Anda di halaman 1dari 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/334693344

Formulasi Makanan Enteral Berbasis Tepung Tempe Sebagai Alternatif


Makanan Enteral Tinggi Protein

Article  in  Jurnal Riset Kesehatan Poltekkes Depkes Bandung · July 2019


DOI: 10.34011/juriskesbdg.v11i2.702

CITATIONS READS

0 3,078

5 authors, including:

Nitta Isdiany Surmita Surmita


Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung Politeknik Kesehatan Bandung
8 PUBLICATIONS   3 CITATIONS    9 PUBLICATIONS   4 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Nutrition Education View project

All content following this page was uploaded by Surmita Surmita on 02 June 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


JURNAL RISET KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
VOLUME 11 NO 2

FORMULASI MAKANAN ENTERAL BERBASIS TEPUNG TEMPE


SEBAGAI ALTERNATIF MAKANAN ENTERAL TINGGI PROTEIN

Faidah, Fida Husnul 1; Moviana, Yenny1; Isdiany, Nita 1; Surmita1;


Hartini, Putri Widi1
1
Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Bandung
Email: husnulfaidah@gmail.com

ABSTRAK

Malnutrisi merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi rumah sakit dalam upaya
penyembuhan pasien. Pasien malnutrisi yang tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi
dari makanan direkomendasikan untuk diberikan makanan enteral. Tempe sebagai
sumber protein nabati dapat dijadikan bahan baku alternatif pembuatan makanan enteral
tinggi protein yang lebih ekonomis dibandingkan makanan enteral komersial. Penelitian
ini bersifat eksperimental dengan menggunakan bahan dasar tepung tempe. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengetahui pengaruh imbangan tepung tempe terhadap sifat
organoleptik dan sifat fisik makanan enteral. Penelitian ini dilakukan dengan pengujian
mutu hedonik dan osmolalitas terhadap 3 imbangan makanan enteral. Hasil penelitian
menunjukkan makanan enteral berbasis tepung tempe memiliki sifat organoleptik warna
putih kekuningan, rasa manis, aroma sedikit beraroma khas tempe, dan kekentalan cair.
Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan terdapat pengaruh formulasi imbangan tepung
tempe dan susu skim terhadap warna (p:0,002), rasa (p:0,001), dan aroma (p:0,000).
Osmolalitas produk yang dihasilkan diatas batas ideal yang dianjurkan. Untuk
mengembangkan produk diperlukan formulasi dengan penggunaan bahan-bahan yang
memiliki osmolalitas rendah.

Kata kunci: makanan enteral, tepung tempe, osmolalitas, organoleptik

ABSTRACT

Malnutrition is one of the problems faced by hospitals during treatment of patients.


Malnourished patients who are unable to meet their nutritional needs from food were
given recommendation for enteral nutrition (EN). Tempeh as a source of vegetable
protein can be used as an alternative ingredient for making more cost-effective hospital-
made high-protein EN than commercial EN. This experimental study using tempeh flour
as main ingredient for enteral nutrition. This study aimed to asses the effect of tempeh
flour formulation on organoleptic and physical properties of EN. This study was
conducted by testing hedonic quality and osmolality of 3 EN formulation. The
organoleptic test results showed that tempeh flour based enteral nutrition had yellowish
white colour, sweet taste, a distinctive flavor of tempeh, and liquid viscosity. Kruskal-
Wallis test showed that there was effect of tempeh flour formulation on colour (p: 0.002),
taste (p: 0.001), and aroma (p: 0,000). Osmolality test on three formulations produced
above the recommended limit. To develop the product, formulations are needed using
ingredients with lower osmolality.

