Tugas Pembiayaan Pendidikan Islam
Tugas Pembiayaan Pendidikan Islam
Disusun Oleh
AHMAD SYAFIK
A. Latar Belakang
Pendidikan Islam berlangsung dari zaman dahulu sampai sekarang untuk mencapai
hal itu atau insan kamil. Tujuannya yang ingin dicapai sama, hanya saja proses dan
tantangan yang dihadapinya berbeda. Pendidikan Islam masa lalu sempat mengalami masa
kejayaan dan hal itu memunculkan tiga aliran. Ketiga aliran tersebut adalah aliran teologi,
mistik dan filsafat. Dalam perkembangannya pendukung aliran ini saling bertikai satu sama
lain. Hal tersebut mengakibatkan mulai adanya dikotomi ilmu pengetahuan dan yang
terjadi adalah satu dengan yang lainnya saling menyingkirkan, akhirnya pada periode
sesudahnya filsafat tersingkir .
1
pembiayaan pendidikan. Khalifah pada masa lalu juga menanggung dan membiayai
pendidikan. Pada zaman keemasan Islam dahulu, wakaf merupakan sumber keuangan
penting bagi pembangunan negara. Razali Othman, sebagaimana dikutip oleh Suhrawardi,
mengemukakan bahwa pada zaman keagungan Islam, sektor-sektor pendidikan, kesehatan,
kebajikan, penelitian dan sebagainya disumbangkan melalui sumber dana wakaf.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
BAB 2. PEMBAHASAN
Hal yang membedakan antara Islam dengan neoliberalisme adalah dalam Islam
pembiayaan pendidikan untuk seluruh tingkatan sepenuhnya merupakan tanggung jawab
negara. Seluruh pembiayaan pendidikan, baik menyangkut gaji para guru/dosen, maupun
menyangkut infrastruktur serta sarana dan prasarana pendidikan, sepenuhnya menjadi
kewajiban negara. Ringkasnya, dalam Islam pendidikan disediakan secara gratis oleh
negara. Seperti lembaga pendidikan Nizamiyah yang pernah didirikan pada masa dinasti
3
Abbasiyah dan lain sebagainya, ditopang oleh subsidi yang berasal dari hasil pengumpulan
zakat harta yang menjadi salah satu ajaran Islam yang disyari’atkan. Artinya kondisi yang
demikian itu memang menuntut untuk mengalokasikan dana khusus dari baitul mal untuk
kepentingan pendidikan.
اع َوه َُو ٍ اس َر ِ َّاع َو ُكلُّ ُك ْم َم ْسُئو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه فَاَأْل ِمي ُر الَّ ِذي َعلَى الن ٍ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأنَّهُ قَا َل َأاَل ُكلُّ ُك ْم َر
َ ع َْن اب ِْن ُع َم َر ع َْن النَّبِ ِّي
د2ُ ت بَ ْعلِهَا َو َولَ ِد ِه َو ِه َي َم ْسُئولَةٌ َع ْنهُ ْم َو ْال َع ْب
ِ اع َعلَى َأ ْه ِل بَ ْيتِ ِه َوه َُو َم ْسُئو ٌل َع ْنهُ ْم َو ْال َمرْ َأةُ َرا ِعيَةٌ َعلَى بَ ْي ٍ َم ْسُئو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه َوال َّر ُج ُل َر
ٍ ال َسيِّ ِد ِه َوهُ َو َم ْسُئو ٌل َع ْنهُ َأاَل فَ ُكلُّ ُك ْم َر
اع َو ُكلُّ ُك ْم َم ْسُئو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه ِ اع َعلَى َم
ٍ َر
Artinya: Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggung
jawaban terhadap apa yang kamu pimpin. Seorang raja adalah pemimpin bagi rakyatnya,
dan dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang suami
adalah pemimpin bagi anggota keluarganya dan dia akan dimintai pertanggung jawaban
terhadap mereka. Seorang istri adalah pemimpin bagi rumah tangga, suami dan anak-
anaknya, dan dia akan dimintai pertanggung jawaban terhadapa apa yang dipimpinnya.
Seorang hamba adalah pemimpin bagi harta majikannya, dan dia juga akan dimintai
pertanggung jawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Dan ingat setiap kamu adalah
pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban terhadap kepemimpinannya.
Sejarah Islam pun telah mencatat kebijakan para khalifah yang menyediakan
pendidikan gratis bagi rakyatnya. Sejak abad IV H para khalifah membangun berbagai
perguruan tinggi dan berusaha melengkapinya dengan berbagai sarana dan prasarananya
4
seperti perpustakaan. Setiap perguruan tinggi itu dilengkapi dengan “iwan” (auditorium),
asrama mahasiswa, juga perumahan dosen dan ulama. Selain itu, perguruan tinggi tersebut
juga dilengkapi taman rekreasi, kamar mandi, dapur, dan ruang makan.
Hal yang sebutkan di atas merupakan bukti konkrit yang menunjukkan bahwa
pendidikan Islam dalam penyelenggaraannya dibiayai oleh pemerintah.
