Anda di halaman 1dari 42

PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN

RS MELATI

1. Pendahuluan

Upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien merupakan hal utama dalam
manajemen rumah sakit saat ini.Rumah Sakit Melati juga berupaya melaksanakan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien sesuai standar yang ditetapkan.Upaya tersebut
harus sesuai dengan misi dan visi RS Melati.Peningkatan mutu dan keselamatan pasien
(PMKP) dilaksanakan berdasarkan nilai dan motto RS Melati. PMKP ini juga bertujuan
untuk melaksanakan perencanaan strategi RS Melati. Adapun misi, visi, nilai dan motto
RS Melati adalah sebagai berikut :
1.1 Visi
“Menjadi Rumah Sakit pilihan dan andalan masyarakat Kota Tangerang”
1.2 Misi
Misi Rumah Sakit Melati adalah :
1. Menjadi Rumah Sakit yang bermutu, profesional, dan unggul
2. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada kepuasan
pelanggan dengan mengutamakan Mutu dan Keselamatan Pasien
3. Mengembangkan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan sesuai denga
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta kebutuhan masyarakat
4. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan SDM yang memiliki integritas dan
loyalitas untuk mencapai pelayanan prima.
1.3 Motto
“Melayani Dengan Sepenuh Hati”
1.4 Falsafah
Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Melati adalah bentuk tanggung jawab sosial
terhadap masyarakat, dengan menerapkan pelayanan prima dan mengutamakan
keselamatan pasien.

1
1.5 Nilai
M : Motivation
Mampu memotivasi orang lain untuk melakukan yang terbaik
E : Excellence
Memberikan layanan prima dalam pekerjaan sehari-hari kepada pelanggan.
L : Leadership
Membentuk karakter kepemimpinan agar mampu mengelola sebuah organisasi
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
A : Achievment Oriented
Mampu menyesuaikan diri dalam lingkungan yang berubah, berorientasi pada
sasaran perusahaan dalam melakukan pekerjaan.
T : Teamwork (Kerja Sama)
Menjalin sinergi dan bersatu dalam bekerja
I : Integrity
Menjunjung tinggi nilai kejujuran, bertanggung jawab, dan dapat dipercaya.

Tahap-tahap yang digunakan dalam PMKP ini adalah perencanaan pelaksanaan


monitoring dan evaluasi serta perbaikan mutu yang berkesinambungan. Pedoman PMKP
akan direview secara berkala.

2. Latar Belakang
Pengelolaan rumah sakit adalah pengelolaan yang penuh dengan resiko dan harus
memenuhi mutu pelayanan yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Untuk
memperbaiki mutu secara keseluruhan, Pengelola rumah sakit perlu secara terus menerus
mengurangi resiko terhadap pasien dan staf. Risiko semacam ini dapat muncul dalam
proses klinis, manajerial dan lingkungan fisik rumah sakit.
Upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien ini untuk menjawab tantangan
yang terus berkembang di masyarakat.Upaya tersebut harus dapat diukur. Pengukuran
upaya itu

2
melalui pencapaian indikator – indikator yang ditetapkan mulai tingkat rumah
sakit, nasional dan dunia.Pelaksanaan peningkatan mutu dan keselamatan pasien harus
mengacu ke perundang-undangan yang ada.

3. Tujuan
Peningkatan mutu dan keselamatan pasien ini bertujuan untuk mendukung
keselamatan pasien dan mencari jalan untuk bekerja sama lebih efektif dan efisien, untuk
menjamin asuhan pasien yang diberikan aman dan bermutu tinggi.

4. Pengertian
a. PMKP adalah singkatan dari Peningkatan Mutu Dan Keselamatan Pasien. PMKP
merupakan upaya meningkakan mutu secara keseluruhan dengan terus menerus
mengurangi risiko terhadap pasien dan staf baik dalam proses klinis maupun
lingkungan fisik.
b. Upaya Peningkatan Mutu adalah upaya terus menerus yang berkesinambungan
untuk mencapai mutu yang tinggi. Mutu adalah sesuatu yang bersifat persepsi dan
dipahami berbeda oleh orang yang berbeda namun berimplikasi pada superioritas
sesuatu hal.
c. Keselamatan Pasien adalah suatu sistem dimana Rumah Sakit membuat asuhan
pasien lebih aman yang diwujudkan dalam kegiatan asesmen resiko, identifikasidan
pengolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko.
d. Clinical Pathway adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang
merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar
pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang
terukur dan dalam jangkauan waktu tertentu selama di rumah sakit (Firmanda. D,
2008).
e. Indikator area klinis adalah suatu variabel yang digunakan untuk menilai perubahan

3
dalam bidang klinis.
f. Indikator Area Manajemen adalah suatu variabel yang digunakan untuk menilai
perubahan dalam bidang manajemen.
g. Indikator Keselamatan Pasien adalah suatu variabel yang digunakan untuk menilai
perubahan dalam keselamatan pasien.
h. Kejadian Sentinel adalah insiden yang mengakibatkan kematian atau cidera yang
serius kepada pasien.
i. Kejadian Nyaris Cidera (selanjutnya disebut KNC) adalah terjadinya insiden yang
belum sampai terpapar ke pasien sehingga pasien tidak cidera.
j. Kondisi Potensial Cidera (selanjutnya disebut KPC) adalah kondisi atau situasi
yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cidera, tetapi belum terjadi insiden.
k. Root Cause Analysis (selanjutnya disebut RCA) adalah suatu proses terstruktur
yang menggunakan metode analitik yang memungkinkan kita untuk bertanya
“bagaimana” dan “mengapa” dengan cara yang obyektif untuk mengungkap faktor
kausal yang menyebabkan insiden keselamatan pasien dan kemudian menjadi proses
pembelajaran untuk mencegah insiden serupa terjadi lagi tanpa menerapkan sikap
menyalahkan.
l. Failure Mode and Effects Analysis (selanjutnya disebut FMEA) adalah proses
proaktif dalam memperbaiki kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi
kegagalan sebelum terjadi, dimana kesalahan dapat diprediksi dan diantisipasi
sehingga dampak buruk akibat kesalahan itu dapat dihilangkan atau diminimalisir
demi keselamatan pasien.
m. Manajemen Resiko adalah suatu pendekatan proaktif berupa kegiatan klinis dan
administratif yang dilakukan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menyusun
prioritas dalam menangani resiko cidera terhadap pasien, staf RS dan pengunjung,
serta resiko kerugian terhadap institusi RS itu sendiri.
5. Kebijakan
Kebijakan peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP) RS Melati meliputi :
1. Direktur RS Melati berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring

4
dan pelaporan upaya PMKP.
2. Direktur dan staf secara bersama menetapkan prioritas kegiatan yang dievaluasi
secara berkala.
3. Ruang lingkup program PMKP meliputi area klinis, manajemen dan keselamatan
pasien.
4. Penetapan strategi komunikasi sehingga program diketahui dan disetujui oleh Direktur
Rumah Melati selaku pemilik RS Melati. Selain itu juga ditetapkan strategi
komunikasi agar seluruh staf RS Melati mengetahui program PMKP dan hasilnya.
Dalam strategi komunikasi ini akan ditetapkan sasaran dan cara komunikasi.
5. Pemberian penghargaan kepada unit terbaik yang telah melakukan upaya PMKP.
6. Direktur RS. Melati akan memberikan dukungan sistem informasi.
7. Direktur RS. Melati menjamin kerahasiaan data rekam medis.
8. Alokasi sumber daya (sumber daya manusia dan teknologi informasi) disesuaikan
dengan kebutuhan program PMKP atas persetujuan Direktur RS.Melati.
9. Penetapan review dokumen PMKP tiap tahun.
10. Penetapan dan persetujuan program PMKP oleh Direktur RS.Melati