Keywords: enteral nutrition, tempeh flour, osmolality, organoleptic

67
JURNAL RISET KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
VOLUME 11 NO 2

PENDAHULUAN Tempe mempunyai umur simpan


Malnutrisi merupakan salah satu yang singkat dan akan segera
permasalahan yang dihadapi rumah sakit membusuk selama penyimpanan. Untuk
dalam upaya penyembuhan pasien. Di memperpanjang masa simpannya,
beberapa negara, prevalensi malnutrisi tempe dapat diolah menjadi produk lain
pada pasien rawat inap (hospital- seperti tepung tempe (9). Tempe yang
malnutrition) berkisar 11-45 % dan 21 % diolah menjadi tepung dapat dijadikan
lainnya termasuk dalam kategori risiko alternatif bahan pembuatan makanan
tinggi manutrisi (1)(2)(3). Di Indonesia, hasil enteral, penelitian sebelumnya
studi menunjukkan bahwa kurang lebih menunjukkan substitusi tepung tempe
75% pasien yang dirawat di rumah sakit pada formula F100 sama efektifnya
menurun status gizinya dibandingkan meningkatkan status gizi dibandingkan
dengan status gizi saat mulai dirawat (4). dengan F100 yang menggunakan susu
Secara garis besar, kondisi sapi sebagai sumber protein. Saturasi
malnutrisi di rumah sakit disebabkan oleh tranferin sebagai salah satu indikator
dua faktor yaitu faktor terkait penyakit sensitif status gizi meningkat pada
dan asupan makanan tidak adekuat (5). kelompok dengan pemberian suplemen
Dari banyaknya kasus malnutrisi di standar WHO F100 dan kelompok
rumah sakit, sebanyak 63,9 % substitusi tepung tempe (p=0.22) serta
diantaranya adalah malnutrisi yang tidak ada perbedaan signifikan
disebabkan oleh kekurangan energi dan peningkatan berat badan antar dua
protein (6). Pasien yang tidak mampu kelompok (p>0.05) (10). Penelitian lainnya
memenuhi kebutuhan gizi dari makanan menunjukkan hasil uji kadar protein
dan minuman direkomendasikan untuk serum total dan kadar albumin serum
diberikan suplemen gizi 1-3 kali sehari menunjukkan tidak terdapat perbedaan
(300-900 kkal, 12-48 g protein) dengan bermakna antara kelompok yang diberi
jumlah dan durasi bergantung pada F100 substitusi tepung tempe dengan
kondisi klinis pasien, kebutuhan gizi, dan yang tidak (p=0,240 dan p=0,774) (11).
tujuan terapi (1).
Sumber protein yang berasal dari METODE
nabati seperti kedelai dianggap sebagai Metode penelitian yang digunakan
solusi bagi pasien malnutrisi di negara- yaitu metode eksperimental. Penelitian
negara berkembang. Protein nabati dilakukan selama bulan Desember 2018
dapat digunakan sebagai pengganti hingga April 2019. Variabel bebas dalam
sumber protein hewani seperti susu dan penelitian ini yaitu formula tepung tempe
sebagai sumber energi yang terjangkau yang berbeda terhadap variabel
(7)
. dependen yaitu tingkat kesukaan produk
Tempe kedelai merupakan meliputi sifat organoleptik (warna, rasa,
makanan tradisional Indonesia yang aroma, kekentalan) yang diukur
diproduksi melalui fermentasi kedelai berdasarkan penilaian panelis dan sifat
dengan kapang Rhizopus sp. fisik makanan cair yang meliputi
Dibandingkan kedelai mentah, tempe osmolalitas.
memiliki nilai gizi yang lebih baik karena Formula yang digunakan pada
pada kedelai mentah terdapat zat-zat penelitian utama adalah formula yang
antinutrisi seperti antitripsin dan ditetapkan pada penelitian pendahuluan.
oligosakarida penyebab kelebihan gas Peralatan yang dibutuhkan dalam
dalam lambung (flatulensi). Fermentasi pembuatan makanan enteral diantaranya
kapang menghilangkan kedua senyawa sendok ukur, sendok pengaduk,
tersebut dan meningkatkan daya cerna timbangan digital, gelas ukur, kompor
kedelai. Di samping itu, terjadi pula gas, saringan, thermometer, dan
perbaikan tekstur dan flavor sehingga botol/wadah.
menjadi lebih disukai (8).

