1 Issue 2, 20
CANREA JOURNAL E-ISSN :2621-9468
Desember 2018
ABSTRAK
Mutu beras sangat menentukan harga beras dan selera konsumen. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi karakteristik dan mutu beras lokal berdasarkan standar SNI 01-6128-
2015. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksplorasi. Jumlah beras yang diambil adalah 1
kg. Setiap beras lokal diamati sifat fisik dan mutunya. Sifat fisik meliputi derajat putih,
kebeningan, bentuk dan ukuran beras sedangkan mutu beras disesuaikan dengan mutu standar
SNI 01-6128-2015. Hasil menunjukkan bahwa sifat fisik beras lokal memiliki derajat putih
yang bervariasi antara 58,8 - 54,6 %. Dimana jenis beras krayan dan beras keladi menunjukkan
derajat putih tertinggi. Nilai kebeningan beras lokal menunjukkan di kisaran 1.70 - 2.57 %.
Tingkat kebeningan beras mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen. Ukuran beras lokal
memiliki kategori berukuran panjang dan sedang. Beras yang berukuran panjang adalah beras
Puy, Ikang, Angga dan beras Merah yang dibudidayakan dengan sistem pertanian sawah
tradisional di dataran rendah dengan ukuran panjang (6,5-7 ) mm. Sedangkan beras yang
berukuran sedang adalah jenis beras krayan dan beras keladi yang dibudidayakan secara
organik dengan sistem pertanian sawah tradisional oleh masyarakat dataran tinggi dengan
ukuran panjang (5,5-5,6) mm. Bentuk beras lokal memiliki bentuk beras ramping (2,8-3,5) dan
bentuk beras medium (2,2-2,8). Beras Ikang, Angga dan krayan memiliki bentuk yang ramping
sementara Puih, Keladi dan Merah memiliki bentuk medium. Ditinjau dari persyaratan mutu
beras dari standar SNI (2015), terlihat bahwa beras lokal yang ada di Bulungan memenuhi
persyaratan standar mutu beras III, IV dan V. Beras Ikang dan Krayan memenuhi mutu III.
Beras Puy, Angga, dan Keladi memenuhi mutu beras IV. Sedangkan beras merah memenuhi
mutu beras V. Hal ini menujukkan bahwa beras lokal bulungan pasti perlu dilakukan
penanganan pascapanen yang lebih baik untuk meningkatkan mutu beras sehingga beras yang
dihasilkan mampu untuk bersaing dalam pasar. Kesimpulan beras lokal Bulungan memiliki
karakteristik dengan ukuran dan bentuk beras ramping dan medium dengan mutu yang masih
tergolong rendah.
ABSTRACT
The quality of rice determines rice prices and consumer tastes. This study aims to identify
the characteristics and quality of local rice based on SNI 01-6128-2015 standards. This
research was conducted by exploration method. The amount of rice taken is 1 kg. Each local
rice is observed for its physical properties and quality. Physical properties include white
degree, clarity, shape and size of rice while the quality of rice is adjusted to the standard quality
SNI 01-6128-2015. The results show that the physical properties of local rice have white
degrees which vary between 58.8 - 54.6%. Where the type of krayan rice and rice taro shows
the highest white degree. The value of clarity of local rice shows in the range of 1.70 - 2.57%.
The level of rice clarity affects the level of consumer preference. The size of local rice has a
long and medium sized category. Long-term rice is Puy, Ikang, Angga and Red rice which are
cultivated with traditional lowland rice farming systems with a length (6.5-7) mm. While
107
Vol. 1 Issue 2, 20
CANREA JOURNAL E-ISSN :2621-9468
Desember 2018
medium-sized rice is the type of krayan rice and taro rice which are cultivated organically with
traditional rice farming systems by the people of the highlands with a length (5.5-5.6) mm. The
form of local rice has the form of lean rice (2.8-3.5) and the form of medium rice (2.2-2.8).
Ikang rice, Angga and krayan have a slim shape while Puih, Keladi and Merah have medium
forms. Judging from the rice quality requirements of the SNI standard (2015), it can be seen
that the local rice in Bulungan meets the requirements for quality standards for rice III, IV and
V. Ikang and Krayan rice meets III quality. Puy, Angga and Keladi rice meets the quality of
rice IV. While brown rice fulfills the quality of rice V. This shows that the local rice in Bulungan
definitely needs better postharvest handling to improve the quality of rice so that the rice
produced is able to compete in the market. Conclusion Bulungan local rice has characteristics
with the size and shape of lean and medium rice with a relatively low quality.
