Anda di halaman 1dari 23

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1 Deskripsi Faktor Resiko Kejadian Stunting

Grafik 4.1 Distribusi Frekuensi Menurut Faktor Resiko Kejadian Stunting

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui distribusi frekuensi faktor risiko terjadinya
stunting (70,4%) adalah Asi Ekslusif (Tidak) sebesar 14,2%, Usia Ibu Saat Hamil (Berisiko)
sebesar 31,3%, Usia Kehamilan Ibu (Kurang Bulan) memperoleh nilai tertinggi sebesar 82%,
Riwayat Paritas (Multipara) sebesar 48,9%, Status Gizi Saat Hamil (LILA) (Kurang) sebesar
44,6%, Tinggi Badan Ibu (Kurang) sebesar 42,5%, Tinggi Badan Ayah (Kurang) sebesar 38,8%,
Riwayat Anemia Saat Hamil (Ya) sebesar 31,6%, Riwayat Diare Pada Bayi (Berisiko) sebesar
28,8%, Riwayat ISPA Pada Bayi (Ya) sebesar 8,2%, Status Pendidikan Ibu (Rendah) sebesar
55,4%, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Kurang) sebesar 23,6%, Riwayat Panjang Badan
Lahir (Pendek) sebesar 32,2%,
4.2 Analisis Univariat
Analisis univariat dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin bayi (0-30 bulan), kejadian
stunting, riwayat pemberian ASI eksklusif, usia ibu saat hamil, usia kehamilan ibu, paritas, status
gizi ibu saat hamil (LILA), tinggi badan ibu, tinggi badan ayah, riwayat anemia ibu saat hamil,
riwayat diare pada bayi, riwayat ISPA pada bayi, status pendidikan ibu, dan berat badan lahir
rendah (BBLR) dan panjang badan lahir.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Menurut Faktor Resiko Kejadian Stunting

Frekuensi
Kategori
Jumlah (n) Persentase (%)
Kejadian Stunting
Stunting 164 70,4
Tidak stunting 69 29,6
Pemberian Asi Eklusif
Ya 200 85,8
Tidak 33 14,2
Usia Ibu Saat Hamil
Berisiko 73 31.3
Tidak beresiko 160 68,7
Usia Kehamilan Ibu
Kurang Bulan 191 82
Cukup Bulan 42 18
Riwayat Paritas
Primipara 79 33,9
Multipara 114 48,9
Grande Multipara 40 17,2
Status Gizi Saat Hamil(LILA)
Kurang 104 44,6
Baik 129 55,4
Tinggi Badan Ibu
Kurang 99 42,5
Normal 134 57,5
Tinggi Badan Ayah
Kurang 81 34,8
Normal 152 65,2
Riwayat Anemia Saat Hamil
Ya 84 36,1
Tidak 149 63,9
Riwayat Diare Pada Bayi
Berisiko 67 28,8
Tidak berisiko 166 71,2
Riwayat ISPA Pada Bayi
Ya 19 8,2
Tidak 214 91,8
Status Pendidikan Ibu
Rendah 129 55,4
Tinggi 104 44,6
Berat Badan Lahir Rendah( BBLR )
Kurang 55 23,6
Normal 178 76,4
Riwayat Panjang Badan Lahir
Pendek 75 32,2
Normal 158 67,8
Total 233 100

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil distribusi data responden berdasarkan


kategori kejadian stunting sebagain besar mengalami stunting sebanya 164 bayi (70,4%) dari 233
responden yang telah dilakukan kriteria eklusi data diambil berdasarkan data stunting puskesmas
266 bayi usia 0-30 bulan pada bulan Juli -Agustus 2023. Sebagian besar menunjukan usia ibu
pada saat hamil pada bayi yang mengalami stunting usianya tidak beresiko 160 (68,7%). Usia
kehamilan ibu pada bayi yang mengalami stunting didapatkan paling banyak kurang bulan 191
ibu (82%). 114 ibu multipara yang mengalami bayinya stunting (17,2%) serta sebagaian besar
status gizi kurang saat hamil (LILA) 104 (44,6%). Sebagain besar tinggi badan ibu normal 134
(57,5%). Sebagain besar tinggi badan ayah normal 152(65,2%). 149 ibu tidak memiliki riwayat
anemia (63,9%), sebagaian besar tidak berisiko memiliki riwayat diare 166 (71,2%) dan tidak
memiliki riwayat ISPA sebanyak 214 (91,8%). Diketahui status pendidikan ibu pada penelitian
ini lebih banya statusnya rendah sebanyak 129 (55,4%). BBLR bayi sebagian besar normal 178
bayi (76,4%) dan panjang badan lahir sebagaian besar normal sebanyak 158 bayi (67,8%).

4.3 Hasil Analisis Bivariat


Analisis bivariat variabel bebas dengan variabel terikat dalam penelitian ini
menggunakan rumus Chi Square, dimana uji tersebut digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Variabel yang terdapat hubungannya signifikan dengan kejadian stunting sebagai berikut

1. Status Gizi Ibu Saat Hamil (p-value = 0,000)(<0,05)


2. Tinggi Badan Ibu (p-value = 0,000) (<0,05)
3. Tinggi Badan Ayah (p-value = 0,000) (<0,05)
4. Status Pendidikan Ibu (p-value = 0,000) (<0,05)

Vaiabel yang tidak terdapat hubungan signifikan dengan kejadian stunting sebagai
berikut