68
JURNAL RISET KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
VOLUME 11 NO 2

Tahap-tahap pembuatan makanan dilakukan uji One Way Anova dengan


cair dapat dilihat pada Gambar 1. Bahan- tingkat kemaknaan (α=0,05) dan apabila
bahan diantaranya tepung tempe, susu bermakna dilanjutkan dengan uji post
skim, gula pasir, maltodekstrin, minyak hock Tukey. Apabila data tidak
kanola, dan vanilla ditambahkan air terdistribusi normal normal (p<α=0,05),
matang sampai volume 200 mL setelah dilakukan uji Kruskal Wallis dengan
itu disaring dengan menggunakan tingkat kemaknaan (α=0,05) dan apabila
saringan stainless steel ukuran rumah bermakna dilanjutkan dengan uji Mann
tangga kemudian direbus lagi dengan api Whitney.
sedang dengan suhu 70-800C.
HASIL
Campurkan tepung tempe, susu skim, Terdapat 3 imbangan terbaik
maltodekstrin, gula, vanilla, dan minyak yang digunakan dalam penelitian yaitu.
imbangan tepung tempe : susu skim F1
(40:60), F2 (30:70), F3 (20:80). Formula
Air matang ditambahkan sampai 200 mL, terpilih selanjutnya diformulasi dengan
disaring
bahan lainnya seperti pada Tabel 1.

Makanan cair direbus dengan suhu <800C Perbandingan Harga dan Nilai Gizi
Perbandingan harga dan nilai gizi
makanan enteral komersial tinggi protein
Botol steril
dengan makanan enteral berbasis
tepung tempe disajikan pada Tabel 2.

Gambar 1. Alur Pembuatan Makanan Enteral Uji Mutu Hedonik


Uji mutu hedonik dilakukan
Data primer sifat organoleptik dengan menggunakan hedonic scale
makanan cair diperoleh melalui uji mutu scoring. Parameter penilaian terdiri dari
hedonik pada aspek warna, aroma, rasa warna, rasa, aroma dan kekentalan.
dan kekentalan dengan skala 1-5. Uji ini
melibatkan 30 orang panelis agak terlatih Skala penilaian warna dinyatakan
dengan kriteria tidak sedang dalam dalam 5 tingkat:
keadaan kenyang atau lapar, tidak Putih :1
mengalami gangguan saluran Putih Kekuningan :2
pencernaan, tidak sariawan, bukan Putih Kecoklatan :3
merupakan perokok aktif dan tidak alergi Coklat Muda :4
terhadap kedelai dan susu sapi. Data dari Coklat Tua :5
setiap panelis dihitung dan ditabulasikan
sehingga dapat dilihat ada atau tidaknya Skala penilaian rasa dinyatakan
perbedaan sifat organoleptik dari setiap dalam 5 tingkat:
produk dengan perlakuan berbeda. Sangat hambar :1
Data primer sifat fisik makanan Hambar :2
enteral diperoleh dari hasil uji dengan Agak Manis :3
ulangan pengamatan sebanyak tiga kali Manis :4
untuk pada uji osmolalitas dengan Sangat manis :5
menggunakan alat osmometer.
Sifat organoleptik (warna, rasa, Skala penilaian aroma
aroma, kekentalan) dan sifat fisik dinyatakan dalam 5 tingkat:
makanan enteral (osmolalitas), dianalisa Aroma susu kuat :1
dengan program SPSS 15. Pengujian Sedikit beraroma susu :2
diawali dengan uji normalitas Sedikit beraromau khas tempe :3
Kolmogorov - Smirnov. Apabila data Beraroma khas tempe :4
terdistribusi normal (p>α=0,05),

