PERCOBAAN I
STUDI ALIRAN DAYA SISTEM TRANSMISI
B. Dasar Teori
B.1 Sistem Transmisi
Sistem transmisi yaitu sistem penyaluran yang berfungsi untuk menyalurkan
tenaga listrik dengan tegangan operasi tegangan tinggi (TT), tegangan ekstra
tinggi, atau tegangan ultra tinggi. Saluran transmisi terhubung antara gardu
induk (Bay GI pembangkit atau GI beban) ke GI yang lain (Bay GI
pembangkit atau GI beban). (Andi,dkk. 2015 : 10)
Sistem transmisi tenaga listrik merupakan bagian penting dalam penyaluran
tenaga listrik dari pembangkit sampai ke saluran distribusi. Oleh sebab itu
keandalan sebuah sistem transmisi sangat perlu ditingkatkan. Salah satu
permasalahan pada sistem transmisi adalah stabilitas tegangan. Masalah
stabilitas tegangan ini akan berdampak pada kualitas daya pada sistem tenaga
listrik. (Syiska, dkk. 2016 : 80)
Persamaan kedua dapat dinyatakan dimana jika arus pada rangkaian berubah-
ubah maka medan magnet yang ditimbulkan juga akan berubah ubah dan
apabila medan magnet yang ditimbulkan memiliki permeilitas yang konstan
maka banyaknya fluks gandeng berbanding lurus dengan arus sehingga
tegangan imbasnya sebanding dengan kecepatan perubahan arus. Hal ini
dapat dinyatan dengan persaman berikut :
2. Kapasitansi
Kapasitansi saluran transmisi adalah akibat beda potensial antara penghantar
(konduktor), kapasitansi menyebabkan penghantar tersebut bermuatan seperti
yang terjadi pada plat kapaistor bila terjadi beda potensial diantaranya.
Kapasitansi antara penghantar adalah muatan per unit beda potensial.
Kapasitansi antara penghantar sejajar adalah suatu konstanta yang tergantung
pada ukuran dan jarak pemisah dan penghantar. Untuk saluran daya yang
panjangnya kurang dari 80 km (50 mil), pengaruh kapasitansinya kecil dan
biasanya dapat diabaikan. Untuk saluran-saluran yang lebih panjang dengan
tegangan yang lebih tinggi, kapasistansinya menjadi bertambah kering.
3. Resistansi
Resistansi penghantar saluran transmisi adalah penyebab terpenting dari rugi
daya (power loss) pada saluran transmisi. Jika tidak ada keterangan lain maka
………………………………..(1.3)
D. Prosedur Percobaan.
1. Buatlah rangkian sistem seperti Gambar 1.2. dengan data saluran pada Tabel 1.1.,
2. Langkah-langkah untuk membuat rangkaian Gambar 1.1. adalah sebagai berikut:
Berdasarkan tabel diatas dapat dianalisa bahwa nilai daya aktif pada bus beban
diatur semakin meningkat dan daya aktif pada bus pembangkit diatur dengan nilai yang
konstan sehingga didapatkan nilai daya aktif pada bus slack semakin meningkat hal ini
dikarenakan bus slack atau bus referensi akan menyuplai daya aktif yang diberikan oleh
bus pembangkit ke bus beban.
Untuk nilai daya reaktif pada bus pembangkit nilai daya reaktif diatur semakin
meningkat dan didapatkan nilai daya reaktif pada bus slack semakin meurun hal ini
dikarenakan bus slack merupakan bus referensi yang akan menyerap daya reaktif.
Magnitude Tegangan (PU) yang diperoleh pada bus slack dan bus beban pembangkit
bernilai konstan 1, sehingga pada bus slack merupakan bus refrensi sehingga sudut
fasanya bernilai 0, dan pada bus pembangkit sudut fasanya bernilai semakin menurun.
