Disusun oleh:
Kelompok 2 | Kelas D
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari problem based learning ini, yaitu:
1. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis kasus penarikan kembali produk ekspor
Indonesia yaitu sambal dan kecap ABC oleh Singapura (SFA).
1
2. Untuk mengidentifikasi keterkaitan kasus penarikan produk ekspor Indonesia oleh
negara tujuan terhadap regulasi yang relevan.
3. Untuk mengidentifikasi peran pemerintah, produsen, dan konsumen dalam
menyelesaikan kasus penolakan produk ekspor Indonesia oleh Singapura.
1.3 Permasalahan
Penarikan produk ekspor Indonesia yaitu sambal dan kecap ABC oleh lembaga
keamanan pangan Singapura SFA (Singapore Food Agency) akibat tidak mencantumkan
informasi alergen berupa sulfur dioksida (sulfit) dan BTP pengawet berupa benzoat pada label
produk. BPOM telah menegaskan kepada produsen dan eksportir untuk lebih memperhatikan
dalam pencantuman informasi dalam label produk sebelum diekspor ke negara lain. Produk yang
ditarik oleh SFA adalah produk berlabel bahasa Indonesia tetapi tertutupi dengan label berbahasa
Inggris. Namun, label bahasa Inggris tersebut tidak memberikan informasi yang lengkap dengan
tidak mencantumkan adanya penggunaan BTP benzoat dan alergen sulfit.
BPOM menyampaikan bahwa pihaknya telah mencantumkan informasi terkait alergen
sulfit dan BTP pengawet benzoat pada produk tersebut serta telah melakukan evaluasi keamanan
dan mutu produk melalui hasil pengujian sehingga diperoleh izin edar BPOM untuk diedarkan
baik dalam negeri maupun untuk diekspor. Penggunaan alergen sulfit dan BTP pengawet benzoat
dalam produk tersebut berdasarkan hasil uji BPOM masih dalam batas wajar dan aturan terhadap
penggunaan tersebut baik dari regulasi di Indonesia dengan regulasi di Singapura tidak terdapat
perbedaan.
Hasil penelusuran pihak BPOM adalah produk yang diekspor oleh eksportir (distributor
Arklife) tidak berkaitan langsung dengan PT. Heinz ABC Indonesia yang merupakan produsen
kedua produk tersebut. Head of Legal, Corporate, Regulatory Affairs, Kraft Heinz juga
menyatakan bahwa masuknya produk kecap manis dan saus sambal ABC asal Indonesia dari
Singapura merupakan tindakan paralel impor yang dilakukan oleh distributor yang tidak resmi
atau tidak melalui koordinasi dengan PT. Heinz selaku perusahaan pembuat produk dan pemilik
resmi merek ABC. Berdasarkan peraturan pangan Singapura, produk-produk pangan yang
mengandung bahan yang dapat menyebabkan hipersensitivitas wajib dicantumkan pada label
kemasan produk. Karena dapat saja kandungan tersebut dapat memicu reaksi alergi bagi
konsumen yang tidak dapat mengkonsumsinya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Analisis Kasus Penarikan Produk Sambal dan Kecap ABC dan Faktor Penyebabnya
Salah satu kasus penarikan produk ekspor Indonesia oleh negara tujuan yang terjadi
adalah penarikan produk saus sambal dan kecap manis ABC PT. Heinz ABC Indonesia oleh
otoritas keamanan pangan Singapura (Singapore Food Agency/SFA) pada tanggal 6 September
2022 yang memiliki tanggal kadaluarsa 6 Januari 2024. Penarikan tersebut dilakukan karena
pada label produk tidak mencantumkan informasi alergen berupa sulfit (sulfur dioksida) dan
bahan tambahan pangan (BTP) pengawet berupa benzoat. SFA menyampaikan bahwa adanya
kandungan alergen berupa sulfit tidak menimbulkan masalah keamanan pangan pada konsumen
secara umum tetapi akan menyebabkan masalah bagi konsumen yang memiliki riwayat alergi.
3
dengan Indonesia. BPOM menyebutkan bahwa otoritas kesehatan Taipei telah melaporkan
terdapat EtO pada bumbu produk mi instan tersebut sebesar 0,187 mg/kg (ppm). Sementara
Indonesia telah mengatur batas maksimal residu sebesar 85 ppm dalam keputusan Kepala
BPOM RI Nomor 229 Tahun 2022. BPOM mengatakan Codex Alimentarius Commision (CAC)
belum mengatur batas maksimal residu EtO dan beberapa negara pun masih mengizinkan
penggunaan EtO sebagai pestisida.
