Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Struktur Sistem Tenaga Listrik


Suatu sistem tenaga listrik adalah satu kesatuan dari beberapa komponen
peralatan tenaga listrik yang saling dihubungkan dan di antaranya yang
utama adalah: pusat-pusat pembangkit, saluran transmisi, dan jaringan
sistem distribusi. Pusat-pusat pembangkit dan jaringan sistem distribusi
dihubungkan oleh saluran - saluran transmisi. Saluran-saluran transmisi
juga menghubungkan suatu sistem tenaga dengan sistem tenaga yang lain.
Saluran transmisi demikian disebut saluran interkoneksi atau saluran
pengikat (tie-line). Sistem distribusi menghubungkan semua beban-beban
di dalam suatu daerah tertentu ke saluran transmisi melalui suatu gardu
induk ( G.I).
Lokasi sentral-sentral air ditentukan oleh sumber air, sedangkan lokasi
sentral-sentral termal dengan bahan bakar batu bara lebih fleksibel. Dalam
hal ini ada dua alternatif, yaitu :
1. Pusat pembangkit dibangun dekat sumber batu bara dan energi
listrik dikirimkan ke pusat beban melalui saluran transmisi.
2. Pusat pembangkit dibangun dekat dengan pusat beban dan bahan
bakar batu bara dikirimkan dari sumbernya melalui alat-alat
transfortasi ( kapal laut, kereta api).
Dalam praktek, mengenai lokasi pusat pembangkit tergantung dari banyak
faktor : teknis, ekonomis dan lingkungan.
Pada umumnya adalah lebih ekonomis mengirimkan daya-daya besar
melalui saluran transmisi tegangan tinggi atau tegangan ekstra tinggi
(EHV) dibandinggkan dengan pengiriman batu bara.
Tenaga listrik yang dibangkitkan pada suatu pusat pembangkit biasanya
dibangkitkan pada tegangan 6 sampai 25 kV, dan dengan perantaraan
transformator tegangan ini dinaikkan pada tingkat tegangan transmisi dari
66 kV sampai 500 kV. Karena kemampuan penyaluran dari suatu saluran
transmisi adalah sebanding dengan pangkat dua dari tegangan maka
penelitian untuk menaikkan tegangan transmisi terus menerus dilakukan.
Di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, telah mulai beroperasi saluran
transmisi ekstra tinggi 500 kV (1984), yang menghubungkan PLTU
Suralaya di ujung barat Pulau Jawa sampai Krian dekat Surabaya.

1.2. Persoalan-persoalan Pada Sistem Tenaga Listrik


Persoalan-persoalan yang timbul pada sistem-sistem tenaga listrik meliputi
antara lain :
a. Aliran daya,
b. Pengiriman daya ekonomik atau operasi ekonomik (economic load
dispatch),
c. Gangguan-gangguan atau hubung singkat,
d. Kestabilan sistem bila timbul gangguan.
1.2.1. Analisis Aliran Daya
Analisis aliran daya bertujuan untuk :
a. Memeriksa tegangan dan pengaturan tegangan,
b. Memeriksa apakah peralatan-peralatan (transformator dan saluran
transmisi) cukup besar untuk menyalurkan daya yang diinginkan,
c. Untuk memperoleh kondisi mula untuk studi-studi atau analisis : operasi
ekonomik, hubung singkat, dan kestabilan, serta perencanaan
pengembangan sistem.
Studi atau analisis aliran daya ini merupakan studi yang paling dasar
dan paling penting dari semua macam studi dalam sistem tenaga. Oleh
karena itu penentuan data-data untuk studi ini harus seteliti mungkin.
1.2.2. Operasi Ekonomik Sistem Tenaga
Dalam sustu sistem tenaga listrik pada umumnya jumlah sentral atau pusat
pembangkit selalu lebih dari satu dan tiap sentral terdiri dari satu atau lebih
unit pembangkit atau generator.
Tujuan dari studi operasi ekonomik ini adalah :
a. Membuat jadwal daya keluar tiap-tiap generator yang ada dalam satu
sentral untuk memikul beban yang dijadwalkan kepada sentral tersebut,
dan,
b. Membuat jadwal daya keluar dari tiap-tiap sentral yang ada dalam
sistem untuk mencatu beban sistem sedemikian rupa, sehingga jumlah
biaya pembangkitan menjadi minimum.
Penjadwalan yang pertama disebut penjadwalan unit (unit commitment)
dan yang kedua disebut penjadwalan sentral (load dispatch).
1.2.3. Analisis Hubung Singkat
Suatu sistem tenaga selalu harus dilengkapi dengan alat-alat proteksi,
misalnya pemutus tenaga/daya dan relai-relai. Untuk menentukan
kapasitas pemutus tenaga dan untuk menentukan penyetelan relai perlu
diketahui besar arus hubung singkat pada suatu titik dalam sistem tenaga
dan besar aliran arus pada saluran. Jadi analisai hubung singkat itu
bertujuan untuk :
a. Memeriksa besar arus atau daya hubung singkat pada setiap rel yang
ada dalam sistem dan besar aliran arus/daya pada setiap saluran yang
terhubung pada rel yang bersangkutan. Dengan mengetahui besar arus
atau daya hubung singkat dapat ditentukan kapasitas alat pemutus
tenaga yang sesuai.
b. Memeriksa besar arus atau daya hubung singkat yang mengalir pada
setiap komponen sistem, sehingga berdasarkan ini kemudian dilakukan
koordinasi dari relai-relai (relays-coordination).
1.2.4. Analisis Kestabilan Peralihan
Bila terjadi gangguan pada sistem ada kemungkinan generator-generator
yang ada pada sistem keluar dari sistem.
Jadi analisis kestabilan peralihan bertujuan untuk memeriksa apakah
sistem tetap stabil atau tidak, bila terjadi gangguan.
Gangguan itu bisa berupa hubung singkat, penambahan beban yang besar
dan tiba-tiba atau pengurangan beban besar yang tiba-tiba.
BAB II
REFRESENTASI SISTEM TENAGA LISTRIK

