Anda di halaman 1dari 87

GAMBARAN NILAI INDEKS ERITROSIT PADA PASIEN

TUBERKULOSIS PARU YANG MENDAPAT TERAPI OBAT ANTI


TUBERKULOSIS (OAT) DI KOTA PALEMBANG
TAHUN 2019

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :
AGRILITA PRATAMA
NIM: PO.71.34.0.16.040

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITENIK KESEHATAN JURUSAN ANALIS KESEHATAN
PALEMBANG
2019

i
GAMBARAN NILAI INDEKS ERITROSIT PADA PASIEN
TUBERKULOSIS PARU YANG MENDAPAT TERAPI OBAT ANTI
TUBERKULOSIS (OAT) DI KOTA PALEMBANG
TAHUN 2019

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Ahli Madya Analis Kesehatan

Oleh :

AGRILITA PRATAMA
NIM: PO.71.34.0.16.040

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN JURUSAN ANALIS KESEHATAN
PALEMBANG
2019

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah dengan Judul :

GAMBARAN NILAI INDEKS ERITROSIT PADA PASIEN


TUBERKULOSIS PARU YANG MENDAPAT TERAPI OBAT ANTI
TUBERKULOSIS (OAT) DI KOTA PALEMBANG TAHUN 2019

Yang Dipersiapkan Oleh :

AGRILITA PRATAMA
NIM. PO.71.34.0.16.040

Telah Diperiksa dan Disetujui untuk Disidangkan


Dihadapan Dewan Penguji Jurusan Analis Kesehatan
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palembang

Oleh :

Dosen Pembimbing KTI

Pembimbing I Pembimbing II

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah dengan Judul:

GAMBARAN NILAI INDEKS ERITROSIT PADA PASIEN


TUBERKULOSIS PARU YANG MENDAPAT TERAPI OBAT ANTI
TUBERKULOSIS (OAT) DI KOTA PALEMBANG TAHUN 2019

Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh:

AGRILITA PRATAMA
NIM. PO.71.34.0.16.040

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Dewan Penguji


Karya Tulis Ilmiah Pada Tanggal 15 Juni 2019
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat untuk Diterima

TIM PENGUJI

1. Ketua Penguji
Asrori, AMAK., S.Pd., MM
NIP. 19690808 199101 1 001

2. Sekretaris
Drs. Refai, M.Kes
NIP. 19610705 198202 1 001

3. Anggota
Ardiya Garini, SKM., M.Kes
NIP. 19801117 200112 2 003

4. Anggota
Nurhayati, S.Pd., SKM., M.Kes
NIP. 19700924 199103 2 001

iii
HALAMAN PERSEMBAHAN

MOTTO :

“Terkadang menjalani proses panjang itu memang melelahkan. Tapi

disetiap proses panjang pasti ada satu alasan untuk tetap bertahan yaitu DO’A ”

(Tere Liye)

Puji syukur atas berkat rahmat ALLAH SWT sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan tepat waktu.
Karya ini ku persembahkan kepada :
 Kepada Allah SWT yang selalu memberi arti dalam setiap hembusan nafas
(ALLAHUMMASOLIALAMUHAMMADWAALAALIMUHAMMAD)
 Kedua orang tuaku, mamak (Dewi Eryani) dan ayah (Rahmat Taufik) yang
selalu memberikan support moral maupun materi, selalu mengajarkan arti
kesabaran, bersyukur dalam setiap peristiwa hingga akhirnya karya tulis
ilmiah ini bisa selesai pada waktunya. Adikku (M.Alif Rizqy) yang
tersayang.
 Buat YAI (H. AMIR BACHRI AS, alm) dan NYAI (Hj. Aminah Amir)
semua ini kupersembahkan buat kalian pahlawanku, semoga diatas sana
yai bisa melihat cucunya bahagia disini terimakasih telah mensupport
selama ini semoga yai tenang disana AMIN..
 Seluruh dosen (pak Asrori dan pak Refai, sir Ihsan, pak Anggo) dan Bu
Diah selaku pembimbing akademik yang selalu membimbing saya dalam 3
tahun terakhir ini. Bu Ardiya, Bu Nurhayati, Bu Endang yang telah
membagi ilmu dan membimbing sampai akhirnya karya tulis ilmiah ini
selesai.
 Buat tanteku (Deasy Ocha), ibu-ibu Puskesmas (Bu Ida, Mb Rosnita dan
Bu Neneng, Kak Nada) yang telah memberi waktunya untuk saya
melakukan penelitian.
 Kak Novy, Kak Endah, Kak Tiara, Kak Vitha, Kak Put, Kak Mailatul dan
Kak Faisal, terimakasih banyak telah membagi pengalaman yang berharga
serta saran yang bermanfaat.
 Nurlala hayati, Idza, Ana, Mitha, Erina, Delluk, Amik, Nita, Novi terima
kasih sudah menjadi pendengar yang baik, pemberi saran dan ide-ide yang
tak masuk akal tapi kadang “BRILIANT”
 Blitang Squad (si asep yang sering mengacipkan aku, elfa, wulan, upit,
suci,vio dan annisa terimakasih 2 minggu nya aku tanpamu BUNTU)
 Para pengurus IMATELKI, KAGET AJAH, BISQUAD, WANITA
SOBEK, OTW SARJANA terimakasih atas pengalaman yang telah dibagi,
serta ilmu dan kebersamaan selama ini.
 Untuk teman sealmamater (Medical Laboratory 2016), gak mudah
menjalin kebersaaman selama 3 tahun dengan watak yang berbeda-beda
digabungkan jadi satu . Semoga Sukses selalu GAISS :’)

iv
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2019

AGRILITA PRATAMA
NIM PO.71.34.0.16.040

GAMBARAN NILAI INDEKS ERITROSIT PADA PASIEN


TUBERKULOSIS PARU YANG MENDAPAT TERAPI OBAT ANTI
TUBERKULOSIS (OAT) DI KOTA PALEMBANG TAHUN 2019
xvi + 51 halaman, 3 gambar, 5 tabel, 16 lampiran

ABSTRAK

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis. Tuberkulosis dapat di tanggulangi dengan sistem pengobatan Obat
Anti Tuberkulosis (OAT). Efek samping dari penggunaan OAT tersebut akan
saling bersinergi dalam menyebabkan kelainan hematologi pada darah seperti
terjadinya anemia pada pasien TB paru. OAT seperti Isoniazid meningkatkan
ekskresi vitamin B6 (piridoksin) dan mengakibatkan pemakaian defisiensi vitamin
B6 sehingga menyebabkan anemia sideroblastik (mikrositik hipokrom).Ukuran
eritrosit lebih kecil dari normal (mikrositik) dengan konsentrasi hemoglobin lebih
rendah dari normal (hipokrom). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
gambaran nilai indeks eritrosit pada pasien tuberkulosis paru yang mendapat
terapi OAT di Kota Palembang Tahun 2019 berdasarkan umur, jenis kelamin, dan
lama pengobatan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross
sectional. Sampel yang digunakan adalah darah EDTA diperiksa dengan metode
automatik menggunakan Sysmex KX-21. Populasi penelitian adalah seluruh
pasien tuberkulosis paru yang mendapat terapi OAT di Puskesmas Sekip dan
Puskesmas Nagaswidak. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik total
sampling dan didapat sampel sebanyak 43 subjek. Hasil penelitian dari 43 subjek
menunjukkan bahwa 18 (41,9%) normositik normokrom, sebanyak 23 (53,5%)
mikrositik hipokrom, dan 2 (4,7%) makrositik hiperkrom. Demikian disarankan
bagi pasien tuberkulosis paru yang mendapat terapi OAT dengan mengonsumsi
banyak suplemen vitamin dan melakukan pengontrolan pengobatan secara rutin.

Kata kunci : indeks eritrosit, isoniazid, rifampisin, B6


Kepustakaan : 41 (1994-2018)

v
MINISTRY OF HEALTH OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
HEALTH POLYTECHNIC OF PALEMBANG
MEDICAL LABORATORY TECHNOLOGY
Scientific Paper, June 2019

AGRILITA PRATAMA
NIM PO.71.34.0.16.040

ERYTHROCYTE INDICES IN PULMONARY TUBERCULOSIS


PATIENTS RECEIVING ANTI-TUBERCULOSIS DRUG THERAPY AT
PALEMBANG CITY IN 2019
xvi + 51 pages, 3 figures, 5 tables, 16 appendices

ABSTRACT

Tuberculocis is a disease caused by Mycobacterium tuberculosis. Tuberculosis


can be treated with an anti-tuberculosis drug treatment system. The side effects of
using anti-tuberculosis drug will synergize in causing hematological
abnormalities in the blood such as the occurrence of anemia in pulmonary
tuberculosis patients. Anti-tuberculosis drug such as Isoniazid increases excretion
of vitamin B6 (pyridoxine) and results in the use of vitamin B6 deficiency causing
anemia in sideroblastic (microcytic hypochrome). Erythrocyte size is smaller than
normal (microcytic) with hemoglobin concentration lower than normal
(hypochrome). The purpose of this study was to determine the erythrocyte index
values in pulmonary tuberculosis patients receiving anti-tuberculosis drug
therapy at Palembang City in 2019 based on age, sex, and the length of therapy.
This research was descriptive with cross sectional approach. The sample used
was EDTA blood checked by an automatic method using sysmex KX-21. The study
population was all pulmonary tuberculosis patients receiving anti-tuberculosis
drug therapy at Puskesmas Sekip and Puskesmas Nagaswidak. Sampling was
done by total sampling technique and obtained a sample of 43 subjects. The
results of 43 subjects showed 18 (41.9%) patients with normocytic normochrome
results, 23 (53.5%) patients with microcytic hypochrome and 2 (4.7%) patients
with macrosytic hyperchrome results. The pulmonary tuberculosis patients
receiving anti-tuberculosis drug therapy should consume many vitamin
supplements and routinely control their health.

Keyword : erythrocyte indices, isoniazid, rifampisin, B6


References : 41 (1994-2018)

vi
HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Agrilita Pratama

NIM : PO.71.34.0.16.040

Tempat, Tanggal Lahir : Probolinggo, 09 Agustus 1998

Judul Karya Tulis Ilmiah :Gambaran Nilai Indeks Eritrosit Pada Pasien

Tuberkulosis Paru Yang Mendapat Terapi Obat Anti

Tuberkulosis (OAT) Di Kota Palembang Tahun

2019

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah benar

hasil karya sendiri dan bukan hasil penjiplakan dari hasil karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat dan apabila kelak dikemudian hari terbukti

dalam karya tulis ilmiah ini ada unsur penjiplakan, maka saya bersedia

mempertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan


Palembang, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Agrilita Pratama


NIM : PO.71.34.0.16.040
Jurusan : Analis Kesehatan
Program Studi : D3 Analis Kesehatan
Jenis Karya : Karya Tulis Ilmiah (KTI)

Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palembang Hak Bebas Royalti
Non Ekslusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang
berjudul:

Gambaran Nilai Indeks Eritrosit Pada Pasien Tuberkulosis Paru Yang


Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Kota Palembang
Tahun 2019

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non
Ekslusif ini Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palembangberhak
menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin
dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Palembang
Tanggal : 08 Juli 2019

Yang menyatakan

viii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan

judul “Gambaran Nilai Indeks Eritrosit Pada Pasien Tuberkulosis Paru Yang

Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Di Kota Palembang Tahun

2019”, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sebagai Ahli

Madya Analis Kesehatan di Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan

Palembang.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini

khususnya kepada :

1. Muhammad Taswin, S.Si., Apt, MM, M.Kes., selaku direktur Politeknik

Kesehatan Palembang.

2. Nurhayati, S.Pd., SKM., M.Kes., selaku Ketua Jurusan Analis Kesehatan

Politeknik Kesehatan Palembang.

3. Diah Navianti S.Pd., M.Kes., selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan bantuan selama 3 tahun ini.

4. Asrori, AMAK., S.Pd.,MM., selaku pembimbing 1 sekaligus Pembimbing

Akademik yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan pengarahan

selama proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

ix
5. Drs. Refai., M.Kes., selaku pembimbing 2 yang telah memberikan

bantuan, bimbingan, motivasi dan pengarahan selama proses penyusunan

Karya Tulis Ilmiah.

6. Ardiya Garini, SKM., M.Kes., selaku penguji 1 yang telah memberikan

saran dan masukan pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

7. Nurhayati, S.Pd., SKM., M.Kes., selaku penguji 2 yang telah memberikan

saran dan masukan pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

8. Seluruh dosen dan staff pengajar di Jurusan Analis Kesehatan Politeknik

Kesehatan Palembang.

9. Kedua orangtua dan adikku yang senantiasa memberi support dan doanya.

10. Teman-teman seperjuangan angkatan XVII yang telah memberikan

bantuan, semangat dan motivasi dalam penulisan Karya Tulis ilmiah ini.

Atas kekurangan yang terdapat dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini,

penulis mengharapkan informasi, saran dan kritik yang membangun dari

pembaca.

Wassalammualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Palembang, Juni 2019

Penulis

x
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN..................................................................... iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................... vi
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.......................................... vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL........................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 8
1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................... 8
1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 9
1.4.1 Tujuan Umum ............................................................................. 9
1.4.2 Tujuan Khusus .............................................................................. 9
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 10
1.5.1 Bagi Masyarakat ........................................................................... 10
1.5.2 Bagi Instansi Pendidikan ............................................................. 10
1.5.3 Bagi Peneliti ................................................................................ 10
1.6 Ruang Lingkup ......................................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anemia ...................................................................................................... 12
2.1.1 DefinisiAnemia ............................................................................. 12
2.1.2 Klasifikasi Anemia Menurut Etiologi ........................................... 12
2.1.3 Jenis Anemia dan Penyebabnya .................................................... 12
2.1.4 Penilaian Anemia ......................................................................... 14
2.1.4.1 Hemoglobin............................................................................ 14
2.1.4.2 Hematokrit ............................................................................. 14
2.1.4.3 Indeks Eritrosit ...................................................................... 15
2.2 Tuberkulosis Paru ................................................................................... 17
2.2.1 Pengertian Tuberkulosis Paru ...................................................... 17
2.2.2 Klasifikasi Tuberkulosis Paru ..................................................... 18
2.2.3 Cara Penularan ............................................................................. 18

xi
2.2.4 Pengobatan ................................................................................... 19
2.2.5 Obat Anti Tuberkulosis (OAT) ..................................................... 20
2.2.6 Panduan Pemakaian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) .................... 21
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Indeks Eritrosit Pasien TBC ............. 23
2.3.1 Umur ............................................................................................. 23
2.3.2 Jenis Kelamin ............................................................................... 23
2.3.3 Lama Pengobatan ......................................................................... 24
2.4 Metode Pemeriksaan Laboratorium .......................................................... 25
2.5 Kerangka Konsep ..................................................................................... 26
2.6 Definisi Operasional ............................................................................... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian .......................................................................................... 28
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 28
3.3 Populasi dan Sampel ................................................................................. 28
3.3.1 Populasi ........................................................................................ 28
3.3.2 Sampel .......................................................................................... 29
3.4 Teknik Pengambilan Sampel ..................................................................... 29
3.5 Metode dan Prinsip Pemeriksaan .............................................................. 29
3.5.1 Metode Pemeriksaan .................................................................... 29
3.5.2 Prinsip Pemeriksaan .................................................................... 29
3.6 Alur Penelitian .......................................................................................... 31
3.7 Interpretasi Hasil ....................................................................................... 32
3.8 Analisis Data ............................................................................................ 32
3.8.1 Analisis Univariat ........................................................................ 32
3.8.2 Analisis Bivariat ........................................................................... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian .......................................................................................... 33
4.1.1 Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrsoit Pada Pasien
Tuberkulosis Paru yang Mendapat Terapi OAT di Kota Palembang
Tahun 2019 ...................................................................................... 33
4.1.2 Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrsoit Pada Pasien
Tuberkulosis Paru yang Mendapat Terapi OAT di Kota Palembang
Tahun 2019 Berdasarkan Umur....................................................... 34
4.1.3 Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrsoit Pada Pasien
Tuberkulosis Paru yang Mendapat Terapi OAT di Kota Palembang
Tahun 2019 Berdasarkan Jenis Kelamin ......................................... 35
4.1.4 Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrsoit Pada Pasien
Tuberkulosis Paru yang Mendapat Terapi OAT di Kota Palembang
Tahun 2019 Berdasarkan Lama Pengobatan ................................... 36

xii
4.2 Pembahasan ................................................................................................ 37
4.2.1 Keterbatasan Penelitian .................................................................... 37
4.2.2 Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrsoit Pada Pasien
Tuberkulosis Paru yang Mendapat Terapi OAT di Kota Palembang
Tahun 2019 ...................................................................................... 38
4.2.3 Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrsoit Pada Pasien
Tuberkulosis Paru yang Mendapat Terapi OAT di Kota Palembang
Tahun 2019 Berdasarkan Umur....................................................... 40
4.2.4 Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrsoit Pada Pasien
Tuberkulosis Paru yang Mendapat Terapi OAT di Kota Palembang
Tahun 2019 Berdasarkan Jenis Kelamin ......................................... 41
4.2.5 Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrsoit Pada Pasien
Tuberkulosis Paru yang Mendapat Terapi OAT di Kota Palembang
Tahun 2019 Berdasarkan Lama Pengobatan ................................... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 44
5.2 Saran........................................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi eritrosit ................. 17

Gambar 2.5 Kerangka Konsep .................................................................... 26

Gambar 3.1 Alur Penelitian ......................................................................... 31

xiv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.6 Definisi Operasional ................................................................ 27

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrosit pada Pasien


Tuberkulosis Paru yang Mendapat Terapi OAT di Kota Palembang
Tahun 2019............................................................................... 33

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrosit pada Pasien


Tuberkulosis Paru yang Mendapat Terapi OAT di Kota Palembang
Tahun 2019 Berdasarkan Umur .............................................. 34

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrosit pada Pasien


Tuberkulosis Paru yang Mendapat Terapi OAT di Kota Palembang
Tahun 2019 Berdasarkan Jenis Kelamin ................................. 35

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrosit pada Pasien


Tuberkulosis Paru yang Mendapat Terapi OAT di Kota Palembang
Tahun 2019 Berdasarkan Lama Pengobatan ........................... 36

xv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN

1. Agenda bimbingan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah

2. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian

3. Informed Consent

4. Kuisioner Penelitian

5. Prosedur Kerja Pengambilan Darah EDTA

6. Prosedur Kerja Alat Sysmex KX- 21

7. Surat Permohonan Izin Pengambilan Sampel dari KESBANGPOL

8. Surat Permohonan Izin Pengambilan Sampel dari DINKES

9. Surat Izin Penelitian di Puskesmas Sekip Tahun 2019

10. Surat Izin Penelitian di Puskesmas Nagaswidak Tahun 2019

11. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Puskesmas Sekip Tahun 2019

12. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Puskesmas Nagaswidak Tahun

2019

13. Hasil Penelitian dan Rekapitulasi Nilai Indeks Eritrosit

14. Data SPSS

15. Dokumentasi Penelitian

16. Profil Penulis

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit adalah sesuatu yang menyebabkan suatu kondisi terganggunya

fisik, mental dan ekonomi. Penyakit berdasarkan penyebaran dapat dibedakan

menjadi penyakit menular dan tidak menular. Penyakit menular disebabkan

oleh virus, bakteria atau parasit bukan kuman, melainkan karena adanya

masalah metabolisme atau fisiologis pada jaringan tubuh manusia. Penyakit

tidak menular terjadi karena faktor keturunan dan gaya hidup yang tidak sehat.

Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan yang besar di hampir

semua negara berkembang karena tingginya angka morbiditas dan mortalitas

dalam waktu yang cukup singkat dan bersifat akut. Kematian akibat penyakit

menular seperti tuberkulosis atau penyakit infeksi lainnya.(1,2,)

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang terutama disebabkan oleh

bakteri patogen aerobik yaitu Mycobacterium tuberculosis, yang

menyebabkan infeksi pada paru-paru. Infeksi ini menyebar seperti pilek,

terutama melalui tetesan udara yang dihirup ke udara oleh orang yang

terinfeksi TB BTA Positif. Bakteri menyebabkan pembentukan massa jaringan

kecil yang disebut tuberkel. Di paru-paru, tuberkel ini menyebabkan gangguan

pernapasan, batuk, dan pelepasan dahak. Penyakit ini apabila tidak segera

diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi

berbahaya hingga kematian.(3)

1
2

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2013 diperkirakan

terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%)

diantaranya adalah pasien HIV positif. Lebih kurang 75% dari pasien tersebut

berada diwilayah Afrika. Pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 450.000

orang yang menderita TB dan 170.000 diantaranya meninggal dunia. (4)

Berdasarkan Global Tuberculosis Report (GTR) tahun 2017, India,

Indonesia, China, Philipina dan Pakistan merupakan negara dengan kasus

tuberkulosis paru sebanyak 50%. kasus baru tuberkulosis sebesar 6,3 juta,

setara dengan 61% dari insiden tuberkulosis (10,4 juta). Angka Tuberkulosis

di Indonesia 391 per 100.000 penduduk dan angka kematian 42 per 100.000

penduduk. Secara keseluruhan, lebih kurang 90% kasus TB terjadi di orang

dewasa, kasus TB lebih banyak pada pria dibanding wanita. Rasio pria :

wanita dewasa adalah 2 : 1.(5), kasus pria dilaporkan lebih tinggi karena pria

lebih banyak merokok, dan rokok bisa memengaruhi tingkat imunitas,

sehingga angka kejadian progresifitas kuman TB menjadi aktif.(6) Perbedaan

pola hidup dan aktivitas interaksi sosial dapat menyebabkan infeksi

tuberkulosis lebih banyak pada pria dibandingkan wanita.(7)

Berdasarkan data Riskesdas 2018 prevalensi penduduk indonesia yang

didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan tahun 2018 adalah 0.42%, ada lima

provinsi dengan TB paru tertinggi yaitu Banten (76%), Papua (0,77%), Jawa

Barat (0,63%), Sumatera selatan (0,53%), Papua Barat (0,53%), Kalimantan

Utara (0,52%), Di Provinsi Sumatera Selatan, dilaporkan jumlah kasus baru

TB Paru BTA positif tahun 2017 sebanyak 5.389 dengan laki-laki 62% dan
3

perempuan 38%. Di Palembang tahun 2017 sebanyak 2.618 kasus TB Paru

BTA Positif. (8,9,10)

Peningkatan tuberkulosis paru di tanggulangi dengan beberapa strategi

dari Kementerian Kesehatan, salah satunya yaitu meningkatkan perluasan

pelayanan Directly Observed Treatment Short-course strategy (DOTS) yang

direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) dengan

menetapkan sistem pengobatan obat anti tuberkulosis (OAT). (4)

Pengobatan tuberkulosis dengan OAT digolongkan atas dua kelompok

yaitu kelompok obat lini pertama meliputi isoniazid, rifampisin, etambutanol,

streptomisin dan pirazinamid. Obat lini kedua adalah antibiotik dengan

fluorokuinolon (sipro-floksasin, ofloksasin, levofloksasin), sikloserin,

etionamid, amikasin, kanamisin, kapreomisin dan paraaminosalisilat. Tujuan

pengobatan tuberkulosis adalah memusnahkan basil tuberkulosis dengan cepat

dan mencegah kekambuhan. Pengobatan tuberkulosis harus selalu mengikuti

dua fase yaitu fase awal dan fase lanjutan . Obat anti tuberkulosis pada fase

awal terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z),Streptomisin

(S) dan Etambutol (E). Pada fase awal obat-obat tersebut diberikan setiap hari

selama 2 bulan agar secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam

tubuh pasien tuberkulosis. Pada fase lanjutan hanya terdiri dari Isoniazid (H)

dan Rifampisin (R) diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan untuk

mencegah terjadinya kekambuhan.(11)

Rifampisin menyebabkan trombositopenia dan anemia, streptomisin jenis

OAT yang diberikan secara injeksi pada 1-2 bulan pertama pengobatan
4

tuberkulosis kategori 2 dapat menyebabkan agranulositosis. Sedangkan

etambutol dan pirazinamid tidak memiliki efek toksik terhadap darah. Obat

anti tuberkulosis yang mempunyai efek toksik terhadap darah diantaranya

isoniazid yang menyebabkan anemia, agranulositosis, eosinofilia dan

trombositopenia.(11)

Penyakit tuberkulosis paru merupakan suatu penyakit infeksi kronik yang

dalam perjalanan patogenesisnya dapat mengakibatkan berkurangnya

persediaan zat besi dalam tubuh. Anemia penyakit kronik sering bersamaan

dengan anemia defisiensi besi dan keduanya memberikan gambaran


(12)
penurunan besi serum. Seluruh infeksi kronik termasuk tuberkulosis dapat
(13)
menyebabkan anemia. Jenis OAT Isoniazid diketahui meningkatkan

ekskresi vitamin B6 (piridoksin) dan mengakibatkan pemakaian defisiensi

vitamin B6.(11)

Vitamin B6 dalam bentuk Pyridoxal phosphate merupakan kofaktor

dalam proses sintesis hemoglobin.(14) Eksresi vitamin B6 dapat mengakibatkan

defisiensi vitamin B6 didalam tubuh sehingga akan mengganggu sintesis

hemoglobin, karena ketidak adekuatan konsentrasi hemoglobin yang

menyebabkan sel darah merah mengecil berwarna pucat serta jumlahnya

kurang dari batas normal dan mengakibatkan anemia mikrositik hipokromik

(anemia sideroblastik).(15) Anemia sideroblastik adalah sindrom dengan

banyak etiologi yang berbeda disertai adanya sideroblas bercincin yang

terlihat pada pewarnaan besi sumsum tulang.(16) Sel sideroblast bercincin

menetap walaupun obat-obat OAT dihentikan atau sebaliknya sel sideroblastit


5

bercincin dapat ditemukan selama pengobatan tanpa disertai anemia. (17)

Diagnosis anemia sideroblastik yaitu penyakit vaskuler kolagen, mieloma

multipel, hemolisis yang jelas, thalasemia, anemia megaloblastik,

mielodisplasia dan leukemia akut nonlimfositik, obat (alkohol, timah hitam,

obat anti tuberkulosis (OAT), kloramfenikol).(16) Efek-efek toksik dari OAT

tersebut akan saling bersinergi dalam menyebabkan kelainan pada darah yaitu

terjadinya anemia pada pasien TB paru.(11)

Anemia adalah keadaan dimana jumlah eritrosit atau jumlah hemoglobin

yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen

bagi jaringan tubuh. Ditandai dengan penurunan dibawah normal kadar

hemoglobin, hitung eritrosit dan nilai hematokrit.(18)

Nilai indeks eritrosit merupakan hasil pemeriksaan laboratorium hitung

darah lengkap, nilai indeks eritrosit digunakan sebagai penunjang untuk

mendiagnosis terjadinya anemia dan pengklasifikasian anemia berdasarkan

morfologinya. Nilai eritrosit rata-rata adalah nilai-nilai yang memberi

keterangan tentang rata-rata ukuran eritrosit dan banyaknya hemoglobin per

eritrosit. Nilai yang paling banyak dipakai adalah : Mean Corpuscular Volume

(MCV) yaitu 80-98 (fl), Mean CorpuscularHemoglobin (MCH) yaitu 27-31

pg/sel, Mean Corpuscular Hemoglobin Contcentration (MCHC) yaitu 32-36

g/dl. Klasifikasi anemia dikelompokkan menjadi anemia normokromik,

normositik, hipokromik, mikrositik dan hiperkromik, makrositik. (19)

Berdasarkan Hasil Penelitian R, Suhartati. dkk tahun 2015 yang dilakukan

di Puskesmas Cineam dan Puskesmas Karangnunggal mengenai nilai indeks


6

eritrosit volume sel rerata (MCV), Hemoglobin sel rerata (MCH), Konsentrasi

hemoglobin sel rerata (MCHC) didapatkan hasil hipokrom normositik 10%,

hipokrom mikrositik 20%, hiperkrom makrositik 10%, normokrom makrositik

5% dan normokrom normositik 55%.(20)

Menurut Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis tahun 2014 sekitar

75% dari pasien tuberkulosis paru merupakan kelompok umur produktif (15-

50 tahun).(21) Umur salah satu faktor yang memengaruhi imunitas seseorang

terhadap infeksi tuberkulosis paru. Berdasarkan hasil penelitian Qurrotul Assa

Ain tahun 2018 di Puskesmas Mujoagung menyimpulkan nilai indeks eritrosit

pada penderita tuberkulosis paru berdasarkan umur didapatkan sebagian besar

pasien tuberkulosis yang berumur produktif sebanyak 6 pasien (85,7%)

mengalami mikrositik hipokrom.(22)

Nilai Indeks Eritrosit dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya

adalah jenis kelamin. Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi laki-laki yang

menderita tuberkulosis lebih banyak daripada perempuan. Berdasarkan

penelitian Lönnroth K,dkk tahun 2008 menyimpulkan alkohol juga dapat

menimbulkan efek serupa, sistem pertahanan tubuh menjadi lebih lemah dari

seharusnya.(23)

Berdasarkan penelitian Yunis Arma di RSUD Kota Kendari didapatkan

bahwa jumlah pasien tuberkulosis yaitu sebanyak 8 pasien (67%) dengan jenis

kelamin laki-laki lebih banyak daripada sebanyak 4 pasien (33%) dengan jenis

kelamin perempuan.(24) Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada jenis


7

kelamin laki-laki dibandingkan perempuan karena, jenis kelamin laki-laki sifat

keterpaparan dan kerentanan lebih tinggi daripada perempuan. (25)

Lama pengobatan juga menjadi faktor yang menyebabkan adanya efek

samping pada pasien tuberkulosis. Tujuan pengobatan tuberkulosis untuk

menyembuhkan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya

resistensi kuman terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) karena pada

pengobatan lebih dari 2 bulan merupakan pengobatan lanjutan untuk

menghilangkan atau membunuh kuman persister (dormant), sehingga pasien

harus tuntas pengobatan sampai 6 bulan karena apabila kurang dari 2 bulan

atau sampai terputus akan menyebabkan resistensi atau kebal terhadap obat.(26)

Jenis obat anti tuberkulosis yaitu Isoniazid (INH) dan rifampirin dapat

menyebabkan anemia hemolitik dengan mekanisme kompleks imun, obat

antibodi mengikat membran sel darah merah dan penghancuran sel darah

merah. Oleh karena itu, semakin lama pasien tuberkulosis mengonsumsi OAT

semakin menurun hitung sel darah merah.(11)

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kabupaten atau kota yang

bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu

wilayah kerja (Depkes, 2011). Dari observasi terhadap pasien tuberkulosis

paru di Kota Palembang yang menjadi lokasi penelitian saya adalah di

Puskesmas Sekip dan Puskesmas Nagaswidak.

Puskesmas Sekip dan Puskesmas Nagaswidak adalah salah satu dari

sekian layanan kesehatan milik pemerintah di Kota Palembang. Puskesmas

Sekip dan Puskesmas Nagaswidak memiliki tempat khusus bagi pasien


8

tuberkulosis seperti poli tuberkulosis tersendiri jadi, bagi pasien tuberkulosis

yang ingin berobat dapat langsung menuju ke poli tuberkulosis.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik melakukan

penelitian tentang “Gambaran Nilai Indeks Eritrosit pada pasien

tuberkulosis paru yang mendapat terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

di Kota Palembang tahun 2019.”

1.2 Rumusan Masalah

Ditemukannya nilai indeks eritrosit pada pasien tuberkulosis paru yang

mendapat terapi obat anti tuberkulosis (OAT) di Kota Palembang tahun

2019.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana distribusi frekuensi nilai indeks eritrosit pada pasien

tuberkulosis paru yang mendapat terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di

Kota Palembang tahun 2019?

2. Bagaimana distribusi frekuensi nilai indeks eritrosit pada pasien

tuberkulosis paru yang mendapat terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di

Kota Palembang tahun 2019 berdasarkan umur?

3. Bagaimana distribusi frekuensi nilai indeks eritrosit pada pasien

tuberkulosis paru yang mendapat terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di

Kota Palembang tahun 2019 berdasarkan jenis kelamin?


9

4. Bagaimana distribusi frekuensi nilai indeks eritrosit pada pasien

tuberkulosis paru yang mendapat terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di

Kota Palembang tahun 2019 berdasarkan lama pengobatan?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran nilai indeks eritrosit pada pasien

tuberkulosis paru yang mendapat terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di

Kota Palembang tahun 2019.

1.4.2 Tinjauan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi nilai indeks eritosit pada pasien

tuberkulosis paru yang mendapat terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di

Kota Palembang tahun 2019.

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi nilai indeks eritrosit pada pasien

tuberkulosis paru yang terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Kota

Palembang tahun 2019 berdasarkan Umur.

3. Untuk mengetahui distribusi frekuensi nilai indeks eritrosit pada pasien

tuberkulosis paru yang mendapat terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di

Kota Palembang tahun 2019 berdasarkan Jenis kelamin.

4. Untuk mengetahui distribusi frekuensi nilai indeks eritrosit pada pasien

tuberkulosis paru yang mendapat terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di

Kota Palembang tahun 2019 berdasarkan Lama pengobatan.


10

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Masyarakat

Memberikan pengetahuan dan informasi kepada masyarakat

khususnya bagi pasien tuberkulosis paru bahwa obat anti tuberkulosis

yang menyebabkan perubahan kadar hemoglobin dan ukuran eritrosit.

1.5.2 Bagi Instansi Pendidikan

Sebagai bahan referensi di bidang ilmu kesehatan dan ilmu

pendidikan khususnya pada mata kuliah Hematologi dan Bakteriologi

tentang pemeriksaan nilai indeks eritrosit serta hasil penelitian ini dapat

dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya di Poltekkes Kemenkes

Palembang Jurusan Analis Kesehatan.

1.5.3 Bagi Peneliti

Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat

selama proses pembelajaran di Poltekkes Kemenkes Palembang Jurusan

Analis Kesehatan khususnya mata kuliah Hematologi dan Bakteriologi

serta menambah wawasan mengenai pemeriksaan nilai indeks eritrosit

metode otomatik dengan alat hematology analyzer pada pasien

tuberkulosis paru yang mendapat terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di

Kota Palembang tahun 2019.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup bidang Hematologi dan Bakteriologi

dengan rancangan penelitian cross-sectional. Penelitian ini bersifat

deskriptif observasional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran nilai


11

indeks eritrosit pada pasien tuberkulosis paru yang mendapat terapi obat

anti tuberkulosis (OAT) di Kota Palembang tahun 2019, berdasarkan

umur, jenis kelamin, lama pengobatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan

Maret – Mei 2019. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien

tuberkulosis paru yang mendapat terapi obat anti tuberkulosis (OAT) di

Puskesmas Sekip dan Puskesmas Nagaswidak. Sampel pemeriksaan yang

digunakan yaitu darah EDTA. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik

total sampling. Pemeriksaan nilai indeks eritrosit dilakukan dengan

metode otomatik menggunakan alat hematology analyzer sysmex KX-21

series dan dilaksanakan pemeriksaan di Puskesmas Sekip tahun 2019.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anemia

2.1.1 Definisi Anemia

Anemia adalah keadaan dimana jumlah eritrosit atau jumlah hemoglobin

yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi

jaringan tubuh. Ditandai dengan penurunan dibawah normal kadar hemoglobin,

hitung eritrosit dan nilai hematokrit. (18)

2.1.2 Klasifikasi Anemia Menurut Etiologi

Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : (27)


1. Eritropoesis Terganggu

Gangguan pada pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat

defisiensi substansi tertentu seperti mineral (besi, tembaga), vitamin

(B12, asam folat), asam amino, serta gangguan pembentukan eritrosit

pada sumsum tulang.

2. Perdarahan

3. Pemecahan eritrosit yang terlalu cepat dapat disebabkan oleh

genetik (bawaan).

4. Menurunnya fungsi eritropoietin

5. Kehilangan darah akut atau kronis

2.1.3 Berikut ini adalah jenis anemia dan penyebabnya: (28)

1. Anemia makrositik adalah ukuran eritrosit lebih besar dari normal.

Penyebabnya Anemia makrositik yaitu

a. Defisiensi vitamin B12 atau folat

12
13

b. Pemberian obat sitotoksik seperti azatiopirin atau siklofosfamid.

c. Penyakit hati atau penyalahgunaan alkohol menyebabkan makrositosis,

tapi tidak terjadi anemia, kecuali bersamaan dengan perdarahan atau

defisiensi hematin.

2. Anemia mikrositik hipokromik (anemia sideroblastik) adalah timbul

karena adanya gangguan metabolisme B6 dengan pembentukan sel

sideroblast bercincin. Pemberian isoniazid, sikloserin atau pirazinamid

dapat menyebabkan terjadinya anemia sideroblastik. ukuran eritrosit lebih

kecil dari normal (mikrositik) dengan konsentrasi hemoglobin lebih rendah

dari normal (hipokromik). Penyebabnya adalah anemia defisiensi Fe atau

kehilangan darah kronis dan talasemia.

3. Anemia normokromik dan normositik adalah ukuran eritrosit normal

atau hanya sedikit mengecil dan konsentrasi hemoglobin normal.

Penyebabnya :

a. Infeksi kronis, seperti tuberkulosis (TB) dan osteomielitis.

b. Penyakit radang seperti artritis reumatoid dan penyakit jaringan ikat.

c. Gagal ginjal

4. Anemia Makrositik hiperkrom adalah ukuran eritrosit yang lebih

besar dari normal dan hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih

dari normal.
14

2.1.4 Penilaian Anemia

2.1.4.1 Hemoglobin

Hemoglobin (Hb atau Hbg) adalah komponen utama dari sel darah merah

merupakan protein terkonjugasi yang berfungsi untuk transportasi oksigen (O 2)

dan sebagian kecil fraksi karbon dioksida (CO2), mempertahankan pH normal

melalui serangkaian dapat intraselular. Ketika telah sepenuhnya penuh, setiap

gram hemoglobin mengandung sekitar 1,34 mL oksigen. Massa sel darah merah

orang dewasa mengandung sekitar 600 gr hemoglobin, mampu membawa 800 mL

oksigen.(29,30) Hemoglobin digunakan sebagai parameter pengukuran anemia

secara umum dengan mengukur persentase warna merah pada eritrosit. Terdapat 2

metode pemeriksaan hemoglobin yaitu metode sahli dan metode

sianmethemoglobin. Gold strandard pemeriksaan hemoglobin adalah Metode

sianmethemoglobin.(19)

Nilai rujukan kadar hemoglobin :

Kelompok Hemoglobin (g/dL)


Pria Dewasa : 13 – 18 g/dL
Wanita Dewasa : 12,3 – 15.3 g/dL

2.1.4.2 Hematokrit

Hematokrit ( Ht atau adalah Hct) disebut juga packed cell volume (PCV)

adalah pemeriksaan volume eritrosit dalam mililiter yang ditemukan dalam 100

ml darah dan dihitung dalam persen (%). Pemeriksaan ini menggambarkan

komposisi eritrosit dalam darah didalam tubuh. Perubahan persentase hematokrit

dipengaruhi oleh faktor seluler dan plasma, seperti peningkatan atau penurunan

produksi eritrosit, ukuran eritrosit dan kehilangan atau asupan cairan. Nilai
15

hematokrit digunakan sebagai tes skrining sederhana untuk anemia dan mengukur

keakuratan pengukuran hemoglobin. Penetapan nilai hematokrit dapat ditentukan

dengan menggunakan dua metode yaitu mikrohematokrit dan makrohematokrit. (19)

Nilai rujukan hematokrit adalah :

Kelompok Hematokrit (%)


Pria dewasa : 40-54 %
Wanita dewasa : 33- 47 %
Nilai kritis : <15 % dan >60 %

2.1.4.3 Indeks eritrosit

Indeks eritrosit adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk menentukan

nilai mean corpuscular volume (MCV), mean corpuscular hemoglobin (MCH)

dan mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC). Nilai-nilai

pemeriksaan tersebut berguna dalam menjelaskan etiologi atau pengklasifikasian

anemia.

a. Mean Corpuscular Volume (MCV)

MCV atau volume eritrosit rata-rata (VER) adalah ukuran besarnya

sel eritrosit. mikrositik (MCV lebih kecil daripada normal), normositik

(MCV normal), dan makrositik (MCV lebih besar daripada normal).

MCV diperoleh dari hitung nilai hematokrit dibagi dengan hitung

jumlah eritrosit dan dikali 10.(28) Nilai rujukan adalah 80 – 98 fL.

MCV dinyatakan dalam satuan femtoliter (fL). (19)

b. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)

MCH atau hemoglobin eritrosit rata-rata (HER) yang

mengindikasikan bobot hemoglobin rata-rata di dalam eritrosit tanpa

memperhatikan ukurannya. Oleh karena itu lebih menentukan


16

kuantitas warna. Normokrom (Warna Eritrosit normal), Hipokrom

(Warna eritrosit lebih pudar/pucat, bagian pucat eritrositnya 1/3

diameter eritrosit), dan Hiperkrom (Warna eritrosit lebih pekat

daripada normal). MCH diperoleh dari hitung nilai hemogloblin dibagi

dengan hitung jumlah eritrosit dan dikali 10. (31) Nilai rujukan adalah

27 - 31 pg. MCH dinyatakan dalam satuan pikogram (pg). (19)

c. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)

MCHC atau KHER mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per

unit volume eritrosit. MCHC merupakan hal penting dalam

mengevaluasi anemia dan kelainan hematologik lain. Penurunan nilai

MCHC sering terdapat pada anemia hipokromik, defisiensi zat besi

serta talasemia. MCHC diperoleh dari hitung nilai hemogloblin dibagi

dengan hitung nilai hematokrit dan dikali 100 % atau MCHC diperoleh

dengan cara MCH dan MCV.(28) Nilai rujukan adalah 32 - 36 %.

MCHC dinyatakan dalam satuan persen (%).(19)


17

anemia makrositik anemia mikrositik

anemia normositik anemia normokrom

anemia hipokromik anemia hiperkrom

Gambar 2.1 klasifikasi anemia berdasarkan morfologi Eritrosit


(32)
Sumber : Mehta Atul, Doffbrand Victor. 2006.

2.2 Tuberkulosis

2.2.1 Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang paling sering (±80%)

terjadi di paru-paru. Penyebabnya adalah suatu basil Gram-positif tahan-asam


18

dengan pertumbuhan sangat lamban, yaitu microbacterium tuberculosis

(Yun.Mycos = dinding selnya bersifat sebagai lilin) oleh karena itu kuman ini

disebut Basil Tahan Asam (BTA).(33)

2.2.2 Klasifikasi Tuberkulosis

Tuberkulosis Paru Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak

termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan pemeriksaan dahak, Tuberkulosis

paru terbagi menjadi 2 yaitu tuberkulosis paru basil tahan asam positif dan

tuberkulosis paru basil tahan asam negatif. Gejala utama batuk, demam, keringat

malam, demam dan penurunan berat badan. Selain tuberkulosis paru ada

tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh selain

jaringan paru, misalnya: pleura (selaput paru), meningitis (selaput otak), ada

resiko terjadi kerusakan saraf permanen atau kematian bila tidak segera diterapi,

selaput jantung. (33)

2.2.3 Penularan Tuberkulosis

Penyakit TB ditularkan dari orang ke orang terutama melalui saluran napas

dengan menghisap atau menelan percikan ludah/dahak (droplet infection) yang

mengandung (BTA) basil tahan asam positif dan dibatukkan oleh penderita

tuberkulosis karena adanya kontak antara tetes ludah/ dahak tersebut dan luka di

kulit. Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar

selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup

kedalam saluran pernafasan.(33)


19

2.2.4 Pengobatan Tuberkulosis (34)

Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah

terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Pengobatan

TB paru diberikan dalam 2 fase, yaitu fase awal (intensif) selama ≤2 bulan dan

fase lanjutan selama >2 bulan.

a. Fase Awal (Intesif)

Pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung

untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Selama fase intensif

biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi pengurangan jumlah kuman

disertai perbaikan klinis. Apabila pengobatan diberikan secara tepat,

pasien yang menular akan menjadi tidak menular dalam waktu 2

minggu.

b. Fase Lanjutan

Pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu

yang lebih lama., Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat.

Tahap ini sangat penting dalam membunuh kuman persister (dormant)

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.


20

2.2.5 Obat Anti Tuberkulosis (OAT) (11)

1. Isoniazid

Isoniazid atau Isonikotinil hidrazid yang sering disingkat dengan INH

memiliki satu derivat yaitu iproniazid yang diketahui menghambat pembelahan

kuman tuberkulosis. Isoniazid berefek samping berat berupa hepatitis yang dapat

timbul pada kurang lebih 0,5% penderita. Efek samping yang ringan berupa

tanda-tanda keracunan pada saraf tepi, gangguan kesadaran dan kesemutan atau

nyeri otot.

2. Rifampisin

Rifampisin adalah derivat semisintetik rifampisin B yaitu salah satu

anggota kelompok antibiotik makrosiklik yang disebut rifamisin. Bila obat ini

diberikan sesuai dosis yang dianjurkan, jarang menyebabkan efek samping

terutama pada pemakaian terus menerus setiap hari. Rifampisin menghambat

pertumbuhan berbagai kuman Gram-positif dan Gram-negatif.

3. Etambutol

Hampir dari semua galur M. tuberculosis dan M. kansasii sensitif terhadap

etambutol. Etambutol tidak efektif untuk kuman lain. Obat ini menekan

pertumbuhan kuman tuberkulosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan

streptomisin. Kerjanya menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme

sel terhambat dan sel akan mati.


21

4. Pirazinamid

Pirazinamid di dalam tubuh dihidrolisis oleh enzim pirazinamidase

menjadi asam pirazinoat yang aktif sebagai tuberkulostatik hanya pada media

yang bersifat asam.

5. Streptomisin

Streptomisin adalah antituberkulosis pertama yang secara klinik dinilai

efektif. Namun sebagai obat tunggal, bukan obat yang ideal. Kira-kira 50-60%

dosis yang diberikan secara parental diekskresi dalam bentuk utuh dalam waktu

24 jam pertama. Sebagian besar, jumlah ini diekskresi dalam waktu 12 jam. Masa

paruh obat ini pada orang dewasa normal antara 2-3 jam dan dapat sangat

memanjang pada gagal ginjal.

2.2.6 Panduan Pemakaian Obat (35)

Di Indonesia panduan OAT yang digunakan mengacu pada standar yang

telah di tetapkan oleh WHO dan International Union Againts Tuberculosis and

Lung Disease (IUATLD) yang membagi pengobatan OAT menjadi 2 kategori,

yaitu kategori 1 dan kategori 2. OAT kategori 1 diberikan pada pasien baru

tuberkulosis paru BTA positif, pasien baru tuberkulosis paru BTA negatif rontgen

positif dan pasien tuberkulosis ekstra paru berat. Sedangkan untuk kategori 2

diberikan kepada pasien kambuh, gagal dalam pengobatan dan pasien yang lalai

dalam pengobatan.
22

1. Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)

Panduan OAT ini diberikan pada pasien baru tuberkulosis paru BTA

positif, pasien baru tuberkulosis paru BTA negatif tetapi foto rontgen positif dan

pasien tuberkulosis ekstra paru berat. Fase intensif terdiri dari Isoniasid (H),

Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E) diberikan setiap hari selama 2

bulan. Kemudian diteruskan dengan fase lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H),

Rifampisin (R) diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).

2. Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan

Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), etambutol (E) dan suntikan

streptomisin setiap hari dari UPK. Setelah itu dilanjutkan 1 bulan dengan

Isoniazid (H),Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E) setiap hari.

Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 4 bulan dengan HRE yang

diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan

streptomisin diberikan setelah pasien selesai menelan obat. Kategori obat ini

diberikan kepada pasien kambuh, gagal dalam pengobatan dan pasien yang lalai

dalam pengobatan. Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2

bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan

diberikan 3 kali seminggu. Kategori obat ini diberikan kepada pasien BTA negatif

rongten positif sakit ringan dan pasien tuberkulosis ekstra paru ringan.
23

2.3 Faktor-faktor yang berhubungan dengan Nilai Indeks Eritrosit


Pada Pasien Tuberkulosis

2.3.1 Umur

Umur merupakan lamanya hidup responden yang dihitung sejak mulai

lahir sampai ulang tahun yang terakhir. Umur menjadi salah satu faktor yang

dapat mempengaruhi ketahanan daya tahan tubuh karena berkaitan dengan

kemampuan imunitas tubuh seseorang terhadap infeksi tuberkulosis. Menurut

Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis tahun 2014 sekitar 75% dari pasien

tuberkulosis paru merupakan kelompok umur produktif (15-50 tahun).(21)

Berdasarkan penelitian Miyosi, Dwi W tahun 2016, yang menyatakan

bahwa kejadian tuberkulosis paru banyak ditemukan pada penderita tuberkulosis

dengan umur yang produktif ( ≤50 tahun) dibandingkan pada penderita

tuberkulosis dengan umur yang tidak produktif ( >50 tahun).(36)

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya di Puskesmas Mujoagung

menyebutkan bahwa nilai indeks eritrosit yang berumur produktif lebih banyak

daripada umur yang tidak produktif. (22).

2.3.2 Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi laki-laki yang menderita tuberkulosis

lebih banyak daripada perempuan. kasus pria dilaporkan lebih tinggi karena pria

lebih banyak merokok, dan rokok bisa memengaruhi tingkat imunitas, sehingga

angka kejadian progresifitas kuman TB menjadi aktif.(6) Perbedaan pola hidup dan
24

aktivitas interaksi sosial dapat menyebabkan infeksi TB lebih banyak pada pria

dibandingkan wanita.(8)

Berdasarkan penelitian Yunis Arma di RSUD Kota Kendari didapatkan

bahwa jumlah pasien tuberkulosis yaitu sebanyak 8 pasien (67%) dengan jenis

kelamin laki-laki lebih banyak daripada sebanyak 4 pasien (33%) dengan jenis

kelamin perempuan.(24) Hal ini dapat terjadi karena pada penyakit TB paru

cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan,

jenis kelamin laki-laki sifat keterpaparan dan kerentanan lebih tinggi daripada

perempuan.(25)

2.3.3 Lama pengobatan

Obat anti tuberkulosis menimbulkan berbagai efek samping yang

berdampak negatif pada pasien. Apalagi bila dikonsumsi jangka panjang, maka

efek samping yang berdampak negatif itu semakin besar. Pengobatan untuk pasien

tuberkulosis dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Fase

intensif berlangsung selama ≤2 bulan dan dilanjutkan dengan fase lanjutan selama

>2 bulan.(34)

Berdasarkan penelitian sebelumnya di Balai Kesehatan Paru Masyarakat

(BKPM) Semarang, dari 32 sampel terdapat 4 responden dengan nilai indeks

eritrosit kurang dari normal dengan pengobatan 2 atau 4 bulan. (37) karena pada

pengobatan lebih dari 2 bulan merupakan pengobatan lanjutan untuk

menghilangkan atau membunuh kuman persister (dormant), sehingga pasien harus


25

tuntas pengobatan sampai 6 bulan apabila kurang dari 2 bulan atau sampai

terputus akan menyebabkan resistensi atau kebal terhadap obat.(26)

2.4 Metode Pemeriksaan Hitung Nilai Indeks Eritrosit

1. Metode Otomatik (Hematology Analyzer)

Prinsip pemeriksaan dengan alat hematology analyzer adalah berdasarkan

spesifikasi ukuran sel yang melewati filter dengan memakai listrik untuk

sekali pembacaan biasa diperiksa sekaligus beberapa parameter seperti

hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, eritrosit, Mean Corpuscular

Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), Mean Corpuscular

Hemoglobin Concentration (MCHC) dan hitung jenis leukosit.

Kemampuan utama system otomatik ini adalah pencetakan hasil secara

otomatis, waktu yang digunakan lebih singkat dan lebih akurat itulah kenapa

kebanyakan laboratorium sekarang menggunakan metode otomatik untuk

menghitung jumlah darah lengkap. (38)


26

2.5 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Umur

Nilai Indeks Eritrosit


Rata-rata Yang
Jenis Kelamin Mendapat Terapi OAT

Lama Pengobatan

Gambar 2.5 Kerangka Konsep


27

2.6 Tabel Definisi Operasional

Skala
NO Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur
1 Nilai Indeks Nilai hakiki dari ukuran rata-rata Metode Hematology 1. Normositik Ordinal
Eritrosit eritrosit pasien TB OAT yang Otomatik Analyzer Normokrom
dikategorikan dari MCV (Volume
Eritrosit Rata-rata) dan MCHC 2. Mikrositik
(Konsentrasi hemoglobin per unit Hipokrom
volume eritrosit) dinyatakan dalam
satuan fL, dan % untuk mengetahui 3. Makrositik
pengelompokkan anemia. dikatakan Hiperkrom
bila,
1. Normositik Normokrom, jika
MCV 80-98 fL dan MCHC 32-36 %
2. Mikrositik Hipokrom, jika
MCV <80 fL dan MCHC <32 %
3. Makrositik Hiperkrom, jika
MCV >98 fL dan MCHC >36 %. (19)

2 Umur Lamanya hidup pasien TB OAT Wawancara Kuisioner 1. Produktif Ordinal


yang dihitung sejak mulai lahir
sampai ulang tahun yang terakhir. 2. Tidak
Produktif
1. ≤50 tahun (produktif)
2. >50 tahun (tidak produktif)
(Kemenkes, 2014)
3 Jenis Jenis kelamin adalah perbedaan Wawancara Kuisioner 1. Laki-Laki Nominal
Kelamin bentuk, sifat, dan fungsi biologi
laki-laki dan perempuan pada pasien 2. Perempuan
TB OAT (Kemenkes, 2014)

4 Lama Rentang waktu responden yang Wawancara Kuisioner 1. Fase Intensif Ordinal
Pengobatan mendapat pengobatan dari awal
hingga akhir. Pada pasien 2. Fase Lanjutan
tuberkulosis paru dibagi menjadi 2
fase, yaitu :
1. Fase Intensif: ≤2 bulan
2. Fase Lanjutan: >2 bulan
(Kemenkes, 2014)
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitan

Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif dengan pendekatan

cross sectional yaitu peneliti menilai variabel dependen dan variabel independen

dilakukan dan diukur dalam waktu bersamaan yang bertujuan untuk mengetahui

gambaran nilai indeks eritrsoit pada pasien tuberkulosis paru yang mendapat

terapi obat anti tuberkulosis (OAT) di Kota Palembang tahun 2019.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian dilakukan di Puskesmas Sekip dan Puskesmas Nagaswidak

tahun 2019.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Puskesmas Sekip dan Puskesmas Nagaswidak

tahun 2019. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – Mei tahun 2019.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah jumlah seluruh pasien tuberkulosis paru yang mendapat

terapi obat anti tuberkulosis (OAT) yang memeriksakan diri di Puskesmas Sekip

dan Puskesmas Nagaswidak tahun 2019.

28
29

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah darah yang diambil pada pasien tuberkulosis paru

yang mendapat terapi obat anti tuberkulosis (OAT) di Puskesmas Sekip dan

Puskesmas Nagaswidak untuk melakukan pengobatan pada bulan Maret - Mei

tahun 2019

3.4 Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

total sampling. Total Sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah

sampel sama dengan populasi. Alasan mengambil total sampling karena menurut

Sugiyono (2007) jika jumlah populasi yang kurang dari 100, maka seluruh

populasi dijadikan sampel penelitian semuanya. (39)

3.5 Metode dan Prinsip Pemeriksaan

3.5.1 Metode Pemeriksaan

Metode pemeriksaan yang digunakan yaitu metode otomatik dengan alat

hematology analyzer

3.5.2 Prinsip Pemeriksaan

Prinsip pemeriksaan dengan alat hematology analyzer adalah berdasarkan

spesifikasi ukuran sel yang melewati filter dengan memakai listrik untuk

sekali pembacaan biasa diperiksa sekaligus beberapa parameter seperti

hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, eritrosit, Mean Corpuscular


30

Volume, Mean Corpuscular Hemoglobin, Mean Corpuscular

Hemoglobin Concentration dan hitung jenis leukosit.(36)


31

3.6 Alur Pemeriksaan dalam penelitian

Pasien Tuberkulosis Paru yang mendapat terapi OAT

Mengisi Informed Consent

Pengisian Kuisioner

Pengambilan Darah Vena

Pemeriksaan Nilai Indeks Eritrosit

Hasil Pemeriksaan :
Normositik Normokrom
Mikrositik Hipokrom
Makrositik Hiperkrom

Analisa Data

Gambar 3.1 Alur Pemeriksaan dalam Penelitian


32

3.7 Interpretasi Hasil : (19)

Indeks Eritrosit Klasifikasi

MCV 80-98 fL dan MCHC 32-36% Normositik Normokrom

MCV <80 fL dan MCHC <32% Mikrositik Hipokrom

MCV >98 fL dan MCHC >36% Makrositik Hiperkrom

3.8 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan software komputer,

dimana hasilnya akan disajikan dalam bentuk tabulasi dan narasi yaitu:

3.8.1 Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan atau

menjelaskan variabel dependen dalam bentuk tabel frekuensi, yaitu

distribusi frekuensi nilai indeks eritrosit pada penderita tuberkulosis yang

mendapat terapi obat anti tuberkulosis (OAT).

3.8.2. Analisis Bivariat

Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan antara dua variabel yakni

dependen dengan variabel independen dalam bentuk tabel frekuensi, yaitu

distribusi frekuensi nilai indeks eritrosit berdasarkan umur, jenis kelamin,

lama pengobatan pada pasien tuberkulosis paru yang mendapat terapi obat

anti tuberkulosis (OAT).


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Setelah dilakukan penelitian pada 43 pasien tuberkulosis paru yang

mendapat terapi obat anti tuberkulosis (OAT) di Kota Palembang tahun 2019,

maka di dapatkan hasil dalam bentuk sebagai berikut:

4.1.1 Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrosit pada Pasien Tuberkulosis


Paru yang Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Kota
Palembang Tahun 2019

Analisis data terhadap gambaran nilai indeks eritrosit pada pasien

tuberkulosis paru yang mendapat terapi obat anti tuberkulosis (OAT) di Kota

Palembang Tahun 2019 di peroleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrosit pada Pasien Tuberkulosis Paru
yang Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Kota Palembang
Tahun 2019

Nilai Indeks Eritrosit Frekuensi Persentase (%)


Normositik Normokrom 18 41,9
Mikrositik Hipokrom 23 53,5

Makrositik Hiperkrom 2 4,7


Jumlah 43 100,0

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa dari 43 sampel didapatkan rata-rata

nilai indeks eritrosit pada pasien tuberkulosis paru yang mendapat terapi (OAT),

18 pasien (41,9%) dengan hasil normositik normokrom, sebanyak 23 pasien

33
34

(53,5%) dengan hasil mikrositik hipokrom dan 2 pasien (4,7%) dengan hasil

makrositik hiperkrom.

4.1.2 Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrosit pada Pasien Tuberkulosis


Paru yang Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Kota
Palembang Tahun 2019 Berdasarkan Umur

Analisis data terhadap nilai indeks eritrosit pada pasien tuberkulosis paru

yang mendapat terapi obat anti tuberkulosis (OAT) di Kota Palembang tahun 2019

berdasarkan umur di peroleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrosit pada Pasien Tuberkulosis Paru
yang Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Kota Palembang
Tahun 2019 Berdasarkan Umur

Nilai Indeks Eritrosit


Total
Umur Normositik Mikrositik Makrositik
Normokrom Hipokrom Hiperkrom
n % n % n % N %
Produktif 10 30,3 22 66,7 1 3,0 33 100,0
≤50 Tahun
Tidak 8 80,0 1 10,0 1 10,0 10 100,0
Produktif
>50 Tahun
Jumlah 18 41,9 23 53,5 2 4,7 43 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan hasil dari 33 pasien dengan umur

produktif ( ≤50 tahun ) , sebanyak 10 pasien (30,3%) mengalami normositik

normokrom dan 22 pasien (66,7%) yang mengalami mikrositik hipokrom dan 1

pasien (3,0%) yang mengalami makrositik hiperkrom, sedangkan dari 10 pasien


35

dengan umur tidak produktif ( >50 tahun ), sebanyak 8 pasien (80,0%) mengalami

normositik normokrom dan 1 pasien (10,0%) mengalami mikrositik hipokrom

dan 1 pasien (10,0%) mengalami makrositik hiperkrom.

4.1.3 Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrosit pada Pasien Tuberkulosis


Paru yang Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Kota
Palembang Tahun 2019 Berdasarkan Jenis Kelamin

Analisis data terhadap nilai indeks eritrosit pada pasien tuberkulosis paru

yang mendapat terapi obat anti tuberkulosis (OAT) di Kota Palembang tahun 2019

berdasarkan jenis kelamin di peroleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrosit pada Pasien Tuberkulosis Paru
yang Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Kota Palembang
Tahun 2019 Berdasarkan Jenis Kelamin

Nilai Indeks Eritrosit


Total
Jenis Normositik Mikrositik Makrositik
Kelamin Normokrom Hipokrom Hiperkrom
n % n % n % N %
Laki - Laki 12 36,4 20 60,6 1 3,0 33 100,0
Perempuan 6 60,0 3 30,0 1 10,0 10 100,0
Jumlah 18 41,9 23 53,5 2 4,7 43 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan hasil dari 33 pasien dengan jenis kelamin

laki - laki , 12 pasien (36,4%) mengalami normositik normokrom dan sebanyak 20

pasien (60,6%) yang mengalami mikrositik hipokrom dan 1 pasien (3,0%) yang

mengalami makrositik hiperkrom, sedangkan dari 10 pasien dengan jenis kelamin


36

perempuan, sebanyak 6 pasien (60,0%) mengalami normositik normokrom dan 3

pasien (30,0%) mengalami mikrositik hipokrom dan 1 pasien (10,0%) mengalami

makrositik hiperkrom.

4.1.4 Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrosit pada Pasien Tuberkulosis


Paru yang Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Kota
Palembang Tahun 2019 Berdasarkan Lama Pengobatan

Analisis data terhadap nilai indeks eritrosit pada pasien tuberkulosis paru

yang mendapat terapi obat anti tuberkulosis (OAT) di Kota Palembang tahun 2019

berdasarkan lama pengobatan di peroleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrosit pada Pasien Tuberkulosis Paru
yang Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Kota Palembang
Tahun 2019 Berdasarkan Lama Pengobatan

Nilai Indeks Eritrosit


Lama Total
Pengobatan Normositik Mikrositik Makrositik
Normokrom Hipokrom Hiperkrom
n % n % n % N %
Fase Intensif 13 81,3 2 12,5 1 6,3 16 100,0
≤2 bulan
Fase 5 18,5 21 77,8 1 3,7 27 100,0
Lanjutan
>2 bulan
Jumlah 18 41,9 23 53,5 2 4,7 43 100,0

Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan hasil dari 16 pasien yang mendapat

terapi OAT dengan lama pengobatan dalam fase intensif, sebanyak 13 pasien

(81,3%) mengalami normositik normokrom dan 2 pasien (12,5%) yang

mengalami mikrositik hipokrom dan 1 pasien (6,3%) yang mengalami makrositik

hiperkrom, sedangkan dari 27 pasien yang mendapat terapi OAT dengan lama
37

pengobatan dalam fase lanjutan, 5 pasien (18,5%) mengalami normositik

normokrom dan sebanyak 21 pasien (77,8%) mengalami mikrositik hipokrom dan

1 pasien (3,7%) mengalami makrositik hiperkrom.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yang bertujuan

untuk mengetahui gambaran nilai indeks eritrosit pada pasien tuberkulosis paru

yang mendapat terapi obat anti tuberkulosis (OAT) yang dilihat dari pemeriksaan

darah pada alat hematology analyzer secara automatik di Puskesmas Sekip.

Pendekatan yang digunakan adalah cross sectional dimana pengukuran variabel

dependen dan independen dilakukan secara bersamaan.

Keterbatasan pada penelitian ini adanya pasien tuberkulosis paru yang

mendapat terapi obat anti tuberkulosis (OAT) tidak bersedia untuk dijadikan

sampel penelitian, dan juga sedikitnya pasien yang datang langsung ke puskesmas

untuk mengambil obat sehingga peneliti sulit untuk melakukan sampling. Peneliti

melakukan pemeriksaan nilai indeks eritrosit di Puskesmas Sekip, dikarenakan

pemeriksaan nilai indeks eritrosit di Puskesmas Nagaswidak masih menggunakan

cara manual dan bukan dengan alat otomatik. Sampel darah yang di dapat dibawa

langsung oleh peneliti dengan menggunakan coolbox dan dilakukan pemeriksaan

segera.
38

4.2.2 Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrosit pada Pasien Tuberkulosis


Paru yang Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Kota
Palembang Tahun 2019

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui hasil analisa dari 43 sampel

didapatkan rata-rata nilai indeks eritrosit pada pasien tuberkulosis paru yang

mendapat terapi (OAT), menunjukkan bahwa 18 pasien (41,9%) dengan hasil

normositik normokrom, sebanyak 23 pasien (53,5%) dengan hasil mikrositik

hipokrom dan 2 pasien (4,7%) dengan hasil makrositik hiperkrom.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian

dari R, Suhartati. dkk tahun 2015 yang dilakukan di Puskesmas Cineam dan

Puskesmas Karangnunggal mengenai nilai indeks eritrosit volume sel rerata

(MCV), Hemoglobin sel rerata (MCH), Konsentrasi hemoglobin sel rerata

(MCHC) didapatkan hasil hipokrom normositik 10%, hipokrom mikrositik 20%,

hiperkrom makrositik 10%, normokrom makrositik 5% dan normokrom

normositik 55%.(20)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sesuai dengan teori

bahwa obat anti tuberkulosis (OAT) yang mempunyai efek toksik terhadap darah

diantaranya isoniazid yang menyebabkan anemia, agranulositosis, eosinofilia dan

trombositopenia. Isoniazid diketahui meningkatkan ekskresi vitamin B6

(piridoksin) dapat mengakibatkan pemakaian defisiensi vitamin B6. (11)

Vitamin B6 dalam bentuk Pyridoxal phosphate merupakan kofaktor

dalam proses sintesis hemoglobin.(14) Eksresi vitamin B6 dapat mengakibatkan

defisiensi vitamin B6 didalam tubuh sehingga akan mengganggu sintesis

hemoglobin, karena ketidak adekuatan konsentrasi hemoglobin yang


39

menyebabkan sel darah merah mengecil berwarna pucat serta jumlahnya kurang

dari batas normal dan mengakibatkan anemia mikrositik hipokromik (anemia

sideroblastik).(15)

Penyakit tuberkulosis paru merupakan suatu penyakit infeksi kronik yang

dalam perjalanan patogenesisnya dapat mengakibatkan berkurangnya persediaan

zat besi dalam tubuh. Anemia penyakit kronik sering bersamaan dengan anemia
(12)
defisiensi besi dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum.
(13)
Seluruh infeksi kronik termasuk tuberkulosis dapat menyebabkan anemia.

Pada sebagian besar kasus, MCV <80 fL akan mendiagnosis anemia

defisiensi besi atau beberapa jenis thalasemia, anemia akibat penyakit kronis,

anemia sideroblastik. Nilai MCV biasanya rendah dikarenakan bila kehilangan

darah terjadi perlahan - lahan tapi konsisten selama berbulan - bulan , akan terjadi

anemia progresif begitu cadangan besi dalam jaringan retikuloendotelial sudah

digunakan 1 g besi pada orang dewasa. Ukuran dan bentuk sel darah merah belum

terpengaruh, tetapi sejalan dengan berkembangnya anemia sel-sel menjadi dan

lebih kecil dan kemudian berubah bentuk. Anemia dengan MCV tinggi, lebih dari

100 fL penyebabnya adalah retikulositosis, alkoholisme, Obat-Obatan, Anemia

megaloblastik, makrositosis pada bayi baru lahir. (16)


40

4.2.3 Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrosit pada Pasien Tuberkulosis


Paru yang Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Kota
Palembang Tahun 2019 Berdasarkan Umur

Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan hasil dari 33 pasien dengan umur

produktif ( ≤50 tahun ) , sebanyak 10 pasien (30,3%) mengalami normositik

normokrom dan 22 pasien (66,7%) yang mengalami mikrositik hipokrom dan 1

pasien (3,0%) yang mengalami makrositik hiperkrom, sedangkan dari 10 pasien

dengan umur tidak produktif ( >50 tahun ), sebanyak 8 pasien (80,0%) mengalami

normositik normokrom dan 1 pasien (10,0%) mengalami mikrositik hipokrom

dan 1 pasien (10,0%) mengalami makrositik hiperkrom.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya dari Qurrotul Assa

Ain tahun 2018 yang mengatakan bahwa nilai indeks eritrosit yang berumur

produktif lebih banyak daripada umur yang tidak produktif.(22) Dimana didapatkan

hasil pada umur produktif sebanyak 6 pasien (85,7%) mengalami mikrositik

hipokrom.

Menurut Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis tahun 2014 sekitar

75% dari pasien tuberkulosis paru merupakan kelompok umur produktif (15-50

tahun).(21) Umur salah satu faktor yang memengaruhi imunitas seseorang terhadap

infeksi tuberkulosis paru. Meningkatnya kebiasaan merokok pada usia muda di

negara-negara berkembang menjadi salah satu faktor banyaknya kejadian TB paru

pada usia produktif. Hal ini karena pada umur yang produktif resiko untuk mudah

tertular bakteri Mycobacterium tuberculosis lebih besar, apabila menderita

tuberkulosis paru maka dapat mengakibatkan individu tidak produktif lagi selain

itu kuman tersebut akan aktif kembali dalam tubuh yang cenderung terjadi pada
41

usia produktif bahkan akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan,

sehingga berdampak pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya

sekitar 20% sampai 30%.(40)

4.2.4 Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrosit pada Pasien Tuberkulosis


Paru yang Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Kota
Palembang Tahun 2019 Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan hasil dari 33 pasien dengan jenis kelamin

laki - laki , 12 pasien (36,4%) mengalami normositik normokrom dan sebanyak 20

pasien (60,6%) yang mengalami mikrositik hipokrom dan 1 pasien (3,0%) yang

mengalami makrositik hiperkrom, sedangkan dari 10 pasien dengan jenis kelamin

perempuan, sebanyak 6 pasien (60,0%) mengalami normositik normokrom dan 3

pasien (30,0%) mengalami mikrositik hipokrom dan 1 pasien (10,0%) mengalami

makrositik hiperkrom.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Yunis Arma di RSUD Kota

Kendari didapatkan bahwa jumlah pasien tuberkulosis jenis kelamin laki-laki

lebih banyak daripada jenis kelamin perempuan. (24) Penyakit TB paru cenderung

lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan karena, jenis

kelamin laki-laki sifat keterpaparan dan kerentanan lebih tinggi daripada

perempuan.(25) Hal ini dibuktikan berdasarkan Global Tuberculosis Report (GTR)

tahun 2017, kasus TB lebih banyak pada pria dibanding wanita. Rasio pria :

wanita dewasa adalah 2 : 1.(5), kasus pria dilaporkan lebih tinggi karena pria lebih

banyak merokok, dan rokok bisa memengaruhi tingkat imunitas, sehingga angka

kejadian progresifitas kuman TB menjadi aktif.(6). Perbedaan pola hidup dan


42

aktivitas interaksi sosial dapat menyebabkan infeksi tuberkulosis lebih banyak

pada pria dibandingkan wanita.(7)

Berdasarkan penelitian Lönnroth K,dkk tahun 2008 menyimpulkan

alkohol juga dapat menimbulkan efek serupa, sistem pertahanan tubuh menjadi

lebih lemah dariseharusnya.(23)

4.2.5 Distribusi Frekuensi Nilai Indeks Eritrosit pada Pasien Tuberkulosis


Paru yang Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Kota
Palembang Tahun 2019 Berdasarkan Lama Pengobatan

Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan hasil dari 16 pasien yang mendapat

terapi OAT dengan lama pengobatan dalam fase intensif, sebanyak 13 pasien

(81,3%) mengalami normositik normokrom dan 2 pasien (12,5%) yang

mengalami mikrositik hipokrom dan 1 pasien (6,3%) yang mengalami makrositik

hiperkrom, sedangkan dari 27 pasien yang mendapat terapi OAT dengan lama

pengobatan dalam fase lanjutan, 5 pasien (18,5%) mengalami normositik

normokrom dan sebanyak 21 pasien (77,8%) mengalami mikrositik hipokrom dan

1 pasien (3,7%) mengalami makrositik hiperkrom.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan

Hasil penelitian indeks eritrosit pada penderita tuberkulosis paru sebagian besar

didapatkan mikrositik hipokrom pada pengobatan 2 - 6 bulan. Mengonsumsi obat

secara terus menerus selama pengobatan yang dapat menyebabkan penumpukkan

obat didalam tubuh yang dapat berpengaruh pada eritrosit terutama pada indeks

eritrosit. (22) Isoniazid (INH) dan rifampirin adalah obat yang dapat menyebabkan

anemia hemolitik dengan mekanisme kompleks imun, obat antibodi mengikat


43

membran sel darah merah dan penghancuran sel darah merah. Oleh karena itu,

semakin lama pasien tuberkulosis mengonsumsi OAT semakin menurun hitung

sel darah merah. Selain itu, Isoniazid diketahui meningkatkan ekskresi vitamin B6

(piridoksin) dapat mengakibatkan pemakaian defisiensi vitamin B6. (11)

Vitamin B6 dalam bentuk Pyridoxal phosphate merupakan kofaktor dalam

proses sintesis hemoglobin.(14) Eksresi vitamin B6 dapat mengakibatkan defisiensi

vitamin B6 didalam tubuh sehingga akan mengganggu sintesis hemoglobin,

karena ketidak adekuatan konsentrasi hemoglobin yang menyebabkan sel darah

merah mengecil berwarna pucat serta jumlahnya kurang dari batas normal dan

mengakibatkan anemia mikrositik hipokromik (anemia sideroblastik).(15) Anemia

sideroblastik adalah sindrom dengan banyak etiologi yang berbeda disertai adanya

sideroblas bercincin yang terlihat pada pewarnaan besi sumsum tulang. Diagnosis

anemia sideroblastik yaitu obat (alkohol, timah hitam, obat anti tuberkulosis

(OAT), kloramfenikol), penyakit vaskuler kolagen, mieloma multipel, hemolisis

yang jelas, thalasemia, anemia megaloblastik, mielodisplasia dan leukemia akut

nonlimfositik.(16)

Pada bulan ke 5 sampai 6 efek samping OAT sudah mulai menurun dan

peningkatan hitung sel eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Hal ini

disebabkan karena frekuensi minum obat tidak sesering pada bulan pertama dan

sampai bulan ke 4 sehingga nafsu makan pasien tidak terganggu, karena pada

bulan pertama sampai bulan ke 4 efek samping OAT muncul seperti hilangnya

nafsu makan, mual, muntah, lemas, pusing, gatal-gatal, nyeri perut bahkan

diare.(41)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran nilai indeks eritrosit pada

pasien tuberkulosis paru yang mendapat terapi obat anti tuberkulosis (OAT) di

Kota Palembang Tahun 2019 dapat disimpulkan:

1. Nilai indeks eritrosit pada pasien tuberkulosis paru yang mendapat terapi

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) menunjukkan bahwa 18 pasien (41,9%)

dengan hasil normositik normokrom, sebanyak 23 pasien (53,5%) dengan

hasil mikrositik hipokrom dan 2 pasien (4,7%) dengan hasil makrositik

hiperkrom.

2. Berdasarkan variabel umur, didapatkan dari 33 pasien tuberkulosis paru yang

mendapat terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan umur produktif (≤50

tahun) , sebanyak 10 pasien (30,3%) mengalami normositik normokrom dan

22 pasien (66,7%) yang mengalami mikrositik hipokrom dan 1 pasien (3,0%)

yang mengalami makrositik hiperkrom, sedangkan dari 10 pasien dengan

umur tidak produktif (>50 tahun), sebanyak 8 pasien (80,0%) mengalami

normositik normokrom dan 1 pasien (10,0%) mengalami mikrositik hipokrom

dan 1 pasien (10,0%) mengalami makrositik hiperkrom.

3. Berdasarkan vaiabel jenis kelamin, didapatkan dari 33 pasien tuberkulosis

paru yang mendapat terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan jenis

kelamin laki- laki , 12 pasien (36,4%) mengalami normositik normokrom dan

sebanyak 20 pasien (60,6%) yang mengalami mikrositik hipokrom dan 1

pasien (3,0%) yang mengalami makrositik hiperkrom, sedangkan dari 10

44
45

pasien dengan jenis kelamin perempuan, sebanyak 6 pasien (60,0%)

mengalami normositik normokrom dan 3 pasien (30,0%) mengalami

mikrositik hipokrom dan sebanyak 1 pasien (10,0%) mengalami makrositik

hiperkrom.

4. Berdasarkan vaiabel lama pengobatan, didapatkan dari 16 pasien tuberkulosis

paru yang mendapat terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan lama

pengobatan dalam fase intensif, sebanyak 13 pasien (81,3%) mengalami

normositik normokrom dan 2 pasien (12,5%) yang mengalami mikrositik

hipokrom dan 1 pasien (6,3%) yang mengalami makrositik hiperkrom,

sedangkan dari 27 pasien yang mendapat terapi OAT dengan lama

pengobatan dalam fase lanjutan, 5 pasien (18,5%) mengalami normositik

normokrom dan sebanyak 21 pasien (77,8%) mengalami mikrositik hipokrom

dan 1 pasien (3,7%) mengalami makrositik hiperkrom.


46

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, disarankan:

1. Bagi pasien tuberkulosis untuk lebih memperhatikan asupan makanan atau

minuman yang seperti suplemen vitamin seperti vitamin B6 agar asupan

vitamin tercukupi oleh tubuh, suplemen zat besi dan kecukupan protein

hewani dan rutin mengontrol kesehatan.

2. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti faktor lain yang

mempengaruhi nilai indeks eritrosit pada pasien tuberkulosis paru yang

mendapat terapi OAT seperti riwayat penyakit dan indeks masa tubuh serta

tingkat pendidikan.

3. Bagi dokter wajib melalukan pemeriksaan nilai indeks eritrosit setiap pasien

yang mendapat terapi OAT dan melakukan pemeriksaan SADT untuk

menunjang hasil pemeriksaan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. 2017.
Info Datin Penyakit tidak menular
From:http://www.pusdatin.kemkes.go.id/article/view/13010200029
/penyakit-tidak-menular.html

2. Masriadi, 2017. Epidemiologi Penyakit Menular. PT Raja Grafindo


Persada. Depok

3. Rabita Israt, 2012. A Study on Hematological Indices of Tuberculosis


Patients Attending in a Tertiary Care Hospital in Dhaka City.
East West University,Bangladesh

4. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. Infodatin Tuberkulosis.


Kemenkes RI 2018.
lpfile:///C:/Users/acer/Downloads/infodatin%20tuberkulosis%2020
18.pdf

5. WHO, 2018 Global Tuberculosis Report 2018, Jenewa ;


http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/274453/978924156
5646-eng.pdf?ua=1

6. Sahiratmadja Edhyana and Nagelkerke Nico. 2011. Smoking habit as a


risk factor in tuberculosis: a case-control study, Vol.30 - No.3,
Bandung: UNPAD

7. Panjaitan F. 2010. Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru Dewasa


Rawat Inap Di di Rumah Sakit Umum dr. Soedarso Pontianak.
Pontianak.

8. Kemenkes RI. 2018. Laporan Nasional RISKESDAS. Jakarta : Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
9. Dinas kesehatan Indonesia . 2017. Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2017. Dinas kesehatan Indonesia. Jakarta

10. Dinas kesehatan Kota Palembang. 2017. Profil Kesehatan Kota


Palembang Tahun 2017. Dinas kesehatan Kota Palembang.
Palembang

11. Setiabudi Rianto, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta:
Gaya Baru

12 Muhammad A, Sianipar O. 2005. Penentuan Defisiensi Besi Anemia


Penyakit Kronis Menggunakan Peran Indeks sTfR.. Indonesian
Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. 12(1): 9-13.
Yogyakarta

13. Lee SW, Kang YA, Yoon, et all, 2006. The prevalence and evolution of
anemia associated with tuberculosis. Journal of Korean Medical
Sciences. 21: 1028-32

14. National Institues of Health. Dietary Supplement Fact Sheet: B6.


From: http://ods.od.nih.gov.factsheet/vitaminb6

15. Hoffbrand, A. V ., dan J. E. Pettit , 1987 , Kapita Selekta Kedokteran,


Edisi II,Alih bahasa Iyan Darmawan. EGC. Jakarta.

16. Waterbury, L. 1998. Buku Saku Hematologi. EGC, Jakarta

17. Oyer RA, Schlossberg D. 1994. Hematologic Changes in Tuberculosis.


In : Schloaaberg D.ed. Tuberculosis, 3rd Ed. New York,
Springerverlag, 257-263

18. Bakta I M. 2006. Hematologi klinik ringkas.Jakarta: EGC


19. Nugraha Gilang.2018. Pedoman Teknik Pemeriksaan Laboratorium
Klinik. Jaktim: CV.Trans Info Media

20. Suhartati R., dan Yusrizall, 2015. Gambaran Nilai Indeks Eritrosit
Pada Pasien Tuberculosis Paru, Tasikmalaya : Vol5 No.8
Agustus 2015. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada.

21. Subuh M, Priohutomo S, Widaningrup C, Dinihari TN, Siaglan V.


Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. 2014. p. 3.

22. Asa Qurrorul’ain. 2018. Gambaran Indeks Eritrosit Pada Penderita


Tuberkulosis Paru Pada Usia 15-55 tahun di Puskesmas
Mojoagung Kabupaten Jombang. Jombang : Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang. Jurnal

23. Lönnroth K,dkk. 2008. Alcohol use as a risk factor for tuberculosis – a
systematic review. London, BMC Public Health

24. Yunis Arma. 2017. Gambaran Nilai Indeks Eritrosit Pada Penderita
Tuberculosis Paru di RSUD Kota Kendari. Kendari. Jurnal

25. Masniari L.2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan


pasien TB paru, Jurnal Respirologi Indonesia tahun 2007: 27 :
176-85

26. Khaironi Syarifah, Mellysa Rahmita, dan Ranti Siswanti, 2017.


Gambaran Jumlah Leukosit dan Jenis Leukosit Pada Pasien
Tuberkulosis Paru Sebelum Pengobatan Dengan Setelah
Pengobatan Satu Bulan Intensif Di Pukesmas Pekanbaru.
Pekanbaru : Vol.5 No.2

27. Sibuea,H., Panggabean, M.,Gultom,S.P.2005. Ilmu Penyakit Dalam.


Rineka Cipta, Jakarta Hal 66
28. Davey Patrick. 2002. At a Glance Medicine.,Jakarta: PT. Gelora Aksara

29. Alemu, Y., Atomsa, A., Sahlemariam, Z.2006. Hematology. Ethiop


Public Heal Train Initiat.z

30. D’Hiru. 2013. Live Blood Analysis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama.

31. Kiswari Rukman. 2014. Hematologi dan Transfusi. Erlangga. Jakarta

32. Mehta Atul, Doffbrand Victor. 2006. (www.slideshare.net


ss156728.jpg?cb=1311628222)

33. Drs. Tan Hoan Tjay. 2018. Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan
dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta : PT. Alex Media
Komputindo

34. Depkes RI.Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: CV


Agung Seto; 2000. 235-241 p.

35. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Pharmaceutical care


untuk penyakit tuberkulosis. Departemen Kesehatan RI. 2005.

36. M, Dwi Winda. 2016. Gambaran Nilai Indeks Eritrosit pada pasien
tuberkulosis paru yang mendapat terapi obat anti tuberkulosis
(OAT) di RS. Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun
2016. Palembang.

37. Pitasari, D. 2014. Gambaran Nilai Indeks Eritrosit pada Pemakai


Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Jenis Isoniazid. Universitas
Muhammadiyah Semarang. Digilib.unimus.ac.id/download.php.
38. Sysmex Corporation. Automated Hematology Analyzer KX-21
Intracution For. Japan. 2013

39. Sugiono. 2007. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitati dan R&D.


Bandung : Alfabeta

40. Nurjana, M.A. 2015, Faktor resiko terjadinya tuberkulosis Paru pada
usia produktif (15-49 Tahun) Di Indonesia Risk Factors of
Pulmonary Tuberkulosis on Productive Age 15-49 Years.
Media Litbang Kesehatan, 25(3), 165-170

41. Thuraidah Anny, Rima Agnes Widya Astuti, Dinna Rakhima, 2017.
Anemia Dan Lama Konsumsi Obat Anti Tuberkulosis.
Poltekkes Kemenkes Banjarmasin : 3(2), 42-46
LAMPIRAN 1

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN ANALIS KESEHATAN

AGENDA BIMBINGAN PENYUSUNAN


KARYA TULIS ILMIAH

Mahasiswa Pembimbing I
Nama : Agrilita Pratama Nama : Asrori, AMAK.,S.Pd.,MM
NIM : PO.71.34.0.16.040 NIP : 19690808 199101 1 001

Pembimbing II
Nama : Drs.Refai, M.Kes
NIP : 19610705 198202 1 001
Judul Karya Tulis Ilmiah :
Gambaran Nilai Indeks Eritrosit pada Pasien Tuberkulosis Paru yang
Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Kota Palembang Tahun 2019
LAMPIRAN 2

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN ANALIS KESEHATAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Dengan hormat,

Nama saya Agrilita Pratama, saya sedang menjalani pendidikan di


Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palembang Jurusan Analis
Kesehatan dan sedang melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Nilai
Indeks Eritrosit pada Pasien Tuberkulosis Paru yang Mendapat Terapi Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) di Kota Palembang Tahun 2019”

Saya akan melakukan pengumpulan darah melalui pembuluh darah vena


dengan menggunakan spuit serta pengisian kuisioner kepada saudara. Setiap data
yang didapat tidak akan disebarluaskan dan dijamin kerahasiaannya. Adapun
informasi tersebut akan digunakan sebagai data penelitian.

Partisipasi saudara bersifat sukarela dan tanpa ada paksaan. Data yang
didapat akan sangat berguna sebagai referensi terhadap pihak terkait. Untuk
penelitian ini saudara tidak dikenakan biaya apapun. Keikutsertaan saudara dalam
penelitian ini akan menyumbang sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan di
masa mendatang.

Akhir kata saya ucapkan terimakasih kepada saudara yang telah ikut serta
berpartisipasi dalam penelitian ini. Setelah memahami berbagai hal yang
menyangkut penelitian ini diharapkan saudara bersedia mengisi lembar
persetujuan yang telah saya siapkan.

Palembang, Maret 2019

Agrilita Pratama
LAMPIRAN 3

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN ANALIS KESEHATAN

INFORMED CONSENT

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :

Menyatakan bahwa:
1. Saya telah mendapat penjelasan segala sesuatu mengenai penelitian
“Gambaran Nilai Indeks Eritrosit pada Pasien Tuberkulosis Paru yang
Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Kota Palembang
Tahun 2019”
2. Setelah saya memahami penjelasan tersebut, dengan penuh kesadaran dan
tanpa paksaan dari siapapun bersedia ikut serta dalam penelitian ini
dengan kondisi :
a. Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan
hanya dipergunakan untuk kepentingan ilmiah.
b. Apabila saya inginkan, saya boleh memutuskan untuk keluar/ tidak
berpartisipasi lagi dalam penelitian ini tanpa harus menyampaikan
alasan apapun.
3. Bersedia dengan sukarela untuk menjadi responden penelitian “Gambaran
Nilai Indeks Eritrosit pada Pasien Tuberkulosis Paru yang Mendapat
Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Kota Palembang Tahun 2019”.
Saya tidak akan mengkomplain segala akibat yang terjadi selama dan
sampai penelitian selesai.

Palembang, Maret 2019

(...................................................)

*ditanda tangani & nama lengkap


LAMPIRAN 4

FORMAT KUISIONER

GAMBARAN NILAI INDEKS ERITROSIT PADA PASIEN


TUBERKULOSIS PARU YANG MENDAPAT TERAPI OBAT ANTI
TUBERKULOSIS (OAT) DI KOTA PALEMBANG TAHUN 2019

No. Responden :

Nama : ........................................................................

Alamat : .........................................................................................................

Umur : ......... Tahun 1. ≤50 Tahun


2. >50 Tahun

Jenis Kelamin : ......... 1. Laki-laki


2. Perempuan

Lama Pengobatan : ...............Bulan 1. Fase Intensif


2. Fase Lanjutan

Hasil Pemeriksaan : ........................

1. Normositik Normokrom
2. Mikrositik Hipokrom
3. Makrositik Hiperkrom
LAMPIRAN 5

PROSEDUR PENGAMBILAN DARAH

Persiapan Alat :

1. Hematology Analyzer

2. Tabung EDTA

3. Rak Tabung

4. Turniquet

5. Spoit disposible

Persiapan bahan :

1. Darah Vena

2. Antikoagulan

3. Kapas alkohol 70%

4. Plester

Prosedur Pengambilan Darah :

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Dibendung lengan atas dengan karet pembendung dan diraba vena

yang akan ditusuk.

3. Disinfeksi tempat yang akan diambil dengan alcohol 70% dan

biarkan sampai kering.

4. Ditegangkan kulit di atas vena itu dengan jari-jari tangan kiri supaya

vena tidak bergerak.


5. Ditusuk kulit dengan jarum dan semprit dalam tangan kanan sampai

ujung jarum masuk ke dalam lumen vena.

6. Dilepas atau di regangkan pembendungan dan perlahan-lahan, tarik

penghisap semprit/spuit sampai jumlah darah yang dibutuhkan yaitu

3 ml.

7. Dilepas pembendungan jika masih terpasang, ditaruh kapas alcohol

di atas jarum dan cabut semprit secara perlahan-lahan.

8. Darah yang sudah diambil kemudian dimasukkan ke dalam tabung

EDTA, dihomogenkan dengan cara membolak-balik tabung selama

± 3 menit
LAMPIRAN 6

Prosedur Kerja alat Hematology Analyzer Sysmex XP-Series

1. Periksalah ketersediaan reagensia dan kertas printer serta kosongkan


tempat limbah.
2. Setelah dihidupkan, alat akan melakukan Selfheck, pesan “Please wait”
akan tertampil di layar kemudian akan melakukan Background secara
otomatis.
3. Jalankan darah control (level 1,2 dan 3) sebelum melakukan pemeriksaan
sampel.
4. Bila status alat “READY” bias melakukan analisa alat pada sampel.
5. Masukkan data pasien pada kolom Sampel ID, isikan nomor atau Nama
Pasien sebagai identitas sampel yang diinginkan kemudian tekan tombol
(Ent).
6. Homogenisasikan darah pasien yamg akan diperiksa dengan baik sebelum
meletakkannya dibawah Aspiration Probe untuk dihisap.
7. Tekan tombol START (warna biru) dan sampel akan terhisap.
8. Tarik sampel dari bawah Aspiration Probe setelah terdengar bunyi beep 2
kali.
9. Hasil pemeriksaan akan tampil pada layar dan tercetak pada kertas.
10. Bila semua pemeriksaan telah selesai, matikan alat dengan menekan
tombol [Shutdown] dan ikuti prosedur Shutdown dengan menggunakan
CELLCLEAN.
11. Setelah proses pencucian selesai, matikan alat dengan menekan tombol
OFF dan matikan UPS
LAMPIRAN 7
LAMPIRAN 8
LAMPIRAN 9
LAMPIRAN 10
LAMPIRAN 11
LAMPIRAN 12
LAMPIRAN 13
LAMPIRAN 14

STATISTICS

Indeks Eritrosit dalam darah pasien tuberkulosis

Statistics

Kode Sampel Indeks Eritrosit

N Valid 43 43

Missing 0 0

Nilai Indeks Eritrosit dalam Darah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Normositik Normokrom 18 41.9 41.9 41.9

Mikrositik Hipokrom 23 53.5 53.5 95.3

Makrositik Hiperkrom 2 4.7 4.7 100.0

Total 43 100.0 100.0

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total


N Percent N Percent N Percent

Umur * Indeks Eritrosit 43 100.0% 0 0.0% 43 100.0%

Umur * Indeks Eritrosit Crossstabulation

IndeksEritrosit

Normositik Mikrositik Makrositik


Normokrom Hipokrom Hiperkrom Total

Umur Produktif Count 10 22 1 33

% within Umur 30.3% 66.7% 3.0% 100.0%

Tidak Count 8 1 1 10
Produktif % within Umur 80.0% 10.0% 10.0% 100.0%
Total Count 18 23 2 43

% within Umur 41.9% 53.5% 4.7% 100.0%


Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis Kelamin * Indeks Eritrosit


43 100.0% 0 0.0% 43 100.0%

Jenis Kelamin * Indeks Eritrosit Crosstabulation

Indeks Eritrosit

Normositik Mikrositik Makrositik


Normokrom Hipokrom Hiperkrom Total

Jenis Laki - Laki Count 12 20 1 33


Kelamin % within Jenis Kelamin 36.4% 60.6% 3.0% 100.0%

Perempuan Count 6 3 1 10

% within Jenis Kelamin 60.0% 30.0% 10.0% 100.0%


Total Count 18 23 2 43

% within Jenis Kelamin 41.9% 53.5% 4.7% 100.0%

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Lama Pengobatan * Indeks


43 100.0% 0 0.0% 43 100.0%
Eritrosit

Lama Pengobatan * IndeksEritrosit Crosstabulation

Indeks Eritrosit

Normositik Mikrositik Makrositik


Normokrom Hipokrom Hiperkrom Total

Lama Fase Count 13 2 1 16


Pengobatan Intensif % within Lama Pengobatan 81.3% 12.5% 6.3% 100.0%

Fase Count 5 21 1 27
Lanjut % within Lama Pengobatan
18.5% 77.8% 3.7% 100.0%
an
Total Count 18 23 2 43

% within Lama Pengobatan 41.9% 53.5% 4.7% 100.0%


LAMPIRAN 15

DOKUMENTASI PENELITIAN

GAMBAR 1. PENGISIAN KUISIONER DAN INFORM CONSENT

GAMBAR 2. PENGAMBILAN DARAH VENA

GAMBAR 3. PEMERIKSAAN NILAI INDEKS ERITROSIT


Sumber : Dokumentasi Pribadi
LAMPIRAN 16

PROFIL PENULIS

Nama : Agrilita Pratama


NIM : PO.71.34.0.16.040
Tempat, Tanggal Lahir : Probolinggo, 09 Agustus 1998
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status dalam keluarga : Anak ke 1 dari 2 bersaudara
Alamat : Jln. Mega Mendung Lrg. Pembaharuan RW 007
RT 025 , Palembang
No. Telepon : 089627257129
Pendidikan :
1. Sekolah Dasar (SD) Negeri 250 Palembang
2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 20 Palembang
3. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Palembang
4. Poltekkes Kemenkes Palembang Jurusan Analis Kesehatan
Nama Orang Tua :
Ayah : Rahmat Taufik
Ibu : Dewi Eryani
Alamat Orang Tua : Jln. Mega Mendung Lrg. Pembaharuan RW 007
RT 025 , Palembang

Anda mungkin juga menyukai