5
1. Dewan al-Kharraj (Jawatan Pajak)
2. Dewan al-Addats (Jawatan Kepolisian)
3. Nazar al-Nafiat (Jawatan Pekerjaan Umum)
4. Dewan al-Jund (Jawatan Militer)
5. Bait al-Mal (Lembaga Pembendaharaan Negara).
Hal itu membuktikan bahwa pada Umar telah ada bait al-mal. Di samping itu, dalam
sejarah, pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, sumber pembiayaan untuk kemaslahatan
umum (termasuk pendidikan), berasal dari jizyah, kharaj, dan usyur.
6
Di samping itu, biaya pendidikan Islam biasanya juga diperoleh dari waqaf.
Meskipun pembiayaan pendidikan adalah tanggung jawab negara, Islam tidak melarang
inisiatif rakyatnya khususnya mereka yang kaya untuk berperan serta dalam pendidikan.
Melalui wakaf yang disyariatkan, sejarah mencatat banyak orang kaya yang membangun
sekolah dan universitas. Hampir di setiap kota besar, seperti Damaskus, Baghdad, Kairo,
Asfahan, dan lain-lain terdapat lembaga pendidikan dan perpustakaan yang berasal dari
wakaf.
Para pembesar negara pada masa itu, dengan kekayaan mereka, banyak yang
melakukan maksiat dan bermewah-mewahan, sehingga dengan mendirikan sekolah-
sekolah tersebut mereka ikut mewaqafkan hartanya ke jalan Allah dengan harapan sebagai
penebus dosa Di antara wakaf ini ada yang bersifat khusus, yakni untuk kegiatan tertentu
atau orang tertentu. Seperti wakaf untuk ilmuwan hadits, wakaf khusus untuk dokter,
wakaf khusus untuk riset obat-obatan, wakaf khusus guru anak-anak, wakaf khusus untuk
pendalaman fikih dan ilmu-ilmu al-Qur`an. Bahkan sejarah mencatat ada wakaf khusus
untuk Syaikh al-Azhar atau fasilitas kendaraannya. Selain itu, wakaf juga diberikan dalam
bentuk asrama pelajar dan mahasiswa, alat-alat tulis, buku pegangan, termasuk beasiswa
dan biaya pendidikan.
Bentuk biaya tentunya menjadi sebuah hal yang penting dalam menjalankan sebuah
roda pendidikan. Karena tentunya tanpa adanya biaya (dana) dalam proses pendidikan
juga pasti tidak akan berjalan dengan baik. Untuk itu pengelola lembaga pendidikan harus
memperhatikan prinsip-prinsip dalam pengelolaan biaya pendidikan. Pengggunaan
keuangan di sekolah didasarkan pada-prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Hemat tidak mewah, efisien dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang
disyaratkan.
2. Tararah dan terkendali sesuai dengan rencana, program dan kegiatan
3. Pengharusan penggunaan kemampuan
7
E. Peruntukan Dana Pendidikan
Dalam sejarah Islam kita mengetahui bahwa pengajaran Al-Qur’an dan agama dalam
permulaan Islam dilakukan dengan sukarela, tidak dibayar. Setelah Islam tersebar, semakin
susah mendapatkan guru untuk mengajari agama kepada anak-anak Muslim, bahkan
mengajar dilakukan sebagai bidang khusus, sehingga menjadikan masyarakat menggaji
gurunya bagi anaknya. Apabila orang tua hanya mengandalkan guru yang mengajar dengan
sukarela, maka akan banyak anak yang tidak mendapatkan guru sebagai sumber
belajarnya, akhirnya mereka tidak mengenal Al-Qur’an dan juga ilmu agama.
Para ahli fikih berbeda pendapat mengenai gaji guru yang mengajarkan Al-Qur’an.
Para ahli fikih yang tidak memperbolehkan adanya gaji pagi guru yang mengajarkan Al-
Qur’an berpegang pada prinsi bahwa Al-Qur’an diajarkan diajarkan oleh Allah, jadi tidak
wajar digaji bagi orang yang mengajarkannya. “Karena Allah” artinya diperintahkan oleh
Allah maka mengajarkan Al-Qur’an bukan untuk mencari uang atau upah duniawi. Namun
ada yang memperbolehkan adanya gaji dengan berpegang pada hadis yaitu “ yang paling
patut kamu terima adalah gaji karena Al-Qur’an”. Jadi diperbolehkan asalkan tidak
menjadikan Al-Qur’an sebagai alat untuk mencari rezeki.
Digaji atau tidak digaji akan berpengaruh terhadap hubungan antara guru dan
murid. Dikalangan filosof terdapat perbedaan tenttang gaji guru. Filosof yang sangat
terkenal yaitu Sokrates menolak adanya gaji guru sedangkan filosof sofis menerima adanya
gaji guru dengan alasan bahwa pandangan mereka sama dengan orang-orang zaman
sekarang yaitu bahwa semua kebutuhan seseorang menggunakan uang. Namun menurut
Socrates keutamaan atau kebijakan diambil dari jiwa, dan orang akan sampai kepada ilmu
itu hanya dengan berpikir. Jadi sudah pasti pengaruh guru terhadap murid akan lebih kuat
apabila gurunya tidak digaji, karena hubungan antara mereka bersifat kejiwaan, tidak
dipengaruhi oleh materi. Namun dalam keadaan tertentu bagaimana guru dapat
melaksanakan pembelajaran apabila ia tidak mendapatkan penghasilan dari mengajar,
apalagi di saat sekarang yang mayoritas orang memandang guru sebagai suatu profesi.