69
JURNAL RISET KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
VOLUME 11 NO 2

Sangat beraroma khas tempe :5 Tabel 2. Persentase Uji Mutu Hedonik


Kategori Rasa
Skala penilaian kekentalan Jumlah (%)
dinyatakan dalam 5 tingkat: Rasa
F1 F2 F3
Sangat kental :1 Sangat Hambar 0 0 0
Kental :2 Hambar 0 0 0
Agak kental :3
Agak Manis 23.3 20 6.7
Cair :4
Manis 50 56.7 26.7
Sangat Cair :5
Sangat Manis 26.7 23.3 66.7
Warna
Sebagian besar panelis Aroma
menyatakan warna formula makanan Panelis menyatakan formula F1
enteral F1, F2, dan F3 adalah putih memiliki aroma sedikit beraroma khas
kekuningan. Pada uji Kruskal Wallis tempe (40%), formula F2 memiliki aroma
diperoleh hasil p (0,001) < (0,05), yang sedikit beraroma khas tempe (66,7%),
menunjukkan adanya perbedaan pada dan formula F3 memiliki aroma sedikit
hasil uji warna ketiga formula. Uji Mann beraroma susu (46,7%). Pada uji Kruskal
Whitney menunjukkan terdapat Wallis diperoleh hasil p (0,000) < (0,05),
perbedaan yang bermakna secara yang menunjukkan adanya perbedaan
statistik pada formula F1 dan F2 pada hasil uji aroma ketiga formula. Uji
(p:0,002). Mann Whitney menunjukkan terdapat
perbedaan yang bermakna secara
Tabel 1. Persentase Uji Mutu Hedonik statistik pada formula F1 dan F2
Kategori Warna
(p:0,002).
Jumlah (%)
Warna Tabel 3. Persentase Uji Mutu Hedonik
F1 F2 F3 Kategori Aroma
Putih 0 13.3 30
Putih Kekuningan 60 76.7 53.3 Jumlah (%)
Aroma
Putih Kecokelatan 33 10 13.3 F1 F2 F3
Cokelat Muda 6.7 0 3.3 Aroma Susu Kuat 0 6.7 30
Sedikit Beraroma
Cokelat Tua 0 0 0 20 13.3 46.7
Susu
Sedikit Beraroma
40 66.7 10
Rasa KhasTempe
Beraroma Khas
Sebagian besar panelis Tempe
36.7 6.7 13.3
menyatakan rasa makanan enteral Sangat Beraroma
formula F1 (50%) dan F2 (56,7%) 3.3 6.7 0
Khas Tempe
memiliki rasa manis, sedangkan formula
F3 memiliki rasa sangat manis (66,7%). Kekentalan
Pada uji Kruskal Wallis diperoleh hasil p Panelis menyatakan formula F1
(0,001) < (0,05), yang menunjukkan memiliki kekentalan agak kental (50%),
adanya perbedaan pada hasil uji rasa formula F2 memiliki kekentalan cair
ketiga formula. Uji Mann Whitney (50%), dan F3 memiliki kekentalan cair
menunjukkan terdapat perbedaan yang (46,7%). Pada uji Kruskal Wallis
bermakna secara statistik pada formula diperoleh hasil p (0,158) > (0,05), yang
F2 dan F3 (p:0,001). menunjukkan tidak ada perbedaan yang
bermakna pada hasil uji kekentalan
ketiga formula.

70
JURNAL RISET KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
VOLUME 11 NO 2

harga makanan enteral komersial.