2.1. Diagram Segaris ( Single Line Diagram )

Suatu sistem tenaga listrik 3 fasa seimbang selalu diselesesaikan sebagai


suatu rangkaian fasa tunggal yang terdiri dari salah satu fasa dari ketiga
fasanya dengan sebuah jalur kembali, yaitu netral. Kemudian diagram
semacam ini dibuat lebih sederhana dengan mengabaikan jalur kembali
atau netralnya dan dengan penunjukkan bagian – bagian komponen
dengan lambang standar sebagai pengganti rangkaian ekivalennya.
Parameter-parameter rangkaian tidak ditunjukkan, dan suatu saluran
transmisi disajikan dengan sepotong garis di antara kedua ujungnya.
Diagram semacam inilah yang disebut dengan diagram segaris ( Single
Line Diagram ).

G1 G3
T1 T2

G2 Load B

Load A

Gambar 2.1. Contoh Diagram Segaris Dari Suatu Sistem Daya

Pada contoh diagram segaris dari suatu sistem daya seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.1, dimana :

Generator no. 1 (G1) : 20.000 kVA; 6,6 kV; X” = 0,655 Ohm

Generator no. 2 (G2) : 10.000 kVA; 6,6 kV; X” = 1,31 Ohm

Generator no. 3 (G3) : 30.000 kVA; 3,8 kV; X” = 1,1452 Ohm

T1 dan T2 : 3 buah trafo 1 fasa yang dihubungkan 3 fasa; 10.000


kVA; (3,81/38,1) kV; X = 14,52 Ohm berpedoman
pada sisi tegangan tinggi.

Reaktansi saluran transmisi = 17,4 Ohm.

Beban A = 15.000 kW; 6,6 kV; faktor daya = 0,9 lagging.


Beban B = 30.000 kW; 3,81 kV; Faktor daya 0,9 lagging.

Diagram segaris ( Single Line Diagram ) ini dapat diuraikan sebagai berikut
:
Dua generator ditanahkan melalui reaktor, kedua generator ini dihubungkan
ke sebuah Rel (Bus) dan melalui sebuah transformator peningkat tegangan
terhubung ke suatu saluran transmisi.
Pada ujung saluran transmisi yang lain terdapat generator ketiga yang
ditanahkan melalui sebuah reactor, dihubungkan ke sebuah Rel (Bus)
melalui sebuah transformator daya. Masing-masing Rel dibebani dengan
sebuah beban.
Pada diagram segaris tersebut, juga tertera data-data beban, data-data
generator dan transformator, serta reaktansi-reaktansi pada komponen-
komponen rangkaian.
Dalam menghitung arus gangguan, resistansi pada umumnya diabaikan
sehingga tidak tercantum pada diagram segaris di atas, sedangkan dalam
melakukan studi aliran beban, resistansi harus diperhitungkan sehingga
harus dicantumkan dalam diagram segarisnya.
Reaktansi-reaktansi yang ada pada diagram segaris di atas dikenal sebagai
reaktansi subperalihan ( subtransient reaktances).
Studi-studi dalam mesin arus bolak-balik membuktikan bahwa arus yang
mengalir segera setelah timbulnya suatu gangguan tergantung kepada nilai
reaktansi dalam generator dan motor yang berbeda dengan nilai yang
digunakan dalam rangkaian setara (equivalent) generator dalam keadaan
tetap (steady state).
Perlu diketahui bahwa reaktansi dalam rangkaian setara suatu mesin
berputar adalah dalam hubungan seri dengan suatu G.G.L (e.m.f) yang
dibangkitkan.

2.2. Diagram Impedansi dan Diagram Reaktansi


Untuk mengetahui sifat atau keadaan suatu sistem tenaga listrik pada
keadaan berbeban ataupun pada saat timbulnya gangguan maka diagram
segaris harus dirubah dahulu menjadi diagram impedansi yang
menunjukkan rangkaian setara dari setiap komponen dilihat dari sisi
transformator.

E1 E2 E3

Load A Saluran Transmisi Load B


Generator 1 dan 2 Transformator 1 Transformator 2

Gambar 2.2. Diagram Impedansi dari Diagram Segaris yang


ditunjukkan pada gambar 2.1.

