Anda di halaman 1dari 22

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/348503135

KEHIDUPAN SOSIAL PONDOK PESANTREN NURUL AMIN MUHAMMADIYAH


ALABIO SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN MODERN DI HULU SUNGAI UTARA
TAHUN 1960-2020

Preprint · January 2021


DOI: 10.13140/RG.2.2.30909.08160

CITATIONS READS

0 40

1 author:

Nurul Fauziyah
Universitas Lambung Mangkurat
17 PUBLICATIONS 0 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Pengaruh Metode Mind Mapping terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Pada Mata Pelajaran Sejarah Kelas X IPS MAN 2 Model Banjarmasin View project

Kehidupan Sosial Pondok Pesantren Muhammadiyah Alabio Sebagai Lembaga Pendidikan Modern di Hulu Sungai Utara Tahun 1960-2020 View project

All content following this page was uploaded by Nurul Fauziyah on 15 January 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KEHIDUPAN SOSIAL PONDOK PESANTREN NURUL AMIN

MUHAMMADIYAH ALABIO SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN

ISLAM MODERN DI HULU SUNGAI UTARA

TAHUN 1960-2019

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Nurul Fauziyah

NIM. 1710111220023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I: PENDAHULUAN..................................................................................... 3
A. Latar Belakang ............................................................................................. 3
B. Pembatasan Masalah .................................................................................... 7
1. Batasan Temporal (Waktu) ..................................................................... 7
2. Batasan Spasial ....................................................................................... 7
3. Batasan Subjek ....................................................................................... 8
4. Batasan Objek (Peristiwa) ...................................................................... 8
C. Rumusan Masalah ........................................................................................ 8
D. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 9
E. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 9
1. Manfaat Teoritis ..................................................................................... 9
2. Manfaat Praktis ....................................................................................... 9
F. Metode Penelitian....................................................................................... 10
1. Heuristik ............................................................................................... 10
2. Kritik..................................................................................................... 11
3. Interpretasi ............................................................................................ 12
4. Historiografi ......................................................................................... 12
G. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 13
1. Pendidikan Islam .................................................................................. 13
2. Pondok Pesantren ................................................................................. 14
3. Pengertian Santri .................................................................................. 15
4. Interaksi Sosial ..................................................................................... 15
H. Kajian Terdahulu ........................................................................................ 18
I. Sistematika Penulisan ................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya pendidikan di Indonesia ini sendiri telah banyak

mengalami perkembangan. Mulai dari sebelum mengenal aksara hingga saat

ini, dimana pendidikan sudah sangat baik dan berkembang. Jika kita telusuri

ke belakang, dapat kita lihat bahwa pendidikan sangatlah penting baik itu dari

segi sosial, budaya, bahasa maupun religi. Seperti yang dikemukakan oleh

Syaharuddin dan Heri Susanto bahwa pendidikan dalam pengertian paling

sederhana merupakan proses transfer budaya, yang didalamnya juga meliputi

sistem pengetahuan, bahasa, religi, mata pencaharian dan lain sebagainya.1

Melihat betapa pentingnya pendidikan maka bukan hanya pendidikan umum

saja yang diperlukan pada masa kini melainkan juga pendidikan religi yang

mengutamakan adab dan akhlak.

Seperti halnya yang tertuang dalam Undang-undang No 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidikan

diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif

dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,

dan kemajemukan. Sehingga pendidikan yang berfokus pada nilai keagamaan

juga menjadi salah satu hal yang patut untuk diperhitungkan. Terutama untuk

menyiapkan generasi muda agar menjadi cendekiawan muslim yang cerdas.

1
Syaharuddin and Heri Susanto, Sejarah Pendidikan Indonesia, Program Studi Keguruan
Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat, 2019. Hlm. 82

3
Pada umumnya di Indonesia sendiri telah ada lembaga penddikan

islam yang disebut dengan pondok pesantren. Pendidikan seperti ini sudah ada

sejak zaman kolonial dan terus berkembang hingga sekarang. Tidak salah jika

pondok pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia.

Apalagi di tengah banyaknya perubahan yang terjadi pada sistem pendidikan

kita saat ini. Ada baiknya jika kita menyimak lebih dalam mengenai

pendidikan pesantren, dimana adanya integrasi antara ilmu pengatahuan dan

juga adab atau etika. Sehingga dapat dijadikan sebagai pondasi dasar bagi

generasi muda untuk menghadapi kehidupan selanjutnya.

Pondok pesantren adalah salah satu lembaga yang paling erat

kaitannya dengan masyarakat. Perkembangan pondok pesantren ini sendiri

yang mulai maju dimana mulai muncul pondok yang terbuka terhadap

perubahan zaman, yang biasa disebut dengan pondok pesantren modern.2

Lembaga pendidikan Islam yang salah satunya adalah pesantren pada dasarnya

tidak memandang status sosial, sehingga pendidikan ini dapat dinikmati oleh

berbagai lapisan masyarakat.

Pendidikan di pondok pesantren ini sendiri memiliki tujuan mulia

bukan hanya untuk mentransfer ilmu pengetahuan saja melainkan juga transfer

moral dan pengabdian sosial. Bahkan sampai saat ini pondok pesantren masih

menjadi lembaga pendidikan islam yang mampu melahirkan sosok ulama

yang cerdas dan berkualitas. Sehingga mampu terjun ke masyarakat sebagai

upaya mencerdaskan kehidupan bangsa ini.

2
Kholilur Rahman, ‘Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia’, Jurnal
Tarbiyatuna, 2.4 (2018), Hlm. 121–30.

4
Kehidupan pesantren yang diterapkan pada prinsip hidupnya

mengandung nilai-nilai kesederhanaan dan kemandirian pada santri-santrinya.

Selain itu pendidikan di pondok pesantren menerapkan sebuah prinsip self

government dimana santri mengatur kehidupan dalam pesantren menurut

batasan-batasan ajaran agama yang telah diajarkan.3 Oleh sebab itu, kita bisa

melihat bagaimana interaksi yang terjadi di pondok pesantren dengan melihat

keseharian mereka semala mondok.

Salah satu contoh interaksi dan kebiasaan yang dilakukan di pondok

juga terkait dengan pentingnya pendidikan karakter seperti halnya yang

diungkapkan oleh Yusliani Noor bahwa membiasakan shalat bagian penting

dari pendidikan karakter. Khususnya watak disiplin, rajin, tepat waktu, kuat

pendirian (istikamah), sikap bersih, syukur, sabar, rida, berpasrah diri pada

Allah swt., dan lain-lain. Melalui shalat berjamaah terbentuk karakter sosial,

seperti; berinteraksi sesama muslim, bersilaturahmi setiap waktu, membentuk

sikap toleran terhadap orang lain, simpati dan empati terhadap orang lain,

menjalin solidaritas sosial, dan lain-lain.4

Suasana di pondok pesantren identik dengan kekeluargaannya,

sehingga proses pendidikannya pun saling berkaitan dengan sistem sosial

santri. Bahkan mereka merasakan suka dan duka bersama dalam satu asrama,

hidup bersama dalam satu atap dengan berbagai sifat yang berbeda-beda

hingga belajar bersama.

3
Imam Bukhori, ‘“Pesantren: Sebuah Realitas Pendidikan Multikultural”’, At Ta’lim : Jurnal
Pendidikan, 3.1 (2017), Hlm. 53–75.
4
Yusliani Noor, Islamisasi Banjarmasin (Abad Ke-15 Sampai Ke-19) (Yogyakarta: Penerbit
Ombak, 2016). Hlm. 365.

5
Rasa solidaritas itu terbangun karena ikatan emosional yang sama

dimana mereka sama-sama jauh dari keluarga dan berjuang bersama demi

masa depan yang cerah. Tidak hanya kehidapan antar santri saja melainkan

juga dari aspek lain juga memiliki keunikan tersendiri seperti hubungan antar

pesantren dengan masyarakat yang dekat sehingga muncul rasa saling percaya,

mendukung dan rasa penuh kekeluargaan. Interaksi dengan masyarakat

tersebut bisa dibilang dapat menentukan berkembang atau tidaknya

pendidikan yang dilakukan di pondok pesantren. Seperti halnya pondok

pesantren Muhammadiyah pertama yang ada di Kalimantan Selatan adalah

Pondok Pesantren Nurul Amin Muhammadiyah Alabio yang letaknya berada

di Hulu Sungai Utara. Kehidupan sosial di pesantren ini mewajibkan santri

untuk tinggal di asrama untuk memperoleh ilmu pengetahuan maupun agama.

Hubungan sosial yang terjadi di pesantren dapat dilihat dari aktivitas di luar

maupun di dalam dimana santri berhubungan langsung dengan masyarakat.

Penelitian tentang pondok pesantren telah dilakukan oleh Dwi

Setyarani dalam skripsinya, dengan fokus pembahasan mengenai konsep

lembaga pendidikan islam modern yaitu pondok pesantren Darul Hijrah di

Martapura yang sistem pendidikannya mengadopsi dari pondok pesantren

modern Gontor. Berbeda dari penelitian sebelumnya, penelitian ini difokuskan

pada kehidupan sosial yang terjadi di pondok pesantren baik itu berupa

interaksi antara santri dengan santri, santri dengan guru, santri dengan alumni

maupun santri dengan masyarakat. yang terjadi di pondok pesantren pertama

dibawah naungan Muhammadiyah di Kalimantan Selatan.

6
Berdasarkan pandangan tersebut tentu topik ini menarik untuk diteliti.

Oleh sebab itu, judul dari penelitian ini adalah: Kehidupan Sosial Pondok

Pesantren Muhammadiyah Alabio Sebagai Lembaga Pendidikan Islam

Modern Di Hulu Sungai Utara Tahun 1960-2020.

B. Pembatasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini maka peneliti memberikan

pembatasan masalah agar penelitian ini dapat terarah. Pembatasan masalah ini

peneliti rincikan sebagai berikut.

1. Batasan Temporal (Waktu)

Batasan temporal pada penelitian ini adalah pada tahun 1960-2019,

karena pada tahun ini merupakan periode dimana pondok pesantren ini

mulai berkembang hingga sekarang. Pada tahun 1960 diambil sebagai

batasan awal karena pada masa itu adalah tonggak awal lahirnya pondok

pesantren Muhammadiyah pertama di Kalimantan Selatan. Batasan akhir

penelitiannya pada tahun 2019 karena pada masa itu merupakan puncak

dari perkembangan pondok pesantren ini baik dari segi kurikulum,

bangunan, tenaga pengajar dan peningkatan jumlah santri.

2. Batasan Spasial

Batasan spasial dalam penelitian ini adalah Pondok Pesantren

Nurul Amin Muhammadiyah Alabio terletak di Jl. Polder No. 12 Desa

Pandulangan Alabio, Kec. Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara,

Kalimantan Selatan.

7
3. Batasan Subjek

Batasan subjek pada penelitian yang akan diteliti adalah semua

kalangan yang mengetahui secara jelas terkait Pondok Pesantren Nurul

Amin Muhammadiyah Alabio, sejak berdirinya hingga sekarang. Seperti

halnya kepala pondok, ustadz/ustadzah, guru, santri dan alumni.

4. Batasan Objek (Peristiwa)

Batasan objek pada penelitian ini yaitu dari segi sistem pendidikan

Pondok Pesantren Nurul Amin Muhammadiyah Alabio pada tahun 1960-

2019. Hal ini berhubungan dengan aspek pendidikan sesuai dengan cita-

cita dan tujuan dari organisasi Muhammadiyah.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka untuk mempermudah dalam

penulisan skripsi ini, penulis merumuskan beberapa masalah, yaitu:

1. Bagaimana hubungan sosial yang terjadi pada pondok pesantren Nurul

Amin Muhammadiyah Alabio sebagai lembaga pendidikan islam modern

di Hulu Sungai Utara tahun 1960-2019?

2. Bagaimana perkembangan sistem pendidikan di pondok pesantren Nurul

Amin Muhammadiyah Alabio sebagai lembaga pendidikan islam modern

dari tahun 1960-2019?

3. Bagaimana eksistensi pondok pesantren Nurul Amin Muhammadiyah

Alabio sebagai lembaga pendidikan islam modern dari tahun 1960-2019?

8
D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

a. Menganalisis interaksi sosial yang terjadi pada pondok pesantren Nurul

Amin Muhammadiyah Alabio sebagai lembaga pendidikan islam modern

di Hulu Sungai Utara tahun 1960-2019.

b. Memperoleh pengetahuan tentang perkembangan sistem pendidikan di

pondok pesantren Nurul Amin Muhammadiyah Alabio sebagai lembaga

pendidikan islam modern dari tahun 1960-2019.

c. Mengetahui eksistensi pondok pesantren Nurul Amin Muhammadiyah

Alabio sebagai lembaga pendidikan islam modern dari tahun 1960-2019.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

memberikan kontribusi tentang pengembangan konsep-konsep pendidikan

di pondok pesantren pada mata kuliah sejarah pemikiran Islam dan sejarah

lokal.

2. Manfaat Praktis

Untuk melatih kemampuan dalam merekonstruksi peristiwa sejarah

melalui analisis dari berbagai sumber baik itu sumber primer maupun

sekunder. Sehingga mampu memberikan pengalaman bagi peneliti

terutama berkaitan dengan penulisan sejarah tentang interaksi sosial yang

terjadi di Pondok Pesantren Nurul Amin Muhammadiyah Alabio.

9
F. Metode Penelitian

Menurut Helius Sjamsuddin, metode merupakan suatu prosedur,

proses, atau teknik yang sistematis dalam penyidikan suatu disiplin ilmu

tertentu untuk mendapatkan objek (bahan-bahan) yang diteliti. Dalam

kaitannya dengan ilmu sejarah maka metode sejarah ialah “bagaimana

mengetahui sejarah”, sedangkan metodologi sejarah ialah “mengetahui

bagaimana mengetahui sejarah”.5 Terdapat empat tahapan dalam metode

sejarah, antara lain:

1. Heuristik

Tahap pertama dalam penelitian ini adalah heuristik, dimana

penulis mengumpulkan sumber-sumber yang akan diteliti baik itu sumber

lisan, sumber benda, maupun sumber tertulis. Pada penyusunan skripsi

yang berjudul Eksistensi Pondok Pesantren Nurul Amin Muhammadiyah

Alabio sebagai lembaga pendidikan islam modern dari tahun 1960-2019.

Penulis mengumpulkan berbagai sumber sejarah yang relevan dengan

tema penelitian.

Pada tahap awal penulis menggali sumber tertulis dengan

melakukan observasi ke Perpustakaan yang ada di Banjarmasin. Kemudian

mencari jurnal yang relevan guna menambah referensi. Sedangkan untuk

sumber lisan, penulis mencoba melakukan wawancara kepada tokoh-tokoh

yang memiliki keterkaitan dengan kehidupan sosial dan eksistensi pondok

pesantren Muhammadiyah pertama di Kalimantan Selatan.

5
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2019). Hlm. 9-10

10
Tokoh-tokoh tersebut misalnya saja kepala pondok, guru, santri

dan alumni yang mengetahui seluk beluk berdirinya pondok pesantren

Nurul Amin Muhammadiyah Alabio. Jika tokoh tersebut telah meninggal

maka dalam proses pencarian data melakukan wawancara dengan keluarga

dekat yang masih hidup.

2. Kritik

Pada tahap kedua dalam penelitian ini adalah kritik, dimana penulis

berusaha untuk melakukan penyelidikan atau berusaha menemukan fakta,

kebenaran dan keaslian dari sumber yang didapat. Inilah fungsi kritik

sehingga karya sejarah merupakan produk dari suatu proses ilmiah yang

dapat dipertanggungjawabkan, bukan hasil dari suatu fantasi, manipulasi

atau fabrikasi sejarah. Kritik sumber umumnya dilakukan terhadap

sumber-sumber pertama. Kritik ini menyangkut verifikasi sumber yaitu

pengujian mengenai kebenaran atau ketepatan (akurasi) dari sumber itu.

Dalam metode sejarah dikenal dengan cara melakukan kritik eksternal dan

kritik internal.6

Hal ini dilakukan untuk menguji kebenaran dari suatu sumber.

Dimana sumber yang telah ditemukan sebelumnya diverifikasi kemudian

datanya diolah oleh peneliti. Data yang berkaitan dengan kehidupan

sehari-hari santri dari pagi hingga malam hari. Gambaran yang diperoleh

kemudian diverifikasi hingga terbukti kebenarannya.

6
Ibid, Hlm. 84.

11
3. Interpretasi

Interpretasi dapat diartikan sebagai penafsiran. 7 Penafsiran ini

sendiri dilakukan terhadap sumber-sumber yang ditemukan. Dalam

melakukan penafsiran, seorang peneliti sejarah harus melakukan

analisis sesuai dengan fokus penelitiannya. Dengan adanya penafsiran

ini, diharapkan penulisan sejarah akan lebih bersifat objektif dalam batas

keilmiahannya.

4. Historiografi

Menurut Helius Sjamsuddin istilah historiografi dapat diartikan

sebagai “sejarah penulisan sejarah”.8 Historiografi merupakan langkah

terakhir yang harus ditempuh dalam suatu penelitian sejarah.

Historiografi itu sendiri dimaksudkan sebagai langkah penulisan hasil

yang didapat seorang peneliti sejarah selama melakukan penelitian

sejarah. Setelah mengumpulkan sumber-sumber yang memadai yang

terdiri dari sumber primer dan sumber sekunder. Kemudian dilakukan

kritik sumber terhadap sumber-sumber yang diperoleh yang bertujuan

untuk menguji kebenaran atas sumber itu.

Selanjutnya dilakukan interpretasi sejarah, hal ini bertujuan agar

penulis lebih objektif dalam menuliskan karyanya. Setelah semua

tahapan dilakukan, satu hal vital yang harus dilakukan seorang

sejarawan adalah menuliskan hasil penelitiannya dalam bentuk karya

tulis sejarah dengan menerapkan metodologi yang ada.

7
Ibid. Hlm. 101
8
Ibid. Hlm. 99

12
G. Tinjauan Pustaka

1. Pendidikan Islam

Pendidikan islam pada awalnya terjadi pada abad ke-16 dimana

terjadi pada masa penyebarah islam di Indonesia. Lembaga pendidikan

islam pada saat itu masih berkembang sesuai dengan peran dan fungsinya

pada masa itu. Adapun pendidikan islam yang ada di Indonesia adalah

sebagai berikut9.

a. Pendidikan Masjid, Langgar dan Surau

Masjid merupakan suatu tempat peribadatan umat muslim,

dimana disana mereka dapat melakukan ibadahnya sesuai dengan

perintah agamanya. Sama halnya dengan langgar dimana

perbedaannya biasanya langgar merupakan pengajaran permulaan

dimana murid dapat belajar untuk membaca dan melantunkan ayat Al-

Qur’an. Sedangkan di Surau tidak hanya pengajaran untuk membaca

Al-Qur’an saja melainkan juga ilmu-ilmu keislaman lain seperti

keimanan, akhlak dan ibadah.10

b. Pendidikan Pesantren

Pendidikan pesantren ini tidak lepas dari dakwah yang

dilakukan walisongo. Mereka mendirikan pesantren sebagai tempat

dakwah islam sekaligus sebagai proses belajar mengajar. 11 Pada

dasarnya sistem pengajaran di pesantren biasanya mewajibkan murid-

muridnya untuk tinggal di asrama.


9
Syaharuddin and Susanto, loc.cit. Hlm. 21-30.
10
Ibid.
11
Ibid.

13
c. Pendidikan Madrasah

Kemunculan madrasah erat kaitannya dengan sosok menteri

dari Arab yang bernama Nizam el-Mulk pada abad ke-11 sebagai

pendiri pendidikan madrasah. Tokoh ini mengadakan pembaruan

dengan memperkenalkan sistem pendidikan yang bermula bersifat

murni teologi (ketuhanan) dan menambah ilmu-ilmu yang bersifat

keduniawian seperti anstronomi (ilmu perbintangan) dan ilmu obat-

obatan.12 Sehingga yang membedakan pendidikan madrasan dengan

pendidikan pesantren adalah pada segi pengajaran ilmu-ilmu umum

seperti ilmu sosial, kedokteran dan lain-lain.

2. Pondok Pesantren

Menurut istilah pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan islam

yang menampung sejumlah santri maupun santriwati dalam rangka

mempelajari ilmu-ilmu agama di bawah bimbingan seorang kyai.13

Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, di mana kata "santri" (Jw:

cantrik) berarti murid padepokan, atau murid orang pandai dalam Bahasa

Jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq (‫ )قف ندو‬yang

berarti penginapan. Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan

nama dayah. Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga

mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat

meningkatkan hubungan dengan kiai dan juga Tuhan.14

12
Ibid.
13
DM Herman, ‘Sejarah Pesantren Di Indonesia’, Jurnal Al Ta’dib, 6.2 (2013), Hlm. 148.
14
Anonim, ‘Pengertian Pesantren’, Wikipedia, diakses pada tanggal 31 Desember 2020,
pukul 08.30 WITA

14
3. Pengertian Santri

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata santri berarti

(1) orang yang mendalami agama Islam; (2) orang yang beribadat dengan

sungguh-sungguh; (3) Orang yang mendalami pengajiannya dalam agama

islam dengan berguru ketempat yang jauh seperti pesantren dan lain

sebagainya.15

4. Interaksi Sosial

Manusia merupakan makhluk sosial dimana diantara mereka saling

membutuhkan satu sama lainnya. Sehingga tercipta kehidupan sosial yang

ideal baik atarindividu maupun antarmasyarakat. Tujuannya adalah untuk

mempertahankan hidupnya, karena dengan adanya interaksi sosial maka

kehidupan sosial akan berjalan.

Proses sosial adalah suatu interaksi atau hubungan saling

memengaruhi antarmasnusia. Proses sosial akan terjadi juka ada interaksi

sosial, sebab tanpa ada interaksi tidak akan mungkin ada kehiduan

bersama. Interaksi sosial merupakan hal penting dalam kehidupan bersama

di dalam masyarakat. Bertemunya seseorang dengan orang lain atau

kelompok lainnya, kemudian mereka saling bekerja sama, dan seterusnya

untuk mencapai tujuan bersama. Kegiatan itu dapat dikatakan sebagai

proses interaksi sosial yang menjadi dasar proses sosial.16 Oleh sebab itu,

dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial merupakan suatu hubungan yang

terjalin antarindividu dengan individu maupun individu dengan kelompok.


15
Anonim, ‘Pengertian Santri’, KBBI <https://kbbi.web.id/santri>. Diakses pada tanggal 31
Desember 2020, pukul 09.30 WITA
16
Sudariyanto, Interaksi Sosial (Semarang: Penerbit Alprin, 2019). Hlm. 20-21.

15
Interaksi sosial yang terjadi dapat diawali mulai dari ketika

seseorang saling bertemu kemudian bertegur sapa, hingga saling berbicara.

Kegiatan seperti itu dapat dikatakan sebagai ciri-ciri interaksi sosial.

Berikut ini merupakan syarat terjadinya suatu interaksi sosial17:

a. Kontak sosial, yaitu hubungan sosial antara individu satu dengan

individu lain yang bersifat langsung. Contohnya seperti saling berjabat

tangan, saling berbicara dan bertegur sapa.

b. Komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada

orang lain yang dilakukan secara langsung maupun dengan alat bantu

agar orang lain memberikan tanggapan atau tindakan tertentu.

Pada dasarnya terdapat dua bentuk interaksi sosial, yaitu asosiatif

dan disosiatif. Asosiatif merupakan suatu sisfat interaksi sosial dimana

terjadi penyatuan yang bentuknya positif. Seperti akulturasi, difusi,

asimilasi dan akomodasi.

a. Akulturasi

Menurut Rochgiyanti istilah akulturasi dapat diartikan sebagai proses

sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan suatu

kebudayaan tertentu dihadapkan dengan suatu kebudayaan asing

sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat

laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa

menghilangkan sifat khas kepribadian kebudayaan sendiri.18

17
Asrul Muslim, ‘Interaksi Sosial Dalam Masyarakat Multietnis’, Jurnal Diskursus Islam,
1.3 (2013), Hlm. 486
18
Rochgiyanti and Sigit Ruswinarsih, Buku Ajar Bidang Pendidikan Sosiologi (Banjarmasin:
CV Batur Raya Banjarmasin, 2019). Hlm. 38-39

16
b. Difusi

Difusi merupakan suatu proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan

yang meliputi ide-ide, keyakinan, hasil-hasil kebudayaan, dan

sebagainya dari individu ke individu lain, dari suatu golongan ke

golongan lain dalam suatu masyarakat atau dari satu masyarakat ke

masyarakat lain.19 Difusi ini memiliki dua sifat yaitu intermasyarakat

dan antarmasyarakat.

c. Asimilasi

Menurut Koentjaraningrat bahwa proses asimilasi akan timbul jika ada

kelompok-kelompok yang berbeda kebudayaan saling berinteraksi

secara langsung dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama,

sehingga kebudayaan masing-masing kelompok berubah dan saling

menyesuaikan diri.20

d. Akomodasi

Menurut J.L. Gillin dan J.P. Gillin mengemukakan bahwa akomodasi

dapat diartikan sebagai suatu pengertian yan digunakan oleh para

sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-

hubungan sosial.21 Sehingga dapat disimpulkan bahwa akomodasi

adalah suatu kondisi dimana hubungan-hungan sosial antarindividu

dengan kelompok terjadi suatu keseimbangan terkait dengan nilai dan

norma yang berlaku di masyarakat.

19
Ibid. Hlm. 36
20
Ibid. Hlm. 41
21
Ibid. Hlm. 42

17
Berbeda dengan interaksi sosial yang bersifat asosiatif. Maka

proses interaksi sosial yang mengarah pada bentuk pemisahan atau yang

besifat negatif ini disebut juga dengan disosiatif. Contohnya seperti

konflik, kompetisi atau persaingan dan juga kontravensi.

a. Konflik

Konflik adalah suatu bentuk proses sosial dimana terjadi perbedaan

kepentingan ataupun paham sehingga menimbulkan gap atau pemisah

antar individu maupun kelompok.

b. Kompetisi / Persaingan

Kompetisi merupakan suatu peroses sosial dimana terdapat persaingan

atau perjuangan antarindividu maupun kelompok.

c. Kontravensi

Kontavensi adalah suatu proses sosial dimana terjadi pertentangan

atarindividu maupun kelompok dalam bentuk sikap tidak suka

terhadap seseorang ataupun kelompok baik secara langsung maupun

tidak langsung, dimana sikap tersebut dapat menimbulkan kebencian.

H. Kajian Terdahulu

Pada kajian terdahulu ini peneliti berusaha untuk dapat mengetahui

dan menemukan suatu perpsamaan maupun perbedaan dari penelitian

sebelumnya dengan yang sedang diteliti. Berikut ini merupakan penelitian

yang telah dilakukan sebelumnya.

18
1. Dwi Setyarini. 2008. “Eksistensi Pondok Pesantren Darul Hijrah Sebagai

Lembaga Pendidikan Islam Modern di Martapura (1986-2007)”. Penelitian

ini memiliki tujun untuk mengungkapkan akan adanya pondok pesantren

Darul Hijrah di Martapura yang masih ada sampai sekarang. Metode yang

digunakan adalah metode sejarah. Penelitian ini lebih menekankan pada

konsep lembaga pendidikan islam modern yaitu pondok pesantren Darul

Hijrah di Martapura yang sistem pendidikannya mengadopsi dari pondok

pesantren modern Gontor.

2. Muhammad Andi Pranata. 2017. “Pondok Pesantren Syaichona Moch.

Cholil, Pemajatan Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar Tahun 1995-

2013”. Berisi tentang pertumbuhan pondok pesantren Syaichona Moch.

Cholil, Pemajatan Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar. Penelitian ini

lebih menekankan terutama dari segi sistem pendidikan dan pengajaran.

3. Asmia Ulfah. 2011. “Peranan Pondok Pesantren Darul Ulum Terhadap

Kegiatan Keagamaan di Desa Amawang (1990-2009)”. Berisi tentang

Peranan Pondok Pesantren Darul Ulum yang ada di kandangan. Penelitian

ini lebih menekankan pada konsep pesantren yang masih tradisional

dimana pesantren ini membekali ilmu agama sepenuhnya.

4. Gita Anggrainy. 2014. “Pondok Pesantren Nurul Maad di Kelurahan

Landasan Ulin Utara Kecamatan Liang Anggang Kota Banjarbaru (1996-

2013)”. Berisi tentang sejarah dari Pondok Pesantren bukan hanya sebagai

lembaga pendidikan tetapi juga sebagai penyiaran agama. Penelitian ini

menekankan pada sejarah pondok pesantren yang sifatnya tradisional.

19
I. Sistematika Penulisan

BAB 1: Pendahuluan

Berisi latar belakang, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka, kajian

terdahulu, dan sistematika penulisan.

BAB II: Gambaran Umum

Berisi tentang Kabupaten Hulu Sungai Utara meliputi tentang sejarah

kabupaten hulu sungai utara, data penduduk, agama, mata pencaharian dan

pendidikan. Menguraikan tentang Desa Pandulangan, Alabio sebagai lokasi

strategis dari Pondok Pesantren Nurul Amin Muhammadiyah Alabio.

BAB III: Profil Pondok Pesantren

Mengkaji tentang profil Pondok Pesantren Nurul Amin Muhammadiyah

Alabio yang didalamnya terkait dengan latar belakang berdirinya pondok

pesantren, visi dan misi, tujuan dan kondisi santri, tenaga pengajar dan sarana

prasarana dan juga system pendidikan yang diterapkan.

BAB IV: Interaksi Sosial di Pondok Pesantren

Membahas tentang kehidupan sosial yang terjadi di Pondok Pesantren Nurul

Amin Muhamadiyah Alabio pada tahun 1960-2019.

BAB V: Penutup

Berisi tentang kesimpulam dari hasil penelitian sebagai jawaban atas

permasalahan dan pertanyaan yang diajukan pada tahap awal penulisan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Rochgiyanti & Ruswinarsih, Sigit. 2019. Buku Ajar Bidang Pendidikan Sosiologi.
Banjarmasin: CV Batur Raya Banjarmasin.

Sjamsuddin, Helius. 2019. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Sudariyanto. 2019. Interaksi Sosial. Semarang: Penerbit Alprin.

Syaharuddin & Susanto, Heri. 2019. Sejarah Pendidikan Indonesia. Banjarmasin:


Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lambung Mangkurat.

Noor, Yusliani. 2016. Islamisasi Banjarmasin (Abad Ke-15 Sampai Ke-19)


Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Jurnal:

Bukhori, Imam. 2017. “Pesantren: Sebuah Realitas Pendidikan Multikultural”. At-


Ta’lim : Jurnal Pendidikan, Vol.3 No.1 Hlm. 53–75.

Herman, DM. 2013. “Sejarah Pesantren Di Indonesia”. Jurnal Al Ta’dib, Vol.6


No.2 Hlm. 145–158.

Muslim, Asrul. 2013. “Interaksi Sosial Dalam Masyarakat Multietnis”. Jurnal


Diskursus Islam, Vol.1 No.3. Hlm. 486.

Rahman, Kholilur. 2018. “Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Di


Indonesia”. Jurnal Tarbiyatuna, Vol.2 No.4, Hlm. 121–130

Internet:

Anonim. 2019. Pengertian Pesantren (Online). https://id.wikipedia.org/wiki/.


(Diakses pada tanggal 31 Desember 2020, pukul 08.30 WITA)

———, 2019. Pengertian Santri. https://kbbi.web.id/santri. (Diakses pada tanggal


31 Desember 2020, pukul 08.30 WITA)

21

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai