Anda di halaman 1dari 3

PEMBUATAN KOMPOS DENGAN AKTIVATOR EM4

Permasalahan pupuk hampir selalu muncul setiap tahun, antara lain: kelangkaan pupuk di musim
tanam, harga pupuk yang cenderung meningkat, beredarnya pupuk palsu, dan beban subsidi
pemerintah yang semakin meningkat. Beberapa upaya dan program telah digulirkan oleh
pemerintah melalui Departemen Pertanian RI, sebagai contoh, subsidi pupuk kimia untuk petani.
Banyak penyelewengan dalam implementasi subsidi pupuk untuk petani yang menyebabkan
kerugian baik pemerintah maupun pada petani.

Pemanfaatan pupuk organik merupakan solusi untuk mengatasi kelangkaan dan kenaikan harga
pupuk anorganik yang terus melambung. Penggunakan pupuk organik (berupa kompos) selalu
mendapat perhatian semua kalangan karena bahan baku pembuatan kompos ini selalu tersedia
secara berlimpah di sekitar areal pertanian. Kompos mampu memperbaiki sifat-sifat fisik,
kimiawi, dan biologi tanah. Sumber bahan kompos antara lain berasal limbah organik seperti
sisa-sisa tanaman (jerami, batang, dahan), sampah rumah tangga, kotoran ternak (sapi, kambing,
ayam), arang sekam, abu dapur.

Alternatif dari pupuk kimia adalah pupuk organik. Pemerintah mendorong petani untuk
menggunakan pupuk organik sebagai penganti/alternatif pupuk kimia. Departemen Pertanian
mengeluarkan kebijakan untuk memberikan subsidi pupuk organik. Penyediaan pupuk organik
bersubsidi diserahkan kepada BUMN dengan mekanisme distribusi yang mirip dengan pupuk
kimia.

Penggunaan pupuk kimia secara intensif oleh petani selama beberapa dekade ini membuat petani
tergantung pada pupuk kimia. Penggunaan pupuk kimia yang intensif dan belebihan dalam
jangka panjang menyebabkan kesuburan tanah dan kandungan bahan organik tanah menurun.
Kandungan bahan organik di sebagian besar sawah di Pulau Jawa diperkirakan menurun hingga
1% saja. Padahal kandungan bahan organik yang ideal adalah sekitar 5%. Kondisi miskin bahan
organik ini menimbulkan banyak masalah, antara lain: efisiensi pupuk yang rendah, aktivitas
mikroba tanah rendah, kebutuhan pupuk meningkat, dan produktivitas lahan yang semakin
menurun.

Petani melupakan salah satu sumber daya yang dapat menyediakan unsur hara tanaman,
mempertahankan kesuburan tanah dan menambah bahan organik tanah, yaitu kulit kopi.
Pemanfaatkan kulit kopi untuk kompos secara bertahap dapat mengembalikan kesuburan tanah
dan meningkatkan produktivitas kebun kopi. Kompos kulit kopi adalah bahan yang sangat
potensial untuk meningkatkan kandungan bahan organik di kebun-kebun kopi.

Sifat-Sifat Kompos
1. Memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan,

2. Memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai,

3. Menambah daya ikat air pada tanah,

4. Memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah,

5. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara

6. Mengandung hara yang lengkap, walaupun jumlah sedikit (jumlah hara ini tergantung
dari bahan pembuat pupuk organik),

7. Membantu proses pelapukan bahan mineral,


8. Memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikroba,

9. Menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan

Kompos yang dihasilkan melalui fermentasi dengan pemberian EM4 dinamakan bokashi. Kata
bokashi diambil dari bahasa Jepang yang berarti bahan organik yang terfermentasi. Oleh orang
Indonesia kata bokashi dipanjangkan menjadi “bahan organik kaya akan sumber kehidupan”.

Tempat Pembuatan
Pembuatan bokashi tidak memerlukan tempat khusus. Dalam gudang atau gubuk juga dapat
dilakukan. Perlu diperhatikan, proses tersebut tidak terkena matahari maupun hujan secara
langsun. Oleh karenanya, tempat pembuatan diusahakan beratap. Bila pengomposan dilakukan di
atas tanah, sebaiknya diberi alas, misalnya plastic, terpal atau dedaunan.

Alat dan Bahan


Pembuatan kompos dengan kapasitas 1 ton diperlukan kotak yang berukuran 3m x 1m x 1,5m.
Bahan utama (bahan organik) yang dibutuhkan untuk membuat bokashi ada beberapa macam
sisa kulit kopi, seperti jerami, kotoran hewan, rumput, pupuk hijau, sekam atau serbuk gergaji.
Bahan lain yang mutlak dibutukan adalah dedak. Kebutuhan dedak ini sekitar 10% dari total
bokashi yang akan dihasilkan. Namun, jika bahan organik berupa kotoran hewan (bukan pupuk
kandang) maka kebutuhannya lebih banyak, sekitar 15-20%.