Pada gambar diagram impedansi di atas, yang mana saluran transmisi


digambarkan dengan nominal PI (π) dengan resistansi dan reaktansi
induktif total dari saluran transmisi ditempatkan secara seri, sedang
kapasitansi total ke netral dibagi dua dan ditempatkan secara parallel.
Resistansi; reaktansi bocor dan bagian magnetisasi dari masing-masing
transformator T1 dan T2 digambarkan dengan tahanan dan induktansinya
secara paralel.
Setiap generator digambarkan dengan e.m.f ( E ) seri dengan tahanan
dalam masing-masing generator.
Bila yang akan kita lakukan adalah studi aliran beban, maka beban A dan
beban B (beban lagging) digambarkan dengan tahanan yang dihubungkan
seri dengan reaktansi induktif.
Suatu hal yang perlu dicatat bahwa dalam diagram impedansi ini, tidak
mengikut sertakan impedansi (baik tahanan maupun induktansi) yang
digunakan untuk menghubungkan netral generator dengan tanah, karena
pada keadaan seimbang tidak ada arus yang mengalir dan netral generator
dan netral sistem ada pada potensial yang sama.
Kemudian arus magnetisasi transformator juga sangat kecil sekali
dibandingkan dengan arus beban penuh, maka impedansi magnetisasi ini
dapat dabaikan dalam rangkaian ekivalen transformator.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam perhitungan arus gangguan
resistansi selalu diabaikan, walaupun dengan mengabaikan resistansi ini
tentu akan membuat error (sedikit kurang tepat), tetapi hal ini masih akan
cukup memuaskan mengingat reaktansi dari system tenaga sangat jauh
lebih besar bila dibandingkan dengan tahanannya.
Kemudian karena impedansi adalah merupakan penjumlahan vector antara
resistansi dengan reaktansi, sehingga impedansi ini adalah hampir sama
dengan reaktansi.
Beban selain mesin listrik berputar hanya mempunyai sedikit pengaruh
pada arus gangguan dan beban ini selalu diabaikan, akan tetapi beban
yang berupa motor sinkron harus dimasukan dalam perhitungan atau
diagram mengingat e.m.f yang dibangkitkan akan menymbang arus hubung
singkat.
Kalau yang dihitung adalah arus gangguan yang timbul segera setelah
terjadinya gangguan, maka pada diagram impedansi motor-motor induksi
dicantumkan dengan e.m.f yang dihubungkan seri dengan reaktansi
induktifnya. Tetapi bila yang akan dihitung atau dianalisa adalah arus
gangguan beberapa putaran (cycle) sesudah gangguan terjadi, motor-motor
induksi diabaikan karena arus yang yang disumbnagkan oleh suatu motor
induksi akan hilang (menuju harga nol) dengan sangat cepat sesudah
motor induksi ini terhubung singkat.
Jadi bila dijadikan penyederhanaan dalam menghitung arus gangguan
dengan mengabaikan semua beban statis, semua resistansi, arus
magnetisasi dari masing-masing transformator, kapasitansi saluran
transmisi, maka diagram impedansi akan berubah menjadi diagram
reaktansi seperti ditunjukkan pada gambar diagram berikut ini.
X t1 X trans X t2
T1 Transmisi T2
X g1 X g2 X g3

G1 G2 G3

Gambar 2.3. Diagram Reaktansi yang diperoleh dari gambar 2.2


Pada gambar diagram reaktansi seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3
di atas dimana :
a. Beban diabaikan karena beban statis, dimana beban tersebut tidak
mensuplai arus pada saat terjadi hubung singkat.
b. Kapasitansi diabaikan karena adanya gangguan.
c. Tahanan (resistansi) diabaikan karena harganya sangat kecil.

Setelah membahas cara merubah diagram segaris menjadi diagram


impedansi dan kemudian disederhanakan lagi menjadi diagram reaktansi,
selanjutnya bagaimana cara untuk mengisi angka-angka yang mewakili
besarnya parameter yang ada pada diagram reaktansi (lihat gambar 2.3).
Telah diketahui pada transformator bahwa dengan mengabaikan arus
magnetisasi, maka rangkaian sekunder transformator dapat dipindahkan ke
rangkaian primer dengan mengalikan impedansi itu dengan pangkat dua
perbandingan lilitan kumparan primer terhadap lilitan pada kumparan
sekunder.
Dalam hal ini reaktansi tegangan rendah transformator dapat dipindahkan
ke sisi tegangan tinggi dengan perbandingan kwadrat dari perbandingan
belitannya.
- Impedansi yang terlihat dalam diagram segaris seperti ditunjukkan pada
gambar 2.1 adalah dipandang dari sisi tegangan tinggi, sehingga
reaktansi saluran transmisi langsung dapat dituliskan pada diagram
reaktansinya karena sepanjang saluran transmisi tegangannya adalah
sama dengan tegangan transformatornya.
- Kemudian seperti diketahui pada data-data sebelumnya bahwa
impedansi transformator sudah dilihat dari sisi tegangan tinggi, sehingga
angka-angka untuk reaktansi transformator dapat dituliskan langsung
pada parameter rangkaian reaktansinya.
- Pada diagram segaris seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1,
masing-masing fasa generator 1 (G1) mempunyai reaktansi
substransient sebesar 0,655 Ω, reaktansi ini tersambung pada sisi
tegangan rendah transformator yang tegangan fasa ke fasanya (line to
line) sebesar 6,6 kV, yang berarti tegangan fasa ke netralnya adalah
6,6
sebesar : ( ) 𝑘𝑉 = 3,81 𝑘𝑉
√3

Kemudian dari teori transformator juga diketahui bahwa reaktansi ini bila
dilihat dari sisi tegangan tinggi (yang sementara dianggap sebagai patokan)
maka cukup dikalikan dengan kwadrat dari perbandingan belitannya (lihat
gambar 2.4).

6,6 kV 66 kV

3,81 kV 38,1 kV

Gambar 2.4.a. Skema rangkaian tiga fasa pada gambar 2.1 yang
menunjukkan generator 1 dengan trafo T1
Jadi bila dilihat dari sisi tegangan tinggi transformatornya, besarnya
reaktansi G1 ini adalah :
38,1 2
𝑋𝑔1 = (3,81) 𝑥 0,655 Ω = 65,5 Ω

Untuk reaktansi generator G2 dicari dengan cara yang sama, maka


diperoleh :
38,1 2
𝑋𝑔2 = (3,81) 𝑥 1,31 Ω = 131 Ω
Tetapi pada generator G3, ada sedikit perbedaan mengingat seperti terlihat
dalam diagram segaris pada gambar 2.1, dimana sisi tegangan rendah
transformatornya dalam hubungan delta.

3,81 kV
66 kV

38,1 kV
3,81 kV 0,1452 Ω

Gambar 2.4.b. Skema rangkaian tiga fasa pada gambar 2.1 yang
menunjukkan generator G3 dengan trafo T2

Pada gambar 2.4.b. di atas terlihat hubungan yang sebenarnya, dimana


belitan generator G3 yang terhubung Y disambungkan dengan belitan
tegangan rendah transformator T2 yang terhubung delta.
Transformator dengan hubungan Y – Δ ini dapat dirubah menjadi rangkaian
setara (equivalent) 3 buah transformator 1 fasa yang dihubungkan Y – Y
seperti terlihat pada gambar 2.4.c. di bawah ini.