5
6. Pengorganisasian
a. Struktur Organisasi Tim PMKP RS Melati

Ketua Komisaris
PT MELATI MEDIKA
SEJAHTERA

Direktur RS MELATI
dr Heri Priatna MARS

Ketua PMKP
dr Fauzanah

Sekretaris Anggota : Ketua KKPRS


Ajeng Gressita Holillah, AMK Ketua KPPIRS
Eka Novianti, Amd. Kep Ketua Komite Medik
Maria Tuty Ketua SPI
Ketua Komite Keperawatan
Ketua K3RS
Ketua Unit

6
b. Susunan Tim PMKP RS Melati.
Pembina Tim PMKP : dr. Heri Priatna MARS.
1) Ketua : dr. Fauzanah Chairiah
2) Sekretaris : Ajeng Gressita
3) Anggota : 1. Holillah, AMK
2. Eka Novianti, Amd. Kep
3. Maria Tuty

c. Uraian Tugas
1. PT. Melati Medika Sejahtera
a. Mengarahkan, mendukung, memonitor dan menyetujui pembiayaan serta legalisasi
kebijakan dan strategi.
b. Bertanggung jawab dalam hal pelaksanaan prinsip – prinsip Good Governance
termasuk mengembangkan proses dan sistem pengendalian keuangan, pengendalian
organisasi, Clinical Governance, dan manajemen risiko.
2. Pembina Tim PMKP :
a. Mengarahkan Tim PMKP
b. Ikut aktif dalam penyusunan program PMKP
c Memberikan fasilitas sumber daya dalam pelaksanaan PMKP.
d Memonitor pelaksanaan PMKP.
e Mempertanggung jawabkan pelaksanaan kepada Rumah Sakit
3. Ketua PMKP :
a Merencanakan program kegiatan PMKP.
b Melaksanakan program kegiatan PMKP.
c Mempertanggungjawabkan pelaksanaan kegiatan PMKP kepada Direktur RS Melati
4. Sekretaris :
a Membantu ketua dalam merencanakan program kegiatan PMKP.
b Menyusun dokumentasi program
c Merencanakan kegiatan pertemuan PMKP.

7
d Bertanggungjawab kepada Ketua Tim PMKP
5. Kolektor dan data analisis :
a Mengumpulkan data dan melakukan analisis untuk dibahas dalam rapat – rapat PMKP.
7. Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan PMKP terdiri dari :
A. Perencanaan PMKP.
a. Perencanaan kegiatan PMKP ini melibatkan Direktur RS Melati dan Pimpinan PT.
Melati Medika Sejahtera. Perencanaan kegiatan tersebut dilaksanakan pada awal tahun
2017.
B. Pelaksanaan PMKP.
a. Merancang proses klinis dan manajerial yang baru secara proaktif, mengidentifikasi dan
mengurangi resiko dan penyimpangannya.
b. Direktur RSMelati juga melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi
kegiatan serta melaporkan ke Direktur RS.Melati secara berkala.
C. Analisis dan Data PMKP.
a. Mengukur seberapa baiknya proses berjalan melalui pengumpulan data.
b. Menggunakan data untuk memfokuskan diri pada masalah-masalah yang menjadi
prioritas.
D. Validasi Data PMKP
a. Validasi data merupakan proses penyahihan suatu data.
b. Proses Validasi data meliputi:
1. Pengumpulan ulang oleh orang kedua yang tidak terlibat pengumpulan data
orisinil
2. Penggunaan sampel rekor, kasus dan data lainnya yang sahih secara statistik.
3. perbandingan antara data orisinil dengan data pengumpulan ulang
4. perhitungan keakuratan dengan membagi jumlah elemen data yang sama
dengan jumlah total elemen data dan mengalikan total tersebut dengan 100.
5. Apabila unsur data tidak sama, harus dicatat dan tindakan korektif harus dilaksanakan.
6. Pengumpulan sampel baru setelah semua tindakan korektif dilaksanakan untuk

8
menjamin bahwa tindakan tersebut menghasilkan keauratan yang diinginkan.
E. Rencana Tindak Lanjut
a. Menerapkan dan melakukan perubahan yang ditimbulkan dalam proses peningkatan
mutu bertujuan menunjukkan terjadinya perbaikan berkelanjutan

7.1 Penentuan Indikator Peningkatan Mutu.


Penentuan indikator peningkatan mutu berdasarkan:
1. volume kegiatan yang diukur oleh indikator
2. hasil dari penilaian risiko melalui manajemen risiko
a. Indikator Area Klinis
1. Laboratorium Angka Kesalahan Penyediaan Sample
2. Radiologi Angka Dilakukannya Revies Expertise
Pemeriksaan Radiologi
3. Prosedur Bedah Angka Kepatuhan Proses Time Out Pre
operasi
4. Penggunaan Antibiotika Angka Operasi Tanpa Antibiotika
5. Medication Error Angka Ketepatan Peresepan Obat
6. Penggunaan Anestesi Angka Ketidaklengkapan Dokumen Pre
Anestesi Dan sedasi
7. Darah dan produk darah Tidak Adanya Kejadian Reaksi Transfusi
8. Rekam Medis Angka Kelengkapan Pengisian Dan
Pencatatan Medis (KLPCM)
9. Pencegahan dan pengendalian Angka Infeksi Luka Infus (ILI) Infeksi 1
10. Pencegahan dan pengendalian Angka Hospital Aquired Pneumonia (HAP)
Infeksi 2

b. Indikator Area Manajemen


1. Pengadaan rutin ALKES & obat Angka Ketersediaan obat/alkes
emergensi di semua unit perawatan

9
2. Pelaporan Angka Tidak dilakukannya tindak
lanjut hasil rapat kerja
3. Manajemen resiko 1 Angka kejadian tertusuk jarum suntik
4. Manajemen resiko 2 Pemeliharaan alat medis diruang ICU
dan IGD
5. Manajemen Sumber Daya Angka Pemanfaatan Unit Radiologi
6. Kepuasan pasien Angka Kepuasan Pasien
7. Kepuasan Staff Angka Kepuasan Karyawan
8. Manajemen Keuangan Angka Cost Recovery Rate
9. Demografi Dan Diagnosis Klinis 10 Penyakit Irna Terbanyak

c. International Library Measure Set


1. Acute myocardial infarction : Penggunaan aspilet pada kasus AMI
2. Heart failure : Penggunaan flurosemide pda kasus HF
3. Nursing sensitive care : Kasus ILI
4. Perinatal Care : ASI eksklusif
Catatan : Pada International Library Measure Set, RS Melati hanya
Menyusun indicator tanpa menghitung dan evaluasi pada tahun 2016.
Format Indikator Terlampir.