2.2 Regulasi Terkait Kasus Penarikan Produk Sambal dan Kecap ABC
Berdasarkan kasus penarikan produk sambal dan kecap ini, terdapat regulasi yang terkait
antara lain :
1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang
menjunjung hak asasi manusia. Pada peraturan ini yaitu kewajiban pemerintah untuk
menjaga keseimbangan hak kewajiban antara pelaku usaha dan konsumen sehingga
warga negara diberikan perlindungan hak konsumen berdasarkan (Pasal 7 UUPK).
2. Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU Pangan). Pada peraturan ini
memperhatikan tentang pencantuman label pada produk, kemasan makanan, tanggal
kadaluarsa, kandungan bahan pengawet atau perbuatan lain yang dapat mengancam
kesehatan dan keselamatan manusia (Pasal 86).
3. UU Pangan dan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan yang belum detail terkait kewajiban pencantuman peringatan bahan alergen.
Pada peraturan ini Pelaku usaha atau produsen pangan diwajibkan untuk mencantumkan
label tambahan pangan.
4. Peraturan BPOM No. 20 Tahun 2021 tentang Label Pangan Olahan (PBPOM). Pada
peraturan ini BPOM sebagai pengawas labelisasi produk pangan untuk menjamin
keamanan dan untuk mengatur sertifikasi mutu pangan olahan dimana keterangan wajib
dicantumkan pada label produk secara teratur, mudah dibaca dan proporsional (Pasal 9).
4
Keberlanjutan dan Lingkungan yang mengawasi keselamatan dan keamanan pangan di
Singapura yang memastikan bahwa produk pangan yang beredar di Singapura aman untuk
dikonsumsi demi menjaga kesehatan masyarakat. Untuk melindungi mereka yang memiliki alergi
makanan, Badan Pangan Singapura (SFA) memberlakukan peraturan yang mewajibkan
perusahaan untuk mencantumkan bahan-bahan pada label kemasan produk. Berdasarkan
Peraturan Makanan Singapura, produk makanan kemasan yang mengandung makanan dan
bahan-bahan yang diketahui menyebabkan hipersensitivitas harus dicantumkan pada label
kemasan makanan. SFA juga berhak menarik produk yang tidak sesuai dengan regulasi yang
ada. SFA juga seharusnya memberlakukan kewajiban bagi produk yang masuk ke dalam
negaranya harus memiliki SKE sehingga produk yang masuk resmi dan jika terjadi suatu masalah
akibat dari produk yang beredar dapat menjadi tanggung jawab produsen yang mengekspor.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menanggapi soal kecap manis dan saus
sambal ayam goreng ABC di Singapura yang ditarik oleh Singapore Food Agency atau SFA.
BPOM memastikan produk yang juga beredar di Indonesia itu aman dikonsumsi. Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang
terus diperkuat untuk mampu menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan
Obat dan Makanan secara lebih efektif. BPOM sebagai otoritas pengawasan pangan melakukan
pemantauan dan pengawasan pre-market hingga post-market terhadap sarana dan produk
pangan olahan termasuk pengawasan label dan juga melakukan evaluasi melalui pengujian
produk yang beredar untuk memberikan perlindungan bagi konsumen.
5
dengan mengecek dan memahami informasi terkait pangan pada label kemasan produk sehingga
hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Seperti yang BPOM sampaikan yaitu menjadi konsumen
yang cerdas dalam membeli produk pangan dengan menerapkan cek “KLIK” (Kemasan, Label,
Izin edar, dan Kadaluarsa) sebelum membeli atau mengkonsumsi produk pangan.
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merupakan regulasi yang
mengatur kewajiban bagi konsumen dalam membaca informasi dan prosedur pemakaian untuk
keamanan dan keselamatan. Untuk melaksanakan kewajiban tersebut diperlukannya peran
pemerintah dalam memberikan pembinaan untuk konsumen terkait pemahaman informasi label
yang tercantum dalam produk sehingga konsumen dapat lebih memiliki produk yang akan dibeli
dan dikonsumsinya untuk menghindari bahaya.
6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kasus penarikan produk ekspor Indonesia oleh negara tujuan yang terjadi adalah
penarikan produk saus sambal dan kecap manis ABC PT. Heinz ABC Indonesia oleh
otoritas keamanan pangan Singapura (Singapore Food Agency/SFA) yang dilakukan
karena pada label produk tidak mencantumkan informasi alergen berupa sulfit (sulfur
dioksida) dan bahan tambahan pangan (BTP) pengawet berupa benzoat. Setelah proses
pemeriksaan, diketahui bahwa produk tersebut tidak diekspor langsung oleh PT. Heinz
ABC Indonesia melainkan diekspor oleh eksportir yang tidak berkaitan langsung dengan
pemilik resmi produk ABC tanpa menggunakan surat keterangan ekspor (SKE)
2. Berdasarkan regulasi yang terkait dengan peredaran pangan olahan mewajibkan setiap
produsen, untuk memberikan informasi yang jelas serta kewajiban pencantuman
peringatan bahan alergen. Regulasi ini harus ditaati oleh seluruh pihak dalam
memperdagangkan pangan olahan dan jika hal tersebut tidak sesuai dengan keamanan
pangan dan mutu pangan yang tercantum dalam label kemasan pangan, maka pihak
terkait dapat diberikan sanksi yang tegas.
3. Adapun solusi dalam penyelesaian masalah mengenai kasus penolakan produk ekspor
Indonesia oleh Singapura berupa produk sambal dan kecap ABC yaitu kerjasama antar
seluruh pihak baik eksportir atau pemerintah dalam menjamin keamanan dan
kenyamanan konsumen. Perlunya pengecekan kembali terhadap produk dengan melihat
label yang tertera secara lengkap dan jelas serta diperlukannya surat resmi dan berizin
oleh industri atau perusahaan pemilik merk apabila produk tersebut diekspor oleh
distributor atau perusahaan eksportir seperti mencantumkan surat keterangan ekspor
(SKE).
3.2 Saran
Peredaran pangan olahan harus memenuhi standar yang telah ditetapkan sehingga
keamanan dan kenyamanan konsumen dapat terjamin. Oleh karena itu, perlunya kerjasama
seluruh pihak baik pihak produsen ataupun pihak eksportir dalam menghasilkan pangan yang
baik, berkualitas serta bermutu tinggi yang aman untuk dikonsumsi. Penanganan yang harus
dilakukan oleh pemerintah terhadap produk olahan yang tidak sesuai dengan aturan seperti
pelabelan yang kurang jelas harus dilakukan secara cepat. Pemerintah juga harus tegas dan
lebih mengawasi produk khususnya barang ekspor dalam menyikapi pihak-pihak yang akan
berlaku curang.
7
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). 2020. Pedoman Label
Pangan Olahan. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta.
Fibrianti, N. 2019. Upaya pemahaman pencantuman label pada kemasan produk makanan bagi
siswa SMA 12 Semarang. Jurnal Pengabdian Hukum Indonesia. 2(1): 1-9.
Muhammad, D. W., I. A. Kautsar., dan E. Latifah. 2023. Pencantuman label alergen dalam
pelabelan produk pangan sebagai bentuk perlindungan konsumen. Jurnal Hukum IUS
QUIA IUSTUM. 2(30): 420-441.
Nasution, L. N. dan M. Yusuf. 2018. Analisis konsumsi, ekspor, dan pertanian terhadap
pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Jurnal Kajian Ekonomi dan Kebijakan Publik.
3(2): 82-86.
Wijaya, W. A. dan W. P. Rahayu. 2014. Pemenuhan regulasi pelabelan produk industri rumah
tangga (IRTP) di Bogor. Jurnal Mutu Pangan. 1(1): 65-73.
https://aceh.tribunnews.com/2022/09/07/saus-sambal-dan-kecap-manis-buatan-ri-ditolak-di-
singapura-ini-penyebabnya
https://bpommanado.id/penarikan-produk-kecap-manis-dan-saus-sambal-ayam-goreng-asal-
indonesia-di-singapura/
https://issuu.com/pustakapangan01/docs/fri_edisi_5_2023_/s/25316952
https://www.cnbcindonesia.com/news/20220907122543-4-370021/ini-penjelasan-bpom-soal-
saus-kecap-abc-ri-ditarik-singapura
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230427163252-20-942732/gaduh-indomie-ditarik-di-
taiwan-bpom-pastikan-masih-aman-dikonsumsi