Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing, dan domba merupakan bagian yang
terus diupayakan ketersediaannya untuk tercapainya swasembada daging nasional. Salah satu
aspek penting dalam manajemen pemeliharaan ternak ruminansia adalah faktor pakan. Hal
ini disebabkan biaya pakan dapat mencapai 60 – 70% dari total biaya produksi ternak. Pakan
ternak ruminansia dapat berupa hijauan dan konsentrat. Salah satu kendala ketersediaan
hijauan di Indonesia adalah karena adanya dua musim yaitu musim hujan dan kemarau. Pada
musim hujan, ketersediaan hijauan sangat melimpah sedangkan pada musim kemarau
ketersediaan hijauan sangat terbatas.

Untuk mengatasi masalah kekurangan pakan tersebut, perlu dicarikan pakan alternatif
sebagai pengganti hijauan, salah satu alternatifnya yaitu jerami padi. Jerami padi merupakan
salah satu limbah hasil pertanian yang potensial untuk pakan ternak ruminansia. Jerami padi
adalah hasil samping dari tanaman padi dan digunakan sebagai sumber pakan untuk ternak
ruminansia terutama oleh petani skala kecil di negara-negara berkem-bang, termasuk
Indonesia. Di Indonesia, jerami banyak dimanfaatkan sebagai pakan basal ternak ruminansia,
pupuk tanaman produksi, karena sangat melimpah serta murah.

Jerami padi adalah produk sampingan pertanian paling potensial di Indonesia karena
padi ditanam di 11,8 juta ha lahan untuk menghasilkan makanan pokok bagi 229 juta orang
(BIRO PUSAT STATISTIK, 2007). Luas panen untuk padi pada tahun 2006 sekitar 66% dari
total area tanaman pangan dengan 61% dari total produksi tanaman pangan (Tabel 1).

Karena populasi manusia terkonsentrasi di pulau Jawa (mis. 59% dari total populasi)
yang luasnya hanya 7% dari total wilayah Indonesia, distribusi tanaman padi dan populasi
ternak juga terkonsentrasi di pulau Jawa (mis. 48% dari total luas panen dan 42% dari total
ruminansia, Tabel 2 dan 3) (BIRO PUSAT STATISTIK, 2007).

Pemanfaatan jerami sebagai pakan hewan pakan memiliki kelemahan utama pada daya cerna
serta nilai gizi yang rendah. Daya cerna yang rendah tersebut disebabkan karena tingginya
kandungan lignoselulosa, lignin dan silika, sedangkan nilai gizi yang rendah terutama

1
disebabkan karena sedikitnya kandungan energi, protein, mineral dan vitamin. Meskipun
demikian, kelemahan kelemahan tersebut dapat diantisipasi melalui berbagai metode
perlakuan untuk meningkatkan nilai gizinya. Jerami padi dapat ditingkatkan kualitasnya
melalui berbagai macam teknologi

Salah satu metode pengolahan jerami sebagai pakan ternak yang sederhana, murah
dan dapat dilakukan adalah fermentasi. Hasil hasil penelitian dengan menggunakan metode
fermentasi jerami padi pada umumnya menunjukkan adanya peningkatan kualitas nilai
nutrisinya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa metode yang digunakan untuk meningkatkan kualitas jerami padi?
2. Berapa kandungan nutrisi jerami padi setelah dilakukan berbagai perlakuan?
3. Bagaimana kandungan nutrisi jerami padi setelah dilakukan berbagai perlakuan?
4. Perlakuan mana yang menghasilkan peningkatan dan penurunan kandungan nutrisi
serta kandungan nutisi tertinggi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan mengerti metode yang digunakan untuk meningkatkan kualitas
jerami padi.
2. Untuk mengetahui dan mengerti nilai kandungan nutrisi jerami padi setelah dilakukan
berbagai perlakuan.
3. Untuk mengetahui dan mengerti peningkatan atau penurunan kandungan nutrisi
jerami padi setelah dilakukan berbagai perlakuan.
4. Untuk mengetahui dan mengerti perlakuan yang menghasilkan peningkatan dan
penurunan kandungan nutrisi serta kandungan nutisi tertinggi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kandungan Nutrisi Jerami Padi Dengan Berbagai Perlakuan


A. Kandungan Nutrisi Jerami Fermentasi (Antonius, 2009)
Jerami padi yang baru dipanen dari sawah (kandungan air 56,22%)
dikumpulkan pada tempat yang telah disediakan. Sebanyak 2,5 kg probion dan 2,5 kg
urea dipergunakan untuk proses fermentasi satu ton jerami padi. Probion dan urea
diaduk merata dan dibagi menjadi lima bagian (masing-masing 1,0 kg). Jerami padi
ditumpuk setebal ± 20 cm, dipadatkan serta ditaburi 1,0 kg campuran probion dan
urea secara merata. Proses yang sama dilakukan untuk lapisan ke dua dan seterusnya.
Taburan campuran probion dan urea pada lapisan terakhir/teratas ditutupi dengan
jerami secukupnya tanpa diselimuti dengan plastik. Proses fermentasi dilakukan
selama 21 hari dalam ruangan tertutup. Jerami yang sudah mengalami proses
fermentasi diangin-anginkan dan disimpan di tempat yang terhindar dari sinar
matahari langsung dan hujan sebelum digunakan sebagai pakan. Hasil kandungan dari
jerami fermentasi adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Komposisi nutrien jerami tanpa olahan dan jerami hasil fermentasi