66 kV 3,81 kV

38,1 kV 2,2 kV
0,1452 Ω

Gambar 2.4.c. Bagian rangkaian tiga fasa pada gambar 2.1 yang
menunjukkan generator G3 dengan setara Transformator
T3.
Dalam rangkaian setara 3 buah transformator 1 fasa yang dihubungkan Y –
Y seperti terlihat pada gambar 2.4.c. di atas, dimana perbandingan belitan
tiap fasanya adalah :

3,81 38,1
38,1 ∶ atau 𝑘𝑉
√3 2,2

Sehingga dengan berpedoman pada gambar 2.4.c. di atas, bila reaktansi


generator G3 dilihat dari tegangan tinggi adalah sebesar :

38,1 2
𝑋𝑔3 = ( 2,2 ) 𝑥 0,1452 Ω = 43,56 Ω

Jadi parameter-parameter untuk diagram reaktansi dari diagram segaris


pada gambar 2.1 adalah :
X g1 = j65,5 Ω
X g2 = j131 Ω
X g3 = j43,56 Ω
X trafo 1 = j14,52 Ω
X trafo 2 = j14,52 Ω
X transmisi = j17,4 Ω

Maka diagram reaktansi pada gamabar 2.3 bila dicantumkan harga-harga


reaktansinya menjadi :

J14,52 Ω J17,4 Ω J14,52 Ω

T1 Transmisi T2
J 65,5 Ω J131 Ω J43,56 Ω

E1 E2 E3

Gambar 2.5. Diagram reaktansi dengan harga – harga reaktansi untuk


diagram segaris pada gambar 2.1
1.3. Besaran Per Satuan (Per Unit)

Besaran tegangan, arus, kVA dan impedansi pada suatu rangkaian


umumnya dinyatakan dalam persen atau per unit pada suatu dasar (base)
yang dipilih atau harga referensi untuk besaran-besaran ini.
Contoh :
Bila terdapat suatu harga tegangan sebesar 108 kV akan dinyatakan dalam
besaran per satuan atau per unit dengan berpatokan pada harga dasar
(base) tegangan sebesar 120 kV, maka tegangan sebesar 108 kV tadi
adalah :

108 𝑘𝑉
= 0,9 𝑝. 𝑢 𝑎𝑡𝑎𝑢 90 %
120 𝑘𝑉

Tegangan 120 kVadalah 1 p.u atau 100 %, maka untuk tegangan sebesar
126 kV bila dinyatakan dalam besaran per unit (p.u) atau persen dengan
berpatokan pada harga dasar tegangan 120 kV adalah :

126 𝑘𝑉
= 1,05 𝑝. 𝑢 𝑎𝑡𝑎𝑢 105 %
120 𝑘𝑉

Besaran per unit dari besaran-besaran listrik ini didefinisikan sebagai :

Perbandingan besaran itu sendiri terhadap besaran dasarnya (base)

Perbandingan ini jika dalam persen adalah 100 kali harga per unit (p.u).

Kedua besaran p.u dan persen ini akan mempermudah perhitungan-


perhitungan selanjutnya, sedangkan dengan besaran per unit sedikit lebih
menguntungkan dibanding dengan per sen mengingat harga besaran
dalam p.u. adalah perbandingan langsung harga besaran sebenarnya
dengan harga dasar (base), tetapi bila dalam per sen harus dikalikan 100
terlebih dahulu.
Keempat besaran, yatu tegangan, arus, kVA, dan impedansi jelas saling
berhubungan, sehingga bila harga dasar (base) dari dua besaran tersebut
telah diperoleh maka dasar untuk dua besaran lainnya dapat ditentukan.

Misalnya bila dasar tegangan dan dasar arus telah ditentukan, maka dasar
untuk kVA dan dasar untuk impedansi dapat dihitung. Dasar impedansi ini
adalah impedansi yang akan memberikan drop tegangan yang sama
dengan tegangan dasar bila dialiri arus sebesar harga dasar arus.

Sedangkan dasar kVA adalah perkalian antara base tegangan (kV) dengan
dasar arus (Amper).

Pada umumnya yang dipakai adalah base kVA dan base tegangan (kV)
untuk dipilih sebagi referensi dalam penetapan base-base (dasar-dasar)
lainnya.

Untuk system satu fasa atau 3 fasa, bila arus dianggap arus fasa (arus line)
dan tegangan dianggap tegangan line to netral dan kVA dianggap kVA per
fasanya, maka didapat besaran-besaran per unit sebagai berikut :

𝑘𝑉𝐴,1∅
1. 𝐵𝑎𝑠𝑒 𝑎𝑟𝑢𝑠 (𝐴) = 𝐵𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 (𝑘𝑉
𝐿−𝑁 )

𝐵𝑎𝑠𝑒 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 (𝑘𝑉𝐿−𝑁 )


2. 𝐵𝑎𝑠𝑒 𝑖𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 = 𝐵𝑎𝑠𝑒 𝐴𝑟𝑢𝑠 (𝐴)

(𝐵𝑎𝑠𝑒 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑘𝑉𝐿−𝑁 )2


3. 𝐵𝑎𝑠𝑒 𝑖𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 1000
𝐵𝑎𝑠𝑒 𝑘𝑉𝐴 1∅

(𝐵𝑎𝑠𝑒 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑘𝑉𝐿−𝑁 )2


4. 𝐵𝑎𝑠𝑒 𝑖𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 = 𝐵𝑎𝑠𝑒 𝑀𝑉𝐴 1∅

5. 𝐵𝑎𝑠𝑒 𝐷𝑎𝑦𝑎, 𝑘𝑊 1∅ = 𝐵𝑎𝑠𝑒 𝑘𝑉𝐴 1∅


6. 𝐵𝑎𝑠𝑒 𝐷𝑎𝑦𝑎, 𝑀𝑊 1∅ = 𝐵𝑎𝑠𝑒 𝑀𝑉𝐴 1∅
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝐼𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎 (Ω)
7. 𝐵𝑒𝑠𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑝. 𝑢. 𝐼𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 = 𝐵𝑎𝑠𝑒 𝐼𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 (Ω)