7.2 Penerapan Clinical Pathways(CP).


Pada tahun 2016 pelaksanaan CP antara lain :
1) Partus Pro SC
2) Dengue Hemorrhagic Fever Pada Dewasa
3) Thypoid Fever Pada Dewasa
4) Diare Pada Anak
Format clinical pathway yang diterapkan terlampir pada lampiran pedoman
PMKP. Evaluasi dan perbaikan dari clinical pathway tersebut di atas dilakukan minimal
tiap 6 bulan sejak pelaksanaannya, oleh tim clinical pathway.

10
7.3 Kegiatan Keselamatan Pasien
7.3.1 Latar Belakang
Keselamatan Pasien sudah diakui sebagai suatu prioritas dalam pelayanan
kesehatan, sejak tahun 2007, ketika Sir Liam Donaldson, Chairman WHO World
Alliance for Patient Safety meresmikan “Nine Live-Saving Patient Safety
Solutions”. Pada perkembangannya, dunia Perumah sakitan di Indonesia melalui
PERSI, KKPRS Nasional, KARS dan Departemen Kesehatan mensosialisasi
program Keselamatan Pasien selama kurun waktu tahun 2006-2007 di berbagai
kota di Indonesia.
Salah satu pilar utama dalam proses perbaikan pelayanan kesehatan suatu
rumah sakit adalah dengan belajar melalui insiden Keselamatan Pasien yang
terjadi, menganalisis dan kemudian menerapkan solusi perbaikan dan tindak
lanjutnya, diikuti dengan monitoring dan evaluasi. Untuk itulah perlu disusun
suatu panduan untuk pencatatan dan pelaporan insiden keselamatan pasien,
sehingga alur proses pembelajaran dapat berlangsung dengan tertib dan sistematik.
7.3.2 Tujuan
1. Staf rumah sakit memahami tentang Insiden Keselamatan Pasien.
2. Staf rumah sakit memahami cara melaporkan suatu Insiden Keselamatan Pasien.
3. Staf rumah sakit memahami alur pengelolaan laporan Insiden Keselamatan
Pasien.
4. Analisis Laporan Insiden Keselamatan Pasien dapat berjalan dengan lancar,
teratur dan segera membuahkan suatu solusi perbaikan.
5. Insiden Keselamatan Pasien dapat tercatat dan teridentifikasi dengan baik,
sehingga terjadinya insiden yang sama dapat dihindari.
7.3.2 Pengertian
1. Keselamatan : bebas dari bahaya atau risiko (hazard).
2. Hazard/bahaya : adalah suatu “keadaan, perubahan atau tindakan”
yang dapat meningkatkan risiko pada pasien.

11
a. Keadaan.
Adalah semua factor yang berhubungan atau mempengaruhi suatu
“peristiwa keselamatan pasien/Patient safety event, agent atau
personal”.
b. Agent.
Adalah substansi, obyek atau sistem yang menyebabkan perubahan.
3. Harm/ Cedera.
Dampak yang terjadi akibat gangguan struktur atau penurunan fungsi
tubuh dapat berubah fisik, psikologis dan sosial. Yang termasuk
harm/cedera adalah :
“Penyakit, cedera fisik/psikologis/sosial, penderitaan, cacat dan
kematian”.
a. Penyakit/disease.
Disfungsi fisik atau psikis.
b. Cedera/injury.
Kerusakan jaringan yang diakibatkan agent/keadaan.
c. Penderitaan/suffering.
Pengalaman/gejala yang tidak menyenangkan termasuk nyeri,
malaise, mual, muntah, depresi, agitasi dan ketakutan.
d. Cacat/disability.
Segala bentuk kerusakan struktur atau fungsi tubuh, keterbatasan
aktifitas dan atau retriksi dalam pergaulan social yang berhubungan
dengan harm yang terjadi sebelumnya atau saat ini.
4. Keselamatan Pasien
Bebas, bagi pasien, dari harm/cedera ( penyakit, cedera fisik,
psikologis, social, penderitaan, cacad, kematian dll) yang tidak
seharusnya terjadi atau cedera yang potensial, terkait dengan
pelayanan kesehatan.
5. Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

12
Suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman
yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindaka yang
seharusnya diambil.
a. Insiden Keselamatan Pasien.
Setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang
mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada
pasien, terdiri dari
Kejadian Tidak Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian
Tidak Cedera, dan
Kejadian Potensial Cedera.
b. Kejadian Tidak Diharapkan.
Adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien.
c. Kejadian Nyaris Cedera
Adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
d. Kejadian Tidak Cedera.
Adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak timbul
cedera.
e. Kondisi Potensial Cedera
Kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera,tetapi
belum terjadi insiden.
f. Kejadian Sentinel
Suatu kejadian yang mengakibatkan kematian atau cedera yang
serius.

13
g. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien
Suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden
keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk pembelajaran.
h. Pencatatan dan Pelaporan Insiden Internal RS
1.Apabila terjadi suatu insiden di rumah sakit, wajib segera
ditindaklanjuti (dicegah/ditangani) untuk mengurangi
dampak/akibat yang tidak diharapkan.
2.Setelah ditindaklanjuti, segera dibuat laporan insiden oleh
petugas yang pertama mengetahui insiden dan atau oleh
petugas yang terlibat dalam insiden, dengan mengisi formulir
Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift dan diserahkan
kepada Atasan langsung, dalam waktu 2x24 jam.
3.Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada
atasan langsung pelapor. Yang dimaksud dengan atasan
langsung pelapor adalah Kepala Unit dimana pelapor bekerja.
4. Atasan langsung akan memeriksa laporan, memperjelas duduk
masalah insiden, berkoordinasi dengan kepala unit lain yang
terkait, dan melakukan grading risiko terhadap insiden yang
dilaporkan.
Tabel penilaian dampak klinis/ konsekuensi/ severity, tabel
penilaian porbabilitas/ frekuensi, dan tabel matriks grading
risiko terlampir.
5. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisis
yang akan dilakukan sebagai berikut :
Grading Biru : Investigasi sederhana oleh atasan
langsung, waktu maksimal 1 minggu
Grading Hijau : Investigasi sederhana oleh atasan
langsung, waktu maksimal 2 minggu
Grading Kuning: Investigasi komprehensif/ analisis akar

14
masalah/RCA oleh tim RCA yang terdiri darui tim KPRS
dan staff lain yang diperlukan, waktu maksimal 45 hari
Grading merah : Investigasi komprehensif/ analisis akar
masalah/RCA oleh tim RCA yang terdiri darui tim KPRS
dan staff lain yang diperlukan, waktu maksimal 45 hari
6. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil
Investigasi, Solusi, Tindaklanjut, dan Evaluasi (laporan ISTE)
dilaporkan kepada KKPRS.
7. KKPRS akan menganalisis kembali hasil ISTE untuk
menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan dan
melakukan regarding apabila diperlukan.
8. Untuk grading kuning dan merah, dibentuk tim RCA yang
terdiri dari tim KKPRS dan staff lain yang diperlukan,
maksimal 45 hari.
9. Setelah melakukan RCA, tim RCA akan membuat laporan
dan rekomendasi untuk perbaikan serta pembelajaran berupa
petunjuk/safety alert untuk mencegah kejadian yang sama
terulang kembali.
10. Hasil RCA rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada
Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien RS
Melati.
11. Rekomendasi untuk perbaikan dan pembelajaran diberikan
sebagai umpan balik kepada unit kerja terkait.
12. Unit kerja terkait dan Komite PMKP membuat analisis dan
trend kejadian yang sama.
13. Monitoring dan evaluasi perbaikan oleh Komite KKPRS.
i. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien ke Tim KKPRS
Nasional.
a. Laporan insiden grading merah yang telah dilengkapi dengan