Pada tabel 1.6 di atas dapat dilihat bahwa daya aktif pada bus pembangkit di ubah
ubah semakin meningkat yaitu, 50,70, dan 90. Saat daya aktif pada bus pembangkit
diatur 50 MW maka daya aktif pada slack bus didapatkan 1,081 MW hal ini karena daya
aktif pada bus beban diatur bernilai konstan atau tetap yaitu sebesar 50 MW dan
memiliki rugi daya pada saat menuju ke beban sehingga bus slack membantu untuk
menyuplai untuk menghindari rugi daya yang menuju ke bus beban. Sedangkan, daya
reaktif yang didapatkan pada sluck bus 42,511 Mvar dan pada bus beban bernilai konstan
yaitu 30 Mvar. Untuk nilai tegangan per unit yang didapatkan pada slack bus bernilai 1
dan pada bus beban bernilai 0.9809 dan untuk nilai sudut yang didapatkan pada bus
beban -0,258 dan slack bus bernilai 0, ini karena bus slack merupakan bus referensi yang
dimana berfungsi menanggung kekurangan daya pembangkitan setelah solusi aliran daya
diperoleh.
Pada tabel di atas juga saat daya aktif pada bus pembangkit diatur 70 MW maka daya
aktif pada bus slack yang -18,157 MW dan pada bus beban diatur konstan yaitu 50 MW
sama seperti percobaan sebelumnya, hal ini disebabkan karena bus beban di atur
menerima daya aktif 50 MW namun yang di bangkitkan oleh bus pembangkit lebih besar
sehingga bus slack sebagai pengatur daya yang masuk ke bus beban menyerap daya yang
berlebih yang di bangkitkan bus pembangkit sehingga nilai daya aktif pada bus slack
berpolaritas negatif. Sedangkan, daya reaktif yang didapatkan pada sluck bus 54,688
Mvar atau semakin meningkat dan pada bus beban bernilai konstan yaitu 30 Mvar.
Untuk nilai tegangan per unit yang didapatkan pada slack bus bernilai 1 dan pada bus
Gambar 1. Grafik Perubahan Daya Aktif Beban terhadap MW Bus Slack dan
Bus Pembangkit.
Berdasarkan gambar 1.8 dapat dianalisa bahwa saat daya aktif beban diatur
semakin meningkat, maka daya aktif yang dihasilkan di bus slack akan semakin
meningkat pula hal ini dikarenakan bus slack menyuplai kekurangan daya, sedangkan
daya aktif pada bus pembangkit bernilai konstan yaitu 50 MW karena diatur sebagai
nilai awal.
Gambar 1.10 Grafik Perubahan Daya Aktif Beban terhadap PU Bus Slack dan Bus
Pembangkit.
Berdasarkan gambar 1.10 dapat dianalisa bahwa saat daya aktif beban diatur
semakin besar, maka akan diperoleh magnitude tegangan (PU) pada bus slack dan
bus pembangkit akan bernilai konstan yaitu 1 hal ini dikarenakan bus slack
merupakan bus referensi. Sedangkan pada bus pembangkit akan mengalir arus yang
menyebabkan terjadinya perubahan tegangan yang mengakibatkan nilai PU pada bus
pembangkit konstan juga
Gambar 1.11 Grafik Perubahan Daya Aktif Beban terhadap Deg Bus Slack dan
Bus Pembangkit.
Berdasarkan gambar 1.11 dapat dianalisa bahwa pada saat daya aktif bus beban
diatur semakin meningkat dan sudut bus slack konstan, maka didapatkan nilai sudut
bus pembangkit semakin menurun. Hal tersebut dikarenakan bus slack merupakan
bus refrensi
Dari tabel di atas dapat di analisa bahwa daya reaktif pada bus beban diatur
50 Mvar sehingga didapatkan daya aktif slack bus sebesar 1,259 MW sedangkan bus
pembangkit sebesar 50 MW atau diatur konstan, karena bus slack merupakan bus
referensi maka tegangan daya aktif tetap 1 atau konstan. Untuk daya reaktif pada bus
slack didapatkan sebesar 55,738 Mvar dan bus pembangkit sebesar - 3,253 Mvar,
dimana bus beban yang mengatur besar kecilnya daya aktif dan reaktif pada bus
pembangkit dan bus slack. Dan untuk tegangan perunit pada bus slack dan bus
pembangkit yang bernilai konstan yaitu 1. Hal ini terjadi karena bus slack merupakan
bus yang berfungsi sebagai bus refrensi dan untuk bus pembangkit akan mengalir
arus yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan nilai tegangan sehingga tegangan
pada bus pembangkit akan tetap. Untuk nilai sudut pada bus slack konstan bernilai 0
dan untuk sudut pada bus pembangkit bernilai 1.228.Hal ini terjadi karena bus slack
yang merupakan bus referensi.
Sedangkan untuk tabel kedua di atas dapat dianalisa bahwa daya reaktif pada
bus beban diatur 60 Mvar sehingga didapatkan daya aktif slack bus sebesar 1.484
MW atau semakin meningkat sedangkan bus pembangkit sebesar 50 MW atau diatur
konstan, sehingga bus slack yang digunakan sebagai pengatur daya menuju ke bus
beban yang digunakan sebagai penambah daya aktif yang kurang dari bus
pembangkit menuju ke bus beban. Untuk daya reaktif pada bus slack didapatkan
sebesar 62,398 Mvar atau semakin meningkat dan bus pembangkit sebesar 6,648
Mvar atau fluktuatif, dimana bus beban yang mengatur besar kecil daya aktif dan
reaktif pada bus pembangkit dan bus slack. Dan untuk tegangan perunit pada bus
slack dan bus pembangkit yang bernilai konstan yaitu 1. Hal ini terjadi karena bus
slack merupakan bus yang berfungsi sebagai bus refrensi dan untuk bus pembangkit
akan mengalir kan arus yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan nilai tegangan
maka tegangan pada bus pembangkit akan tetap. Untuk nilai sudut pada bus slack
Berdasarkan grafik di atas dapat di analisa bahwa daya reaktif pada bus beban
yang diatur semakin meningkat maka didapatkan daya aktif pada bus pembangkit
bernilai konstan,hal ini disebabkan karena nilai daya aktif pada bus pembangkit telah
diatur dengan nilai yang telah ditentukan. Dan untuk daya aktif pada bus slack
didapatkan semakin meningkat, bus slack digunakan sebagai bus referensi.
Berdasarkan grafik diatas dapat dianalisa bahwa daya reaktif pada bus beban
semakin meningkat sehingga didapatkan daya reaktif pada bus slack dan bus
pembangkit semakin meningkat.Hal ini disebabkan bus pembangkit berfungsi
sebagai penyuplai kebutuhan daya reaktif yang dibutuhkan oleh bus beban sehingga
daya reaktif yang diterima oleh bus slack semakin besar
Berdasarkan grafik diatas dapat dianalisa bahwa daya reaktif pada bus beban
semakin meningkat sehingga didapatkan nilai sudut pada bus slack konstan bernilai 0
sedangkan untuk sudut pada bus pembangkit semakin kecil. Hal ini dikarekan bus
slack yang merupakan bus referensi.
B. Teori Dasar.
B.1 Pengertian Aliran Daya
Aliran daya adalah suatu perhitungan atau operasi hitung arus, daya aktif,
tegangan, dan daya reaktif dalam penyaluran sistem tenaga listrik di mana
dilakukan saat keadaan normal atau berjalan. Dilakukannya analisis mengenai
aliran daya diharapkan mampu menyelesaikan dan mengatasi permasalahan yang
ada pada sistem jaringan tenaga listrik. Permasalahan tersebut memiliki beberapa
faktor dan penyebab terjadinya yang tentu mempunyai cara penanganan yang
berbeda.