Komposisi nutrien jerami padi tanpa olahan dan hasil fermentasi dengan
probion disajikan dalam Tabel 1. Kandungan Neutral Detergent Fiber (NDF) pada
jerami padi tanpa fermentasi adalah 72,41% BK dan kandungan protein kasarnya
(PK) sebesar 4,55% BK. Sedangkan kandungan NDF dan PK pada jerami padi
fermentasi adalah sebesar 58,83% dan 9,43% dari bahan kering. Kandungan nutrisi
kedua jenis jerami padi ini jika dibandingkan, maka terlihat bahwa kandungan NDF

3
jerami padi fermentasi 18,75% unit lebih rendah daripada jerami padi tanpa
fermentasi. Sedangkan kandungan protein kasarnya 107,25% lebih tinggi daripada
jerami padi tanpa fermentasi.

B. Kandungan Nutrisi Jerami Padi Fermentasi pada Berbagai Penambahan Starter


(Suningsih, dkk. 2019)
Perlakuaan yang dicobakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : P0 =
Fermentasi Jerami padi tanpa starter, P1 = Fermentasi Jerami padi + Starbio
Probiotik, P2 = Fermentasi Jerami padi + Probiotik FM, P3 = Fermentasi Jerami padi
+ MOL Bonggol pisang, dan P4 = Fermentasi Jerami padi + Mikrostar LA2.

Tabel 2. Formula fermentasi jerami padi

Hasil pengamatan pengaruh penambahan berbagai starter terhadap kualitas


nutrisi jerami padi fermentasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Kandungan Nutrisi fermentasi jerami padi

4
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata
(P>0,05) terhadap Bahan Kering jerami padi. Hal ini berarti perlakuan fermentasi
tanpa starter (P0) dan perlakuan fermentasi menggunakan starter Starbio Probiotik
(P1), Probiotik FM (P2), MOL Bonggol pisang (P3), dan Mikrostar LA2 (P4)
memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar bahan kering jerami padi. Namun
demikian terlihat kecenderungan kadar bahan kering jerami padi dengan penambahan
starter relatif lebih rendah dari pada jerami padi fermentasi tanpa penambahan starter.
Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa perlakuan fermentasi tanpa starter (P0)
dan perlakuan fermentasi menggunakan starter Starbio Probiotik (P1), Probiotik FM
(P2), MOL Bonggol pisang (P3), dan Mikrostar LA2 (P4) berpengaruh nyata
(P<0,05) terhadap kadar bahan organic (BO). Hasil uji lanjut DMRT memperlihatkan
perlakuan P0 berbeda nyata dengan Perlakuan P3 dan tidak berbeda nyata dengan
perlakuan P1, P2, dan P4. Hasil dari perlakuan ini memperlihatkan bahwa
penambahan starter MOL bonggol pisang secara signifikan menurunkan kadar Bahan
Organik Jerami padi fermentasi.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata
(P>0,05) terhadap Protein Kasar (PK) jerami padi fermentasi. Hal ini berarti
perlakuan fermentasi tanpa starter (P0) dan perlakuan fermentasi menggunakan starter
Starbio Probiotik (P1), Probiotik FM (P2), MOL Bonggol pisang (P3), dan Mikrostar
LA2 (P4) memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar Protein Kasar. Namun
demikian terlihat ada indikasi penginkatan protein kasar pada jerami padi fermentasi
yang mendapat perlakuan penambahan starter (P1, P2, P3, P4).
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata
(P>0,05) terhadap Lemak Kasar jerami padi fermentasi. Hal ini berarti perlakuan
fermentasi tanpa starter (P0) dan perlakuan fermentasi menggunakan starter Starbio
Probiotik (P1), Probiotik FM (P2), MOL Bonggol pisang (P3), dan Mikrostar LA2
(P4) memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar Lemak Kasar jerami padi
fermentasi.
C. Kandungan Nutrisi Jerami Padi Fermentasi pada Berbagai Lama Fermentasi dengan
Mikroorganisme Lokal (Kasmiran, 2011)
Bahan penelitian menggunakan jerami padi, Mikroorganisme Lokal (MOL)
yang dikembangkan dari jerami padi yang sudah lapuk. Campuran dalam substrat
yaitu jerami padi (80%) dan dedak (20%). Adapun perlakuannya adalah sebagai
berikut: A = Lama fermentasi 5 hari; B = Lama fermentasi 10 hari; C = Lama

5
fermentasi 15 hari; D = Lama fermentasi 20 hari. Peubah yang ukur adalah: a) Bahan
Kasar (%), b) Bahan Organik (%), c) Abu/Neutral Detergent Fiber (%).
Hasil dari Perlakuan tersebut sebagai berikut.

