Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PANGAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS

Dibuat Oleh:
Johannes Steven (01034200029)
Farren Christy (01034200035)
Nadia Radiana Nugroho (01034200032)
Natanael Nayawijaya (01034200022)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
JAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Susu dan roti merupakan produk pangan yang kaya akan nutrisi seperti
protein, lemak, dan karbohidrat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Kandungan nutrisi yang baik pada susu dan roti menyebabkan susu dan roti
menjadi produk pangan yang mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme dan hal
ini dapat menimbulkan kerusakan pangan. Kerusakan pangan dapat diartikan
sebagai perbedaan sensorik pada produk pangan yang diakibatkan oleh kerusakan
mikrobiologis, biologis, fisik, dan kimia dimana produk pangan menjadi tidak
dapat diterima oleh konsumen. Mikroorganisme membutuhkan nutrisi seperti
karbohidrat dan protein untuk melakukan perkembang biakan dan pertumbuhan.
Selain dari kandungan nutrisi yang terkandung pada produk pangan, beberapa
faktor yang menentukan pertumbuhan mikroba dalam produk pangan adalah suhu,
udara, pH, dan kondisi lingkungan.
1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh
antara suhu dan waktu penyimpanan terhadap jumlah bakteri, kapang, dan khamir
pada susu dan roti.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengaruh Faktor Luar Terhadap Kerusakan Susu dan Roti


Faktor eksternal penyimpanan terhadap sampel merupakan salah satu
parameter penting yang dapat berpengaruh terhadap kualitas dan umur simpan
suatu produk pangan, diantaranya adalah suhu dan lama waktu simpan. Menurut
Herawati (2008) suhu dan kelembaban simpan dapat berpengaruh terhadap kadar
air dan aktivitas pada produk pangan dimana tingginya aktivitas air akan
memudahkan bakteri untuk bertumbuh. Selain itu pengaruh suhu simpan akan
mempengaruhi kondisi optimal untuk pertumbuhan bakteri dimana kebanyakan
dari mikroorganisme kontaminan memiliki sifat mesofilik dimana
mikroorganisme ini dapat tumbuh dengan optimal pada suhu ruang sehingga
perlakukan dengan menggunakan suhu dingin atau pemanasan dapat menghambat
dan membunuh mikroorganisme jenis mesofilik (Cappucino et al., 2014).
Lama waktu penyimpanan merupakan faktor berikutnya yang dapat
mempengaruhi kerusakan pada produk pangan, hal ini dikarenakan semakin lama
pangan disimpan maka semakin banyak waktu untuk mikroorganisme untuk
beradaptasi dan berkembang biak dengan cara membelah sel secara logaritmik
dan akan terus meningkat selama nutrisi yang dibutuhkan tersedia (Fifendy &
Biomed, 2017).
2.2 Mikroba Kontaminan Pada Sampel
2.2.1 Susu
Susu merupakan produk pangan yang mudah rusak, hal ini dikarenakan
susu merupakan produk pangan yang kaya akan protein, dimana protein
merupakan salah satu nutrisi yang dibutuhkan mikroba untuk bertumbuh selain itu
susu juga merupakan produk pangan yang memiliki kadar air yang tinggi.
Kerusakan pada susu, umumnya disebabkan oleh mikroorganisme khususnya
bakteri dimana bakteri yang seringkali menyebabkan kerusakan pada susu adalah
Staphylococcus aureus, Salmonella sp. dan Bakteri termodurik. Umumnya
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang terdapat di sekitar kulit manusia
dan kontaminasi ini dapat berasal oleh pekerja yang kurang menjaga sanitasi