Tabel 4. Persentase Uji Mutu Hedonik Dengan nilai zat gizi yang setara dan
Kategori Kekentalan harga yang lebih ekonomis, maka
Jumlah (%)
Kekentalan makanan enteral berbasis tepung tempe
F1 F2 F3
dapat direkomendasikan sebagai
Sangat Kental 0 13.3 0 alternatif makanan enteral bagi pasien
Kental 13.3 6.7 13.3 malnutrisi atau yang membutuhkan
Agak Kental 50 20 23.3 asupan energi dan protein yang tinggi.
Cair 33.3 50 46.7 Warna putih kekuningan yang
Sangat Cair 3.3 10 16.7 dimiliki produk makanan enteral
dipengaruhi oleh susu skim dan tepung
Osmolalitas tempe yang digunakan. Warna putih
Pengujian osmolalitas dilakukan berasal dari refleksi globula lemak,
pada tiga sampel makanan enteral kalsium kaseinat, dan koloid fosfat yang
menggunakan alat osmometer dengan terkandung dalam susu. Warna
tiga kali ulangan. Hasil pengujian kekuningan berasal dari kedelai yang
osmolalitas dapat dilihat pada Tabel 5. merupakan indikator awal keberadaan
senyawa isoflavon. Hal tersebut karena
PEMBAHASAN penamaan senyawa Flavon berasal dari
Makanan enteral adalah kata flavus yang artinya adalah yellow
makanan dalam bentuk cair yang (kuning), dimana penamaan tersebut
diberikan kepada penderita melalui oral dikarenakan warna dasar senyawa
atau pipa (sonde) selama saluran cerna flavon yang berwarna kuning (13).
masih berfungsi. Pemberian makanan Hasil ini sesuai dengan formula
enteral bertujuan untuk memenuhi F100 yang disubstitusi tepung tempe
kebutuhan zat gizi optimal sesuai menghasilkan formula berwarna putih
kebutuhan dalam penyerapan, kekuningan (11). Warna makanan enteral
mempertahankan atau memperbaiki dipengaruhi oleh penambahan tepung
status gizi secara keseluruhan maupun tempe. Setiap penambahan tepung
sebagai suplemen (12). tempe menyebabkan bertambahnya
Makanan enteral yang dihasilkan senyawa isoflavon yang menyebabkan
merupakan makanan enteral yang dibuat warna kuning pada produk.
dari bahan makanan tinggi energi dan Rasa manis merupakan faktor
protein. Tingkat kegagalan dalam proses kunci yang mempengaruhi daya terima
pembuatan makanan enteral berbasis makanan enteral, terutama apabila
tepung tempe sangat bergantung dikonsumsi sebagai suplemen oral.
terhadap kualitas bahan baku yang Makanan enteral dengan tingkat
digunakan. Tepung tempe yang kemanisan moderat hingga tinggi dapat
digunakan harus memiliki kualitas yang membantu mengkompensasi perubahan
baik dikarenakan kualitas tepung tempe persepsi rasa yang terjadi pada pasien
sangat mempengaruhi warna, rasa, dan dikarenakan usia, pengobatan, dan
aroma makanan enteral. Tempe memiliki kondisi penyakit (14). Perbedaan rasa
kandungan protein dan lemak yang tinggi pada formula F2 dan F3 dimungkinkan
sehingga mudah mengalami penurunan karena perbedaan imbangan tepung
kualitas seperti ketengikan. Selain itu, tempe dan susu skim. Dengan imbangan
tempe memiliki bau langu yang harus tempe yang semakin berkurang pada F3
diminimalisir saat pembuatan tepung maka aroma susu dan vanilla akan
tempe dan pembuatan makanan enteral. semakin menonjol. Penelitian Wang et al.
Makanan enteral berbasis tepung menunjukkan bahwa peningkatan
tempe selain memiliki kelebihan dari segi konsentrasi vanila secara signifikan
nilai gizi protein, juga memiliki harga meningkatkan persepsi adanya
yang ekonomis dibandingkan dengan peningkatan rasa manis (15).

71
JURNAL RISET KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
VOLUME 11 NO 2

Tabel 5. Hasil Formulasi Makanan Enteral


Formula
Bahan Satuan
Formula 1 Formula 2 Formula 3
Tepung tempe gr 13.2 9.9 6.6
Susu skim gr 19.8 23.1 26.4
Maltodekstrin gr 5 5 5
Gula gr 16 16 16
Minyak Kanola gr 4 4 4
Total Berat gr 58 58 58

Energi kkal 250,1 245,5 241


Densitas energi kkal/mL 1,25 1,22 1,20
Protein gr 14 (22,3%) 13,4 (21,8%) 12.9 (21,3%)
Lemak gr 7,1 (25,7 %) 6,4 (23,3%) 5,6 (20,9%)
Osmolalitas mOsmol/kgH2O 1012 696 769

Tabel 6. Perbandingan Harga dan Nilai Gizi Makanan Enteral


Nilai Gizi
Densitas Harga
Jenis Makanan Enteral Energi
Protein (g) Energi (Rp)
(kkal)
(kkal/mL)
Makanan Enteral Komersial Tinggi Protein A
212 10 (18,8%) 1,06 13.000
(52 g)
Makanan Enteral Komersial Tinggi Protein B
250 14 (22,4%) 1,25 21.000
(63 g)
Makanan Enteral Berbasis Tepung Tempe
245,5 13,4 (21,8%) 1,22 8.750
Formula 2 (58 g)

