ABSTRACT
Rice is a major commodity in Indonesia. In the free trade era, the local rice should
be able to compete with imported products. Consequently, the availability of rice not only in
quantity but also consider the quality aspects. This study aims to analyze the quality of the
rice and the handling compliance level in order to do the proper improvement measures. The
results showed that 38 percent of the rice samples analyzed did not apropriate with SNI, 31
percent on the quality V, 15 percent in grade IV and 15 percent in the third quality. The
highest handling level average was 78 percent in RMU and 67% in farmer, while the lowest
of the rice supply chain was 39% in merchant.
Key words: Rice, quality, handling.
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Volume 11 Nomor 1 – Juni 2013 113
beras lokal mampu bertahan ditengah Untuk itu penelitian ini bertujuan
serbuan beras impor. untuk menganalisis mutu beras dan tingkat
Kerusakan bahan pangan seringkali pananganan disepanjang rantai pasoknya
terjadi pada proses peyimpanan yang agar dapat dilakukan langkah-langkah
kurang memenuhi standar. Menurut perbaikan yang tepat.
Astawan (2004), Penyimpanan beras harus
dilakukan dengan baik untuk melindungi METODE PENELITIAN
beras dari pengaruh cuaca, mencegah hama Penelitian dilaksanakan di
dan menghambat perubahan mutu serta Kabupaten Karanganyar pada bulan Juli s/d
nilai gizi beras. Penyimpanan beras dalam September 2012. Penelitian ini merupakan
waktu yang lama dengan kondisi yang penelitian deskriptif eksploratif. Penelitian
kurang baik akan menyebabkan perubahan deskriptif bermaksud membuat pemerian
pada bau dan rasa beras. Kerusakan ini (penyandraan) secara sistematis, factual dan
terutama disebabkan ketengikan yang akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat
terjadi pada kandungan lemak beras populasi tertentu (Usman dan Akbar,
sehingga menimbulkan bau apek. Bau apek 2008). Untuk mendukung deskripsi data
dari beras giling yang telah lama disimpan dilakukan pengujian laboratorium terkait
disebabkan oleh senyawa-senyawa karbonil mutu beras. Evaluasi cara penanganan beras
yang bersifat tengik, yaitu senyawa- dilakukan survey dari tingkat petani sampai
senyawa hasil oksidasi lemak dengan ke pedagang. Titik terminal pada rantai
oksigen dari udara. pasca panen yang baik pasok beras yaitu pada petani –
akan berdampak positif terhadap kualitas penebas/RMU- pedagang (grosir + eceran).
gabah konsumsi, benih dan beras, oleh Pada setiap rantai pasok diambil 3 (tiga)
karena itu penanganan pasca panen perlu responden yang diambil secara purposive
mengikuti persyaratan GAP (Good dan pada tiap-tiap responden diambil
Agricultural Practices) dan SOP (Standart sampel beras untuk pengujian mutu beras,
Operasional Procedure). Dengan demikian sehingga masing-masing terdapat 9
beras yang dihasilkan memiliki mutu fisik responden dan 12 sampel beras ditambah 1
dan gizi yang baik sehingga mempunyai sampel beras raskin.
daya saing yang tinggi (Setyono, 2010).
114 Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Volume 11 Nomor 1 – Juni 2013
Alat dan bahan yang dibutuhkan meliputi 6) Butir beras mengapur.- Pemisahan
pinset, neraca analitik, neraca kaki tiga, manual, penimbangan. Dilakukan pada
beaker glass, sampel beras. 100 gram contoh beras. Butir kapur,
Prosedur Grading beras yaitu butir beras yang separuh bagian
1) Benda asing.- Pemisahan manual. atau lebih berwarna putih seperti kapur
Dilakukan pada 100 gram sampel beras. dan bertekstur lunak yang disebabkan
2) Butir gabah.- Pemisahan manual. faktor fisiologis.
Dilakukan pada 100 gram sampel beras. 7) Butir beras menguning.-Pemisahan
3) Beras kepala. Pemisahan manual, manual, penimbangan. Dilakukan pada
penimbangan. Dilakukan pada100 gram 100 gram contoh beras. Butir kuning,
contoh beras. Beras kepala, yaitu butir yaitu butir beras utuh, beras kepala,
beras sehat maupun cacat yang beras patah, dan menir yang berwarna
mempunyai ukuran lebih besar atau kuning atau kuning kecoklatan
sama dengan 75% bagian dari butir
beras utuh. Evaluasi Penanganan Mutu Beras
4) Beras patah.- Pemisahan manual, Sementara praktek penanganan beras,
penimbangan. Dilakukan pada 100 dilakukan secara deskriptif. Parameter yang
gram contoh beras. Beras patah, yaitu akan diamati meliputi: Pemeriksaan
butir beras sehat maupun cacat yang Kesesuaian Penanganan Gabah dan Beras
mempunyai ukuran lebih besar dari yang Baik menggunakan checklist Good
25% sampai dengan lebih kecil 75% Handling Practices (GHPs) setelah panen
bagian dari butir beras utuh. padi, Good Manufacturing Practices
5) Butir menir.- Pemisahan manual, (GMPs) pada Rice Milling Unit (RMU),
penimbangan. Dilakukan pada 100 Good Warehouse Practices (GWPs) pada
gram contoh beras. Butir menir, yaitu Pedagang Beras. Penilaian tingkat
butir beras sehat maupun cacat yang kesesuaian (%) setiap responden pada
mempunyai ukuran lebih kecil dari 25% setiap rantai pasok beras dihitung dengan
bagian butir beras utuh. menggunakan rumus sebagai berikut:
Tingkat kesesuaian tersebut kemudian dapat dianalisa per tahap rantai pasok
ditampilkan dalam bentuk grafik, sehingga berasnya.
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Volume 11 Nomor 1 – Juni 2013 115
Tabel 1. Data luas panen, rata-rata produksi dan produksi padi sawah di Kabupaten
Karanganyar.
Tahun Luas Panen Rata-rata Produksi Produksi
(ha) (ton) (ton)
2010 48.783 60,17 293.527
2009 47.545 59.26 281.775
2008 45.274 59,61 269.884
2007 42.013 57,37 241.037
2006 42.402 55,67 236.033
Rata-rata 45.2034 58.416 264.4512
Sumber: BPS 2007-2011.
Rantai pasok beras di Kabupaten Kedua, dari Petani - RMU - pedagang kecil
Karanganyar memiliki beberapa jalur yang - konsumen. Ketiga, Petani - RMU -
dapat dilihat pada Gambar 1, pertama, konsumen. Pada beberapa tempat, RMU
petani - Penebas - RMU - pedagang besar juga bertindak sebagai petani, penebas,
(grosir) - pedagang kecil - konsumen. pedagang besar dan pengecer.
Solo Raya
Grosir luar
daerah
Berdasarkan analisa mutu beras pada mutu III. Penentuan standar SNI lebih
yang dilakukan yang ditampilkan pada ditentukan kepada persentase beras kepala.
Tabel 2, diketahui bahwa dari 13 sampel Pada mutu I menghendaki syarat beras
beras 5 sampel tidak memenuhi SNI (38%), kepala min 95%, mutu II min 89 %, mutu
4 sampel (31%) pada mutu V, 2 sampel III min 78%, mutu IV min 73 % dan mutu
(15%) pada mutu IV dan 2 sampel 15% V min 60%.
116 Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Volume 11 Nomor 1 – Juni 2013
Tabel 2. Standar Mutu Beras Di Kabupaten Karanganyar Sesuai SNI.
Ka B. B. B. B. B. Kung B. Benda Butir
Kepala Patah Menir Merah + rusak Kapur Asing Gabah Mutu
Sampel
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (butir/ Beras
100 g)
Petani 1 14.18 52.98 45.82 0.00 0.00 0.00 1.20 0.00 0.00 *
Petani 2 12.71 63.48 30.04 0.00 0.00 0.00 6.49 0.00 0.00 V
Petani 3 13.43 84.58 15.15 0.00 0.00 0.00 0.13 0.13 0.00 III
RMU 1 12.57 73.62 24.50 0.00 0.00 0.00 1.88 0.00 0.00 IV
RMU 2 12.24 66.09 31.38 0.00 0.00 0.00 2.38 0.15 0.00 V
RMU 3 13.11 68.34 27.19 0.00 0.00 0.00 4.47 0.00 0.00 V
Grosir 1 12.09 69.38 24.88 0.00 0.00 0.00 5.66 0.09 0.00 V
Grosir 2 11.59 56.03 41.20 0.00 0.00 0.00 2.04 0.73 0.00 *
Grosir 3 11.57 57.19 38.99 0.00 0.00 0.00 3.65 0.17 0.00 *
Pengecer 1 12.20 86.86 12.93 0.00 0.00 0.00 0.21 0.00 0.00 III
Pengecer 2 12.89 73.04 20.05 0.00 0.00 0.00 6.77 0.14 0.00 IV
Pengecer 3 11.08 52.64 40.18 0.00 0.00 0.00 7.05 0.13 0.00 *
Raskin 12.53 43.39 51.59 0.00 0.00 0.00 3.42 1.60 0.00 *
Keterangan: * Tidak memenuhi SNI
Rendahnya mutu beras terutama 2006). Kehilangan hasil padi selama proses
disebabkan karena tingginya prosentase penggilingan berkisar antara 1,2-2,6%
beras patah. Beras patah merupakan butir (Dinas Pertanian Provinsi Bali 2006; Dinas
beras sehat maupun cacat yang mempunyai Pertanian Provinsi Jawa Tengah 2006;
ukuran lebih besar dari 25% sampai dengan Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan
lebih kecil dari 75% bagian dari butir beras Selatan 2006; Dinas Pertanian Provinsi
utuh (Soerjandoko, 2010). Prosentase beras Lampung 2006 dalam Setyono, 2010).
kepala sangat dipengaruhi oleh banyaknya Selain itu, tingginya persentase beras patah
persentase beras patah. Salah satu penyebab (lebih dari 30%) juga dapat disebabkan oleh
tingginya persentase beras patah ialah saat tingginya intensitas serangan organisme
penggilingan dan penyosohan di RMU yang pengganggu tanaman (OPT), kebanjiran
umumnya belum menerapkan sistem dan kekeringan dapat menurunkan kualitas
jaminan mutu, bahkan sebagian besar gabah-beras menjadi di luar kualitas SNI.
belum mengetahui standar mutu beras,
sehingga beras yang dihasilkan bermutu Tingkat Kesesuian Praktek Penanganan
rendah. Hasil penelitian di lima provinsi Kondisi mutu beras sangat
sentra produksi padi menunjukkan sekitar dipengaruhi oleh praktek penanganannya.
90% unit penggilingan padi menghasilkan Berdasarkan hasil evaluasi paraktek
beras bermutu rendah karena kadar beras penanganan pasca panen beras yang
pecah lebih dari 25%. Hal ini disebabkan ditampilkan pada Gambar 2. diperoleh data
oleh kesalahan penjemuran dengan bahwa rerata kesesuaian tertinggi di tingkat
ketebalan gabah sekitar 3 cm atau terlalu RMU sebesar 78% selanjutnya ditingkat
tipis (Setyono et al., 2008). Kehilangan petani 64% dan terendah ditingkat
hasil dipengaruhi oleh umur, tipe, dan tata pedagang (grosir) 45%.
letak mesin penggilingan (Setyono et al.,
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Volume 11 Nomor 1 – Juni 2013 117
Tingkat kesesuaian dengan Good Practice (%)
Gambar 2. Tingkat Kesesuaian Praktek Penanganan Gabah dan Beras dengan GPs checklist
pada tingkat petani, RMU, pedagang (grosir).
Berikut ini kondisi tingkat penanganan di tingkat petani, RMU, pedagang ditampilkan
pada Tabel 1, 2 dan 3.
Kesesuaian Praktek Penanganan Beras Pada Petani
Tabel 1. Tingkat Kesesuian Praktek Penanganan Gabah Pada Petani.
Kesesuaian dengan
GHP (%)
No Uraian
Perlu
Sesuai
Perbaikan
Penanganan dan sortasi awal
1 Hasil panen yang berupa gabah telah diperlakukan dengan
100% 0%
hati-hati agar tidak kotor, berjamur, rnembusuk
2 Hasil panen produksi gabah disortasi antara yang baik 67% 33%
Pembersihan hasil panen
3 Pembersihan hasil panen dari kotoran dan OPT 100% 0%
4 Pembersihan sudah dilakukan dengan hati-hati agar padi
100% 0%
tidak menjadi cacat
5 Produk cacat sudah dipisahkan dan tidak dipasarkan
100% 0%
sebagai produk segar
Pengeringan gabah
6 Pengeringan gabah dengan cara penjemuran matahari
sudah dilakukan di lapangan yang sudah disemen atau 67% 33%
dengan alas yang bersih
Klasifikasi dan penetapan mutu gabah
7 Hasil panen yang sudah dijernur dan dibersihkan telah
dilakukan pengkelasan sesuai dengan standard yang 0% 100%
berlaku (SNI)
8 Hasil panen telah diklasifikasikan sesuai dengan kelas
0% 100%
standar mutunya
118 Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Volume 11 Nomor 1 – Juni 2013
Pengepakan atau Pengemasan
9 Produk hasil panen dikemas sesuai dengan kelas produk,
0% 100%
mengikuti ketentuan standard kelas (grading)
10 Kemasan dapat melindungi produk dari kerusakan dalam
100% 0%
pengangkutan dan atau penyimpanan?
11 Bahan kemasan telah disesuaikan dengan sifat produk 100% 0%
12 Kemasan harus kuat, dapat menahan beban tumpukan dan
melindungi fisik dan tahan terhadap goncangan serta dapat 100% 0%
mempertahankan keseragaman?
13 Kemasan diberi label berupa tulisan yang dapat
0% 100%
rnenjelaskan tentang produk yang dikemas
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Volume 11 Nomor 1 – Juni 2013 119
dengan cara membolak-balik gabah, apabila sesuai dengan kelas yang berlaku. Tidak
sinar matahari cukup hanya 2 (dua) hari terdapat perbedaan pada semua kemasan
gabah sudah kering namun pada saat musim produk.
penghujan hampir 5 (lima) hari. Cara Semua responden rata-rata sudah
mengetahui apakah gabah sudah kering memperhatikan proses pengepakan dan
dengan menggigit gabah apabila terdengar pengemasan dengan baik, hal tersebut dapat
bunyi ”kletik” menandakan gabah sudah dilihat dari kemasan yang digunakan yaitu
kering dan siap disimpan. umumnya menggunakan karung goni atau
Sementara itu, penggunaan alas karung plastik yang cukup kuat dan mampu
berupa terpal/plastik juga digunakan oleh melindungi gabah. Karung plastik yang
petani lain karena kondisi halaman yang digunakan umumnya bukan karung plastik
kurang memadai untuk penjemuran. baru namun biasanya adalah karung bekas
Beberapa keuntungan menggunakan terpal pupuk yang sudah dicuci dulu sebelumnya.
adalah: memudahkan pengarungan gabah Namun semua responden belum melakukan
pada akhir penjemuran, memudahkan pelabelan yang berfungsi untuk
penyelamatan gabah apabila hujan datang menjelaskan tentang produk yang dikemas.
tiba-tiba dan juga dapat mengurangi tenaga Gabah dalam kemasan hanya
kerja. Klasifikasi dan penetapan mutu dikelompokkan menurut harga belinya.
gabah 100% responden belum melakukan
pengkelasan sesuai dengan standard yang Kesesuaian Praktek Penanganan Beras
berlaku (SNI) dan kelas standar mutunya. Pada RMU (Rice Mills Unit)
Klasifikasi secara umum hanya berdasarkan Penggilingan merupakan proses
varietas dan umur simpan setelah panen. untuk mengubah gabah menjadi beras.
Karena dari awal tidak dilakukan proses Proses penggilingan antara lain meliputi
pengkelasan maka pada proses pengepakan pengupasan sekam, pemisahan gabah,
atau pengemasan 100% responden belum penyosohan, pengemasan dan
mengemas gabah sesuai dengan kelas penyimpanan. Penggilingan dikerjakan di
produk dan juga belum mengikuti ketentuan RMU atau masyarakat setempat menyebut
standar kelas (grading) beras, atau belum ”selepan”.
Tabel 2. Tingkat Kesesuaian Praktek Penanganan Gabah dan Beras Pada RMU.
Kesesuaian dengan GMPs (%)
No Uraian
Sesuai Perlu Perbaikan
1 Gabah yang akan digiling telah memenuhi standar
100% 0%
minimal untuk pemrosesan.
2 Sebelum penggilingan, bahan asing seperti batu,
batang padi, tanah dan kotoran sudah dipisahkan 0% 100%
dari padi (cleaning).
3 Alat-alat penggilingan sudah bersih dan bebas dari
33% 67%
kontaminasi (bau, oli, dll).
4 Semua tempat penampungan beras hasil giling harus
67% 33%
bersih dan terbebas dari kontaminan
5 Karung atau kemasan yang akan digunakan harus
100% 0%
bebas dari kontaminan
120 Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Volume 11 Nomor 1 – Juni 2013
Kesesuaian dengan GMPs (%)
No Uraian
Sesuai Perlu Perbaikan
6 Petugas yang melakukan proses penggilingan,
grading maupun sortasi dan pengarungan sudah 0% 100%
memperhatikan kebersihan dan kesehatan.
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Volume 11 Nomor 1 – Juni 2013 121
dan layak untuk semua pekerja dan juga Pedagang beras memiliki peran
belum menggunakan sarung tangan untuk yang sangat penting dalam jalur rantai
menghindari adanya sentuhan langsung pasok beras karena umumnya penyimpanan
dengan beras yang dapat menyebabkan beras pada titik ini lebih lama jika
kontaminasi apabila kondisi tangan kotor. dibandingkan petani dan RMU. Tingkat
kesesuaian praktek penanganan beras pada
Kesesuaian Praktek Penanganan Beras pedagang ditampilkan pada tabel di bawah
Pada Pedagang Beras ini.
122 Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Volume 11 Nomor 1 – Juni 2013
dikemas dengan cukup baik yaitu dalam dikeluarkan berdasarkan masa simpan
karung plastik berukuran 25 kg atau sehingga tidak terdapat beras yang terlalu
kantong plastik transparan berukuran 5 kg. lama di gudang.
Kemasan yang layak mendukung beras Faktor K3 di gudang belum
dalam kondisi ruang penyimpanan dan suhu diperhatikan secara baik, hanya 33% yang
yang dapat mengganggu sensitifitas produk. melakukan pembersihan gudang secara
Sebagian besar responden (67%) rutin dan menyeluruh bukan hanya lantai
sudah memperhatikan aturan standar tapi langit-langit rumah juga dibersihkan.
tumpukan, aturan penyimpanan yang baik, Rendahnya persentase kesesuaian pada
yaitu ada ruang untuk kontrol, maksimal grosir beras, disebabkan oleh pengendalian
tumpukan, dan tidak disatukan dengan hama tikus dengan racun tikus/memelihara
barang-barang lain yang dapat burung sriti di lantai dua di atas tempat
mengkontaminasi beras yang disimpan. grosir beras. Gudang hendaknya
Namun masih terdapat reponden yang dibersihkan menyeluruh secara rutin dan
belum memenuhi aturan standar seperti adanya praktek pembasmian tikus
tempat penyimpanan beras berada di lantai sebaiknya dengan perangkap tikus saja
bawah sedangkan lantai atas digunakan untuk menghindari risiko terpaparnya
sebagai sarang burung, kotoran burung residu racun tikus ke beras di sekitarnya.
berhamburan di lantai yang berpotensi Ventilasi kurang memadai (ada
mencemari beras. Terkait dengan drainase yang ditutup papan juga), alas penyimpanan
terdapat 33% responden yang mempunyai beras hanya dari plastik kresek/kardus
sistem drainase yang buruk, di dalam bekas yang terlalu tipis sehingga masih
ruangan terdapat saluran air terbuka yang dapat menyerap kelembaban dari lantai atau
kotor dan terdapat sampah. Namun dengan dua kayu panjang berjajar tak rapi
demikian pada semua responden yang membuat sebagian karung
sebenarnya berada pada lokasi yang bersentuhan dengan lantai. Kelembaban
memiliki lokasi parkir yang baik dan ruang atau lantai berisiko menyebabkan
mempunyai tempat pembuangan sampah meningkatnya kadar air beras yang
yang memadai. disimpan lebih lama dari dua minggu, yang
Semua responden rata-rata memiliki dapat memicu penurunan mutu beras.
gudang yang sudah sesuai standar untuk Apalagi bila sistem penjualannya bukan
penyimpanan beras, yaitu terdapat ventilasi First In First Out pada grosir yang tidak
yang cukup, bebas banjir, tidak bocor dan terlalu laku.
alat penerangan yang tertutup dengan bahan Sedangkan peralatan K3
yang tidak mudah pecah. Namun belum (Kebersihan, Keindahan dan Ketertiban)
dilakukan pamantauan suhu dan untuk mewujudkan lingkungan yang bersih,
kelembaban udara nisbinya secara rutin. rapih dan indah belum tersedia secara
Demikian pula untuk pemeliharaan gudang lengkap. Dalam gudang juga rata-rata
dari sisi kebersihan maupun pengendalian belum memiliki tempat penyimpanan
hama dan burung, pencegahan rayap juga khusus alat-alat yang digunakan dalam
belum dilakukan. Alat-alat handling juga semua proses pemeliharaan gudang
belum diperhatikan kebersihannya. maupun keselamatan kerja. Tidak ada
Sementara itu, pengecekan kualitas beras perlengkapan keselamatan kerja sehingga
yang disimpan sudah dilakukan secara keselamatan pekerja tidak terjamin oleh
periodik. Beras yang disimpan umumnya karena itu perlu tempat khusus untuk alat
tidak terlalu lama berada di gudang antara penanganan beras dan tempat untuk
satu minggu sampai satu bulan. Beras yang menyimpan bahan berbahaya seperti racun
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Volume 11 Nomor 1 – Juni 2013 123
tikus. Hal ini perlu untuk mencegah tidak memenuhi SNI, 31% pada mutu
kontaminasi urin dan kotoran tikus V,
menempel pada alat-alat kerja, dan 15% pada mutu IV dan 15%
kontaminasi racun tikus ke beras. pada mutu III.
KESIMPULAN 2. Rerata kesesuaian tertinggi di tingkat
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RMU sebesar 78% selanjutnya di
sampel beras yang dianalisis 38% tingkat petani 64% dan terendah
ditingkat pedagang (grosir) 45%.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, M. 2010. Diversifikasi Konsumsi Setyono, A., Suismono, Jumali, dan
Pangan Pokok Mendukung Sutrisno. 2006. Studi penerapan
Swasembada Beras. BPTP Banten. teknik penggilingan unggul mutu
Prosiding Pekan Serealia nasional. untuk produksi beras bersertifikat.
http://balitsereal.litbang.deptan.go. hlm. 633-646. Dalam Inovasi
id/ind/images/stories/08.pdf Teknologi Padi Menuju
Astawan, M, 2004. Sehat Bersama Aneka Swasembada Beras Berkelanjutan,
Serat Pangan Alami. Cetakan I. Buku 2. Pusat Penelitian dan
Penerbit Tiga Serangkai, Solo. Pengembangan Tanaman Pangan,
BPS. 2007. Karanganyar Dalam Angka Bogor.
2007 Setyono,A., B. Kusbiantoro, Jumali, P.,
BPS. 2008. Karanganyar Dalam Angka Wibowo dan A. Guswara, 2008.
2008 Evaluasi Mutu Beras di Beberapa
BPS. 2009. Karanganyar Dalam Angka Wilayah Sentral Produksi Padi. Hal
2009 1429-1449. Prosiding Seminar
BPS. 2010. Karanganyar Dalam Angka Nasional Inovasi Teknologi Padi
2010 Mengantisipasi Perubahan Iklim
BPS. 2011. Karanganyar Dalam Angka Global Mendukung Ketahanan
2011 Pangan, Buku 4. Balai Besar
Hessie, R. 2009. Analisis Produksi Dan Penelitian Tanaman Padi,
Konsumsi Beras Dalam Negeri Sukamandi
Serta Implikasinya Terhadap Setyono, A. 2010. Perbaikan Teknologi
Swasembada Beras Di Indonesia. Pasca Panen Dalam Upaya
Skripsi. Departemen Ekonomi Menekan Kehilangan Hasil Padi.
Sumberdaya Dan Lingkungan Pengembangan Inovasi Pertanian 3
Fakultas Ekonomi Dan Manajemen (3), 2010:212-216.
Institut Pertanian Bogor. Soerjandoko, 2010. Teknik Pengujian Mutu
Heru Reza Ch, 2004. Penerapan Standar Beras Skala Laboratorium. Buletin
Pada Pengolahan dan Mutu Beras di Teknik Pertanian Vol. 15, No. 2,
Indonesia. Upaya Peningkatan Nilai 2010: 44-47
Tambah Pengolahan Padi. Prosiding Usman, H dan P.S. Akbar, 2008.
Lokakarya Nasional. Jakarta, 28-21 Metodologi Penelitian Sosial, Bumi
Juli 2004 Aksara, Jakarta.
124 Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Volume 11 Nomor 1 – Juni 2013