15
laporan RCA yang terjadi pada pasien dilaporkan oleh KKPRS
internal/Pimpinan RS dengan mengisi formulir laporan insiden
Keselamatan Pasien.
b. Dikirim ke KKPRS nasional melalui pos atau kurir ke
Sekertariat KKPRS dengan alamat Kantor PERSI Jl. Boulevard
Artha Gading Blok A-7 No.28, Kelapa Gading, Jakarta Utara
14240.
j. Dokumentasi.
Panduan Pencatatan dan Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien
dalam
pelaksanaannya didokumentasikan dalam bentuk :
1. Kumpulan Laporan Insiden Keselamatan Pasien.
2. Rekapitulasi Insiden Keselamatan Pasien.
3. Daftar tindak lanjut Insiden Keselamatan Pasien.
4. Tabel Manajemen Resiko RS Melati.

Berikut adalah indikator Sasaran Keselamatan Pasien :


1. Ketepatan Identifikasi Pasien.
Rumah Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk
memperbaiki / meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.
2. Peningkatan komunikasi yang efektif.
Rumah Sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan
efektifitas komunikasi antar para pemberi layanan.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high
alert).
Rumah Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk
memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high
alert).
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien

16
operasi.
Rumah Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien.
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
Rumah Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk
mengurangi resiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
6. Pengurangan resiko pasien jatuh.
Rumah Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk
mengurangi resiko pasien dari cedera karena jatuh.

7.4 Manajemen Resiko


1. Pengertian manajemen resiko adalah kegiatan klinis dan administratif yang terdiri
dari identifikasi, evaluasi, dan mengurangi resiko kecelakaan pada pasien, pegawai
dan pengunjung rumah sakit serta resiko kerugian yang diderita rumah sakit itu
sendiri.
2. Tujuan manajemen resiko rumah sakit : menghilangkan atau meminimalkan dampak
dari suatu resiko di rumah sakit.
3. Proses manajemen resiko rumah sakit :
4. Alat manajemen resiko adalah :
a) Risk grading matriks : matrik untuk mengelompokan resiko dan menentukan
prioritas resiko yang perlu ditangani.
b) Root Cause Analysis : analisis akar masalah. RCA dilakukan sesuai grading dari
setiap insiden yang dilaporkan.
c) Failure mode and effect analysis : cara menemukan resiko yang akan terjadi dan
menganalisisnya.FMEA, Failure Mode and Effect Analysis, adalah proses
proaktif
Untuk mencegah dan memprediksi kesalahan, dengan demikian dapat meminimalkan
dampak buruknya ( pelatihan keselamatan pasien )

17
8. PENILAIAN KINERJA SUMBER DAYA MANUSIA.
Pada tahap awal pelaksanaan program peningkatan mutu, penilaian kinerja SDM meliputi :
1. Ketepatan waktu penilaian kinerja pegawai.
2. Angka kelulusan pegawai dalam penilaian kinerja.
Langkah ini untuk mempersiapkan penilaian kinerja karyawan secara perorangan sesuai
dengan Key Performance Indikator (KPI).

9. DIKLAT PMKP.
Pelaksanaan diklat PMKP berisi :
1. Penjelasan Peningkatan mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit Baptis Batu.
2. Cara penyusunan program PMKP.
3. Cara melaksanakan program PMKP.
4. Cara memonitoring dan evaluasi program PMKP.
5. Peningkatan kemampuan staf dalam peningkatan mutu dan pelayanan pasien.
6. Pelaksanaan diklat PMKP disesuaikan dengan jadwal pertemuan yang telah disusun
Rumah Sakit Melati.

10. PROGRAM PMKP UNIT KERJA.

18
Program ini direncanakan, dilaksanakan, dimonitoring dan dievaluasi secara berkala oleh
kepala unit kerja.Hasil kegiatan tersebut dilaporkan secara berkala kepada Tim PMKP RS
Melati.

11. MONITORING DAN EVALUASI PMKP.


Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berkala
1. Harian (laporan dari IRNA).
2. Mingguan (laporan manajer)
3. Bulanan (laporan Kepala Unit Kerja & laporan Komite)
4. Tribulan (laporan ke & laporan Komite)
5. Semester (laporan ke)
6. Tahunan (laporan Kepala Unit Kerja & laporan ke )
Sarana yang dipergunakan dalam monitoring dan evaluasi adalah :
1. Laporan langsung ke Tim PMKP / Direktur ( secara teratur dan insidentil ).
2. Rapat kerja unit.
3. Rapat kerja manajer.
4. Rapat kerja bulanan.
5. Rapat kerja direksi.
6. Rapat kerja wakil direksi.
7. Rapat komite – komite.
8. Rapat koordinasi.
9. Monitoring dan evaluasi lain oleh unit.
10. Rapat Rumah Sakit
12. AUDIT.
RS Melati melaksanan audit internal dan eksternal dalam memonitoring dan
mengevaluasi kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

12.1 Audit Internal


12.1.1 Audit Klinis

19
12.1.1.1 Pengertian
1. Audit Klinik (Clinical Audit) adalah suatu kegiatan peningkatan mutu
proses dan hasil daripelayanan klinik (clinical care), yang dilakukan
dalam bentuk telaah sistematis terhadap pelayanan medik yang telah
diberikan dibandingkan dengan kriteria / standar yang dinyatakan secara
eksplisit, dan diikuti dengan upaya perbaikan (NICE , 2002), sehingga
audit klinik dapat disebut juga sebagai audit medik.
2. Audit Klinik mencakup audit pelayanan medik, pelayanan keperawatan
dan pelayanan penunjang medik, sehingga audit klinik
mengintergrasikan kegiatan audit medik dan audit keperawatan .
3. Definisi Audit Klinik / Audit Medik adalah :
a. Suatu telaah kritis dan sistematis terhadap mutu pelayanan klinik,
termasuk prosedure diagnosis dan terapi, penggunaan sumber daya
rumah sakit, dan hasil serta mutu hidup (quality of life) dari pasien.
b. Sebuah proses peningkatan mutu yang bertujuan meningkatkan
pelayanan dan hasil pasien melalui tinjauan pelayanan secara
sistematis terhadap criteria yang jelas dan implementasi perubahan
4. Siklus Audit Klinik /Audit Medik adalah suatu tahapan – tahapan yang
harus dijalani terus – menerus di mulai dari pemilihan topik, penetapan
kriteria, pengumpukan data, menganalisa data, menetapkan perubahan
dan melakukannya, melakukan re-audit.
5. Tim Audit adalah suati tim yang bekerja dalam suatu proses audit klinik/
audit medik yang terdiri dari :
a. Komite Medik, dalam hal ini sub Komite Mutu Profesi.
b. Tim Ad-hoc (tim kerja) yang dibentuk oleh Direktur RS berdasarkan
usulan Komite Medik.
c. Asisten Audit adalah staf rekam medis yang bertugas mencari dan
mengolah data.