Analisis aliran daya digunakan dan diperlukan untuk melihat keadaan
pengoperasian sistem tenaga listrik sudah dalam keadaan baik dan optimal atau
belum, melalui operasi hitung aliran daya pada system tenaga listrik. Tujuan
utama penelitian dan simulasi ini adalah untuk menganalisa aliran daya agar
dapat menentukan sudut tegangan, magnitudo tegangan, aliran daya reaktif dan
aktif pada saluran, serta rugi daya yang berada pada system transmisi. Hasil
penelitian dan simulasi aliran daya dapat dijadikan referensi untuk
merencanakan dan mengoperasikan sistem, penjadwalan yang hemat biaya
pembangkitan, dan dapat dijadikan sebagai referensi untuk menganalisis
stabilitas transien serta studi kontingensi.
Dalam penyelesaian/studi aliran daya juga sangat dibutuhkan identitas
setiap bus yang ada dalam sistem, apakah bus tersebut sebagai sumber daya,
beban atau sebagai referensi bagi bus-bus lainnya yang akan menentukan
D. Prosedur Percobaan.
Langkah-langkah studi aliran daya menggunakan program MATPOWER
adalah sebagai berikut:
1. Persiapkan program MATPOWER yang sudah siap di jalankan pada MATLAB,
2. Buka file ”case 14.m”,
3. File ”case14.m” adalah file dari sistem tenaga listrik yang tediri dari 14 bus, 5
pembangkit, dengan bus 1 sebagai bus slack,
4. Tentukan metoda aliran daya yang akan digunakan dengan mengganti option
yang ada pada file ”mpoption.m”,
5. Untuk memilih metoda aliran daya yang digunakan melalui option pada file
”mpoption.m”, adalah dengan mengetikkan ”help mpoption” pada command
window MATLAB,
6. Sebagai contoh untuk studi aliran daya diselesaikan dengan menggunakan
metoda Newton Raphson:
7. >> mp=mpoption('pf.alg','NR');
runpf('case14',mp,'hasilcase14.m');
8. Hasil aliran daya dapat dilihat pada layar monitor dan tersimpan pada file
“hasil_case14.m”.
Berdasarkan tabel di atas dapat di analisa bahwa beban pada bus 8 di atur semakin
meningkat dari yaitu, 20%, 50%, 70%, dan 100%. Dimana beban ini digunakan untuk
membandingkan ketiga metode yaitu Newton Rhapson (NR), Fast Decouple (FDxb), dan
Gauss Siedel (GS). Dapat dilihat didapatkan pada metode GS membutuhkan waktu yang
cenderung lama konvergensi dibandingkan dengan dua metode lainnya, ini disebabkan
metode GS membutuhkan waktu iterasi yang lebih lama di bandingkan metode Newton
Rhapson (NR) dan Fast Decouple (FD XB).
Dari tabel diatas dapat dianalisa bahwa ketika jumlah saluran semakin di kurangi
maka dapat dibandingkan dari ketiga metode yaitu Newton Rhapson (NR), Fast
Decouple (FDxb), dan Gauss Siedel (GS). Didapatkan bahwa pada metode Gauss Siedel
(GS) lebih banyak membutuhkan waktu dalam konvergensi dibandingkan dengan
metode lainnya, hal ini terjadi karena metode GS lebih banyak membutuhkan iterasi
daripada pada metode Newton Rhapson (NR) dan Fast Decouple (FDxb). Sedangkan
iterasi yang didapatkan pada metode Gauss Siedel semakin menurun dengan jumlah
saluran yang semakin kecil.
Berdasarkan tabel diatas dapat dianalisa bahwa apabila jumlah saluran semakin
banyak maka dapat dibandingkan ketiga metode yaitu Newton Rhapson (NR), Fast
Decouple (FDXB), dan Gauss siedel (GS), didapatkan bahwa pada metode Gauss siedel
(GS) membutuhkan waktu cenderung terlama untuk mendapatkan konvergensi
dibandingkan dengan metode Newton Rhapson (NR) dan Fast Decouple (FD XB). Hal ini
dikarenakan metode Gauss siedel (GS) membutuhkan iterasi yang lebih banyak
dibandingkan dengan metode Newton Rhapson (NR) dan Fast Decouple (FD XB) untuk
mencapai konvergensi.
G. Kesimpulan