Anda di halaman 1dari 7

INDRASARI ET AL.

: MUTU FISIK, MUTU GILING, DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN BERAS MERAH

Evaluasi Mutu Fisik, Mutu Giling, dan Kandungan Antosianin


Kultivar Beras Merah

Siti Dewi Indrasari1, Prihadi Wibowo1, dan E.Y. Purwani2


Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
1

Jl. Raya 9 Sukamandi, Subang, Jawa Barat


2
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
Jl. Tentara Pelajar 12 Bogor, Jawa Barat

ABSTRACT. Evaluation of Grain Quality, Milling Quality, and sempurna di lapangan. Dibanding varietas Ciherang, hanya beras
Anthocyanin Content of Red Rice Cultivars. Red rice contains merah lokal Jawa Barat dan galur B11844-MR-23-4-6 yang memiliki
anthocyanin pigments, a flavonoid component and a polyphenol bobot 1.000 butir lebih rendah. Bila dilihat dari segi kadar butir hijau/
derivative that have potential as antioxidant, anticancer, and kapur dan butir kuning/rusak, maka semua galur dan varietas yang
antiatherogenic. The research was aimed to study the effect of dianalisis telah memenuhi standar mutu gabah kelas II. Rendemen
processing (milling and cooking) on the anthocyanin contents of beras pecah kulit (BPK) dari gabah beras merah lokal Bali (81,91%)
some new varieties, local varieties, and breeding lines of red rice. lebih tinggi dibanding Ciherang (79,66%). Sebaliknya, rendemen
The materials used in the experiment were some red rice advanced beras giling (BG) dari gabah beras merah lokal Bali (71,65%) lebih
lines, a local red rice variety Aek Sibundong and a white rice variety rendah dibanding Ciherang (72,48%). Persentase beras kepala
Ciherang. Observations were made on the physical quality of rice semua sampel telah memenuhi standar mutu beras kelas mutu III,
grain and milled rice, and anthocyanin contents during the rice kecuali galur BP1804-1f-14-3 yang hanya memenuhi persyaratan
cooking process. The results showed that the water content of all kelas mutu IV. Semua sampel telah memenuhi persyaratan yang
rice grains analyzed met the ISO quality standards for rice grain. ditetapkan dari segi beras patah, butir menir, butir hijau/kapur, dan
Grain density of all samples of the red rice lines and varieties had butir kuning/rusak. Proses penyosohan dan penanakan beras merah
reached a perfect grain filling level in the field. One local red rice of menjadi nasi menyebabkan penurunan kandungan antosianin.
West Java and line B11844-MR-23-4-6 had 1000 grain weight lower Tingkat penurunan kandungan antosianin pada proses penyosohan
than that of variety Ciherang. Based on the intensities of green and dari beras pecah kulit menjadi beras giling dengan derajat sosoh
chalky grains and yellow or damaged grains, the analyzed rice 80% rata-rata 15%, sedangkan menjadi beras giling derajat sosoh
varieties and lines all met the grain quality standard of class II. 100% rata-rata 30%. Tingkat penurunan kandungan antosianin dalam
Milling recovery of the local red from Bali (81.91%) was higher than proses penanakan menjadi nasi dari beras giling derajat sosoh
Ciherang (79.66%). On the contrary milling recovery of the milled 80% dan 100% masing-masing 81% dan 83%. Penyosohan beras
rice of the local red rice from Bali (71.65%) was lower than Ciherang merah perlu mendapat perhatian agar tingkat kehilangan kandungan
(72.48%). Percentage of head rice of all samples met the antosianin dapat ditekan seminimal mungkin.
requirement of class III standard of milled rice quality, except for
BP1804-1F-14-3 line that met of class IV. All samples fulfilled the Kata kunci: beras merah, penyosohan beras, kandungan
standard requirements set by the government in terms of broken antosianin.

D
grain, bran, green/chalky grain, and yellow/damage grain. Milling
and cooking processes of the red rice resulted in decrease in the i antara banyak varietas unggul yang telah dilepas,
anthocyanin content. The average level the anthocyanin content
reduction during the milling process from brown rice to milled rice
hanya dua varietas yang termasuk ke dalam
with 80% milling degree was 15%, while that on the milled with kelompok beras merah, yaitu Bahbutong (dilepas
100% milling degree was 30%. The average reduction in anthocyanin tahun 1985) dan Aek Sibundong (dilepas tahun 2006).
content during the cooking process from milled rice with 80% and Keunggulan varietas beras merah Aek Sibundong
100% milling degrees to cooked rice were about 81% and 83%,
respectively. Careful attention need to be paid during the rice milling
dibanding varietas beras merah lokal antara lain
process to minimize losses of anthocyanin content. berumur genjah (110-120 hari) dan hasil tinggi (6-8 t/ha
GKG), tahan wereng coklat biotipe 1, 2, dan 3, serta
Keywords: Red rice, rice milling, anthocyanin content
hawar daun bakteri strain IV, rasa nasi enak dan pulen
(Suprihatno et al. 2009). Aek Sibundong mempunyai nilai
ABSTRAK. Beras merah mengandung pigmen antosianin yang
termasuk komponen flavonoid, yaitu turunan polifenol yang indeks glikemik sedang (59) dan serat pangan larut yang
mempunyai kemampuan antioksidan, antikanker, dan antiatherogenik. cukup baik (Indrasari et al. 2008).
Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh proses pengolahan
Masyarakat di Indonesia yang mengonsumsi beras
(penyosohan dan pemasakan) terhadap kandungan antosianin
beras merah varietas unggul baru, varietas lokal, dan galur padi. merah masih sedikit, umumnya varietas lokal, seperti
Bahan yang digunakan adalah beberapa galur padi beras merah, Jembar Beureum, Cere Beurem dari Jawa Barat, Lembah
Aek Sibundong, beras merah lokal, dan beras putih Ciherang. Pasaman dari Sumatera Barat, Gunung Sari dari Bali, dan
Pengamatan dilakukan terhadap mutu fisik gabah dan beras, mutu
ketan merah Mandoti dari Sulawesi Selatan. Preferensi
giling beras, dan kandungan antosianin pada beberapa tahap
pengolahan hingga menjadi nasi. Hasil pengamatan menunjukkan konsumen terhadap beras merah telah diteliti di tujuh
bahwa kadar air semua gabah yang dianalisis telah memenuhi provinsi pada tahun 2005. Dari 86 responden yang
standar mutu SNI gabah. Densitas gabah semua sampel galur dan dikunjungi di Bali, 38% mengonsumsi beras merah lokal
varietas padi beras merah mempunyai tingkat pengisian yang
setiap hari, 16% mengonsumsi lebih dari 6 bulan sekali