Pada persamaan-persamaan ini tanda 1Φ menandakan per fasa dan tanda


L-N menandakan fasa ke netral, bila persamaan-persamaan tersebut
digunakan untuk rangkaian 3 fasa.
Sedangkan bila persamaan-persamaan tersebut digunakan untuk
rangkaian1Φ, kVL-N adalah tegangan melalui kedua terminalnya, atau
tegangan fasa ke netral jika satu sisi ditanahkan.
Tetapi karena rangkaian-rangkaian 3 fasa disajikan dengan 1 fasa dengan
netral kembali, maka base (dasar) untuk besaran-besaran pada diagram
impedansi adalah :
kVA per fasa dan kV fasa ke netral
Kemudian data-data pada pelat nama peralatan adalah kVA total 3 fasa
atau MVA 3 fasa dengan tegangan fasa ke fasa dalam kV.
Karena kebiasaan untuk memberikan tegangan line to line (fasa ke fasa)
dan kVA atau MVA total dapat menimbulkan kebingungan mengenai
hubungan antar nilai per unit tegangan line dan tegangan fasa.
Meskipun tegangan line dapat dianggap sebagai dasar, tegangan yang
diperlukan untuk penyelesaian pada rangkaian fasa tunggal masih tetap
tegangan fasa ke netral.
Dasar tegangan fasa ke netral adalah dasar tegangan antara fasa ke fasa
dibagi √3 .
Karena nilai ini juga merupakan perbandingan antara tegangan fasa ke fasa
terhadap tegangan fasa ke netral dalam suatu system 3 fasa yang
setimbang. Nilai per unit suatu tegangan fasa ke netral pada dasar
tegangan fasa ke netral sama dengan nilai per unit suatu tegangan fasa ke
fasa pada titik yang sama, dengan dasar tegangan fasa ke fasa bila system
itu setimbang.
Demikian pula kVA 3 fasa adalah 3 kali kVA 1 fasa. Sehingga harga per
unit kVA 3 fasa pada dasar kVA 3 fasa adalah sama dengan harga per unit
kVA 1 fasa dengan dasar kVA per fasa.

Contoh :
Dasar kVA 3 fasa = 30000 kVA
Dasar kVL-L = 120 kV
30000 𝑘𝑉𝐴
𝐷𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑘𝑉𝐴 1∅ = = 10000 𝑘𝑉𝐴
3
120
𝐷𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑘𝑉𝐿−𝑁 = = 69,2 𝑘𝑉
√3
Untuk tegangan fasa ke fasa yang sebenarnya 108 kV, maka tegangan
fasa ke netral adalah :
108
= 62,3 𝑘𝑉
√3
108 62,3
𝑇𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡 = = = 0,9 𝑝. 𝑢
120 69,2
Untuk daya 3 fasa keseluruhan sebesar 18000 kW, maka daya per fasa
adalah = 6000 kW, dan
18000 6000
𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡 = = 0,6 𝑝. 𝑢
30000 10000
Untuk harga MW dan MVA dapat disubstitusikan seperti kW atau kVA di
atas.
Impedansi dasar dan arus dasar dapat dihitung langsung dari harga kV
dasar dank VA dasar.
Bila kita anggap kVA dasar adalah untuk kVA total 3 fasa dan kVA dasar
untuk kV fasa ke fasa, maka diperoleh :

𝑘𝑉𝐴 3∅ 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟
8. 𝐴𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 (𝑏𝑎𝑠𝑒 𝑎𝑟𝑢𝑠) = 𝐴𝑚𝑝𝑒𝑟
√3 𝑥 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟,𝑘𝑉𝐿−𝐿
2
𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟,𝑘𝑉𝐿−𝐿
( ⁄ ) 𝑥 1000
√3
9. 𝐼𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 = 𝑘𝑉𝐴 3∅ 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟⁄
3
(𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟,𝑘𝑉𝐿−𝐿 )2 𝑥 1000
10. 𝐼𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑘𝑉𝐴 3∅ 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟
(𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟,𝑘𝑉𝐿−𝐿 )2
11. 𝐼𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 = 𝑀𝑉𝐴 3∅ 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟

Untuk contoh pada diagram segaris seperti yang ditunjukkan pada gambar
2.1, yang mana nilai-nilai reaktansinya dinyatakan dalam Ohm, bila nilai-
nilai reaktansi tersebut dirubah menjadi per unit adalah sebagai berikut :
Dengan memilih MVA dasar = 30 MVA
kV dasar = 66 kV
Maka :
(𝑘𝑉𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟)2
𝐼𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 =
𝑀𝑉𝐴 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟
(66 𝑘𝑉)2
= = 145,2 𝑂ℎ𝑚
30 𝑀𝑉𝐴

Sehingga contoh pada gambar 2.1, bila reaktansi-reaktansinya dinyatakan


dalam p.u.
𝑗65,5 Ω
𝑋𝑔1 = = 𝑗0,45 𝑝. 𝑢
145,2 Ω

𝑗131 Ω
𝑋𝑔2 = = 𝑗0,9 𝑝. 𝑢
145,2 Ω

𝑗14,52 Ω
𝑋𝑡𝑟𝑎𝑓𝑜 1 = = 𝑗0,1 𝑝. 𝑢
145,2 Ω

𝑗17,4 Ω
𝑋𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑚𝑖𝑠𝑖 = = 𝑗0,12 𝑝. 𝑢
145,2 Ω

