Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

PENJAMINAN MUTU PANGAN

SAMPLING & GRADING I

Dibuat Oleh:

Amanda Teressa Wibisana (01034200039)


Nadia Radiana Nugroho (01034200032)
Steven Wijaya (01034200023)
Valencia Tan Brylianto (01034200024)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
JAKARTA
2023
BAB I
METODE KERJA

1.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah pinset, penggaris 30 cm, neraca analitik, dan
kertas putih. Bahan yang digunakan adalah 200 gram beras premium dan 200
gram beras curah.
1.2 Prosedur Kerja
1. Beras premium dan beras curah masing-masing ditimbang sebanyak 200
gram.
2. Sampel beras premium dan beras curah dibagi dengan menggunakan
metode quartering hingga menjadi 50 gram.
3. Sampel beras premium dan beras curah dipisahkan ke dalam kategori beras
utuh, patah, menir, beras kuning, gabah, dan batu. Persentasenya
ditimbang dan dihitung sesuai SNI.
Keterangan:
a. Beras patah adalah butir beras yang berukuran kurang dari ¾-nya.
b. Menir adalah butir beras yang berukuran kurang dari ¼ panjang
rata-rata beras utuh.
c. Beras kuning adalah butir beras yang mempunyai warna
kekuning-kuningan atau kecoklatan lebih dari separuhnya.
d. Beras utuh adalah beras yang tidak patah sama sekali.
e. Butir mengapur adalah beras yang berwarna seperti kapur (chalky).
f. Butir gabah adalah butir yang sekamnya belum terkelupas.
4. Kualitas beras premium dan beras curah dibandingkan berdasarkan
parameter yang ada sesuai dengan SNI.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Perbandingan Mutu Beras dengan Standar Nasional Indonesia


Pada praktikum kali ini, dilakukan perbandingan komponen dari dua beras
yang berbeda, yaitu beras sumo dan beras curah sesuai dengan persyaratan beras
dari SNI. Berikut adalah tabel persentase tiap komponen dari kedua beras yang
digunakan.
Tabel 2.1 Komponen mutu beras

Jenis Beras
Parameter Kualitas
Beras sumo (%) Beras curah (%)

Beras utuh 84,32 34,91

Beras patah 11,05 19,82

Beras menir 0,88 20,98

Beras kuning - 5,64

Batu - 0,89

Beras kapur 1,35 8,06

Beras gabah - 0,35

Menurut SNI, mutu beras ditentukan oleh syarat-syarat, terbagi menjadi


syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum untuk beras termasuk bebas hama
dan penyakit, bau, campuran dedak atau bekatul, memiliki derajat sosoh 95%,
kadar air maksimal 14%, dan bebas bahan kimia yang berbahaya. Syarat khusus
untuk beras membagi-bagi beras menjadi tiga jenis berdasarkan kualitasnya,
premium, medium 1, dan medium 2. Beras premium harus terdiri dari 85% butir
kepala, maksimal 14,5% butir patah, maksimal 0,5% butir menir, rusak, berkapur,
dan berwarna, maksimal 0,01% benda asing, dan maksimal 1 butir gabah. Beras
medium 1 harus terdiri dari 80% butir kepala, maksimal 18% butir patah,
maksimal 2% butir menir, rusak, berkapur, dan berwarna, maksimal 0,02% benda
asing, dan maksimal 2 butir gabah. Beras medium 2 harus terdiri dari 75% butir
kepala, maksimal 22% butir patah, maksimal 3% butir menir, rusak, berkapur, dan
berwarna, maksimal 0,03% benda asing, dan maksimal 3 butir gabah.
Berdasarkan persyaratan SNI, beras sumo yang digunakan pada praktikum
ini tergolong pada kategori beras medium 2 dengan beras utuh 84,32%, beras
patah 11,05%, beras menir 0,88%, dan beras kapur 1,35%. Kualitas beras sumo
tidak memenuhi syarat beras medium 1 karena total beras menir dan kapur yang
melebihi 2%. Sementara, beras curah yang digunakan tidak memenuhi syarat
mutu beras organik dan non organik dari SNI.

