Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN MAGANG

PROBLEM BASED LEARNING (PBL) 1

Kasus Penolakan Produk Ekspor Indonesia oleh Negara Tujuan


“Penarikan Produk Kecap Manis dan Saus Sambal ABC Asal
Indonesia oleh Singapura”

Disusun oleh:

Kelompok 2 | Kelas D

Taufik Ikhsan Universitas Sumatera Utara


Yessy Alfika Universitas Sumatera Utara
Yolanda Br Simanullang Universitas Sumatera Utara
Salonika Manalu Universitas Sumatera Utara
Ghifari Ahmad Fakhri Universitas Pasundan
Ghaida Nurfirdausya Universitas Pasundan
M Naufal Hanif Universitas Pasundan

PANGAN AMAN GOES TO CAMPUS


MERDEKA BELAJAR KAMPUS MERDEKA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. i


BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................................... 1
1.3 Permasalahan ......................................................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN............................................................................................................ 3
2.1 Analisis Kasus Penarikan Produk Sambal dan Kecap ABC dan
Faktor Penyebabnya ............................................................................................... 3
2.2 Regulasi Terkait Kasus Penarikan Produk Sambal dan Kecap ABC ........................ 4
2.3 Identifikasi Sanksi .................................................................................................... 4
2.4 Identifikasi Instansi Pemerintah yang Bertanggung Jawab ....................................... 4
2.5 Solusi Permasalahan .............................................................................................. 5
2.6 Label Produk Pangan ............................................................................................. 6
2.7 Aturan Internasional Pelabelan Produk Pangan........................................................ 6
BAB III. PENUTUP .................................................................................................................... 7
3.1 Kesimpulan............................................................................................................... 7
3.2 Saran........................................................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 8

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu peran ekspor dilakukan oleh suatu negara adalah sebagai upaya peningkatan
ekonomi negara dan memperluas pasar produk dalam negeri. Ekspor juga dapat meningkatkan
daya saing produk dan produksi produk dalam negeri serta peningkatan teknologi baru dalam
proses produksinya (Nasution dan Yusuf, 2018). Salah satu ekspor yang dilakukan oleh negara
Indonesia adalah melalui sektor pangan. Terdapat banyak hal yang perlu diperhatikan dalam
proses ekspor produk pangan seperti penggunaan label pangan, keamanan pangan baik dari
segi bahan baku yang digunakan, proses pengolahan, hingga proses penyimpanan dan
pendistribusian produk pangan termasuk izin edar pangan.
Label pangan merupakan suatu hal penting yang perlu diperhatikan pada kemasan
produk karena mencantumkan keterangan ataupun informasi terkait pangan tersebut yang dapat
berbentuk tulisan, gambar, ataupun kombinasi keduanya. Label pangan yang dicantumkan pada
produk tersebut harus memberikan informasi tentang isi produk tanpa membuka kemasan seperti
komposisi bahan serta menginformasikan kepada konsumen terkait hal yang tidak dapat ditinjau
secara fisik seperti kandungan alergen sehingga memberikan jaminan keamanan kepada
konsumen (Wijaya dan Rahayu, 2014). Informasi yang kurang atau tidak jelas pada label produk
dapat menyebabkan terjadinya penolakan ekspor oleh negara tujuan seperti kasus yang terjadi
pada ekspor produk sambal dan kecap ABC oleh perusahaan eksportir (distributor Arklife)
Indonesia ke Singapura yang ditolak karena tidak mencantumkan informasi alergen sulfit dan
penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) pengawet benzoat. Kasus tersebut terjadi karena
kesalahan dari pihak distributor yang menempel label pangan kembali dalam bahasa Inggris
dengan informasi yang kurang lengkap yang sebelumnya dari PT. Heinz ABC hanya berbahasa
Indonesia dan telah lengkap mencantumkan kandungan alergen dan adanya penggunaan BTP.
Adapun label-label yang terdapat dalam kemasan meliputi label kadaluarsa, label halal,
label komposisi bahan pembuat produk, dan label izin edar BPOM atau Departemen Kesehatan.
Setiap komposisi bahan yang digunakan dalam pembuatan produk termasuk BTP yang
digunakan harus dicantumkan pada label agar konsumen yang bersangkutan mengetahui ada
tidaknya komposisi bahan yang tidak dapat dikonsumsi karena tidak semua orang dapat
mengkonsumsi semua bahan makanan (Febrianti, 2019). Para pelaku usaha harus memiliki
pengetahuan dan memperhatikan aturan tentang pencantuman label pada produk pangan
sehingga tidak merugikan masyarakat yang mengkonsumsinya dan harus memiliki kejujuran
dalam memberikan informasi pada label produk (Muhammad, dkk., 2023).
Oleh karena itu, diperlukan perhatian khusus bagi distributor yang akan mengekspor
produk dari suatu industri pangan dalam pelabelan kembali menggunakan bahasa asing secara
lengkap dan jelas seperti yang telah diatur dalam undang-undang mengenai pelabelan pangan.
Selain itu, negara tujuan juga perlu memperketat perhatian terhadap pemasukan produk ekspor
ke dalam negerinya dan tidak menerima produk dengan label yang ditempel kembali serta
mengharuskan produk memiliki surat keterangan ekspor (SKE) BPOM seperti Health Certificate
atau Certificate of Free Sale. Pangan yang diproduksi dan diedarkan harus menerapkan standar
kemasan dan label pangan. Sehingga, hal-hal yang tidak diinginkan seperti alergi akibat
konsumsi produk yang mengandung alergen tidak terjadi dan produk pangan yang diekspor tetap
diterima oleh negara tujuan.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari problem based learning ini, yaitu:
1. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis kasus penarikan kembali produk ekspor
Indonesia yaitu sambal dan kecap ABC oleh Singapura (SFA).