1. Riwayat Pemberian ASI Eklusif (p-value = 0,359) (>0,05)


2. Usia Ibu saat Hamil (p-value = 0,153) (>0,05)
3. Usia Kehamilan Ibu (p-value = 0,363) (>0,05)
4. Paritas (p-value =0,105) (>0,05)
5. riwayat anemia (p-value =0,575) (>0,05)
6. riwayat diare (p-value =0,064) (>0,05)
7. riwayat ISPA (p-value = 0,168) (>0,05)
8. BBLR (p-value = 0,111) (>0,05)
9. Riwayat Panjang Badan lahir (p-value =0,497) (>0,05)
4.3.1 Hubungan Riwayat ASI Eklusif Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30 Bulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan, selanjutnya diolah dan dianalisis untuk mengetahui
hubungan antara variabelnya. Tabel berikut ini menjelaskan hasil analisis hubungan riwayat
pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian stunting pada bayi usia 0-30 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Cakranegara

Tabel 4.3.1 Hubungan riwayat ASI eksklusif dengan kejadian sunting bayi usia 0-30 bulan

Kejadian stunting
Kategori Stunting Tidak stunting Total p-value
N % N % N %
Ya 143 61,4 57 24,5 200 85,8 0,359
Tidak 21 9,0 12 5,2 33 14,2
Total 164 70,4 69 29,6 233 100

Pada tabel di atas diketahui bahwa bayi usia 0-30 bulan yang mengalami stunting
sebagian besar diberi ASI Eksklusif yaitu sebanyak 143 responden (61,4%) dan 57 responden
(24,5%) bayi yang diberi ASI Eksklusif tidak mengalami stunting. Pada bayi stunting yang tidak
diberi ASI Eksklusif yaitu sebanyak 21 responden (9,0%) dan sebanyak 12responden (9.0%)
yang tidak diberi ASI Ekslusif tidak mengalami stunting. Berdasarkan tabel di atas, diketahui
bahwa nilai p-value sebesar 0,359 (>0,05). Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan statistik tidak
terdapat hubungan antara riwayat pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian stunting pada bayi
usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara.
4.3.2 Hubungan Usia Ibu Saat Hamil Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30 Bulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan, selanjutnya diolah dan dianalisis untuk mengetahui
hubungan antara variabelnya. Tabel berikut ini menjelaskan hasil analisis hubungan usia ibu saat
hamil dengan kejadian stunting pada bayi usia 0-30 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Cakranegara.

Tabel 4.3.2. Hubungan usia ibu saat hamil dengan kejadian sunting bayi usia 0-30 bulan

Kejadian stunting
Kategori Ya Tidak Total p-value
N % N % N %
Berisiko 56 24,0 17 7,3 73 31,3 0,153
Tidak berisiko 108 46,4 52 22,3 160 68,7
Total 164 70,4 69 29,6 233 100

Pada tabel di atas diketahui bahwa bayi yang mengalami stunting memiliki ibu dengan usia
yang berisiko saat hamil yaitu sebanyak 56 responden (24,0%) dan 17 responden (7,3%) yang
memiliki memiliki ibu dengan usia berisiko saat hamil namun tidak mengalami stunting. Pada
bayi stunting yang memiliki ibu dengan usia tidak berisiko saat hamil yaitu sebanyak 108
responden (46,4%) dan sebanyak 52 responden (22,3%) yang memiliki ibu dengan usia tidak
berisiko saat hamil dan bayi tidak mengalami stunting.
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,153 (>0,05). Dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan statistik tidak terdapat hubungan usia ibu saat hamil dengan
kejadian stunting pada bayi usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara.
4.3.3 Hubungan Usia Kehamilan Ibu Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30 Bulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan, selanjutnya diolah dan dianalisis untuk mengetahui
hubungan antara variabelnya. Tabel berikut ini menjelaskan hasil analisis hubungan usia
kehamilan ibu dengan kejadian stunting pada bayi usia 0-30 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Cakranegara.
Tabel 4.3.3 Hubungan usia kehamilan ibu dengan kejadian sunting bayi usia 0-30
bulan
Kategori Kejadian stunting p-value
Ya Tidak Total
N % N % N %
Kurang 132 56,7 59 25,3 191 82,0 0,363
Cukup bulan 32 13,7 10 4,3 42 18,0
Total 164 70,4 69 29,6 233 100

Pada tabel di atas diketahui bahwa bayi yang mengalami stunting sebagian besar memiliki
ibu dengan riwayat usia kehamilan kurang bulan yaitu sebanyak 132 responden (56,7%) dan 59
responden (25,3%) yang memiliki ibu dengan riwayat usia kehamilan kurang bulan namun bayi
tidak mengalami stunting. Pada bayi stunting yang memiliki ibu dengan riwayat usia kehamilan
cukup bulan yaitu sebanyak 32 responden (13,7%) dan sebanyak 10 responden (4,3%) tidak
mengalami stunting yang memiliki ibu dengan riwayat usia kehamilan cukup bulan.
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,0363 (>0,05). Dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan statistic tidak terdapat hubungan usia ibu saat hamil dengan
kejadian stunting pada bayi usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara.
4.3.4 Hubungan Paritas Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30 Bulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan, selanjutnya diolah dan dianalisis untuk mengetahui
hubungan antara variabelnya. Tabel berikut ini menjelaskan hasil analisis hubungan paritas
dengan kejadian stunting pada bayi usia 0-30 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Cakranegara