Tabel 3. Rataan Kandungan BK (%) jerami padi Fermentasi

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa lama fermentasi memberikan


pengaruh berbeda sangat nyata (P0.05). Semakin lama waktu fermentasi semakin
menurun kandungan bahan kering TJF. Hal ini disebabkan dengan bertambahnya
waktu fermentasi maka pertumbuhan kapang akan semakin baik, merata dan kompak
sehingga diperoleh pertumbuhan kapang yang optimum.

Tabel 4. Rataan kandungan serat kasar (%BK) jerami fermentasi

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa lama fermentasi memberikan


pengaruh berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap kandungan BO TJF (Lampiran 3).
Hasil uji lanjut dengan DMRT menunjukkan bahwa pada lama fermentasi 5, 10 dan

6
15 hari berbeda tidak nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan lama fermentasi 20
hari. Lama fermentasi 5 hari berbeda tidak nyata dibanding 10 dan 15 hari, demikian
juga lama fermentasi 10 hari berbeda tidak nyata 15 hari. Dan lama fermentasi 15
hari berbeda sangat nyata lebih tinggi dari 20 hari Terjadinya penurunan kandungan
bahan organik disebabkan, nutrien yang tersedia pada bahan telah dirombak dan
dimanfaatkan oleh kapang.

Tabel 5. Rataan kandungan abu (% abu) jerami fermentasi

Rataan kandungan serat kasar TJF berkisar antara 10,38% samapai 14.23 %
(table 1). Kandungan abu terendah didapat pada fermentasi 20 hari yaitu 10.38hari.
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa lama fermentasi memberikan pengaruh
berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap kandungan abu TJF (Lampiran 5). Hasil uji
lanjut dengan DMRT menunjukkan bahwa pada lama fermentasi 5, 10 dan 15 hari
berbeda sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibandingkan lama fermentasi 20,hari.
Lama fermentasi 5 hari sangat nyata lebih tinggi dibanding 10 dan 15 hari, demikian
juga lama fermentasi 10 hari sangat nyata lebih tinggi dibanding 15 hari. Dan lama
fermentasi 15 hari juga berbeda sangat nyata di banding fermentasi 20 hari (P>0.05).

D. Kandungan Nutrisi Jerami Padi Amoniasi Menggunakan Urea (Ilham, dkk. 2018)
Amoniasi jerami padi dengan menggunakan urea (NH2CONH2) dapat
meningkatkan kandungan nitrogen. Pembuatan jerami padi amoniasi didahului
dengan menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Alat yang digunakan antara

7
lain timbangan 50 kg untuk menimbang jerami padi, timbangan 2 kg untuk
menimbang urea dan molases, ember untuk mencampur molases, air dan urea.
Langkah-langkah pembuatan jerami padi amoniasi adalah jerami dihamparkan diatas
lantai ruang untuk proses amoniasi jerami padi yang berukuran 3x3 meter lapis demi
lapis. Setiap lapisan dipadatkan dengan cara diinjak-injak dengan tebal setiap lapisan
±30 cm. Urea dan air terlebih dahulu dicampur dalam ember hingga larut, selanjutnya
molases dan MA-11 ditambahkan kedalam larutan hingga seluruh bahan tercampur
rata di dalam ember. Selanjutnya larutan disiramkan disetiap permukaan lapisan
tumpukan jerami yang telah dipadatkan dengan cara dipercik sedikit demi sedikit.
Tumpukan jerami selanjutnya dibiarkan selama 21 hari untuk proses fermentasi, dan
setelah 3 minggu jerami padi amoniasi dievaluasi secara fisik (organoleptik) dan
kimiawi.

Tabel 6. Hasil Pengujian Fisik dan Kimiawi Jerami Padi Amoniasi

Berdasarkan hasil analisis proksimat pada jerami padi amoniasi diperoleh


kadar air 8,09%, protein 5,65%, lemak 1,99%, serat kasar 33,60%, BETN 31,66%,
dan abu 27%. Kandungan nutrisi dari hasil fermentasi lebih tinggi dibandingkan
dengan jerami padi tanpa perlakuan yaitu protein kasar 4,31% (Syamsu et al, 2006),
Serat Kasar >34% (Sutrisno et al, 2006), lemak kasar 3,88%, Abu 21,35%, dan bahan

8
organik 69,94% (Preston, 2005). Amoniasi jerami padi dengan menggunakan urea
mampu meningkatkan protein kasar ransum karena urea mengandung sekitar 45%
Nitrogen atau equivalen dengan 284% Protein Kasar (Puastuti, 2010)