Aroma makanan enteral yang memiliki osmolalitas yang tinggi mudah


dihasilkan adalah sedikit beraroma khas menyebabkan diare dikarenakan cairan
tempe. Aroma yang diharapkan produk tubuh akan ditarik kedalam lumen usus.
ini adalah aroma khas tempe yang Osmolalitas makanan enteral yang ideal
minimal agar dapat meningkatkan daya adalah mendekati cairan ekstraseluler
terima masyarakat. Aroma langu khas tubuh yaitu 250-400 mOsmol/kg (18).
tempe berasal dari aktivitas enzim Osmolalitas yang tinggi pada
lipoksigenase yang terdapat pada hasil formulasi makanan enteral dapat
kedelai (16). Imbangan tepung tempe dipengaruhi oleh jumlah zat gizi
yang berbeda menyebabkan perbedaan terhidrolisis dalam makanan yang dapat
aroma pada makanan enteral. mempengaruhi beban zat terlarut, seperti
Kekentalan produk makanan cair mono dan disakarida, mineral dan
yang didapatkan adalah cair. Hal ini elektrolit, protein terhidrolisis, asam
sesuai dengan karakteristik produk yang amino dan Medium Chain Triglyseride
(19)
diharapkan. Menurut Winarno (1997), .
ada beberapa faktor yang memengaruhi Hal ini dapat disebabkan oleh
kekentalan produk susu yaitu kandungan kandungan gula dalam produk. Gula
protein, lemak, jenis protein, suhu bersifat mengikat air sehingga dapat
pengolahan, kadar air, dan aktivitas air meningkatkan tekanan osmotik dalam
(17)
. Perbedaan imbangan tepung tempe larutan (18). Penelitian Henriques et. al
dan susu skim tidak mempengaruhi menunjukkan substitusi gula oleh
kekentalan makanan enteral. maltodekstrin signifikan terhadap
Osmolalitas adalah konsentrasi osmolalitas formula enteral home-made
zat terlarut total, dinyatakan dalam (p <0,05). Hal ini disebabkan
satuan mOsmol/kg. Analisis osmolalitas maltodextrin memiliki tekanan osmotik
makanan enteral dilakukan untuk menilai yang lebih rendah dibandingkan gula (19).
kemampuan penerimaan fisiologis dari Selain itu, kandungan protein
makanan dan untuk menghindari dapat mempengaruhi osmolaritas
komplikasi. Makanan enteral yang makanan enteral. Hal ini dikarenakan