Tabel 4.3.4 Hubungan paritas dengan kejadian sunting bayi usia 0-30 bulan

Kejadian stunting
Kategori Ya Tidak Total p-value
N % N % N %
Primipara 45 19,3 34 14,6 79 33,9 0,105
Multipara 87 37,3 27 11,6 114 48,9
Grandemultipar 32 13,7 8 3,4 40 17,2
a
Total 164 70,4 69 29,6 233 100
Pada tabel di atas diketahui bahwa bayi yang mengalami stunting sebagian besar
memiliki ibu dengan primipara yaitu sebanyak 45 responden (19,3%) dan sebanyak 34
responden (96,6%) tidak mengalami stunting yang memiliki ibu dengan primipara. Pada bayi
stunting yang memiliki ibu dengan multipara sebanyak 87 responden (37,3%) dan sebanyak 27
responden (11,6%) tidak mengalami stunting. Pada bayi stunting yang memiliki ibu dengan
Grandemultipara sebanyak 32 responden (13,7%) dan sebanyak 8 responden (3,4%) tidak
mengalami stunting.
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,105 (>0,05). Dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian sunting bayi usia 0-
30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara.
4.3.5 Hubungan Status Gizi Ibu Saat Hamil (LILA) Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-
30 Bulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan, selanjutnya diolah dan dianalisis untuk mengetahui
hubungan antara variabelnya. Tabel berikut ini menjelaskan hasil Hubungan status gizi ibu saat
hamil (LILA) dengan kejadian sunting bayi usia 0-30 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Cakranegara.

Tabel 4.3.5. Hubungan status gizi ibu saat hamil (LILA) dengan kejadian sunting bayi usia
0-30 bulan

Kejadian stunting
Kategori Ya Tidak Total p-value
N % N % N %
Kurang 87 37,3 17 7,3 104 44,6 0.000
Baik 77 33 52 22,3 129 55,4
Total 164 70,4 69 29,6 233 100

Pada tabel di atas diketahui bahwa bayi yang mengalami stunting sebagian besar
memiliki ibu dengan status gizi kurang saat hamil yaitu sebanyak 87 responden (37,3%) dan
sebanyak 17 responden (7,3%) tidak mengalami stunting yang memiliki ibu dengan status gizi
kurang saat hamil. Pada bayi stunting yang memiliki ibu dengan status gizi baik saat hamil yaitu
sebanyak 77 responden (33%) dan sebanyak 52 responden (22,3 %) tidak mengalami stunting
dan memiliki ibu dengan status gizi normal saat hamil

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,000 (<0,05). Dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan status gizi ibu saat hamil (LILA) dengan kejadian sunting
bayi usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara.

4.3.6 Hubungan Tinggi Badan Ibu Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30 Bulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan, selanjutnya diolah dan dianalisis untuk mengetahui
hubungan antara variabelnya. Tabel berikut ini menjelaskan hasil Hubungan tinggi badan ibu
dengan kejadian sunting bayi usia 0-30 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Cakranegara

Tabel 4.3.6. Hubungan tinggi badan ibu dengan kejadian sunting bayi usia 0-30 bulan

Kejadian stunting
Kategori Ya Tidak Total p-value
N % N % N %
Kurang 87 37,3 12 5,2 99 42,5 0,000
Normal 77 33 57 24,5 134 57,5
Total 164 70,4 69 29,6 233 100
Pada tabel di atas diketahui bahwa bayi yang mengalami stunting sebagian besar
memiliki ibu dengan tinggi badan yang kurang yaitu sebanyak 87 responden (37,3%) dan
sebanyak 12 responden (5,2%) tidak mengalami stunting yang memiliki ibu dengan tinggi badan
kurang. Pada bayi stunting yang memiliki ibu dengan tinggi badan normal yaitu sebanyak 22
responden (37,9%) dan sebanyak 53 responden (91,4%) tidak mengalami stunting dan memiliki
ibu dengan tinggi badan normal.

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,000 (<0,05). Dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan tinggi badan ibu dengan kejadian sunting bayi usia 0-30
bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara.

4.3.7 Hubungan Tinggi Badan Ayah Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30 Bulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan, selanjutnya diolah dan dianalisis untuk mengetahui
hubungan antara variabelnya. Tabel berikut ini menjelaskan hasil Hubungan tinggi badan ayah
dengan kejadian sunting bayi usia 0-30 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Cakranegara.
Tabel. 4.3.7 Hubungan tinggi badan ayah dengan kejadian sunting bayi usia 0-30 bulan

Kejadian stunting
Kategori Ya Tidak Total p-value
N % N % N %
Kurang 69 29,6 12 5,2 81 34,8 0,000
Normal 95 40,8 57 24.5 152 65,2
Total 164 70,4 69 29,6 233 100

Pada tabel di atas diketahui bahwa bayi yang mengalami stunting memiliki Ayah dengan
tinggi badan yang kurang yaitu sebanyak 69 responden (29,6%) dan sebanyak 12 responden
(5,2%) tidak mengalami stunting yang memiliki ayah dengan tinggi badan kurang. Pada bayi
stunting yang memiliki ayah dengan tinggi badan normal yaitu sebanyak 95 responden (40,8%)
dan sebanyak 57 responden (24,5%) tidak mengalami stunting dan memiliki ayah dengan tinggi
badan normal.

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,000 (<0,05). Dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan tinggi badan ayah dengan kejadian sunting bayi usia 0-30
bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara.

