan dan
jaminan, kesepakatan untuk tidak berbuat sesuatu,
penggunaan fasilitas pembiayaan, pajak-pajak, dan
penyelesaian sengketa.
118
4. Jenis-Jenis Akad Murabahah
Berdasarkan metode pembayarannya, terdapat tiga jenis
pembayaran transaksi murabahah, yaitu:
a. Pembayaran langsung lunas di awal;
b. Pembayaran dengan metode angsuran/cicilan;
c. Pembayaran langsung lunas di akhir transaksi.
Berdasarkan metode pelaksanaannya, murabahah dibagi
dua yaitu murabahah dengan pesanan dan murabahah tanpa
pesanan (Nurhayati, 2014).
a. Murabahah dengan pesanan
Murabahah berdasarkan pesanan adalah jual beli
antara bank syariah dan nasabah dengan kondisi nasabah
melakukan pemesanan suatu barang/objek murabahah yang
akan disediakan oleh bank syariah selaku penjual. Accounting
and Auditing Organization for Islamic Financial Insitution (AAOFI)
menjelaskan aturan murabahah berdasarkan pesanan sebagai
berikut:
1) Bersifat mengikat, mempunyai aturan diantaranya sebagai
berikut:
➢ Jika bank syariah menerima permintaan pemesanan
dari nasabah, maka bank syariah harus membeli
barang terlebih dahulu kepada penjual barang
(supplier).
➢ Bank menawarkan barang tersebut kepada pemesan
(nasabah), yang harus diterima berdasarkan janji yang
mengikat di antara kedua belah pihak secara hukum,
dan oleh karena itu harus sesuai dengan ketetapan
yang berlaku dalam akad jual beli.
➢ Di dalam bentuk penjualan seperti ini diperbolehkan
untuk membayar uang muka (urbun) ketika
menandatangani akad aslinya, tetapi sebelum bank
syariah membeli barang.
119
2) Bersifat tidak mengikat, dengan aturan antara lain:
➢ Nasabah/pemesan meminta bank syariah untuk
membeli sebuah barang dan menjanjikan bahwa
apabila dia membeli aset tersebut, maka pemesan akan
membelinya dari bank syariah sesuai dengan harganya
(sudah termasuk keuntungan). Permintaan ini
dianggap sebagai kemauan untuk membeli, bukan
penawaran.
➢ Jika bank syariah menerima permintaan ini, maka
bank syariah akan membeli aset untuk dirinya sendiri
berdasarkan akad penjualan yang sah antara dia dan
penjual barang tersebut.
➢ Bank syariah harus menawarkan Kembali kepada
nasabah menurut syarat perjanjian pertama, tentunya
setelah barangnya secara sah dimiliki oleh bank
syariah. Hal ini di anggap sebagai suatu penawaran dari
bank syariah.
➢ Ketika barang ditawarkan kepada nasabah, nasabah
mempunyai hak untuk melakukan transaksi
murabahah dengan bank syariah atas barang tersebut
atau menolak melakukan pembelian
➢ Apabila terjadi bahwa nasabah menolak membeli,
maka barang tersebut tetap akan menjadi milik bank
syariah yang berhak untuk menjualnya melalui cara-
cara yang diperbolehkan.
b. Murabahah tanpa pesanan
Murabahah tanpa pesanan artinya adalah bank syariah
memiliki persediaan barang yang dimiliki tanpa dasar adanya
pesanan sebelumnya. Dalam murabahah tanpa pesanan, bank
syariah menyediakan barang yang akan diperjualbelikan
dilakukan tanpa pertimbangan ada nasabah yang membeli
atau tidak. Sehingga proses pengadaan barang dilakukan
sebelum transaksi jual beli murabahah dilakukan.
120
5. Manfaat dan Kelebihan Akad Murabahah
Jual beli murabahah yang merupakan akad yang paling
sering terjadi di pembiayaan bank syariah tentu memiliki manfaat
yang besar dari segi financial, yaitu pendapatan yang diperoleh dari
margin harga jual kepada nasabah pembeli dengan harga beli dari
pemasok/penjual barang. Sistem jual beli murabahah yang dapat
dikategorikan transaksi yang sederhana memberikan kemudahan
administrasi bagi bank syariah dalam pelaksanaannya.
Menurut abdullah saeed (2004:56), kelebihan dari akad
murabahah adalah sebagai berikut:
a. Pembeli dapat mengetahui informasi barang serta
mengetahui harga pokok barang dan keuntungan yang
diberikan;
b. Objek penjualan adalah barang dan komoditas;
c. Objek penjualan merupakan barang yang dimilikinya oleh
penjual itu sendiri dan mampu mengirimkannya kepada
pembeli; dan
d. Pembayaran yang dapat dilakukan secara angsuran atau
tunda.
122
Figur 7.1
Alur Transaksi Murabahah (dengan pesanan)
1. Negosiasi
5. Kirim dokumen
PEMASOK
3. Beli 4. Kirim
Barang Barang
Keterangan:
- Pertama, Berawal dari pengajuan pembelian barang oleh
nasabah. Pada saat itu, nasabah melakukan negosiasi harga
barang, margin, jangka waktu pembayaran, dan besar angsuran
perbulan.
- Kedua, Bank syariah sebagai penjual selanjutnya menganalisis
kemampuan nasabah dalam melakukan pembayaran. Apabila
tercapai kesepakatan, maka dilaksanakanlah akad murabahah.
Akad murabahah setidaknya berbagai hal agar rukun
murabahah dipenuhi dalam transaksi jual beli yang dilakukan.
- Ketiga, setelah terjadi kesepakatan, bank syariah akan
membeli barang kepada pemasok. Pembelian barang kepada
pemasok dalam murabahah dengan pesanan juga dapat
diwakilkan kepada nasabah atas nama bank syariah untuk
membelinya. Dokumen pembelian barang tersebut diserahkan
oleh pemasok kepada bank syariah. Akan tetapi, pada jenis
murabahah tanpa pesanan, bank syariah dapat langsung
menyerahkan barang kepada nasabah karena telah memilikinya
terlebih dahulu.
123
- Keempat, barang yang menjadi objek murabahab kemudian
dikirim kepada nasabah sebagai pembeli oleh pemasok barang.
- Kelima, setelah barang diterima, kemudian nasabah
melakukan pembayaran kepada bank syariah sesuai dengan
kesepakatan di awal, bisa dengan langsung lunas atau dengan
metode angsuran dan dengan jangka waktu yang telah
disepakai.
124
2. Perhitungan Angsuran per Bulan dan Pendapatan yang
Diakui
Angsuran per bulan bersifat merata dan tetap sepanjang
masa pelunasan. Perhitungan angsuran dapat dilakukan dengan
rumus:
Total Piutang−Uang muka
Angsuran per bulan =
Jumlah Bulan Pelunasan
Misalkan dengan menggunakan data murabahah dengan
pesanan diatas, maka:
Angsuran per bulan = (Total Piutang – Uang Muka) / jumlah bulan
pelunasan
= (Rp.118.000.000 - Rp.10.000.000) / 24
= Rp.108.000.000 / 24
= Rp.4.500.000
3. Perhitungan Pendapatan Margin yang Diakui saat Jatuh
Tempo atau Pembayaran Angsuran
Pendapatan margin murabahah akan diakui oleh bank
syariah setiap tanggal jatuh tempo. Nilai dari pendapatan margin
yang diakui tergantung dengan alternatif pendekatan yang
digunakan. Apabila bank syariah menggunakan pendekatan
proporsional, maka margin setiap bulan jumlahnya sama, sedang
apabila menggunakan pendekatan anuitas, maka margin pada bulan
pertama akan lebih besar dibanding dengan bulan kedua dan
seterusnya. Berdasarkan PSAK 102, pendekatan yang disarankan
adalah pendekatan proporsional. Berikut perhitungan-
perhitungannya:
125
a. Perbandingan margin dengan biaya perolehan
Persentasi Total Margin
= x 100%
Biaya perolehan Aset Murabahah diluar uang muka
keuntungan
Rp18.000.000
= x 100 %
Rp90.000.000
= 20 %
Margin per = 20 % x biaya perolehan per bulan
bulan
Penggunaan persentasi keuntungan berdasarkan rasio
margin dengan biaya perolehan aset murabahah tidak praktis
diterapkan dalam melakukan perhitungan margin yang diakui
oleh bank pada saat adanya angsuran. Untuk itu sebaiknya
diambil dari perbandingan margin dengan total piutang diluar
uang muka yang telah dibayar nasabah. (Yaya dkk, 2015)
b. Perbandingan margin dengan total piutang
Persentasi Total Margin
= x 100%
Total Piutang Bersih
keuntungan
Rp18.000.000
= x 100%
Rp108.000.000
= 16.666666%
Penggunaan pendekatan ini akan membantu dalam hal
perhitungan margin perbulan yang dihitung proporsional
terhadap jumlah yang dibayar.
Margin Per = Persentasi keuntungan x angsuran perbulan
Bulan = 16.666666% x Rp4.500.000
= Rp750.000
126
Dengan demikian, untuk setiap pembayaran angsuran
sebesar Rp4.500.000 perbulan, terkandung di dalamnya margin
sebesar Rp750.000 dan pokok sebesar Rp.3.750.000.
Selanjutnya bank menyiapkan jadwal pembayaran
murabahah untuk PT KAYLAN, jadwal pembayaran tersebut
dirincikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 7.1
Jadwal Pembayaran
No Tanggal jatuh Angsuran per Pokok Margin
tempo bulan (Rp) (Rp) (Rp)
1 15 Sep 2020 4.500.000 3.750.000 750.000
2 15 Okt 2020 4.500.000 3.750.000 750.000
3 15 Nov 2020 4.500.000 3.750.000 750.000
4 15 Des 2020 4.500.000 3.750.000 750.000
5 15 Jan 2021 4.500.000 3.750.000 750.000
6 15 Feb 2021 4.500.000 3.750.000 750.000
7 15 Mar 2021 4.500.000 3.750.000 750.000
8 15 Apr 2021 4.500.000 3.750.000 750.000
9 15 Mei 2021 4.500.000 3.750.000 750.000
10 15 Jun 2021 4.500.000 3.750.000 750.000
11 15 Jul 2021 4.500.000 3.750.000 750.000
12 15 Ags 2021 4.500.000 3.750.000 750.000
13 15 Sep 2021 4.500.000 3.750.000 750.000
14 15 Okt 2021 4.500.000 3.750.000 750.000
15 15 Nov 2021 4.500.000 3.750.000 750.000
16 15 Des 2021 4.500.000 3.750.000 750.000
17 15 Jan 2022 4.500.000 3.750.000 750.000
18 15 Feb 2022 4.500.000 3.750.000 750.000
19 15 Mar 2022 4.500.000 3.750.000 750.000
20 15 Apr 2022 4.500.000 3.750.000 750.000
21 15 Mei 2022 4.500.000 3.750.000 750.000
22 15 Jun 2022 4.500.000 3.750.000 750.000
23 15 Jul 2022 4.500.000 3.750.000 750.000
24 15 Ags 2022 4.500.000 3.750.000 750.000
TOTAL 108.000.000 90.000.000 18.000.000
127
4. Akuntansi Transaksi Murabahah saat negosiasi
Pada waktu negosiasi, bank syariah tidak melakukan
penjurnalan apa pun karena negosiasi tersebut belum memiliki
implikasi terhadap posisi keuangan bank syariah.
a. Pengakuan uang muka
Dalam praktik perbankan, terdapat tiga macam
alternatif perlakuan uang muka:
1) Mendebit langsung uang muka yang disepakati.
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db.Rekening nasabah - PT KAYLAN 10.000.000
02/08/20
Kr. Uang muka 10.000.000
2) Memblokir rekening nasabah sebesar nilai yang disepakati
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db.Rekening nasabah - PT KAYLAN 10.000.000
02/08/20
Kr. Piutang murabahah 10.000.000
3) Ketiga uang muka dipegang dan dibayar langsung oleh
nasabah kepada pemasok.
Misalkan, karena uang muka sebesar
Rp.10.000.000 dipegang sendiri oleh PT KAYLAN, maka
bank syariah mewakilkan pembelian aset murabahah
dengan menyerahkan uang sebesar Rp90.000.000. Pada
contoh alternatif ketiga ini bank syariah tidak mengakui
nilai uang muka, karena uang muka tersebut tidak melalui
bank syariah. Sehingga tidak terjadi penjurnalan.
b. Pembelian barang pesanan
1) Alternatif 1: Bank Syariah membeli barang pesanan dari
nasabah langsung kepada pemasok secara tunai
Pada tanggal 10 Agustus 2020, Bank Syariah
Nasional (BSN) membeli barang berupa Mobil kepada
pemasok “CV BERUNTUNG” seharga Rp.100.000.000,-
secara tunai untuk menyediakan pesanan transaksi
murabahah dengan PT KAYLAN. Jurnal yang dicatat oleh
BSN adalah:
128
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db.Persediaan aset 100.000.000
murabahah
10/08/20
Kr.Kas/Rekening 100.000.000
nasabah -pemasok*
*Apabila pemasok memiliki rekening di BSN, maka
pembayaran akan dilakukan melalui penambahan saldo
rekening pemasok tersebut. namun apabila pemasok tidak
memiliki rekening simpanan di BSN, maka pembayaran
akan dilakukan secara tunai/kas.
2) Alternatif 2: Alternatif 1: Bank Syariah membeli barang
pesanan dari nasabah langsung kepada pemasok secara
kredit
Pada tanggal 10 Agustus 2020, Bank Syariah
Nasional (BSN) membeli barang berupa Mobil kepada
pemasok “CV BERUNTUNG” seharga Rp.100.000.000,-
secara kredit untuk menyediakan pesanan transaksi
murabahah dengan PT KAYLAN. Jurnal yang dicatat oleh
BSN adalah:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db.Persediaan aset 100.000.000
10/08/20 murabahah
Kr. Utang pada pemasok 100.000.000
Selanjutnya, apabila misalnya pada tanggal 30 Agustus,
BSN melakukan pelunasan pembayaran kepada pemasok, maka
jurnalnya adalah sebagai berikut:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db.Utang pada pemasok 100.000.000
30/08/20 Kr.Kas/Rekening nasabah- 100.000.000
pemasok
129
c. Saat Akad Murabahah Tidak Jadi Disepakati
Berdasarkan PSAK 102 paragraf 7 disebutkan bahwa
murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau
tidak mengikat untuk pembelian barang yang dipesannya. Hal
ini berarti apabila akad murabahah tidak mengikat pembeli
untuk membeli barang yang dipesan, maka pembelian bisa saja
dibatalkan oleh pembeli. Berdasarkan PSAK 102 paragraf 30
disebutkan bahwa jika barang batal dibeli oleh pembeli, maka
uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah
diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh
penjual. Misal, apabila pada tanggal 9 Agustus pembeli
membatalkan pembiayaan murabahah, maka jurnal yang akan
dibuat oleh BSN apabila akad tidak jadi disepakati adalah:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Uang muka 10.000.000
30/08/20 Kr.Pendapatan operasional 1.000.000
Kr. Kas/rekening pemasok 9.000.000
d. Saat Akad Murabahah Disepakati
Pada tanggal 15 Agustus 2020, PT KAYLAN Bersama
dengan BSN melakukan penandatanganan akad murabahah
sesuai dengan negosiasi tanggal 2 Agustus 2020. Pada saat akad
murabahah disepakati ada beberapa transaksi yang harus
dicatat, yaitu:
1) Pencatatan penjualan murabahah
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db.Piutang murabahah 118.000.000
Kr.Persediaan aset 100.000.000
15/08/20 murabahah
Kr.Margin murabahah yang 18.000.000
ditangguhkan
130
2) Pencatatan uang muka (urbun) sebagai bagian pelunasan
murabahah
Apabila misalnya pada saat pengakuan uang muka
dilakukan dengan cara mendebit rekening nasabah, maka
jurnal pencatatan uang muka sebagai bagian pelunasan
pembiayaan murabahah adalah:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db.Uang muka 10.000.000
15/08/20
Kr.Piutang murabahah 10.000.000
3) Pencatatan biaya-biaya yang ditangguhkan nasabah
Misal pada transaksi yang dilakukan oleh PT
KAYLAN kepada BSN dikenakan beberapa biaya sebagai
berikut:
Biaya administrasi : Rp900.000
Biaya materai : Rp30.000
Biaya notaris : Rp225.000 (0,25% dari pembiayaan
oleh bank syariah)
Biaya asuransi jiwa : Rp378.000 (0,21% x 2 tahun x
pembiayaan oleh bank syariah)
Jurnal terhadap transaksi diatas sebagai berikut.
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db.Rekening nasabah-PT 1.533.000
KAYLAN
Kr.Pendapatan administrasi 900.000
15/08/20 Kr.Persedian materai 30.000
Kr.Rekening notaris 225.000
Kr.Rekening perusahaan 378.000
asuransi
131
e. Pembayaran Angsuran dan Pengakuan Keuntungan
Murabahah
No Tanggal Angsuran Pokok Margin Tanggal Jumlah
Jatuh per bulan (Rp) (Rp) Pembayaran yang
Tempo (Rp) dibayar
1 15/09/20 4.500.000 3.750.000 750.000 15/09/20 4.500.000
Tepat waktu
2 15/10/20 4.500.000 3.750.000 750.000 20/10/20 4.500.000
Terlambat
tanpa denda
3 15/11/20 4.500.000 3.750.000 750.000 15/11/20 2.000.000
21/11/20 2.500.000
Dua kali
pembayaran,
yang kedua
terlambat,
namun tanpa
denda
4 15/12/20 4.500.000 3.750.000 750.000 28/12/20 4.500.000 +
Terlambat denda
dengan denda
5 15/01/21 4.500.000 3.750.000 750.000 15/01/21 Pelunasan
Piutang dini
dilunasi (Rp90Juta)
sebelum jatuh minus
tempo (lebih potongan
dini) serta
diberi potongan
1) Pembayaran angsuran tepat pada waktu tanggal jatuh
tempo
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db.Kas/Rek nasabah - PT 4.500.000
15/09/20 KAYLAN
Kr.Piutang murabahah 4.500.000
Db.Margin murabahah 750.000
15/09/20 Kr.Pendapatan margin 750.000
murabahah
132
2) Pembayaran angsuran dilakukan setelah tanggal jatuh
tempo tanpa dikenakan denda
Tanggal Rekening Debit Kredit
(Rp) (Rp)
Db.Piutang murabahah jatuh tempo 4.500.000
15/10/20
Kr.Piutang murabahah 4.500.000
Db.Margin murabahah yang 750.000
ditangguhkan
15/10/20
Kr.Pendapatan margin 750.000
murabahah –akrual
133
Db.Margin murabahah yang 750.000
ditangguhkan
Kr.Pendapatan margin 333.333
15/11/20
murabahah
Kr.Pendapatan margin 416.667
murabahah -akrual
Perhitungannya:
Pendapatan = Persentase Keuntungan x Angsuran yang
Margin
dibayar
Murabahah
= 16,6666% x 2.000.000
= Rp 333.333
134
4) Pembayaran angsuran dilakukan melewati dari tanggal
jatuh tempo serta dikenai denda keterlambatan
Tanggal Rekening Debit Kredit
(Rp) (Rp)
Db.Piutang murabahah jatuh tempo 4.500.000
15/12/20
Kr.Piutang murabahah 4.500.000
Db.Margin murabahah yang 750.000
ditangguhkan
15/12/20
Kr.Pendapatan margin 750.000
murabahah -akrual
135
5) Pembayaran untuk melunasi piutang lebih awal dari waktu
yang ditentukan (Pelunasan dini)
Pelunasan pembiayaan oleh nasabah sebelum
berakhirnya masa akad merupakan suatu hal yang
diperbolehkan. Pelunasan dini dapat mengurangi beban
bank syariah terkait beban pengawasan dan administrasi.
Karena itulah, biasanya bank syariah memberikan
potongan apabila terjadi pelunasan sebelum berakhirnya
akad. Potongan ini sepenuhnya merupakan hak dan
kewenangan bank syariah, artinya potongan bisa
diberikan, namun bisa pula tidak diberikan.
Misalkan pada tanggal 15 Januari 2021, PT
KAYLAN melakukan pelunasan atas kewajibannya
dengan nilai buku Rp90.000.000, terdiri atas pokok
pembiayaan sebesar Rp75.000.000 dan margin yang
ditangguhkan sebesar Rp15.000.000. BSN memberikan
potongan pelunasan dari margin yang tersisa yaitu sebesar
80%
Perhitungan dan pencatatannya adalah sebagai
berikut:
Margin yang ditangguhkan = Rp15.000.000
Potongan pelunasan = 80% x Rp15.000.000
= Rp12.000.000
Pendapatan = Margin Murabahah Yang ditangguhkan –
Margin
potongan pelunasan
Murabahah
= 15.000.000 – 12.000.000
= Rp 3.000.000
Potongan pelunasan piutang murabahah dapat
dilakukan dengan menggunakan salah satu metode.
136
a) Alternatif 1: Potongan diberikan pada saat pelunasan
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db.Beban potongan angsuran 12.000.000
15/01/21 murabahah*
Kr.Piutang murabahah 12.000.000
Db.Kas/Rekening nasabah 78.000.000
15/01/21 Kr.Pendapatan margin 78.000.000
murabahah
Db.Margin murabahah 15.000.000
ditangguhkan
15/01/21
Kr.Pendapatan margin 15.000.000
murabahah
*dalam laporan laba rugi, beban potongan akan mengurangi
pendapatan margin murabahah
b) Alternatif 2: Potongan diberikan setelah pelunasan
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db.Kas/Rek nasabah-PT 90.000.000
15/01/21 KAYLAN
Kr.Piutang murabahah 90.000.000
137
E. Penyajian dan Pengungkapan Transaksi Pembiayaan
dengan Akad Murabahah di Bank Syariah
1. Penyajian
Penyajian akun-akun yang berhubungan dengan transaksi
pembiayaan murabahah berdasarkan PAPSI 2013 adalah:
a. Uang muka pembiayaan murabahah dari pembeli disajikan
sebagai liabilitas lainnya;
b. Apabila terjadi pembatalan transaksi murabahah dan nilai
uang muka lebih kecil dibandingkan dengan beban yang
dikeluarkan, maka tagihan tersebut akan disajikan sebagai
piutang qardh;
c. Piutang murabahah disajikan sesuai besaran nilai pembiayaan
murabahah dengan bank syariah;
d. Margin murabahah ditangguhkan disajikan sebagai pos kontra
atau pos lawan dari piutang murabahah;
e. Beban potongan pelunasan/angsuran murabahah sebagai pos
kontra atau pos lawan pendapatan marjin murabahah;
f. Pendapatan dan beban yang terkait langsung dengan transaksi
murabahah yang belum diamortisasi, disajikan sebagai
liabilitas lainnya dan aset lainnya. (apabila bank syariah
menggunakan metode proporsional);
g. Apabila sabaha tergolong performing, maka pendapatan
murabahah yang diterima akan disajikan pada bagian aset
lainnya. Sedangkan apabila nasabah tergolong non-performing,
maka pendapatan margin murabahah yang akan diterima
disajikan pada rekening administratif;
h. Cadangan kerugian penurunan nilai murabahah disajikan
sebagai pos kontra atau pos lawan piutang murabahah;
i. Apabila terjadi sanksi berupa denda (ta’zir), maka denda
tersebut tidak boleh diakui sebagai pendapatan oleh bank
syariah dan akan disajikan sebagai bagian dari sumber dana
kebajikan.
138
2. Pengungkapan
Pengungkapan dalam transaksi pembiayaan murabahah
berdasarkan PAPSI tahun 2013 adalah sebagai berikut:
a. Rincian piutang murabahah berdasarkan jumlah, jenis
penggunaan, jangka waktu, kualitas piutang, sektor ekonomi,
jenis valuta dan cadangan kerugian penurunan nilai;
b. Jumlah piutang murabahah yang diberikan kepada pihak yang
berelasi;
c. Kebijakan dan metode akuntansi untuk pengakuan
pendapatan, cadangan kerugian penurunan nilai, penghapusan
dan penanganan piutang murabahah yang bermasalah;
d. Besarnya piutang murabahah baik yang dibebani sendiri oleh
bank maupun secara bersama-sama dengan pihak lain sebesar
bagian pembiayaan bank.
F. Latihan Kasus
Kasus 1
PT Surya Mandiri Perkasa melakukan negosiasi jual beli dengan
Bank Syariah Nasional (BSN) pada tanggal 1 Februari 2020 dengan
menggunakan akad murabahah untuk pesanan 10 perangkat komputer
dengan harga total Rp.110.000.000. rincian negosiasi tersebut dijelaskan
sebagai berikut:
Kasus 2
Buatlah jurnal untuk transaksi berikut (berdasarkan data-data
yang disediakan pada kasus 1:
uang muka diserahkan oleh PT Surya Mandiri
01 Feb 2020
Perkasa kepada BSN sebesar Rp30.000.000.
BSN melakukan pembelian barang yang dipesan oleh
07 Feb 2020 PT Surya Mandiri Perkasa kepada CV Mulia Abadi
sebagai pemasok senilai Rp.110.000.000 secara tunai.
disepakati akad jual beli murabahah diantara BSN
dan PT Surya Mandiri Perkasa. Pada saat yang sama
09 Feb 2020
barang yang dipesan berupa 10 perangkat computer
diserahkan kepada PT Surya Mandiri Perkasa.
uang muka yang dibayarkan oleh PT Surya Mandiri
09 Feb 2020 Perkasa sebesar Rp30.000.000 diakui sebagai
pengurang piutang murabahah.
PT Surya Mandiri Perkasa membayar biaya
09 Feb 2020 administrasi sebesar 0,75% dari pembiayaan
murabahah oleh BSN.
saat jatuh tempo pembayaran termin pertama
09 Maret 2020
nasabah membayar sebesar Rp4.888.889
Sampai dengan tanggal jatuh tempo termin
pembayaran kedua, BSN belum menerima
09 April 2020
pembayaran angsuran dari PT Surya Mandiri
Perkasa.