20
6. Tim Ad-hoc adalah tim kerja audit medik yang dibentuk oleh direktur,
bertugas menyusun pedoman dn menentukan kriteria audit klinis ; yang
terdiri dari semua anggota bagian / unit yang terlibat langsung dalam
proses pelayanan sesuai topik audit.
12.1.1.2 Ruang Lingkup
A. Pelayanan Kedokteran.
B. Pelayana Keperawatan yang berhubungan dengan pelayanan
kedokteran.
C. Pelayanan Penunjang Medik yang berhubungan dengan pelayanan
kedokteran
12.1.1.3 Tata Laksana

1. Memilih dan Menetapkan Topik

Audit klinik / medis dapat meliputi audit struktur, audit proses, maupun
audit hasil. Rapat penentuan topik audit dilakukan pada rapat komite
medik yang dihadiri oleh sub komite mutu profesi dan direksi.

Dasar penentuan topik adalah dari data –data rutin RS :

 Data kesalahan medis / medical error.


 Data survey kepuasan pasien.
 Data observasi proses pemberian pelayanan
 Masukan dari managemen, asuransi, dan unit –unit layanan.

Topik audit dipilih dengan kriteria / memperhatkan hal-hal sebagai


berikut :
 Proses / kegiatan tersebut dapat diperbaiki
 Proses / kegiatan tersebut beresiko tinggi, biaya mahal, volume
tinggi.
 Mendapat dukungan / konsensus semua anggota bagian yang

21
terlibat.
 Proses / kegiatan tersebut memiliki panduan klinik (clinical
guidelines),
2. Menentukan Latar Belakang, Tujuan Dan Sasaran Audit.
Latar belakang, tujuan dan sasaran audit harus dibuat untuk memastikan
audit yang dilakukan tetap fokus serta menggunakan waktu dan sumber
daya sebaik- baiknya.
Latar belakang isinya :
 Rasionalitas dan justifikasi topic yang dipilih.
 Pengertian singkat dari penyakit/ tindakan yang dijadikan topic.
 Data epidemiologi yang ada (internasional , nasional, RS
bersangkutan).
 Ketersediaan panduan / guidelines dan beberapa isi pentingnya.
 Permasalahan yang ada.
Tujuan berisi :
Gambaran yang akan dicapai dari suatu audit, yaitu untuk memastikan
atau memperbaiki mutu pelayanan kesehatan.
Contoh tujuan audit klinik “ meningkatkan managemen pelayanan klinik
pada pasien dengan ulkus diabetes
Sasaran berisi langkah-langkah untuk mencapai tujuan audit, yaitu
dengan menggunakan aspek dimensi mutu :
 Appropriateness : sesuai dengan standar
 Timeliness : tepat waktu.
 Effectiveness ; hasil sesuai harapan.
3. Menyusun Kriteria Audit.
Kriteria Audit adalah bukti yang diperlukan dan yang harus ada, bahwa
penderita telah diberikan pelayanan pada taraf yang seoptimal mungkin.
Kriteria dapat berupa :

22
 Diagnosis
 Pengobatan
 Tindakan
 Reaksi penderita
 Keadaan lain terkait dengan kondisi atau penyakit yang
berhubungan dengan topik
Contoh Kriteria audit :
 Diagnosis : “ harus dilakukan pengukuran gula darah puasa dan
2 jam setelah makan”……
 Pengobatan : “ harus diberikan obat antidiabetes “
 …………………….
 ……………………. Dst

Kriteria audit harus SMART :


 Spesific : jelas dan khusus, tidak ambigu, bebas dari kepentingan
tertentu
 Measureable : dapat diukur
 Agreed : disetujui semua pihak
 Relevant : besangkut-paut
 Theoretical sound : ada bukti klinis yang terbaik dan terbaru
Perlu diketahui Kriteria audit BUKAN Kriteria Diagnosis :
Contoh : Kasus Ulkus DM.
 Kriteria Diagnosis : Pasien menderita Diabetes, ada luka yg sulit
sembuh.
 Kriteria Audit :Dilakukan anamnesa riwayat DM dan pengobatan
DM, dilakukan pemeriksaan gula darah . . . . ( tidak berhubungan
dengan hasil pemeriksaan ) tapi ada tindakan melakukan
anamnesa, dan pemeriksaan gula darah.

23
4 Menyusun Standar, Perkecualian, Petunjuk Pengambilan Data Dan
Variasi.

Standar dipakai untuk menentukan apakah suatu catatan medik


memenuhi criteria pedoman audit atau tidak. Contoh pada ulukus
diabetes,kriteria pemeriksaan gula darah standarnya 100 % harus
dilakukan.Perkecualian adalah keadaan yang mungkin merupakan
alasan bagi sebuah catatan medis untuk tidak memenuhi standar yang
berhubungan dengan kondisi pasien, misalnya pasien tidak diberikan
antibiotik tertentu karena alergi.
Perkecualian tidak boleh berhubungan dengan hal diluar klinis
pasien (misalnya masalah manajemen).Contoh : criteria auditnya adalah
harus dilakukan pemeriksaan gula darah, namun tidak dilakukan karena
alat glukosameter rusak atau pasien tidak mampu bayar, ini masalah
managemen tidak boleh dimasukan dalam perkecualian. Petunjuk
pengambilan data adalah menunjukan bagian mana dalam rekam medis
yang dapat diambil sebagai data (misalnya data diambil pada lembar
RM 01. RM 05 … dsb)
Variabel adalah hal-hal tertentu baik dari aspek rumah sakit, dokter,
perawat, pasien yang mempengaruhi mutu pelayanan.Misalnya pasien
dirawat diruang kelas 3 banyak terjadi flebtis, maka variabelnya adalah
ruang perawatan.

Variabel dapat ditentukan berdasarkan :


 Penelitian sebelumnya.
 Asumsi tim ad-hoc.

5. Memilih Populasi Dan Sampel Audit.


Populasi dan sampel diambil sesuai dengan topic audit yang sudah

24
ditentukan.
Jumlah sampel ditentukan dengan cara :
 Menetapkan jumlah populasi.
 Menentukan angka kepercayaan ( mis 90%).
 Menentukan tingkat ketidak tepatan ( mis 10%).
 Pakai software program.
Contoh

JUMLAH JUMLAH SAMPEL


(95% KEPERCAYAAN ; 5% AKURASI)
POPULASI 50 44
100 79
150 108
200 132
500 217
1000 278
2000 322
Metode pengambilan sampel dapat dilakukan dengan sampel acak
sederhana atau dengan sampel bertingkat.

6. Mengumpulkan Data Audit.


Ada 2 cara pengumpulan data audit :
a. Retrospektif.
Mengambil data yang sudah ada / data di masa lampau.
b. Prospektif.
Pengumpulan data dilakukan oleh Asisten audit , yaitu staf
Rekam Medik yang ditunjuk. Langkah-langkah pengambilan
data sebagai berikut :
1. Ambil rekam medik yang menjadi sampel audit, pelajari
apakah setiap kriteria yang ditentukan telah terpenuhi dalam
rekam medik tersebut (lihat kesesuaian).

25
2. Tentukan hasil apakah sesuai kriteria, tidak sesuai kriteria
namun memenuhi perkecuaalian justifikasi, atau tidak sesuai
kriteria dan tidakada justifikasi.
3. Tulis hasil tersebut dalam bentuk kode :
a. 1 sesuai kriteria.
b. 2 tidak sesuai kriteria tapi ada justifikasi.
c. 3 tidak sesuai kriteria tidak ada justifikasi.
4. Memisahkan rekam medik yang mengandung penyimpangan
(tidak sesuai kriteria) berdasarkan pedoman dan indtrumen
audit yang telah disusun oleh tim ad-hoc.

7. Menganalisa Data Audit.


Sebelum analisa dengan tools statistik, terlebih dahulu
lakukan re-check analisa penyimpangan/perkecualian untuk
memastikan apakah hasil audit dari asisten audit sudah benar. Re-
audit dapat dilakukan oleh timad-hoc. Analisa audit klinis
umumnya dilakukan dengan statistic deskriptif dan RCA (root
cause analysis) dengan metoda diagram tulang ikan (fish bone).
Statistik deskriptif digambarkan dalam bentuk tabel maupun
grafik.RCA dipakai untuk menemukan penyebab ketidaksesuaian
antara kenyataan dan kriteria standar.

8. Menetapkan Perubahan /Plan Of Action.


Bagian terpenting dari siklus audit adalah mebuat perubahan
Membuat perubahan juga merupakan bagian paling sulit.
Supaya efektif maka perubahan harus :
 Ditujukan pada yang kompeten, yaitu yang terlibat
langsung dalam proses pelayanan sesuai topic.

26
 Perubahan dilaksanakan dalam batas waktu tertentu (ada
dateline-nya).
 Dibuat rencana tindak lanjut (Plan of Action/POA)yang
menjelaskan “ SIAPA melakukan APA dan KAPAN “.
 Tanggungjawab melakukan perubahan ditegaskan dan
dikomunikasikan kepada yang berkepentingan ; tim ad-
hoc ikut mengawasi.
 Jangka waktu pelaksanaan perubahan tidak lebih dari 3
bulan untuk dilakukan re-audit.
9. Re-Audit.
Tujuan re audit adalah untuk melihat apakah telah terjadi
perubahan setelah menerapkan POA. Proses re-auditsama dengan
proses audit.Uji statistic membandingkan proses auditdan re-audit
menggunakan chi-square test.

10. Menyusun Laporan Audit.


Laporan audit dibuat dengan format sebagai berikut :
1. Halaman depan : (Judul Audit, nama RS dan bagian, tim audit
dan tanggal audit).
2. Daftar Isi.
3. Ringkasan Eksekutif.
4. Pendahuluan
5. Metodologi.
6. Hasil dan Pembahasan.
7. Rencana Tindak Lanjut / Plan of Action (POA).
8. Pelaksanaan tindakan perbaikan.
9. Hasil re audit.
10. Kesimpulan dan Saran

27
11. Referensi dan catatan tambahan
11. Laporan audit.
Laporan hasil audit akan diserahkan kepada Direktur dan
akan didokumentasikan dalam hardcopy dan softcopy di Komite
Medik .
13. AUDIT OPERASIONAL.
13.1. Lingkup Kerja SPI
1. Audit dan evaluasi tentang kemampuan, efektivitas, ketaat azasan dan kualitas
pelaksanaan tugas manajemen operasi dan manajemen penunjang pada RS Melati
yang antara lain meliputi pengelolahan resiko, material, control, pengadaan dan
pembelian dan lain sebagainya.
2. SPI dapat melakukan penilaian tentang efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan
sarana yang tersedia dan kualitas pelaksanaan tugas manajemen operasi.
3. Penilaian tentang hasil guna atau manfaat yang direncanakan dari suatu kegiatan
atau program.

13.2 Lingkup Kerja Audit Harus Meliputi Pengujian dan Penilaian.

1. Bidang keuangan dan ketaatan pada peraturan perundang-undangan, termasuk


ketaatan terhadap Rencana dan Strategi Rumah Sakit dan Term of Reference Rumah
Sakit (TOR Rumah Sakit) yang telah ditetapkan.
2. Kehandalan dan efektivitas sistem pengendalian internal rumah sakit dan kegiatan
operasinya termasuk manajemen risiko.
3. Kualitas kinerja pelaksanaan suatu kegiatan khususnya analisis terhadap manfaat

13.3 Kegiatan Tinjauan Dalam Audit Sistem Pengendalian Internal Mempunyai


Tujuan.
1. Audit kehandalan sistem pemeriksaan internal bertujuan untuk memastikan bahwa
sistem yang dipakai mampu untuk mencapai sasaran rumah sakit secara efisien dan

28
ekonomis.
2. Audit efektivitas sistem pemeriksa internal bertujuan untuk memastikan bahwa
sistem dapat berjalan sebagaimana mestinya, sehingga kekeliruan material,
penyimpangan maupun perbuatan melawan hukum dapat dicegah atau dideteksi
dan diperbaiki secara dini.
3. Audit terhadap kualitas kinerja pelaksanaan tugas pengendalian internal
bertujuan untuk memastikan bahwa sasaran dan tujuan rumah sakit dapat tercapai
dengan optimal
13.4 Pelaksanaan Audit Intern Harus Memastikan :
1. Kehandalan dan kebenaran informasi keuangan dan operasi rumah sakit. Auditor
internal harus memeriksa cara yang digunakan untuk mengindetifikasi,
mengklarifikasi, mengukur dan melaporkan informasi-informasi tersebut, sehingga
kehandalan dan kebenarannya dapat dipastikan. Untuk itu penyajian laporan
keuangan dan kinerja non keuanganrumah sakit harus diuji apakah telah akurat,
handal, tepat waktu, lengkap dan mengandung informasi yang bermanfaat serta
sesuai dengan standar.
2. Kepatuhan terhadap kebijakan, rencana kerja dan anggaran, prosedur dan peraturan
perundang-undangan. Untuk itu auditor harus memeriksa dan meninjau apakah
sistem yang digunakan telah cukup memadai dan efektif dalam menilai apakah
aktivitas yang diaudit memang telah memenuhi ketentuan yang dimaksud.
3. Keamanan aset rumah sakit, termasuk memeriksa keberadaan aset tersebut sesuai
dengan prosedur yang benar.
4. Efisiensi pemakaian sumber daya rumah sakit, untuk itu auditor harus memeriksa:
a) Standar operasi dan pelayanan telah dibuat sehingga mampu untuk mengukur
efisiensi dan penghematan yang dicapai.
b) Standar operasi yang digunakan dapat dipahami dengan mudah dan baik serta
dapat dilaksanakan secara efektif.
c) Penyimpangan terhadap standar operasi dan pelayanan dapat mudah
diidentifikasi, dianalisis dan dapat dilaporkan kepada penanggung jawab kegiatan

29
untuk diambil langkah perbaikan.
d) Terdapat kondisi dimana sarana yang digunakan di bawah standar
5. Hasil keluaran suatu kegiatan atau operasi sesuai dengan sasaran dan tujuan yang
ingin dicapai. Untuk ini audiotor internal harus memeriksa apakah :
a) Program atau operasi tersebut dilaksanakan sesuai dengan rencana
b) Kriteria yang dipakai untuk mengukur hasil yang diperoleh telah memadai dan
sesuai dengan tujuannya.
c) Informasi dan data mengenai hasil yang diperoleh, memang dapatdibandingkan
dnegan kriteria yang disusun dan sesuai dengan tujuannya
d) Temuan hasil audit secara terpadu telah dikomunikasikan kepada pimpinan unit
kerja terkait
13.5 Alur Audit Operasional
Pelaksana audit operasional dilaksankan setelah menerima surat perintah dari
Direktur Rumah Sakit Melati untuk melkasanakan audut di suatu
bagian/instalasi/komite. Pelaksanaan audit operasional harus meliputi perencanaan audit,
pelaksanaan audit lapangan, evaluasi temuan data dan informasi, pengkomunikasian
hasil audit, rekomendasi tindak lanjut dan pemantauan pelaksanaan tindak lanjut.
a. Untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab SPI maka perlu disusun perencanaan
kegiatan yang konsisten dan sesuai dengan program dan sasaran rumah sakit yang
antara lain meliputi :
i. Rencana dan strategi Rumah Sakit untuk jang 5 (lima) tahun
ii. Rencana kerja audit tahunan untuk tahun berikutnya yang dijabarkan dalam
TOR SPI (Term of Reference SPI), Termsuk dalam rencana ini adalah jadwal
kerja audit dan sasarannya, rencana pengembangan dan pemenuhan tenaga audit
yang profesional.
b. Auditor internal harus merencanakan setiap pelaksanaan audit dengan sebaik-
baiknya. Untuk itu auditor internal haruslah mendokumentasikan rencana kerja audit
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
i. Informasi dan latar belakang mengenai obyek audit, bila pernah diaudit maka

30
perlu diperiksa bagaimana hasil pelaksanaan tindak lanjut yang perna disarankan,
bagaimana dampaknya terhadap audit yang dilakukan
ii. Jenis luasnya cakupan kerja audit yang akan dilaksanakan.
iii. Sasaran audit harus dinyatakan dengan jelas, sehingga auditor dapat mengetahui
dengan tepat masalah-masalah khusus apa yang harus mendapatkan prioritas
pemeriksaan.
iv. Penentuan prosedur dan teknik audit yang akan digunakan untuk memastikan
bahwa audit dapat mencapai sasarannya, tanpa menghalangi kemungkinan
pertimbangan lain yang berdasarkan keahlian auditor.
v. Kebutuhan sumber daya pelaksanaan audit, yang meliputi jumlah auditor dan
bidang keahian yang diperlukan, tingkat pengalaman yang diinginkan dan bila
perlu menggunakan konsultan/ tenaga ahli luar, sarana kerja yang dibutuhkan
serta biaya pelaksanaan audit.
vi. Mengkomunikasikan rencana audit dengan pihak-pihak terkait terutama
mengenai bentuk aktivitas, jadual kegiatan, sumber daya yang diperlukan, dan
bila diperlukan, rencana survei awal sebelum audit dilaksanakan. Survei awal ini
dimaksudkan untuk mengurangi risiko audit dan hal-hal rawan yang perlu
diantisipasi atau pendalaman lebih lanjut
vii. Format dan rencana susunan laporan hasil audit dan rencana kepada siapa saja
laporan tersebut didistribusikan serta cara mengkomunikasikannya.
viii. Mendapatkan persetujuan pimpinan unit SPI sebelum audit dimulai.

13.6. Format Pelaporan Hasil Audit DanAnalisis Serta Tindak Lanjut


Dalam melaksanakan audit, auditor internal harus menggunakan prosedur dan tehnik yang
memadai dalam melakukan pengumpulan, pemeriksaan, evaluasi dan analisis informasi
serta mendokumentasikan hasil kerjanya sedemikian rupa sehingga :
a. Semua informasi yang berkait dengan tujuan dan ruang lingkup audit beserta bukti
faktual yang diperoleh telah memenuhi kebutuhan audit.
b. Kepastian apakah prosedur dan tehnik audit yang dipakai, termasuk metode

31
sampling, metode pengklasifikasian hingga penarikan kesimpulan hasil temuan sesuai
dengan sasaran audit.
c. Obyektivitas dalam mulai pengumpulan informasi hingga penarikan kesimpulan
hasil temuan tetap terjaga.
d. Format kertas kerja dan pelaporan hasil temuan cukup komunikatif baik bagi team
audit sendiri dan terutama bagi auditee. Beberapa ketentuan mengenai kertas kerja
ini antara lain adalah :
1) Cakupan lengkap dan teliti.
2) Tampilannya rapi, jelas dan ringkas.
3) Sistimatikanya mudah dibaca dan dimengerti.
4) Informasi yang disampaikan relevan dan tepat dengan tujuan audit.
e. Auditor internal harus melaporkan hasil kerja audit mereka kepada auditee dan
pemberi tugas. Dalam menyampaikan laporan hasil audit. Auditor internal harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Draf laporan hasil audit yang berisi hasil temuan, butir-butir kesimpulan dan butir-
butir rekomendasi haruslah direview dan didiskusikan bersama dengan pimpinan
auditee dan stafnya untuk menghindari kesalah-pahaman.
2) Laporan hasil audit harus mengungkapkan tujuan, lingkup kerja, hasil temuan dan
kesimpulan yang berupa opini auditor internal terhadap dampak temuan terhadap
aktivitas yang diaudit.
3) Laporan temuan antara lain harus bersifat :
a) Obyektif, tidak memihak dan bebas dari prasangka dan bebas dari kekeliruan.
b) Jelas, mudah dimengerti, logis, lugas dan sederhana serta menghindari bahasa
teknis yang terlalu rumit.
c) Singkat, langsung ke inti masalah tidak bertele-tele.
d) Konstruktif, lebih membantu auditee kearah perbaikan dari pada kritik.
4) Laporan hasil audit seyogyanya juga mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
a) Hal-hal yang masih merupakan masalah dan belum dapat terselesaikan hingga
saat audit berakhir.

32
b) Pengakuan terhadap prestasi kerja auditee hasil perbaikan yang telah
dilaksanakan dan terutama bila perbaikan ini dapat diterapkan pada bagian lain.
c) Rekomendasi tindak lanjut bila memang ada hal-hal yang perlu dilakukan
perbaikan pada proses kerja auditee.
5) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara pimpinan auditee dan auditor
internal mengenai hasil temuan dan kesimpulan hasil audit maka perbedaan
pendapat ini harus juga diungkapkan dalam laporan hasil audit.
6) Pimpinan SPI harus meriview dan menyetujui laporan hasil audit sebelum
menerbitkan dan mendistribusikan laporan tersebut.
7) SPI harus menindaklanjuti laporan hasil audit untuk mendapatkan kepastian
bahwa langkah yang tepat atas hasil temuan audit telah dilaksanakan. Jika
pimpinan unit kerja yang bersangkutan memutuskan untuk tidak mengikuti saran
tindak lanjut atas suatu pertimbangan tertentu, maka SPI harus melaporkan hal
tersebut.