E. Kandungan Nutrisi Jerami Padi Diproses dengan Amofer (Mayulu and Suhardi,
2015)
Amoniasi dan fermentasi jerami padi adalah ateknologi yang menggabungkan
amoniasi dan teknik fermentasi yang dapat meningkatkan kandungan proteindan
pencernaan. Amoniasi dan fermentasi dapat memecah konten selulosa, hemiselulosa
dan lignin dari jerami sehingga lebih mudah dicerna.
Perlakuan dengan menambahkan urea sebanyak 3% dari total berat kemudian
ditempatkan ke dalam botol plastik +12 liter dan diinkubasi dalam kondisi anaerob
selama 18 hari. Biologi starter (starbio) sebagai agen fermentasi diterapkan pada hari
kesembilan sebesar 1% dari total berat. Pada akhir percobaan amofer, amofer-rice
jerami ditimbang dan digiling untuk menentukan nutrisi konten menggunakan analisis
langsung Sebelum melakukan analisis proksimat, bahan kering (DM) jerami amofer-
beras ditentukan terlebih dahulu dengan menempatkan bahan ke dalam oven dengan
105oC selama tiga atau empat jam hingga mencapai konstan berat badan
(Adiwimarta, 2012). Analisis data yang digunakan dalam hal ini penelitian untuk
menentukan kualitas masing-masing perlakuan.

Tabel 7. Proximate Analysis of Amofer-Rice Straw

9
Berdasarkan analisis varians (p <0,05), kadar air jerami padi amofer berbeda
secara signifikan . Hasil ini menginformasikan bahwa DM T2 adalah 87,28% diikuti
oleh T1 = 85,96%, dan T3 = 84,61%. Duncan Multiple Range Test menunjukkan
bahwa DM adalah yang tertinggidiproduksi oleh T2 (sampel jerami padi Kutai
Kartanegara) dandiikuti oleh T3 (sampel Berau) dan T1 (Penajam UtaraSampel
paser). Percobaan juga melaporkan amofer itupengobatan tidak secara signifikan
mengurangi DM. MenurunDM selama amofer mungkin terjadi karena
degradasilignin, selulosa dan hemiselulosa dan degradasi olehmi kroba selama
inkubasi. Kondisi ini sesuai dengan penelitian yang dihasilkan oleh Bata (2008) yang
melaporkan itufermentasi menyebabkan pelunakan dan penguraianlignin kompleks,
hemiselulosa dan meningkatkan selulosayang berdampak positif pada aktivitas
mikroba.Peningkatan kualitas jerami padi berdasarkananalisis langsung ditunjukkan
oleh kenaikan CPyaitu T1 = 24,48%; T2 = 21,04%; dan T3 = 24,46%. Perbedaan
analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan (p <0,05). Ini Fenomena
mencerminkan bahwa kenaikan CP tiga perlakuan berbeda bahkan dengan amofer
yang sama periode waktu (18 hari).Hasil yang berbeda ini dapat disebabkan oleh asal
usul yang berbeda sampel. Perbedaan CF terutama disebabkan oleh perbedaan kondisi
lahan, lama paparan sinar matahari, umur padidan variasi. Lama waktu inkubasi
berpengaruh signifikan jumlah pertumbuhan mikroba selama fermentasi periode
demikian mengarah ke peningkatan CP.

2.2 Perbandingan Kandungan Nutrisi Jerami Padi Dengan Berbagai Perlakuan


Nilai dari kadar nutrisi jerami padi dengan berbagai perlakuan diambil dari data
dengan nilai tertinggi pada setiap perlakuan tiap penelitian yang dilakukan. Kadar Nutrisi
yang dibandingakan meliputi Bahan Kering (%), Protein Kasar (%), Serat Kasar (%) dan
Lemak Kasar (%). Nilai Kandungan Nutrisi pada setiap perlakuan dapat dilihat pada table
8. Table yang kosong merupakan parameter yang tidak dilakukan uji oleh peneliti.
Kadar nutrisi pada berbagai perlakuan memiliki nilai yang berbeda. Dengan adanya
perlakuan nilai kandungan nutrisi dapat turun atau naik tergantung dengan perlakuan
tersebut.

Tabel 8. Kandungan Nutrisi dengan Berbagai Perlakuan

Perlakuan Kandungan Nutrisi

10
BK (%) PK (%) SK (%) LK (%)
Jerami Fermentasi (Antonius, 9,43
2009)
Jerami Padi Fermentasi pada 92,84 8,50 (P4) 19,85 (P1) 2,85 (P4)
Berbagai Penambahan Starter (P0)
(Suningsih, dkk. 2019)
Jerami Padi Fermentasi pada 38,18 (5 81,98 (5
Berbagai Lama Fermentasi dengan hari) hari)
Mikroorganisme Lokal (Kasmiran,
2011)
Jerami Padi Amoniasi 5,65 33,60 1,99
Menggunakan Urea (Ilham, dkk.
2018)
Jerami Padi Diproses dengan 87,28 24,48 (T1) 31,39 (T3) 1,58 (T1)
Amofer (Mayulu and Suhardi, (T2)
2015)