2
dengan baik. Staphylococcus aureus dapat memproduksi toksin yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia yang mengkonsumsinya seperti menyebabkan
mual, muntah dan diare. Tetapi bakteri ini dapat diatasi dengan sanitasi yang baik
dan suhu penyimpanan dibawah 4℃ untuk menghambat pertumbuhannya
(Cahyono et al., 2013).
Selain Staphylococcus aureus, terdapat bakteri lain yang umumnya
ditemukan pada susu sapi yaitu Salmonella sp khususnya Salmonella enteritidis.
Bakteri ini merupakan bakteri yang sering menyebabkan infeksi saat menembus
sel epitel pada usus dan mengakibatkan radang, selain itu Salmonella sp juga
dapat berpotensi menghasilkan toksin tetapi tidak tahan panas sehingga bakteri ini
dapat diatasi dengan proses pasteurisasi (Suwito, 2010). Bakteri termodurik juga
seringkali mengkontaminasi susu, dikarenakan sifatnya yang mampu bertahan
hidup dan berkembang pada suhu 45-80℃ sehingga bakteri ini memiliki potensi
untuk bertahan melewati proses pasteurisasi dan akan mencemari peralatan yang
akan digunakan untuk memproses susu selanjutnya (Lestari et al., 2018).
Umumnya kapang dan khamir tidak tumbuh pada susu dikarenakan susu
merupakan produk yang tinggi protein sedangkan kapang khamir membutuhkan
gula sebagai substratnya.
2.2.2 Roti
Roti merupakan produk pangan yang mudah rusak yang memiliki masa
simpan pada umumnya 3-4 hari. Kerusakan pada roti dibagi menjadi dua yaitu
kerusakan kimia pada roti dan kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Kerusakan kimia pada roti sering disebut sebagai staling dimana kerusakan ini
menyebabkan pengerasan pada bagian dalam roti dan pelunakan pada bagian luar
roti akibat migrasi air. Selanjutnya adalah kerusakan akibat mikroorganisme
dimana mikroorganisme akan merusak pati dan protein pada roti (Indrianty,
2009). Menurut Kusuma (2008) roti memiliki bahan dasar tepung terigu sehingga
roti cenderung mengandung pati dalam jumlah yang tinggi, dan kandungan pati
yang tinggi ini dapat dihidrolisis menjadi komponen yang lebih sederhana oleh
mikroorganisme khususnya jamur, dikarenakan gula merupakan nutrisi utama
untuk jamur. Terdapat mikroorganisme yang seringkali mengkontaminasi roti
yaitu Mucor sp, Rhizopus stolonifer dan Aspergillus sp dimana pertumbuhan

3
mikroorganisme-mikroorganisme ini juga dapat dipengaruhi oleh kadar air,
oksigen suhu pH dan substrat yang tersedia (Mizana et al., 2016). Aspergillus sp
merupakan jenis yang paling sering ditemui pada roti dikarenakan Aspergillus sp
dapat tumbuh pada suhu ruang (25-28℃) dalam 3 hingga 4 hari dan akan
mempengaruhi warna tekstur dan rasa pada roti sehingga jika ingin disimpan lebih
dari 5 hari sebaiknya disimpan pada lemari es dengan suhu rendah. Suhu terlalu
rendah dapat menyebabkan roti menjadi keras sehingga suhu 7-10℃ merupakan
suhu yang cukup baik untuk menyimpan roti (Koswara, 2009).

4
BAB III
METODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada kegiatan praktikum aspek mikrobiologis adalah
kulkas, cawan petri, media agar PCA, media agar APDA, mikroskop, dan jarum
ose.
Sementara, bahan yang digunakan pada kegiatan praktikum aspek
mikrobiologis adalah susu dan roti.
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Susu
1. Susu diambil 1 ml dan diencerkan dalam 9 ml larutan pengencer yang
dihitung sebagai pengenceran pertama.
2. Perhitungan mikroba dilakukan dengan media PCA dan APDA pada
−1 −2 −3
pengenceran 10 , 10 , dan 10 untuk susu kontrol.
3. Jumlah mikroba (bakteri, kapang, dan khamir) dihitung.
4. Susu yang telah disimpan selama 7 hari pada suhu ruang dan suhu kulkas
juga dilakukan perhitungan mikroba seperti pada prosedur nomor 2-3
−2 −3 −4
dengan pengenceran10 , 10 , dan 10 .
3.2.2 Roti
1. Roti kontrol dipotong dengan ukuran 4x4cm dan diencerkan dengan 20ml
larutan pengencer.
2. Perhitungan mikroba dilakukan dengan media PCA dan APDA pada
−1 −2 −3
pengenceran 10 , 10 , dan 10 untuk roti kontrol.
3. Jumlah mikroba (bakteri, kapang, dan khamir) dihitung.
4. Roti yang telah disimpan selama 7 hari pada suhu ruang dan suhu kulkas
juga dilakukan perhitungan mikroba seperti pada prosedur nomor 2-3
−2 −3 −4
dengan pengenceran10 , 10 , dan 10 .