108
Vol. 1 Issue 2, 20
CANREA JOURNAL E-ISSN :2621-9468
Desember 2018
3.1 Sifat Fisik Beras sifat fisik padi lokal beberapa daerah
Hasil pengujian indentifikasi karakteristik Bulungan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Identifikasi Karaktersitik Sifat fisik beras padi lokal di beberapa daerah
Kabupaten Bulungan.
No Varietas Derajat Kebeningan Panjang Lebar Rasio Ukuran Bentuk
Putih (%) (mm) (mm) P/L Beras Beras
(%)
1 Puy 54,0 2,57 6,5 2,5 2,6 Panjang Medium
2 Ikang 54,3 2,52 7 2 3,5 Panjang Ramping
3 Angga 54,5 2,52 7 2 3,5 Panjang Ramping
4 Krayan 57,6 1,55 5,6 2 2,8 Sedang Ramping
5 Keladi 58,8 1,70 5,5 2,5 2,2 Sedang Medium
6 Merah - - 7 2,5 2,8 Panjang Medium
Data Primer : Identifikasi Karakteristik Sifat Fisik Beras Lokal Bulungan
Hasil identifikasi karaktersitik sifat fisik beras terhadap tingkat kebeningan beras
beras padi lokal di beberapa daerah mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen.
Kabupaten Bulungan menunjukkan bahwa Pada umumnya konsumen menyukai beras
derajat putih dari beberapa beras lokal yang yang bening dan mengkilat. Nilai
ada di Bulungan bervariasi antara 58,8 – kebeningan varietas beras lokal
54,0 %. Dimana jenis beras Krayan dan menunjukkan di kisaran 1.70 - 2.57 %.
beras Keladi menunjukkan derajat putih Ukuran dan bentuk beras merupakan
yang tinggi. Tingkat derajat putih diukur karakter dominan yang diturunkan dari sifat
dari banyaknya lapisan dedak/bekatul dan genetik induk padinya. Ukuran beras lokal
lapisan silver skin yang terlepas dari butiran Bulungan memiliki kategori berukuran
beras. Tingkat derajat putih menurut panjang dan sedang. Beras yang berukuran
Bergman et.al (2006), dipengaruhi oleh panjang adalah beras Puy, Ikang, Angga dan
kekerasan, ukuran dan bentuk, kedalaman beras Merah dimana jenis beras ini
lekukan butiran beras dan ketebalan lapisan umumnya dibudidayakan dengan sistem
bekatul. Sementara menurut (Setyono dan pertanian sawah tradisional di dataran
Wibowo, 2008), karakter ukuran dan bentuk rendah dengan ukuran panjang (6,5-7 ) mm.
beras dipengaruhi oleh faktor genetik, Sedangkan beras yang berukuran sedang
agroekosistem dan kesuburan tanah. Beras adalah jenis beras krayan dan beras keladi
krayan dan beras keladi merupakan varietas yang umumnya dibudidayakan secara
lokal yang dibudidayakakan secara organik organik dengan sistem pertanian sawah
dengan sistem pertanian sawah tradisional tradisional oleh masyarakat dataran tinggi
oleh masyarakat dataran tinggi. Disamping dengan ukuran panjang (5,5-5,6) mm.
itu nilai derajat putih berbanding lurus Sementara bentuk beras yang menunjukkan
dengan derajat sosoh beras. Semakin tinggi perbandingan antara panjang dan lebar beras
nilai derajat putih, makin tinggi nilai derajat utuh (rasio P/L) berdasarkan hasil
sosohnya (Lamberts et.al, 2007). pengamatan beras lokal memiliki bentuk
Karakteristik mutu fisik beras terhadap beras yang bervariasi yaitu bentuk beras
tingkat kebeningan beras mempengaruhi ramping (2,8-3,5) dan memiliki bentuk beras
tingkat kesukaan konsumen. Pada umumnya medium (2,2-2,8). Beras Ikang, Angga dan
konsumen menyukai beras yang bening dan krayan memiliki bentuk yang ramping
mengkilat. Nilai Karakteristik mutu fisik sementara Puih, Keladi dan Merah memiliki
109
Vol. 1 Issue 2, 20
CANREA JOURNAL E-ISSN :2621-9468
Desember 2018
bentuk medium. Menurut Setyono dan Untuk menghasilkan produk akhir yang baik,
Wibowo (2008) bahwa ukuran dan bentuk mutu harus dikendalikan diseluruh rantai
beras dipengaruhi oleh sifat genetik, pangan. Oleh karena itu mutu beras
agroekosistem, dan kesuburan lahan. merupakan salah satu faktor yang
menentukan tingkat penerimaan konsumen
3.2 Standar Mutu Beras Lokal terhadap suatu varietas. Berdasarkan mutu
Mutu merupakan bagian penting untuk giling beras lokal Bulungan menurut SNI
mampu bersaing dalam pasar produk pangan. 6128: 2015 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komponen dan Penggolongan Mutu Beras Padi Lokal Kabupaten Bulungan
No Varietas KA Butir Butir Butir Butir Butir Benda Mutu
(%) Patah Menir Kuning/ Mengapur Gabah Asing Beras
(%) (%) Rusak (%) (%) (%)
(%)
1 Puy 13,39 3,66 0,09 0,33 1,46 2 - IV
2 Ikang 11,94 11,78 0,78 0,39 0,91 - - III
3 Angga 12,52 3,43 1,02 0,45 2,46 2 - IV
4 Krayan 12,51 1,58 0,41 0,59 1,33 - - III
5 Keladi 13,39 9,65 0,81 - 1,44 2 - IV
6 Merah 13,25 0,72 0,07 0,89 0,61 3 - V
Data Primer : Hasil Penggolongan Mutu Beras Padi Lokal Bulungan
Berdasarkan hasil pengujian kadar air Persentase jumlah butir patah dari setiap
dari beras lokal yang ada menunjukkan beras beras lokal yang diuji terlihat adanya
lokal memiliki persentase kadar air yang perbedaan mutu gabah dari setiap jenis beras
bervariasi yaitu 11,94% - 13,39%. Beras lokal. Beras Merah, Puih, dan Krayan tidak
Ikang memiliki persentase kadar air yang terlihat perbedaan yang menyolok terhadap
terendah sebesar 11, 94%. Sementara beras persentase butir patah dimana persentase
Puih dan Keladi memiliki persentase kadar butir patah beras puih 3,66% dan beras
air yang tertinggi sebesar 13,39 %. Krayan 1,58%. Hal ini diduga tingkat
Perbedaan kadar air dari setiap beras lokal penanganan budidaya, pascapanen dan
yang diuji tidak terlalu menyolok hal ini penggunaan alat pascapanen yang
diduga penanganan pascapanen yang sama digunakan tidak jauh berbeda. Beras Merah,
saat proses penggilingan dengan melakukan Puih, Krayan memenuhi mutu beras standar
penjemuran gabah terlebih dahulu. Beras mutu I. Menurut SNI (2015) presentase butir
lokal yang diuji memenuhi persyaratan mutu patah mutu I maksimal 5%. Dibandingkan
beras yaitu kadar airnya < 14 %, dimana dengan beras Keladi tingkat perbedaan
memenuhi standar mutu I. Jumlah kadar air terhadap persentase beras patah terlihat
pada komponen setiap beras sangat menyolok dimana persentase butir patah
berpengaruh terhadap kualitas beras selama 9,66%. Beras Keladi memenuhi Standar
dalam penyimpanan. Menurut SNI (2015) beras mutu II menurut SNI (2015)
beras dengan kadar air dibawah 14% aman presentase butir patah mutu II maksimal
untuk disimpan. 10 %. Perbedaan ini diduga karena faktor
Besarnya hasil persentase jumlah butir penanganan pascapanen dan varietas.
patah beras lokal yang diuji menunjukkan Sementara beras Ikang memiliki persentase
persentase butir patah yang bervariasi yaitu butir patah yang tertinggi. Hal ini di duga
0,72 -11,78 %. Jumlah beras dengan karena kadar air yang terlalu rendah
presentase butir patah terendah adalah beras sehingga mengakibatkan beras mudah patah
merah sebesar 0,72%, sedangkan yang ketika mengalami proses penggilingan.