1. Bahan Kering (BK)


Kandungan Bahan Kering (BK) pada berbagai perlakuan memiliki nilai yang
berbeda beda. Pada perlakuan jerami padi dengan fermentasi menggunakan
sebanyak 2,5 kg probion dan 2,5 kg urea dipergunakan untuk proses fermentasi satu
ton jerami padi. Pada penelitian ini tidak dilakukan uji berak kering.
Kandungan BK pada Jerami Padi Fermentasi pada Berbagai Penambahan
Starter (Suningsih, dkk. 2019) tertinggi yaitu dengan perlakuan P0 yaitu dengan
Fermentasi Jerami padi tanpa starter. Penambahan starter akan mengurangi kadar
BK pada jerami padi. Hal ini mengindikasikan penambahan starter dalam proses
fermentasi baik yang bersumber dari Starbio probiotik, Probiotik FM, MOL
Bonggol Pisang, maupun Mikrostar LA2 akan meningkatkan proses katabolisme
atau penguraian senyawa – senyawa kompleks ke senyawa yang lebih sederhana
sehingga menghasilkan uap air. Menurut Supriyatna (2017) penurunan bahan kering
jerami padi fermentasi merupakan hasil dari metabolisme kapang yang ada di dalam
substrat jerami padi. Semakin banyak Kapang yang ditambahkan ke dalam substrat,
maka semakin tinggi kadar air yang dihasilkan, sehingga kadar bahan kering akan
semakin rendah.

11
Kandungan BK pada Jerami Padi Fermentasi pada Berbagai Lama Fermentasi
dengan Mikroorganisme Lokal (Kasmiran, 2011) tertinggi yaitu dengan perlakuan
lama fermentasi 5 hari dengan presentase BK 38,18 % . Pada penelitian ini Semakin
lama waktu fermentasi semakin menurun kandungan bahan kering TJF. Hal ini
disebabkan dengan bertambahnya waktu fermentasi maka pertumbuhan kapang akan
semakin baik, merata dan kompak sehingga diperoleh pertumbuhan kapang yang
optimum. Pertumbuhan kapang pada lama fermentasi 20 hari adalah yang optimum
dibandingkan dengan yang 15, 10 dan 5 hari. Semakin banyak kapang yang tumbuh
maka semakin banyak juga zat makanan yang ada pada bahan dirombak sebagai
sumber energy.
Kandungan BK Jerami Padi Amoniasi Menggunakan Urea (Ilham, dkk. 2018)
tidak dilakukan uji Bahan Kering.
Kandungan BK Jerami Padi Diproses dengan Amofer (Mayulu and Suhardi,
2015) yaitu perlakuan dengan menambahkan urea sebanyak 3% dari total berat
kemudian
ditempatkan ke dalam botol plastik +12 liter dan diinkubasi dalam kondisi anaerob
selama 18 hari dan Biologi starter (starbio) sebagai agen fermentasi diterapkan pada
hari kesembilan sebesar 1% dari total berat. Dari pernilian tersebut diketahui bahwa
kadar BK tertinggi yaitu pada T1 yang mana sampel di ambil dari Penajam Paser
Utara.
Berdasarkan data dari lima perlakuan berbeda dapat diketahui bahwa
kandungan jerami padi dapat ditingkatkan dengan berbagai perlakuan. Kandungan
bahan kering yang tinggi dapat diperoleh dari proses fermentasi dengan probion dan
urea, proses fermentasi tanpa penambahan starter, fermentasi dengan lama fermensi
5 hari serta dapat pula dilakukan dengan proses amofer.
2. Protein Kasar (PK)
Kandungan Protein Kasar (PK) pada berbagai perlakuan memiliki nilai yang
berbeda beda. Pada perlakuan jerami padi dengan fermentasi menggunakan
sebanyak 2,5 kg probion dan 2,5 kg urea dipergunakan untuk proses fermentasi satu
ton jerami padi. Pada penelitian ini didapatkan kandungan PK 9,43% dari bahan
kering. Sedangkan Kandungan protein kasar jerami padi tanpa fermentasi yaitu
4,55%. Sehingga PK jerami padi dengan fermentasi lebih tinggi daripada jerami
padi tanpa fermentasi. Dikarenaklan mikroba yang terdapat dalam probion hampir
sama dengan yang terdapat di dalam rumen. Probion merupakan produk campuran