33
RUMAH SAKIT MELATI
SATUAN PEMERIKSAAN INTERNAL

KERTAS KERJA AUDIT

KKA NO :
Petugas Audit :
Tgl Audit Lapangan :
Obyek Audit :
Topik :
Tujuan :

NO. LINGKUP HASIL


INDIKATOR TEMUAN SOLUSI
KERJA AUDIT
AUDIT
1. Audit kehandalan
2. Audit efektivitas
3. Audit terhadap
kualitas kinerja
pelaksanaan tugas

Kesimpulan :

1.

2.

Tangerang, . . . . . . . . .

Mengetahui,

Ketua SPI, Petugas Audit

34
13.7 Audit Oleh Pengawas Rumah Sakit Melati

Sesuai keputusan dari hasil rapat Rumah Sakit Melati

13.8 Audit External

Akuntan Publik yang dipilih oleh Rumah Sakit Melati

14. METODE

14.1 Metode PMKP RS Melati

Dalam pelaksanaan peningkatan mutu dan keselamatan pasien Rumah Sakit Melati
menggunakan metode siklus mutu PDCA (Plan, Do, Check and Action). PDCA
singkatan bahasa Inggris dari“Plan, Do, Check and Action”, (Rencanakan, Kerjakan,
Cek, Tindak Lanjuti) adalah suatu proses pemecahan masalahan empat langkah alternatif
yang umum digunakan dalam pengendalian kualitas. Metode ini dipopulerkan oleh W.
Edwards Deming yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas modern
sehingga sering juga disebut dengan Siklus Deming. Deming sendiri selalu merujuk
metode ini sebagai siklus
Shewhart, dari nama Walter A. Shewhart yang sering dianggap sebagai bapak
pengendalian kualitas statistik. Belakangan, Deming memodifikasi PDCA menjadi
PDSA (Plan Do, Study, Act) untuk lebih menggambarkan rekomendasinya.

14.2.Pengertian.
1. Plan (Rencanakan).
Meletakkan sasaran dan proses yang dibutuhkan untuk memberikan hasil yang
sesuai dengan spesifikasi.RS Melati menyusun perencanaan kegiatan berdasarkan visi,
misi dan tujuan Rumah Sakit. RS Melati juga menyusun perencanaan pelaksanaan
monitoring dan evaluasi kegiatan. Agar kegiatan dapat terlaksana, rumah sakit
merencanakan pemenuhan kebutuhan Sumber daya, sistem monitoring dan evaluasi.
Penyusunan indikator kegiatan termasuk dalam perencanaan tersebut
2. Do (Kerjakan).

35
Implementasi proses. Pelaksanaan kegiatan dilakukan pada tingkat unit dan
organisasi Rumah Sakit.
3. Check (Cek).
Memantau dan mengevaluasi proses dan hasil terhadap sasaran dan spesifikasi dan
melaporkan hasilnya. Monitoring dan evaluasi dilakukan pada tingkat unit dan rumah
sakit. Periode pelaksanaan monitoring dan evaluasi : harian, mingguan dan bulanan
4. Act (Tindak Lanjut).
Menindaklanjuti hasil untuk membuat perbaikan yang diperlukan. Ini berarti juga
meninjau seluruh langkah dan memodifikasi proses untuk memperbaikinya sebelum
implementasi berikutnya. Monitoring dan evaluasi dilakukan pada tingkat unit dan
Rumah Sakit. Periode pelaksanaan monitoring dan evaluasi : harian, mingguan dan
bulanan.

15. PENCATATAN DAN PELAPORAN.


Pencatatan dilakukan oleh sekretaris dan pengumpul data dari panitia mutu.
Pencatatan dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan indikator yang ada. Pencatatan
itu dapat berupa sensus harian indaktor mutu dan lain – lain. Alur pelaporan data indikator
mutu :
1. Unit kerja ke panitia mutu lalu ke Direktur RS
2. Feedback data hasil analisis indikator mutu : Panitia mutu Direktur Unit kerja
3. Alur laporan IKP : Unit kerja  Panitia Mutu  Direktur
4. Feedback incident report : Direktur unit kerja

36
16. MONITORING DAN EVALUASI

NO PENGUKURAN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES

1 Laporan Panitia Mutu


2 Audit Internal Tentatif
3 Audit Eksternal
4 Penilaian Kinerja Karyawan
5 Clinical Pathway
6 Indikator Internasional Belum Dilakukan
7 Indikator Keselamatan Pasien

37
17. Penutup
Program PMKP merupakan kegiatan peningkatan mutu yang berjalan secara
berkesinambungan & berkelanjutan. Pedoman PMKP ini akan direview secara berkala tiap
tahun.

Mengetahui, Tangerang, Maret 2017


Direktur RS Melati Ketua Tim PMKP RS Melati

dr Heri Priatna MARS dr Fauzanah Chairiah

38
LAMPIRAN TABEL I. FREKUENSI KEJADIAN

DERAJAT FREKUENSI KEJADIAN AKTUAL


1 SANGAT JARANG Terjadi dalam kurun waktu > 5 tahun
2 JARANG Terjadi dalam kurun waktu 2 – 5 tahun
3 KADANG-KADANG Terjadi dalam tiap 1-2 tahun
4 SERING Terjadi beberapa kali dalam setahun
5 SANGAT SERING Terjadi beberapa kali dalam bulan /
minggu

LAMPIRAN TABEL II DAMPAK KLINIK


DERAJAT DESKRIPSI CONTOH DESKRIPSI
1 INSIGNIFIKAN Tidak ada cedera ; kerugian uang kecil
2 MINOR Dapat diatasi dengan pertolongan pertama
; kerugian uang sedang
Berkurangnya fungsi motorik/sensorik,
psikologis /intelektual secara permanen yg
3 MODERATE tidak berhubungan dengan penyakit.
Semua kejadian yang memperpanjang
perawatan
Cedera luas.
Hilangnya fungsi motorik/sensorik,
4 MAJOR psikologis /intelektual secara permanen yg
tidak berhubungan dengan penyakit ;
kerugian uang besar

5 CHATASTROPIC Kematian yang tidak berhubungan dengan


penyakit; kerugian uang sangat besar

39
LAMPIRAN TABEL III MATRIK DERAJAT RESIKO

Low Moderate High


KONSEKUENSI POTENSIAL Extreme
FREKUENSI
INSIGNIFIKAN
Jalan keluar dapat SelainMINOR
membuat MODERATE MAJORTinjauan
Tinjauan detail dan CHATASTROPIC
segera dan
Sangat sering Moderate Moderate High Extreme Extreme
diatur dengan prosedur, Manager/ tindakan segera tindakan dibutuhkan
Sering Moderate Moderate High Extreme Extreme
Kadang- membuat prosedur Kepala Uit harus dilakukan oleh mungkin dlam tingkat
Low Moderate High Extreme Extreme
kadang oleh Kepala Unit menilai konsekuensi managemen senior Nasional. Direktur
Jarang Low kerugian dalam
Low (Wakil
Moderate Direktur)High harus tahu/Extreme
terlibat
Sangat Jarang Low Low Moderate High Extreme

40
LAMPIRAN IV, 4 (EMPAT) INDIKATOR INTERNASIONAL

1. PENGGUNAAN ASPILET PADA KASUS INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

2. PENGGUNAAN FUROSEMIDE PADA KASUS GAGAL JANTUNG

41
3. ASI EKSLUSIF

4. PENGGUNAAN CT SCAN PADA PASIEN STROKE.

42

Anda mungkin juga menyukai