1
2. Untuk mengidentifikasi keterkaitan kasus penarikan produk ekspor Indonesia oleh
negara tujuan terhadap regulasi yang relevan.
3. Untuk mengidentifikasi peran pemerintah, produsen, dan konsumen dalam
menyelesaikan kasus penolakan produk ekspor Indonesia oleh Singapura.

1.3 Permasalahan
Penarikan produk ekspor Indonesia yaitu sambal dan kecap ABC oleh lembaga
keamanan pangan Singapura SFA (Singapore Food Agency) akibat tidak mencantumkan
informasi alergen berupa sulfur dioksida (sulfit) dan BTP pengawet berupa benzoat pada label
produk. BPOM telah menegaskan kepada produsen dan eksportir untuk lebih memperhatikan
dalam pencantuman informasi dalam label produk sebelum diekspor ke negara lain. Produk yang
ditarik oleh SFA adalah produk berlabel bahasa Indonesia tetapi tertutupi dengan label berbahasa
Inggris. Namun, label bahasa Inggris tersebut tidak memberikan informasi yang lengkap dengan
tidak mencantumkan adanya penggunaan BTP benzoat dan alergen sulfit.
BPOM menyampaikan bahwa pihaknya telah mencantumkan informasi terkait alergen
sulfit dan BTP pengawet benzoat pada produk tersebut serta telah melakukan evaluasi keamanan
dan mutu produk melalui hasil pengujian sehingga diperoleh izin edar BPOM untuk diedarkan
baik dalam negeri maupun untuk diekspor. Penggunaan alergen sulfit dan BTP pengawet benzoat
dalam produk tersebut berdasarkan hasil uji BPOM masih dalam batas wajar dan aturan terhadap
penggunaan tersebut baik dari regulasi di Indonesia dengan regulasi di Singapura tidak terdapat
perbedaan.
Hasil penelusuran pihak BPOM adalah produk yang diekspor oleh eksportir (distributor
Arklife) tidak berkaitan langsung dengan PT. Heinz ABC Indonesia yang merupakan produsen
kedua produk tersebut. Head of Legal, Corporate, Regulatory Affairs, Kraft Heinz juga
menyatakan bahwa masuknya produk kecap manis dan saus sambal ABC asal Indonesia dari
Singapura merupakan tindakan paralel impor yang dilakukan oleh distributor yang tidak resmi
atau tidak melalui koordinasi dengan PT. Heinz selaku perusahaan pembuat produk dan pemilik
resmi merek ABC. Berdasarkan peraturan pangan Singapura, produk-produk pangan yang
mengandung bahan yang dapat menyebabkan hipersensitivitas wajib dicantumkan pada label
kemasan produk. Karena dapat saja kandungan tersebut dapat memicu reaksi alergi bagi
konsumen yang tidak dapat mengkonsumsinya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Analisis Kasus Penarikan Produk Sambal dan Kecap ABC dan Faktor Penyebabnya
Salah satu kasus penarikan produk ekspor Indonesia oleh negara tujuan yang terjadi
adalah penarikan produk saus sambal dan kecap manis ABC PT. Heinz ABC Indonesia oleh
otoritas keamanan pangan Singapura (Singapore Food Agency/SFA) pada tanggal 6 September
2022 yang memiliki tanggal kadaluarsa 6 Januari 2024. Penarikan tersebut dilakukan karena
pada label produk tidak mencantumkan informasi alergen berupa sulfit (sulfur dioksida) dan
bahan tambahan pangan (BTP) pengawet berupa benzoat. SFA menyampaikan bahwa adanya
kandungan alergen berupa sulfit tidak menimbulkan masalah keamanan pangan pada konsumen
secara umum tetapi akan menyebabkan masalah bagi konsumen yang memiliki riwayat alergi.