72
JURNAL RISET KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
VOLUME 11 NO 2

tingginya hidrolisis protein akan Encouraging appropriate , evidence-


meningkatkan osmolaritas sehingga based use of oral nutritional
semakin kecil molekulnya osmolaritas supplements. In: Proceedings of the
akan semakin tinggi (20). Pada tempe, Nutrition Society Proceedings of the
terdapat enzim-enzim pencernaan yang Nutrition. 2010. p. 477–87.
dihasilkan oleh kapang tempe selama 6. Weiss AJ, Ph D, Fingar KR, Ph D,
proses fermentasi. Kapang yang tumbuh Barrett ML, Elixhauser A, et al.
pada tempe mampu menghasilkan enzim Characteristics of Hospital Stays
protease untuk menguraikan protein Involving Malnutrition, 2013.
menjadi peptida dan asam amino bebas 2016;336(7639):1–21.
(21)
. 7. Mazumder AR, Begum AA. Soymilk
as source of nutrient for
SIMPULAN malnourished population of
Makanan enteral berbasis tepung developing country : A review. Int J
tempe memiliki nilai zat gizi yang setara Adv Sci Tech Res. 2016;5(6):192–
dan harga yang lebih ekonomis. Sifat 203.
organoleptik pada makanan enteral 8. Mursyid. Kandungan Zat Gizi dan
berbasis tepung tempe adalah berwarna Nilai Gizi Protein Tepung Tempe
putih kekuningan, rasa manis, aroma Kedelai Lokal dan Impor Serta
sedikit beraroma khas tempe, dan Aktivitas Antioksidannya. Bogor;
kekentalan cair. Osmolalitas makanan 2014.
enteral masih diatas batas yang 9. Bastian F, Ishak E, Tawali AB, Bilang
direkomendasikan sehingga diperlukan M. Daya Terima dan Kandungan Zat
formulasi lebih lanjut. Gizi Formula Tepung Tempe dengan
Penambahan Semi Refined
DAFTAR RUJUKAN Carrageenan (SRC) dan Bubuk
1. Stratton R, Smith T, Gabe S. Kakao. J Apl Teknol Pangan.
Managing malnutrition to improve 2013;2(1):5–8.
lives and save money. 2018 p. 1–16. 10. Puryatni A. Pengaruh Substitusi
2. Kang MC, Kim JH, Ryu S, Moon JY, Tepung Tempe pada F100 terhadap
Park JH, Park JK, et al. Prevalence Saturasi Transferin. J Kedokt
of Malnutrition in Hospitalized Brawijaya. 2010;26(2):101–6.
Patients : a Multicenter Cross- 11. Kholidah D, Prawirohartono E
sectional Study. J Korean Med Sci. paryanto, Nisa FZ. Pemberian
2018;33(2):1–10. Makanan F100 dengan Bahan
3. Ray S, Laur C, Golubic R. Subsitusi Tepung Tempe Terhadap
Malnutrition in healthcare Status Protein Pasien Anak dengan
institutions: A review of the Gizi Kurang. J Gizi Klin Indones.
prevalence of under-nutrition in 2013;10(02):92–100.
hospitals and care homes since 12. Asosiasi Dietisien Indonesia (AsDI)
1994 in England. Clin Nutr. Cabang Jawa Barat. Panduan
2014;33(5):829–35. Pemberian Makanan Enteral. 2005.
4. Kusumayanti IGA, Hadi H, 13. Abdullah K, Wuri D. Karakteristik
Susetyowati. Faktor-Faktor Yang Minuman Sari Tempe dengan
Mempengaruhi Kejadian Malnutrisi Penambahan Rasa Vanila
Pasien Dewasa Di Ruang Rawat Characteristics of Tempeh Drink with
Inap Rumahsakit. J Gizi Klin Vanilla Flavour. 2016;33(1):1–8.
Indones. 2004;1(1):9–17. 14. Kokkinidou S, Peterson D, Bloch T,
5. Stratton RJ, Elia M. Conference on ‘ Bronston A. The important role of
Malnutrition matters ’ Symposium 2 : carbohydrates in the flavor, function,
The skeleton in the closet : and formulation of oral nutritional
malnutrition in the community supplements. Nutrients. 2018;10(6).

73
JURNAL RISET KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
VOLUME 11 NO 2

15. Wang G, Hayes J, Ziegler G,


Roberts R, Hopfer H. Dose-
Response Relationships for Vanilla
Flavor and Sucrose in Skim Milk:
Evidence of Synergy. Beverages.
2018;4(4):73.
16. Saati EA, Winarsih S. Perbaikan
Mutu Sari Kedelai Varietas Lokal (
Glycine max ( L ) Merrill ) Unggul
Dengan Metode Perendaman dan
Essence Alami. 2015;(L):793–801.
17. Winarno F. Kimia Pangan dan Gizi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama;
1997.
18. Zadak Z, Kent-Smith L. Basics in
clinical nutrition: Commercially
prepared formulas. E Spen Eur E J
Clin Nutr Metab. 2009;4:212–5.
19. Henriques GS, Miranda LAV de O,
Generoso S de V, Guedes EG,
Jansen AK. Osmolality and pH in
handmade enteral diets used in
domiciliary enteral nutritional
therapy. Food Sci Technol [Internet].
2017;37(suppl 1):109–14. Available
from:
http://www.scielo.br/scielo.php?scri
pt=sci_arttext&pid=S0101-
20612017000500109&lng=en&tlng=
en
20. Savino P. Knowledge of Constituent
Ingredients in Enteral Nutrition
Formulas Can Make a Difference in
Patient Response to Enteral
Feeding. Nutr Clin Pract.
2018;33(1):90–8.
21. Anonim. Tepung Tempe sebagai
Bahan Pangan Malnutrisi pada
Anak. 2014;2014.

74

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai