MAKALAH
Oleh:
Nama : Anggia Cindy Setya (1988201001)
Dewa Agustina (1988201006)
Yesi Mardiyanti (1988201021)
Dosen Pengampuh : Septi Aryani,M.Pd.
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT karena berkat rahmat dan karunianya makalah ini
dapat diselesaikan guna untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kajian Prosa Fiksi dalam
upaya menyelesaikan pendidikan dibangku kuliah.
Dalam penulisan makalah ini, tentunya masih banyak kesalahan dan kesempurnaan. Hal
ini dikarnakan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, oleh karena itu dalam rangka melengkapi
kesempurnaan dari penulisan makalah ini diharapkan adanya saran dan kritik yang diberikan
bersifat membangun.
Pada kesempatan yang baik ini, tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan masukan dan motivasi, nasehat dan pemikiran
dalam penulisan makalah ini, terutama kepada ibu Septi Ariyani,M.Pd. selaku Dosen Pengampuh
Mata Kuliah Kajian Prosa Fiksi.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………….....……………. 2
Daftar Isi……………………………………………………….....………… 3
BAB I PENDAHULUAN
4.1 Kesimpulan………………………………………………………….. 13
4.2 Saran………………………………………………………………… 13
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Kebudayaan dimiliki oleh masyarakat yang tidak diturunkan secara biologis tetapi
diperoleh melalui proses belajar. Kebudayaan didapat, didukung, dan diteruskan oleh manusia
sebagai anggota masyarakat dan sebagai pewarisnya. Kebudayaan merupakan pernyataan atau
perwujudan dari kehendak, perasaan manusia (Effendhie, 1999: 3).
Berdasarkan hal-hal di atas perlu dilakukan analisis untuk menemukan nilai budaya yang
ada di dalam cerita rakyat Besemah (Andai-andai) yang berjudul “ Anak Belai Mita Padi”
1.2 Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah. Bagaimanakah nilai budaya dalam cerita lisan
rakyat Besemah yang berjudul “Anak Belai Mita Padi” ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai budaya yang terdapat dalam cerita
rakyat Besemah yang berjudul “ Anak Belai Minta Padi”
5
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Metode penelitian
Metode penelitian ini mengunakan metode deskriptif, yang merupakan penelitian paling
sederhana, dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang lain, karena didalam penelitian ini
peneliti tidak melakukan apa-apa terhadap objek atau wilayah yang diteliti. Istilah dalam
penelitian tidak menambah, atau mengadakan manipulasi terhadap objek atau wilayah penelitian.
Metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau
menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih
luas ( Sugiyono, 2005: 21).
2.2 Pendekatan
Pendekatan adalah cara memandang dan mendekati suatu objek atau asumsi-asumsi
dasar yang dijadikan pegangan dalam memandang suatu objek (Semi, 1993: 63). Pendekatan
yang di gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural karena pendekatan struktural
ini berusaha untuk objektif dan bertujuan untuk melihat sebuah karya sastra sebagai sebuah
sistem itu amat tergantung kepada nilai komponen-komponen yang ikut terlibat di daalamnya
(Semi, 1993:67).
pendekatan struktural dipakai untuk menganalisis nilai-nilai budaya yang terdapat dalam
cerita rakyat. Pendekatan struktural merupakan pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa
karya sastra senantiasa membahas peristiwa kehidupan manusia (Semi, 1993:76)
2.3 Teknik Penelitian
2.3.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
wawancara, yang dilakukan pada hari selasa 7 desember 2021, dengan narasumber Bapak
Satarudin Tjik Olah, yang merupakan kepala lembaga adat Kota Pagar Alam tahun 2016. Teknik
wawancara adalah teknik pengumpulan data memalaui proses tanya jawab lisan yang
berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai dan jawaban
diberikan oleh yang diwawancarai ( Fatoni, Abdurrahman,Op-Cit.,hlm 105).
6
1. menyiapakan pertanyan untuk wawancara
3. mendengarkan ulang hasil wawancara dan mencatat nilai-nilai budaya yang terdapat dalam
cerita “Anak Belai Minta Padi”.
7
BAB III
Cerita rakyat pada masyarakat Besemah adalah cerita yang diceritakan dalam bahasa
daerah yang diceritakan dari mulut ke mulut oleh orang tua kepada anaknya, atau disampaikan
kepada orang lain. Cerita yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Besemah. Pada bab III
ini penulis mendeskripsikan cerita rakyat Besemah "Anak Belai Mintak Padi” yang di sampaikan
oleh bapak Satarudin Tjik Olah pada saat di wawancarai. Kemudian mengidentifikasikan nilai-
nilai budaya yang terdapat dalam cerita rakyat Besemah berikut ini.
3.1.1 Nilai Budaya Cerita Rakyat Besemah "Anak Belai Mintak Padi”
Sudah menjadi tradisi di masyarakat Besemah bilamana seorang gadis mendapat jodoh
maka ia harus keluar meninggalkan keluarganya untuk ikut/masuk ke keluarga suaminya. Dan
biasanya keluarga suaminya itu berada di desa lain yang sangat jauh, berjalan kaki melalui hutan
rimba naik bukit turun bukit, menyeberangi sungai dan melewati pegunungan.
Setelah berpisah dengan orang tua, kakak laki-laki dan lain-lainnya maka Si Anak
perempuan yang telah ikut suami dan bertempat tinggal di desa suaminya tersebut akan
mendapat panggilan atau julukan "Anak Belai”. Tak heran jika perasaan Si Anak Belai
berkecamuk antara sedih dan gembira, sedih karena harus berpisah dengan orang tua dan kakak
laki-laki, dan gembira karena telah mendapat jodoh yang ditunggu-tunggu dan akan membangun
rumah tangga sendiri (mandiri). Tersebutlah kisah dalam cerita seorang Anak Belai mendapat
suami yang miskin dan berdiam di desa terpencil hidup dalam suasana memprihatinkan.
Meskipun demikian Si Anak Belai tetap sabar, pasrah dan bahagia karena mendapat
tiga orang Anak. Malang tak dapat ditolak mujur tak dapat diraih, secara tiba-tiba Sang Suami
yang dicintai yang menjadi tulang punggung keluarga meninggal di sambar petir. Kemiskinan,
penderitaan batin dan kemelaratan kian hari semakin dirasakan Si Anak Belai dan ketiga
Anaknya.
8
Dalam suasana yang mengharukan tersebut terdengarlah kabar bahwa di desa orang tua,
Sang Kakak sedang panen Padi. Berangkatlah Si Anak Belai kedesa orang tua untuk membantu
Sang Kakak menuai Padi, mengirik, menampi, menjemur dan menumbuk Padi, dengan harapan
jika pulang nanti Sang Kakak berkenan memberi sebake padi.
Setelah bekerja keras beberapa hari dan teringat pula dengan ketiga Anaknya maka Si
Anak Belai berpamitan untuk pulang dan meminta sebake padi. Namun harapan tinggal harapan
karena Sang Kakak dan Si Ipar tak berkenan mengabulkan bahkan hinan dan cacian yang ia
dapatkan. "Begini dik, kami tidak bisa memberi Adik Padi, karena anak kami banyak takutnya
kami kekurangan"
"Iya, itulah kalau kamu mau sadar, cari sendiri. Kalau mau itu ada nasi aking sebakul
bawalah pulang kedesa kamu”.
Bagaikan disambar petir di siang bolong Si Anak Belai mendengar ucapan Sang Kakak
dan Si Ipar tadi. Alangkah kejam dan sampai hati menghina adik kandung seperti itu. Si anak
Belai lalu ngitar belakang sambil menangis berurai air mata di ambilnya nasi aking sebakul
pemberian Si Ipar lalu melangkah gontai pulang kekampung suaminya.
Dalam perjalanan pulang Si Anak Belai berjalan tertatih-tatih, meratap sedih menyesali
nasib sambil berejung (guritan):
"Bertongkat ranting durian, bertongkat ranting durian, menaiki tebing....menaiki tebing air
selangis.
Menyedihkan karena bagian, mengitar belakang....ngitar belakang smbil nangis. Kalau ada
perngi pahit, kalau ada perngi pahit mantap gendule kusayurka....mantap gendule, mantap
gendule ui kusayurkah.
kalau ada tangga kelangit.....kalau ada tangga kelangit mantap dunia kutinggalkah....mantap
dunia, mantap dunia ui kutinggalkah”.
Setibanya di rumah hari sudah malam dan Anak-anaknya sudah tidur. Ketiga Anaknya
terlihat kurus kelaparan. Selanjutnya Si Snak Belai memasak nasi aking yang dibawanya dan
setelah masak dibangunkannya Anak-anaknya dan merekapun bersama-sama melahap makanan
9
yang ada tersebut. Karena kekenyangan ketiga Anaknya tertidur lelap sehingga tak terasa ketiga
Anaknya rupanya membuang hajat di tempat tidurnya masing-masing.
Pada pagi harinya ketika Si Anak Beiai terbangun dari tidurnya ia terkejut melihat cahaya
terang berkilauan di tempat tidur anaknya dan setelah diteliti rupanya kotoran ketiga Anak-
anaknya itu berubah emas murni. Bongkahan emas itupun lalu dikumpulkannya dan di
perlihatkannya kepada tetangganya, maka seketika gemparlah orang sekampung datang
berduyun-duyun ingin menyaksikan kejadian aneh tersebut. Seiring dengan terbitnya matahari
maka Si Anak Belai dan ketiga Anaknya dipuji disanjung-sanjung dan dinyatakan sebagai
keluarga yang kaya raya. Maka berbondong-bondonglah orang membawa segala macam barang
untuk ditukar dengan emas sehingga tertimbunla alat rumah tangga, sampai-sampai tidak
tertampung didalam rumah lalu membuat tenda di halaman.
Berita menghebokan tersebut cepat tersebar kesegenap penjuru dan terdengar pula oleh
sang kakak dan Si Ipar. Beberapa hari kemudian datanglah sang kakak dan Si Ipar sambil
membawa sebake padi untuk di tukar dengan emas. Kedatangannya disambut Si Anak Belai
dengan gembira dan rama tamah dan dengan lemah lembut ia berkata "Ambilah sebongka emas
ini, tak usah kau lihatlah kami punya beras banyak sekali. tukar dengan apapun.
Dengan perasaan menyesal dan malu sang kakak menerima emas pemberian adiknya
tersebut. sang kakak dan Si Ipar sadar akan kesalahannya dan kekikirannya lalu keduanya
menangis meminta maaf. Si Anak Belai dengan serta-merta memaafkan dan ikhlas memberi
demi keutuhan keluarga sehingga akhirnya mereka rukun kembali dan saling menyayangi.
Nilai budaya yang terdapat dalam cerita "Anak Belai Mintak Padi”.
Nilai budaya ini ada kaitannya dengan hakikat hidup manusia yaitu sabar menghadapi
cobaan hidup yang terdapat dalam paragrap (8)
"Dalam perjalanan pulang Si Anak Belai berjalan tertatih-tatih, meratap sedih menyesali
nasib sambil berejung (guritan): "Bertongkat ranting durian, bertongkat ranting durian, menaiki
tebing....menaiki tebing air selangis. Menyedihkan karena bagian, mengitar belakang...ngitar
belakang smbil nangis. Kalau ada perngi pahit, kalau ada perngi pahit mantap gendule
10
kusayurka.... mantap gendule, mantap gendule ui kusayurkah. kalau ada tangga kelangit....kalau
ada tangga kelangit mantap dunia kutinggalkah....mantap dunia, mantap dunia ui kutinggalkah”.
Nilai budaya ini menunjukan orientasi kemasa depan, karena sikap suka bekerja untuk
menghadapi masa yang akan datang. Dalam cerita Anak Belai Mintak Padi Si Anak Belai
bekerja menolongi Sang Kakak memanen Padi Anak Belai mengirik, menampi, menjemur dan
menumbuk Padi dengan harapan jika pulang nanti Sang Kakak berkenan memberi sebake Padi,
terdapat dalam paragraph (5)
"Terdengar kabar bahwa sang Kakak sedang panen padi. Berangkatlah Si Anak Belai
kedesa orang tuanya untuk membantu sang Kakak menuai padi, mengirik, menampi, menjemur
dan menumbuk padi, dengan harapan jika pulang nanti sang Kakak berkenan memberi sebake
padi”.
Nilai budaya ini berkaitan dengan hubungan manusia dengan sesamanya, yaitu berbakti
kepada Kakak dan pemaaf nilai budaya ini terdapat dalam paragraph (12)
"Kedatangannya disambut Si Anak belai dengan gembira dan ramah tamah dan dengan
lemah lembut ia berkata, ambilah sebongkah emas ini, tak usah kau tukar dengan apapun,
lihatlah kami suda banyak sekali punya beras. Dengan perasaan menyesal dan malu Sang Kakak
menerima emas pemberian Adiknya tersebut, Sang Kakak dan Si Ipar sadar akan kesalahannya
dan kekikirannya lalu keduanya menagis meminta maaf. Si Anak Belai dengan serta merta
memaafkan dan iklas memberi demi keutuhan keluarga sehingga mereka rukun kembali dan
saling menyayangi”.
contoh yang lainnya yang termasuk dalam hakikat hubungan manusia dengan sesamanya
yaitu, Pada zaman dahulu didaerah Besemah masih banyak orang yang melakukan Barte (tukar
menukar barang) yang terdapat dalam kutipan dibawah ini
"Seiring dengan terbitnya matahari maka Si Anak Belai dan ketiga anaknya dipuji dan di
sanjung-sanjung dan dinyatakan sebagai keluarga kaya raya. Maka berbondong-bondonglah
11
orang membawa segala macam barang untuk ditukar dengan emas sehingga tertimbunlah alat
rumah tangga, sampai-sampai tidak tertampung didalam rumah lalu membuat tenda di halaman”.
12
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitan yang berjudul “Analisis
Nilai Budaya Dalam Cerita Anak Belai Minta Padi " terdapat lima jenis nilai budaya diantaranya,
nilai budaya yang berhubungan manusia dengan hakikat hidup (MH), nilai budaya persepsi
tentang waktu (MW), dan nilai budaya tentang hakikat hubungan antar manusia dengaan
sesamanya (MM).
Nilai budaya yang berhubungan manusia dengan hakikat hidup terdapat dalam nilai sabar
menghadapi cobaan, nilai budaya persepsi tentang waktu,nilainya terdapat dalam sikap suka
bekerja dan nilai budaya tentang hakekat hubungan antar manusia dengan sesamanya terdapat
dalam nilai rendah hati tidak sombong.
5.2 Saran
1. Siswa, dapat menjadikan cerita rakyat ini menjadi bahan bacaan dan menjadi pelajaran sastra
di sekolah;
3. Sekolah, penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pihak sekolah untuk dapat menjadikan
cerita rakyat sebagai apresiasi sastra;
4. Penikmat sastra, penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan untuk memperoleh pengetahuan
tentang cerita rakyat besemah dari segi nilai budayanya.
13
DAFTAR PUSTAKA
14
Foto saat wawancara kepada bapak Satarudin Tjik Olah
15
Foto saat pengerjaan penelitiaan
16