PT Surya Mandiri Perkasa baru melakukan
20 April 2020 pembayaran pada tanggal 20 April 2020, sebesar
Rp4.888.889 melalui debit rekening.
140
Pada saat termin pembayaran ketiga, ketika BSN
hendak mendebit rekening PT Surya Mandiri
09 Mei 2020 Perkasa, ternyata dana yang tersedia di dalam akun
tersebut hanya Rp2.047.000 dan BSN mendebit
rekening sebesar Rp2.000.000.
PT Surya Mandiri Perkasa membayar kekurangan
17 Mei 2020
pembayaran angsurannya sebesar Rp2.888.889.
Pada saat termin pembayaran keempat, PT Surya
09 Juni 2020 Mandiri Perkasa tidak melakukan pembayaran termin
keempat.
PT Kemal Sejahtera membayar kewajibannya (termin
02 Juli 2020
keempat)
BSN mengenakan denda sebagaimana yang telah
disepakati dalam akad karena ketidakdisiplinan
nasabah, yaitu sebesar 10% dari total pendapatan
02 Juli 2020
margin akrual yang tertunggak. PT Surya Mandiri
Perkasa mengakui ketidakdisiplinannya dan bersedia
membayarnya
PT Surya Mandiri Perkasa melunasi sisa
kewajibannya dengan nilai buku Rp68.444.444 yang
terdiri atas pokok pembiayaan sebesar Rp62.222.222
09 Juli 2020 dan margin yang ditangguhkan sebesar Rp6.222.222.
Pada saat pelunasan, BSN memberikan potongan
pelunasan sebesar 80% dari sisa margin murabahah
yang masih ditangguhkan.
Jika potongan pelunasan dilakukan setelah pelunasan
09 Juli 2020
dan bukan saat pelunasan seperti pada poin di atas.
141
142
BAB VIII PEMBIAYAAN DENGAN AKAD
SALAM (PSAK 103)
A. Pendahuluan
Transaksi jual beli antara penjual dan pembeli, selain yang secara
konvensional dilakukan dengan saat yang bersamaan dapat pula terjadi
tanpa adanya pertukaran objek transaksi pada saat yang sama. Apalagi
transaksi-transaksi keuangan modern yang berkembang
memungkinkan peristiwa jual beli dilakukan pada jarak yang jauh dan
dengan bantuan media teknologi, seperti jual beli yang dilakukan secara
online.
Transaksi dengan penyerahan barang di waktu yang tidak
bersamaan dengan penyerahan uang sebagai alat pembayaran, di dalam
syariah Islam disebut transaksi ba’i salam. Ba’i as salam lebih dikenal
dengan istilah salam, adalah pembelian suatu barang pelunasan
pembayaran dilakukan di awal transaksi, sedangkan penyerahan barang
akan dilakukan di kemudian hari.
Pada bab ini akan membahas transaksi salam yang dapat terjadi
di bank syariah. Dalam konteks bank syariah tentu transaksi dengan
akad salam ini tidak bisa secara langsung diterapkan, karena bank
syariah bukanlah lembaga yang memproduksi sebuah barang. Namun
dalam penerapannya akad salam bisa dilakukan dengan mekanisme
paralel, atau biasa disebut transaksi salam paralel.
Salam paralel adalah transaksi jual beli barang dengan dua
transaksi salam, transaksi salam pertama dilakukan antara nasabah
pemohon dan bank syariah, sedangkan transaksi salam kedua dilakukan
antara bank syariah dengan pemasok. Harus diakui bahwa dalam
praktiknya di perbankan syariah transaksi salam tidak banyak terjadi,
atau dengan bahasa lain adalah transaksi yang kurang diminati, bahkan
di sebagian bank syariah tidak menerapkan skema transaksi ini. Karena
kondisi nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak perbankan
biasanya adalah nasabah yang mengalami kesulitan keuangan,
143
sedangkan akad dalam akad salam ini seorang nasabah yang menjadi
pembeli merupakan pihak yang sudah memiliki cukup dana untuk
memperoleh barang yang diinginkan. Walaupun demikian, transaksi ini
merupakan transaksi yang tersedia di lembaga keuangan sehingga
menjadi kajian yang cukup penting untuk dipelajari dan dikembangkan.
Tata penyajian, pengungkapan dan pelaporan transaksi Salam
dijelaskan dan diatur secara rinci dalam PSAK 103. PSAK 103
dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan
Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK 103 menggantikan
pengaturan mengenai akuntansi salam dalam PSAK 59: Akuntansi
Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
148
C. Pengawasan dan Mekanisme Transaksi Pembiayaan
dengan Akad Salam di Bank Syariah
1. Pengawasan Transaksi Pembiayaan dengan Akad Salam
Pengawasan transaksi pembiayaan dengan akad salam
dilakukan berdasarkan pedoman dari Bank Indonesia yang
bertujuan untuk:
a. Memastikan objek salam bukan barang yang diharamkan oleh
Syariah Islam;
b. Memastikan bahwa pembayaran kepada pemasok sudah
dilakukan pada awal kontrak secara tunai;
c. Memastikan pelaksanaan akad salam sesuai dengan fatwa
DSN dan peraturan yang berlaku;
d. Memastikan akad salam yang dilakukan menggunakan akad
salam biasa atau akad salam paralel;
e. Memastikan keuntungan bank syariah berdasarkan margin
harga beli kepada pemasok dengan harga jual kepada pembeli;
2. Mekanisme Transaksi Pembiayaan dengan Akad Salam
Mekanisme Transaksi Salam dan Salam Paralel dijelaskan
lebih detail dalam gambar berikut ini:
Figur 8.1
Alur Transaksi Salam Paralel
Bank Syariah
1) Negosiasi
sebagai Penjual
Akad dan Nasabah sebagai
(Muslim ilaih) Salam
pada salam 1 Pembeli
dan pembeli (Muslim)
(muslim) pada 2) Bayar
salam 2
6) Kirim Dokumen
4) Bayar
Pemasok
3) Negosiasi dan
Keterangan: 5) Kirim Barang
Akad Salam
149
- Pertama. Negosiasi antara nasabah dengan bank syariah
berhubungan dengan transaksi salam yang akan dilakukan;
- Kedua. Setelah terjadinya kesepakatan akad, nasabah sebagai
pembeli melakukan pembayaran kepada bank syariah sesuai
dengan kesepakatan jual belinya;
- Ketiga. Pada akad salam biasa, penjual akan langsung
memproduksi barang yang sudah disepakati dan dibayar oleh
pembeli kemudian langsung menyerahkan barang tersebut
kepada pembeli. Sedangkan apabila akad salam paralel, bank
syariah sebagai pihak penjual bagi nasabah pembeli akan
mencari pemasok untuk menyediakan barang yang sudah
disepakati dengan nasabah pemesan kemudian melakukan
akad salam kepada pemasok tersebut;
- Keempat. Bank syariah akan melakukan pembayaran atas
kesepakatan akad salam kepada pemasok barang;
- Kelima. Apabila barang yang dipesan sudah tersedia, maka
barang/objek salam ttersebut akan dikirim oleh pemasok
kepada nasabah pembeli;
- Keenam. Dokumen pengiriman/penyerahan objek salam
diberikan oleh pemasok kepada bank syariah.
150
Adapun detail kesepakatan antara PT Sari Sentosa dengan Bank Syariah
Nasional adalah sebagai berikut:
Spesifikasi barang : Beras pandan wangi kualitas nomor 1
Jumlah pesanan : 50 ton
Harga : Rp900.000.000,- (Rp18.000.000,-/ton)
Waktu penyerahan : dua tahap setiap empat bulan sebanyak 25 ton
(3 Agustus dan 3 Desember 2020)
Syarat pembayaran : Pelunasan pada saat penandatanganan akad
151
dengan kesepakatan harga senilai Rp.900.000.000,-adalah sebagai
berikut:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db.Kas/Rekening nasabah - PT Sari 900.000.000
01/04/20 Sentosa
Kr. Utang salam 900.000.000
Penerimaan pembayaran dari nasabah bisa terjadi melalui
debit terhadap rekening nasabah ataupun pembayaran secara tunai
dari nasabah, serta sebelum barang disediakan oleh bank syariah,
maka bank syariah akan mengakui adanya utang terhadap
penyediaan produk salam tersebut.
2. Akuntansi Transaksi Salam kedua antara bank syariah
dengan pemasok pada saat akad disepakati
Akad salam kedua antara bank syariah dengan pemasok
adalah untuk menyediakan barang pesanan dari nasabah pembeli.
Bank syariah akan memilih dengan cermat pemasok/penjual yang
sesuai dengan kondisi akad pertama. Kriteria yang setidaknya
dimiliki oleh pemasok adalah dapat menyediakan barang dengan
kualitas dan kuantitas seperti yang diinginkan nasahab pembeli,
memiliki harga yang lebih rendah dibandingkan dengan akad salam
pertama serta dapat menyediakan barang tepat waktu.
Jurnal yang dicatat oleh Bank Syariah Nasional atas
transaksi salam kedua dengan CV. Tani Sejahtera pada tanggal 3
April 2020 dengan jumlah pembayaran Rp.850.000.000,- adalah
sebagai berikut
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db.Piutang Salam 850.000.000
03/04/20 Kr. Kas/Rekening nasabah 850.000.000
penjual – CV. Tani Sejahtera
PSAK 103 paragraf 11 menyebutkan bahwa piutang salam
diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan
kepada pemasok/penjual. PSAK 103 paragraf 12 menyatakan
bahwa modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebagai jumlah
152
yang dibayarkan ataupun dengan melakukan penambahan saldo
simpanan yang dimiliki oleh penjual/pemasok (apabila
penjual/pemasok merupakan nasabah pada Bank Syariah yang
bersangkutan).
3. Penerimaan barang pesanan dari penjual atau pemasok
PSAK 103 paragraf 16 menyebutkan bahwa objek salam
yang diterima oleh bank syariah dari pemasok/penjual akan diakui
sebagai persediaan. Pada kasus di atas, penerimaan barang pesanan
dari CV. Tani Sejahtera adalah pada tanggal 2 Agustus dan 2
Desember 2020, masing-masing sebanyak 25 ton beras pandan
wangi kualitas nomor 1. Jurnal yang dibuat oleh bank syariah adalah
sebagai berikut:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Persediaan produk salam 425.000.000
02/08/20 Kr. Piutang salam 425.000.000
Ket: tahap pertama 25 ton beras pandan wangi kualitas no. 1
153
Pada tanggal 3 agustus dan 3 desember 2020 bank syariah
menyerahkan objek salam yang sudah dijanjikan kepada nasabah
pembeli sesuai dengan kualitas, kuantitas dan harga yang disepakati,
pencatatan yang dilakukan bank syariah adalah sebagai berikut:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Hutang salam 450.000.000
03/08/20 Kr. Persediaan produk salam 425.000.000
Kr. Pendapatan bersih salam 25.000.000
154
2. Pengungkapan
Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 4.25), hal-hal yang harus
diungkapkan terkait transaksi pembiayaan dengan skema salam
antara lain:
a. Rincian piutang salam dan utang salam berdasarkan jumlah,
jangka waktu, jenis valuta, jenis, dan kuantitas barang pesanan;
b. Piutang salam dari pemasok dan utang salam kepada nasabah
yang merupakan pihak berelasi.
G. Latihan Kasus
PT Krakatau Corn, membutuhkan 150 ton bibit jagung mutiara
untuk dijadikan barang ekspor 4 bulan yang akan datang. Pada
tanggal 5 Januari 2020, PT Krakatau Corn melakukan transaksi jual
beli dengan skema salam kepada Bank Syariah Nasional. Adapun
rincian akadnya adalah sebagai berikut:
Spesifikasi barang = bibit jagung mutiara
Jumlah = 150 ton
Harga = Rp.270.000.000 (Rp.1.800.000 per ton)
Waktu penyerahan = dua tahap setiap tiga bulan sebanyak 75
ton (8 April dan 8 Juli 2020)
Syarat pembayaran = Pelunasan pada saat akad ditandatangani
Untuk memperoleh bibit jagung Mutiara seperti yang
diinginkan PT Krakatau Corn, maka pada tanggal 6 Januari 2020 Bank
Syariah Nasional melakukan akad salam dengan penjual/pemasok CV
Wija Mas dengan rincian kesepakatan sebagai berikut:
Spesifikasi barang = bibit jagung mutiara
Jumlah = 150 ton
Harga = Rp.247.500.000 (Rp.1.650.000 per ton)
Penyerahan modal = uang tunai sejumlah Rp200.000.000,
peralatan pertanian senilai
Waktu penyerahan = Rp47.500.000
dua tahap setiap tiga bulan sebanyak 75
Agunan = ton (7 April dan 7 Juli 2020)
155
Syarat pembayaran = Rumah, tanah dan mobil senilai
Sanksi = Rp250.000.000
Pelunasan pada saat akad ditandatangani
Denda 11% dari nilai produk yang
belum diserahkan apabila terjadi
kegagalan penyerahan karena lalai atau
sengaja
Buatlah jurnal untuk transaksi berikut:
Bank Syariah Nasional melakukan akad salam
05 Jan 2020 dengan PT Krakatau Corn dan menerima
pembayaran akad salam.
Bank Syariah Nasional menyerahkan modal berupa
uang tunai sebesar Rp200.000.000 ke rekening CV
06 Jan 2020
Wija Mas dan aset berupa peralatan pertanian nilai
buku sebesar Rp47.500.000,
CV Wija Mas menyerahkan 75 ton bibit jagung
mutiara sebagaimana yang kesepakatan dengan Bank
Syariah Nasional. Adapun nilai wajar produk
07 April 2020
tersebut pada saat penyerahan sama dengan nilai
kontrak yaitu Rp123.750.000 (75 ton × Rp1.650.000
per ton).
Bank Syariah Nasional mengirim produk salam
08 April 2020 kepada PT Krakatau Corn dengan kuantitas dan
kualitas serta harga sesuai kesepakatan.
CV Wija Mas menyerahkan 75 ton bibit jagung
07 Juli 2020 mutiara tahap kedua sebagaimana yang kesepakatan
dengan Bank Syariah Nasional.
Bank Syariah Nasional mengirim produk salam
08 Juli 2020 tahap kedua kepada PT Krakatau Corn dengan
kuantitas dan kualitas serta harga sesuai kesepakatan.
156
BAB IX PEMBIAYAAN DENGAN AKAD
ISTISHNA (PSAK 104)
A. Pendahuluan
Pembiayaan yang difasilitasi oleh perbankan tidak hanya terbatas
dalam bentuk barang yang sudah ada, namun juga memungkinkan
terjadinya pembiayaan untuk barang yang harus melalui proses
pembuatan atau produksi terlebih dahulu, berdasarkan karakteristik
transaksi tersebutlah adanya pembiayaan dengan akad istishna yang
dapat mengakomodir transaksi untuk barang yang harus dipesan dan
diproduksi sesuai dengan spesifikasi pemesan tersebut.
Akad istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu.
Istishna dapat dilakukan langsung antara dua belah pihak antara
pemesan atau penjual seperti, atau melalui perantara. Jika dilakukan
melalui pearantara maka akad disebut dengan akad istishna paralel.
Walaupun istishna adalah akad jual beli, tetapi memiliki perbedaan
dengan salam maupun dengan murabahah. Istishna lebih ke kontrak
pengadaan barang yang ditangguhkan dan dapat di bayarkan secara
tangguh pula. Istishna menurut para fuqaha adalah pengembangan dari
salam, dan di izinkan secara syari’ah. Untuk pengakuan pendapatan
istishna dapat dilakukan melalui akad langsung dan metode persentase
penyelesaian. Di mana metode persentase penyelesaian yang
digunakanmiris dengan akuntansi konvensional, kecuali perbedaan laba
yang di pisah antara margin labadan selisih nilai akad dengan nilai wajar.
Pencatatan akuntansi untuk pembiayaan dengan akad istishna
diatur dalam PSAK 104 yang mengatur pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan transaksi istishna'. Pernyataan ini
diterapkan untuk lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang
melakukan transaksi istishna', baik sebagai penjual maupun pembeli.
157
B. Definisi, Ketentuan Syar’i dan Rukun Akad Istishna
1. Definisi Akad Istishna
Ba’i Al Istishna’ atau biasa disebut istishna merupakan
kontrak jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati
antara pemesan (pembeli, mustashni) dan penjual (pembuat,
shani). Transaksi istisha memiliki kemiripan dengan transaksi
salam, dalam hal barang yang dibeli belum ada pada saat transaksi,
melainkan harus dilunasi terlebih dahulu. Berbeda dengan
transaksi salam, yang barangnya adalah hasil pertanian. Pada
transaksi istishna, barang yang diperjualbelikan biasanya adalah
barang manufaktur. Adapun dalam hal pembayaran, transask
istihna dapat dilakukan dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan
sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.
Penggunaan akad Istishna oleh bank Syariah di Indonesia
relatif masih minim. Akan tetapi, seiring dengan makin
meningkatnya jenis barang yang baru dilunasi setelah adanya
pesanan dari pembeli sangat dimungkinkan akad istishna juga
menjadi makin meningkat penggunaannya.
Bank juga dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual
dalam suatu transaksi Istishna’. Jika bank bertindak sebagai penjual
kemudian memesan kepada pihak lain (subkontaktor) untuk
menyediakan barang pesanan dengan cara Istishna’ maka hal ini
disebut Istishna’ paralel.
2. Ketentuan Syar’i Akad Istishna
Menurut Mazhab Hanafi, Istishna hukumnya boleh karena
hal itu telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal
tanpa ada ulama yang mengingkarinya. Ketentuan syar’I transaksi
istishna’ diatur dalam Fatwa DSN nomor 06/DSN-MUI/IV/2000
tentang jual beli istishna’. Fatwa tersebut mengatur ketentuan
pembayaran dan ketentuan barang. Karena istishna’ mirip dengan
transaksi salam, beberapa ketentuan salah juga berlaku pada
transaski istishna’.
158
3. Rukun Akad Istishna
Rukun transaksi istishna meliputi: (a). transaktor, yakni
pembeli (mustashni) dan penjual (shani); (b). objek akad meliputi
barang dan harga barang istishna; (c). Ijab dan qabul yang
menunjukkan pernyataan kehendak jual beli istishna kedua belah
pihak.
a. Transaktor
Transaktor terdiri atas pembeli dan penjual. Kedua transaktor
disyaratkan memiliki kompetensi berupa aqil balig dan
kemampuan memilih yang optimal seperti tidak gila, tidak
sedang dipaksa, dan lain-lain yang sejenis. Adapun untuk
transaksi dengan anak kecil, dapat dilakukan dengan izin dan
pantauan dari walinya. Terkait dengan penjual, DSN
mengharuskan agar penjual menyerahkan barang tepat pada
waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati
penjual diperbolehkan menyerahkan barang lebih cepat dari
waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah
barang yang sesuai dengan kesepakatan dan ia tidak boeh
menuntut tambahan harga. Dalam hal pesanan sudah sesuai
dengan kesepakatan, hukumnya wajib bagi pembeli untuk
menerima barang istishna, dan melakasanakan semua
ketentuan dalam kesepakatan istishna. Akan tetapi sekiranya
pada barang yang dilunasi terdapat cacat atau barang tidak
sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak
memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.
b. Objek Istishna
Objek akad transaksi jual beli istishna meliputi barang yang
diperjualbelikan dan harga barang tersebut. Terkait dengan
barang istishna, DSN dalam fatwanya menyatakan bahwa ada
bebrapa ketentuan yang harus dipenuhi. Ketentuan tersebut
antara lain :
i. Harus jelas spesifikasinya.
ii. Penyerahannya harus dilakukan kemudian.
159
iii. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.
iv. Pembeli (mustashni) tidak boleh menjual barang sebelum
menerimanya.
v. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang
sejenis sesuai kesepakatan.
vi. Memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati.
vii. Barang yang diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi
pemesan, bukan barang massal.
Terkait dengan alat pembayaran, DSN mensyaratkan alat
bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya diawal akad.
Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah Selama
jangka waktu akad. Alat bayar dapat berupa uang, barang, dan
manfaat. Pembayaran harus dilakukan sesuai kesepakatan.
Pembayaran itu sendiri tidak boleh dalam bentuk pembebasan
utang.
c. Ijab dan Kabul
Ijab dan qabul istishna merupakan pernyataan dari kedua
belah pihak yang berkontrak, dengan cara penawaran dari
penjual (bank Syariah) dan penerimanya yang dinyatakan oleh
pembeli (nasabah). Pelafalan perjanjian dapat dilakuakn
dengan lisan, isyarat (bagi yang tidak bisa bicara), tindakan
maupun tulisan, bergantung pada praktik yang lazim di
masyarakat dan menunjukkan keridhaan satu pihak untuk
menjual barang istishna dan pihak lain untuk membeli barang
istishna. Menurut PSAK 104 paragraf 12, pada dasarnya
istishna tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi:
i. Kedua belah pihak setuju untuk membatalkannya,
ii. Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum
yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian
akad.
Berdasarkan fatwa DSN Nomor 6 tahun 2000 disebutkan
bahwa akad Istishna’ kedua (antara bank sebagai pembeli
dengan petani sebagai penjual ) harus dilakukan terpisah dari
160
akad pertama. Adapun akad kedua baru dilakukan setelah
akad pertama sah. Rukun-rukun yang terdapat pada akad
Istishna’ pertama juga berlaku pada akad Istisna’ kedua.
Keterangan:
- Pertama nasabah memesan barang yag dikehendaki dan
melakukan negosiasi kesepakatan antara penjual dengan
pembeli terkait transaksi Istishna’ yang akan dilaksanakan;
- Kedua, pada transaksi Istishna’ setelah akad disepakato,
penjual mulai membuat atau menyelesaikan tahapan
pembuatan barang yang diinginkan pembeli. Setelah barang
dihasilkan, pada saat atau sebelum tanggal penyerahan,
penjual mengirim barang sesuai dengan spesifikasi kualitas
dan kuantitas yang telah disepakati kepada pembeli. Adapun
transaksi Istishna’ paralel yang biasanya digunakan oleh
penjual (bank syariah) yang tidak membayar sendiri barang
Iistishna’, setelah menyepakati kontrak Istishna’ dan
menerima dana dari nasabah Istishna’, selanjutnya secra
terpisah memebuat akakd Istishna’ dengan produsen barang
Istishna’;
- Ketiga, setelah menyepakati transaksi Istishna’ dalam jangka
waktu tertentu, pemasok kemudian mulai melakukan
pengerjaan barang yang dipesan;
163
- Keempat, selama mengerjakan barang yang dipesan,
pemasok melakukan tagihan kepada bank syariah senilai
tingkat penyelesaian barang pesanan;
- Kelima, bank syariah melakukan pembayaran kepada
pembuat barang sebesar nilai yang ditagihkan;
- Keenam, bank syariah melakukan tagihan kepada nasabah
pembeli berdasarkan tingkat penyelesaian barang;
- Ketujuh, pemasok menyerahkan barang kepada nasabah
pembeli;
- Kedelapan, pemasok mengirimkan bukti pengiriman barang
kepada bank syariah; dan
- Kesembilan, nasabah melunasi pemayaran barang Istishna’
sesuai dengan akad yang telah disepakati.
164
Lama Penyelesaian : 5 bulan (paling lambat tanggal 10
Juli)
Mekanisme Penagihan : 5 termin sebesar Rp 30.000.000 per
termin mulai tanggal 10 Agustus
Mekanisme Pembayaran : Setiap 3 hari setiap tanggal
pembayaran
Transaksi Istishna’ Kedua
Untuk membuat bangunan sesuai dengna keinginan dr. Luna, pada
tanggal 12 Februari 2020, Bank Syariah Nasional memesan kepada
kontraktor PT. Sumber Utama Karya dengan kesepakatan sebagai
berikut:
Harga Bangunan : Rp 130.000.000
Lama Penyelesaian : 4 bulan 15 hari (paling
lambat tanggal 25 Juni)
Mekanisme penagihan kontraktor : 3 termin pada saat
penyelesaian 20%, 50%,
dan 100%.
Meknisme pembayaran oleh Bank : dibayar tunai sebesar tagihan dari
kontraktor.
166
3. Pembuatan Akad Istishna’ Paralel dengan Pembuat
Barang (Bank Sebagai Pembeli)
Seperti halnya saat akad istishna’ disepakati, pada
saat akad istishna’ paralel disepakati dengan pembuat
barang, tidak ada jurnal yang harus dibuat terkait dengan
kesepakatan jual beli istishna’. Jurnal dilakukan jika terdapat
transaksi pembayaran uang kepada pembuat barang oleh
Bank Syariah. Dalam kasus sebelumnya diketahui bahwa
pembayaran dilakukan berdasarkan tingkat penyelesaian,
sehingga pada saat akad, tidak ada kas yang harus
dikeluarkan oleh bank syariah.
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 29 disebutkan
bahwa biaya perolehan istishna’ paralel terdiri dari:
a. Biaya perolehan barang pesanan sebesar tagihan
produsen atau kontraktor kepada entitas.
b. Biaya tidak langsung, yaitu biaya overhead termasuk
biaya akad dan praakad.
c. Semua biaya akibat produsen atau kontraktor tidak
dapat memenuhi keajibannya, jika ada.
Biaya perolehan istishna’ paralel diakui sebagai aset
istishna’ dalam penyelesaian pada saat diterimanya tagihan
dari produsen atau kontraktor sebesar jumlah tagihan.
4. Penerimaan dan Pembayaran Tagihan kepada
Penjual (Pembuat) Barang Istishna’
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 36 disebutkan
bahwa pembeli mengakui aset istishna’ sebesar jumlah
termin yang ditagih oleh penjual yang dalam hal ini
pembuat barang dan sekaligus mengakui utang istishna’
kepada pembuat barang tersebut. Dijelaskan lebih lanjut
dalam PAPSI 2013 (h.418) bahwa tagihan supplier kepada
bank atas sebagian barang pesanan yang telah diselesaikan
diakui sebagai ‘aktiva istishna dalam penyelesaian’ dan
‘utang istishna’ sebesar tagihan supplier.
167
Dalam kasus 9.1, disebutkan bahwa mekanisme
pembayaran dilakukan dalam tiga termin, yaitu pada saat
penyelesaian 20%, 50%, dan 100%. Misalkan dalam
perjalanannya, realisasi tagihan ketiga termin tersebut
ditunjukkkan dalam tabel berikut:
No. Tingkat Tanggal Jlh Tagihan Tanggal Jlh
Termin Penyelesa Penagihan (Rp) Pembayaran Pembayaran
ian (Rp)
I 20% 1 April 26.000.000 8 April 26.000.000
II 50% 15 Mei 39.000.000 22 Mei 39.000.000
III 100% 25 Juni 65.000.000 2 Junli 65.000.000
Misalkan pada tanggal 1 April, PT Sumber Utama
Karya menyelesaikan 20% pembangunan dan menagih
pembayaran termin pertama sebesar Rp 26.000.000 (20%
x Rp 130.000.000) kepada Bank Syariah Nasional. Jurnal
pengakuan penagihan pembayaran oleh pembuat barang
adalah sebagai berikut:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Aset istishna’ dlm penyelesaian 26.000.000
01/04/20
Kr. Utang istishna’ 26.000.000
Adapun dasar pembukuan transaksi adanya utang
istishna’ dan timbulnya aset istishna’ dalam penyelesaian
adalah dokumen tagihan.
Selanjutnya, untuk membayar tagihan pembuat
barang, bank syariah dapat membayar secara tunai maupun
melalui kredit rekening. Praktik yang lazim di perbankan,
tagihan biasa dibayar melalui rekening.
Misalkan pembayaran dilakukan tanggal 8 April,
maka jurnal pembayaran tersebut:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Utang Istishna’ 26.000.000
08/04/20
Kr. Kas /Rekening nasabah pemasok 26.000.000
168
Jurnal sejenis juga dilakukan pada saat penerimaan
tagihan dan pembayaran kedua (penyelesaian 50%) dan
ketiga (penyelesaian 100%).
Misalkan, tagihan kedua diterima tanggal 15 Mei
dan diikuti dengan pembayaran oleh bank pada tanggal 22
Mei 2020. Tagihan ketiga diterima tanggal 25 Juni 2020 dan
dibayarkan pad tanggal 2 Juli 2020. Jurnal untuk transaksi
tersebut adalah:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Aset istishna’ dlm penyelesaian 39.000.000
15/05/20 Kr. Utang istishna’ 39.000.000*
*(50%-20%) x Rp130.000.000 = Rp 39.000.000
Db. Utang istishna’- pembuat barang 39.000.000
22/05/20
Kr. Kas/Rek. Nasabah pemasok 39.000.000
Db. Aset istishna’ dlm penyelesaian 65.000.000
25/06/20 Kr. Utang istishna’ 65.000.000*
*(100% - 50%) x Rp 130.000.000 = Rp 65.000.000
Db. Utang istishna’ -pembuat barang 65.000.000
02/07/20
Kr. Kas/Rek. Nasabah pemasok 65.000.000
Umumnya, pembayaran dilakukan tidak 100%
lunas pada saat serah terima barang selesai, namun ditahan
sebesar 5 % untuk masa commissioning. Lima persen
merupakan nilai best practice. Setelah bank yakin tidak ada
permasalahan teknis atas barang yang selesai dibangun,
baru 5 % sisa pembayaran siserahkan. Masa
commissioning dapat berlangsung 1-3 bulan setelah
penyerahan barang tergatung dari kesiapan penggunaan
operasional aset istishna’ tersebut.
5. Pegakuan Pendapatan Istishna’
Pada istishna’ paralel, terdapat dua metode
pengakuan pendapatan, yaitu metode persentase
penyelesaian dan metode akad selesai. Pada metode akad
169
selesai, pengakuan pendapatan diakui setelah barang
selesai. Pengakuan pendapatan dibelakang berlaku juga
untuk metode persentase penyelesaia dimana tidak
terdapat alasan alasan rasional yang kuat untuk mengukur
persentase penyelesaian (progress pekerjaan atas barang
yang dibangun).
Pada metode persentase penyelesaian, pendapat
diakui sesuai persentase penyelesaian dan menambah nilai
aset istishna’ dalam penyelesaian. Dasar dari pengakuan
pendapatan adalah alasan rasional yang terdokumentasi
dimana bank dapat menaksir persentase penyelesaian
barang secara moneter untuk dijadikan nilai harga pokok
jual beli. Pengakuan pendapatan ini dpat dilakukan secara
periodik (bulanan, triwulan, dll) atau pada periode tertentu
sepanjang bank memiliki dokumen persentase
penyelesaian,
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 18, disebutkan
jika metode persentase penyelesaian digunakan, maka:
a. Bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan
yang telah diselesaikan dalam periode tersebut, diakui
sebagai pendapatan istishna’ pada periode yang
bersangkutan.
b. Bagian margin keuntungan istishna’ yang diakui
selama periode pelaporan ditambahkan kepada aset
istishna’ dalam penyelesaian.
c. Pada akhir periode harga pokok istishna’ diakui
sebesar biaya istishna’ yang telah dikeluarkan sampai
dengan periode tersebut.
Pada proyek dengan periode pembuatan atau
konstruksi aset istishna’ yang melewati satu periode
pelaporan keuangan, maka timbul konsekuensi bahwa
bank tidak dapat mengakui adanya pendapatan. Untuk itu,
bank cenderung memilih penggunaan metode persentase
penyelesaian dan menyusun jadwal pembayaran piutang
170
dari nasabah yang besarnya disesuaikan kemampuan arus
kas nasabah. Hal ini akan menghindari tiadanya
pendapatan bank terlalu lama yang ujungnya
mengakibatkan bagi hasil untuk nasabah deposan
menurun atau rendah pada periode tersebut. Termin
istishna’ disajikan sebesar jumlah tagihan termin bank
kepada nasabah. Untuk kasus sebelumnya, dengan
menggunakan metode persentase penyelesaian, maka
pendapatan diakui sesuai dengan persentase penyelesaian.
Adapun perhitungan pendapatan istishna’, harga pokok
istishna’ dan keuntungan istishna’ adalah:
• Pendapatan istishna’ diukur sebesar bagian nilai akad
yang sebanding dengan pekerjaan yang telah
diselesaikan dalam periode tersebut.
Pendapatan istishna’ = persentase penyelesaian x nilai
akad penjualan
Maka pada tanggal 10 April saat penyeleaian 20%,
diakui pendapatan sebesar Rp 30.000.000 (20% x Rp
150.000.000).
• Harga pokok istishna’ dikui sebesar persentase
penyelesaian aset istishna’.
Harga pokok istishna’ = persentase penyelesaian x nilai
akad pembelian
= 20% x Rp 130.000.000
= Rp 26.000.000
• Keuntungan istishna’ yang dimaksud adalah bagian
margin keuntungan istishna’ yang diakui selama
periode pelaporan yang ditambahkan kepada aset
istishna’ dalam penyelesaian.
Keuntungan istishna’ = persentese penyelesaian x margin
keuntungan istishna’
= 20% x (Rp 150.000.000 –
Rp 130.000.000)
= 20% x Rp 20.000.000
171
= Rp 4.000.000
Secara keseluruhan, jurnal yang terkait dengan
transaksi pengakuan pendapatan saat penyelesai 20%.
50%, dan 100% adalah:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Aset istishna’ dalam
4.000.000
penyelesaian
Db. Harga pokok istishna’ 26.000.000
Kr. Pendapatan istishna’ 30.000.000*
Ket:
Pendapatan margin = % penyelesaian x harga jual
= 20% x Rp 150.000.000
10/04/20
= Rp 30.000.000
Harga pokok istishna = % penyelesaian x harga jual
= 20%x Rp 130.000.000
= Rp 26.000.000
Aset istishna’ = % penyelesaian – keuntungan istishna’ dalam
penyelesaian = 20% - Rp 20.000.000
= Rp 4.000.000
Db. Aset istishna’dalam
6.000.000
penyelesaian
Db. Harga pokok istishna’ 39.000.000
Kr. Pendapatan istishna’ 45.000.000
Ket:
Pendapatan margin = % penyelesaian x harga jual
= (50% - 20%) x Rp 150.000.000
15/05/20
= Rp 45.000.000
Harga pokok istishna = % penyelesaian x harga beli
= (50% - 20%) x Rp130.000.000
= Rp 39.000.000
Aset istishna = % penyelesaian –keuntungan istihna’ dalam
penyelesaian = (50% - 20%) - Rp 20.000.000
= Rp 6.000.000
Db. Aset istishna’ dalam
10.000.000
25/06/20 penyelesaian
Db. Harga poko istishna’ 65.000.000
172
Kr. Pendapatan istishna’ 75.000.000
Ket:
Pendapatan margin = % peneyelesaian x harga jual
= (100% - 50%) x Rp 150.000.000
= Rp 75.000.000
Harga pokok istishna = % penyelesaian x harga beli
= (100% - 50%) x Rp130.000.000
= Rp 65.000.000
Aset istishna = % penyelesaian –keuntungan istishna’ dalam
penyelesaian = (100% - 50%) -Rp20.000.000
= Rp 10.000.000
Dasar dari pengakuan pendapat adalah laporan
teknis yang dijadikan perusahaan untuk mengakui adanya
pendapatan. Laporan teknis ini berupa laporan unit kerja
produksi atau unit kerja teknis erhadap kondisi pekerjaan
kontruksi yang dilakukan (unit kerja akuntansi tidak dapat
menyusun sendiri laporan teknis karena masalah teknis
berada diluar domain legitimasi dari akuntan).
6. Penagihan Piutang Isthina’ Pembeli
Penagihan penjual dilakukan sesuai dengan
kesepakatan dalam akad dan tidak selalu sesuai dengan
persentase penyelesaian pembuatan barang pesanan
(PSAK 104 pragraf 24).
Berdasarkan PSAK 104 pragraf 23 disebutkan
bahwa tagihan setiap termin kepada pembeli diakui sebagai
piutang istishna’ dan termin istishna’ (biling) pada pos
lawannya. Karena istishina’ yang dilakukan adalah istishina’
pararel, maka termin yang ada dibedakan antara termin
bank-pemasok dengan termin bank-nasabah. Keduanya
tidak harus sama dengan bergantung kapada kodisi setiap
pihak yang terlibat.
Misalkan dalam kasus di atas, penagihan oleh bank
kepada pembeli akhir dilakukan dalam 5 termin dalam
jumlah yang sama, yaitu Rp 30.000.000, setiap tanggal 10
173
mulai bulan April. Maka jurnal untuk mangakui 5 kali
penagihan piutang istisina’ kepada pembeli dan
penerimaan pembayaran dari pembeli tersebut adalah
sebagai berikut:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Piutang istishna’ 30.000.000
10/04/20 Kr. Termin istishna’ 30.000.000*
*Rp 150.000.000/5 termin = Rp 30.000.000 per termin
Db. Piutang istishna’ 30.000.000
10/05/20
Kr. Termin istishna’ 30.000.000
Db. Piutang istishna’ 30.000.000
10/06/20
Kr. Termin istishna’ 30.000.000
Db. Piutang istishna’ 30.000.000
10/07/20
Kr. Termin istishna’ 30.000.000
Db. Piutang istishna’ 30.000.000
10/08/20
Kr. Termin istishna’ 30.000.000
7. Penerimaan Pembayaran Piutang Istishina’ dari
Pembeli
Pembayaran piutang istishina’ oleh nasabah
dilakukan setelah menerima tagihan istishina’ dari bank.
Oleh karena termin istishina’ merupakan pos lawan dari
piutang istishina’, pada saat waktu pembayaran piutang,
bank sebagai penjual perlu menutup termin istishina’, pada
saat sama, bank juga menkredit aset istishna’ dalam
penyelesain unutk mengakui adanya pengalihan aset
kepada pembeli sebesar jumlah yang dibayar.
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit(Rp)
Db. Kas/ rekening nasabah pembeli 30.000.000
13/04/20 istishna
Kr. Piutang istishna 30.000.000
174
Db. Kas/Rekening nasabah pembeli 30.000.000
13/05/20 istishna
Kr. Piutang istishna 30.000.000
Db. Kas/ rekening nasabah pembeli 30.000.000
13/06/20 istishna
Kr. Piutang istishna 30.000.000
Db. Kas/rekening nasabah pembeli 30.000.000
13/07/20 istishna
Kr. Piutang istishna 30.000.000
Db. Kas/rekening nasabah pembeli 30.000.000
13/08/20 istishna
Kr. Piutang istishna 30.000.000
175
2. Pengungkapan
Menurut PAPSI 2013 (h. 4.21) hal-hal yang harus
diungkapkan terkait jual beli dengan skema istishna antara lain:
a. Rincian piutang istishna berdasarkan jumlah, jangka waktu,
jenis valuta dan kualitas piutang dan cadangan kerugian
penurunan nilai piutang Istishna.
b. Jumlah piutang murabahah yang diberikan kepada pihak yang
berelasi.
c. Kebijakan akuntansi yang dipergunakan dalam pengakuan
pendapatan cadangan kerugian penurunan nilai, penghapusan
dan penanganan piutang istishna yang bermasalah.
d. Besarnya piutang istishna baik yang dibiayai sendiri oleh bank
maupun secara bersama-sama dengan pihak lain sebesar bagian
pembiayaan bank.
e. Jumlah akumulasi biaya atas kontrak berjalan serta pendapatan
dan keuntungan sampai dengan akhir periode berjalan.
f. Jumlah sisa kontrak yang belum selesai menurut spesifikasi dan
syarat kontrak.
g. Klaim tambahan yang belum selesai dan semua denda yang
bersifat kontinjen sebagai akibat keterlambatan pengiriman
barang.
h. Nilai kontrak istishna yang sedang berjalan serta rentang
periode pelaksanaannya.
i. Nilai kontrak istishna yang telah ditandatangani bank selama
periode berjalan tetapi belum dilaksanakan dan rentang periode
pelaksanaannya.
j. Rincian utang istishna berdasarkan jumlah, tujuan (pemasok
atau nasabah), jangka waktu dan jenis mata uang.
k. Utang istishna kepada nasabah yang merupakan pihak berelasi.
l. Jenis dan kuantitas barang pesanan.
176
H. Latihan Kasus
Pada tanggal 5 Maret 2020 Bank Syariah Nasional mendapat
pesanan dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta yaitu Universitas
Harapan Banjarmasin dengan kontrak istishna’ untuk pembangunan 10
unit rumah untuk karyawannya dengan total nilai kontrak
Rp600.000.000, dengan spesifikasi luas bangunan 75m2 bahan batu
bata dan kayu bengkire.
Lama Penyelesaian = 5 bulan (paling lambat tanggal 5
Mekanisme = Agustus)
panagihan 3 termin sebesar Rp200.000.0000 per
= termin mulai tanggal 5 Agustus
Mekanisme setiap 10 hari setelah tanggal penagihan
pembayaran
Untuk pengadaan rumah tersebut, pada tanggal 10 Maret bank
bekerjasama dengan PT Udaya Karya dengan menggunakan kontrak
istishna’ dengan nilai kontrak Rp560.000.000 untuk 10 unit rumah.
Lama Penyelesaian = 4 bulan 20 hari (paling lambat tanggal
Mekanisme panagihan = 30 Juli)
dua termin pada saat penyelesaian 50%
Mekanisme = dan 100%
pembayaran dibayar tunai 5 hari setelah tanggal
tagihan dari kontraktor
Buatlah jurnal untuk kasus berikut (metode pangakuan pendapatan
menggunakan metode persentase penyelesaian):
BSN telah mengeluarkan kas sampai dengan
Rp5.000.000 untuk keperluan survei dan pembuatan
02 Mar 2020
desain bangunan yang akan dijadikan acuan spesifikasi
barang.
Kesepakatan akad istishna atas pembuatan 10 unit
rumah antara bank syariah dengan Universitas
05 Mar 2020
Harapan Banjarmasin. Saat akad, beban praakad
diakui sebagai biaya istishna’
177
PT Udaya Karya menyelesaikan 50% pembangunan
20 Mei 2020 dan menagih pembayaran termin pertama sebesar
Rp280.000.000 (50% × Rp560.000.000) kepada BSN.
Pengakuan pendapatan istishna’ saat penyelesaian
20 Mei 2020
50%.
Bank Syariah membayar tagihan PT Udaya Karya
25 Mei 2020
sebesar yang ditagihkan.
PT Udaya Karya menyelesaikan 100% pembangunan
30 Juli 2020 dan menagih pembayaran termin kedua sebesar
Rp280.000.000 kepada Bank Syariah.
30 Juli 2020 Diakui pendapatan istishna’ saat penyelesaian 100%.
BSN membayar tagihan PT Udaya Karya sebesar yang
04 Agst 2020
ditagihkan.
BSN melakukan penagihan termin pertama pada
05 Agst 2020 Universitas Harapan Banjarmasin sebesar
Rp200.000.000.
Universitas Harapan Banjarmasin membayar tagihan
15 Agst 2020
istishna’ termin pertama sebesar Rp200.000.000.
BSN melakukan penagihan termin kedua pada
05 Sept 2020 Universitas Harapan Banjarmasin sebesar
Rp200.000.000.
Universitas Harapan Banjarmasin membayar tagihan
15 Sept 2020
istishna’ termin kedua sebesar Rp200.000.000.
BSN melakukan penagihan termin ketiga pada
05 Okt 2020 Universitas Harapan Banjarmasin sebesar
Rp200.000.000.
Universitas Harapan Banjarmasin membayar tagihan
15 Okt 2020
istishna’ termin ketiga sebesar Rp200.000.000.
Saat penerimaan pembayaran termin yang terakhir
15 Okt 2020
dari nasabah, rumah pesanan diakui secara akuntansi
178
penyerahannya kepada Universitas Harapan
Banjarmasin.
179
180
BAB X PEMBIAYAAN DENGAN AKAD
MUDHARABAH (PSAK 105)
A. Pendahuluan
Pembiayaan dengan konsep produktif tentu juga menjadi
perhatian bagi bank syariah, salah satu skema akad yang dikembangkan
dengan konsep Kerjasama yaitu pembiayaan dengan akad mudharabah.
Pada prinsipnya akad mudharabah diperbolehkan dalam agama
Islam, karena untuk saling membantu antara pemilik modal dengan
seorang yang pakar dalam mengelola uang. Dalam sejarah Islam banyak
pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam mengelola uangnya.
Sementara itu banyak pula para pakar dalam perdagangan yang tidak
memiliki modal untuk berdagang. Oleh karena itu, atas dasar saling
tolong menolong, Islam memberikan kesempatan untuk saling berkerja
sama antara pemilik modal dengan orang yang terampil dalam
mengelola dan memproduktifkan modal itu.
Akad mudharabah berbeda dengan akad pembiayaan yang ada
pada perbankan pada umumnya (perbankan konvensional). Perbankan
konvensional pada umumya menawarkan pembiayaan dengan
menentukan suku bunga tertentu dan pengembalian modal yang telah
digunakan mudharib dalam jangka waktu tertentu. Namun Akad
mudharabah tidak menentukan suku bunga tertentu pada mudharib
yang menggunakan pembiayaan mudharabah, melainkan mewajibkan
mudharib memberikan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh
mudharib. Pembiayaan mudharabah pada dasarnya diperuntukan untuk
jenis usaha tertentu atau bisnis tertentu.
Pedoman akuntansi yang menjadi dasar pencatatan dan
pelaporan transaksi pembiayaan dengan akad mudharabah adalah
PSAK 105 yang mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan transaksi mudharabah. Pernyataan ini diterapkan untuk
entitas yang melakukan transaksi mudharabah baik sebagai pemilik
dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib).
181
B. Definisi, Rukun dan Jenis-Jenis Akad Mudharabah
1. Definisi
Secara istilah Mudharabah berarti seorang malik atau
pemilik modal menyerahkan modal kepada seorang amil untuk
berniaga dengan modal tersebu, dimana keuntungan dibagi
diantara keduanya dengan porsi bagian sesuai dengan yang
dipersyaratkan dalam akad. Dalam Fatawa al Azhar disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan Mudharabah adalah akad untuk
berserikat dalam keuntungan dimana modal dari satu pihak yang
berserikat dan pekerjaan dari pihak lain menurut syarat-syarat
tertentu. Menurut Sayyid Sabiq, Mudharabah adalah akad dianatara
dua belah pihak dimana salah satu pihak menyerahkan modal
kepada yang lain untuk berniaga pada modal tersebut dengan
keuntungan dibagi diantara keduanya dengan porsi sesuai hasil
kesepakatan.
Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang
disalurkan oleh bank syariah kepada pihak lain untuk suatu usaha
yang produktif. Secara bahasa, mudharabah berasal dari
kata Dharb yang artinya melakukan perjalanan yang umumnya
untuk berniaga. Dharb populer digunakan oleh penduduk Irak titik
untuk maksud yang sama, penduduk Hijaz menggunakan istilah
muqaradhah atau qirat yang berarti memotong. Dalam pengertian
ini, Makna qirath adalah pemilik modal memotong sebagian
hartanya untuk diserahkan kepada pengelola modal, dan ia juga
akan memotong keuntungan usahanya. Secara teknis,
Antonio (2001) mendefinisikan sebagai akad kerjasama usaha
antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul
maal) menyediakan seluruh (100%) modal sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah
dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,
sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pihak modal selama
kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola seandainya
kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si
182
pengelola, pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian
tersebut.
2. Rukun Akad Mudharabah
Rukun transaksi mudharabah meliputi dua pihak
transaktor (pemilik modal dan pengelola), Objek akad
mudharabah (modal dan usaha), dan ijab dan qabul atau
persetujuan kedua belah pihak.
a. Transaktor
Kedua pihak transaktor di sini adalah investor dan pengelola
modal. Investor biasa disebut dengan istilah shahibul maal atau
rabbul maal, sedang pengelola modal biasa disebut dengan
istilah mudharib. Kedua pihak disyaratkan memiliki
kompetensi beraktivitas. Kriteria kompetensi tersebut antara
lain mampu membedakan yang baik dan yang buruk (baligh)
dan tidak dalam keadaan tercekal seperti pailit.
b. Objek Mudharabah
Objek mudharabah meliputi modal dan usaha. Pemilik modal
menyerahkan modalnya sebagai Objek mudharabah, sedangkan
pelaksana usaha menyerahkan kerianya sebagai Objek
mudharabah. Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang
atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya. Modal tidak
dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada
mudharib, baik secara bertahap maupun tidak sesuai dengan
kesepakatan dalam akad. Sementara itu, kerja yang diserahkan
dapat berbentuk keahlian menghasilkan barang atau jasa,
keahlian mengelola, keahlian menjual, dan keahh’an maupun
keterampilan lainnya. Tanpa dua objek ini, mudharabah tidak
dibenarkan. Fatwa Dcwan Syariah Nasional Nomor 7 Tahun
2000 tentang Pembiayaan Mudharabah menyatakan bahwa
kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib) sebagai perimbangan
modal yang disediakan oleh penyedia dana harus
memperhatikan hal-hal berikut:
183
• Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa
campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak
untuk melakukan pengawasan.
• Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan
pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi
tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
• Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam
dalam tindakannya yang berhubungan dengan
mudharabah dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku
dalam aktivitas itu.
Nisbah keuntungan mencerminkan imbalan yan'g
berhak diterima oleh kedua belah pihak yang terikat akad
mudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya.
Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah terjadinya
perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian
keuntungan. Syarat pembagian keuntungan dalam pembiayaan
mudharabah meliputi hal-hal sebagai berikut:
• Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh
disyaratkan hanya untuk satu pihak.
• Bagian keuntungan harus diketahui masing-masing pihak
dan bersifat proporsional atau dinyatakan dalam angka
persentase (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan.
Sekiranya terdapat perubahan nisbah, harus berdasarkan
kesepakatan.
• Penyedia dana menanggung semua kerugian dari
mudharabah dan pengelola tidak boleh menanggung
kerugian apa pun kecuali diakibatkan dari kesalahan
disengaia, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
• Sekiranya terjadi kerugian yang disebabkan oleh kelalaian
mudharib, maka mudharib wajib menanggung segala
kerugian tersebut. Kelalaian antara lain ditunjukkan oleh
tidak terpenuhinya persyaratan yang ditentukan di dalam
akad; mengalami kerugian tanpa adanya kondisi di luar
184
kemampuan (force maieur) yang lazim dan/atau yang telah
ditentukan dalam akad; dan hasil putusan dari badan
arbitrase atau pengadilan.
Kesepakatan pembagian keuntungan atau nisbah harus
dinyatakan pada waktu kontrak. Dalam hal ini, juga perlu
disepakati dasar bagi hasil yang akan digunakan. Dewan
Syariah Nasional dalam fatwa DSN Nomor 15 Tahun 2000
menyatakan bahwa bank syariah boleh menggunakan prinsip
bagi hasil (revenue sharing) maupun bagi untung (profit
sharing) sebagai dasar bagi hasil. Pembagian dasar bagi hasil
tersebut dijelaskan dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Nomor 59 dan Pedoman Akuntansi Perbankan
Syariah (PAPSI) 2003 dalam bentuk berikut.