12
berbagai macam mikroba yang dibuat melalui proses inkubasi anaerob isi rumen
dengan tambahan mineral dan bahan organik yang dibutuhkan oleh mikroba
(Antonius, 2009).
Perlakuan fermentasi dengan menggunakan starter Starbio Probiotik (P1),
Probiotik FM (P2), MOL Bonggol pisang (P3), dan Mikrostar LA2 (P4)
memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar Protein Kasar. Hal ini
menunjukkan bahwa mikroorganisme yang terkandung di dalam masing – masing
starter menunjukkan aktivitasnya sebagai agen proteolitik. Jika nilai protein kasar
jerami padi fermentasi pada penelitian ini dibandingkan dengan kandungan protein
kasar sebelum fermentasi yaitu senilai 4%, maka kandungan protein kasar setelah
proses fermentasi meningkat 3%-5%. Peningkatan protein kasar pada jerami padi
fermentasi yang ditambahkan starter Mikrostar LA2 peningkatanya lebih tinggi dari
pada menggunakan starter lainnya. Peningkatan tersebut diakibatkan oleh adanya
sintesis protein oleh konsorsium kapang dan adanya peningkatan miselium kapang
pada substrat. Hal tersebut dikarenakan kapang itu sendiri mengandung asam
nukleat yang dapat memberikan kontribusi nitrogen yang merupakan sumber protein
sel tunggal (Suningsih, dkk. 2019). Selain itu, peningkatan kandungan protein kasar
juga diakibatkan penambahan urea sebagai campuran dalam proses fermentasi
sehingga menyebabkan fiksasi N ke dalam jaringan jerami padi dan nitrogen yang
terfiksasi ini nantinya akan terukur sebagai protein kasar.
Pada penelitian (Kamaran, 2011) tidak dilakukan uji protein kasar. Menurut
penulis lama proses fermentasi jerami padi berpengaruh dalam jumlah protein kasar
yang dihasilkan. Dikarenakan pada proses fermentasi terdapat mikroba yang dapat
menguraikan bahan pakan jerami seperti kapang dan mikroba lainnya.
Kandungan protein kasar pada jerami padi amoniasi menggunakan urea
(Ilham, dkk. 2018) lebih tinggi (PK 5,65%) dibandingkan dengan jerami padi tanpa
perlakuan yaitu protein kasar 4,31%.
Kandungan protein kasar jerami padi dengan proses fermentasi dengan
menggunakan probion dan urea terjadi peningkatan yang signifikan sebesar 24,48%.
Hal ini selain dipengaruhi oleh penambahan probion dan urea juga dipengaruhi oleh
lama perlakuan. Lama waktu inkubasi secara signifikan mempengaruhi jumlah
pertumbuhan mikroba selama periode fermentasi sehingga menyebabkan
peningkatan protein kasar (Mayulu and Suhardi, 2015).

13
Berdasarkan data dari lima perlakuan berbeda dapat diketahui bahwa
kandungan jerami padi dapat ditingkatkan dengan berbagai perlakuan. Kandungan
protein kasar yang tinggi dapat diperoleh dari proses fermentasi dengan penambahan
probion dan urea.

3. Serat Kasar (SK)

Kandungan Serat Kasar (SK) pada berbagai perlakuan memiliki nilai yang
berbeda beda. Pada perlakuan jerami padi dengan fermentasi menggunakan
sebanyak 2,5 kg probion dan 2,5 kg urea dipergunakan untuk proses fermentasi satu
ton jerami padi. Dihasilkan kandungan serat kasar pada jerami fermentasi sebesar
22,51%, sedangkan jerami tanpa fermentasi kandungan serat kasarnya sebesar
30,31%. Hal ini dikarenakan mikroba yang terdapat dalam probion dapat mencerna
serat kasar sebelum tercerna oleh mikroba di dalam rumen.

Hasil analisis menggunakan starter berpengaruh terhadap kadar serat kasar.


Penggunaan starter MOL Bonggol Pisang terjadi penyusutan tertinggi dengan
kandungan SKnya yaitu 18,87% dari SK tanpa perlakuan yaitu 32,14%. Hal ini
dikarenakan pada starter MOL Bonggol pisang terdapat beberapa mikroba seperti
Baccilus sp., Aeromonas sp., Aspergilus niger., Azospirilium, Azotobacter, dan
Mikroba selulotik yang mampu merombak dan memecah ikatan kimia yang ada
pada jerami padi lebih efektif dibandingkan jerami padi yang difermentasi tanpa
penambahan starter yang hanya mengandalkan bakteri asam laktat yang secara alami
telah ada dalam jerami padi (Suningsih, dkk. 2019).

Kandungan tertinggi terjadi pada perlakuan dengan lama fermentasi 5 hari


yaitu sekitar 81,98%. Lama fermentasi sangat berpengaruh dalam proses
perombakan serat kasar dan akan terjadi penurunan kandungan bahan organik yang
disebabkan oleh kapang sehingga nutrien yang tersedia pada bahan akan dirombak
dan dimanfaatkan oleh kapang. Pertumbuhan kapang erat kaitannya dengan lama
fermentasi. Dimana semakin lama fermentasi, pertumbuhan kapang akan semakin
baik, merata dan kompak sesuai dengan ketersediaan nutrien pada bahan (Kasmiran,
2011).

Kandungan serat kasar pada jerami padi amoniasi menggunakan urea (Ilham,
dkk. 2018) terjadi penyusutan serat kasar dengan penambahan urea yaitu 33,60%