4.3.8 Hubungan Riwayat Anemia Ibu Saat Hamil Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-
30 Bulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan, selanjutnya diolah dan dianalisis untuk mengetahui
hubungan antara variabelnya. Tabel berikut ini menjelaskan hasil Hubungan riwayat anemia ibu
saat hamil dengan kejadian sunting bayi usia 0-30 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Cakranegara.
Table 4.3.8 Hubungan riwayat anemia ibu saat hamil dengan kejadian sunting bayi usia 0-30
bulan

Kategori Kejadian stunting p-value


Ya Tidak Total
N % N % N %
Ya 61 26,2 23 9,9 84 36,1 0,575
Tidak 103 44,2 46 19,7 149 63,9
Total 164 70,4 69 29,6 233 100
Pada tabel di atas diketahui bahwa bayi yang mengalami stunting dan memiliki ibu dengan
riwayat anemia saat hamil yaitu sebanyak 61 responden (26,2%) dan sebanyak 23 responden
(9,9%) tidak mengalami stunting yang memiliki ibu dengan riwayat anemia saat hamil. Pada
bayi stunting yang memiliki ibu dengan riwayat tidak anemia saat hamil yaitu sebanyak 103
responden (44,2%) dan sebanyak 46 responden (19,7%) tidak mengalami stunting dan memiliki
ibu dengan riwayat tidak anemia saat hamil.
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,575 (>0,05). Dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan data statistik tidak terdapat riwayat anemia ibu saat hamil
dengan kejadian stunting bayi usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara.
4.3.9 Hubungan Riwayat Diare Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30 Bulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan, selanjutnya diolah dan dianalisis untuk mengetahui
hubungan antara variabelnya. Tabel berikut ini menjelaskan hasil Hubungan riwayat diare pada
bayi dengan kejadian sunting bayi usia 0-30 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Cakranegara.
Tabel. 4.3.9 Hubungan Riwayat diare pada bayi dengan kejadian sunting bayi usia 0-30
bulan

Kejadian stunting
Kategori Ya Tidak Total p-value
N % N % N %
Berisiko 53 22,7 14 6,0 67 28,8 0,064
Tidak berisiko 111 47,6 55 23,6 166 71,2
Total 164 70,4 69 29.6 233 100
Pada tabel di atas diketahui bahwa bayi yang mengalami stunting dan memiliki berisiko
mengalmi diare yaitu sebanyak 53 responden (22,7%) dan sebanyak 14 responden (6,0%) tidak
mengalami stunting yang memiliki resiko riwayat diare. Pada bayi stunting yang memiliki
riwayat diare tidak berisiko diare yaitu sebanyak 111 responden (47,6%) dan sebanyak 55
responden (23,6%) tidak mengalami stunting dan tidak berisiko diare.
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,064 (>0,05). Dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan data statistik tidak terdapat hubungan riwayat diare dengan
kejadian stunting bayi usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara.
4.3.10 Hubungan Riwayat ISPA Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30 Bulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan, selanjutnya diolah dan dianalisis untuk mengetahui
hubungan antara variabelnya. Tabel berikut ini menjelaskan hasil Hubungan ISPA pada bayi
dengan kejadian sunting bayi usia 0-30 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Cakranegara.
Tabel 4.3.10 Hubungan ISPA pada bayi dengan kejadian sunting bayi usia 0-30 bulan

Kejadian stunting
Kategori Ya Tidak Total p-value
N % N % N %
Berisiko 16 6,9 3 1,3 29 8,2 0,168
Tidak berisiko 148 63,5 66 28,3 214 91,8
Total 164 70,4 69 29,6 233 100

Pada tabel di atas diketahui bahwa bayi yang mengalami stunting dan memiliki berisiko
mengalami ISPA yaitu sebanyak 16 responden (6,9%) dan sebanyak 3 responden (1,3%) tidak
mengalami stunting yang memiliki resiko mengalami ISPA. Pada bayi stunting yang memiliki
riwayat ISPA tidak berisiko yaitu sebanyak 148 responden (63,5%) dan sebanyak 69 responden
(29,6%) tidak mengalami stunting dan tidak berisiko ISPA.
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,168 (>0,05). Dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan data statistik tidak terdapat hubungan riwayat ISPA dengan
kejadian stunting bayi usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara.
4.3.11 Hubungan Status Pendidikan Ibu Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30 Bulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan, selanjutnya diolah dan dianalisis untuk mengetahui
hubungan antara variabelnya. Tabel berikut ini menjelaskan hasil Hubungan status Pendidikan
ibu dengan kejadian sunting bayi usia 0-30 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Cakranegara.
Tabel 4.3.11 Hubungan status pendidikan ibu dengan kejadian sunting bayi usia 0-30 bulan

Kejadian stunting
Kategori Ya Tidak Total p-value
N % N % N %
Rendah 133 48,5 8 3,4 121 51,9 0,000
Tinggi 51 21,9 61 26,2 112 48,1
Total 164 70,4 69 29,6 233 100
Pada tabel di atas diketahui bahwa bayi yang mengalami stunting sebagian besar
memiliki ibu dengan status pendidikan rendah yaitu sebanyak 133 responden (48,5%) dan
sebanyak 8 responden (3,4 %) tidak stunting yang memiliki ibu dengan status pendidikan rendah.
Pada bayi stunting yang memiliki ibu dengan status pendidikan tinggi yaitu sebanyak 51
responden (44,8%) dan sebanyak 61 responden (26,2 %) tidak stunting dan memiliki ibu dengan
status pendidikan yang tinggi.

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,000 (<0,05). Dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan data statistik terdapat hubungan status Pendidikan ibu dengan
kejadian stunting bayi usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara.

4.3.12 Hubungan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia
0-30 Bulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan, selanjutnya diolah dan dianalisis untuk mengetahui
hubungan antara variabelnya. Tabel berikut ini menjelaskan hasil Hubungan berat badan lahir
rendah (BBLR) dengan kejadian sunting bayi usia 0-30 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Cakranegara.
Tabel 4.3.12 Hubungan berat badan lahir rendah (BBLR) dengan kejadian sunting bayi usia
0-30 bulan
Kejadian stunting
Kategori Ya Tidak Total p-value
N % N % N %
Ya 34 14,6 21 9 55 23,6 0,111
Tidak 130 55,8 48 20,6 178 76,4
Total 164 70,4 69 29,6 233 100

Pada tabel di atas diketahui bahwa bayi yang mengalami stunting sebagian besar memiliki
riwayat BBLR yaitu sebanyak 34 responden (14,6%) dan hanya 9 responden yang memiliki
riwayat BBLR namun tidak mengalami stunting. Pada bayi stunting yang tidak memiliki riwayat
BBLR yaitu sebanyak 130 responden (55,8%) dan sebanyak 48 responden (20,6%) yang tidak
memiliki riwayat BBLR tidak mengalami stunting.