Uraian Jumlah Metode Bagi Hasil
Penjualan 100 Revenue sharing
Harga pokok penjualan 65
Laba Bruto 35
Beban 25
Laba rugi neto 10 Profit Sharing
Dalam praktik, terdapat perbedaan dalam penggunaan
istilah revenue sharing. Revenue sharing dalam praktik lebih
mengacu pada gross profit Sharing. Dalam akuntansi,
terminologl revenue adalah nilai penjualan suatu barang (harga
pokok plus margin keuntungan). Adapun "euenue yang
dimaksud dalam dasar bagi hasil bank syariah dan yang
dipraktikkan selama 1m adalah pendapatan dikurangi harga
pokok barang yang dijual. Dalam akuntansi, konsep ini biasa
dinamakan dengan laba bruto (gross profit). Dengan demikian,
istilah revenue sharing yang biasa digunakan oleh industri
perbankan syariah, pada dasarnya identik dan sama
dengan makna gross profit sharing. Adapun dalam Kerangka
Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan“ Keuangan Syariah
tahun 2007,ikatan Akuntan telah menyatakan secara eksplisit
185
bahwa dalam halprinsip pembagian hasil usaha, terminologi
pendapatan atau hasil yang dimaksud adalalah laba bruto
(KDPPLKS paragraf 42). PAPSI 2013 dan PSAK Nomor 105
paragraf 11 menyatakan bahwa pembagian hasil usaha
mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil
atau bagi laba dan jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka
dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto, bukan total
pendapatan usaha (omzet). Sementara itu, jika berdasarkan
prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba neto (net profit),
yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan
pengelolaan dana mudharabah.
Uraian Jumlah Metode Bagi Hasil
Penjualan 100 Revenue sharing
Harga pokok penjualan 65
Laba Bruto 35
Beban 25
Laba rugi neto 10 Profit Sharing
Penggunaan gross profit sebagai dasar pembagian
keuntungan cukup adil bagi perbankansyariah, karena di sisi
bagi hasil kepada nasabah penabung, bank syariah
juga menggunakan praktik yang sama. Penggunaan praktik gross
profit sharingsebagai dasar bagi hasil nasabah penabung atau
deposan dengan skema mudharabah dapat terlihat pada
pengakuan pendapatan bank syariah. Pendapatan murabahah
yang dibagi hasil misalnya adalah nilai margin
murabahah (selisih harga jual dengan harga pokok barang yang
dijual) yang uangnya telah diterima oleh bank syariah, Ini
menunjukkan bahwa dasar bagi hasil kepada nasabah penabung
pada dasarnyaadalah gross profit sharing dan bukan revenue sharing.
Syekh Muhammad Taqi Usmani (2002) dalam bukunya An
Introduction to Islamic Finance secara eksplisit juga
merekomendasikan penggunaan gross profit sekiranya terdapat
kesulitan 31am penggunaan net profit suatu pembiayaan
186
mudharabah atau musyarakah. Gross Profit, dalam pandangan
beliau dihitung dari selisih antara penjualan dengan biaya-biaya
Yang bersifat langsung, dalam hal ini adalah harga pokok
penjualan.
c. Ijab dan Qabul
ijab dan qabul atau persetujuan kedua belah pihak dalam
mudharabah yang merupakan Wujud dari prinsip sama-sama
rela (an-taraddin minkum). Dalam hal ini, kedua belah pihak
harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad
mudharabah. Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk
mengontribusikan dana, sementara si pelaksana usaha setuiu
dengarl Perannya untuk mengontribusikan kerja. Akad
mudharabah pada dasarnya sama dengan akad-akad yang lain
dalam aspek yang bersifat umum. Aspek yang bersifat umum
tersebut antara lain tentang identitas kedua pihak yang
bemansaksi, besar pembiayaan, jangka waktu pembiayaan,
prasyarat pengambilan pembiayaan, jaminan, ketentuan denda,
pelanggaran atas syarat-syarat perjaniian, dan penggunaan
Badan Arbitrase Syariah. Adapun hal spesifik dalam akad
mudharabah antara lain kesepakatan tentang dasar bagi
hasil (revenue sharing atau profit sharing), besar nisbah bagi hasil,
pernyataan bank sebagai shahibul maal untuk menanggung
kerugian kecuali yang disebabkan oleh kelalaian mudharib,
pemyataan hak bank untuk memasuki tempat usaha dan tempat
lainnya untuk mengadakan pengawasan terhadap pembukuan,
catatan-catatan, transaksi mudharib yang berhubungarl dengan
pembiayaan mudharabah baik secara langsung maupun tidak
langsung. Selain akad yang ditandatangani oleh kedua belah
pihak, dalam praktik juga dilampiri dengan proyeksi
pendapatan dan jadwal pembayaran angsuran pokok maupun
bagi hasil.
187
d. Jenis-Jenis Akad Mudharabah
Menurut PSAK 105, kontrak mudharabah dapat dibagi
atas tiga jenis, yaitu mudharabah muqayyadah, mudharabah
muthlaqah, dan mudharabah musytarakah.
1. Mudharabah muqayyadah adalah bentuk keria sama antara
pemilik dana dan pengelola, dengan kondisi pengelola
dikenakan pembatasan oleh pemilik dana dalam hal tempat,
cara, dan/atau objek investasi. Dalam transaksi mudharabah
muqayyadah, bank syariah bersifat sebagai agen yang
menghubungkan shahibul maal dengan mudharib. Peran agen
yang dilakukan oleh bank syariah mirip dengan peran manajer
investasi pada perusahaan sekuritas. Imbalan yang diterima
oleh bank sebagai agen dinamakan feedan bersifat tetap tanpa
dipengaruhi oleh tingkat keuntungan yang dihasilkan oleh
mudharib. Fee yang diterima oleh bank dilaporkan dalam
laporan laba rugi sebagai pendapatan operasi lainnya.
Mudharabah muqayyadah biasa disebut dengan mudharabah
terikat (restricted mudharabab). Dalam praktik perbankan,
mudharabah muqayyadah terdiri ata dua jenis, yaitu
mudharabah muqayyadah executing dan mudharabah
muqayyadah channeling. Pada mudharabah muqayyadah
executing, bank syariah sebagai pengelola menerima dana dari
pemilik dana dengan pembatasan dalam hal tempat, cara,
dan/atau objek investasi. Akan tetapi, bank syariah memiliki
kebebasan dalam melakukan seleksi terhadap calon mudharib
yang layak mengelola dana tersebut. Sementara itu pada
mudharabah muqayyadah channeling, bank syariah tidak
memiliki kewenangan dalam menyeleksi calon mudharib yang
akan mcngelola dana tersebut.
2. Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk keria sama antara
pemilik dana dan pengelola tanpa adanya pembatasan oleh
pemilik dana dalam hal tempat, cara, maupun objek
investasi, Dalam ha] ini, pemilik dana memberi kewenangan
yang sangat luas kepada mudharib untuk menggunakan dana
188
yang diinvestasikan. Kontrak mudharabah muthlaqah dalam
perbankan syariah digunakan untuk tabungan maupun
pembiayaan. Pada tabungan mudharabah, penabung berperan
sebagai pemilik dana, scdang bank berperan sebagai pengelola
yang mengontribusikan keahliannya dalam mengelola dana
penabung. Adapun pada pembiayaan mudarabah, bank
berperan sebagai pemilik dana yang menginvestasikan
dana'yang ada padanya kepada pihak lain yang memerlukan
dana untuk keperluan usahanya. Pihak lain yang memerlukan
dan mengelola dana tersebut biasaisebut dengan nasabah
pembiayaan. Dana yang diterima oleh bank dari penabung
dilaporkan dalam neraca di bagian dana syirkah, sedangkan
dana yang disalurkan oleh bank kepada nasabah pembiayaan
melalui akad mudaharabah dilaporkan dalam neraca pada
bagian aset lancar. Adapun bagian bank dari keuntungan yang
dihasilkan oleh mudharib dari kegiatan investasi yang
dilakukannya dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai salah
satu unsur pendapatan operasi utama bank. Mudharabah
muthlaqah biasa juga disebut dengan mudharabah mutlak atau
mudharabah tidak terikat (unrestricted mudharabah).
3. Mudharabah Musytarakah adalah bentuk mudharabah di
mana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam
kerja sama investasi. Akad musyatarakah ini merupakan solusi
sekiranya dalam perjalanan usaha, pengelola dana memiliki
modal yang dapat dikontribusikan dalam investasi, sedang di
lain sisi, adanya penambahan modal ini akan dapat
meningkatkan kemaiuan investasi. Akad musytarakah ini pada
dasarnya merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan
akad musyarakah. Dalam mudharabah musyatarakah,
pengelola dana berdasarkan akad (mudharabah) menyertakan
iuga dananya dalam investasi bersama (berdasarkan akad
musyarakah). Setelah penambahan dana oleh pengelola,
pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana
dalam mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah
189
setelah dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik dana
musyarakah. Nasabah penghimpunan bank berperan sebagai
mudharib, sedangkan nasabah penyaluran bank berperan
sebagai pemilik dana. Pada saat yang sama, bank melakukan
kerja sama dengan investor lain untuk membiayai suatu proyek
yang dikerjakan oleh nasabah pengelola. Investor Iain yang
tetllbat dalam kerja sama Ini memiliki petan sebagai pemilik
dana. Bank dan investor memperoleh pendapatan dari poslsi
sebagai pemilik dana (berbagi sesuai porsi masing-masing).
Selanjutnya pendapatan hak bank tersebut dibagihasilkan lagi
dengan nasabah deposan pool of fund.
1.Negosisasi
Bank Syariah Nasabah
dan akad
(Shahibul maal) (Mudharib)
Mudharabah
5. menerima
kembalian modal 3.membagi hasil usaha
• Keuntungan dibagi
sesuai nisbah
• Kerugian tanpa
kelalaian nasabah
ditanggung oleh
bank syariah
Keterangan:
- Pertama, dimulai dari pengajuan permohonan pembiayaan
oleh nasabah dengan mengisi formulir permohonan
pembiayaan. Formulir tersebut diserahkan kepada bank
syariah beserta dokumen pendukung. Pihak bank selanjutnya
melakukan evaluasi kelayakan investasi mudharabah yang
191
diajukan nasabah dengan menggunakan analisis 5C ( Charcter,
Capacity, Capital, Commitment, dan Collateral ). Analisis
diikuti kemudian dengan verifikasi. Bila nasabah dan usaha
dianggap lauak, selanjutnya diadakan perikatan dalam bentuk
penandatanganan kontrak mudharabah dengn mudharib
dihadapan notaris. Kontrak yang dibuat setidaknya memuat
berbagai hal untuk memastikan terpenuhinya rukun
mudharabah;
- Kedua, bank mengontribusikan modalnya dan nasabah mulai
mengelola usaha yang disepakati berdasarkan kesepakatan dan
kemampuan terbaiknya;
- Ketiga, hasil usaha dievaluasi pada waktu yang ditentukan
berdasarkan kesepakatan. Keuntungan yang diperoleh akan
dibagi antar bank sebagai shahibul maal dengan nasabah
sebagai mudharabah sesuai dengan porsi yang telah disepakati.
Senadainya terjadi kerugian yang tidak disebabkan oleh
kelalaian nasabah mudharib, maka kerugian ditanggung oleh
bank. Adapun kerugian yang disebabkan oleh kelalaian
nasabah sepenuhnya menjadi tanggungjawab nasabah;
- Keempat, bank dan nasabah menerima porsi bagi hasil
masing-masing berdasarkan metode perhitungan yang telah
disepakati; dan
- Kelima, bank menerima pengembalian modalnya dari
nasabah. Jika nasabah telah mengembalikan semua modal
milik bank, maka usaha menjadi milik nasabah sepenuhnya.
192
Husada yang bergerak di bidang SPBU dengan kesepakatan sebagai
berikut.
Plafon : Rp 1.450.000.000
Objek bagi hasil : Pendapatan (gross profit sharing)
Nisabah : 70% PT Widodo Husada dan 30% BSN
Jangka Waktu : 10 bulan (jatuh tempo tanggal 10 Juni
2021)
Biaya administrasi : Rp 14.500.000 (dibayar saat akad
ditandatangani)
Pelunasan : Pengembalian pokok diakhir periode.
Keterangan : Modal dari BSN diberikan secara tunai tanggal
10 Agustus 2020. Pelaporan dan pembayaran
bagi hasil oleh nasabah dilakukan setiap tanggal
10 mulai bulan September.
1. Saat Penandatanganan Akad Mudharabah
Jurnal pada tanggal 1 Agustus atau saat akad mudharabah
ditandatangani terdiri atas jurnal pembukaan rekening administrasi
komitmen pembiayaan PT Widodo Husada dan jurnal
pembebanan biaya administrasi.
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db Pos lawan Komitmen pembiayaan 1.450.000.000
193
investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau
penyerahan aset non-kas kepada pengelola dana. Investasi
mudharabah dalam bentuk kas diukur sebagai jumlah yang
dibayarakan (PSAK 104 paragraf 13a).
Misalkan tanggal 10 Agustus 2020, BSN mencairkan
pembiayaan sebesar Rp 1.450.000.000 untuk investasi
mudharabah.
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db.Investasi Mudharabah* 1.450.000.000
05/10/20
Kr.Kas/Rekening nasabah 1.450.000.000
Db. Kewajiban komitmen 1.450.000.000
administratif pembiayaan
05/10/20
Kr. Pos lawan komitmen 1.450.000.000
administratif pembiayaan
*Dalam praktik perbankan istilah”investasi mudharabah”,
sebagaimana yang terdapat dalam PSAK 105, belum umum
dipakai. Saat ini perbankan syariah di Indonesia masih
menggunakan istilah”pembiayaan mudharabah”.
3. Penerimaan Bagi Hasil Mudharabah
Berdasarkan PSAK 105 paragfraf 22 dinyatakan bahwa
pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat
diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi
penghasilan usaha dari pengelola dana dan tidak diperkenankan
mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha. Sekiranya
bagian hasil usaha belum dibayar oleh pengelola, bagian
tersebut diakui sebagai piutang (PSAK 105 paragraf 24).
Berikut adalah realisasi laba bruto PT Widodo Husada
selama 10 bulan yang dilaporkan setiap tanggal 10 bulan
berikutnya.
194
No Bulan Jumlah Laba Porsi Bank Tanggal Tanggal
Bruto (Rp) (Rp) Pelaporan Pembayaran
Bagi hasil Bagi Hasil
1 Ags 20 20.000.000 6.000.000 10 Sep 10 Sep
2 Sep 20 50.000.000 15.000.000 10 Okt 10 Okt
3 Okt 20 45.000.000 13.500.000 10 Nov 10 Nov
4 Nov 20 40.000.000 12.000.000 10 Des 10 Des
5 Des 20 60.000.000 18.000.000 10 Jan 10 Jan
6 Jan 20 50.000.000 15.000.000 10 Feb 10 Feb
7 Feb 20 40.000.000 12.000.000 10 Mar 10 Mar
8 Mar 20 50.000.000 15.000.000 10 Apr 10 Apr
9 Apr 20 55.000.000 16.500.000 10 Mei 05 Jun
10 Mei 20 60.000.000 18.000.000 15 Jun 15 Jun
Transaksi di atas dapat kita klasifikasi dalam dua
bentuk, yaitu sebagai berikut.
a. Penerimaan bagi hasil yang pembayarannya dilakukan
bersamaan dengan pelaporan bagi hasil, seperti bagi hasil
untuk bulan Agustus, September, Oktober, November,
Desember, Januari, Februari, Maret. Bentuk transaksinya
sebagai berikut:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit
Db. Kas/Rekening nasabah 6.000.000
10/09/20
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah 6.000.000
Db. Kas/Rekening nasabah 15.000.000
10/10/20
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah 15.000.000
Db. Kas/Rekening nasabah 13.500.000
10/11/20
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah 13.500.000
Db. Kas/Rekening nasabah 12.000.000
10/12/21
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah 12.000.000
Db. Kas/Rekening nasabah 18.000.000
10/01/21
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah 18.000.000
195
Db. Kas/Rekening nasabah 12.000.000
10/02/21
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah 12.000.000
Db. Kas/Rekening nasabah 15.000.000
10/03/21
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah 15.000.000
Db. Kas/Rekening nasabah 15.000.000
10/04/21
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah 15.000.000
b. Penerimaan bagi hasil yang waktu pembayarannya berbeda
dengan tanggal pelaporan bagi hasil seperti pada bagi hasil
bulan April dan Mei. Berdasarkan PSAK 105 paragraf 24,
disebutkan bahwa bagian hasil usaha sebelum dibayar oleh
pengelola, maka bagian tersebut diakui sebagai piutang.
Bentuk transaksinya sebagai berikut.
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit
10/05/21 Db. Piutang pendapatan bagi hasil 16.500.000
mudharabah
Kr.Pendapatan bagi hasil mudharabah- 16.500.000
akrual
05/06/21 Db. Kas/rekening nasabah 15.000.000
Kr..Piutang pendapatan bagi hasil 15.000.000
mudharabah
05/06/21 Db. Pendapatan bagi hasil mudharabah- 16.500.000
akrual
Kr.Pendapatan bagi hasil mudharabah- 16.500.000
akrual
10/06/21 Db. Piutang pendapatan bagi hasil 18.000.000
mudharabah
Kr. Pendapatan bagi hasil 18.000.000
mudharabah-akrual
15/06/21 Db. Kas/rekening nasabah 18.000.000
Kr. Piutang pendapatan bagi hasil 18.000.000
mudharabah
196
15/06/21 Db. Pendapatan bagi hasil mudharabah- 18.000.000
akrual
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah 18.000.000
Piutang pendapatan bagi hasil mudharabah disajikan
dalam neraca pada bagian aset. Akun ini merupakan sub-akun
dari piutang. Adapun akun pendapatan bagi hasil mudharabah
akrual disajikan dalam laporan laba rugi. Oleh karena itu bagi
hasil tersebut belum berwujud kas, maka pendapatan bagi hasil
akrual tidak diikutsertakan dalam perhitungan bagi hasil dengan
nasabah penghimpunan. Untuk keperluan praktis, pendapat
bagi hasil akrual perlu dibedakan dengan pendapatan bagi hasil
yang telah berwujud kas, penulis akan menambah istilah akrual.
Dalam praktik perbankan, di beberapa bank terdapat
deviasi dalam bentuk pengabaian pendapatan bagi hasil
mudharabah akrual. Pada tahun berjalan, kendati telah ada
pemberitahuan laba bruto oleh nasabah pembiayaan, bank
tidak mengakuinya sebagai pendapatan bagi hasil. Pengakuan
pendapatan ditunda hingga bank menerima porsi bagi hasilnya.
Selanjutnya untuk keperluan pelaporan akhir tahun, bank
mengidentifikasi pendapatan yang bersifat akrual secara manual
untuk selanjutnya mengakuinya sebagai pendapatan pada
laporan laba rugi dan tagihan pendapatan bagi hasil
mudaharabah pada laporan neraca.
4. Saat Akad Berakhir
a. Alternatif 1: Nasabah pembiayaan mampu mengembalikan
modal mudharabah. Misalkan pada tanggal 10 Juni 2021
saaat jatuh tempo, PT Widodo Husada melunasi investasi
mudharabah sebesar Rp 1.450.000.000, maka jurnal
tersebut adalah sebagai berikut:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit Rp)
Db. Kas/Rekening nasabah 1.450.000.000
10/06/21
Kr. Investasi mudharabah 1.450.000.000
197
b. Alternatif 2: Nasabah pembiayaan mudharabah tidak
mampu mengembalikan modal mudharabah. Misal, apabila
akad mudharabah berakhir saat jatuh tempo dan belum
dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah
diakui sebagai piutang.
Misalkan pada tanggal 10 Juni 2021 saaat jatuh tempo,
PT Widodo Husada tidak mampu melunasi investasi
mudharabah sebesar Rp 1.450.000.000, maka jurnal
tersebut adalah sebagai berikut.
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit Rp)
Db. Piutang investasi 1.450.000.000
10/06/21 mudharabah jatuh tempo
Kr. Investasi mudharabah 1.450.000.000
198
2. Pengungkapan
Berdasarkan PAPSI 2013 hal-hal yang harus diungkapkan
terkait transaksi pembiayaan mudharabah antara lain:
a. Rincian jumlah pembiayaan mudharabah berdasarkan sifat
akad (mudharabah mutlaqah atau mudharabah muqayadah),
jenis penggunaan dan sektor ekonomi.
b. Klasifikasi pembiayaan mudharabah menurut jangka waktu
(masa akad), kualitas pembiayaan, valuta, cadangan kerugian
penurunan nilai dan tingkat bagi hasil rata-rata.
c. Jumlah dan persentase pembiayaan mudharabah yang
diberikan kepada pihak-pihak berelasi.
d. Jumlah pembiayaan mudharabah yang telah direstrukturisasi
dan informasi lain tentang pembiayaan mudharabah yang
direstrukturisasi selama periode berjalan.
e. Kebijakan manajemen dalam pelaksanaan pengendalian risiko
portofolio pembiayaan Mudharabah.
f. Besarnya pembiayaan mudharabah bermasalah dan cadangan
kerugian penurunan nilai untuk setiap sektor ekonomi.
g. Kebijakan dan metode yang dipergunakan dalam penanganan
mudharabah bermasalah.
h. Ikhtisar pembiayaan mudharabah yang dihapus buku yang
menunjukkan saldo awal, penghapusan selama tahun berjalan,
penerimaan atas pembiayaan mudharabah yang telah
dihapusbukukan dan pembiayaan mudharabah yang telah
dihapus-tagih dan saldo akhir pembiayaan mudharabah yang
dihapus buku.
F. Latihan Kasus
Pada tanggal 5 Januari 2020, ditandatangani akad pembiayaan
mudharabah antara Bank Syariah Nasional dengan PT Makmur Alam
Mandiri senilai Rp100.000.000 untuk pembiayaan proyek renovasi 2
unit puskesmas dari Pemerintah Kota Padang. Bagi hasil usaha
199
didasarkan atas laba bruto proyek dengan komposisi 20% untuk BSN.
Buatlah jurnal untuk rangkaian transaksi berikut:
Bank Syariah Nasional membuka rekening komitmen
05 Jan 2020
administratif pembiayaan tersebut.
Biaya administrasi yang dibebankan oleh BSN kepada PT
Makmur Alam Mandiri sebesar 0,2% dari nilai
05 Jan 2020 pembiayaan langsung dibayar melalui
pemotongan/pendebitan rekening PT Makmur Alam
Mandiri.
BSN melakukan pencairan dana pembiayaan
Rp100.000.000 atas investasi mudharabah pada proyek
10 Jan 2020
renovasi Puskesmas yang dikelola oleh PT Makmur
Alam Mandiri.
PT Makmur Alam Mandiri melaporkan telah menerima
uang proyek dari pemerintah untuk puskesmas pertama
10 Mar 2020 dengan laba bruto sebesar Rp20.000.000, bagi hasil untuk
BSN (20%) langsung diserahkan secara tunai pada
tanggal yang sama.
PT Makmur Alam Mandiri melaporkan telah menerima
uang proyek dari pemerintah untuk puskesmas kedua
20 Apr 2020
dengan laba bruto sebesar Rp16.000.000, namun belum
melakukan pembayaran
Melakukan pembayaran bagi hasil untuk BSN (20%)
27 Apr 2020
yang telah dilaporkan tanggal 20 April 2020
PT Makmur Alam Mandiri melunasi pembiayaan
10 Mei 2020 mudharabah secara tunai sebesar Rp100.000.000 karena
bertepatan telah jatuh tempo.
200
BAB XI PEMBIAYAAN DENGAN AKAD
MUSYARAKAH (PSAK 106)
A. Pendahuluan
Perkembangan praktik pembiayaan dengan konsep kerjasama
dalam sebuah usaha produktif juga memungkinkan semua pihak sama-
sama berkontribusi, baik dalam hal pendanaan maupun dalam
menjalankan usahanya. Hal ini lah yang menjadi perbedaan
fundamental antara akad mudharabah dengan akad musyarakah.
Bank syariah sebagai bank yang memberikan layanan kepada
nasabahnya juga memberikan fasilitas produk yang memungkinkan
nasabahnya berkontribusi dalam hal pendanaan, akad tersebut dikenal
dengan akad musyarakah. Namun tentu saja dalam praktiknya bank
syariah tidak dapat berkontribusi langsung terhadap pengelolaan
pelaksanaan usaha yang dijalankan Bersama tersebut, sehingga dalam
konteks ini bank syariah sering disebut mitra pasif sedangkan nasabah
yang menjalankan usaha sekaligus juga berkontribusi dalam pendanaan
disebut dengan mitra aktif.
Pedoman yang mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan transaksi musyarakah diatur dalam ketentuan akuntansi
yaitu dalam PSAK 106.
201
percampuran atau serikat. Musyarakah berarti kerjasama kemitraan
atau dalam bahasa Inggris disebut partnership (Mardani, 2014).
Secara fiqih, dalam kitabnya, as-Sailul Jarrar III: 246 dan 248,
Imam Asy- Syaukani menulis sebagai berikut, “(Syirkah syar‟iyah)
terwujud (terealisasi) atas dasar sama-sama ridha di antara dua
orang atau lebih, yang masing-masing dari mereka mengeluarkan
modal dalam ukuran yang tertentu. Kemudian modal bersama itu
dikelola untuk mendapatkan keuntungan, dengan syarat masing-
masing di antara mereka mendapat keuntungan sesuai dengan
besarnya saham yang diserahkan kepada syirkah tersebut. Namun
manakala mereka semua sepakat dan ridha, keuntungannya dibagi
rata antara mereka, meskipun besarnya modal tidak sama, maka hal
itu boleh dan sah, walaupun saham sebagian mereka lebih sedikit
sedang yang lain lebih besar jumlahnya. Dalam kacamata syariat,
hal seperti ini tidak mengapa, karena usaha bisnis itu yang
terpenting didasarkan atas ridha sama ridha, toleransi dan lapang
dada.5 Musyarakah adalah akad kerjasama yang terjadi di antara
para pemilik modal (mitra musyarakah) untuk menggabungkan
modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu
kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional
sesuai dengan kontribusi modal. (Naf’an, 2014)
Dalam bukunya (Rizal Yaya, dkk. 2016) dituliskan bahwa
Musyarakah berasal dari kata syirkah, Syirkah artinya pencampuran
atau interkasi. Secara terminologi, syirkah adalah persekutuan
usaha untuk mengambil hak atau untuk beroperasi.
Menurut Fatwa DSN-MUI, Musyarakah adalah pembiayaan
berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan
konstribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. (Widyarini,
2018)
202
Menurut penjelasan di dalam PSAK 106, Musyarakah adalah
akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi
dana. Dana tersebut meliputi kas atau aset nonkas yang
diperkenankan oleh syariah.
Dari pengertian-pengertian tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa musyarakah merupakan akad kerjasama yang
mengikat seluruh pihak yang terlibat untuk memberikan
kontribusi/sumbangan berupa dana dan juga tenaga untuk
menjalankan sebuah usaha bersama.
2. Ketentuan Syar’i
Terdapat landasan hukum dari al-qur‟an dan sunnah terkait
akad ini yaitu pada Q.S. Ash Shad ayat 24. Pada ayat tersebut Allah
SWT berfirman yang artinya sebagai berikut: “Dan sesungguhnya
kebanyakan dari orang- orang yang berserikat itu sebagian mereka
berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang
beriman dan mengerjakan amal shaleh dan amat sedikitlah mereka
ini.”
Kemudian diperkuat dengan hadist qudsi yang diriwayatkan
oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya
Allah Azza Wa Jalla berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua
orang yang berserikat selama salah satunya tidak berkhianat kepada
yang lainnya. Jika terjadi penghianatan, maka aku akan keluar dari
mereka. (HR Abu Daud)”
Dari hadist tersebut dapat dilihat bahwa dalam berserikat
penjagaan amanah menjadi penting. Karena Allah akan
memberkahi usaha perkongsian yang dilandasi dengan amanah
tanpa khianat.
Ketentuan syar’i transaksi musyarakah yang dilakukan oleh
bank syariah mengacu pada Fatwa DSN Nomor 08/DSN-
MUI/IV/2000. Dalam fatwa tersebut, diatur berbagai hal terkait
203
ijab kabul, ketentuan tentang pihak-pihak yang bertransaksi, objek
akad musyarakah, dan biaya operasional yang disengketakan.
3. Rukun Akad Musyarakah
Prinsip dasar yang dikembangkan dalam syirkah adalah
prinsip kemitraan dan kerja sama antara pihak pihak yang terkait
untuk meraik kemajuan bersama. Unsur unsur yang harus ada
dalam akad musyarakah atau rukun musyarakah ada empat,
(Ramdhani dkk, 2019) yaitu:
a. Pelaku/Transaktor
Syarat sebagai pelaku atau tarnsaktor dalam kegiatan
musyarakah/Kerjasama adalah orang-orang atau para mitra
yang cakap hukum dan telah baligh.
b. Objek Musyarakah
Objek musyarakah merupakan suatu konsekuensi
dengan dilakukannya akad musyarakah yaitu harus ada modal
dan kerja.
i. Modal
a) Modal yang diberikan harus tunai
b) Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai,
emas, perak, aset perdagangan atau aset tidak
berwujud seperti lisensi,hak paten,dan sebagainya.
c) Apabila berkas yang diserahkan dalam bentuk
nonkas, maka harus ditentukan nilai tunainya
terlebih dahulu dan harus disepakati bersama.
d) Modal yang diserahkan oleh setiap mitra harus
dicampur.
e) Dalam kondisi normal, setiap mitra memiliki hak
untuk mengelola aset kemitraan.
f) Mitra tidak boleh meminjam uang atas nama usaha
musyarakah, demikian juga meminjamkan uang
epada pihak ketiga dari modal musyarakah,
menyumbang atau menghadiakan uang tersebut
kecuali mitra lain telah menyepakatinya.
204
g) Seorang mitra tidak diijinkan untuk mencairkan atau
menginvestigasikan modal itu untuk kepentingan
sendiri.
h) Pada prinsipnya dalam musyarakah tidak boleh ada
penjaminan modal.
i) Modal yang ditanamkan tidak boleh digunakan
untukmembiayai proyek atau investasi yang dilarang
oleh syariat.
ii. Kerja
a. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan
dasar pelaksanaan musyarakah.
b. Tidak dibenarkan bila salah seorang di antaranya
menyatakan tidak ikut serta menangani pekerjaan
dalam kemitraan tersebut.
c. Meskipun porsi kerja antara satu mitra dengan mitra
lainnya tidak harus sama, mitra yang porsi kerjanya
lebih banyak boleh meminta bagian keuntungan
yang lebih besar.
d. Setiap mitra bekerja atas nama pribadi atau mewakili
mitranya.
e. Para mitra harus menjalankan usaha sesuai dengan
syariah.
f. Seorang mitra yang melaksanakan pekerjaan diluar
wilayah tugas yang mereka sepakati, berhak
mempekerjakan orang lain untuk menangani
pekerjaan tersebut.
g. Jika seseorang mitra mempekerjakan pekerja lain
untuk melaksanakan tugas yang menjadi bagiannya,
biasanya harus ditanggung sendiri.
c. Ijab Kabul
Ijab qabul adalah peryataan dan ekspresi saling rida/rela
diantara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara
verbal, tertulis melalui korespondensi atau menggunakan
cara-cara komunikasi modern.
205
d. Nisbah
i. Nisbah diperlukan untuk pembagian keuntungan dan harus
disepakati oleh para mitra diawal akad sehingga risiko
perselisihan diantara para mitra dapat dihilangkan.
ii. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua
belah pihak.
iii. Keuntungan harus dapat dikuantifikasi dan ditentukan dasar
perhitungan keuntungan tersebut, misalnya bagi hasil atau
bagi laha.
iv. Keuntungan yang dibagikan tidak boleh menggunakan nilai
proyeksi, akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi
keuntungan.
v. Mitra tidak dapat menentukan bagian keuntungannya sendiri
dengan menyatakan nilai nominal tertentu karena hal ini
sama dengan riba dan dapat melanggar prinsip keadilan dan
prinsip untung muncul bersama resiko.
vi. Pada prinsipnya keuntungan milik para mitra namun
diperbolehkan mengalokasikan keuntungan untuk pihak
ketiga bila disepakati, misalnya untuk-organisasi
kemanusiaan tertentu atau untuk cadangan (reserve).
4. Jenis-Jenis Akad Musyarakah
Secara garis besar syirkah terbagi kepada dua kelompok,
(Muslich 2010) antara lain Syirkah Al-Amlak dan Syirkah Al Uqud.
Berikut penjelasan terhadap kedua kelompok syirkah tersebut.
a. Syirkah Al-Amlak (Kerjasama hak milik)
Syirkah al-amlak (syirkah milik) adalah ibarat dua orang atau
lebih memilikkan suatu benda kepada yang lain tanpa ada akad
syirkah. Dari definisi tersebut, dapat dipahami bahwa syirkah
milik adalah suatu syirkah dimana dua orang atau lebih
bersama-sama memiliki suatu barang tanpa melakukan akad
syirkah. Contoh, dua orang diberi hibah ssebuah rumah.
Dalam contoh ini rumah tersebut dimiliki oleeh dua orang
melalui hibah, tanpa akad syirkah antara dua orang yang diberi
hibah tersebut.
206
Dalam syirkah al-amlak, terbagi dalam dua bentuk, yaitu:
1) Syirkah al-jabr Berkumpulnya dua orang atau lebih dalam
pemilikan suatu benda secara paksa.
2) Syirkah Ikhtiyariyah Yaitu suatu bentuk kepemilikan
bersama yang timbul karena perbuatan orang-orang yang
berserikat.
b. Syirkah Al-Uqud (Kerjasama akad)
Syirkah al-uqud (contractual partnership), dapat
dianggap sebagai kemitraan yang sesungguhnya, karena para
pihak yang bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk
membuat suatu perjanjian investasi bersama dan berbagi
untuk dan risiko.
Syirkah al-Uqud dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:
1) Syirkah Mufawwadah.
Merupakan akad kerja sama usaha antar dua pihak atau
lebih, yang masing-masing pihak harus menyerahkan
modal dengan porsi modal yang sama dan bagi hasil atas
usaha atau risiko ditanggung bersama dengan jumlah yang
sama. Dalam syirkah mufawwadah, masing-masing mitra
usaha memiliki hak dan tangung jwab yang sama.
2) Syirkah Inan
Merupakan akad kerja sama usaha antara dua orang atau
lebih, yang masing-masing mitra kerja harus menyerahkan
dana untuk modal yang porsi modalnya tidak harus sama.
Pembagian hasil usaha sesuai dengan kesepakatan, tidak
harus sesuai dengan kontribusi dana yang diberikan.
Dalam syirkah inan, masing-masing pihak tidak harus
menyerahkan modal dalam bentuk uang tunai saja, akan
tetapi dapat dalam bentuk aset atau kombinasi antara uang
tunai dan asset atau tenaga
3) Syirkah Al-Amal
Syirkah al-„amal adalah kontrak kerja sama dua orang
seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan
berbagi keuntungan dari pekerjaaan itu. Misalnya kerja
207
sama dua orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek
atau kerjasama, dua orang penjahit untuk menerima order
pembuatan seragam sebuah kantor. Musyarakah ini
kadang disebut dengan syirkah abdan atau sanaa‟i
4) Syirkah Al-Wujuh
Yaitu kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki
reputasi dan prastise yang baik serta ahli dalam bisnis,
mereka membeli barang secara kredit dari suatu
perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai.
Mereka membagikan berdasarkan jaminan kepada
penyedia barang yang disiapkan oleh setiap rekan kerja.
Sayyid Sabiq memberikan definisi syirkah al-wujuh yaitu
dua orang atau lebih membeli suatu barang tanpa modal,
melainkan semata berdagang kepada nama baik dan
kepercayaan pada pedagang kepada mereka. Syirkah ini
disebut juga syirkah tanggung jawab tanpa kerja dan
modal.
5) Syirkah Mudharabah
Merupakan kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih
yang mana satu pihak sebagai shahibul maal yang
menyediakan dana 100% untuk keperluan usaha, dan
pihak lain tidak menyerahkan modal dan hanya sebagai
pengelola atas usaha yang dijalankan, disebut mudharib.
208
a) Meneliti apukah pemberian informasi secara lengkap telah
disampuikan oleh bank kepada nasabah, baik secara tertulis
maupun lisan tentang persyaratan pembiayaan musyarakah
telah dilakukan.
b) Menguji apakah perhitungan bagi hasil telah dilakukan sesuai
prinsip syariah.
c) Memastikan adanya persetujuan para pihak dalam perjanjian
pembiayaan musyarakah.
d) Memastikan terpenuhinya rukun dan syarat musyarakah.
e) Memastikan bahwa biaya operasional telah dibebankan pada
mndal bersama musyarakah, dan
f) Memastikan bahwa kegiatan investasi yang dibiayai tidak
termasuk jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan
syariah.
Adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS
menuntur bank syariah untuk hati-hati dalam melakukan transaksi
musyarakah dengan para nasabah. Selain itu, bank juga dituntut
untuk melaksanakan tertib administrasi agar berbagai dokumen
yang diperlukan DPS dapat tersedia setiap saat dilakukan
pengawasan.
2. Mekanisme Transaksi Pembiayaan dengan Akad
Musyarakah
Mekanisme transaksi pembiayaan dengan akad musyarakah
tergambar dalam figur 11.1 berikut ini: (Rizal yaya dkk, 2015)
209
Figur 11.1
Akuntansi Transaksi Musyarakah
Keterangan:
- Pertama. dimulai dari pengajuan permohonan pembiayaan
musyarakah oleh nasabah dengan mengisi formulir permohonan
pebiayaan. Formulir tersebut diserahkan kepada bank syariah
beserta dokumen pendukung. Selanjutnya, pihak bank melakukan
evaluasi kelayakan pembiayaan musyarakah yang diaukan nasabah
dengan menggunakan analisis 5 C (Character, Capacity, Capital,
Commitment, dan Callateral). Kemudian, analisis diikuti dengan
verifikasi. Bila nasabah dan usaha dianggap layak, selanjutnya
diadakan perikatan dalam bentuk penandatanganan kontrak
musyarakah dengan nasabah sebagai mitra di hadapan notaris.
Kontrak yang dibuat setidaknya memuat berbagai hal untuk
memastikan terpenuhnya rukun musyarakah.
210
- Kedua. bank dan nasabah mengontribusikan modal masing-
masing dan nasabah sebagai mitra aktif mulai mengelola usaha
yang disepakati berdasarkan kesepakatan dan kemampuan
terbaiknya.
- Ketiga. hasil usaha dievaluasi pada waktu yang ditentukan
berdasarkan kesepakatan. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi
antar bank dengan nasabah sesuai dengan porsi yang telah
disepakati. Seandainya terjadi kerugian yang tidak disebabkan oleh
kelalaian nasabah sebagai mitra aktif, maka kerugian ditanggung
proporsional terhadap modal masing-masing mitra. Adapun
kerugian yang disebabkan oleh kelalaian nasabah sebagai mitra
aktif sepenuhnya sebagai tanggung jawab nasabah.
- Keempat. bank dan nasabah menerima porsi bagi hasil masing-
masing berdasarkan metode perhitungan yang telah disepakati.
- Kelima. bank menerima pengembalian modalnya dari nasabah,
jika nasabah telah mengembalikan semua modal milik bank, usaha
selanjutnya menjadi milik nasabah sepenuhya.
211
kedua sebesar Rp. 25.000.000,
dilakukan tanggal 2 Maret
Kontribusi Bapak Husaini Rp 20.000.000
Nisbah Bagi Hasil Bapak Husaini 75% dan BSN
25%
Periode 6 Bulan
Biaya Administrasi Rp 600.000 (1% dari
pembiayaan bank)
Objek Bagi Hasil Laba bruto (selisih harga jual
beras dikurangi harga
pembelian)
Skema Pelaporan dan Pembaya Setiap tiga bulan (dua kali masa
Porsi Bank panen) pada tanggal 2 Mei dan
2 Agustus 2020
Skema Pelunasan Pokok Musyarakah permanen-
pelunasan dilakukan
padawaktu akad berakhir, yaitu
tanggal 2 Agustus 2020
3. Akuntansi Transaksi Musyarakah pertama antara nasabah
dengan bank syariah pada saat akad disepakati
Dalam praktik perbankan, pada saat akad musyarakah
disepakati, bank akan membuka cadangan rekening investasi
musyarakah untuk usaha. Pada tanggal itu juga, bank
membebankan biaya administrasi dengan mendebit rekening
nasabah.
Jurnal untuk membuka cadangan investasi musyarakah
untuk Bapak Husaini dan pembebanan biaya administrasi adalah
sebagai berikut:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Pos lawan komitmen administratif 60.000.000
pembiayaan
01/04/20
Kr. Kewajibann komitmen 60.000.000
administratif pembiayaan
212
Db. Kas/rekening nasabah Bpk Husaini 600.000
01/04/20
Kr. Pendapatan administrasi 600.000
4. Akuntansi Transaksi Musyarakah Kedua Saat penyerahan
investasi/pembiayaan musyarakah oleh bank syariah
kepada nasabah
Dalam kasus Bapak Husaini, anggaplah bahwa pada pada
tanggal 12 Februari bank mentransfer sebesar Rp.35.000.000 ke
rekening Bapak Husaini sebagai pembayaran tahap pertama.
Selanjutnya pada tanggal 2 Maret, bank syariah menyerahkan dana
tahap kedua sebesar Rp.25.000.000. Adapun bentuk jurnalnya
adalah sebagai berikut:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Investasi musyarakah 35.000.000
01/04/20
Kr. Kas/Rekening nasabah 35.000.000
Db. Kewajiban komitmen administratif 35.000.000
pembiayaan
01/04/20
Kr. Pos lawan komitmen administratif 35.000.000
pembiayaan
213
No Periode Jumlah Laba Bruto Porsi Bank (Rp) Tanggal
1 Masa Panen I 14.000.000 3.500.000 02 Mei
2 Masa Panen II 16.000.000 4.000.000 12 Ags
Transaksi di atas dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu:
a. Penerimaan bagi hasil yang pembayarannya dilakukan
bersamaan dengan pelaporan bagi hasil, (seperti pada
bagi hasil untuk panen I)
Misalkan pada pembayaran bagi hasil musyarakah masa
panen I, Bapak Husaini melaporkan bagi hasil untuk bank
syariah pada tanggal 2 Mei. Pada tanggal tersebut, Bapak
Husaini langsung membayar bagi hasil untuk bank syariah
sebesar Rp. 3.500.000. Jurnal untuk mencatat penerimaan bagi
hasil tersebut adalah sebagai berikut.
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Kas/rekening nasabah 3.500.000
01/04/20
Kr. Pendapatan bagi hasil musyarakah 3.500.000
b. Penerimaan bagi hasil yang waktu pembayarannya
berbeda dengan tanggal pelaporan bagi hasil, (seperti
pada bagi hasil untuk masa panen II)
214
6. Akuntansi Transaksi Musyarakah Keempat Saat Akad
Berakhir
a. Nasabah pembiayaan mampu mengembalikan modal
musyarakah bank
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Kas/rekening nasabah 60.000.000
01/04/20
Kr. Investasi musyarakah 60.000.000
b. Nasabah pembiayaan tidak mampu mengembalikan
modal musyarakah
Misalkan Bapak Husaini tidak mampu melunasi modal
musyarakah bank, maka jurnal pada saat jatuh tempo tersebut
adalah sebagai berikut.
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Kas/rekening nasabah 60.000.000
01/04/20
Kr. Investasi musyarakah 60.000.000
Jika dikemudian hari nasabah membayar piutang
investasi musyarakah jatuh tempo, maka jurnalnya adalah
sebagai berikut:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Kas/rekening nasabah 60.000.000
01/04/20 Kr. Piutang investasi musyarakah
60.000.000
jatuh tempo
215
a. Pembiayaan musyarakah disajikan sebesar saldo pembiayaan
musyarakah nasabah kepada bank. Tagihan kepada mitra aktif
yang disebabkan akibat kelalaian atau penyimpangan mitra
aktif (nasabah) disajikan sebagai bagian dari pembiayaan
musyarakah. Pembiayaan musyarakah yang diakhiri sebelum
jatuh tempo atau sudah berakhir dan belum diselesaikan oleh
nasabah tetap disajikan sebagai bagian dari pembiayaan
musyarakah.
b. Piutang bagi hasil disajikan sebagai bagian dari aset lainnya
pada saat nasabah tergolong performing. Sedangkan, apabila
nasabah tergolong non-performing maka piutang bagi hasil
disajikan pada rekening administratif.
c. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Pembiayaan
Musyarakah disajikan sebagai pos lawan (contra account)
Pembiayaan Musyarakah.
2. Pengungkapan
Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 5.9-10), hal-hal yang harus
diungkapkan terkait dengan transaksi pembiayaan berdasarkan
musyarakah adalah:
a. Rincian jumlah pembiayaan musyarakah berdasarkan modal
mitra, jenis valuta, jenis penggunaan, sektor ekonomi, status
bank dalam pembiayaan musyarakah (mitra pasif), dan mitra
aktif (jika mitra aktif bukan berasal dari salah satu mitra
musyarakah).
b. Klasifikasi pembiayaan musyarakah menurut jangka waktu
akad pembiayaan, kualitas pembiayaan, dan tingkat bagi hasil
rata-rata.
c. Jumlah dan persentase pembiayaan musyarakah yang
diberikan kepada pihak-pihak berelasi.
d. Jumlah dan persentase pembiayaan musyarakah yang telah
direstrukturisasi dan informasi lain tentang pembiayaan
musyarakah yang direstrukturisasi selama periode berjalan.
e. Kebijakan manajemen dalam pelaksanaan pengendalian risiko
portofolio pembiayaan musyarakah.
216
f. Besarnya pembiayaan musyarakah bermasalah dan cadangan
kerugian penurunan nilai untuk setiap sektor ekonomi.
g. Kebijakan dan metode yang dipergunakan dalam penanganan
musyarakah bermasalah.
h. Ikhtisar pembiayaan musyarakah yang dihapus buku yang
menunjukkan saldo awal, penghapusan selama tahun berjalan,
penerimaan atas pembiayaan musyarakah yang telah
dihapusbukukan dan pembiayaan musyarakah yang telah
dihapustagih dan saldo akhir
i. pembiayaan musyarakah yang dihapus buku.
F. Latihan Kasus
Kasus 1
Pada tanggal 12 Januari 2020, Bank Syariah Nasional (BSN) dan
Bapak Kamal menandatangani akad musyarakah permanen untuk
pembiayaan usaha fotokopi senilai Rp40.000.000, yang terdiri dari
Rp30.000.000 kontribusi BSN dan Rp10.000.000 kontribusi Bapak
Kamal. Bagi hasil didasarkan pada laba bruto (penjualan dikurangi biaya
kertas) dengan nisbah bagi hasil 20% BSN dan 80% Bapak Kamal. Bagi
hasil disepakati untuk dibayar dan dilaporkan setiap tanggal 20 mulai
bulan Februari. Pembiayaan musyarakah disepakati jatuh tempo pada
tanggal 20 April 2020. Buatlah jurnal untuk transaksi berikut:
12 Jan 2020 Akad disepakati oleh BSN dan Bapak Kamal, Serta
BSN membuka cadangan pembiayaan musyarakah
untuk Bapak Kamal
12 Jan 2020 Pembebanan biaya administrasi kepada Bapak Kamal
sebesar 0,2% dari nilai pembiayaan, pembayaran
dilakukan dengan pemotongan rekening Bapak
Kamal
20 Jan 2020 BSN memberikan kontribusi/porsi investasi
musyarakah kepada Bapak Kamal sebesar
Rp30.000.000 dikirimkan ke dalam rekening Bapak
Kamal
217
20 Feb 2020 Bapak Kamal mendapatkan laba bruto sebesar
Rp5.000.000 dan langsung dilaporkan serta
dibayarkan porsi BSN sebesar 20% dari laba bruto
tersebut.
20 Mar 2020 Bapak Kamal mendapatkan laba bruto sebesar
Rp4.000.000 namun Bapak Kamal hanya melaporkan
saja kepada BSN belum menyerahkan porsi BSN
sebesar 20% dari laba bruto tersebut.
25 Mar 2020 Bapak Kamal membayar tunai porsi BSN yang sudah
dilaporkan pada tanggal 20 Maret 2020 sebesar 20%
dari laba bruto.
20 Apr 2020 Bapak Kamal mendapatkan laba bruto sebesar
Rp6.000.000 dan langsung dilaporkan serta
dibayarkan porsi BSN sebesar 20% dari laba bruto
tersebut.
20 Apr 2020 Bapak Kamal melunasi pembiayaan musyarakah yang
telah jatuh tempo sebesar Rp30.000.000 melalui
pemotongan simpanan di rekeningnya.
218
BAB XII PEMBIAYAAN DENGAN AKAD
IJARAH DAN IJARAH MUNTAHIYA BIT
TAMLIK (PSAK 107)
A. Pendahuluan
Transaksi ijarah dilandasi atau transaksi manfaat atau sewa.
Transaksi ini dapat menjadi transaksi sewa sebagai pilihan kepada
penyewa / nasabah untuk membeli aset tersebut pada akhir masa
Penyewaan, meskipun hal ini tidak selalu dibutuhkan. Dalam
perbankan syariah transaksi ini dikenal dengan
ijarahmuntahhiyahbittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya
kepemilikan). Bank mendapatkan ketidakseimbangan atas jasa sewa
tersebut. Harga sewa dan harga jual pada akhir masa sewa disepakati
pada awal perjanjian.
Semakin diminati dan semakin dibutuhkannya peranan Bank
Syariah di Indonesia, secara tidak langsung diperlukan adanya dasar dan
pedoman terhadap penilaian, perhitungan, dan pengungkapan
transaksi-transaksi yang terjadi pada Bank Syariah. Hal inilah yang
mendorong dikeluarkannya PSAK 107 yang mengatur pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi ijarah. Ijarah
adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam
waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan
pemindahan. Aset ijarah adalah aset baik berwujud maupun tidak
berwujud, yang atas manfaatnya disewakan.
221
Ketentuan syar’i transaksi ijarah diatur dalam fatwa DSN
Nomor 09 Tahun 2000. Adapun ketentuan syar’i transaksi ijarah
untuk penggunaan jasa diatur dalam fatwa DSN Nomor 44 tahun
2004. Sedangkan ketentuan syar’i IMBT diatur dalam fatwa DSN
Nomor 27 Tahun 2000.
3. Rukun Akad Ijarah
a. Rukun transaksi akad ijarah antara lain sebagai
berikut:
1) Pelaku
Pelaku terdiri atas penyewa (nasabah) dan pemberi
sewa (Bank Syariah). Kedua transaktor disyaratkan
memiliki kompetensi berupa akil baligh dan kemampuan
memilih yang optimal seperti tidak gila, tidak sedang
dipaksa, dan lain-lain yang sejenis. Adapun untuk transaksi
dengan anak kecil, dapat dilakukan dengan izin dan
pantauan dari walinya. Perjanjian sewamenyewa antara
bank syariah sebagai pemberi sewa dengan nasabah sebagai
penyewa memiliki implikasi kepada kedua belah pihak.
Implikasi perjanjian sewa kepada bank syariah sebagai
pemberi sewa adalah sebagai berikut.
a) Menyediakan aset yang disewakan.
b) Menanggung biaya pemeliharaan aset. Biaya ini meliputi
biaya yang terkait langsung dengan substansi objek
sewaan yang manfaatnya kembali kepada pemberi
sewanya (misalnya renovasi, penambahan fasilitas dan
reparasi yang bersifat insidental). Semua biaya ini
dibebankan kepada pemberi sewa. Jika pemberi sewa
menolak menanggung, maka sewa-menyewa sifatnya
batal. Jika terdapat kelalaian penyewa, tanggung jawab
ada pada penyewa.
c) Menjamin bila terdapat cacat pada aset yang disewakan.
222
a) Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga
keutuhan aset yang disewa serta menggunakannya
sesuai kontrak.
b) Menanggung biaya pemeliharaan yang sifatnya ringan
(tidak materiil). Biaya ini meliputi biaya yang berkaitan
langsung dengan optimalisasi fasilitas yang disewa dan
kegunaannya adalah kewajiban penyewa (misal
pemeliharaan rutin). Semua biaya ini merupakan
tanggung jawab penyewa. Misalnya mengisi bensin
untuk kendaraan yang disewa.
c) Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran
dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena
kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak
bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
2) Objek Akad Ijarah
Objek kontrak ijarah meliputi pembayaran sewa
dan manfaat dari penggunaan aset. Manfaat dari
penggunaan aset dalam ijarah adalah objek kontrak yang
harus dijamin, karena ia merupakan rukun yang harus
dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan aset itu sendiri.
Adapun ketentuan objek ijarah adalah sebagai berikut.
a) Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang
dan/atau jasa.
b) Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat
dilaksanakan dalam kontrak. Dalam hal ini, hendaklah
fasilitas objek sewaan itu mempunyai nilai komersial,
dengan demikian kita dilarang menyewakan durian
untuk sekadar dicium baunya. Hendaknya juga
penggunaan fasilitas objek sewaan tidak menghabiskan
substansinya, sebagai contoh tidak boleh menyewakan
lilin untuk penerangan atau sabun mandi.
c) Fasilitasnya mubah (dibolehkan). Dalam hal ini,
menyewa tenaga atau fasilitas untuk maksiat atau
sesuatu yang diharamkan adalah haram. Berdasarkan
223
pedoman pengawasan syariah yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia, disebutkan bahwa transaksi multijasa
yang biasanya menggunakan akad ijarah dapat dalam
bentuk pelayanan pendidikan, kesehatan,
ketenagakerjaan, dan kepariwisataan.
d) Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan
sesuai dengan syariah. Dalam hal ini objek transaksi
bisa diserahterimakan secara substansi dan syariat.
Dengan demikian, dilarang menyewakan orang buta
untuk penjagaan yang memerlukan penglihatan atau
menyewakan unta yang hilang karena secara substantif
tidak akan dapat menjalankan fungsinya. Begitu pula
dilarang menyewa wanita haid membersihkan masjid
karena secara syariat tidak boleh masuk ke dalam
masjid pada waktu haid.
e) Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa
untuk menghilangkan ketidaktahuan yang akan
mengakibatkan sengketa.
f) Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas
termasuk jangka waktunya. Atau bisa juga dikenali
dengan spesifikasi atau identifikasi fisik. Untuk sesuatu
yang tidak aktif, kapasitas diketahuinya adalah waktu
sewa. Untuk sesuatu yang aktif seperti manusia dan
binatang kapasitas diketahuinya adalah dasar pekerjaan
dan waktu.
g) Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar
kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu
yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula
dijadikan sewa dalam ijarah.
h) Ketentuan dalam menentukan sewa dapat diwujudkan
dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
3) Ijab Kabul
Ijab dan kabul dalam akad ijarah merupakan
pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak,
224
dengan cara penawaran dari pemilik aset (bank syariah) dan
penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
Pelafalan perjanjian dapat dilakukan dengan lisan, isyarat
(bagi yang tidak bisa bicara), tindakan maupun tulisan,
bergantung pada praktik yang lazim di masyarakat dan
menunjukkan keridhaan satu pihak untuk menyewa dan
pihak lain untuk menyewakan tenaga/ fasilitas.
b. Rukun transaksi akad ijarah untuk pembiayaan
multijasa sebagai berikut:
Pembiayaan multijasa dengan skema ijarah adalah
pembiayaan yang diberikan oleh Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu
jasa dengan menggunakan akad ijarah. Pembiayaan multijasa
hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan akad ijarah atau
kafalah. Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka
harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam fatwa ijarah.
Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat
memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee. Besar ujrah atau fee
harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal
bukan dalam bentuk persentase.
c. Rukun transaksi akad IMBT antara lain sebagai berikut:
Berdasarkan fatwa DSN Nomor 27 Tahun 2002,
disebutkan bahwa pihak yang melakukan transaksi IMBT
harus melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu. Dengan
demikian, pada akad IMBT juga berlaku semua rukun dan
syarat transaksi ijarah. Adapun akad perjanjian IMBT harus
disepakati ketika akad ijarah ditandatangani. Selanjutnya,
pelaksanaan akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual
beli atau pemberian hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah
selesai. Berdasarkan fatwa DSN Nomor 27 tersebut, janji
pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad ijarah
hukumnya bersifat tidak mengikat. Oleh karena itu, apabila
janji tersebut ingin dilaksanakan, maka harus ada akad
225
pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah
selesai.
226
Figur 12.1
Mekanisme Transaksi Ijarah dan IMBT
1. Negosiasi
Bank Syariah Nasabah
4. bayar
3. pemakaian
2. beli
Objek Ijarah
5. pemindahan hak
milik (IMBT)
Keterangan:
- Pertama. Nama nasabah mengajukan permohonan ijarah
dengan mengisi formulir permohonan. Berbagai informasi
yang diberikat selanjutnya diverifikasi kebenarannya dan
dianalisis kelayakannya oleh bank Syariah. Bagi nasabah yang
dianggap layak, selanjutnya diadakan perikatan dalam bentuk
penandatanganan kontrak ijarah atau IMBT.
- Kedua. Sebagaimana difatwakan oleh DSN, Bank selanjutnya
menyediakan objek sewa yang akan digunakan oleh kepada
nasabah. Bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk
mencarikan barang atau jasa yang akan disewakan nasabah
untuk selanjutnya dibeli atau di bayar oleh bank Syariah.
- Ketiga. Nasabah menggunakan barang atau jasa yang
disewakan sebagaimana yang telah disepakati dalam kontrak.
Selama penggunaan objek sewa, nasabah menjaga dan
menanggung biaya pemeliharaan barang yang di sewa sesuai
kesepakatan. Sekiranya terjadi kerusakan bukan karena
227
kesalahan penyewa, maka Bank Syariah sebagai pemberi sewa
akan menanggung biaya perbaikannya,
- Keempat. nasabah penyewa membayar fee sewa kepada bank
syariah Sesuai dengan kesepakatan akad sewa.
- Kelima. Pada transaksi IMBT, setelah masa ijarah selesai,
bank sebagai pemilik barang dapat melakukan pengalihan hak
milik kepada penyewa
229
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Rekening Nasabah – PT 480.000
10/06/20 Mumtaz Grup
Kr. Pendapatan Administrasi 480.000
230
b. Jurnal Penerimaan pembayaran sewa setelah melewati jatuh
tempo
231
Kr. Pendapatan ijarah 1.000.000
*Rp1.000.000 – Rp166.667 = Rp833.333
**(Rp1.000.000/Rp2.400.000) × Rp400.000 =
Rp166.667
233
b. Laporan Perhitungan Bagi Hasil
Juli Ags Sept Okt Nov Des Total
(Beban lain) - - - - - - -
Nilai bersih 0
237
Maka jurnal untuk transaksi tersebut adalah:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Kas 15.000.000
Db. Akumulasi penyusutan aset ijarah 100.000.000
11/02/22
Db. Kerugian penjualan aset ijarah 5.000.000
Kr. Aset ijarah 120.000.000
Nilai bersih 0
238
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Kas 2.000.000
Db. Akumulasi penyusutan aset ijarah 120.000.000
11/02/22 Kr. Aset ijarah 120.000.000
Kr. Keuntungan penjualan aset 2.000.000
ijarah
239
Jurnal untuk transaksi di atas meliputi jurnal pengadaan aset
ijarah, jurnal pada saat akad, jurnal penyusutan ijarah, dan jurnal
penerimaan pendapatan sewa ijarah.
240
Ket. Pengakuan penerimaan Pendapatan sewa
Db. Beban penyusutan aset ijarah 1.500.000
Kr. Akumulasi penyusutan aset ijarah 1.500.000
01/04/20
Db. Rekening nasabah/kas 1.700.000
Kr. Pendapatan sewa 1.700.000
Db. Beban penyusutan aset ijarah 1.500.000
Kr. Akumulasi penyusutan aset ijarah 1.500.000
01/05/20
Db. Rekening nasabah/kas 1.700.000
Kr. Pendapatan sewa 1.700.000
Db. Beban penyusutan aset ijarah 1.500.000
Kr. Akumulasi penyusutan aset ijarah 1.500.000
01/06/20
Db. Rekening nasabah/kas 1.700.000
Kr. Pendapatan sewa 1.700.000
Db. Beban penyusutan aset ijarah 1.500.000
Kr. Akumulasi penyusutan aset ijarah 1.500.000
01/07/20
Db. Rekening nasabah/kas 1.700.000
Kr. Pendapatan sewa 1.700.000
Db. Beban penyusutan aset ijarah 1.500.000
Kr. Akumulasi penyusutan aset ijarah 1.500.000
01/08/20
Db. Rekening nasabah/kas 1.700.000
Kr. Pendapatan sewa 1.700.000
241
1) Objek sewa yang diperoleh bank disajikan sebagai aset
ijarah.
2) Akumulasi penyusutan/amortisasi dan cadangan kerugian
penurunan nilai dari aset ijarah disajikan sebagai pos lawan
aset ijarah.
3) Porsi pokok atas pendapatan sewa yang belum dibayar
disajikan sebagai piutang sewa.
4) Porsi ujrah atas pendapatan sewa yang belum dibayar
disajikan sebagai pendapatan sewa yang akan diterima yang
merupakan bagian dari aset lainnya pada saat nasabah
tergolong performing. Sedangkan, apabila nasabah
tergolong non-performing maka pendapatan sewa yang
akan diterima disajikan pada rekening administratif.
5) Cadangan kerugian penurunan nilai atas piutang sewa
disajikan sebagai pos lawan (contra account) piutang ijarah.
6) Beban penyusutan/amortisasi aset ijarah disajikan sebagai
pengurang pendapatan ijarah pada laporan laba rugi.
b. Penyajian transaksi ijarah atas jasa
Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 6.8) terdapat beberapa
ketentuan penyajian di laporan keuangan terhadap akun yang
berkaitan dengan transaksi ijarah dengan jasa
1) Perolehan atas jasa disajikan sebagai bagian aset ijarah dan
disajikan terpisah dari aset ijarah lain;
2) Amortisasi atas perolehan aset ijarah disajikan sebagai pos
lawan dari aset ijarah;
3) Porsi pokok atas pendapatan sewa multijasa yang belum
dibayar disajikan sebagai piutang sewa;
4) Porsi ujrah atas pendapatan sewa multijasa yang belum
dibayar disajikan sebagai pendapatan sewa multijasa yang
akan diterima yang merupakan bagian dari aset lainnya
pada saat nasabah tergolong performing. Sedangkan,
apabila nasabah tergolong non- performing maka
pendapatan sewa multijasa yang akan diterima disajikan
pada rekening administrative;
242
5) Cadangan kerugian penurunan nilai atas piutang sewa
disajikan sebagai pos lawan (contra account) piutang sewa;
dan
6) Beban amortisasi aset ijarah disajikan sebagai pengurang
pendapatan ijarah pada laporan laba rugi.
2. Pengungkapan Transaksi Pembiayaan dengan Akad Ijarah
a. Pengungkapan transaksi ijarah atas aset berwujud
Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 6.6-7), hal-hal yang harus
diungkapkan terkait transaksi ijarah dengan menggunakan aset
berwujud antara lain:
1) sumber dana yang digunakan dalam pembiayaan ijarah;
2) jumlah piutang cicilan ijarah yang akan jatuh tempo hingga
dua tahun terakhir;
3) jumlah objek sewa berdasarkan jenis transaksi (ijarah dan
ijarah muntahiyah bittamlik), jenis aset dan akumulasi
penyusutannya serta cadangan kerugian penurunan nilai
jika ada, apabila bank sebagai pemilik objek sewa;
4) komitmen yang berhubungan dengan perjanjian ijarah
muntahiyah bittamlik yang berlaku efektif pada periode
laporan keuangan berikutnya;
5) kebijakan akuntansi yang digunakan atas transaksi Ijarah
dan Ijarah muntahiyyah bittamlik;
6) transaksi dan saldo dengan pihak-pihak yang berelasi.
b. Pengungkapan transaksi ijarah atas jasa
Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 6.10), hal-hal yang harus
diungkapkan terkait transaksi ijarah dengan jasa antara lain:
1) Sumber dana yang digunakan dalam pembiayaan ijarah.;
2) Rincian perolehan atas jasa berdasarkan jenis;
3) Jumlah piutang cicilan ijarah yang akan jatuh tempo hingga
dua tahun terakhir; dan
4) Transaksi dan saldo dengan pihak-pihak yang berelasi.
243
F. Latihan Kasus
Kasus 1
Bapak Yohansyah membutuhkan sebuah bangunan kantor untuk
keperluan usahanya. Pada awal bulan Maret 2020, Bapak
Yohansyah mengajukan permohonan ijarah kepada Bank Syariah
Nasional (BSN). Permohonan tersebut disetujui dengan
menggunakan pola sewa atas sewa kepada pemilik bangunan.
Adapun informasi tentang penyewaan tersebut adalah sebagai
berikut.
Tujuan Pembiayaan = pembiayaan modal kerja untuk sebuah
bangunan kantor
Jangka Waktu = 18 Bulan
Ujroh Bank Syariah = Rp4.051.372,01 (margin anuitas 12%,
(margin sewa) periode 18 bulan)
Total Harga Sewa = Rp.64.051.372,01
Uang Muka Nasabah = Rp.10.000.000
Jumlah Pembiayaan = Rp.50.000.000
Jumlah Angsuran = Rp54.051.372,01 (pembiayaan bank Rp50
juta + keuntungan bank)
Angsuran per bulan = Rp.3.002.854,00 (Rp54.051.372,01 : 18
Amortisasi per bulan = bulan)
Rp2.777.777,78 (Rp50.000.000 : 18 bulan)
244
Pada saat itu Bapak Yohansyah membayar angsuran ijarah
pertamanya sebesar Rp3.002.854.
3. Tanggal 7 Mei 2020, saat jatuh tempo angsuran kedua, bank
syariah mengakui amortisasi aset ijarah sebesar Rp2.777.777,78.
Pada saat itu Bapak Yohansyah belum dapat membayar angsuran
keduanya.
4. Tanggal 10 Mei 2020, Bapak Yohansyah melakukan pembayaran
angsuran keduanya.
5. Tanggal 7 Juni 2020, saat tanggal jatuh tempo ketiga, bank syariah
mengakui amortisasi aset ijarah. Pada saat itu, Bapak Yohansyah
hanya membayar angsurannya sebesar Rp1.000.000.
6. Tanggal 14 Juni 2020, Bapak Yohansyah membayar sisa angsuran
tahap ketiga sebesar Rp2.002.854.
7. Tanggal 20 Juni 2020, Bapak Yohansyah melunasi semua sisa sewa
hingga bulan ke–18 sebesar Rp45.042.810,01.
Kasus 2
Ibu Nani berniat untuk membangun sebuah rumah sebagai tempat
tinggalnya bersama dengan keluarga. Pada awal bulan Maret 2020, Ibu
Nani melakukan pengajuan permohonan ijarah kepada Bank Syariah
Nasional (BSN) untuk jangka waktu pembiayaan selama lima tahun (60
bulan). Permohonan tersebut disetujui dengan informasi tentang
akad/kontrak sebagai berikut.
Harga Perolehan = Rp200.000.000
Umur ekonomis = 10 Tahun / 120 Bulan
Nilai Residu (Nilai Sisa) = Rp.0
Jangka Waktu Sewa = 60 Bulan
Total Porsi Pokok (selama 60 bulan) = Rp.100.000.000
Total Porsi Ujroh (selama 60 bulan) = Rp.13.227.402
Biaya Administrasi = Rp.100.000
245
A. Hitunglah beban penyusutan perbulan, porsi ujrah per bulan, dan
angsuran sewa perbulan (porsi pokok perbulan plus porsi ujrah per
bulan), keterangan: porsi pokok perbulan sama dengan beban
penyusutan perbulan.
B. Buatlah jurnal untuk transaksi berikut:
246
09 Juni 2020 Ibu Nani melunasi sisa angsuran sewanya.
247
248
BAB XIII AKUNTANSI PENGELOLAAN
DANA ZAKAT, DANA KEBAJIKAN DAN
PINJAMAN QARDH
A. Pendahuluan
Perkembangan perbankan Syariah di Indonesia telah menjadi
tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi Syariah. Prinsip utama bank
Syariah adalah harus menuju pada pengembangan kesejahteraan
masyarakat yang bermuara kepada kondisi sosial masyarakat yang
mententramkan. Itulah sebabnya mengapa salah satu misi bank Syariah
adalah mengutamkan dana dari golongan menengah dan ritel,
memperbesar portofolio pembiyaan untuk skala menengah dan kecil,
serta mendorong terwujudnya manajemen zakat, infak, dan sedekah
yang lebih efektif sebagai cerminan kepada kepedulian sosial.
Aspek pelayanan dalam perbankan Syariah merupakan gabungan
antara aspek moral dan aspek bisnis. Dalam operasionalnya selalu
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dan terbebaskan dari unsur
perjudian, gharar (ketidakjelasan/manipulasi), dan riba.
Oleh karena itu, bank Syariah tidak bebas bertranksaksi
semaunya, melainkan harus mengintegrasi nilai-nilai moral dengan
tindakan-tindakan ekonomi berdasarkan Syariah. Uang dan kekayaan
hanya sebatas menjadi alat terpadu untuk mencapai kebaikan dalam
masyarakat. Sedangkan landasan utama perbankan Syariah adalah
keyakinan, kebebasan, kejujuran dan kegigihan untuk meraih sukses,
diitunjang faktor-faktor sumber dana, sumber daya manusia, mitra
usaha, dan perkembangan teknologi.
Pada bab ini akan membahas produk sosial yang terdapat pada
bank syariah, yaitu pengelolaan dana zakat, dana kebajikan serta
pinjaman qardh. Pengelolaan transaksinya juga disertai dengan
perlakuan akuntansi dalam setiap peristiwa ekonomi yang terjadi
berhubungan dengan masing-masing produk tersebut.
249
B. Transaksi Dana Zakat
1. Konsep dana zakat
Zakat adalah salah satu rukun Islam yang hukumnya wajib
bagi setiap muslim yang merdeka dan memiliki harta kekayaan
sampai jumlah tertentu yang telah mencapai nisab. Secara umum,
fungsi zakat meliputi bidang moral, sosial dan ekonomi. Di bidang
moral, zakat mengikis ketamakan dan keserakahan hati si kaya. Di
bidang sosial, zakat berfungsi untuk menghapuskan kemiskinan
dari masyarakat. Di bidang ekonomi, zakat mencegah
penumpukan kekayaan di tangan sebagian kecil manusia dan
merupakan sumbangan wajib kaum muslimin untuk
perbendaharaan negara.
Abdullah, menyatakan zakat adalah salah satu dari lima
rukun Islam yang juga merupakan salah satu kewajiban yang
mendasar dalam islam. Tujuan utamanya adalah untuk
mengembangkan pertumbuhan sosial ekonomi yang seimbang,
dan untuk memurnikan jiwa dan kekayaan seseorang sehingga
kekayaan mereka diberkati oleh Allah SWT (Tuhan). Zakat
tentunya memiliki beberapa karakteristik, dan karakteristik
tersebut tercantum di dalam PSAK No.109 yang menjelaskan
beberapa macam karakteristik zakat sebagai berikut:
a) Zakat merupakan kewajiban Syariah yang haus diserahkan
oleh muzaki kepada mustahiq baik melalui amil maupun
secara langsung. Ketentuan zakat mengatur mengenai
persyaratan nisab, haul (baik yang periodic maupun yang tidak
periodik), tarif zakat (qadar), dan pembentukannya.
b) Infak/sedekah merupakan donasi sukarela, baik ditentukan
maupun tidak ditentukan peruntukannya oleh pemberi
infak/sedekah.
c) Zakat dan infak/sedekah yang diterima oleh amil harus
dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah dan tata kelola
yang baik.
250
Dalam segi Bahasa, zakat memiliki dua kata dasar “zakat”
yang berarti berkah, tumbuh, suci, bersih dan baik. Sementaraa
zakat secara terminology berarti aktivitas memberikan harta
tertentu yang diwajibkan Allah SWT dalam jumlah dan
perhitungan tertentu untuk diserahkan kepada orang-orang yang
berhak. Berdasarkan pengertian tersebut maka zakat merupakan
suatu kewajiban muslim yang harus ditunaikan dan bukan
merupakan hak. Jadi hingga kita tidak dapat memilih untuk
membayar atau tidak.
Sedangkan secara istilah zakat ialah nama pengambilan
tertentu dari harta tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu, dan
untuk diberikan kepada golongan tertentu.10 Allah berfirman
dalam surat At Taubah 103: Artinya: ”Ambilah zakat dari sebagian
harta mereka,dengan zakatitu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka.Sesungguhnya doa kamu itu menjadi
ketentraman jiwa bagi mereka .Dan Allah Maha Mendengar Lagi
Maha Mengetahui.” (QS. At Taubah:103).
Penyaluran dana zakat dibatasi pada 8 golongan (asnaf) yang
sudah ditentukan oleh syariah, yaitu: Fakir, Miskin, Amil, Orang
yang baru masuk Islam (muallaf), Hamba sahaya (riqab), Orang
yang terlilit utang (ghorimin), Orang yang sedang berjihad
(fisabilillah) dan Orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil).
Zakat merupakan kewajiban untuk mengeluarkan sebagian
harta yang bersifat mengikat dan bukan anjuran. Kewajiban
tersebut berlaku untuk seluruh umat yang baligh atau belum,
berakal atau gila. Dimana mereka sudah memiliki sejumlah harta
yang sudah masuk batas nisabnya, maka wajib dikeluarkan harta
dalam jumlah tertentu untuk diberikan kepada mustahiq zakat
yang terdiri dari delapan golongan. Landasan kewajiban zakat
adalah sebagai berikut:
a) Al Qur’an
Di dalam Al Qur’an Allah SWT sering menyebutkan
tentang zakat, diantaranya dalam Surat Al Baqarah ayat 43:
“Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta
251
orang-orang yang ruku”. Surat at Taubah ayat 103: “Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka.
Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka,
dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. Surat al
Baqarah ayat 282: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis
enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya…”. Surat
An Nisa’ ayat 58: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.”
b) Hadits
Hadits Rasulullah SWA menyatakan: Artinya: “Islam
adalah engkau beribadah kepada Allah dan tidak
menyekutukanNya, mendirikan sholat, menunaikan zakat
yang di fardhukan, dan berpuasa di bulan Ramadhan.”(HR
Bukhori). Kemudian dalam hadits yang lain juga dijelaskan,
ketika Rasulullah SAW mengutus mu’adz bin jabal ke daerah
yaman. Beliau bersabda kepadanya: “….jika mereka menuruti
perintahmu untuk itu, ketetapan atas mereka untuk
mengeluarkan zakat, beritahukanlah kepada mereka
bahwasanya Allah SWT mewajibkan kepada mereka untuk
mengeluarkan zakat yang diambil dari orang-orang kaya dan
diberikan lagi kepada orang-orang fakir diantara
mereka….”(HR Bukhori)
c) Ijma
Ulama khalaf (kontemporer) maupun ulama salaf
(klasik) telah sepakat bahwa zakat wajib bagi umat muslim dan
bagi yang mengingkari berarti telah kafir dari Islam.
252
2. Perlakuan akuntansi dana zakat
Banyak orang menganggap bahwa salah satu fungsi
akuntansi Islam yang paling penting adalah Akuntansi Zakat,
bahkan ada yang menganggap Akuntansi Islam itu adalah untuk
menghitung zakat. Tapi Sofyan Safri menganggap bahwa akuntansi
Islam tidak hanya terbatas pada menghitung dan melaporkan zakat
ini tetapi jauh lebih luas dari itu, karena akuntansi Islam juga
merupakan bagian dari sistem sosial umat sehingga akuntansi
Islam juga harus dapat menciptakan kehidupan yang Islami sesuai
syariat dan norma-norma Islam.
Standar akuntansi zakat sesungguhnya mempunyai aturan
tersendiri dengan melihat sifat zakat ini, standar akuntansi akan
mengikuti bagaimana harta dinilai dan diukur48. Secara umum
standar akuntansi zakat akan dijelaskan sebagai berikut: penilaian
dengan harga pasar sekarang, aturan satu tahun, kekayaan/aset,
aktiva tetap tidak kena zakat, nisab (batas jumlah). Transaksi Zakat
adalah transaksi Zakat, Infaq dan Shadaqah.
Dalam PSAK No. 109 tentang akuntansi zakat,
infaq/sedekah terdapat beberapa komponen laporan keuangan
yang harus dibuat oleh amil secara lengkap yang terdiri dari:
a. Neraca (Laporan posisi keuangan)
b. Laporan perubahan dana
c. Laporan perubahan asset kelolaan
d. Laporan arus kas
e. Catatan atas laporan keuangan
Agar lebih jelas, maka berikut disajikan ilustrasi kasus
transaksi pengumpulan dan penyaluran dana zakat di bank syariah:
Pada laporan keuangan tahun 2020, saldo dana zakat Bank
Syariah Nasional adalah sebesar Rp15.000.000. Berikut adalah
transaksi yang terkait dengan dana zakat pada Bank Syariah
Nasional selama tahun 2021.