8
Dari beberapa pendapat yang berbeda mengenai gaji guru tersebut, ternyata dulu
sudah banyak guru yang mendapatkan gaji dari mengajar, seperti; Guru khuttab (semacam
sekolah dasar) menerima dari orang tua murid sedikit uang dan roti, mereka mengajarkan
Al-Qur’an dan juga pokok-pokok agama. Mu’addib guruu yang mengajari anak-anak
pembesar, mereka menerima upah yang cukup besar, seperti contoh Hisyam bin Abdul
Malik memberi 7000 dinar kepada Zuhry yang menjadi mu’addib bagi anaknya, Al-Kasai
mendapat gaji secara teratur, pada saat pengangkatnnya menjadi guru ia menerima gaji
sejumlah 10.000 dirham, Ibn Sakit, mu’addib anak Al-Mutawakkil yang mendapatkan
50.000 dinar. Sedangkan mubalig di masjid gajinya mencapai 10-20 dinar perbulan. Namun
pada masa Ayyuby, gaji guru naik turun sesuai dengan keadaan ekonomi yang
bersangkutan.
Pendapat yang saya kutip dari al-Abrasy yaitu bahwa menerima gaji karena
mengajar tidak bertentangan dengan maksud mencari keridhoan Allah dan juga zuhud di
dunia ini karena guru memerlukan uang dan harta untuk memenuhi keperluan hidupnya.
Maka yang ada sebaiknya “Bayarlah guru dengan gaji sebesar mungkin, agar ia ikhlas
dalam memberikan ilmu kepada anak didiknya”. Meskipun ikhlas dan uang adalah dua
elemen yang sangat berbeda, ikhlas adalah perasaan bagaimana suasana hati, sedangkan
uang adalah suasana lahiriyah. Jika ternyata seseorang menjadi tidak ikhlas karena adanya
uang, ini terjadi bukan karena uangnya itu sendiri namun bagaiman seorang guru dalam
mengendalikan suasana hati.
Gaji yang besar bagi guru itu perlu, dan tak lupa juga gaji bagi tenaga pendidikan
selain guru. Bagi sebagaian guru yang menjalankan amanahnya dengan profesional dan
tanggung jawab, maka uang sangatlah penting, karena uang dapat meningkatkan
profesinya dalam memberikan pelajaran bagi peserta didik. Pemegang profesi haruu kerja
terus atau full time. Itu semua tidak akan berjalan dengan baik apabila gajinya kecil. Jadi
dapat disimpulkan bahwa gaji guru haruslah besar, agar profesinya semakin hari semakin
meningkat.
9
BAB 3. KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas tentang Pendidikan Islam, yang lebih khusus lagi membahas tentang
Pembiayaan Pendidkan Islam maka dapat di simpulkan kepada beberapa hal sebagai
berikut :
1. Sejarah Pendidikan Islam berbanding Lurus dengan Sejarah Islam, dimana sejarah
Islam dibagi kepada tiga fase, yaitu : fase klasik, pertengahan dan modern
2. Dalam Sejarah Islam menunjukkan bukti kongkrit bahwa pendidikan Islam dalam
penyelenggaraannya dibiayai oleh pemerintah.
3. Pembiayaan Pendidikan dalam Islam bersumber kepada Dana dari Penguasa, Wakaf
maupun Zakat, Infaq dan Shodakoh.
4. Biaya pendidikan dibedakan menjadi tiga yaitu Pertama biaya investasi yang terdiri
dari biaya untuk sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia dan
modal kerja tetap. Kedua biaya operasional yang mencangkup gaji guru, gaji tenaga
pendidikan, peralatan mengajar atau bahan yang habis pakai, jasa telekomunikasi,
pemeliharaan sarana, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, daya dan juga
air. Ketiga biaya operasional yaitu biaya yang dikeluarkan oleh peserta didik selama
proses pendidikan seperti pakaian, buku pribadi, konsumsi pribadi dan juga
transportasi pribadi.
DAFTAR PUSTAKA
Laila, Siti Noer Farida, Diktat Sejarah Pendidikan Islam, Tulungagung: Tidak Diterbitkan,
2002.
Fajar, Abdullah, Peradaban dan Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 1991.
Al-Maliki, Abdurrahman, As-Siyasah Al-Iqtishadiyah Al-Mutsla, Hizbut Tahrir : t.p., 1963.
10
al-Naisyaburi, Muslim, Shahih Muslim, juz 9, Mauqi’u al-Islam: Dalam Software Maktabah
Syamilah, 2005.
Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:Bina Aksara, 1994.
11