Gambar 1. Produk kecap manis dan sambal ayam goreng ABC


Produk yang ditarik oleh SFA merupakan produk yang tujuannya bukan untuk diekspor
melainkan hanya untuk diedarkan di Indonesia yang berlabel bahasa Indonesia tetapi tertutupi
dengan label berbahasa Inggris dengan informasi yang tidak lengkap yaitu tidak mencantumkan
kandungan alergen dan penggunaan BTP pengawet yang mengadopsi seluruh informasi pada
label sebelumnya yang berbahasa Indonesia. Setelah proses pemeriksaan, diketahui bahwa
produk tersebut tidak diekspor langsung oleh PT. Heinz ABC Indonesia melainkan diekspor oleh
eksportir yang tidak berkaitan langsung dengan pemilik resmi produk ABC. Produk tersebut juga
diekspor tanpa menggunakan surat keterangan ekspor (SKE) BPOM karena otoritas keamanan
pangan Singapura (SFA) tidak mengharuskan SKE berupa Health Certificate ataupun Certificate
of Free Sale untuk produk pangan yang masuk ke Singapura. Kedua produk tersebut tetap
dikatakan legal karena telah terdaftar di BPOM dan mengikuti regulasi. Produk sambal dan kecap
ABC yang diekspor langsung resmi oleh PT. Heinz ABC secara rutin telah mengajukan SKE
dengan melampirkan persyaratan berupa CoA, NIE, dan hasil audit CPPOB hingga akhirnya
BPOM menerbitkan Health Certificate. Ekspor yang dilakukan oleh PT. Heinz ABC secara resmi
dilakukan oleh EXCRA International PTE LTD sebagai eksportir resmi PT. Heinz ABC.
BPOM juga telah menyampaikan bahwa produk sambal dan kecap ABC tersebut dari segi
informasi dalam label produknya telah lengkap dan dicantumkan informasi alergen dan BTP
hanya saja setelah diekspor oleh distributor Arklife dengan membuat label pangan baru
menggunakan bahasa Inggris dengan informasi yang tidak lengkap sehingga produk ditarik dari
peredarannya di Singapura. Berdasarkan evaluasi keamanan dan mutu pangan melalui
pengujian produk sambal dan kecap manis ABC tersebut menunjukkan bahwa penggunaan BTP
pengawet benzoat dan alergen sulfit masih dalam batas wajar atau batas yang diizinkan dan
sesuai dengan regulasi baik dari regulasi Indonesia maupun Singapura. BPOM telah memberikan
peringatan kepada para produsen dan distributor atau eksportir lainnya untuk memastikan
kembali pemberian informasi yang tepat dan lengkap pada label produk yang akan diekspor
sesuai dengan ketentuan dari negara tujuan ekspor sehingga aman bagi yang mengkonsumsinya
dan produk tidak ditarik dari peredarannya.
Kejadian serupa juga terjadi yaitu adanya penarikan produk Indomie Rasa Ayam Spesial
dari Taiwan. Produk milik PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk ini diduga mengandung residu
pestisida Etilen Oksida (EtO) dalam produk makanan yang standarnya berbeda antara Taiwan

3
dengan Indonesia. BPOM menyebutkan bahwa otoritas kesehatan Taipei telah melaporkan
terdapat EtO pada bumbu produk mi instan tersebut sebesar 0,187 mg/kg (ppm). Sementara
Indonesia telah mengatur batas maksimal residu sebesar 85 ppm dalam keputusan Kepala
BPOM RI Nomor 229 Tahun 2022. BPOM mengatakan Codex Alimentarius Commision (CAC)
belum mengatur batas maksimal residu EtO dan beberapa negara pun masih mengizinkan
penggunaan EtO sebagai pestisida.

2.2 Regulasi Terkait Kasus Penarikan Produk Sambal dan Kecap ABC
Berdasarkan kasus penarikan produk sambal dan kecap ini, terdapat regulasi yang terkait
antara lain :
1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang
menjunjung hak asasi manusia. Pada peraturan ini yaitu kewajiban pemerintah untuk
menjaga keseimbangan hak kewajiban antara pelaku usaha dan konsumen sehingga
warga negara diberikan perlindungan hak konsumen berdasarkan (Pasal 7 UUPK).
2. Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU Pangan). Pada peraturan ini
memperhatikan tentang pencantuman label pada produk, kemasan makanan, tanggal
kadaluarsa, kandungan bahan pengawet atau perbuatan lain yang dapat mengancam
kesehatan dan keselamatan manusia (Pasal 86).
3. UU Pangan dan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan yang belum detail terkait kewajiban pencantuman peringatan bahan alergen.
Pada peraturan ini Pelaku usaha atau produsen pangan diwajibkan untuk mencantumkan
label tambahan pangan.
4. Peraturan BPOM No. 20 Tahun 2021 tentang Label Pangan Olahan (PBPOM). Pada
peraturan ini BPOM sebagai pengawas labelisasi produk pangan untuk menjamin
keamanan dan untuk mengatur sertifikasi mutu pangan olahan dimana keterangan wajib
dicantumkan pada label produk secara teratur, mudah dibaca dan proporsional (Pasal 9).

2.3 Identifikasi Sanksi


Dalam kasus pencantuman label yang tidak sesuai, terdapat pada UU No. 18 tahun 2012
pasal 89 yaitu setiap orang dilarang memperdagangkan pangan yang tidak sesuai dengan
keamanan pangan dan mutu pangan yang tercantum dalam label kemasan pangan. Dalam pasal
tersebut teridentifikasi sanksi yang dapat diberikan kepada pihak distributor ekspor PT. Heinz
ABC Indonesia yaitu terdapat di UU No. 18 tahun 2012 Pasal 94:
1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2)
mengenai pemenuhan standar Mutu Pangan, Pasal 89 mengenai label Kemasan Pangan,
Pasal 90 ayat (1) mengenai Pangan tercemar, dan Pasal 93 mengenai impor pangan
dikenai sanksi administratif.
2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Denda;
b. Penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran;
c. Penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;
d. Ganti rugi; dan/atau
e. Pencabutan izin
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata cara, dan mekanisme
pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

2.4 Identifikasi Instansi Pemerintah yang Bertanggung Jawab


Instansi pemerintah di Singapura The Safety Food Agency (SFA) mengelola the Sale of
Food Act and the Singapore Food Regulations merupakan badan hukum di bawah Kementerian

4
Keberlanjutan dan Lingkungan yang mengawasi keselamatan dan keamanan pangan di
Singapura yang memastikan bahwa produk pangan yang beredar di Singapura aman untuk
dikonsumsi demi menjaga kesehatan masyarakat. Untuk melindungi mereka yang memiliki alergi
makanan, Badan Pangan Singapura (SFA) memberlakukan peraturan yang mewajibkan
perusahaan untuk mencantumkan bahan-bahan pada label kemasan produk. Berdasarkan
Peraturan Makanan Singapura, produk makanan kemasan yang mengandung makanan dan
bahan-bahan yang diketahui menyebabkan hipersensitivitas harus dicantumkan pada label
kemasan makanan. SFA juga berhak menarik produk yang tidak sesuai dengan regulasi yang
ada. SFA juga seharusnya memberlakukan kewajiban bagi produk yang masuk ke dalam
negaranya harus memiliki SKE sehingga produk yang masuk resmi dan jika terjadi suatu masalah
akibat dari produk yang beredar dapat menjadi tanggung jawab produsen yang mengekspor.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menanggapi soal kecap manis dan saus
sambal ayam goreng ABC di Singapura yang ditarik oleh Singapore Food Agency atau SFA.
BPOM memastikan produk yang juga beredar di Indonesia itu aman dikonsumsi. Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang
terus diperkuat untuk mampu menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan
Obat dan Makanan secara lebih efektif. BPOM sebagai otoritas pengawasan pangan melakukan
pemantauan dan pengawasan pre-market hingga post-market terhadap sarana dan produk
pangan olahan termasuk pengawasan label dan juga melakukan evaluasi melalui pengujian
produk yang beredar untuk memberikan perlindungan bagi konsumen.

2.5 Solusi Permasalahan


Penyelesaian masalah mengenai kasus penolakan produk ekspor Indonesia oleh
Singapura berupa produk sambal dan kecap ABC ini memerlukan kontribusi dari berbagai pihak
yaitu pemerintah (lembaga yang bertanggung jawab dalam pengawasan produk pangan seperti
BPOM dan SFA), produsen, distributor atau perusahaan eksportir, dan konsumen. Pemerintah
perlu memperketat regulasi terkait produk yang akan diekspor dengan mengecek kembali produk
tersebut mulai dari kondisi kemasan dan pencantuman informasi yang lengkap pada label produk
serta proses ekspor produk dilakukan secara resmi dan berizin oleh industri atau perusahaan
pemilik merk apabila produk tersebut diekspor oleh distributor atau perusahaan eksportir seperti
mencantumkan surat keterangan ekspor (SKE). Pemerintah juga memberikan sanksi pada
eksportir yang melanggar regulasi terkait produk yang diekspor seperti aturan keamanan pangan,
label produk, dan sebagainya. BPOM sebagai otoritas pengawasan pangan harus terus menerus
melakukan monitoring dan pengawasan pre-market dan post-market terhadap sarana dan produk
pangan olahan termasuk pengawasan label dan juga melakukan evaluasi melalui pengujian
produk yang beredar untuk memberikan perlindungan bagi konsumen. Pemberlakuan wajib SKE
BPOM juga harus diterapkan oleh otoritas keamanan pangan Singapura (SFA).
Produsen sebagai pihak yang memproduksi produk yang akan diekspor perlu
memberikan kepastian keamanan dan mutu produk serta melindungi produk dari pihak gelap atau
pihak yang mengekspor tanpa seizin produsen. Produsen juga harus memiliki kejujuran dalam
memberikan informasi yang dicantumkan pada label produk serta memberikan informasi yang
lengkap sesuai dengan regulasi terkait label pangan yang diatur dalam UU RI No. 18 Tahun 2012
tentang Pangan ataupun mengikuti pedoman label pangan olahan yang dikeluarkan oleh BPOM
RI tahun 2020.
Distributor atau perusahaan eksportir sebagai pihak sekunder yang mengekspor produk
pangan yang didapatkan dari produsen harus mengetahui dan memahami regulasi terkait
pelabelan pangan sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bagi konsumen yang
mengkonsumsi makanan tersebut nantinya. Selain itu, distributor diharapkan dapat memiliki surat
resmi atau surat izin terkait ekspor produk dari produsen sehingga tidak memperburuk reputasi
produsen jika terjadi kesalahan akibat distributor. Konsumen sebagai pihak yang mengkonsumsi
pangan yang diedarkan juga harus lebih cermat dalam memilih produk yang akan dikonsumsi

5
dengan mengecek dan memahami informasi terkait pangan pada label kemasan produk sehingga
hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Seperti yang BPOM sampaikan yaitu menjadi konsumen
yang cerdas dalam membeli produk pangan dengan menerapkan cek “KLIK” (Kemasan, Label,
Izin edar, dan Kadaluarsa) sebelum membeli atau mengkonsumsi produk pangan.
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merupakan regulasi yang
mengatur kewajiban bagi konsumen dalam membaca informasi dan prosedur pemakaian untuk
keamanan dan keselamatan. Untuk melaksanakan kewajiban tersebut diperlukannya peran
pemerintah dalam memberikan pembinaan untuk konsumen terkait pemahaman informasi label
yang tercantum dalam produk sehingga konsumen dapat lebih memiliki produk yang akan dibeli
dan dikonsumsinya untuk menghindari bahaya.

2.6 Label Produk Pangan


Undang-Undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan pada Pasal 96 ayat 1 yang berbunyi
“Pemberian label pangan bertujuan untuk memberikan informasi yang benar dan jelas kepada
masyarakat tentang setiap produk pangan yang dikemas sebelum membeli dan atau
mengonsumsi pangan”. Informasi label yang harus tercantum pada kemasan produk meliputi:
a. Nama pangan olahan yang terdiri atas nama jenis dan merek dagang
b. Berat bersih atau isi bersih, berat atau isi pangan biasanya dalam gram, kilogram, mililiter
atau liter
c. Nama dan alamat produsen, sebagai bukti produsen bertanggungjawab terhadap produk
yang diedarkan
d. Nomor pendaftaran pangan, terkait produk pangan yang akan dikonsumsi sudah terdaftar
dan dapat diedarkan di wilayah indonesia.
e. Keterangan kadaluwarsa, menunjukkan batas waktu pangan tersebut masih aman untuk
dikonsumsi.
f. Kode produksi, biasanya hanya diketahui produsen namun harus dicantumkan oleh
produsen pada label setiap kali produksi
g. Keterangan kandungan gizi, dicantumkan jika telah dilakukan uji laboratorium
h. Logo halal, petunjuk penyimpanan dan peringatan (jika mengandung bahan tertentu).

2.7 Aturan Internasional Pelabelan Produk Pangan


Pelabelan produk pangan kemasan secara internasional dapat mengikuti standar umum
CODEX STAN 1-1985 (Rev. 1-1991). Informasi yang harus tercantum antara lain nama makanan,
daftar bahan, bahan tambahan pangan, isi bersih, nama dan alamat produsen, negara asal,
identifikasi berupa kode produksi, penunjuk penanda tanggal dan penyimpanan, petunjuk
penggunaan, dan persyaratan wajib tambahan (seperti makanan yang diiradiasi dan pelabelan
kuantitatif bahan). Label pada pangan kemasan tidak boleh terlepas dari kemasan atau
wadahnya. Informasi yang tercantum pada label tidak boleh mudah terhapus, harus jelas
sehingga mudah dibaca oleh konsumen. Jika bahasa pada label asli tidak dapat diterima,
konsumen yang menjadi tujuan label dapat menggunakan label tambahan dengan bahasa yang
diperlukan tetapi dengan informasi yang sama dengan label aslinya.
Secara prinsip, standar Codex mengenai pelabelan pangan bertujuan untuk melindungi
kesehatan konsumen dengan menyampaikan informasi terkait aditif pangan, bahan alergen, dan
lainnya pada label, meningkatkan transparansi bagi konsumen dalam memutuskan konsumsi
berdasarkan preferensi diet, nilai gizi, etika, agama, dan sebagainya, serta mendorong
perdagangan yang adil dengan adanya acuan global mengenai persyaratan label yang berlaku.