253
Tanggal Transaksi
15 Januari 2021 diterima zakat dari Bapak Mansyah secara tunai sebesar
Rp3.000.000.
13 Maret 2021 diterima zakat dari Bapak Wisnu secara tunai sebesar
Rp12.000.000.
17 Maret 2021 disalurkan tunai dana zakat kepada masyarakat miskin
sebesar Rp12.000.000.
1 April 2021 diterima zakat perniagaan Bank Syariah Nasional selama
tahun 2021 sebesar Rp50.000.000.
2 Mei 2021 diterima via rekening tabungan, zakat dari jamaah pengajian
BUMN sebesar Rp10.000.000.
7 Mei 2021 disalurkan dana zakat kepada ustad yang berdakwah di
pedalaman masyarakat di pegunungan Meratus sebesar
Rp10.500.000.
16 Agustus 2021 diterima dana zakat penghasilan dari nasabah giro sebesar
Rp20.000.000 via rekening nasabah.
25 September 2021 disalurkan tunai dana zakat kepada orang miskin
Rp65.000.000.
30 November 2021 disalurkan tunai dana zakat kepada mualaf sebesar
Rp2.000.000.
15 Desember 2021 disalurkan tunai dana zakat kepada ibnu sabil sebesar
Rp500.000.
27 Desember 2021 itransfer honorarium amil sebesar Rp500.000 ke rekening
tabungan Bapak Udin petugas penyaluran bantuan dana
ZIS.
254
Jurnal atas transaksi tersebut adalah
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Kas 3.000.000
15/01/21 Kr. Dana zakat 3.000.000
Ket. Zakat dari pihak luar bank
Db. Kas 12.000.000
13/03/21 Kr. Dana zakat 12.000.000
Ket. Zakat dari pihak luar bank
Db. Dana zakat 12.000.000
17/03/21 Kr. Kas 12.000.000
Ket. Diberikan kepada mustahiq orang miskin
Db. Dana zakat Bank Syariah 50.000.000
Nasional
01/04/21
Kr. Dana zakat 50.000.000
Ket. Zakat dari bank
Db. Rekening tabungan nasabah 10.000.000
02/05/21 Kr. Dana zakat 10.000.000
Ket. Zakat dari pihak luar bank
Db. Dana zakat 10.500.000
07/05/21 Kr. Kas 10.500.000
Ket. Dibayar kepada mustahiq fisabilillah
Db. Rekening giro nasabah 20.000.000
16/08/21 Kr. Dana zakat 20.000.000
Ket. Zakat dari pihak luar bank
Db. Dana zakat 65.000.000
25/09/21 Kr. Kas 65.000.000
Ket. Dibayar kepada mustahiq orang miskin
Db. Dana zakat 2.000.000
30/11/21 Kr. Kas 2.000.000
Ket. Dibayar kepada mustahiq muallaf
255
Db. Dana zakat 500.000
15/12/21 Kr. Kas 500.000
Ket.Dibayar kepada mustahiq ibnu sabil
Db. Dana zakat 500.000
Kr. Rekening tabungan- Bapak 500.000
27/12/21
Abdi
Ket. Dibayar kepada mustahiq amil
3. Laporan Dana Zakat
Berdasarkan kasus yang dijabarkan di atas maka laporan
keuangan yang dibuat untuk melaporkan penghimpunan dan
penyaluran dana zakat pada Bank Syariah Nasional adalah sebagai
berikut:
Bank Syariah Nasional
Laporan Sumber dan Penggunaan Zakat
Periode 1 Januari s.d. 31 Desember 2021 dan 2020
Keterangan Tahun 2021 Tahun 2020
Sumber dana zakat
1. Zakat dari Bank Rp 50.000.000 Rp 35.000.000
2. Zakat dari pihak luar Bank Rp 45.000.000 Rp 45.000.000
Total sumber dana Rp 95.000.000 Rp 80.000.000
256
8. Orang yang dalam (Rp 90.500.000) (Rp 84.000.000)
perjalanan(ibnu sabil)
Total penggunaan Rp 4.500.000 (Rp 4.000.000)
257
4. DSUQ Rp.xxx.xxx.xxx Rp.xxx.xxx.xxx
5. Rumah Zakat Rp.xxx.xxx.xxx Rp.xxx.xxx.xxx
6. Dompet Dhuafa Rp.xxx.xxx.xxx Rp.xxx.xxx.xxx
Total penyaluran Rp.xxx.xxx.xxx Rp.xxx.xxx.xxx
261
Tanggal Transaksi
05 Januari 2021 Diterima infak dari Bapak Hendra secara tunai Rp
2.000.000
01 Februari 2021 Diterima transfer dari rekening Bapak Andi sebagai
sedekah sebesar Rp 5.000.000
07 Maret 2021 Diterima transfer dari rekening Bapak Aji sebagai denda
atas keterlambatan pembayaran cicilan murabahah
sebesar Rp 100.000
13 April 2021 Diterima transfer dari rekening PT Angkasa sebagai
sumbangan sebesar Rp 10.000.000
30 April 2021 Diterima bunga dari rekening giro di Bank BCA sebesar
Rp 250.000
15 Mei 2021 Disalurkan dana kebajikan sebagai sumbangan kepada
Panti Asuhan Banua Sosial secara tunai sebesar Rp
10.000.000
11 Juni 2021 Disalurkan dana kebajikan sebagai sumbangan kepada
sekolah dasar negeri 1 Astambul secara tunai sebesar Rp
5.000.000
12 Agustus 2021 Disalurkan secara tunai dana Kebajikan untuk pinjaman
qardhul hasan Bapak Amat yang hendak merintis usaha
pisang goreng sebesar Rp 100.000
08 September 2021 Diterima secara tunai pengembalian dana qardhul hasan
tahap 1 oleh Bapak Amat sebesar Rp 50.000
18 Oktober 2021 Disalurkan dana kebajikan untuk pinjaman qardhul hasan
Bapak Ismail yang hendak merintis usaha pecel lele
sebesar Rp 500.000
17Desember 2021 Diterima secara tunai pengembalian dana qardhul hasan
tahap 2 oleh Bapak Amat sebesar Rp 50.000 dan tahap 1
oleh Bapak Ismail sebesar Rp 100.000
262
Jurnal atas transaksi tersebut adalah
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Kas 2.000.000
05/01/21 Kr. Dana kebajikan 2.000.000
Ket. Penerimaan dana infak
Db. Rekening nasabah 5.000.000
01/02/21 Kr. Dana kebajikan 5.000.000
Ket. Penerimaan dari sedekah
Db. Rekening nasabah 100.000
07/03/21 Kr. Dana kebajikan 100.000
Ket. Penerimaan dari denda
Db. Rekening nasabah 10.000.000
13/04/21 Kr. Dana kebajikan 10.000.000
Ket. Penerimaan dari sumbangan
Db. Giro pada bank lain 250.000
30/04/21 Kr. Dana kebajikan 250.000
Ket. Penerimaan dari pendapatan non-halal
Db. Dana kebajikan 10.000.000
15/05/21 Kr. Kas 10.000.000
Ket. Penyaluran untuk sumbangan
Db. Dana kebajikan 5.000.000
11/06/21 Kr. Kas 5.000.000
Ket. Penyaluran untuk sumbangan
Db. Dana kebajikan 100.000
12/08/21 Kr. Kas 100.000
Ket. Penyaluran untuk pinjaman qardhul hasan
Db. Kas 50.000
08/09/21 Kr. Dana kebajikan 50.000
Ket. Penerimaan dari pengembalian pinjaman qardhul hasan
263
Db. Dana kebajikan 500.000
18/10/21 Kr. Kas 500.000
Ket. Penyaluran untuk pinjaman
Db. Kas 150.000
17/12/21 Kr. Dana kebajikan 150.000
Ket. Penerima dari pengembalian pinjaman qardhul hasan
3. Laporan dana kebajikan
Dana kebajikan merupakan transaksi yang bersifat sosial,
akan tetapi walaupun produk ini tidak diharapkan untuk
mendatangkan keuntungan bagi bank syariah, namun bank syariah
tetap harus melaporkan sejumlah dana yang mereka dapatkan
beserta penggunaan dananya sebagai bentuk akuntabilitas terhadap
nasabah dan masyarakat.
Berdasarkan kasus yang dijabarkan di atas maka laporan
keuangan yang dibuat untuk melaporkan penghimpunan dan
penyaluran dana kebajikan pada Bank Syariah Nasional adalah
sebagai berikut:
Bank Syariah Nasional
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
Periode 1 Januari s.d. 31 Desember 2021 dan 2020
Keterangan Tahun 2021 Tahun 2020
Sumber dana kebajikan
1. Infak dan sedekah Rp 7.000.000 Rp 5.000.000
2. Denda Rp 100.000 Rp 3.000.000
3. Sumbangan/hibah Rp 10.000.000 Rp 8.000.000
4. Pendapatan non-halal Rp 250.000 Rp 2.000.000
Total sumber dana Rp 17. 350.000 Rp 18.000.000
265
Qardh adalah akad pinjaman yang wajib dikembalikan
dengan jumlah yang sama pada waktu yang disepakati. Secara
teknis, pinjaman ini diberikan oleh seseorang atau lembaga
keuangan syariah pada orang lain yang kemudian digunakan untuk
kebutuhan yang mendesak. Pembayarannya bisa dilakukan dengan
diangsur atau lunas sekaligus.
Menurut Bank Indonesia, qardh adalah pinjam meminjam
dana tanpa imbalan dengan kewajiban peminjam mengembalikan
pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu
tertentu. Qard berlaku tanpa imbalan karena meminjamkan uang
dengan imbalan adalah riba.
Akad qardh ini dikategorikan dalam ‘aqd tatawwu’i atau akad
saling bantu membantu dan bukan transaksi komersial. Jadi qardh
adalah semata-mata produk bank yang ada dalam fungsinya untuk
menjalakan kegiatan sosial karena qardh bukan transaksi
komersial, maka dan ayang digunakan untuk penyaluran ini harus
berasal dari dana sosial juga seperi zakat, infaq, sadaqoh atau dana
yang berasal dari modal bank. Kendati demikian, transaksi ini juga
bermanfaat bagi bank syariah untuk memfasilitasi berbagai
keperluan bank syariah dalam hal:
a. Pemenuhan tanggung jawab sosial bank syariah untuk
membantu mengembangkan usaha kecil mikro yang
memerlukan dana tanpa bunga;
b. Menyalurkan dana sosial yang dihimpun oleh bank syariah,
baik dari sumber dana yang sesuai dengan syariah, seperti dana
infak, sedekah, hibah, denda, dan lainnya maupun yang tidak
sesuai dengan syariah, seperti bunga bank konvensional yang
tidak dapat dihindari terkait dengan pembukaan giro dan
sebagainya di bank konvensional;
c. Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti
loyalitas dan bonafiditasnya yang membutuhkan dana
talangan segera untuk masa yang relatif pendek, ataupun
nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak
266
dapat menarik karena dananya tersimpan di bank syariah
dalam dalam bentuk deposito;
d. Sebagai skema khusus membantu pegawai bank syariah yang
membutuhkan pinjaman untuk kebutuhan yang bersifat
insidental; dan
e. Pengambilalihan utang bank konvensional kepada bank
syariah. Proses pengambilalihan tersebut didahului dengan
bank syariah memberikan dana qardh kepada nasabah.
Dengan dana qardh tersebut, nasabah melunasi utang
konvensionalnya. Jaminan yang sudah jadi milik nasabah
kemudian dijual kepada bank syariah. Dengan hasil penjualan
tersebut, nasabah melunasi qardh kepada bank syariah.
Selanjutnya, bank syariah menyewakan aset yang telah
dimilikinya tersebut kepada nasabah dengan akad al-Ijarah
Muntahiya Bittamlik. Kesemua akad dilakukan terpisah dan
tidak ada mempersyaratkan satu dengan yang lain.
Sumber dana pinjaman qardh dapat berasal dari internal dan
eksternal bank. Sumber pinjaman qardh yang berasal dari eksternal
bank berasal dari dana infak, sedekah, dan sumber non-halal,
sedangkan pinjaman qardh yang berasal dari internal bank adalah
ekuitas bank syariah. Pinjaman qardh dengan sumber dana internal
biasanya digunakan untuk bantuan sosial terhadap pihak yang
memiliki hubungan bisnis dengan bank syariah antara lain, pegawai
bank syariah sendiri, nasabah deposito yang butuh uang, tetapi
tidak dapat mencairkannya, dan nasabah yang mengonversi
pinjaman dari konvensional ke syariah. Adapun pinjaman qardh
dengan sumber dana eksternal biasanya digunakan untuk bantuan
sosial kepada masyarakat yang memiliki keterbatasan secara
ekonomi.
Menurut Muhammad (2013) akuntansi qardh terbagi
menjadi dua jenis, yaitu:
a. Akuntansi qardh hawalah/hiwalah
267
Hawalah ialah pengalihan tanggung jawab pelunasan
utang debitur suatu bank syariah kepada pihak lain (utang
kepada debitur).
b. Akuntansi qardh rahn (gadai)
Gadai syariah aialah penahanan suatu barang (bergerak
atau tidak) milik debitur oleh suatu pihak (bank) dengan
pemberian hak kepada bank mengambil pelunasan atau
piutang bank kepada debitur tersebut.
Menurut PAPSI 2013 (h. 7.1), akad Qardh dalam Lembaga
Keuangan Syariah terdiri dari dua macam:
a. Akad Qardh yang berdiri sendiri untuk tujuan sosial semata
sebagaimana dimaksud dalam Fatwa DSN-MUI Nomor:
19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al-Qardh, bukan sebagai
sarana atau kelengkapan bagi transaksi lain dalam produk yang
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan; dan
b. Akad Qardh yang dilakukan sebagai sarana atau kelengkapan
bagi transaksi lain yang menggunakan akad-akad mu’awadhah
(pertukaran dan dapat bersifat komersial) dalam produk yang
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Penggunaan dana
dari pihak ketiga hanya diperbolehkan untuk tujuan komersial
antara lain seperti produk Rahn Emas, Pembiayaan
Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah, Pengalihan
Utang, Syariah Charge Card, Syariah Card, dan Anjak Piutang.
2. Landasan hukun, syarat dan rukun transaksi pinjaman qardh
di bank syariah
a. Landasan hukum transaksi pinjaman qardh
Disyariatkannnya qardh mengacu pada alqur’an dan
sunah, antara lain:
i. Q.S. Al-Baqarah: 245, “siapakah yang mau memberi
pinjaman kepada allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan di jalan allah), maka allah akan
memperlipatgandakan pembayaran kepadanya dengan
lipat ganda yang banyak.”
268
ii. Hadis riwayat ibnu hibban, “setiap muslim yang
memberikan pinjaman kepada sesamanya dua kali, maka
ia itu seperti orang yang bersedekah satu kali.”
iii. Hadis riwayat bukhari, “berikan saja kepadanya.
Sesungguhnya orang yang terbaik adalah yang palinh baik
dalam mengembalikan utang.”
Ketentuan yang terkait dengan transaksi pinjaman
qardh meliputi berbagai aspek antara lain:
1. Larangan mensyaratkan tambahan pengembalian
atas suatu pinjaman. Dalam pinjaman qardh tidak
dibolehkan disyaratkan tambahan pengembalian atas
pinjaman tersebut. Q.S. Al-Baqarah 278-279 yang artinya:
“hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang
belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa
allah dan rasulnya akan memerangimu. Dan jika
kamu bertaubat (dari pengambilan riba) maka
bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya
da tidak pula dianiaya.”
269
mampu membayar sebagaimana disebut dalam hadis
riwayat jama’ah yang artinya:
“penundaan pembayaran oleh orang yang
mampu adalah suatu kezaliman.”
3. Perintah meringankan beban orang yang kesulitan
membayar pinjaman. Upaya meringankan beban orang
yang kesulitan membayar pinjaman dapat dilakukan
dalam bentuk memberikan tangguh maupun menghapus
pinjaman. Perintah allah memberi tangguh orang yang
kesulitan membayar pinjaman terdapat dalam Q.S. Al-
Baqarah (2): 280 yang artinya:
“dan jika ia dalam kesulitan, berilah tangguh
sampai ia berkelapangan.”
Sedangkan menghapus pinjaman orang yang
kesulitan membayar pinjaman adalah didasarkan pada
hadis Nabi Muhammad saw., riwayat muslim yang
artinya:
“orang yang melepaskan seorang muslim dari
kesulitannya di dunia, allah akan melepaskan
kesulitannya di hari kiamat; dan allah senantiasa
menolong hamba-nya selama ia suka menolong
saudaranya.”
4. Pembolehan mengenakan biaya administrasi. Fatwa
DSN membolehkan untuk pemberi pinjaman untuk
membebankan biaya administrasi kepada nasabah. (fatwa
nomor 19 tahun 2000). Dalam penetapan besarnya biaya
administrasi sehubungan dengan pemberian qardh, tidak
boleh berdasarkan perhitungan persentase dari jumlah
dana qardh yang diberikan.
5. Pembolehan pengenaan sanksi pada peminjam
yang mampu, tetapi melalaikan kewajibannya.
Berdasarkan fatwa DSN nomor 19 disebutkan bahwa
dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan
mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya dan
270
bukan karena ketidakmampuannya, bank syariah dapat
menjatuhkan sanksi kepada nasabah. Sanksi yang
dijatuhkan dapat berupa pengadaan denda yang
digunakan sebagai dana kebajikan.
b. Syarat dan rukun transaksi pinjaman qardh
Qardh dapat berlaku dengan sah jika semua pihak yang
terlibat memenuhi syarat dan rukunnya. Berikut syarat dan
rukun dalam akad qardh:
1) Peminjam (muqtaridh). Pihak peminjam harus seorang
yang Ahliyah mu’amalah, yang berarti harus baligh,
berakal waras, dan tidak mahjur (secara syariat tidak
diperkenankan mengatur hartanya sendiri).
2) Pemberi pinjaman (muqridh). Pihak pemberi
pinjaman haruslah seorang Ahliyat at-Tabarru’ (layak
bersosial), dengan arti mempunyai kecakapan dalam
menggunakan hartanya secara mutlak menurut
pandangan syariat. Dalam qardh, seorang muqridh
meminjamkan dananya tanpa paksaan dari pihak lain.
Dalam perbankan syariah, qardh dijalankan sebagai
fungsi sosial bank. Dananya biasa berasal dari dana zakat,
infaq, dan sadaqah yang dihimpun dari aghniya’ atau dari
sebagian keuntungan bank.
3) Barang/utang (Mauqud ‘Alaih). Barang yang
digunakan sebagai obyek dalam qardh harus dapat diakad
salam. Dengan bisa diakad salam, maka barang tersebut
dianggap sah untuk dihutangkan.
4) Ijab qabul (shighat). Ucapan dalam ijab qabul harus
dilakukan dengan jelas dan dapat dipahami oleh kedua
pihak, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
3. Pengawasan dan mekanisme pinjaman qardh di bank
syariah
a. Pengawasan pinjaman qardh
Pengawasan transaksi pinjaman qardh dilakukan oleh Dewan
Pengawas Syariah. DPS dalam menjalankan tugasnya
271
menyatakan pendapat tentang kesesuaian operasional bank
syariah melakukan berbagai pengujian terkait transaksi
pinjaman qardh. Pengujian tersebut antara lain:
1) Meneliti apakah pembiayaan yang diberikan berdasarkan
prinsip qardh tidak dipergunakan untuk kegiatan yang
bertentangan dengan prinsip syariah;
2) Meneliti bahwa nasabah yang terkena sanksi denda adalah
nasabah yang lalai, yaitu nasabah yang mempunyai
kemampuan secara ekonomi untuk membayar, namun
sengaja untuk menunda pembayaran;
3) Memastikan bahwa bank telah memberikan kelonggaran
waktu yang cukup kepada nasabah untuk melunasi
kewajibannya dalam hal nasabah tersebut mengalami
kesulitan keuangan akibat penurunan usaha;
4) Meneliti apakah pendapatan yang diterima bank dari
nasabah atas pengenaan sanksi telah diakui sebagai
sumber dana kebajikan;
5) Memastikan sumber dana yang digunakan untuk
pembiayaan qardh konsumtif dan bersifat sosial adalah
bukan berasal dari dana investasi atau modal bank; dan
6) Memastikan bahwa sumber dana yang digunakan untuk
pembiayaan qardh dalam rangka dana talangan nasabah
adalah berasal dari modal bank.
b. Mekanisme pinjaman qardh
Pinjaman qardh dalam bank syariah dilaksanakan
dengan mekanisme yang digambarkan pada figure 13.1 berikut
ini:
272
Figur 13.1
Mekanisme pinjaman qardh
1 Seleksi dan
akad pinjaman
qardh
Bank
Syariah Nasabah
sebagai penerima
2. menyerahkan dana qardh
pemberi pinjaman
pinjaman qardh
qardh
3. Mengembalikan dana qardh
sebesar yg dipnjm
Keterangan:
1. Pertama, bank syariah melakukan evaluasi dan seleksi
terhadap kelayakan nasabah menerima pinjaman qardh.
Evaluasi dan seleksi lebih dilihat pada aspek kesesuaian
nasabah dengan kriteria yang ditetapkan bagi penerima
dan qardh yang bersifat sosial. Selanjutnya, kedua belah
pihak menyepakati akad qardh.
2. Kedua, setelah akad qardh disepakati, bank syariah
selanjutnya menyerahkan dana qardh sesuai dengan yang
disepakati.
3. Ketiga, nasabah melakukan pengembalian pinjaman
qardh sebesar yang dipinjam, baik secara langsung
keseluruhan maupun cicilan.
4. Perlakuan akuntansi pinjaman qardh
a. Contoh kasus transaksi pinjaman qardh
Transaksi pinjaman qardh yang merupakan pinjaman
bersifat sosial kali ini dicontohkan dengan kasus untuk
memberikan bantuan berupa pinjaman untuk keperluan
273
pembayaran dana pendidikan. Ilustrasi kasusnya adalah sebagai
berikut:
Ibu Masnan yang bekerja pada bank syariah, kemudian
dia meminjam kepada bank syraiah tersebut dengan skema
qardh untuk membayar uang masuk sekolah anaknya di
Perguruan Tinggi. Pinjaman qardh ini menggunakan dana
intern bank. Informasi terkait kesepakatan antara nasabah
dengan bank syariah, yaitu:
Jumlah Pinjaman = Rp. 1.000.000
Waktu peminjaman = 4 bulan
Biaya administrasi = 1%
b. Teknis perhitungan transaksi pinjaman qardh
a. Angsuran per bulan
Total Piutang Bersih
Angsuran per bulan =
Jumlah bulan pelunasan
1.000.000
Penyusutan per bulan = = Rp.250.000
4 bulan
b. Biaya administrasi
Walaupun pinjaman qardh merupakan pinjaman tanpa
bunga ataupun margin dalam pengembaliannya, namun
bank syariah dapat menarik pendapatan dalam hal biaya
administrasi yang dilakukan. Biaya administrasi ini
dibayarkan oleh nasabah pada saat terjadinya kesepakatan
akad. Biaya administrasi pada kasus di atas dibebankan
kepada nasabah dengan jumlah 1% dari total pinjaman
yang diberikan, perhitungannya yaitu:
Biaya Administrasi = n% x jumlah pinjaman
= 1% x 1.000.000
= 10.000
c. Jurnal transaksi pinjaman qardh
1) Jurnal pada saat kesepakatan akad
Pada saat akad disepakati, terdapat beberapa transaksi yang
harus dilakukan oleh bank syariah. Transaksi tersebut
274
adalah (1) transaksi penyerahan dana pinjaman qardh
kepada nasabah dan (2) transaksi penerimaan biaya
administrasi pinjaman. Misalkan, pada tanggal 20 Agustus
2020, bank syariah menyetujui pinjaman qardh Ibu Masnan
dan langsung memasukannya dalam rekening tabungan
atas nama Ibu Masnan. Pada hari yang sama bank syariah
langsung memotong biaya administrasi atas transaksi
pinjaman qardh.
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Pinjaman qardh 1.000.000
20/08/20 Kr. Rekening nasabah – Ibu 1.000.000
Masnan
276
c) Dana di rekening nasabah hanya cukup membayar
sebagian angsuran
Pada saat pembayaran angsuran terakhir
(keempat) yaitu pada tanggal 20 Desember 2020 saldo
rekening nasabah memliki jumlah yang terbatas
sehingga hanya dimungkinkan untuk dilakukan
pendebitan sebesar Rp.100.000 dari total angsuran
sebesar Rp.250.000. Pembayaran sisa angsuran baru
bisa dilakukan oleh Bapak Ibu Masnan pada tanggal
26 Desember 2020. Jurnal yang dibuat oleh bank
syariah adalah:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Rekening nasabah - Ibu Masnan 100.000
20/12/20 Db. Pinjaman Qardh jatuh tempo 150.000
Kr. Pinjaman Qardh 250.000
277
secara tunai tanpa pendebitan melalui rekening. Jurnal yang
dibuat oleh bank syariah adalah:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Kas 50.000
26/12/20
Kr. Pendapatan operasional lainnya 50.000
4) Jurnal pada saat pembuatan cadangan kerugian
qardh
Pinjaman qardh juga memiliki risiko pembayaran
yang tidak dapat tertagih kepada nasabah. Bahkan risiko ini
tergolong besar karena pinjaman qardh terutama ditujukan
untuk masyarakat/nasabah kurang mampu karena bersifat
transaksi sosial. Adapun contoh transaksinya yaitu
misalkan pada saat penagihan pembayaran terakhir yaitu 20
desember 2020 bapak Ibu Masnan melaporkan bahwa
dirinya mendapat musibah yang menyebabkan
ketidakmampuan pembayaran angsuran pinjaman qardh.