tertinggi adalah beras Ikang sebesar 11,78%. Pengeringan gabah yang dilakukan sampai
110
Vol. 1 Issue 2, 20
CANREA JOURNAL E-ISSN :2621-9468
Desember 2018
kadar air <13% berpotensi menghasilkan presentase butir kuning/rusak semua beras
beras patah yang tinggi pada saat dilakukan lokal yang diuji termasuk dalam mutu II
penggilingan. Beras Ikang berdasarkan dengan presentase butir kuning/rusak
persentase butir patah memenuhi standar maksimal 1%.
mutu beras mutu III. Menurut SNI (2015), Jumlah butir mengapur berkisar antara
presentase butir patah mutu III maksimal 0,61-2,46 %. Jumlah beras dengan
20%. presentase butir mengapur terendah adalah
Hasil persentasi butir menir beras lokal beras merah, sedangkan yang tertinggi
yang diuji bervariasi dimana menunjukkan adalah beras Angga. Butir mengapur berasal
persentase butir menir berkisar antara 0,07 - dari gabah yang masih muda atau
1,02 %. Beras merah menunjukkan jumlah pertumbuhannya kurang sempurna atau
presentase butir menir terendah yaitu 0,07%. faktor genetik sehingga menyebabkan beras
Sedangkan beras Angga menunjukkan lebih rapuh dan mudah hancur bila digiling
persentase butir menir tertinggi adalah beras dan kurang disukai oleh konsumen.
Angga. Beberapa penyebab jumlah Berdasarkan presentase butir mengapurnya
persentase butir beras patah /menir semua beras tersebut termasuk dalam mutu
disebabkan karena pemanenan gabah belum II, III dan IV. Beras Ikang dan beras merah
waktunya sehingga gabah yang masih muda termasuk mutu II dengan presentase butir
berwarna hijau cenderung mudah patah saat kapur < 1 %. Beras Puih, Krayan dan Keladi
digiling, sebaliknya gabah yang dipanen termasuk mutu III dengan presentase butir
lewat matang akan mudah rontok di lahan kapur < 2%. Beras Angga termasuk mutu IV
dan mudah pecah saat digiling serta kadar air dengan presentase butir kapur < 3 %.
yang terlalu rendah juga mengakibatkan Jumlah butir gabah dari beras varietas
beras mudah patah ketika mengalami proses lokal di Bulungan berkisar antara 2-3 %.
penggilingan. Selain itu rangkaian proses Berdasarkan presentase butir gabah semua
selama penggilingan beras juga berpengaruh beras tersebut termasuk dalam golongan IV
pada jumlah butir patah. Menurut (Nugraha, dan V menurut SNI dengan presentase butir
2012), konfigurasi penggilingan akan gabah maksimal 3%. Berbagai faktor yang
berpengaruh terhadap kualitas beras yang menyebabkan butir gabah meliputi keadaan
ditentukan dengan besaran derajat sosoh, lingkungan, panen hingga penanganan lepas
persentase beras pecah maupun butir menir panen di samping faktor genetik (Haryadi,
yang terjadi. Berdasarkan standar mutu 2006).
beras menurut SNI (2015), Beras Puy, Ikang, Jumlah butir asing dari beras varietas
Krayan, Keladi dan beras merah termasuk lokal berdasarkan presentase butir asing
dalam mutu II dimana menujukkan semua beras tersebut termasuk dalam
persentase butir menir < 1%. Menurut SNI golongan I menurut SNI dengan presentase
(2005) Mutu II dengan presentase butir butir gabah maksimal 0 %.
menir maksimal 1 %. Sementara beras Penggolongan mutu beras lokal
Angga menurut standar SNI (2015) masuk berdasarkan persyaratan yang sesuai dengan
dalam kategori mutu III yang jumlah SNI 6128: 2015, menunjukkan bahwa beras
presentase butir menirx > 1% yaitu 1,02%. lokal yang ada di Bulungan memenuhi
Menurut SNI (2015) Mutu III dengan persyaratan standar mutu beras III, IV dan V.
persentase butir menir maksimal 2%. Beras Ikang dan Krayan yang
Jumlah butir kuning/rusak berkisar dibudidayakakan secara organik dengan
antara 0,33 -0,89 %. Jumlah beras dengan sistem pertanian sawah tradisional oleh
presentase butir kuning/ terendah adalah masyarakat dataran tinggi memenuhi mutu
beras Puy, sedangkan yang tertinggi adalah III. Beras Puy, Angga, dan Keladi
beras Merah. Butir kuning/rusak disebabkan memenuhi mutu beras IV. Sedangkan beras
oleh proses perubahan warna yang terjadi merah memenuhi mutu beras V. Hal ini
selama penyimpanan. Berdasarkan menunjukkan bahwa mutu beras lokal masih
111
Vol. 1 Issue 2, 20
CANREA JOURNAL E-ISSN :2621-9468
Desember 2018
tergolong rendah dan perlu dilakukan Sifat kimia dari setiap kandungan beras
penanganan pascapanen yang lebih baik yang dihasilkan sangat berpengaruh besar
untuk meningkatkan mutu fisik beras terhadap kualitas mutu tanak nasi yang
sehingga beras yang dihasilkan mampu dihasilkan. Karakteristik Sifat kimia beras
untuk bersaing dalam pasar. lokal Bulungan dapat dilihat pada tabel 3.
112
Vol. 1 Issue 2, 20
CANREA JOURNAL E-ISSN :2621-9468
Desember 2018
aleuron yang tekumpul dalam butiran lemak. kerapatan atau ketebalan campuran makanan
Kadar lemak beras lokal berada di kisaran dalam saluran pencernaan. Hal ini
0,92- 1,91 % . Kadar lemak tertinggi dimiliki memperlambat laju makanan pada saluran
oleh varietas beras Keladi (1,91%) dan yang pencernaan dan menghambat pergerakan
terendah varietas beras Ikang (0,92%). enzim. Dengan demikian, proses pencernaan
Kadar lemak beras lokal Bulungan tidak menjadi lambat, sehingga respon glukosa
sesuai dengan standar nilai gizi yang sesuai darah lebih rendah.
dengan Anonim (2009) yaitu sebesar 0,66%.
Kandungan lemak beras lokal Bulungan 3. 3.5.Kadar Abu.
dimungkinkan dipengaruhi oleh faktor Abu adalah residu anorganik yang
varietas, derajat kematangan biji, kondisi didapatkan setelah proses penghilangan
pertanaman, penyimpanan dan metode bahan-bahan organik yang terkandung
ekstraksi lemak. Perbedaan kadar lemak dalam suatu bahan (Sudarmadji et .al,1996).
beras lokal tidak menunjukkan perbedaan Kadar abu ditentukan berdasarkan
yang menyolok hal ini disebabkan karena kehilangan bobot yang terjadi setelah
adanya proses budidaya, penanganan sampel mengalami proses pembakaran pada
pascapanen dan proses penggilingan yang suhu yang sangat tinggi (500-600 oC). Kadar
dilakukan tidak jauh berbeda dari setiap abu secara kasar dapat mencerminkan kadar
petani padi. Menurut Ryan (2011), kulit mineral yang terkandung dalam beras. Kadar
bekatul beras hilang selama penggilingan Abu beras lokal berada di kisaran 0,40%-
dan akan semakin hilang apabila tingkat 0,91%. Kadar abu tertinggi dimiliki oleh
polishing beras meningkat. beras Keladi (0,91%) dan yang terendah
dimiliki oleh beras Puy (0,40%). Kadar abu
3.3.4. Kadar Serat pada beras dipengaruhi oleh derajat
Serat pangan adalah salah satu jenis penyosohan dan kandungan unsur hara
komponen bahan pangan yang saat ini dalam tanah.
seringkali digunakan sebagai komponen Menurut Juliano (1972), distribusi
utama dalam produk - produk pangan khusus mineral pada beras yang sudah disosoh
bersama dengan zat bioaktif (Ryan 2011). adalah sekitar 28 % dari total mineral yang
Serat pada bahan pangan terdiri dari serat terkandung pada beras pecah kulit.
pangan larut air dan serat pangan tidak larut Kandungan mineral terbesar ditemukan pada
air, namun keduanya tetap memiliki fungsi bagian dedak yaitu sebesar 51 % dari total
kesehatan pada tubuh manusia (Ausman mineral yang terkandung dalam beras pecah
et.al 2005). Kadar serat kasar beras lokal kulit. Proses penyosohan adalah proses yang
berada dalam kisaran 0,03-0,58 %. Serat paling bertanggung jawab terhadap
Kasar tertinggi dimiliki oleh varietas beras rendahnya kandungan mineral pada beras
merah (0,03%) dan yang terendah varietas giling yang dikonsumsi sehari-hari.
beras Krayan (0,58%). Serat kasar yang Kandungan mineral pada beras sebagian
dihasilkan tergolong cukup rendah hal ini besar ditemukan pada bagian dedak dan
dapat terjadi karena serat pada beras terpusat embrio yang hilang pada saat proses
di bekatul beras, sehingga perlakuan penyosohan (Rosniyana et. al , 2006).
penyosohan sangat berpengaruh terhadap
jumlah total serat pangan yang tersedia 3.3.6. Karbohidrat
(Ryan 2011; Fujino 1978; Houston dan Karbohidrat adalah zat gizi yang dapat
Kohler 1970). Menurut Rimbawan & ditemui dalam jumlah terbesar pada beras.
Siagian (2004), bahwa keberadaan serat Karbohidrat dalam serealia termasuk beras
pangan memberikan pengaruh pada kadar sebagian besar terdapat dalam bentuk pati.
gula darah. Serat terlarut dapat menurunkan kadar karbohidrat beras lokal berada di
respon glikemik pangan secara nyata, kisaran 73, 32%- 78,14%. Kadar karbohidrat
sedangkan serat kasar mempertebal tertinggi dimiliki oleh varetas beras Krayan
113
Vol. 1 Issue 2, 20
CANREA JOURNAL E-ISSN :2621-9468
Desember 2018
114
Vol. 1 Issue 2, 20
CANREA JOURNAL E-ISSN :2621-9468
Desember 2018
115
Vol. 1 Issue 2, 20
CANREA JOURNAL E-ISSN :2621-9468
Desember 2018
116
Vol. 1 Issue 2, 20
CANREA JOURNAL E-ISSN :2621-9468
Desember 2018
Muchtadi, Tien R. 1992. Ilmu Pengetahuan Susilowati, E. 2010. Kadar amilosa pada
Bahan Pangan. IPB Press. Bogor. nasi yang disubtitusi denga ubi jalar
(Ipomoea batatas L.) sebagai bahan
Rosniyana A, Rukunudin IH, Shariffah makanan pokok. Skripsi. Universitas
Norin SA. Effects of milling degree on Sebelas Maret. Surakarta.
the chemical composition,
physicochemical properties and cooking Singh, U.S., R. Rohilla, P.C., Srivastava,
characteristics of brown rice. J Trop N.S., Singh, R.K., (2003).
Agric and Fd Sc. 2006 (1): 37– 44. Environmental factors affecting aroma
and other quality traits. In A Treatise on
Ryan EP. Bioactive food components and the Scented Rice of India. Ludhiana:
health properties of rice bran. Javma. Kalyani Publishers, pp. 143–164.
2011 (238): 593- 600. Vet Med Today:
Timely Topics in Nutrition. Sudarmadji. S., Haryono, B., Suhardi. 1996.
Makanan dan Pertanian Analisa Bahan.
Priyanto. 2012. Beras Ketan Dan Sifat Liberty Yogyakarta. Yogyakarta.
Fisika-Kimia.
http://www.alatcetakrengginang.com/20 Juliano, B.O. 1979. Amylose Analysis in
12/02/beras-ketan-sifat-fisika-kimianya. Rice. Di dalam : Proceedings of the
Workshop on Chemical Aspect of Rice
Setyono, A., Bram, K., Jumali dan Prihadi W. Grain Quality. IRRI, Los Banos, pp 252-
(2008), “Evaluasi Mutu Beras di 259.
Beberapa Wilayah Sentra Produksi
Padi”, dalam Prosiding Seminar Yusof, B.N.M., R.A. Talib, and N.A. Karim.
Nasional Padi 2008, Eds: Setyono dkk, 2005. Glycemic index of eight types of
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, commercial rice. Mal. J. Nutr.
Subang. 11(2):151-163.
117