14
dibandingkan dengan jerami padi tanpa perlakuan yaitu 69,94%. Dengan
penambahan urea tekstur jerami padi menjadi lembut. Tekstur jerami padi amoniasi
yang lembut dan halus disebabkan ikatan lignin, sellulosa, dan silika pada dinding
jerami lepas. Semakin lama proses fermentasi maka tekstur jerami padi amoniasi
akan semakin lembut dan lunak sehingga lebih mudah dicerna oleh mikroba rumen
(Ilham, dkk. 2018).
Kandungan serat kasar yang diperoleh dari proses fermentasi dengan probion
dan urea sebesar 31,30% (T1), 31,31% (T2) dan 31,39% (T3) dari total jerami padi
yang difermentasi. Hasil yang berbeda ini dapat disebabkan oleh asal usul sampel
yang berbeda dan perubahan yang terjadi peling utama disebabkan oleh perbedaan
kondisi lapangan, lama waktu paparan sinar matahari, dan varietas padi. Lama
waktu inkubasi secara signifikan mempengaruhi jumlah pertumbuhan mikroba
selama periode fermentasi (Mayulu and Suhardi, 2015).
Berdasarkan data dari lima perlakuan berbeda dapat diketahui bahwa
kandungan jerami padi dapat ditingkatkan dengan berbagai perlakuan. Kandungan
serat kasar yang baik dapat diperoleh dari proses fermentasi dengan penambahan
probion dan urea. Dikarenaklan mikroba yang terdapat dalam probion hampir sama
dengan yang terdapat di dalam rumen. Sehingga dengan proses inkubasi tersebut
akan didapatkan hasil jerami padi yang lembut dan dapat dengan mudah dicerna
oleh ruminansia.

4. Lemak Kasar (LK)


Kandungan Lemak Kasar (LK) pada berbagai perlakuan memiliki nilai yang
berbeda beda. Pada perlakuan jerami padi dengan fermentasi menggunakan
sebanyak 2,5 kg probion dan 2,5 kg urea dipergunakan untuk proses fermentasi satu
ton jerami padi. Pada penelitian ini tidak dilakukan uji lemak kasar.
Kandungan LK pada Jerami Padi Fermentasi pada Berbagai Penambahan
Starter (Suningsih, dkk. 2019) tertinggi yaitu dengan perlakuan P4 yaitu dengan
Fermentasi Jerami padi ditambahkan dengan Mikrostar LA2. Terlihat kandungan
lemak kasar setelah proses fermentasi meningkat 0,5%-1,5%. Peningkatan kadar
lemak kasar jerami padi fermentasi diduga dikarenakan terjadinya peningkatan
protein kasar dan penurunan kadar serat kasar sehingga menyebabkan peningkatan
ketersediaan substrat untuk sintesis asam lemak. Selain itu peningkatan kadar lemak
kasar juga diduga dikarenakan lemak tidak digunakan oleh mikroorganisme untuk

15
memenuhi kebutuhan energinya untuk pertumbuhan, melainkan mikroorganisme
memanfaatkan karbohidrat sebagai sumber energinya.
Kandungan LK pada Jerami Padi Fermentasi pada Berbagai Lama Fermentasi
dengan Mikroorganisme Lokal (Kasmiran, 2011) tidak dilakukan uji lemak kasar.
Kandungan LK Jerami Padi Amoniasi Menggunakan Urea (Ilham, dkk. 2018)
yaitu 1,99 %, menurun dari jumlah lemak kasar pada jerami tanpa perlakuan yaitu
sebesar 3,88 %
Kandungan LK Jerami Padi Diproses dengan Amofer (Mayulu and Suhardi,
2015) yaitu perlakuan dengan menambahkan urea sebanyak 3% dari total berat
kemudian ditempatkan ke dalam botol plastik +12 liter dan diinkubasi dalam kondisi
anaerob selama 18 hari dan Biologi starter (starbio) sebagai agen fermentasi
diterapkan pada hari kesembilan sebesar 1% dari total berat. Dari pernilian tersebut
diketahui bahwa kadar LK tertinggi yaitu pada T1 yang merupakan sampel di ambil
dari Penajam Paser Utara.
Berdasarkan data dari lima perlakuan berbeda dapat diketahui bahwa
kandungan jerami padi dapat ditingkatkan dengan berbagai perlakuan. Kandungan
lemak kasar yang tinggi dapat diperoleh dari proses fermentasi tanpa penambahan
starter, proses amoniasi menggunakan urea, serta dapat pula dilakukan dengan
proses amofer.

16
BAB II

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kandungan nutrisi jerami padi tanpa pengolahan dan penambahan perlakuan