Jurnal yang dibuat oleh bank syariah adalah:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Beban kerugian penurunan nilai aset 250.000
keuangan – pinjaman qardh
26/12/20
Kr. Cadangan kerugian penurunan 250.000
nilai aset keuangan – pinjaman qardh
5. Penyajian dan pengungkapan pinjaman qardh
a. Penyajian
Penyajian pinjaman qardh diatur dalam PAPSI 2013,
dalam penyajian tersebut disebutkan bahwa:
1) Pinjaman Qardh yang bersumber dari intern Bank dan
dana pihak ketiga disajikan pada pos pinjaman Qardh.
2) Cadangan Kerugian Penurunan Nilai pinjaman Qardh
disajikan sebagai pos lawan (contra account) pinjaman
Qardh.
278
b. Pengungkapan
Kondisi-kondisi yang harus diaungkapkan dalan
transaksi pinjaman qardh berdasarkan regulasi yang tertuang
dalam PAPSI 2013 antara lain:
A. Rincian jumlah pinjaman qardh berdasarkan sumber
dana, jenis penggunaan dan sektor ekonomi.
B. Jumlah pinjaman qardh yang diberikan kepada pihak
yang berelasi.
C. Kebijakan manajemen dalam pelaksanaan pengendalian
risiko pinjaman qardh.
D. Ikhtisar pinjaman qardh yang dihapus buku yang
menunjukkan saldo awal, penghapusan selama tahun
berjalan, penerimaan atas pinjaman qardh yang telah
dihapusbukukan dan pinjaman qardh yang telah dihapus
tagih dan saldo akhir pinjaman qardh yang dihapus buku.
E. Latihan Kasus
Kasus 1
Pada awal bulan Juli 2020, Ibu Sukaisih, yang berprofesi sebagai tukang
sapu jalan, meminjam kepada bank syariah dengan skema qardh untuk
membayar uang masuk sekolah anaknya di SMK. Informasi terkait akad
yang disepakati adalah sebagai berikut:
Jumlah pinjaman = Rp.2.000.000
Waktu pinjaman = 4 bulan
Biaya administrasi = 0,5%
Buatlah jurnal untuk transaksi berikut berdasarkan data-data yang
disediakan pada kasus 1:
7 Juli 2020 Bank syariah memberikan persetujuan pinjaman
qardh atas nama Ibu Sukaisih dan langsung pinjaman
tersebut langsung didebit ke dalam rekening
tabungan Ibu Sukaisih.
279
Bersamaan dengan hal tersebut bank syariah
melakukan pememotongan untuk biaya administrasi
atas transaksi pinjaman qardh Ibu Sukaisih.
7 Agst 2020 Hari ini merupakan tanggal jatuh tempo untuk
angsuran pertama dan jumlah saldo dana yang
tersedia dalam rekening nasabah cukup untuk
melakukan pembayaran angsuran tersebut.
7 Sep 2020 Hari ini merupakan tanggal jatuh tempo angsuran
kedua, namun jumlah saldo rekening Ibu Sukaisih
belum cukup untuk melakukan pembayaran
angsuran kedua tersebut.
20 Sep 2020 Ibu Sukaisih melakukan setoran ke dalam
rekeningnya dan kemudian langsung dilakukan
pendebitan saldo rekening Ibu Sukaisih untuk
pembayaran angsuran kedua yang telah jatuh tempo.
7 Okt 2020 Hari ini merupakan tanggal jatuh tempo angsuran
ketiga, namun saldo rekening yang dimiliki oleh Ibu
Sukaisih hanya terdapat sebesar Rp.200.000 untuk
pembayaran angsuran ketiga tersebut
15 Okt 2020 Ibu Sukaisih menyetorkan dana tambahan sehingga
bank syariah dapat melakukan pendebitan atas sisa
angsuran yang belum lunas pada angsuran
pembayaran ketiga.
7 Nov 2020 Hari ini adalah tanggal jatuh tempo angsuran
terakhir yang juga merupakan batas akhir periode
pinjaman qardh. Sebagai rasa terima kasihnya kepada
bank syariah, Ibu Sukaisih juga memberikan imbalan
sebesar Rp20.000 kepada bank syariah yang telah
memberi pinjaman qardh untuk pembayaran uang
sekolah anaknya. Penyerahan angsuran dilakukan
dengan pendebitan saldo rekening sedangkan dan
imbalan dilakukan secara tunai oleh Ibu Sukaisih.
Kasus 2
280
Saldo dana zakat Bank Syariah Nasional pada awal tahun 2021 adalah
sebesar Rp15.000.000. Buatlah jurnal untuk transaksi-transaksi yang
terkait dengan dana zakat pada Bank Syariah Nasional selama tahun
2021 berikut ini:
25 Jan 2021 Tuan Abdul melakukan pembayaran zakat melalui
BSN secara tunai Rp2.000.000.
16 Mar 2021 Tuan Handoko menyerahkan uang secara tunai
kepada BSN sebagai zakat untuk korban bencana
gunung merapi sebesar Rp10.000.000.
19 Apr 2021 BSN menyalurkan dana zakat kepada masyarakat
miskin sebesar Rp11.000.000.
18 Mei 2021 Bank Syariah Nasional menyetorkan dana atas zakat
perniagaan selama tahun 2021 sebesar Rp45.000.000.
29 Juli 2021 Diterima sedekah dari jamaah pengajian As Sholihin
untuk zakat sebesar Rp13.000.000. yang dikirim via
rekening.
281
282
BAB XIV PERHITUNGAN BAGI HASIL
A. Pendahuluan
Semua jenis investasi bertujuan untuk mendapatkan penghasilan
tambahan di masa yang akan datang. Sehingga para investor pasti akan
mempertimbangkan dengan sangat teliti terhadap jenis dan produk
investasi yang akan dipilih guna menghasilkan pendapatan yang
optimal. Setiap masing-masing jenis investeasi memiliki mekanisme dan
aturan yang tidak selalu sama dalam menentukan pembagian
keuntungan untuk setiap pemilik modal sebuah proyek atau usaha atau
perusahaan. Umumnya mekanisme tersebut telah menjadi bagian dari
kesepakatan (akad) di awal pelaksanaan investasi.
Pembagian keuntungan di dalam kaidah ekonomi Islam dalam
kaitannya dengan kerjasama atau usaha bersama disebut dengan prinsip
bagi hasil. Prinsip ini menekankan pembagian keuntungan sesuai
proporsi penghasilan yang didapatkan dan sesuai dengan porsi modal
masing-masing. Bank syariah merupakan salah satu perusahaan yang
dengan akad kerjasamanya dengan nasabah akan memberikan return
kepada nasabah penabung berupa bagi hasil dari usaha yang dijalankan
oleh perbankan syariah.
Pada bab ini akan dibahas tentang perhitungan bagi hasil dalam
ekonomi Islam, mulai dari ketentuan, mekanisme sampai dengan teknik
perhitungan bagi hasil yang diterapkan oleh perusahaan maupun bank
syariah dalam menentukan porsi bagi hasil yang akan dibagikan.
283
ayat AlQur’an tersebut terdapat dalam firman Allah dalam Surah Al-
Ma’idah ayat 1:
ت ِّبلْعُ ُق ْوِّٓد اَْوفُ ْوا اَٰ َمنُ ْوا الَّ ِّذيْ َٓن ََٰيَيُّ َها ِّٓ الصْي ِّٓد ُُِّملِّى َغ ََْٓي َعلَْي ُك ْٓم يُْت َٰلى َما آَِّّل ْالَنْ َع
ْٓ َّام ََبِّْي َم ٓةُ لَ ُك ْٓم اُ ِّحل َّ
اّللَ اِّ َّٓن ُح ُرٓم َواَنْتُ ْٓم
َٰٓ يُِّريْ ُٓد َما ََيْ ُك ُٓم
285
C. Mekanisme dalam Menghitung Bagi hasil
Untuk menghitung pendapatan bagi hasil yang diterima oleh
bank maupun nasabah di mana bank sebagai mudharib sedangkan
nasabah sebagai sahibul maal, dilakukan beberapa tahapan yang
dilakukan, sebagai berikut.
1. Menentukan prinsip perhitungan bagi hasil;
2. Menghitung jumlah pendapatan yang akan didistribusikan untuk
bagi hasil;
3. Menentukan sumber pendanaan yang digunakan sebagai dasar
perhitungan bagi hasil;
4. Menentukan pendapatan bagi hasil untuk bank dan nasabah; dan
5. Akuntansi bagi hasil untuk bank syariah.
Agar lebih jelas, maka mekanisme perhitungan bagi hasil dapat
dilihat dalam figur 14.1 berikut ini:
Figur 14.1
Mekanisme Perhitungan Bagi Hasil
Perhitungan
pendapatan yang Penyaluran bagi hasil
akan dibagi: kepada masing-masing
nasabah sesuai
Penentuan 1. Perhitungan kesepakatan nisbah:
Prinsip saldo rata-rata - Perhitungan
Bagi Hasil harian sumber proporsi bagi hasil
dana untuk setiap jenis
2. Perhitungan sumber dana
saldo rata-rata - Perhitungan bagi
harian hasil untuk nasabah
penyaluran dan bank syariah
dana
287
Tabel 14.1
Prinsip Bagi Hasil
Uraian Jumlah Metode Bagi Hasil
Penjualan 100
Harga Pokok Penjualan 65
Laba Bruto 35 Gross Profit sharing atau Revenue Sharing
Beban 25
Laba Rugi Neto 10 Profit and Loss Sharing
Sumber: Rizal Yaya dkk, 2015
Dalam praktik perbankan, gross profit sharing yang dibagi hasil
kepada pihak ketiga meliputi:
1. Margin bank yang meliputi margin Murabahah, salam, dan istishna.
Dalam hal ini margin bank adalah selisih antara harga jual barang
dengan harga beli barang. Sekiranya ada pemberian potongan
kepada nasabah, maka potongan tersebut akan mengurangi margin
bank;
2. Pendapatan ijarah neto. Dalam hal ini pendapatan ijarah neto
adalah selisih antara pendapatan ijarah dengan akumulasi
penyusutan ijarah. Gain atas penjualan aset ijarah juga termasuk
dalam pendapatan ijarah;
3. Bagi hasil pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah
Penggunaan gross profit sharing sebagai dasar perhitungan bagi
hasil lebih adil bagi perbankan syariah maupun nasabah, karena
penggunaan laba bruto sebagai dasar perhitungan bagi hasil telah
mempertimbangkan faktor kinerja (penjualan) dan juga biaya
(harga pokok penjualan) sebagai komponen perhitungan laba atau
pendapatan bruto. Secara ideal prinsip profit sharing lebih
mencerminkan laba yang sesungguhnya karena dihasilkan dari
perhitungan seluruh pendapatan dikurang seluruh biaya, namun
secara teknis dilapangan prinsip profit sharing membuka peluang
yang besar adanya ketidak seimbangan informasi (assimetric
information) antara sahibul maal dan mudharib, yang dapat
menimbulkan kerugian bagi sahibul maal.
288
Penggunaan praktik gross profit sharing sebagai dasar bagi hasil
bagi nasabah penabung atau deposan dengan skema mudharabah dapat
terlihat pada pengakuan pendapatan bank syariah. Pendapatan
murabahah yang dibagi hasil misalnya adalah nilai margin murabahah
(selisih harga jual dengan harga pokok barang yang dijual) yang uangnya
telah diterima oleh bank syariah. Ini menunjukkan bahwa dasar bagi
hasil kepada nasabah penabung pada dasarnya adalah gross profit
sharing dan bukan revenue sharing. Demikian pula dalam pengakuan
pendapatan ijarah, besaran pendapatan ijarah yang disajikan dalam
pendapatan utama pada laporan rugi laba adalah pendapatan ijarah
setelah dikurangi biaya operasional aset yang disewakan sebelum
dikurangi biaya operasional rutin lainnya.
Perbandingan prinsip revenue sharing dan profit and loss sharing dapat
dilihat dalam tabel 14.2 berikut:
Tabel 14.2
Perbedaan Prinsip Bagi Hasil Revenue Sharing dan Profit and
Loss Shariang
PROFIT AND LOSS
REVENUE SHARING
SHARING
Pendapatan Utama Pendapatan Utama
289
Dari tabel 14.2 terlihat bahwa terdapat perbedaan jumlah
pendapatan yang akan dijadikan sebagai dasar untuk menghitung
distribusi bagi hasil dari kedua prinsip bagi hasil tersebut. Dengan
prinsip revenue sharing pendapatan yang digunakan untuk
diperhitungkan dalam perhitungan bagi hasil adalah pendapatan bruto
yang terdiri atas pendapatan bagi hasil yang diterima dari bagi hasil
investasi pembiayaan, pendapatan margin murabahah (penjualan
setelah dikurangi harga pokok), pendapatan ijarah neto setelah
dikurangi biaya-biaya opersional sewa aset yang bersangkutan dan
pendapatan neto lainnya, sedangkan dengan prinsip profit sharing
pendapatan yang menjadi dasar perhitungan bagi hasil dengan prinsip
revenue sharing harus dikurangi lagi dengan biaya operasional rutin
bank, sehingga diperoleh laba neto. Laba neto inilah yang digunakan
sebagai dasar perhitungan bagi hasil.
Sebagai ilustrasi kasus untuk menghitung bagi hasil pendapatan
digunakan data berikut dalam Tabel 14.3 berikut:
Tabel 14.3
Data Sumber dan Penyaluran Dana serta Pendapatan
Sumber Dana Penyaluran Dana Pendapatan
Wadiah: Bagi Hasil:
Tabungan 50.000.000 Pembiayaan 80.000.000 800.000
wadiah Mudharabah
Giro wadiah 80.000.000 Pembiayaan 60.000.000 250.000
Musyarakah
Jumlah 130.000.000 Jumlah 140.000.000 1.050.000
290
Jumlah 200.000.000 Jumlah 180.000.000 550.000
Lainnya:
IMA 22.000.000 150.000
SBI Syariah 28.000.000 150.000
Jumlah 50.000.000 300.000
Total 400.000.000 Total 400.000.000 2.000.000
Sumber: Rizal Yaya dkk, 2015
291
distribusi bagi hasil untuk nasabah, artinya semua pendapatan menjadi
hak bank. Apabila pendapatan berasal dari pembiayaan yang sumbernya
dari dana nasabah, maka pendapatan tersebut harus didistribusikan
(bagi hasil) untuk nasabah dan bank.
Untuk menghitung jumlah pendapatan yang akan didistribusikan,
terdapat tiga alternatif pendekatan. Pendapatan yang akan dibagi hasil
dihitung berdasarkan:
1. Sumber Dana Pihak ketiga dari Dana Mudharabah saja
(Rp200.000.000).
2. Sumber Dana Pihak ketiga dari Dana Mudharabah dan Wadiah
(Rp330.000.000).
3. Seluruh Sumber dana (Rp400.000.000).
Apabila perhitungan pendapatan yang akan dibagi hasil
menggunakan pendekatan sumber dana dari dana mudharabah saja,
maka tahapan perhitungannya seperti berikut.
1. Menghitung Rata-rata Saldo Harian Sumber Dana (RSSD). Hal ini
dilakukan karena saldo nasabah dapat berubah setiap hari.
Perhitungan Rata-Rata Saldo Harian Sumber Dana menggunakan
rumus berikut:
Saldo tgl 1 + Saldo tgl 2, dan seterusnya .... tanggal n
RSSD =
Jumlah hari n
Rata-rata Saldo Harian Sumber Dana disajikan dalam Tabel
14.3 kolom 1.
2. Menghitung Rata-Rata Saldo Harian Pembiayaan (RSP). Hal ini
dilakukan karena saldo untuk masing-masing pembiayaan dapat
berubah setiap hari. Perhitungan Rata-Rata Saldo Harian
Pembiayaan menggunakan rumus berikut.
Saldo tgl 1 + Saldo tgl 2, dan seterusnya .... tanggal n
RSP =
Jumlah hari n
Rata-Rata Saldo Harian Pembiayaan disajikan dalam Tabel 14.3
kolom 2.
Setelah diketahui rata-rata saldo harian sumber dana dan rata-
rata saldo harian pembiayaan, kemudian tambahkan data jumlah
292
hasil usaha untuk masing-masing pembiayaan pada kolom 3 yang
diperoleh dari Tabel 14.1.
3. Menghitung pendapatan untuk bagi hasil. Pendapatan untuk bagi
hasil dihitung dengan menggunakan rumus:
Jlh rata-rata saldo sumber
Pendapatan dana x Jlh
=
Bagi Hasil Jlh rata-rata saldo harian pendapatan
pembiayaan
Pendapatan 200.000.000
= x 2.000.000
Bagi Hasil 400.000.000
= 1.000.000
Dari perhitungan di atas diperoleh jumlah pendapatan yang akan
dibagi hasil antara bank dengan nasabah sebesar Rp1.000.000.
Tabel 14.4
Perhitungan Pendapatan yang Akan Dibagi Hasil
Berdasarkan Sumber Dana Pihak Ketiga dari Sumber Dana
Mudharabah
Rata-rata
harian Rata-rata Pendapatan Pendapatan
Kelompok saldo harian penyaluran untuk bagi
sumber pembiayaan dana hasil
dana
Penghimpunan
dana:
-Tab. 60.000.000
Mudharabah
-Deposito 140.000.000
Mudharabah
Jumlah 200.000.000
293
Penyaluran
dana:
-Jual beli 180.000.000 550.000
-Ijarah 30.000.000 100.000
-Bagi hasil 140.000.000 1.050.000
-Penyaluran 50.000.000 300.000
lain
Jumlah 400.000.000 2.000.000 1.000.000
Sumber: Rizal Yaya dkk, 2015
Apabila perhitungan pendapatan yang akan dibagihasilkan
menggunakan pendekatan berdasarkan dana pihak ketiga yang
berasal dari sumber dana mudharabah dan wadiah maka dihasilkan
perhitungan seperti dalam Tabel 14.5 berikut:
Tabel 14.5
Perhitungan Pendapatan yang Akan Dibagi Hasil Berdasarkan
Sumber Dana Pihak Ketiga dari Sumber Dana Mudharabah dan
Wadiah
Rata-rata harian Rata-rata Pendapatan Pendapatan
Kelompok saldo sumber harian penyaluran untuk bagi
dana pembiayaan dana hasil
Wadiah:
-Tab. 50.000.000
Wadiah
-Giro 80.000.000
Wadiah
Jumlah 130.000.000
Penghimpunan
dana:
-Tab. 60.000.000
Mudharabah
294
-Deposito 140.000.000
Mudharabah
Jumlah 200.000.000
Jumlah 330.000.000
Sumber Dana
Penyaluran
dana:
-Jual beli 180.000.000 550.000
-Ijarah 30.000.000 100.000
-Bagi hasil 140.000.000 1.050.000
-Penyaluran 50.000.000 300.000
lain
Jumlah 400.000.000 2.000.000 1.650.000
Sumber: Rizal Yaya dkk, 2015
Pendapatan 330.000.000
= x 2.000.000
Bagi Hasil 400.000.000
=. 1.650.000
Dari perhitungan di atas diperoleh jumlah pendapatan yang
akan dibagi hasil antara bank dengan nasabah sebesar
Rp1.650.000.
Apabila perhitungan pendapatan yang akan dibagi hasilkan
menggunakan pendekatan berdasarkan dana pihak ketiga yang
berasal dari seluruh sumber dana maka dihasilkan perhitungan
seperti dalam Tabel 14.6 berikut:
295
Tabel 14.6
Perhitungan Pendapatan yang Akan Dibagi Hasil
Berdasarkan Seluruh Sumber Dana
Rata-rata Rata-rata Pendapatan Pendapat
Kelompok harian saldo harian penyaluran an untuk
sumber dana pembiayaan dana bagi hasil
Wadiah:
-Tab. Wadiah 50.000.000
-Giro Wadiah 80.000.000
Jumlah 130.000.000
Penghimpunan
dana:
-Tab. 60.000.000
Mudharabah
-Deposito 140.000.000
Mudharabah
Jumlah 200.000.000
Modal 70.000.000
Jumlah 70.000.000
Jumlah Sumber 400.000.000
Dana
Penyaluran dana:
-Jual beli 180.000.000 550.000
-Ijarah 30.000.000 100.000
-Bagi hasil 140.000.000 1.050.000
-Penyaluran lain 50.000.000 300.000
Jumlah 400.000.000 2.000.000 2.000.000
Sumber: Rizal Yaya dkk, 2015
Tahapan selanjutnya adalah menghitung distribusi
pendapatan yang akan dibagi hasil kepada bank dan nasabah.
Dalam perhitungan distribusi pendapatan yang akan dibagi hasil
kepada bank dan nasabah dapat menggunakan pendekatan sumber
dana dari dana pihak ketiga mudharabah saja (Rp200.000.000) atau
sumber dana dari dana pihak ke tiga dari sumber dana mudharabah
296
dan wadiah (Rp330.000.000), atau seluruh sumber dana
(Rp400.000.000). Perhitungan selanjutnya dalam penjelasan buku
ini menggunakan pendekatan sumber dana dari sumber dana pihak
ketiga dari sumber dana mudharabah saja.
297
Saldo rata-rata sumber
Proporsi
dana Jlh pendapatan
Tabungan = x
Jlh keseluruhan saldo yang dibagihasilkan
Mudharabah
rata-rata sumber dana
298
Tabel 14.8
Tabel Distribusi Bagi Hasil kepada Nasabah dan Bank
Proporsi Nasabah Bank
Saldo rata-
Kelompok pendapatan
rata Nisbah Pendapatan Nisbah Pendapatan
yang dibagi
Tab. 60.000.000 300.000 40% 120.000 60% 180.000
Mudharabah
Deposito - - - - - -
Mudharabah:
-1 Bulan 40.000.000 200.000 60% 120.000 40% 80.000
-3 Bulan 30.000.000 150.000 65% 97.500 35% 52.500
-6 Bulan 50.000.000 250.000 65% 162.500 35% 87.500
-12 Bulan 20.000.000 100.000 70% 70.000 30% 30.000
200.000.000 1.000.000 570.000 430.000
300
200.000.000 1.000.000 570.000 430.000
G. Latihan Kasus
Berikut ini adalah data rata-rata harian penghimpunan dana dan
rata-rata harian pembiayaan serta perhitungan pendapatan yang
akan dibagi hasil pada Bank Syariah Nasional pada bulan April
2020.
Pendapatan Pendapatan
Rata-rata
Kelompok penyaluran untuk bagi
harian
dana hasil
Penghimpunan dana:
-Tab. Mudharabah 600.000.000
301
-Deposito Mudharabah 300.000.000
Jumlah 900.000.000
Penyaluran dana:
-Jual beli 1.550.000.000 30.000.000
-Ijarah 80.000.000 2.400.000
-Bagi hasil 1.300.000.000 22.300.000
-Penyaluran lain 70.000.000 1.300.000
Jumlah 56.000.000 16.800.000
Berikut ini adalah tabel saldo rata-rata harian simpanan serta nisbah
bagi hasil antara bank dengan nasabah penabung dan deposan.
Nisbah Nisbah Bank
Jenis Kelompok Saldo Rata-Rata
Nasabah Syariah
Tab. Mudharabah 300.000.000 35% 65%
Deposito
Mudharabah:
-1 Bulan 100.000.000 60% 40%
-3 Bulan 250.000.000 61% 39%
-6 Bulan 200.000.000 63% 37%
-12 Bulan 50.000.000 65% 35%
Dengan menggunakan data harian 365 hari dalam setahun dan 30 hari
dalam sebulan, hitunglah berapa jumlah berikut.
1. Pendapatan yang diperoleh bank syariah dan nasabah tabungan
serta deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.
2. Berapa equivalent rate tingkat retur nasabah tabungan dan deposito
pada bulan April 2021.
3. Misalkan Rofi adalah nasabah tabungan mudharabah dengan saldo
rata-rata harian sebesar Rp10.000.000. Hitunglah bagi hasil yang
diterimanya untuk bulan tersebut.
302
4. Jika Nita adalah nasabah deposito 6 bulan dengan saldo rata-rata
harian sebesar Rp8.000.000. Hitunglah bagi hasil yang diterimanya
untuk bulan tersebut.
303
304
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya. 2011. Akad & Produk Bank Syariah, Cet.3. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Dahlan. Abdul Azis (ed.). 2001. Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. V, Jilid
I. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve
Fauziah, Nur Dinah dkk. 2019. Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah.
Malang. Literasi Nusantara
Hannanong, Ismail, and Aris Aris. 2018. Al-Qardh al-Hasan: soft and
Benevolent Loan pada Bank Islam. DIKTUM: Jurnal Syariah dan
Hukum 16.2
306
Fatwa DSN MUI Pada Produk Pembiayaan. Ekonomi Islam.
11(1): 23-30.
Karim, A.A. 2011. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan Edisi Ke-
4. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Moh. Khoirul Anam, 2017. Penerapan PSAK 101 pada Laporan Dana
Zakat dan Dana Kebajikan Grasia Andiana dan Badrus Zaman,
Analisis Penerapan Akuntansi Dana Zakat dan Dana Kebajikan
Berdasarkan PSAK Syariah pada BMT Rahmat Syariah Semen
Kediri, Seminar Nasional Manajemen Ekonomi Akuntansi
(SENMEA)
307
Naf’an. 2014. Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah. Yogyakarta:
Graha Ilmu cet ke-1
Prasetyo, Aji. 2019. Akuntansi Keungan Syariah: Teori, Kasus & Pengantar
Menuju Praktik. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET.
Silvi, Nadia Tri dkk. 2019. Akuntansi Transaksi Ijarah Dan Ijarah
Muntahiya Bit Tamlik. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
309
Suwiknyo, Dwi. 2010. Pengantar Akuntansi Syariah. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar
Yaya, Rizal dkk. 2017. Akuntansi Perbankan Syariah: Teori Dan Praktik
Kontemporer. Jakarta. Salemba Empat
310
RIWAYAT HIDUP PENULIS
312