6
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Kasus penarikan produk ekspor Indonesia oleh negara tujuan yang terjadi adalah
penarikan produk saus sambal dan kecap manis ABC PT. Heinz ABC Indonesia oleh
otoritas keamanan pangan Singapura (Singapore Food Agency/SFA) yang dilakukan
karena pada label produk tidak mencantumkan informasi alergen berupa sulfit (sulfur
dioksida) dan bahan tambahan pangan (BTP) pengawet berupa benzoat. Setelah proses
pemeriksaan, diketahui bahwa produk tersebut tidak diekspor langsung oleh PT. Heinz
ABC Indonesia melainkan diekspor oleh eksportir yang tidak berkaitan langsung dengan
pemilik resmi produk ABC tanpa menggunakan surat keterangan ekspor (SKE)
2. Berdasarkan regulasi yang terkait dengan peredaran pangan olahan mewajibkan setiap
produsen, untuk memberikan informasi yang jelas serta kewajiban pencantuman
peringatan bahan alergen. Regulasi ini harus ditaati oleh seluruh pihak dalam
memperdagangkan pangan olahan dan jika hal tersebut tidak sesuai dengan keamanan
pangan dan mutu pangan yang tercantum dalam label kemasan pangan, maka pihak
terkait dapat diberikan sanksi yang tegas.
3. Adapun solusi dalam penyelesaian masalah mengenai kasus penolakan produk ekspor
Indonesia oleh Singapura berupa produk sambal dan kecap ABC yaitu kerjasama antar
seluruh pihak baik eksportir atau pemerintah dalam menjamin keamanan dan
kenyamanan konsumen. Perlunya pengecekan kembali terhadap produk dengan melihat
label yang tertera secara lengkap dan jelas serta diperlukannya surat resmi dan berizin
oleh industri atau perusahaan pemilik merk apabila produk tersebut diekspor oleh
distributor atau perusahaan eksportir seperti mencantumkan surat keterangan ekspor
(SKE).

3.2 Saran
Peredaran pangan olahan harus memenuhi standar yang telah ditetapkan sehingga
keamanan dan kenyamanan konsumen dapat terjamin. Oleh karena itu, perlunya kerjasama
seluruh pihak baik pihak produsen ataupun pihak eksportir dalam menghasilkan pangan yang
baik, berkualitas serta bermutu tinggi yang aman untuk dikonsumsi. Penanganan yang harus
dilakukan oleh pemerintah terhadap produk olahan yang tidak sesuai dengan aturan seperti
pelabelan yang kurang jelas harus dilakukan secara cepat. Pemerintah juga harus tegas dan
lebih mengawasi produk khususnya barang ekspor dalam menyikapi pihak-pihak yang akan
berlaku curang.

7
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). 2020. Pedoman Label
Pangan Olahan. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta.
Fibrianti, N. 2019. Upaya pemahaman pencantuman label pada kemasan produk makanan bagi
siswa SMA 12 Semarang. Jurnal Pengabdian Hukum Indonesia. 2(1): 1-9.
Muhammad, D. W., I. A. Kautsar., dan E. Latifah. 2023. Pencantuman label alergen dalam
pelabelan produk pangan sebagai bentuk perlindungan konsumen. Jurnal Hukum IUS
QUIA IUSTUM. 2(30): 420-441.
Nasution, L. N. dan M. Yusuf. 2018. Analisis konsumsi, ekspor, dan pertanian terhadap
pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Jurnal Kajian Ekonomi dan Kebijakan Publik.
3(2): 82-86.
Wijaya, W. A. dan W. P. Rahayu. 2014. Pemenuhan regulasi pelabelan produk industri rumah
tangga (IRTP) di Bogor. Jurnal Mutu Pangan. 1(1): 65-73.
https://aceh.tribunnews.com/2022/09/07/saus-sambal-dan-kecap-manis-buatan-ri-ditolak-di-
singapura-ini-penyebabnya
https://bpommanado.id/penarikan-produk-kecap-manis-dan-saus-sambal-ayam-goreng-asal-
indonesia-di-singapura/
https://issuu.com/pustakapangan01/docs/fri_edisi_5_2023_/s/25316952
https://www.cnbcindonesia.com/news/20220907122543-4-370021/ini-penjelasan-bpom-soal-
saus-kecap-abc-ri-ditarik-singapura
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230427163252-20-942732/gaduh-indomie-ditarik-di-
taiwan-bpom-pastikan-masih-aman-dikonsumsi

Anda mungkin juga menyukai