2.2 Penyebab Kerusakan pada Beras


Perbedaan antara beras curah dan beras yang berkualitas tinggi dapat
dilihat secara visual melalui banyaknya beras yang patah, beras yang menguning,
menghitam atau mengapur, butir gabah, dan terdapat kutu serta batu yang
bercampur dengan beras utuh. Kerusakan pada beras yang ditandai dengan tidak
utuhnya ukuran beras disebut sebagai beras patah dan menir. Beras patah adalah
butir beras yang memiliki ukuran lebih besar dari 25% sampai dengan lebih kecil
75% bagian dari butir beras utuh. Menir adalah butir beras yang memiliki ukuran
lebih kecil dari 25% bagian butir beras utuh. Sedangkan kerusakan pada beras
yang ditandai dengan perubahan warna beras disebut sebagai beras kuning dan
butir mengapur. Beras kuning adalah butir beras yang mempunyai warna
kekuningan atau kecoklatan lebih dari separuh bagian butir beras utuh, dan butir
mengapur adalah beras yang berwarna putih seperti kapur (chalky) (Handayani et
al., 2013). Beras patah dan beras menir disebabkan karena pada saat proses
pemisahan gabah dari butir beras, gabah yang sudah terpisah dari butir beras
dimasukkan ke dalam alat penyosoh untuk membuang lapisan aleuron yang
menempel pada beras, dan selama proses penyosohan terjadi penekanan
terhadap butir beras yang menyebabkan butir beras menjadi patah. Selain beras
patah dan menir, beras yang berubah warna menjadi kuning disebabkan karena
tingginya kadar air yang terkandung dalam beras (> 14 persen) yang mendukung
pertumbuhan jamur sehingga butir beras berubah warna menjadi kuning.
Sedangkan butir mengapur disebabkan oleh faktor lingkungan, seperti contohnya
kekeringan dan infeksi penyakit yang menghalangi proses pengisian gabah selama
tahap pematangan (Ratnawati et al., 2013).
2.3 Penurunan Mutu pada Beras
Syarat umum mutu beras berdasarkan SNI 6128:2015 adalah beras
terbebas dari hama dan penyakit; tidak bau apek; asam; atau bau asing yang lain;
bersih dari dedak dan bekatul; serta bebas bahan kimia yang membahayakan dan
merugikan konsumen. Dengan demikian, beras dikatakan mengalami penurunan
mutu apabila tidak memenuhi salah satu dari empat syarat tersebut.
Beras selama masa penyimpanan sangat rentan dirusak oleh hama. Hama
yang sering merusak beras adalah Sitophilus oryzae dan Sitophilus zeamais
(Hendrival dan Mayasari, 2017). Sitophilus zeamais dapat menghancurkan beras,
menyebabkan perkecambahan, meningkatkan asam lemak bebas, serta
menurunkan kandungan gizi beras. Kandungan protein pada beras mendukung
perkembangan Sitophilus zeamais (Hendrival dan Mayasari, 2017). Asam lemak
bebas serta asam amino yang terbentuk akibat aktivitas hama dapat menyebabkan
aroma tidak sedap seperti aroma apek dan aroma asing yang menurunkan kualitas
beras. Selain itu, tanaman padi dapat terserang penyakit yang menyebabkan
kerusakan pada beras. Penyakit yang dapat menyerang padi adalah penyakit
bercak coklat akibat cendawan Helminthosporium sp. yang terjadi akibat tanaman
kekurangan zat hara dari tanah (Norjamilah et al., 2021).
Menurut David dan Kartinaty (2019), faktor lain yang mempengaruhi
penurunan mutu beras adalah teknologi penggilingan dan sistem penggilingan
padi. Teknologi penggilingan tipe single pass dan double pass menghasilkan beras
dengan kualitas berbeda. Tipe single pass secara langsung menggiling dan
menyosoh beras dan kemudian proses diulang sebanyak 2-3 kali, hal ini membuat
beras memiliki kualitas rendah karena kemungkinan masih terdapatnya sekam
serta kemungkinan terbentuknya dedak lebih tinggi daripada tipe double pass
yang menggiling dan menyosoh beras secara terpisah.
Beras sebagai produk hasil agrikultura juga rentan terhadap kontaminasi
pestisida. Menurut Gunawan et al. (2020), terdapat 12 jenis insektisida yang
sering digunakan dalam dosis melebihi batas sehingga apabila residu menempel
pada beras yang dikonsumsi, dapat menimbulkan keracunan hingga kematian.
Beras yang terkontaminasi bahan kimia seperti pestisida dapat dicirikan dengan
adanya aroma bahan kimia pada beras.
Jika dibagi berdasarkan komponen beras, beras premium pada praktikum
ini mengalami penurunan mutu akibat jumlah beras utuh yang tidak memenuhi
standar, serta beras kuning dan mengapur yang melebihi standar dari SNI beras.
Beras patah dapat disebabkan oleh teknologi serta sistem penggilingan beras
(David dan Kartinaty, 2019). Warna beras yang menjadi kuning disebabkan oleh
tingginya kadar air pada beras, yaitu lebih dari 14% (Ratnawati et al., 2013).
Beras mengapur dapat disebabkan oleh lingkungan yang menjadikan beras
kekeringan atau beras mengalami infeksi selama pengisian ke dalam gabah ketika
tanaman padi masih berada pada tahap pematangan (Ratnawati et al., 2013).
Pada beras curah, penyebab penurunan mutu adalah tidak mencukupinya
jumlah beras utuh jika dibandingkan dengan standar; serta beras menir, mengapur,
berwarna, benda asing, serta jumlah gabah yang melebihi standar. Beras menir dan
gabah juga dapat disebabkan oleh teknologi dan sistem penggilingan yang kurang
optimal. Keberadaan benda asing dapat disebabkan oleh kurangnya penyortiran
yang optimal atau kontaminasi selama proses dimana hal ini menunjukkan sistem
penyortiran yang kurang baik atau kurang bersihnya lokasi pengolahan beras.