Sebagai sumber energi atau makanan bagi bakteri, pada tahap awal sebelum proses fermentasi
diperlukan molase (tetes tebu). Molase ini dapat diganti dengan gula putih atau gula merah. Dari
ketiga bahan tersebut, molase lebih baik daripada gula merah dan gula merah lebih baik daripada
gula putih. Hal ini dapat dipahami karena molase mengandung asam amino yang lebih baik
daripadagula merah dan asam amino pada gula merah lebih baik daripada dalam dula putih.
Selain dosis di atas, dalam pembuatan bokashi dapat digunakan dosis yang umum. Bila akan
menghasilkan 1 ton bokashi, dapat digunakan takaran atau dosis: 80% bahan oraganik, 10%
pupuk kandang, 10% dedak, 1 liter EM4, 1 liter molase (½ kg gula pasir atau ½ kg gula merah),
serta air secukupnya (kadar air 30%).

Cara Pembuatan
Pembuatan berbagai macam bokashi pada dasarnya tidak berbeda. Oleh karenanya, teknik
pembuatanya diulas sekali saja. Tahap pembuatan bokashi sebagai berikut.
1. Siapkan larutan EM4 + gula + air dicampur merata.
2. Siapkan bahan-bahan bokashi
- Bokashi kulit kopi : kulit kopi + dedak + sekam dicampur merata
- Bokashi jerami : jerami yang sudah dipotong-potong + dedak + sekam dicampur merata.
- Bokashi pupuk kandang : pupuk kandang + sekam + dedak dicampur merata.
- Bokashi pupuk kandang-arang : pupuk kandang + dedak + arang sekam/arang serbuk
gergaji dicampur merata.
- Bokashi pupuk kandang-tanah : tanah + pupuk kandang + arang sekam/arang serbuk
gergaji + dedak dicampur merata.
- Bokashi ekspres : jerami kering (bahan yang lain) + bokashi yang sudah jadi + dedak
dicampur merata.
3. Bahan bokashi yang telah disiapkan disiram larutan EM4. Pencampuran dilakukan perlahan
dan merata hingga kandungan air -+ 30-40%. Kandungan air yang diinginkan diuji dengan
menggenggam bahan, ditandai dengan tidak menetesnya air bila bahan digenggam dan akan
mekar bila genggaman dilepaskan.
4. Bahan yang telah dicampur diletakkan diatas tempat yang kering atau dapat juga
dimasukkan kedalam ember atau karung. Bila diletakkan dilantai, bahan sebaikknya
ditumpuk secara teratur. Tumpukan bahan umumnya setinggi 15-20 cm, tetapi dapat juga
hingga 1,5 m. setelah itu tumpukan bahan ditutup dengan karung goni atau terpal.
5. Suhu tumpukan dipertahankan antara 40-50o C. untuk mengontrolnya, setiap 5 jam sekali
(minimal sekali sehari) suhunya diukur. Apabila suhunya tinggi, bahan tersebut dibalik
didiamkan sebentar agar suhunya turun, lalu ditutup kembali. Demikian seterusnya.
6. Proses merlangsung 4-7 hari, kecuali untuk bokashi ekpres, fermentasi berlangsung 24 jam
(1 hari). Apabila bahannya mengandung minyak (seperti minyak kayu putih, nilam, cengkih,
ampas kelapa, atau ampas tahu), proses fermentasi berlangsung lebih lama, sekitar 14-29
hari karena dibutukan waktu untuk menetralisir minyak tersebut.
7. Setelah bahan menjadi bokashi, karung goni dapat dibuka. Bokashi ini dicirikan dengan
warna hitam, gembur, tidak panas, dan tidak berbau. Dalam kondisi seperti itu, bokashi telah
dapat digunakan sebagai pupuk.

Penggunaan
Bokashi dapat digunakan seperti pupuk kandang atau pupuk kompos. Dosis yang umum
digunakan yaitu 3-4 genggam bokashi untuk satu meter persegi lahan. Penggunaan berbagai
macam bokashi secara umum sama. Namun, alangkah baiknya bila penggunaannya disesuaikan
dengan unsur hara dalam bokashi tersebut.

1. Bokashi jerami dan bokashi pupuk kandang baik digunakan untuk melanjutkan fermentasi
penutup tanah (mulsa) dari bahan organic dan digunakan dalam lahan sawah karena
ketersediaan bahannya cukup.

2. Bokashi pupuk kandang dan bokashi pupuk kandang-tanah baik digunakan untuk media
pembibitan dan media tanam yang masih kecil.

3. Bokashi ekspres baik digunakan untuk penutup tanah (mulsa) pada tanaman sayur dan buah-
buahan.

Keunggulan
Bokashi yang diperoleh dengan bantuan EM4 sudah dapat digunakan dalam waktu yang relatif
singkat, yaitu setelah proses 7 - 14 hari. Selain itu bokashi hasil pengomposan tidak panas, tidak
berbau busuk, tidak mengandung hama dan penyakit, serta tidak membahayakan pertumbuhan
atau produksi tanaman.

Anda mungkin juga menyukai