𝑗14,52 Ω
𝑋𝑡𝑟𝑎𝑓𝑜 2 = = 𝑗0,1 𝑝. 𝑢
145,2 Ω

𝑗43,56Ω
𝑋𝑔3 = = 𝑗0,3 𝑝. 𝑢
145,2 Ω

j 0,1 p.u J 0,12 p.u j 0,1 p.u


T1 Transmisi T2
j 0,45 p.u j 0,9 p.u j 0,3 p.u

E1 E2 E3

1.4. Merubah Dasar Besaran Per Unit


Kadang-kadang impedansi per unit suatu peralatan dalam suatu system tenaga
listrik dinyatakan dengan dasar yang berbeda dari yang dipilih sebagai dasar pada
bagian system dimana peralatan tersebut dioperasikan.
Karena dalam melakukan perhitungan dimana semua impedansi dalam setiap
bagian pada suatu system harus dinyatakan pada dasar yang sama, maka
diperlukan suatu cara untuk merubah impedansi per unit dari suatu dasar (base)
ke dasar yang lain.
[𝐼𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎 (Ω)] 𝑥 [𝑘𝑉𝐴 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟]
𝑍 𝑝. 𝑢 =
[𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 (𝑘𝑉)] 𝑥 1000

Untuk mengubah dari impedansi per unit dengan suatu dasar yang telah diberikan
ke impedansi per unit dengan dasar yang baru, berlaku persamaan berikut :


𝑘𝑉 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 2 𝑘𝑉𝐴′ 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟
𝑍 𝑝. 𝑢 = 𝑍𝑝. 𝑢 [ ′ ] 𝑥[ ]
𝑘𝑉 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑘𝑉𝐴 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟
Dimana : tanda aksen ( ‘ ) menyatakan besaran-besaran dasar yang baru.
Z p.u = impedansi p.u pada dasar yang lama
Z’p.u = impedansi p.u pada dasar yang baru
kV dasar = tegangan dasar yang lama
kV’ dasar = tegangan dasar yang baru
kVA dasar = kVA dasar yang lama
kVA’ dasar = kVA dasar yang baru
Contoh :
Suatu generator dengan reaktansi X” = 0,2 p.u berdasarkan teraan (rating)
generator pada papan namanya dengan besaran tegangan 13,2 kV; 30000 kVA.
Bila generator ini dihubungkan ke suatu system yang mana dasar (base) dalam
perhitungan telah dipilih pada system ini adalah 13,8 kV dan 50000 kVA.
Tentukan X” generator tersebut pada dasar yang baru.
Penyelesaian :
𝑘𝑉 2 𝑘𝑉𝐴′
𝑍 ′ 𝑝. 𝑢 = 𝑍𝑝. 𝑢 [ ] 𝑥[ ]
𝑘𝑉 ′ 𝑘𝑉𝐴
13,2 2 50000
= 0,2 ( ) 𝑥
13,8 30000
= 𝑗 0,306
1.5. Pemilihan Dasar Untuk Besaran Per Unit
Pemilihan harga-harga dasar kVA dan kV dimaksudkan untuk mengurangi
pekerjaan yang diperlukan dalam perhitungan. Sehingga dengan memilih
dasar yang tepat, maka hanya sedikit besaran-besaran p.u yang telah
diketahui yang perlu dirubah ke suatu dasar yang baru dan hal ini akan
banyak menghemat waktu dalam perhitungan.
Bila resistansi dan reaktansi suatu peralatan diberikan oleh pabrik dalam
persen atau per unit, dasar yang dipakai adalah kVA dan kV teraan(rating)
alat itu.
Karena motor-motor biasanya ditera dalam istilah daya kuda (HP) dan
tegangan, maka kVA teraan hanya dapat diperoleh bila efisiensi dan faktor
daya tidak diketahui.
Hubungan daya kuda (HP) dengan kVA berikut ini diturunkan berdasarkan
nilai rata-rata untuk jenis motor tertentu.
 Motor-motor induksi :
kVA = daya kuda (HP)
 Motor-motor serempak :
 Dengan factor daya 1
kVA = 0,85 x HP
 Dengan factor daya 0,8
kVA = 1,10 x HP

Nilai-nilai resistansi dan reaktansi bocor dalam Ohm suatu transformator


tergantung apakah nilai-nilai Ohm itu diukur pada sisi tegangan tinggi atau
sisi tegangan rendah pada transformator tersebut.
Bila nilai-nilai resistansi dan reaktansi di atas dinyatakan dalam per unit,
kVA dasarnya adalah kVA teraan transformator itu.
Tegangan dasarnya adalah teraan tegangan kumparan tegangan rendah
bila nilai resistansi dan reaktansi bocornya dalam Ohm berpedoman pada
sisi tegangan rendah transformator, dan teraan tegangan kumparan
tegangan tinggi bila menurut sisi tegangan tinggi transformator teesebut.
Impedansi suatu transformator dalam p.u akan tetap sama apakah nilai
impedansi itu dalam Ohm-nya ditinjau menurut sisi tegangan tinggi atau sisi
tegangan rendah dari transformator yang bersangkutan.

Contoh :
110
1. Sebuah transformator 1 fasa mempunyai teraan (440) 𝑉𝑜𝑙𝑡, 2,5 kVA.

Reaktansi bocor yang diukur menurut sisi tegangan rendah adalah 0,06
Ω.
Tentukan reaktansi bocor transformator ini dalam p.u

Penyelesaian :

(0,110)2 𝑥 1000
X dasar tegangan rendah = = 4,84 Ω
2,5
0,06
𝑋 𝑝. 𝑢 = = 0,0124 𝑝. 𝑢
4,84

Bila reaktansi bocor itu diukur menurut sisi tegangan tinggi, harganya
menjadi :
440 2
𝑋 = 0,06 ( ) = 0,96 Ω
110
(0,440)2 𝑥 1000
X dasar sisi tegangan tinggi = = 77,5 Ω
2,5
0,96
𝑋 𝑝. 𝑢 = = 0,0124 𝑝. 𝑢
77,5

2. Tiga bagian suatu sistem tenaga listrik fasa tunggal ditunjukkan sebagai
A, B dan C, serta dihubungkan antara yang satu dengan yang lain
melalui transformator.
Transformator-transformator itu mempunyai teraan sebagai berikut :
A – B, 10000 kVA, 13,8 – 138 kV, reaktansi 10 %.
B – C, 10000 kVA, 69 – 138 kV, reaktansi 8 %.
Bila untuk rangkaian B dipilih sebagai dasar 10000 kVA, 138 kV,
tentukan impedansi per unit beban resistif 300 Ω dalam rangkaian C
menurut rangkaian-rangkaian C, B, dan A.
Gambarlah diagram impedansi dengan mengabaikan arus magnetisasi,
resistansi-resistansi transformator dan impedansi saluran.