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,111(>0,05). Dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan data statistik tidak terdapat hubungan BBLR dengan kejadian
stunting bayi usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara.
4.3.13 Hubungan Riwayat Panjang Badan Lahir Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30
Bulan
Tabel 4.3.13 Hubungan Riwayat Panjang Badan Lahir dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30
Bulan
Kejadian stunting
Kategori Ya Tidak Total p-value
N % N % N %
Pendek 55 23,6 20 8,6 75 32,2 0,497
Normal 109 46,8 49 21,0 158 67,8
Total 164 70,4 69 29,6 233 100
Pada tabel di atas diketahui bahwa bayi yang mengalami stunting pendek sebanyak 55
responden (23,6%) dan 20 responden yang memiliki riwayat Panjang badan lahir pendek namun
tidak mengalami stunting. Pada bayi stunting sebagian besar normal sebanyak 109 bayi(46,8%)
dan 49 responden Panjang badan lahir normal tidak mengalami stunting

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,497(>0,05). Dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan data statistik tidak terdapat hubungan Riwayat Panjang badan
lahir dengan kejadian stunting bayi usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara.

4.3 Pembahasan
4.3.1 Hubungan Riwayat ASI Eklusif Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30 Bulan
Berdasarkan hasil analisis bivariat yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa tidak
terdapat hubungan antara riwayat pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian stunting pada bayi
usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara dengan nilai p-value 0,359 (>0,05)
dan hal ini berarti bahwa bayi yang mempunyai riwayat diberi ASI Ekslusif, tidak ada
hubungan secara statistik antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian stunting.
Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Candra, A dkk
(2011), yang menjelaskan bahwa ada hubungan antara pemberian ASI secara eksklusif dengan
kejadian stunting pada bayi. Bayi yang tidak diberi ASI Eksklusif mempunyai risiko sebesar 6,54
kali menjadi stunting dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif. Pengaruh
pemberian ASI eksklusif terhadap perubahan status stunting diakibatkan fungsi ASI sebagai anti
infeksi. Pemberian ASI yang kurang dari 6 bulan pertama sejak kelahiran dapat meningkatkan
risiko terjadinya stunting pada bayi dikarenakan bayi akan lebih mudah terkena penyakit infeksi
seperti diare dan ISPA (Anugraheni, 2012).

Menurut penelitian ini, bayi tidak mendapatkan ASI Eksklusif dikarenakan sebagian
besar alasan yang dikemukakan oleh ibu bayi yakni ASI susah keluar sehingga pemberian ASI
dilakukan bersama dengan pemberian susu formula. Pemberian ASI yang didampingi oleh MP-
ASI yang baik dapat mengoptimalkan pertumbuhan pada bayi. Hal ini dikarenakan nutrisi yang
ada pada MP-ASI sudah mulai bervariasi sehingga kecukupan gizi terpenuhi. Oleh karena itu
ASI bukanlah satu-satunya penentu, jika anak tidak mendapatkan ASI eksklusif tetapi
pemenuhan gizinya bagus maka tidak ada masalah yang terjadi pada pertumbuhan bayi
(Nurjanah,2018).

4.3.2 Hubungan Usia Ibu Saat Hamil Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30 Bulan
Berdasarkan analisis bivariat, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,153 (>0,05). Dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan statistik tidak terdapat hubungan usia ibu saat hamil dengan
kejadian stunting pada bayi usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara. Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Wati et al., (2022), bahwa usia ibu saat hamil tidak
berhubungan degan kejadian stunting, namun lebih berhubungan dengan kematian bayi baik
selama ibu hamil dan saat proses melahirkan. Selain itu juga sejalan dengan penelitian
Krismanita et al., (2022) bahwa tidak berhubungan antara usia ibu saat hamil dengan kejadian
stunting. Namun terdapat penelitian lain oleh Sani et al., (2019) yang menyatakan jika ada
hubungan yang signifikan antara usia ibu saat hamil dengan kejadian stunting yang disebabkan
jika kehamilan dibawah 20 tahun ibu belum siap hamil, apabila diatas 30 tahun terjadi gangguan
absorbsi nutrisi sehingga bisa menyebabkan stunting.
4.3.3 Hubungan Usia Kehamilan Ibu Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30 Bulan
Berdasarkan analisis bivariat, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,0363 (>0,05). Dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan statistic tidak terdapat hubungan usia ibu saat hamil dengan
kejadian stunting pada bayi usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara. Hasil
penelitian ini sejalan dengan Sari et al., (2017) bahwa usia kehamilan berhubungan dengan
kejadian stunting, karena pertumbuhan pada bayi prematur dapat terhambat akibat kelahiran
prematur. Namun terdapat penelitian lain oleh Qurani et al., (2022) dan Manggala et al., (2018)
bahwa usia kehamilan tidak berhubungan dengan kejadian stunting.
4.3.4 Hubungan Paritas Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30 Bulan
Berdasarkan analisis bivariat, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,105 (>0,05). Dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian sunting bayi usia 0-
30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Manggala et al., (2018) bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah
paritas dengan kejadian stunting. Namun terdapat penelitian lain oleh Krismanita et al., (2022)
yang menyatakan jika ada hubungan yang signifikan antara jumlah paritas dengan kejadian
stunting, yang disebabkan jika terlalu banyak kelahiran maka orang tua akan susah memberikan
nutrisi dan perhatian yang seimbang pada semua anaknya.
4.3.5 Hubungan Status Gizi Ibu Saat Hamil (LILA) Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-
30 Bulan
Berdasarkan analisis bivariat, diketahui diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,000
(<0,05). Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan status gizi ibu saat hamil (LILA) dengan
kejadian sunting bayi usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara. Hasil penelitian
ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Sukmawati, Hendrayati, Chaerunnimah, & Nurhumaira
(2018) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi ibu saat hamil dengan
kejadian stunting pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Bontoa Kabupaten Maros dengan nilai
p-value sebesar 0,01 (0,01<0,05) Ibu yang mengalami status gizi kurang selama hamil dapat
menyebabkan berbagai macam risiko seperti perdarahan, abortus, bayi lahir mati, bayi lahir
dengan berat rendah, kelainanan kongenital dan lain sebagainya (Sulistyoningsih, 2011).
Menurut Arisman (2020), wanita yang mengalami kekurangan gizi pada trimester akhir maka
dapat meningkatkan risiko melahirkan bayi BBLR, dan bayi BBLR merupakan faktor risiko
terjadinya stunting pada anak.

4.3.6 Hubungan Tinggi Badan Ibu Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30 Bulan
Berdasarkan analisis bivariat, diketahui diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,000
(<0,05). Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan tinggi badan ibu dengan kejadian sunting
bayi usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara. Tinggi badan ibu dalam penelitian
dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu tinggi badan kurang jika < 150 cm dan tinggi badan
normal jika ≥ 150 cm. Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian Umiyah, A (2016),
tinggi badan ibu berhubungan dengan tinggi badan anak karena merupakan faktor internal atau
faktor genetik yang mana berkontribusi cukup besar. Postur tubuh ibu mencerminkan tinggi
badan ibu dan lingkungan awal yang dapat memberikan kontribusi terhadap tinggi badan anak
sebagai faktor independen, namun masih banyak faktor lingkungan yang juga dapat
mempengaruhi tinggi badan anak

4.3.7 Hubungan Tinggi Badan Ayah Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30 Bulan
Berdasarkan analisis bivariat, diketahui diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,000 (<0,05).
Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan tinggi badan ayah dengan kejadian sunting bayi
usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara. Hasil penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahdah, Juffrie, & Huriyati (2015) bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara tinggi badan ayah dengan kejadian stunting pada bayi usia 0-30
bulan di Wilayah Pedalaman Kecamatan Silat Hulu, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat dengan
nilai p-value 0,001 (0,001<0,05). Tinggi badan orangtua memiliki hubungan yang signifikan
terhadap kejadian stunting pada anak. apabila salah satu atau kedua orangtua yang pendek akibat
kondisi patologi seperti defisiensi hormon pertumbuhan, memiliki gen di dalam kromosom yang
membawa sifat pendek, sehingga hal tersebut memperbesar peluang anak mewarisi gen tersebut
dan dapat tumbuh menjadi stunting. Namun apabila orangtua pendek akibat kekurangan zat gizi
atau penyakit, kemungkinan anak dapat tumbuh dengan tinggi badan normal (Amaliah, 2016)

4.3.8 Hubungan Riwayat Anemia Ibu Saat Hamil Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-
30 Bulan
Berdasarkan analisi bivariat, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,575 (>0,05). Dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan data statistik tidak terdapat riwayat anemia ibu saat hamil
dengan kejadian stunting bayi usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara. Hasil
penelitian ini sejalan dengan Sartika et al., (2021) bahwa riwayat anemia ibu saat hamil tidak
berhubungan dengan kejadian stunting, masih ada faktor lain yang menyebabkan stunting tidak
terjadi seperti pemeriksaan kehamilan berkala sehingga ibu hamil yang sejak awal menderita
anemia dapat segera ditangani oleh petugas kesehatan, selain itu ada program pemberian tablet
Fe sebagai salah satu bentuk intervensi yang diberikan sehingga bayi di dalam kandungan dapat
tetap tumbuh dan berkembang dengan baik (Astuti et al., 2020). Namun terdapat penelitian lain
oleh Abdillah, (2022) bahwa riwayat anemia ibu saat hamil berhubungan dengan kejadian
stunting, karena defisiensi mikronutrien (Fe, Zink, folat, Iodium) terus-menerus berhubungan
dengan hambatan pada pertumbuhan bayi.
4.3.9 Hubungan Riwayat Diare Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30 Bulan
Berdasarkan analisi bivariat, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,064 (>0,05). Dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan data statistik tidak terdapat hubungan riwayat diare dengan
kejadian stunting bayi usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara. Hasil penelitian
ini sejalan dengan Umiyah & Hamidiyah, (2021) bahwa stunting tidak berhubungan dengan
risiko mengalami diare, karena masih ada faktor lain yang lebih dominan menyebabkan diare
yaitu sanitasi lingkungan yang buruk (kualitas air, jamban, dan pembuangan limbah rumah
tangga). Namun terdapat penelitian lain oleh Wicaksono et al., (2021) bahwa stunting
berhubungan dengan risiko mengalami diare, karena pada stunting terjadi penurunan imunitas
tubuh, yang dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi, salah satunya adalah diare
(Arini et al., 2020).
4.3.10 Hubungan Riwayat ISPA Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30 Bulan
Berdasarkan analisi bivariat, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,168 (>0,05). Dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan data statistik tidak terdapat hubungan riwayat ISPA dengan
kejadian stunting bayi usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara. Hasil penelitian
ini sejalan dengan Umiyah & Hamidiyah, (2021) dan Ali et al., (2016) bahwa stunting tidak
berhubungan dengan risiko mengalami ISPA, karena masih ada faktor lain yang lebih dominan
menyebabkan ISPA yaitu sanitasi lingkungan yang buruk (kualitas air, jamban, dan pembuangan
limbah rumah tangga). Namun terdapat penelitian lain oleh Arini et al., (2020) bahwa stunting
berhubungan dengan risiko mengalami ISPA, karena pada stunting terjadi penurunan imunitas
tubuh, yang dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi, salah satunya adalah ISPA.
4.3.11 Hubungan Status Pendidikan Ibu Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30 Bulan
Berdasarkan analisi bivariat, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,000 (<0,05). Dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan data statistik terdapat hubungan status pendidikan ibu dengan
kejadian stunting bayi usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ni’mah dan
Nadhiroh (2015) yang menyatakan bahwa status pendidikan ibu merupakan faktor yang
berhubungan dengan kejadian stunting pada bayi dengan nilai p value 0,03. Kemudian penelitian
oleh Ismanto (2018) yang hasilnya adalah status pendidikan ibu yang rendah merupakan faktor
yang dapat menyebabkan bayi stunting pada usia 0-30 bulan di Kecamatan Sukorejo, Kota
Blitar. Status pendidikan ibu yang rendah juga dapat berpengaruh pada pengetahuan ibu terhadap
pola asuh terutama dalam pemberian ASI Eksklusif, IMD, pemberian MP-ASI, pemenuhan gizi
anak dan pentingnya untuk datang ke Posyandu guna mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan anak. Kurangnya pengetahuan ibu menyebabkan ibu tidak memberikan ASI
secara Eksklusf, kemudian memberikan makanan pendamping ASI pada usia < 6 bulan yang
mana hal ini juga bisa mempengaruhi terjadinya stunting pada bayi.
4.3.12 Hubungan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Dengan Kejadian Stunting Bayi
Usia 0-30 Bulan
Berdasarkan analisis bivariat, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,111(>0,05). Dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan data statistik tidak terdapat hubungan BBLR dengan kejadian
stunting bayi usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara. Hasil penelitian ini
sejalan dengan Zai et al., (2022), bahwa tidak terdapat hubungan riwayat BBLR dengan kejadian
stunting, karena masih ada faktor lain yang lebih dominan menyebabkan stunting yaitu
pemberian nutrisi yang adekuat selama pertumbuhan seperti pemberian asi yang tepat, makanan
dengan gizi seimbang (kabrohidrat, protein, dan lemak). Namun terdapat penelitian lain oleh
Nasrul et al., (2015) bahwa terdapat hubungan riwayat BBLR dengan kejadian stunting sebanyak
4x dari pada tidak riwayat BBLR.

4.3.13 Hubungan Riwayat Panjang Badan Lahir Dengan Kejadian Stunting Bayi Usia 0-30
Bulan
Berdasarkan analisis bivariat, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,497(>0,05). Dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan data statistik tidak terdapat hubungan Riwayat Panjang badan
lahir dengan kejadian stunting bayi usia 0-30 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Cakranegara.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Atmarita, (2018) pada 360 bayi di
wilayah Kota Bogor menunjukkan panjang badan lahir tidak ada hubungan dengan stunting
dengan P value 0,707 (p >0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ni'mah, K (2018)
pada 46 bayi di wilayah kerja Puskesmas Gebang, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo
menunjukkan panjang badan lahir tidak ada hubungan dengan stunting dengan P value 0.226
(p>0,05).

Panjang lahir menggambarkan pertumbuhan linier bayi selama dalam kandungan.


Penentuan asupan yang baik sangat penting untuk mengejar masa pertumbuhan anak terutama
usia 2-3 tahun akan mengurangi prevalensi terhambatnya pertumbuhan pada anak-anak. Pola
asuh ibu yang baik terhadap anaknya merupakan poin penting dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan anak. Anak dengan panjang lahir menjadi fokus perhatian ibu dalam pemberian
asupan gizi dan pola asuh yang baik selama proses pertumbuhan dan perkembangan anak
sehingga anak dapat mengejar masa pertumbuhan yang tertinggal. Tinggi badan ibu merupakan
salah satu pengaruh pada proses pertumbuhan anak selama 4 periode yaitu masa intrauterin, bayi
lahir sampai usia 2 tahun, usia 2 tahun sampai pertengahan masa kanak-kanak dan usia dewasa.
Namun ada kemungkinan pengaruh faktor genetik dan non-genetik, termasuk gizi selama masa
kehamilan.

Bayi yang lahir pendek dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti retardasi pertumbuhan
atau pertumbuhan yang terhambat saat masih dalam kandungan yang disebabkan oleh
kemiskinan, penyakit, dan defisiensi zat gizi yang diderita oleh ibu hamil semenjak trimester
awal sampai akhir kehamilan. Tidak adanya hubungan panjang badan lahir bayi dapat
dipengaruhi oleh faktor lain, seperti sudah terpenuhinya zat gizi bayi. Kecukupan zat gizi
perorangan berbeda tergantung pada umur, aktivitas, ukuran tubuh, keadaan fisiologis, derajat
pertumbuhan, dan kebutuhan energi. Panjang badan lahir didapatkan tidak ada hubungan dengan
stunting karena bayi di pidie tiap bulan nya melakukan pemantauan status gizi yang dilakukan di
posyandu sehingga orang tua mendapatkan penyuluhan kesehatan, pelayanan kesehatan dasar
dan penimbangan rutin sehingga anak dapat terhindar dari permasalahan gizi.