2.4 Pengaruh Kadar Air terhadap Mutu Beras


Kadar air padi pada saat panen maupun saat pengolahan pasca panen
menjadi faktor yang mempengaruhi hasil dan kualitas beras putih. Variabilitas
hasil penggilingan meningkat dan jumlah hasil penggilingan (yield) akan
berkurang ketika padi dipanen dengan kadar air yang lebih rendah. Padi yang
dipanen dengan kadar air di bawah 20% akan meningkatkan persentase kerusakan
gabah dari semua varietas gabah pendek maupun sedang. Padi yang dipanen pada
saat kematangan gabah sudah optimum memiliki kadar air rata-rata kandungan 20
−25 %. Padi yang dipanen pada kadar air yang lebih tinggi akan menghasilkan
kualitas gabah yang buruk. Kadar air yang ideal untuk penggilingan adalah antara
12 – 14%. Perubahan sifat fisikokimia beras yang disebabkan oleh penyimpanan
bergantung pada kondisi penyimpanan dan varietas dari beras. Kadar air, suhu
penyimpanan, dan waktu penyimpanan merupakan faktor kunci yang
mempengaruhi kualitas kimia, fisik, dan fungsional beras selama penyimpanan
pasca panen. Perubahan keseluruhan mungkin tergantung pada varietas dan
kondisi penyimpanan. Kelembaban memegang peranan penting dalam
menentukan kualitas beras. Kadar air yang tinggi meningkatkan resiko kerusakan
mikroba dan pembusukan selama penyimpanan. Kadar air dipengaruhi oleh suhu
dan waktu penyimpanan yang berbeda, dimana terjadi penurunan kadar air yang
bertahap saat suhu penyimpanan meningkat (Butt et al.,2008).

2.5 Cara Mempertahankan Mutu Beras


Mutu beras dipengaruhi oleh berbagai faktor. Hal seperti varietas beras
dapat menentukan tipe hama yang akan menyerang tanaman padi tersebut, maka
pengembangan varietas beras yang resisten terhadap serangan hama dapat
meningkatkan mutu beras dari sebelum proses pemanenan (Hendrival dan
Mayasari, 2017). Maka dari itu, penanganan sebelum dan sesudah pemanenan
menjadi penting untuk menjaga kualitas grain serta keamanannya. Pencegahan
terjangkitnya tanaman padi oleh penyakit bercak cokelat termasuk menjadi
penting untuk menjaga mutu beras. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian
nutrisi yang cukup (Norjamilah et al., 2021). Selain varietas, mutu gabah yang
digunakan juga dapat mempengaruhi kualitas beras. Mutu gabah tergantung pada
genetik dari tanaman padi itu sendiri, cuaca, waktu pemanenan, serta penanganan
setelah panen (Soerjandoko, 2010).
Salah satu faktor utama penyebab penurunan mutu beras adalah adanya
pertumbuhan mikroba selama penyimpanan. Penyesuaian suhu dan kadar air
dilakukan selama penyimpanan untuk menjaga mutu beras. Kadar air di bawah
12,5-14% pada suhu di bawah 40oC selama penyimpanan menjadi penting untuk
mencegah adanya pertumbuhan mikroba seperti kapang (mold). Selain itu, untuk
mencegah adanya perubahan warna beras, penting untuk menjaga suhu
penyimpanan beras pada suhu 10-15oC (Shafiekhani et al., 2018).
BAB III
KESIMPULAN

Pada praktikum ini, komponen beras dari beras premium (sumo) dan beras
curah dibandingkan dengan standar beras Standar Nasional Indonesia.
Berdasarkan hasil praktikum, beras sumo dengan jumlah beras utuh sebanyak
84,32%, beras patah sebanyak 11,05%, beras menir sebanyak 0,88%, dan beras
kapur sebanyak 1,35% diklasifikan sebagai beras kualitas medium 2. Sedangkan,
beras curah tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia untuk kualitas beras
organik maupun non organik. Kerusakan dan penurunan mutu beras dapat
disebabkan oleh penekanan terhadap beras selama penggilingan, tingginya kadar
air, faktor lingkungan, serangan hama, terjadinya penyakit pada tanaman, aroma
tidak sedap pada beras, serta kontaminasi bahan kimia. Mutu beras dapat
dipertahankan dengan memberi tanaman padi nutrisi cukup, mempertimbangkan
cuaca dan waktu pemanenan, penanganan setelah panen yang baik termasuk
penyimpanan pada suhu 10-15oC dan pada kadar air dibawah 12,5-14%, serta
mengembangkan varietas tahan hama.
DAFTAR PUSTAKA

Butt, M., Anjum, F., Salim-ur-Rehman, Tahir-Nadeem, M., Sharif, M., & Anwer,
M. (2008). Selected Quality Attributes of Fine Basmati Rice: Effect of
Storage History and Varieties. International Journal of Food Properties,
11(3), 698–711. https://doi.org/10.1080/10942910701622706
David, J., dan Kartinaty, T. 2019. Karakteristik Mutu Beras di Berbagai
Penggilingan pada Sentra Padi di Kalimantan Barat. Journal Tabaro 3 (1):
276-286.
Gunawan, Prabawardani, S., dan Purnomo, W. 2020. Aplikasi Pestisida dan
Analisis Residunya pada Produksi Beras Petani di Kampung Sidomulyo
Distrik Oransbari Kabupaten Manokwari Selatan. Cassowary 3 (1): 11-21.
DOI: https://doi.org/10.30862/casssowary.cs.v3.i1.34.
Handayani, A., Sriyanto, dan Sulistyawati, I. 2013. Evaluasi Mutu Beras dan
Tingkat Kesesuaian Penanganannya (Studi Kasus di Kabupaten
Karanganyar). Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah 11 (1), 113-124.
Hendrival, dan Mayasari, E. 2017. Kerentanan dan Kerusakan Beras terhadap
Serangan hama Pascapanen Sitophilus zeamais L. (Coleoptera:
Curculionidae). Jurnal Agro 4 (2): 68-79.
Norjamilah, Mariana, Budi, I. S. 2021. Ketahanan Penyakit Bercak Coklat
(Helminthosporium sp.) pada Padi Beras Merah, Padi Beras Hitam, Lokal
Siam, dan Unggul Ciherang. Jurnal Proteksi Tanaman Tropika 4 (3):
372-379. DOI: https://doi.org/10.20527/jptt.v4i3.900.
Ratnawati, Djaeni, M., dan Hartono, D. 2013. Perubahan Kualitas Beras Selama
Penyimpanan Change of Rice Quality During Storage. Jurnal Pangan 22
(3), 199-207.
Shafiekhani, S., Wilson, S. A., & Atungulu, G. G. 2018. Impacts of storage
temperature and rice moisture content on color characteristics of rice from
fields with different disease management practices. Journal of Stored
Products Research, 78, 89–97. DOI:10.1016/j.jspr.2018.07.001
Soerjandoko, R. N. E. 2010. Teknik pengujian mutu beras skala laboratorium.
Buletin Teknik Pertanian, 15(2), 44-47.
LAMPIRAN

Lampiran A. Perhitungan persentase komponen mutu

Contoh: Beras curah kategori beras patah

Berat beras awal (g) = 55,5875 ; 58,3303

Berat beras patah (g) = 11,88 ; 10,6965

55,5875 + 58,3303
Rata-rata berat beras awal (g) = 2
= 56,9589 g

11,88 + 10,6965
Rata-rata berat beras patah (g) = 2
= 11,2883 g

11,2883
Persentase beras patah (%) = 56,9589
= 19,82 %

Anda mungkin juga menyukai