Penyelesaian :

1 - 10 2-1

A B C 300 Ω

A-B B-C
10 MVA 10 MVA
13,8 / 138 kV 69 / 138 kV
X = 0,1 p.u X = 0,08 p.u

13,8
Tegangan dasar untuk rangkaian A = 𝑥 138 𝑘𝑉
138
= 138 𝑘𝑉
69
Tegangan dasar untuk rangkaian C = 138 𝑥 138 𝑘𝑉

= 69 𝑘𝑉
(𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑘𝑉𝐿−𝑁 )2
Impedansi dasar rangkaian C = 𝑥 1000
𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑘𝑉𝐴 1∅

692 𝑥 1000
= = 476 Ω
10000
300
Impedansi pada rangkaian C dalam p.u = 476 = 0,63 𝑝. 𝑢

Karena pemilihan dasar pada berbagai bagian system telah ditentukan


berdasarkan perbandingan lilitan transformator, impedansi per unit beban menurut
setiap bagian akan tetap sama.
(138)2
Impedansi dasar rangkaian B = 𝑥 1000 = 1904 Ω
10000

Impedansi beban menurut rangkaian B

138 2
= 300 𝑥 ( 69 ) = 1200 Ω

1200 Ω
Impedansi p.u beban menurut B = = 0,63 𝑝. 𝑢
1904Ω
(13,8)2
Impedansi dasar rangkaian A = 𝑥 1000 = 19,04 Ω
10000

Impedansi beban menurut rangkaian A

138 2 13,8 2
= 300 𝑥 ( ) 𝑥 ( ) = 12 Ω
69 138
12 Ω
Impedansi p.u beban menurut A = = 0,63 𝑝. 𝑢
19Ω

Diagram impedansi dengan impedansi-impedansi dinyatakan dalam per unit (p.u)

j 0,1 j 0,08

0,63 + j 0

Pemilihan dasar yang tepat membuat nilai per unit (p.u) resistansi dan
reakatansibocor untuk suatu transformator sama, baik untuk sisi tegangan rendah
maupun untuk sisi tegangan tinggi tanpa memandang hubungan tiga fasanya ( Y –
Y; Δ – Δ; atau Δ – Y).
Sebagai contoh tinjau suatu transformator 3 fasa dengan teraan 10000 kVA, 138
Y – 13,8 Δ) kV dengan suatu reaktansi bocor 10 % dan tentukan suatau dasar
10000 kVA, 13,8 kV pada sisi tegangan tinggi.
Resistansi dan reaktansi bocor suatu transformator diukur baik untuk kumparan
tegangan tinggi maupun untuk kumparan tegangan rendah bersama-sama dengan
mengukur impedansi pada salah satu sisi bila sisi ynag lain dihubung singkat.
R dan X yang diukur adalah jumlah nilai-nilai tegangan tinggi dan tegangan
rendah menurut sisi transformator dimana pengukuran dilakukan. Karena dalam
pengukuran dengan dasar saluran ke netral pada salah satu fasa pada sisi Y atau
Y setara untuk sisi Δ.
Bila reaktansi bocor diberikan sebesar 10 %, reaktansi terukur pada masing-
masing fasa ke netral pada sisi tegangan tinggi adalah :
(138 𝑘𝑉)2
0,1 = 190,4 Ω
10 𝑀𝑉𝐴

Perbandingan lilitan kumparan-kumparannya adalah :


138⁄
√3 = 5,77
13,8
Bila reaktansi kumparan tegangan rendah diukur dengan hubung singkat pada sisi
tegangan tnggi nilainya adalah :

1 2
190,4 (5,77) = 5,72 Ω

Tetapi karena kumparan-kumparan tegangan rendah ini dihubungkan secara Δ,


nilai saluran ke netral pada rangkaian setara, yaitu reaktansi per fasa Y setaranya
5,72
adalah : Ω
3

Tegangan dasar pada sisi transformator ini adalah : 13,8 kV dan reaktansi per
5,72 10 𝑀𝑉𝐴
unitnya adalah : Ω 𝑥 (13,8 𝑘𝑉)2 = 0,1 𝑝. 𝑢
3

Harga 0,1 p.u di atas sama seperti nilai per unit pada sisi Y.

Bila sisi tegangan rendah dihubungkan secara Y, teraan yang baru adalah :

10000 𝑘𝑉𝐴; 138 − 23,9 𝑘𝑉

Maka dasar tegangan untuk sisi tegangan rendah adalah 23,9 kV dan sekarang
nilai reaktansi saluran ke netral dalam Ohm adalah 5,72 yang bila dinyatakan
dalam per unit
adalah :
10 𝑀𝑉𝐴
5,72 Ω = 0,1 𝑝. 𝑢
(23,9 𝑘𝑉)2
dan nilai 0,1 p.u di atas juga sama seperti nilai per unit pada sisi Y.