5
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Suhu dan Waktu terhadap Jumlah Total Bakteri pada Susu
Susu pada praktikum ini diletakan pada kondisi suhu dan lama waktu yang
berbeda untuk melihat bagaimana pengaruh penyimpanan yang dilakukan
terhadap karakteristik mikrobiologis susu dengan perlakuan penyimpanan pada
lemari es dan pada suhu ruang serta waktu penyimpanan hari ke-0 dan ke-7.
Berikut adalah tabel hasil data bakteri yang diperoleh pada susu.
Tabel 4.1 Hasil perhitungan total bakteri pada susu

Suhu Penyimpanan Waktu Penyimpanan Total Bakteri

4
Hari ke-0 2,0 x 10 CFU/ml
Suhu Ruang 3 2
<2,5 x 10 (5, 0 𝑥 10 )
Hari ke-7
CFU/ml

2 1
<2,5 x 10 (1, 0 𝑥 10 )
Hari ke-0
CFU/ml
Suhu Kulkas
5
Hari ke-7 5,3 x 10 CFU/ml

4.1.1 Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Jumlah Total Bakteri pada


Susu
Berdasarkan Tabel 4.1, didapatkan hasil bahwa pada hari ke-0, jumlah
bakteri pada susu yang disimpan pada suhu kulkas lebih rendah dibandingkan
dengan suhu ruang. Namun pada hari ke-7, bakteri pada susu yang disimpan
dalam suhu kulkas lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah bakteri pada susu
yang disimpan pada suhu ruang. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Cahyono
et al. (2013), dimana penyimpanan susu pada suhu dibawah 4℃ seharusnya dapat
menekan pertumbuhan bakteri sehingga laju pertumbuhan bakteri tidak terlalu
tinggi dibandingkan dengan susu yang disimpan pada suhu ruang.
Ketidaksesuaian hasil yang didapat dengan pernyataan yang ada dapat
disebabkan karena pada proses pemupukan bakteri, pemupukan dilakukan dengan

6
tidak steril sehingga terdapat bakteri dari tangan dan udara seperti Staphylococcus
aureus yang masuk ke dalam media (Cahyono et al., 2013).
4.1.2 Pengaruh Waktu Penyimpanan terhadap Jumlah Total Bakteri pada
Susu
Berdasarkan Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa pada susu yang disimpan pada
suhu ruang memiliki penurunan jumlah bakteri dari hari ke-0 hingga hari ke-7,
sedangkan pada susu yang disimpan pada suhu kulkas mengalami kenaikan
jumlah bakteri dari hari ke-0 hingga hari ke-7. Menurut Teme et al. (2019),
semakin lama waktu penyimpanan susu, akan berdampak pada jumlah mikroba
yang ada pada susu, dimana semakin lama susu disimpan, maka mikroba akan
semakin banyak karena kandungan nutrisi yang baik pada susu membuat susu
menjadi media yang baik bagi mikroba untuk berkembang biak. Sehingga terdapat
ketidaksesuaian pada hasil dengan pernyataan yang ada, dimana seharusnya susu
yang disimpan pada suhu ruang mengalami kenaikan jumlah bakteri dan bukan
sebaliknya.
4.2 Pengaruh Suhu dan Waktu terhadap Jumlah Total Kapang dan
Khamir pada Susu
Susu pada praktikum ini diletakan pada kondisi suhu dan lama waktu yang
berbeda untuk melihat bagaimana pengaruh penyimpanan yang dilakukan
terhadap karakteristik mikrobiologis susu dengan perlakuan penyimpanan pada
lemari es dan pada suhu ruang serta waktu penyimpanan hari ke-0 dan ke-7.
Berikut adalah tabel hasil data kapang khamir yang diperoleh pada susu.
Tabel 4.2 Hasil perhitungan total kapang khamir pada susu

Suhu Penyimpanan Waktu Penyimpanan Total Kapang Khamir

3
Hari ke-0 5,5 x 10 CFU/ml
Suhu Ruang
4
Hari ke-7 1,6 x 10 CFU/ml
3 2
Hari ke-0 <1,0 x 10 (3, 0 𝑥 10 )
CFU/ml
Suhu Kulkas
3 1
Hari ke-7 <1,0 x 10 (5, 0 𝑥 10 )
CFU/ml

7
4.2.1 Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Jumlah Total Kapang dan
Khamir pada Susu
Berdasarkan data pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah kapang
3
khamir pada suhu ruang pada hari ke-0 dan ke-7 adalah sebanyak 5,5 x 10
4
CFU/ml dan 1,6 x 10 CFU/ml sedangkan pada suhu kulkas pada hari ke-0 dan
3 2 3 1
ke-7 adalah <1,0 x 10 (3, 0 𝑥 10 ) CFU/ml dan <1,0 x 10 (5, 0 𝑥 10 ) CFU/ml.
Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa pertumbuhan kapang dan
khamir pada suhu ruang berjumlah lebih banyak dibandingkan jumlah yang
tumbuh pada suhu ruang, hal ini sesuai dengan teori yang ada dimana kapang dan
khamir akan cenderung tumbuh lebih baik pada suhu ruang (25-35℃) dan jika
kondisi lingkungan pertumbuhan pada lemari es maka kapang pertumbuhan
kapang akan terhambat oleh kebutuhan air dan pH sehingga penyimpanan pada
kulkas dapat menghambat pertumbuhan kapang dan khamir serta memperpanjang
umur simpan susu (Waluyo, 2007).
4.2.2 Pengaruh Waktu Penyimpanan terhadap Jumlah Total Kapang dan
Khamir pada Susu
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu simpan
maka semakin tinggi jumlah kapang dan khamir hal ini dikarenakan semakin lama
waktu simpan maka maka semakin banyak waktu untuk kapang dan khamir untuk
beradaptasi dan berkembang biak dengan cara membelah sel secara logaritmik
dan akan terus meningkat selama nutrisi yang dibutuhkan tersedia (Fifendy &
Biomed, 2017).
4.3 Pengaruh Suhu dan Waktu terhadap Jumlah Total Bakteri pada Roti
Pada percobaan aspek mikrobiologis pada roti, terdapat perbedaan suhu
dan waktu penyimpanan yang diuji pada roti untuk melihat apakah suhu dan
waktu penyimpanan berpengaruh pada jumlah total bakteri pada roti. Roti yang
dipakai dalam percobaan tersebut adalah roti dengan ukuran 4x4cm. Bakteri yang
biasa tumbuh pada roti adalah Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Staphylococcus
aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Staphylococcus saprophyticus (Ijah et
−1 −3
al., 2014). Pada hari ke-0, pemupukan dilakukan pada 10 hingga 10 ,
−2 −4
sedangkan pada hari ke-7, pemupukan dilakukan pada 10 hingga 10 .

8
Pemupukan dilakukan secara duplo untuk setiap tingkat pemupukan. Tabel 4.3
menunjukkan hasil perhitungan total bakteri pada roti.
Tabel 4.3 Hasil perhitungan total bakteri pada roti

Suhu Penyimpanan Waktu Penyimpanan Total Bakteri

3
Hari ke-0 2,8 x 10 CFU/cm2
Suhu Ruang
4
Hari ke-7 8,6 x 10 CFU/cm2

3
Hari ke-0 1,1 x 10 CFU/cm2
Suhu Kulkas
2
Hari ke-7 2,8 x 10 CFU/cm2

4.3.1 Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Jumlah Total Bakteri pada


Roti
Pada Tabel 4.4, dapat dilihat pengaruh suhu penyimpanan terhadap jumlah
total bakteri pada roti. Suhu penyimpanan pada roti yang diuji yaitu pada suhu
◦ ◦
ruang dan suhu kulkas. Suhu ruang kurang lebih antara suhu 20 𝐶 - 25 𝐶,

sedangkan suhu kulkas adalah suhu kurang dari 4 𝐶. Tabel 4.4 menunjukkan hasil
perhitungan total bakteri berdasarkan suhu penyimpanan yang berbeda.
Tabel 4.4 Hasil perhitungan total bakteri berdasarkan suhu penyimpanan yang berbeda

Suhu Penyimpanan Total Bakteri

Suhu Ruang 3
2,8 x 10 CFU/cm2

Suhu Kulkas 3
1,1 x 10 CFU/cm2

Berdasarkan Tabel 4.4, dapat dilihat bahwa total bakteri terbanyak ada
3
pada roti yang disimpan suhu ruang yaitu 2,8 x 10 CFU/cm2. Hasil percobaan
tersebut sudah sesuai dengan teori. Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan
yang paling penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Suhu

optimal pertumbuhan bakteri adalah 37 𝐶. Pada suhu ruang, bakteri pada roti
dapat lebih mudah tumbuh dibandingkan bakteri pada roti yang disimpan pada
suhu kulkas. Suhu penyimpanan yang lebih rendah seperti suhu kulkas dapat
memperpanjang umur simpan pada roti karena pendinginan dapat menghambat

9
pertumbuhan bakteri. Dapat disimpulkan bahwa suhu penyimpanan berpengaruh
terhadap jumlah total bakteri pada roti (Mizana et al., 2016; Indrianty, 2010).

4.3.2 Pengaruh Waktu Penyimpanan terhadap Jumlah Total Bakteri pada


Roti
Pada Tabel 4.5, dapat dilihat pengaruh waktu penyimpanan terhadap
jumlah total bakteri pada roti. Waktu penyimpanan pada roti yaitu pada hari ke-0
dan hari ke-7. Tabel 4.5 menunjukkan hasil perhitungan total bakteri berdasarkan
waktu penyimpanan yang berbeda.
Tabel 4.5 Hasil perhitungan total bakteri berdasarkan waktu penyimpanan yang berbeda

Waktu Penyimpanan Total Bakteri

Hari ke-0 3
2,8 x 10 CFU/cm2

Hari ke-7 4
8,6 x 10 CFU/cm2

Pada Tabel 4.5, dapat dilihat bahwa jumlah total bakteri terbanyak ada
4
pada roti pada hari ke-7 yaitu 8,6 x 10 CFU/cm2. Hasil percobaan tersebut sudah
sesuai dengan teori. Roti merupakan salah satu makanan yang mudah busuk
dengan masa simpan rata-rata 3-4 hari. Pembusukan roti disebabkan oleh
rusaknya protein dan pati yang disebabkan oleh mikroorganisme pembusuk.
Selama waktu penyimpanan roti, bakteri mengalami fase logaritmik. Fase
logaritmik merupakan fase dimana sel bakteri akan tumbuh dan membelah diri
secara eksponensial sampai jumlah maksimum yang dibantu oleh kondisi
lingkungan yang sesuai. Semakin lama waktu penyimpanan, maka semakin
banyak jumlah bakteri yang tumbuh pada roti. Dapat disimpulkan bahwa waktu
penyimpanan berpengaruh terhadap jumlah total bakteri pada roti (Mizana et al.,
2016 ; Indrianty, 2010).

4.4 Pengaruh Suhu Dan Waktu Terhadap Jumlah Total Kapang dan
Khamir pada Roti
Pada percobaan aspek mikrobiologis pada roti, penyimpanan selama
jangka waktu serta suhu yang berbeda dilakukan untuk melihat pengaruhnya
terhadap aspek mikrobiologis roti, pada kasus ini kapang dan khamir. Roti yang

10
dipakai dalam percobaan tersebut adalah roti dengan ukuran 4x4cm. Pada hari
ke-0, pemupukan dilakukan pada 10-1 hingga 10-3, sedangkan pada hari ke-7,
pemupukan dilakukan pada 10-2 hingga 10-4 pada media acidified potato dextrose
agar untuk melihat pertumbuhan kapang dan khamir. Pemupukan dilakukan
secara duplo untuk setiap tingkat pemupukan.
4.4.1 Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Jumlah Total Kapang dan
Khamir pada Roti
Berikut adalah tabel 4.6 yang menunjukkan hasil perhitungan total kapang
dan khamir pada roti berdasarkan suhu penyimpanan yang berbeda.

Tabel 4.6 Hasil perhitungan total kapang & khamir berdasarkan suhu penyimpanan yang berbeda

Suhu Penyimpanan Total Kapang dan


Khamir

3
1,1 x 10 CFU/cm2
Suhu Ruang 3 7
>2,5 x 10 (2, 2𝑥 10 )
CFU/cm2

2 2
<2,5 x 10 (1, 1 𝑥 10 )
CFU/cm2
Suhu Kulkas
5
1,7 x 10 CFU/cm2

Berdasarkan data pada tabel, roti yang disimpan pada suhu ruang memiliki
lebih banyak pertumbuhan kapang dan khamir daripada roti yang disimpan pada
suhu kulkas. Bahkan, untuk roti hari ke-7 yang disimpan pada suhu ruang, hasil
pertumbuhannya cukup berbeda drastis daripada roti hari ke-7 yang disimpan di
dalam kulkas dengan pertumbuhan kapang dan khamir yang terlihat jelas. Akibat
proses pemanggangan yang merusak spora kapang dan khamir, kontaminasi yang
biasa terjadi pada roti datang dari udara sekitar, pekerja, mesin, konsumen, dan
terutama lingkungan penyimpanannya. Menurut Legan (1993), kapang dan
khamir yang sering ditemukan dalam proses pembusukan roti adalah Penicillium
spp., Aspergillus spp., dan Cladosporium sp.
Pertumbuhan kapang dan khamir dapat dihambat dengan penyimpanan di
dalam suhu kulkas. Hal ini disebabkan oleh suhu kulkas yang tidak ideal dengan

11
kebutuhan kapang dan khamir untuk memfasilitasi pertumbuhan yang optimal,
sehingga suhu kulkas dapat memperlambat pertumbuhan kapang dan khamir
(Alpers et al., 2021).
4.4.2 Pengaruh Waktu Penyimpanan terhadap Jumlah Total Kapang dan
Khamir pada Roti
Berikut adalah tabel 4.7 yang menunjukkan hasil perhitungan total kapang
dan khamir pada roti berdasarkan suhu penyimpanan yang berbeda.

Tabel 4.7 Hasil perhitungan total kapang & khamir berdasarkan waktu penyimpanan yang berbeda

Suhu Penyimpanan Total Kapang dan


Khamir

3
1,1 x 10 CFU/cm2
Hari ke-0 2 2
<2,5 x 10 (1, 1 𝑥 10 )
CFU/cm2

3 7
>2,5 x 10 (2, 2𝑥 10 )
CFU/cm2
Hari ke-7
5
1,7 x 10 CFU/cm2

Berdasarkan data pada tabel, roti yang disimpan dengan jangka waktu
yang lebih pendek memiliki lebih sedikit pertumbuhan kapang dan khamir
daripada roti yang disimpan dengan jangka waktu 7 hari. Perbedaan di antara
keduanya cukup drastis, bahkan pada roti yang disimpan di suhu kulkas selama 7
hari.
Waktu penyimpanan yang lebih lama semakin menurunkan tingkat
penerimaan konsumen terhadap roti, akibat staling serta pertumbuhan mikroba
yang terjadi pada roti (Alpers et al. 2021). Semakin lama waktu
penyimpanannya, semakin lama roti terekspos terhadap lingkungan
penyimpanannya, sehingga akan memicu pertumbuhan kapang dan khamir akibat
kontaminasi dari lingkungan penyimpanannya. Hal ini khususnya banyak terjadi
pada roti dengan kondisi penyimpanan yang sesuai dengan kondisi pertumbuhan
kapang dan khamir yang ideal, seperti suhu serta kelembapan yang sesuai.

12
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan ini, dapat disimpulkan bahwa suhu dan waktu


penyimpanan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba bakteri, kapang, serta
khamir pada susu dan roti. Suhu penyimpanan yang lebih rendah pada suhu
kulkas dapat menghambat pertumbuhan mikroba, sementara suhu penyimpanan
pada suhu ruang dapat memicu pertumbuhan mikroba. Waktu penyimpanan yang
lebih lama juga meningkatkan kemungkinan pertumbuhan mikroba pada susu dan
roti, terutama jika penyimpanan dilakukan pada kondisi yang ideal untuk
pertumbuhan mikroba.

13
DAFTAR PUSTAKA

Alpers, T., Kerpes, R., Frioli, M., Nobis, A., Hoi, K. I., Bach, A., Jekle, M., &
Becker, T. (2021). Impact of Storing Condition on Staling and Microbial
Spoilage Behavior of Bread and Their Contribution to Prevent Food
Waste. In Foods (Vol. 10, Issue 1, p. 76). MDPI AG.
https://doi.org/10.3390/foods10010076
Cahyono, D., M. C. Padaga, dan M. E. Sawitri. 2013. Kajian Kualitas
Mikrobiologis ( Total Plate Count (TPC), Enterobacteriaceae Dan
Staphylococcus aureus ) Susu Sapi Segar di Kecamatan Krucil Kabupaten
Probolinggo. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak 8(1): 1-8.
Cappucino, James G., and Natalie Sherman. 2014. Microbiology : A Laboratory
Manual. United States of America: Pearson Education.
Fifendy, M. dan Biomed, M. 2017. Mikrobiologi Edisi Pertama. Depok : Kencana.
Ijah, U.J.J., Auta, H.S., Aduloju, M.O., dan Aransiola, S.A. 2014.
Microbiological, Nutritional, and Sensory Quality of Bread Produced from
Wheat and Potato Flour Blends. International Journal of Food Scrience.
Indrianty, Y. 2010. Higiene Dan Sanitasi Pengolahan Roti Pada Pabrik Roti Di
Desa Kampung Lalang Kecamatan Sunggal Medan Tahun. Skripsi.
Sumatera Utara:Universitas Sumatera Utara Medan
Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Roti. Seri Teknologi Pangan Populer.
Ebook Pangan.com.
Legan, J. D. (1993). Mould spoilage of bread: the problem and some solutions. In
International Biodeterioration &amp; Biodegradation (Vol. 32, Issues 1–3,
pp. 33–53). Elsevier BV. https://doi.org/10.1016/0964-8305(93)90038-4
Lestari, L.A., E. Harmayani, T. Utami, P. M. Sari, dan S. Nurviani. 2018.
Dasar-Dasar Mikrobiologi Makanan di Bidang Gizi dan Kesehatan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mizana, et.al. 2016. Identifikasi Pertumbuhan Jamur Aspergillus sp Pada Roti
Tawar Yang Dijual Di Kota Padang Berdasarkan Suhu Dan Lama
Penyimpanan. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol. 5. No. 2. 355 – 360
Walluyo, L. 2007. Mikrobiologi Umum. UMM Press, Malang.

14
LAMPIRAN

● Perhitungan jumlah total bakteri pada susu


- Hari ke-0, suhu ruang
Σ𝐶
N= ((1 𝑥 𝑛1)+(0,1 𝑥 𝑛2)+(0,01 𝑥 𝑛3)) 𝑥 𝑑

115 + 210 + 97
= −2
((1 𝑥 2 )+(0,1 𝑥 1)) 𝑥 10

422
= −2
2,1 𝑥 10

2
= 200,95 x 10
4
= 2,0 x 10 CFU/ml
- Hari ke-0, suhu kulkas
Jumlah koloni = rata-rata jumlah koloni x 1/d
−1
= 1 x 1/10
1
= 1,0 x 10 CFU/ml
N = <25 x 1/d (jumlah koloni) CFU/ml
−1 1
= <25 x 1/10 (1, 0 𝑥 10 )
2 1
= <2,5 x 10 (1, 0 𝑥 10 ) CFU/ml
- Hari ke-7, suhu ruang
Jumlah koloni = rata-rata jumlah koloni x 1/d
−2
= 5 x 1/10
2
= 5,0 x 10 CFU/ml
N = <25 x 1/d (jumlah koloni) CFU/ml
−2 2
= <25 x 1/10 (5, 0 𝑥 10 )

15
3 2
= <2,5 x 10 (5, 0 𝑥 10 ) CFU/ml
- Hari ke-7, suhu kulkas
Σ𝐶
N= ((1 𝑥 𝑛1)+(0,1 𝑥 𝑛2)+(0,01 𝑥 𝑛3)) 𝑥 𝑑

80 + 26
= −4
((1 𝑥 2 )) 𝑥 10

106
= −4
2 𝑥 10

4
= 53 x 10
5
= 5,3 x 10 CFU/ml
● Perhitungan jumlah total kapang dan khamir pada susu
- Hari ke-0, suhu ruang
55
N= −2
((1 𝑥 1)) 𝑥 10

55
= −2
1 𝑥 10

2
= 55 x 10
3
= 5,5 x 10 CFU/ml
- Hari ke-0, suhu kulkas
Jumlah koloni = rata-rata jumlah koloni x 1/d
−2
= 3 x 1/10
2
= 3,0 x 10 CFU/ml
N = <10 x 1/d (jumlah koloni) CFU/ml
−2 2
= <10 x 1/10 (3, 0 𝑥 10 )
3 2
= <1,0 x 10 (3, 0 𝑥 10 ) CFU/ml
- Hari ke-7, suhu ruang
15 + 17
N= −3
((1 𝑥 2)) 𝑥 10

32
= −3
2 𝑥 10

3
= 16 x 10
4
= 1,6 x 10 CFU/ml
- Hari ke-7, suhu kulkas

16
Jumlah koloni = rata-rata jumlah koloni x 1/d
−2
= 0,5 x 1/10
1
= 5,0 x 10 CFU/ml
N = <10 x 1/d (jumlah koloni) CFU/ml
−2 1
= <10 x 1/10 (5, 0 𝑥 10 )
3 1
= <1,0 x 10 (5, 0 𝑥 10 ) CFU/ml

● Perhitungan jumlah total bakteri pada roti


- Hari ke-0, suhu ruang
Σ𝐶
N= ((1 𝑥 𝑛1)+(0,1 𝑥 𝑛2)) 𝑥 𝑑

159 + 198 25 𝑚𝑙
= −1 𝑥 16 𝑐𝑚
((1 𝑥 2 )+(0,1 𝑥 0)) 𝑥 10

2 25 𝑚𝑙
= 1,8 x 10 𝑥 16 𝑐𝑚

3
= 2,8 x 10 CFU/cm2
- Hari ke-0, suhu kulkas
69 + 69 25 𝑚𝑙
N = −1 𝑥 16 𝑐𝑚
((1 𝑥 2 )+(0,1 𝑥 0)) 𝑥 10

2 25 𝑚𝑙
= 6,9 x 10 𝑥 16 𝑐𝑚

3
= 1,1 x 10 CFU/cm2
- Hari ke-7, suhu ruang
54+56 25 𝑚𝑙
N = −4 𝑥 16 𝑐𝑚
((1 𝑥 2 )+(0,1 𝑥 0)) 𝑥 10

4 25 𝑚𝑙
= 5,5 x 10 𝑥 16 𝑐𝑚

4
= 8,6 x 10 CFU/cm2

- Hari ke-7, suhu kulkas


19+17 25 𝑚𝑙
N= −2 𝑥 16 𝑐𝑚
((1 𝑥 2 )+(0,1 𝑥 0)) 𝑥 10

2 25 𝑚𝑙
= 1,8 x 10 𝑥 16 𝑐𝑚

2
= 2,8 x 10 CFU/cm2

17
● Perhitungan jumlah total kapang dan khamir pada roti
- Hari ke-0, suhu ruang
84 + 52 25 𝑚𝑙
N = −1 𝑥 16 𝑐𝑚
((1 𝑥 2 )+(0,1 𝑥 0)) 𝑥 10

2 25 𝑚𝑙
= 6,8 x 10 𝑥 16 𝑐𝑚

3
= 1,1 x 10 CFU/cm2
- Hari ke-7, suhu ruang
N = rata-rata jumlah koloni x 1/d
5 25 𝑚𝑙
N = 1388 x 1/10 𝑥 16 𝑐𝑚

3 7
= >2,5 x 10 (2, 2 𝑥 10 ) CFU/cm2
- Hari ke-0, suhu kulkas
N = rata-rata jumlah koloni x 1/d
−1 25 𝑚𝑙
N = 8,5 x 1/10 𝑥 16 𝑐𝑚

2 2
= <2,5 x 10 (1, 1 𝑥 10 ) CFU/cm2
- Hari ke-7, suhu kulkas
118 + 91+28 25 𝑚𝑙
N = −3 𝑥 16 𝑐𝑚
((1 𝑥 2 )+(0,1 𝑥 1)) 𝑥 10

5 25 𝑚𝑙
= 1,1 x 10 𝑥 16 𝑐𝑚

5
= 1,7 x 10 CFU/cm2

18

Anda mungkin juga menyukai