memiliki kandungan nutrisi yang berbeda. Perlakuan yang diamati pada kali ini yaitu
Jerami Fermentasi menggunakan probion dan urea, (Antonius, 2009), Jerami Padi
Fermentasi pada Berbagai Penambahan Starter (Suningsih, dkk. 2019), Jerami Padi
Fermentasi pada Berbagai Lama Fermentasi dengan Mikroorganisme Lokal, erami
Padi Amoniasi Menggunakan Urea (Ilham, dkk. 2018) dan Jerami Padi Diproses
dengan Amofer (Mayulu and Suhardi, 2015). Fermentasi jerami padi dengan
menggunakan probion mampu mempertahankan konsumsi, kecernaan, pertambahan
bobot hidup harian serta efisiensi penggunaan pakan sapi simmental. Amoniasi jerami
padi dengan menggunakan urea dan molases mampu memperbaiki kualitas nutrisi
jerami padi dengan cara merusak ikatan lignin-hemiselulosa sehingga lebih mudah
dcerna oleh mikroba dalam rumen. Kandungan jerami padi yaitu bahan kering 91,29%
protein kasar 4,10% serat kasar 33,35% abu 21,35% dan bahan organic 69,94%.
Setelah dilakukan amoniasi yaitu kandungan air 8,09 protein 5,65 lemak 1,99 serat
kasar 33,60 bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 31,66 dan abu 27. Fermentasi
jerami dengan menggunakan mikroorganisme local (MOL) yang dikembangkan dari
jerami padi yang sudah lapuk tidak mampu meningkatkan atau menurunkan nilai gizi
secara keseluruhan. Dari pengujian pada bahan kering, serat kasar dan kandungan abu
akan menurun secara nyata pada fermentasi hari ke 20. Lalu ada amoniasi fermentasi
jerami padi yang merupakan metode terbaik untuk meingkatkan kualitas dari jerami
padi terutama nutrisi pada protein kasar akan meningkat sedangkan serat kasar akan
menurun. Sehingga amofer jerami padi mampu meningkatkan kecernaan dan juga
menjadi solusi untuk mengatasi kekurangan pakan pada musim kemarau yang panjang
karena mampu bertahan lama. Fermentasi jerami padi dengan menggunakan berbagai
starter yaitu starbio probiotik, probiotik FM, MOL bonggol pisang dan mikrostar LA2
menunjukkan bahwa kualitas fisik yang sama dan mampu memperbaiki kualitas
nutrisi jerami padi tetapi efek yang ditimbulkan dari masing-masing starter tidak dapat
diketahui secara valid.

17
Perlakuan pada jerami padi memberikan efek nyata pada nilai kadar nutrisi
dari jerami padi. Nilai kadar nutrisi dapat mengalami peningkatan maupun penurunan.
Berdasarkan data dari lima perlakuan berbeda dapat diketahui bahwa kandungan
jerami padi dapat ditingkatkan dengan berbagai perlakuan. Kandungan bahan kering
yang tinggi dapat diperoleh dari proses fermentasi dengan probion dan urea, proses
fermentasi tanpa penambahan starter, fermentasi dengan lama fermensi 5 hari serta
dapat pula dilakukan dengan proses amofer. Kandungan lemak kasar yang tinggi
dapat diperoleh dari proses fermentasi tanpa penambahan starter, proses amoniasi
menggunakan urea, serta dapat pula dilakukan dengan proses amofer. Kandungan
protein kasar yang tinggi dapat diperoleh dari proses fermentasi dengan penambahan
probion dan urea. Kandungan serat kasar yang baik dapat diperoleh dari proses
fermentasi dengan penambahan probion dan urea. Dikarenaklan mikroba yang
terdapat dalam probion hampir sama dengan yang terdapat di dalam rumen. Sehingga
dengan proses inkubasi tersebut akan didapatkan hasil jerami padi yang lembut dan
dapat dengan mudah dicerna oleh ruminansia. . Kandungan lemak kasar yang tinggi
dapat diperoleh dari proses fermentasi tanpa penambahan starter, proses amoniasi
menggunakan urea, serta dapat pula dilakukan dengan proses amofer. Dari semua
metode yang dilakukan pada jerami padi yaitu untuk meningkatkan kecernaan,
memperbaiki kualitas dan meningkatkan palatabilitas tetapi tidak semua metode
menunjukkan kualitas maupun kuantitas yang sama. Sehingga dari berbagai metode
tersebut yang paling efektif yaitu dengan metode amoniasi fermentasi jerami padi
karena mampu meningkatkan kualitas jerami padi secara nyata, terutama pada serat
kasar yang akan menurun dan protein kasar yang akan meningkat. Selain itu amofer
herami padi mudah untuk dilakukan, bahan mudah dicari, mampu meningkatkan
kecernaan, meningkatkan palatabilitas dan mampu menjadi solusi Ketika musim
kemarau panjang melanda karena selain nutrisinya tinggi juga awet.

18
DAFTAR PUSTAKA

Antonius. 2009. Pemanfaatan Jerami Padi Fermentasi Sebagai Subtitusi Rumput Gajah
Dalam Ransum Sapi. JITV. 14 (4): 270-277 .
Ilhamfahrul, Muhammad S. dan Tri Ananda E. N. 2018. Peningkatan Kualitas Jerami Padi
Sebagai Pakan Sapi Potong Melalui Amoniasi Mengunakan Urea Di Desa Timbuolo
Tengah Provinsi Gorontalo. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. 24 (2) :717 –
722.
Kasmiran, A. 2011. Pengaruh Lama Fermentasi Jerami Padi dengan Mikroorganisme Lokal
Terhadap Kandungan Bahan Kering, Bahan Organik, dan Abu. Lentera. 11 (1) : 48 –
52.
Mayulu, H. and Suhardi. 2015. Nutrient Potency Of Rice Straw Processed With Amofer As
Cattle Feed Stuff in East Kalimantan. International Journal of Science And
Engineering(Ijse). 9(2) :101-105.
Suningsih, N., W. Ibrahim, O. Liandris, dan R. Yulianti. 2019. Kualitas Fisik Dan Nutrisi
Jerami Padi Fermentasi Pada Berbagai Penambahan Starter. Jurnal Sain Peternakan
Indonesia. 14 (2) :191 – 200.

19

Anda mungkin juga menyukai