A. PENDAHULUAN
Manajemen sarana (bangunan), prasarana, peralatan Klinik, dan keselamatan dan
keamanan lingkungan Klinik dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundangan-
undangan. Sarana (bangunan), prasarana, peralatan Klinik, dan keselamatan lingkungan
dikelola dalam Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan dan dikaji dengan memperhatikan manajemen risiko
Klinik yang merupakan suatu Unit Pelaksana Pelayanan Teknis Dinas Kesehatan
bertujuan untuk meningkatkan, memantapkan, dan mempertahankan jangkauan dan
pemerataan serta mutu pelayanan kesehatan dasar melalui Upaya Kesehatan Masyarakat
dan Upaya Kesehatan Perorangan menuju peningkatan derajat kesehatan masyarakat
yang optimal.
Salah satu sasaran yang hendak dicapai adalah terwujudnya Klinik sebagai penggerak
masyarakat agar mampu melindungi, memelihara, dan meningkatkan kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat.
Dalam upaya menyediakan pelayanan yang bermutu maka Klinik merumuskan salah
satu misinya yaitu mewujudkan pelayanan yang berkualitas dan menjamin keselamatan
pasien dan menjadi pusat pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas dan beretika.
MFK di Klinik melaksanakan program Manajemen Fasilitas dan Keselamatan yang
merupakan bagian dari komponen keselamatan dan keamanan lingkungan fisik yang
berupaya untuk mengelola semua resiko-resiko yang mungkin terjadi di dalam
pelayanannya dan mempertahankan kondisi aman bagi pasien, keluarga, staf dan
pengunjung.
Klinik sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang memberikan pelayanan
kepada masyarakat mempunyai kewajiban untuk mematuhi peraturan perundangan yang
terkait dengan bangunan, prasarana, peralatan Klinik dan menyediakan lingkungan yang
aman bagi pasien, pengunjung, petugas, dan masyarakat.
B. LATAR BELAKANG
Selama ini Klinik telah melaksanakan program Manajemen Fasilitas dan Keselamatan ,
terutama pemeliharaan gedung, pemeliharaan peralatan, pemeriksaan kesehatan
karyawan, kesehatan lingkungan, penanggulangan kebakaran, penanganan bahan dan
limbah B3 dan lain-lain namun belum optimal dan pada umumnya tidak diawali dengan
identifikasi risikonya.
Pelaksanaan pemeliharaan fasilitas/peralatan sudah dilaksanakan, belum didasarkan
kepada pelaksanaan dan analisis resiko. Pemeriksaan fasilitas, uji fungsi dan identifikasi
resiko belum dilaksanakan secara optimal. Sehubungan hal-hal seperti di atas dirasakan
perlu untuk menyusun program Manajemen Fasilitas dan Keselamatan dengan
melaksanakan program MFK yang lebih komprehensif, mengutamakan identifikasi resiko
untuk keselamatan dan safety dari fasilitas yang dimiliki Klinik sesuai standar-standar yang
ditetapkan akreditasi .
Klinik perlu menyusun program manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK) untuk
menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien, petugas, dan masyarakat.Program untuk
keselamatan dirancang untuk mencegah terjadinya cedera bagi pasien, petugas,
pengunjung dan masyarakat akibat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3 /pmk 52 th
2018), seperti tertusuk jarum, tertimpa bangunan, kebakaran, gedung roboh, dan tersengat
listrik.
Program keselamatan bagi petugas terintegrasi dengan program keselamatan dan
kesehatan kerja. Area-area yang berisiko keamanan dan kekerasan fisik perlu diidentifikasi
dan dibuatkan peta, dipantau untuk meminimalkan terjadinya insiden dan kekerasan fisik
baik bagi pasien, petugas, maupun pengunjung yang lain . Program untuk keamanan
dengan menyediakan lingkungan fisik yang aman bagi pasien, petugas, dan pengunjung
Klinik perlu direncanakan untuk mencegah terjadinya kejadian kekerasan fisik maupun
cedera akibat lingkungan fisik yang tidak aman seperti penculikan bayi, pencurian, dan
kekerasan pada petugas. Agar dapat berjalan dengan baik, maka program tersebut juga
didukung dengan penyediaan anggaran, penyediaan fasilitas untuk mendukung keamanan
dan fasilitas seperti penyediaan Closed Circuit Television (CCTV), alarm, APAR, jalur
evakuasi, titik kumpul, rambu-rambu mengenai keselamatan dan tanda- tanda pintu
darurat.
Bahan berbahaya beracun (B3) dan limbah B3 perlu diidentifikasi dan dikendalikan
secara aman. WHO telah mengidentifikasi bahan berbahaya dan beracun serta limbahnya
dengan katagori sebagai berikut: infeksius; patologis dan anatomi; farmasi; bahan kimia;
logam berat; kontainer bertekanan; benda tajam; genotoksik/sitotoksik; radioaktif. Klinik
perlu menginventarisasi B3 meliputi lokasi, jenis, dan jumlah serta limbahnya disimpan.
Daftar inventarisasi ini selalu mutahir (di-update) sesuai dengan perubahan yang terjadi di
tempat penyimpanan. Penyediaan TPS limbah B3 dan IPAL sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
Potensi terjadinya bencana di daerah berbeda antara daerah yang satu dan yang lain.
( Identifikasi bencana). Klinik sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) ikut
bertanggung jawab untuk berperan aktif dalam upaya mitigasi dan penanggulangan bila
terjadi bencana baik internal maupun eksternal. Strategi dan rencana untuk menghadapi
bencana perlu disusun sesuai dengan potensi bencana yang mungkin terjadi berdasarkan
hasil penilaian kerentanan bahaya (Hazard Vulnerability Assesment).
Program persiapan bencana disimulasikan (disaster drill) setiap tahun secara internal
atau melibatkan komunitas secara luas, terutama ditujukan untuk menilai kesiapan sistem
program manajemen bencana /disaster. ( strategi komunikasi jika terjadi bencana,
manajemen sumber daya, penyediaan pelayanan dan alternatifnya, identifikasi peran dan
tanggung jawab tiap karyawan, dan manajemen konflik yang mungkin terjadi pada saat
bencana).
Setiap karyawan wajib mengikuti pelatihan/ lokakarya dan simulasi dalam pelaksanaan
program tanggap darurat agar siap jika sewaktu-waktu terjadi bencana yang
diselenggarakan minimal setahun sekali. Debriefing adalah sebuah review yang dilakukan
setelah simulasi bersama peserta simulasi dan observer yang bertujuan untuk
menindaklanjuti hasil dari simulasi. Hasil dari kegiatan debriefing didokumentasikan.
Setiap fasilitas kesehatan termasuk Klinik mempunyai risiko terhadap terjadinya
kebakaran. Jika terjadi kebakaran, pasien, petugas, dan pengunjung harus dievakuasi dan
dijaga keselamatannya. Yang dimaksud dengan sistem proteksi adalah penyediaan
proteksi kebakaran baik aktif maupun pasif. Proteksi kebakaran aktif, contohnya APAR,
sprinkler, detektor panas, dan detektor asap, sedangkan proteksi kebakaran secara pasif,
contohnya: jalur evakuasi, pintu darurat, tangga darurat, tempat titik kumpul aman.
Merokok berdampak negatif terhadap kesehatan, dan dapat menjadi sumber terjadinya
kebakaran. Klinik harus menetapkan larangan merokok di lingkungan Klinik baik bagi
petugas, pasien, dan pengunjung. Larangan merokok wajib dipatuhi oleh petugas, pasien
dan pengunjung, dan dilakukan perbaikan terhadap pelaksanaannya.
Agar tidak terjadi keterlambatan atau gangguan dalam pelayanan pasien, alat kesehatan
harus tersedia, berfungsi dengan baik, dan siap digunakan setiap saat diperlukan. Program
yang dimaksud meliputi kegiatan pemeriksaan dan kalibrasi secara berkala, sesuai dengan
panduan produk tiap alat kesehatan. Dalam Melakukan pemeriksaan alat kesehatan,
petugas memeriksa antara lain: kondisi, ada tidaknya kerusakan, kebersihan, status
kalibrasi, dan fungsi alat. Alat esehatan dapat dilakukan recall oleh pemerintah dan/atau
produsen dan/atau distributor akibat adanya risiko keselamatan . Jika ada alat kesehatan
yang dilakukan recall, harus dilaksanakan penarikan agar tidak digunakan dan dipandu
oleh prosedur yang baku.
Prasarana atau sistem utilisasi meliputi air, listrik, gas medis dan sistem penunjang
lainnya seperti genset, panel listrik, perpipaan air dan lainnya. Dalam memberikan
pelayanan kesehatan pada pasien, dibutuhkan ketersediaan listrik, air dan gas medis, serta
prasarana lain, seperti Genset, panel listrik, perpipaan air, ventilasi, sistem jaringan dan
teknologi informasi, sistem deteksi dini kebakaran yang sesuai dengan kebutuhan masing-
masing Klinik. Program pengelolaan sistem utilitas perlu disusun untuk menjamin
ketersediaan dan keamanan dalam menunjang kegiatan pelayanan Klinik. Sumber air
adalah sumber air bersih dan air minum. Sumber air dan listrik cadangan perlu disediakan
untuk pengganti jika terjadi kegagalan air dan/ atau listrik. Prasarana air, listrik, dan
prasarana penting lainnya, seperti genset, perpipaan air, panel listrik, perlu diperiksa dan
dipelihara untuk menjaga ketersediaannya untuk mendukung kegiatan pelayanan pasien.
Untuk prasarana air perlu dilakukan pemeriksaan air bersih, termasuk pemeriksaan uji
kualitas air secara periodik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Dalam rangka meningkatkan pemahaman, kemampuan, dan keterampilan dalam
pelaksanaan manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK) perlu dilakukan pendidikan
petugas agar dapat menjalankan peran mereka dalam menyediakan lingkungan yang aman
bagi pasien, petugas, dan masyarakat. Pendidikan petugas dapat berupa edukasi,
pelatihan, dan in house training/workshop/lokakarya. Pendidikan petugas sebagaimana
dimaksud tertuang dalam rencana program pendidikan manajemen fasilitas dan
keselamatan.
F. SASARAN
Sasaran umum program Manajemen Fasilitas dan Keselamatan adalah semua
area pelayanan pasien, area wilayah kerja staf dan lingkungan Klinik
Sasaran Pelaksanaan Kegiatan Manajemen Fasilitas dan Keselamatan adalah ;
1. Meningkatkan keterlibatan para Karyawan , Pasien dan Pengunjung Klinik
terhadap program Manajemen Fasilitas dan Keselamatan
2. Meningkatkan kepedulian terhadap tanggap darurat Bencana, dan Darurat
penanganan Medis
3. Menurunkan angka kejadian resiko kebakaran menjadi nihil kejadian
4. Menurunkan angka kejadian kecelakaan kerja < 10%
Pimpinan Klinik