56
JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 1 2010

dan sisanya mengonsumsi 3-6 bulan sekali (Indrasari penambahan fraksi pigmen beras hitam pada diit yang
dan Adnyana 2007). Saat ini harga beras merah di pasar diberikan pada kelinci dan tikus percobaan yang defisien
berkisar antara Rp 9.000-10.000/kg, lebih tinggi dibanding apolipoprotein (apo) E nyata menghambat pem-
beras putih yang berkisar antara Rp 5.000-6.000/kg. bentukan plak atau penyempitan pembuluh darah.
Beras merah mengandung warna pigmen merah Dalam jumlah sedikit saja, antosianin sudah cukup
pada lapisan perikarp hingga lapisan luar endosperm efektif mencegah produksi lemak jahat LDL (Low Density
beras. Warna pada beras merupakan sifat khusus yang Lipoprotein) (Bridle and Timberlake 1996; Lomboan
diturunkan oleh tetua (Tang and Wang 2001). Warna 2002; dan Gunawan 2005), menjaga, dan memperbaiki
merah pada beras dapat digunakan sebagai pewarna penglihatan (mata) (Timberlake and Henry 1988).
alami untuk industri pangan seperti kue, bubur, biskuit, Informasi tentang kandungan antosianin beras
roti, mie, es krim, dan minuman fermentasi. merah yang dirakit oleh para pemulia padi di Indonesia
Beras hitam asal Korea, Heugjinjubyeo, dinilai me- masih sangat terbatas, padahal informasi tersebut
nyehatkan bagi konsumen (Ryu et al. 2000; Kowalczyk sangat diperlukan untuk mengeksplorasi pemanfaatan-
et al. 2003; dan Han et. al. 2004 ). Hal ini disebabkan oleh nya lebih lanjut. Sifat fisik dan mutu giling beras merah
kandungan antosianin yang meliputi cyanidin 3-O- juga menentukan peluang pemanfaatannya. Penelitian
glukosida, peonidin 3-O-glukosida, malvidin 3-O- ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh proses
glukosida, pelagonidin 3-O-glukosida, dan delphinidin penyosohan dan pemasakan terhadap kandungan
3-O-glukosida (Choi et al. 1994; Yoon et al. 1995; Ryu et antosianin beberapa varietas unggul baru, lokal, dan
al. 2003). Pada beras hitam, kandungan antosianin galur padi beras merah.
mencapai lebih dari 40% yang sebagian besar berupa
senyawa cyanidin-3-glukosida dan peonidin-3-glukosida
(Xia et al. 2006). Park et al. (2008) melaporkan bahwa BAHAN DAN METODE
kandungan antosianin pada beras tersebut sekitar 95%
cyanidin 3-O-glukosida dan 5% peonidin 3-O-glukosida. Penelitian dilakukan di laboratorium uji mutu beras Balai
Antosianin adalah pigmen yang memberi warna Besar Penelitian Tanaman Padi pada bulan Juni-
merah, biru, atau keunguan pada bunga, buah, dan September 2007. Materi yang digunakan terdiri atas padi
sayuran. Antosianin pada beras pertama kali dipelajari beras merah varietas Aek Sibundong dan galur padi
oleh Nagai et al. (1960) sebagaimana yang dikutip oleh beras merah BP1804-1F-9, BP1804-1F-14-3, BH390-MR-
Juliano (2003). Antosianin juga ditemukan pada beras 11-1-1-6, B11844-MR-17-6-6, dan B11844-MR-23-4-6 yang
merah (Reddy et al. 1995). Warna merah pada lapisan diperoleh dari KP Sukamandi dan KP Muara, Bogor;
perikarp varietas Tapol mengandung dua bagian utama beras merah lokal Jawa Barat yang dibeli dari Pasar
antosianin, 70% chrysanthemim dan 12% oxycocci- Kosambi, Bandung, dan beras merah lokal Bali yang
cyanin, ditambah dua antosianin lain yang tidak dibeli dari daerah Penebel, Tabanan, Bali. Beras putih
terdeteksi (Takahashi et al. 1989). varietas Ciherang digunakan sebagai pembanding.
Penelitian yang menggunakan rancangan acak lengkap
Antosianin terbagi atas tiga bagian utama yaitu
satu faktor dengan perlakuan varietas/galur dengan dua
antosianidin, aglikon, dan glukosida. Hingga saat ini telah
ulangan. Parameter yang diamati meliputi mutu fisik
ditemukan lebih dari 550 jenis antosianidin. Pada
gabah dan beras, mutu giling beras, dan kandungan
tanaman, antosianin sering hadir bersamaan dengan
antosianin total.
pigmen alami lainnya, seperti flavonoid, karotenoid,
antoxantin, dan betasianin. Antosianin termasuk Gabah (350 g) kering giling (kadar air 14%)
komponen flavonoid, yaitu turunan polifenol. Antosianin dihilangkan kulitnya menggunakan alat pengupas gabah
memiliki fungsi kesehatan yang sangat baik, di antaranya “mini husker” (Satake THU 35A) sehingga diperoleh
sebagai antioksidan (Takamura and Yamagami 1994, beras pecah kulit (BPK). BPK kemudian disosoh dengan
Wang et al. 1997), antikanker (Karainova et al. 1990; alat “mini polisher” (Satake TM-05) untuk mendapatkan
Kamei et al. 1995), dan mencegah penyakit jantung beras giling (BG).
koroner dengan cara mencegah penyempitan Kadar air gabah diukur dengan alat Kett Grain
pembuluh arteri atau antiatherogenik (Ling et al. 2001; Moisture Tester (Grainer II) Persentase gabah hampa/
Ling et al. 2002; Stoclet et al. 2004; Manach et al. 2005; kotoran ditetapkan dengan cara: bobot gabah hampa/
dan Xia et al. 2006). Pada kelinci percobaan, kotoran dibagi dengan bobot sampel analisis, dikali
penambahan beras hitam dalam pemberian diit dapat 100%. Kadar butir hijau/kapur, butir kuning/rusak
memperbaiki profil lemak darah dan meningkatkan ditetapkan dengan cara: bobot butir hijau/kapur atau
aktivitas glutathione peroksidase (Ling et al. 2001). Ling butir kuning/rusak dibagi dengan bobot beras pecah
et al. 2002 dan Xia et al. 2003 melaporkan bahwa kulit, dikali 100%. Densitas gabah diukur menggunakan

57
INDRASARI ET AL.: MUTU FISIK, MUTU GILING, DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN BERAS MERAH

alat Weight per Bushel Tester. Bobot 1.000 butir ) – (A 510 nm pH 4,5 – A 700 nm pH 4,5). L adalah koefisien
700 nm pH1
ditetapkan dengan cara menimbang 1.000 butir sampel. ekstingsi sebesar 29.600 l/mol cm dan M 445 g/mol.
Beras giling (BG) sebanyak 100 g dipisahkan secara Data dianalisis menggunakan uji sidik ragam dan
manual untuk mendapatkan beras kepala, beras patah, dilanjutkan dengan uji DMRT bila terdapat perbedaan.
menir, butir kapur, butir rusak, dan diekspresikan dalam Piranti lunak SPSS 14.0 digunakan untuk uji tersebut.
bentuk persen. Rendemen BG ditetapkan dengan cara: Data ditampilkan dalam bentuk nilai rata-rata.
robot beras hasil giling dibagi dengan bobot contoh
gabah awal, dikali 100%. Rendemen beras kepala (BK)
ditetapkan dengan cara: bobot beras kepala dibagi
bobot contoh beras giling, dikali 100%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mutu fisik beras meliputi panjang dan lebar beras, Mutu fisik gabah galur dan varietas padi lokal beras
diukur dengan alat mikro meter. Derajat putih, merah ditampilkan pada Tabel 1. Komponen mutu fisik
tranparansi, dan derajat sosoh diukur dengan alat Satake gabah yang berperan dalam menentukan daya simpan
milling meter. adalah kadar air. Kadar air yang tinggi memicu terjadinya
kerusakan gabah akibat proses kimia, biokimia, dan
Penetapan Kadar Antosianin Total (Giusti 2000) mikrobia.
Kadar air gabah varietas Ciherang rata-rata 11,15%,
BPK disosoh dengan alat “mini polisher” Satake TM-05. Aek Sibundong 11,90%, BP1804-1F-9 12,35%, BP 1804-
Alat dioperasikan pada kondisi 1.450 rpm selama 2 menit 1F-14-3 13,05%, beras merah lokal Jawa Barat 13,25%,
dan 3,5 menit berturut-turut untuk mendapatkan beras dan lokal Bali 13,35%. Menurut standar mutu gabah SNI
giling berderajat sosoh 80% dan 100%. Beras kemudian No. 0224-1987/SPI-TAN/01/01/1993, persyaratan khusus
dimasak menjadi nasi dengan cara berikut. Sebanyak 8 kadar air gabah untuk pengadaan pangan dalam negeri
g beras dicuci dengan 25 ml air selama 30 detik, maksimal 14% untuk semua kelas mutu gabah. Kadar
kemudian dibuang airnya. Selanjutnya ditambahkan 75 air 14% merupakan kadar air gabah yang aman untuk
ml air ke dalam test tube yang berisi beras yang sudah disimpan. Semua gabah yang dianalisis telah memenuhi
dicuci dan dididihkan selama 20 menit hingga beras standar yang ditetapkan.
matang, kemudian didinginkan selama 15 menit. Sampel
nasi siap dianalisis. Komponen mutu gabah lainnya adalah nilai densitas.
Pengukuran densitas (g/l) gabah berguna untuk
Kadar antosianin total ditetapkan dengan metode menduga rendemen beras giling. Semakin tinggi nilai
perbedaan pH (Giusti 2000). Sebanyak 1 g tepung beras densitas gabah semakin tinggi pula bobot gabah untuk
lolos ayakan 30 mesh diekstraksi dengan 10 ml tiap satuan volume yang sama. Hal ini menunjukkan
methanol-HCl 1%, kemudian dimaserasikan selama 24 tingkat pengisian gabah optimal pada saat di
jam pada suhu 4oC. Selanjutnya disentrifugasi pada suhu pertanaman. Nilai densitas gabah dari sampel yang
4oC dengan kecepatan 5.000 rpm selama 10 menit. diamati 546,25 g/l untuk varietas Ciherang, 548,50 g/l
Absorbansi sampel dibaca pada panjang gelombang 510 untuk Aek Sibundong, 548 g/l untuk galur BPI 1804-1F-9,
nm dan 700 nm. Konsentrasi antosianin (mg/l) dihitung 552 g/l untuk BP1804-1F-14-3, 579 g/l untuk varietas lokal
berdasarkan rumus : A/L x M x 103 x D. A = (A 510nm pH1 – A Jawa Barat, dan 586,50 g/l untuk varietas lokal Bali. Semua

Tabel 1. Mutu fisik gabah beras merah.

Bobot Butir hampa Mutu gabah (%) Rendemen (%)


Galur/varietas Kadar air Densitas 1.000 butir + kotoran
(%) (g/l) (g) (%) Butir hijau/kapur Butir rusak BPK BG

Ciherang 11,15 a 546,25 b 25,67 c 1,53 e 0,31 f 0,37 d 79,66 g 72,48 i


Aek Sibundong 11,90 b 548,50 d 27,90 g 2,53 i 0,04 a 0,10 a 79,67 g 70,16 g
BP1804-1F-9 12,35 c 548,0 c 26,18 d 1,48 d 0,11 b 0,14 b 79,22 f 69,49 f
BP1804-1F-14-3 13,05 d 552,0 e 26,46 f 1,96 g 0,11 b 0,39 e 78,79 e 69,22 e
BH390-MR-11-1-1-6 13,55 fg 565,0 g 29,04 i 1,89 f 0,83 g 1,23 h 77,35 c 65,97 c
B11844-MR-17-6-6 13,60 h 555,0 f 26,38 e 0,60 b 0,19 c 0,28 c 76,32 a 64,33 a
B11844-MR-23-4-6 13,45 fg 536,0 a 25,22 b 2,14 h 0,25 e 0,66 g 76,71 b 65,92 b
Lokal Jawa Barat 13,25 de 579,50 h 21,64 a 0,88 c 0,23 d 0,50 f 77,48 d 68,39 d
Lokal Bali 13,35 ef 586,50 i 28,13 h 0,21 a 0,23 d 0,11 a 81,91 h 71,65 h

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT

58
JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 1 2010

galur dan varietas lokal beras merah yang dianalisis agak bulat (medium) dibanding varietas Ciherang yang
mempunyai nilai densitas yang lebih tinggi dibanding ramping (slender), sehingga lapisan aleuron pada waktu
varietas Ciherang, kecuali galur B11844-MR-23-4-6. Hal penyosohan lebih banyak terbuang.
ini berarti kelima galur dan varietas lokal yang dianalisis Beras kepala merupakan komponen mutu fisik
mempunyai tingkat pengisian yang relatif sempurna. beras yang secara langsung berpengaruh terhadap
Bobot 1.000 butir dan densitas gabah berpengaruh tingkat penerimaan konsumen. Konsumen tidak
dalam menentukan rendemen beras giling. Data pada menyukai beras giling dengan kadar beras kepala yang
Tabel 1 menunjukkan bahwa galur BH390-MR-11-1-1-6 rendah. Standar mutu beras giling berdasarkan SNI No.
mempunyai nilai densitas dan bobot 1000 butir tertinggi 01-6128-1999 (BSN 1999) untuk kelas mutu III dan IV
dan menghasilkan rendemen BPK 77,35% dan mensyaratkan kadar beras kepala minimal masing-
rendemen BG 65,87%. Bobot 1.000 butir gabah varietas masing 84% dan 73% dengan kadar air 14%. Dibanding
Ciherang rata-rata 25,67 g, Aek Sibundong 27,90 g, dengan persyaratan SNI tersebut, maka beras kepala
BP1804-1F-9 26,18 g, BP1804-1F-14-3 26,46 g, lokal Jawa varietas Ciherang (94,52%), Aek Sibundong (86,05%),
Barat 21,64 g, dan lokal Bali 28,13 g. Dibanding varietas BP1804-1F-9 (86,90%), lokal Jawa Barat (97,83%), dan
Ciherang, hanya varietas lokal Jawa Barat dan galur lokal Bali (92,25%) telah memenuhi standar kelas mutu
B11844-MR-23-4-6 yang bobot 1.000 butirnya lebih III. Beras kepala galur BP1804-1F-14-3 (83,27%) hanya
rendah. memenuhi kelas mutu IV. Persentase beras kepala yang
Butir hampa + kotoran, butir hijau/kapur, dan butir lebih tinggi dari varietas Ciherang hanya ditunjukkan oleh
kuning/rusak merupakan sebagian prasyarat yang beras merah varietas lokal Jawa Barat (Tabel 2).
ditetapkan dalam standar mutu gabah SNI No 0224-1987/ Sebaliknya, kadar beras patah yang tinggi
SPI-TAN/01/01/1993 (BSN 1999). Dalam standar tersebut menyebabkan tingkat penerimaan konsumen menurun.
ditetapkan mutu gabah kelas II memiliki gabah hampa Persentase beras patah varietas Ciherang 5,2%, Aek
maksimum 2%, kadar butir kuning + rusak 5%, dan kadar Sibundong 13,61%, BP1804-1F-9 12,57%, BP1804-1F-14-
butir hijau/kapur 5%. Rata-rata kadar butir hampa/ 3 16,11%, dan beras merah varietas lokal Jawa Barat
kotoran gabah varietas Ciherang, Aek Sibundong, 1,96%, varietas lokal Bali 7,30%. Dibanding varietas
BP1804-1F-9, BP1804-1F-14-3, lokal Jawa Barat, dan lokal Ciherang, hanya beras merah varietas lokal Jawa Barat
Bali berturut-turut 1,53%, 2,53%, 1,48%, 1,46%, 0,88%, dan yang mempunyai persentase beras patah yang lebih
0,21%. Bila dilihat dari segi kadar butir hijau/kapur dan kecil. Untuk pengadaan pangan dalam negeri, sesuai
butir kuning/rusak, maka semua galur dan varietas yang standar mutu beras giling (kelas mutu IV), kadar beras
dianalisis telah memenuhi standar mutu gabah kelas II. patah maksimum 25%. Dengan demikian, semua
Ditinjau dari rendemen BPK, hanya gabah varietas sampel, dilihat dari segi beras patah, telah memenuhi
lokal Bali (81,91%) yang lebih tinggi dibanding gabah persyaratan yang ditetapkan. Salah satu faktor yang
varietas Ciherang (79,66%). Sebaliknya, rendemen beras menentukan tingginya beras patah pada beras giling
giling varietas lokal Bali (71,65%) lebih rendah dibanding adalah kadar air. Apabila gabah berkadar air rendah
Ciherang (72,48%) (Tabel 1). Hal ini kemungkinan digiling maka butir patah tinggi. Sebaliknya, bila terlalu
disebabkan oleh bentuk beras merah varietas lokal Bali basah akan menghasilkan butir menir yang banyak.

Tabel 2. Mutu fisik beras merah.

Mutu fisik Cihe- Aek BP1804- BP1804- BH390- B11844- B11844- Lokal Lokal
rang Sibundong 1F-9 1F-14-3 MR-11-1-1-6 MR-17-6-6 MR-23-4-6 Jawa Barat Bali

Kadar air (%) 10,90 b 10,00 a 11,30 c 11,55 d 13,6 i 13,2 h 12,4 g 12,10 f 11,90 e
Beras kepala (%) 94,52 h 86,05 e 86,90 f 83,27 d 53,58 a 68,64 b 77,18 c 97,83 i 92,25 g
Beras patah (%) 5,20 b 13,61 e 12,57 d 16,11 f 45,97 i 28,14 h 21,07 g 1,96 a 7,30 c
Menir (%) 0,28 b 0,34 c 0,52 e 0,61 f 0,44 d 3,22 h 1,74 g 0,20 a 0,44 dd
Butir kapur (%) 0,10 e 0,36 g 0,04 bc 0,01 a 0,10 e 0,05 c 0,03 b 0,07 d 0,12 f
Butir rusak (%) 0,11 d 0,06 c 0a 0,01 a 0,15 e 0,04 b 0,25 f 0,05 bc 0a
Whiteness (%) 46,25 i 40,40 h 36,10 f 34,85 d 33,5 c 25,9 a 27,55 b 35,25 e 39,0 g
Translucency (%) 2,30 g 1,27 c 1,65 g 1,45 d 1,19 a 1,24 b 1,26 b 1,58 e 1,62 f
Milling degree 120,5 h 91 g 68,5 c 66,5 d 60,5 c 26,5 a 33,5 b 68 e 85 f
Panjang (P) (mm) 6,9 6,97 6,9 6,72 5,69 6,83 6,75 5,81 6,45
Lebar (L) (mm) 2,24 2,29 2,29 2,29 2,75 2,12 2,18 2,40 2,67
Rasio P/L 3,08 de 3,04 d 3,00 d 2,92 c 2,06 a 3,22 f 3,1 e 2,42 b 2,41 b

Angka sebaris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT

59
INDRASARI ET AL.: MUTU FISIK, MUTU GILING, DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN BERAS MERAH

Rendahnya persentase beras kepala maupun Konsumen menyukai beras giling berwarna putih dan
tingginya persentase beras patah tidak menjadi masalah bening. Kebeningan beras ditentukan oleh sifat genetik
bila beras tidak dikonsumsi langsung. Dengan kata lain, dan metode penyosohan. Penggunaan metode friksi,
potensi pemanfaatannya masih dapat dikembangkan yaitu gesekan antarbutiran beras akan menghasilkan
menjadi bahan baku produk pangan, misalnya dijadikan beras dengan nilai kebeningan yang lebih tinggi
tepung beras. dibanding metode abrasive, yaitu gesekan dengan batu
Untuk pengadaan pangan dalam negeri, BULOG gerinda. Tingkat kebeningan (translucency) beras
mengacu pada standar mutu beras kelas mutu IV SNI varietas Ciherang, Aek Sibundong, BP1804-1F-9, BP1804-
No. 01-6128-1999. Pada standar tersebut ditetapkan butir 1F-14-3, lokal Jawa Barat dan lokal Bali berturut-turut
menir beras giling maksimum 2%. Data pada Tabel 2 adalah 2,30%, 1,27%, 1,65%, 1,45%, 1,58%, dan 1,62%. Hal
menunjukkan persentase butir menir beras giling ini menunjukkan semua beras merah secara fisik terlihat
varietas Ciherang, Aek Sibundong, BP1804-1F-9, BP1804- kurang bening dibanding Ciherang.
1F-14-3, beras merah varietas lokal Jawa Barat, dan Derajat giling (milling degree) merupakan kriteria
varietas lokal Bali kurang dari 1%. Dengan demikian gabungan antara derajat putih (whiteness) dan
semua sampel telah memenuhi standar yang ditetapkan. kebeningan (translucency) butiran beras. Tingkat
Dibandingkan dengan varietas Ciherang (0,28%), hanya penyosohan beras pecah kulit yang semakin tinggi
beras merah varietas lokal Jawa Barat yang berkadar menghasilkan beras giling dengan derajat giling yang
butir menir lebih rendah (0,20%). lebih tinggi pula. Pengukuran nilai derajat giling
Butir kapur/hijau dan butir kuning/rusak merupakan dilakukan secara relatif dengan menggunakan alat
komponen yang dipertimbangkan konsumen dalam Satake Milling Meter. Sebagai pembanding digunakan
memilih beras yang akan dibeli. Pada umumnya kristal putih BaSO4 dengan nilai derajat giling 199. Derajat
konsumen tidak menyukai beras giling dengan kadar giling dari sampel yang dianalisis 120,5 untuk Ciherang,
butir kapur/hijau dan butir kuning/rusak yang tinggi. 91 untuk Aek Sibundong, 68,5 untuk BP1804-1F-9, 66,5
Sehubungan dengan hal ini BULOG mensyaratkan kadar untuk BP 1804-1F-14-3, 68 untuk lokal Jawa Barat, dan
butir kapur/hijau dan butir kuning/rusak masing masing 85 lokal Bali. Dibanding Ciherang, semua sampel beras
maksimum 3%. Dengan demikian, semua sampel beras merah mempunyai derajat giling yang lebih kecil. Dengan
giling yang dianalisis telah memenuhi persyaratan yang kata lain kenampakan beras giling Ciherang lebih putih
telah ditetapkan. Dibanding varietas Ciherang (0,10%), dan lebih bening dibanding beras merah.
maka Aek Sibundong (0,36%) dan beras merah varietas Berdasarkan bentuk beras yaitu perbandingan
lokal Bali (0,12%) memiliki kadar butir kapur/hijau lebih panjang dan lebat beras, untuk Ciherang, Aek Sibundong,
tinggi. Berdasarkan kriteria butir kuning/rusak, maka B11844-MR-17-6-6, dan B11844-MR-23-4-6 berbentuk
semua galur dan varietas beras merah lokal yang ramping (>3,0), sedangkan sisanya berbentuk sedang
dianalisis lebih rendah dibanding varietas Ciherang, (2,1–3,0) (Tabel 2) (Juliano 1993).
kecuali galur BH390-MR-1-1-1-6 dan B11844-MR-17-6-6.
Karakteristik fisik beras giling lainnya yang berperan Kadar Antosianin
dalam menentukan tingkat penerimaan konsumen
adalah warna beras. Kriteria warna beras diukur secara Proses penyosohan dan penanakan beras merah
relatif, dibanding dengan warna kristal putih BaSO4 yang menjadi nasi menyebabkan penurunan kandungan
mempunyai nilai derajat putih (whiteness) 87%. antosianin. Tujuan penurunan kandungan antosianin
Persentase nilai derajat putih dari sampel yang dianalisis akibat penyosohan dari BPK menjadi beras giling
adalah 46,25% untuk Ciherang, 40,40% untuk Aek berderajat sosoh 80% rata-rata 17%. Tingkat penurunan
Sibundong, 36,10% untuk BP1804-1F-9, 34,85% untuk menjadi lebih besar (25%) bila BPK diproses menjadi
BP1804-1F-14-3, 35,25% untuk lokal Jawa Barat, dan beras giling berderajat sosoh 100%. Tingkat penurunan
39,00% untuk lokal Bali. Dibanding beras varietas kandungan antosianin pada proses penanakan beras
Ciherang, maka semua galur dan varietas lokal beras giling derajat sosoh 80% menjadi nasi rata-rata 81%.
merah yang dianalisis mempunyai derajat putih yang Demikian pula pada proses penanakan beras giling
lebih rendah. Hal ini bisa dimengerti karena beras merah derajat sosoh 100% menjadi nasi, kandungan antosianin
yang dihasilkan mempunyai lapisan aleuron yang menurun 83% (Tabel 3). Penurunan ini diduga
berwarna merah, sedangkan Ciherang berwarna putih. disebabkan oleh hilangnya antosianin pada saat
pencucian beras sebelum dimasak. Walaupun terjadi
Selain warna beras, karakteristik fisik beras yang penurunan kandungan antosianin dalam proses
berpengaruh secara langsung terhadap tingkat penanakan, senyawa tersebut cukup efektif mencegah
kesukaan konsumen pada beras giling yang ditawarkan produksi lemak jahat (low density lipoprotein), sehingga
adalah kebeningan (translucency) butiran beras.

60
JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 1 2010

Tabel 3. Kandungan antosianin beras merah dan nasi pada derajat sosoh yang berbeda (mg/100 g) (bobot kering).

Derajat sosoh 80% Derajat sosoh 100%


Galur/varietas BPK
Beras Nasi Beras Nasi

Ciherang 1,40 a 1,31 a 0,56 a 0,91 a 0,26 a


Aek Sibundong 6,79 b 5,60 b 1,00 b 5,35 b 0,81 b
BP1804-1f-9 8,85 d 6,83 c 1,10 b 5,37 b 1,02 b
BP1804-1f-14-3 8,49 cd 6,93 c 1,31 b 5,25 b 1,14 c
BH390-MR-11-1-1-6 7,55 bc 6,65 c 2,02 d 6,26 cd 2,01 ef
B11844-MR-17-6-6 6,99 b 7,01 c 2,00 d 6,50 d 1,87 e
B11844-MR-23-4-6 10,92 e 10,01 d 2,09 d 8,09 e 1,92 f
Lokal Jawa Barat 12,23 e 9,65 d 1,75 c 5,81 bc 1,56 d
Lokal Bali 9,14 d 7,01 c 1,99 d 6,65 d 1,90 ef

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT

dapat memperkecil risiko terjadinya stroke dan serangan penelitian ini mempunyai prospek yang baik untuk
jantung ( Bridle and Timberlake 1996; Lomboan 2002; dilepas menjadi varietas unggul beras merah seperti Aek
Gunawan 2005). Sibundong.
Kandungan antosianin tertinggi pada beras pecah
kulit terdapat pada galur B1184-MR-23-4-6 (10,92 mg/
100g) dan lokal Jawa Barat (12,23 mg/100g), sedangkan KESIMPULAN DAN SARAN
terendah pada beras putih Ciherang (1,40 mg/100g)
(Tabel 3). Dapat dikatakan bahwa kandungan antosianin Proses penyosohan dan penanakan beras merah
tertinggi pada beras pecah kulit dari beras merah menjadi nasi menyebabkan penurunan kandungan
mencapai hampir sepuluh kali lipat dibanding beras antosianin. Penyosohan beras merah perlu mendapat
pecah kulit dari beras putih Ciherang. perhatian agar kehilangan kandungan antosianin dapat
Kandungan antosianin tertinggi pada nasi berderajat ditekan seminimal mungkin. Galur B11844-MR-23-4-6
sosoh 80% terdapat pada galur BH390-MR-11-1-1-6 (2,02 mempunyai kandungan antosianin terbaik walaupun
mg/100 g), B11844-MR-17-6-6 (2,00 mg/100 g), B11844- telah melalui beberapa tahap proses pengolahan.
MR-23-4-6 (2,09 mg/100 g), dan lokal Bali (1,99 mg/100 Meskipun persentase beras kepalanya tidak terlalu tinggi,
g). Demikian pula pada nasi berderajat sosoh 100%. namun galur tersebut dapat dimanfaatkan untuk diolah
Kandungan antosianin terendah pada nasi berderajat menjadi tepung beras merah. Oleh karena itu, galur
sosoh 80% dan 100% terdapat pada nasi beras putih tersebut disarankan untuk dilepas menjadi varietas
berturut-turut 0,56 mg/100 g dan 0,26 mg/100 g (Tabel unggul baru beras merah.
3). Dapat dikatakan bahwa kandungan antosianin pada
nasi beras merah berderajat sosoh 80% mencapai lebih
dari tiga kali lipat dibanding nasi beras putih Ciherang UCAPAN TERIMAKASIH
pada derajat sosoh yang sama, sedangkan pada nasi
beras merah berderajat sosoh 100% mencapai tujuh kali Penulis menyampaikan penghargaan yang setulus-
lipat. tulusnya kepada Ir. Zainuddin Simanullang, MS dan Ir.
Dari segi kandungan antosianin, beras merah mem- Yudhistira Nugraha, MS atas penyediaan galur-galur padi
punyai pengaruh positif terhadap kesehatan tubuh. beras merah.
Selain itu, kandungan serat beras merah relatif mudah
dicerna sehingga meringankan beban usus dalam
melakukan gerakan peristaltik. Mekanisme ini mencegah DAFTAR PUSTAKA
sisa makanan tertahan di dalam tubuh terlalu lama,
sehingga racun-racun dalam sisa makanan tidak sempat Bridle, P. and C.F. Timberlake. 1996. Anthocyanins as natural food
terserap. Dengan demikian tubuh terhindar dari colors-selected. Food Chem. 58:103-109.
berbagai racun sisa makanan yang berpotensi Choi, S.W., W.W. K ang, and T. Osawa. 1994. Isolation and
identification of anthocyanin pigments in black rice. Foods
menyebabkan kanker. Beras merah juga kaya akan and Biotechnology 3:131-136.
vitamin B komplek dibanding beras putih. Oleh karena Giusti, M.M. 2000. Current protocols in food analytical chemistry:
itu, galur-galur beras merah yang digunakan dalam total monomeric anthocyanin by the pH-differential method.
www.does.org/masterli/ facsample.htm.

61
INDRASARI ET AL.: MUTU FISIK, MUTU GILING, DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN BERAS MERAH

Gunawan, A. 2005. Anthocyanin menjaga kesehatan mata dan Reddy, V.S., S. Dash, and A.R. Reddy. 1995. Anthocyanin pathway
pembuluh darah. Nirmala. November. p.44. in rice (Oryza sativa L.): identification of a mutant showing
Han, S.J., S.N. Ryu, and S.S. Kang. 2004. A new 2-aryl-benzofuran dominant inhibition of anthocyanins in leaf and accumulation
with antioxidant activity from black colored rice (Oryza sativa of proanthocyanidins in pericarp.
L.) Bran. Chem. Pharm. Bull. 52: 1365-1366. Ryu, S.N., S.Z. Park, S.S. Kang, and S.J. Han. 2003. Determination
Indrasari, S.D., E.Y. Purwani, P. Wibowo, dan Jumali. 2008. Nilai of C3G content in blackish purple rice using HPLC and UV-
indeks glikemik beras beberapa varietas padi. Penelitian Vis spectrophotometer. Korean J. Crp Sci. 48:369–371.
Pertanian Tanaman Pangan 27(3):127-134. Ryu, S.N, S.Z. Park, S.S. Kang, E.B. Lee, and S.J. Han. 2000. Food
Indrasari, S.D. dan M.O. Adnyana. 2007. Preferensi konsumen safety of pigment in black rice cv. Heugjinjubyeo. Korean J.
terhadap beras merah sebagai sumber pangan fungsional. Crop Sci. 45: 370–373.
Iptek Tanaman Pangan 2(2):27-241. Stoclet, J.C., T. Chataigneau, M. Nidiaye, M.H. Oak., J.E. Bedoui,
Juliano, B.O. 1993. Rice in human nutrition. The International Rice M. Chataigneau, and V.B. Schini-Kerth. 2004. Vascular
Research Institute and Food and Agriculture Organization of protection by dietary polyphenols. Eur J Pharmacol. 500:
The United Nations. Rome. 299-313.
Juliano, B.O. 2003. Rice chemistry and quality. Philippine Rice Suprihatno, B., Aan A. Daradjat, Satoto, Baehaki S.E., Suprihanto,
Research Institute. 480 p. A . Setyono, S. Dewi Indrasari, M. Yamin S., dan Hasil
Sembiring. 2009. Deskripsi varietas padi. Balai Besar
Kamei, H., T. Kojima, M. Hasegawa, T. Koide, T. Umeda, T. Yukawa, Penelitian Tanaman Padi.
and K. Terabe. 1995. Suppresion of tumor cell growth by
anthocyanins in vitro. Cancer Invest. 13:590-594. Takahashi, T., T. Sugimoto, T. Miura, Y. Wasizu, and K. Yoshihawa.
1989. Isolation and identification of red rice pigments. Nippon
Karainova, M., D. Drenska, and R. Ocharov. 1990. A modification Jozo Kyokai Zasshi 84:807-812.
of toxic effects of platinum complexes with anthocyans. Eks.
Med. Morfol. 29:19-24. Takamura, H and A. Yamagami. 1994. Antioxidative activity of
mono-acylated anthocyanins isolated from Muscat Bailey A.
Kowalczyk, E., P. Krzesinski, M. Kura, B. Szmigiel, and J. Blaszczyk. grape. J. Agric. Food Chem. 42:1612-1615.
2003. Anthocyanins in medicine. Pol. J. Pharmacol. 55: 699-
702. Tang, S and Z. Wang. 2001. Breeding for superior quality aromatic
rice varieties in China. p.35-44, in specialty rices of the world:
Ling, W.H., Q.X. Cheng, J. Ma, and T. Wang. 2001. Red or black breeding, production, and marketing. R.C. Chaudury, D.V.
rice decrease atherosclerotic plaque and increase Tran, R. Duffy (eds.). Food Agric Org. Rome. Italy-Sci Publ
antioxidants status in rabbits. J Nutr. 131: 1421-1426. Inc. Enfield. NH. USA.
Ling. W.H., L.L. Wang, and J. Ma. 2002. Supplementation of the Timberlake, C.F. and B.S. Henry. 1988. Anthocyanins as natural
black rice outer layer fraction to rabbits decreases food colorants. Prog. Clin. Biol. Res. 280:107-121.
atherosclerotic plaque formation and increases antioxidant
status. J Nutr. 132: 20-26. Wang, H., G. Cao, and R.L. Prior. 1997. Oxygen radical absorbing
capacity of anthocyanins. J. Agric. Food. Chem. 45:304-309.
Lomboan, N.J. 2002. Antioksidan masa depan. Nirmala Edisi
Tahunan 2002. Xia, M., W.H. Ling, J. Ma, D.D. Kitts, and J. Zawistowsk. 2003.
Supplementation of diets with black rice pigment fraction
Manach, C., A. Mazur, and A. Scalbert. 2005. Polyphenols and attenuates atherosclerotic plaque formation in apolipoprotein
prevention of cardiovascular diseases. Curr Opin Lipidol. 16: E-deficient mice. J Nutr. 133: 744-751.
77-84.
Xia, X., W. Ling, J. Ma, M. Xia, M. Hou, Q. Wang, H. Zhu, and Z.
Park, Y.S., Sun-Joong Kim, and Hyo-Ihl Chang. 2008. Isolation of Tang. 2006. An anthocyanin-rich extract from black rice
anthocyanin from black rice (Heugjinjubyeo) and screening enhances atherosclerotic plaque stabilization in
of its antioxidant activities. Kor. J. Microbiol. Biotechnol. apolipoprotein E-deficient mice. J. Nutr. 136:2220-2225.
36(1):55-60.
Yoon, H.H., Y.S. Paik, J.B. Kim, and T.R. Hahn. 1995. Identification
of anthocyanidins from Korean pigmented rice. Agricultural
Chemistry and Biotechnology 38:581-583.

62

Anda mungkin juga menyukai