1. Abdillah, S. (2022). The Effect of Maternal and Child Factors on Stunting in Children
Under Five Years in Rural Indonesia. KnE Life Sciences, 813-822-813–822.
2. Atmarita. (2018). Asupan Gizi yang Optimal untuk Mencegah Stunting. In K. R. Pusat
Data dan Informasi, Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan (pp. 19-30). Jakarta:
Pusat Data dan Informasi.
3. Ali, A. F. M., Muis, S. F., & Suhartono, S. (2016). Correlation between Food Intake and
Health Status with the Nutritional Status of School Children Age 9-11 in Semarang City.
Biosaintifika: Journal of Biology & Biology Education, 8(3), 249–256.
4. Amaliah, et al. 2016. Panjang Badan Lahir Pendek Sebagai Salah Satu Faktor
Determinan Keterlambatan Tumbuh Kembang Anak Umur 6-23 Bulan Di Kelurahan
Jaticempaka, Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 15
No 1, Juni 2016 : 43 – 55
5. Arini, D., Nursalam, N., Mahmudah, M., & Faradilah, I. (2020). The incidence of
stunting, the frequency/duration of diarrhea and Acute Respiratory Infection in toddlers.
Journal of Public Health Research, 9(2), jphr. 2020.1816.
6. Astuti, A., Muyassaroh, Y., & Ani, M. (2020). The Relationship Between Mother’s
Pregnancy History and Baby’s Birth to the incidence of stunting in infants. Journal of
Midwifery Science: Basic and Applied Research, 2(1), 22–26.
7. Candra, A., dkk. 2011. Risk Factor of Stunting among 0-2 Years Old Children in
Semarang City. Media medika Indonesia (45), pp:206-201
8. Krismanita, M. D., Triyanti, T., Syafiq, A., & Sudiarti, T. (2022). Determinants of the
Coexistence Dual Form of Malnutrition in Pairs of Mother and Child Aged 6–59 Months
in Bogor District 2019. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (National Public
Health Journal), 17(2).
9. Kementerian Kesehatan RI. (2016). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Kemenkes
dan JICA.
10. Manggala, A. K., Kenwa, K. W. M., Kenwa, M. M. L., Jaya, A. A. G. D. P., & Sawitri, A.
A. S. (2018). Risk factors of stunting in children aged 24-59 months. Paediatrica
Indonesiana, 58(5), 205–212.
11. Nasrul, N., Hafid, F., Thaha, A. R., & Suriah, S. (2015). Faktor Risiko Stunting Usia 6-23
Bulan di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto. Media Kesehatan Masyarakat
Indonesia, 11(3), 139–146.
12. Nurjanah , O. L. (2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Di
Wilayah Kerja Upt Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun. Madiun: STIKES BHAKTI
HUSADA MULIA
13. Ni'mah, K., & Nadhiroh, S. R. (2015). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Stunting pada Bayi. Media Gizi Indonesia, 10, 13-19
14. Qurani, R. M., Karuniawaty, T. P., John, R. E., Wangiyana, N. K. A. S., Setiadi, Q. H.,
Tengkawan, J., Septisari, A. A., & Ihyauddin, Z. (2022). Correlation Between Maternal
Factor And Stunting Among Children Of 6-12 Months Old In Central Lombok. Journal of
Public Health Research & Community Health Development, 5(2).
15. Sani, M., Solehati, T., & Hendarwati, S. (2019). Hubungan usia ibu saat hamil dengan
stunted pada bayi 24-59 bulan. Holistik Jurnal Kesehatan, 13(4), 284–291.
16. Sari, A., Mambang, M., Putri, K. S. C. E., Haryono, I. A., Lestari, Y. P., & Sari, M. Y.
(2017). Factors Affecting The Stunting Case: A Retrospective Study On Children In
Banjarmasin. 2nd Sari Mulia International Conference on Health and Sciences 2017
(SMICHS 2017)–One Health to Address the Problem of Tropical Infectious Diseases in
Indonesia, 21–29.
17. Sartika, A. N., Khoirunnisa, M., Meiyetriani, E., Ermayani, E., Pramesthi, I. L., & Nur
Ananda, A. J. (2021). Prenatal and postnatal determinants of stunting at age 0–11 months:
A cross-sectional study in Indonesia. Plos One, 16(7), e0254662.
18. Pormes, W.E., Rompas S., Ismanto A.Y. 2018. Hubungan Pengetahuan Orang Tua
Tentang Gizi dengan Stunting Pada Bayi Usia 0-30 Bulan di TK Malaekat Pelindung.
Universitas Sam ratulangi : Manado
19. Umiyah, A., & Hamidiyah, A. (2021). Analysis of Stunting Risk Factors in Toddlers.
Indian Journal of Public Health Research & Development, 12(2), 58–63.
20. Wati, E. K., Wahyurin, I. S., Sari, H. P., Zaki, I., & Dardjito, E. (2022). Stunting
Incidence in Infant Related to Mother’s History During Pregnancy.
21. Wahdah, S., M. Juffrie., E. Huriyati. 2015. Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Anak
Umur 6-36 Bulan di Wilayah Pedalaman Kecamatan Silat Hulu, Kapuas Hulu,
Kalimantan Barat. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia Vol. 3, No. 2, Mei 2015: 119-130.
22. Wicaksono, R. A., Arto, K. S., Mutiara, E., Deliana, M., Lubis, M., & Batubara, J. R. L.
(2021). Risk factors of stunting in Indonesian children aged 1 to 60 months. Paediatrica
Indonesiana, 61(1), 12–19.
23. Zai, T., Girsang, E., Nasution, S. L. R., & Ginting, C. N. (2022). Prevalence and
Determinants of Stunting Incidence in Toddlers. Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan,
7(2), 527–534.

Anda mungkin juga menyukai