Contoh Soal
Suatu generator tiga fasa 30000 kVA; 13,8 kV mempunyai suatu reaktansi
subperalihan sebesar 15 %. Generator ini mensuplai dua motor melalui suatu
saluran transmisi yang mempunyai transformator pada kedua ujungnya, seperti
ditunjukkan pada gambar diagram segaris di bawah ini.
p
T1 T2
k l m n

Motor-motor tersebut mempunyai masukan teraan 20000 dan 10000 kVA,


keduanya 12,5 kV dengan X” = 20 %. Transformator T 1 mempunyai teraan 35000
kVA, (13,2 Δ – 115 Y) kV dengan reaktansi bocor 10 %. Transformator T 2 terdiri
dari tiga transformator fasa tunggal yang masing-masing mempunyai teraan
10000 kVA, (12,5 – 67) kV dengan reaktansi bocor 10 %. Reaktansi seri saluran
transmisi adalah 80 Ω.
Gambarlah diagram reaktansi dengan semua reaktansinya dinyatakan dalam per
unit. Pilih teraan generator sebagai dasar dalam rangkaian generator.

Penyelesaian
Transformator T2, terdiri dari 3 buah transformator 1 fasa yang dihubungkan 3
fasa.
Teraan tiga fasa transformator T2 = 3 x 10000 kVA
= 30000 kVA
Perbandingan tegangan antar salurannya :
= (12,5 − √3 𝑥 67)𝑘𝑉
= (12,5 − 116)𝑘𝑉
Dasar dalam rangkaian generator = 30000 kVA; 13,8 kV, untuk seluruh bagian
system kVA dasar adalah 30000 kVA dengan dasar tegangan adalah :
Dalam saluran transmisi :
115
13,8 𝑘𝑉 𝑥 = 120,2 ≈ 120 𝑘𝑉
13,2
Dalam rangkaian motor :
12,5
120 𝑘𝑉 𝑥 = 12,93 𝑘𝑉 ≈ 12,9 𝑘𝑉
116
Reaktansi-reaktansi transformator setelah dirubah ke dalam yang sesuai adalah :
Transformator T1 :
30000 𝑘𝑉𝐴 13,2 𝑘𝑉 2
𝑋 = 0,1 ( ) = 0,0784 𝑝. 𝑢
35000 𝑘𝑉𝐴 13,8 𝑘𝑉
Transformator T2 :
30000 𝑘𝑉𝐴 12,5 𝑘𝑉 2
𝑋 = 0,1 ( ) = 0,0940 𝑝. 𝑢
30000 𝑘𝑉𝐴 12,9 𝑘𝑉
Impedansi dasar saluran transmisi adalah :
(120 𝑘𝑉)2 𝑥 1000
= = 480 Ω
30000 𝑘𝑉𝐴
Impedansi saluran transmisi dalam per unit (p.u)
80 Ω
= = 0,167 𝑝. 𝑢
480 Ω
Reaktansi motor 1 (Xm1) :
30000 𝑘𝑉𝐴 12,5 𝑘𝑉 2
𝑋𝑚1 = 0,2 ( ) = 0,282 𝑝. 𝑢
20000 𝑘𝑉𝐴 12,9 𝑘𝑉
Reaktansi motor 2 (Xm2) :
30000 𝑘𝑉𝐴 12,5 𝑘𝑉 2
𝑋𝑚2 = 0,2 ( ) = 0,563 𝑝. 𝑢
10000 𝑘𝑉𝐴 12,9 𝑘𝑉

Dan diagram reaktansi yang diinginkan adalah seperti gambar berikut ini

k j 0,0784 j 0,167
l m j 0,094 n

p r

j 0,15 j 0,282 j 0,563

Eg Em1 Em2

1.7. Impedansi Per Unit Transformator Tiga Kumparan


Pada trafo dua kumparan, kedua sisinya selalu mempunyai teraan (rating)
kVA yang sama. Dalam sistem tenaga sering juga digunakan trafo tiga fasa
kumparan yang biasanya kVA kumparan primer, sekunder dan tertier tidak
sama. Impedansi dari masing-masing kumparan dinyatakan dalam persen
atau per unit berdasarkan teraan dari kumparan itu sendiri, atau dapat
dilakukan pengetesan untuk menentukan impedansinya. Tapi suatu hal yang
perlu diingat adalah bahwa impedansi dalam per unit (p.u) untuk semua
kumparan harus dalam dasar kVA yang sama. Tiga impedansi dapat diukur
menurut test hubung singkat sebagai berikut :
Zps = impedansi bocor yang diukur pada kumparan primer
dengan
sekunder yang dihubung singkat dan tertier terbuka
Zpt = impesansi bocor yang diukur pada kumparan primer
dengan
tertier yang dihubung singkat dan sekunder terbuka
Zst = impedansi bocor yang diukur pada kumparan sekunder
dengan tertier yang dihubung singkat dan primer terbuka
Kemungkinan jika pengukuran ohm nya adalah dengan referensi pada
tegangan salah satu kumparan, teori trafo menyatakan bahwa impedansi dari
masing-masing kumparan yang terpisah terhadap salah satu kumparan
tertentu adalah dihubungkan dengan impedansi-impedansi terukur sebagai
berikut :
Zps = Zpt + Zs
Zpt = ZP + Zt
Zst = Zs + Zt
Dimana : Zp = Impedansi kumparan primer
Zs = Impedansi kumparan sekunder
Zt = impedansi kumparan tertier
Masing-masing menurut rangkaian primer jika Zps, Zpt dan Zst adalah
impedansi-impedansi terukur menurut rangkaian primer.
Selanjutnya dengan analisa matematis diperoleh persamaan :
1
𝑍𝑝 = (𝑍𝑝𝑠 + 𝑍𝑝𝑡 − 𝑍𝑠𝑡)
2
1
𝑍𝑠 = (𝑍𝑝𝑠 + 𝑍𝑠𝑡 − 𝑍𝑝𝑡)
2
1
𝑍𝑡 = (𝑍𝑝𝑡 + 𝑍𝑠𝑡 − 𝑍𝑝𝑠)
2

Impedansi-impedansi ketiga kumparan itu dihubungkan secara bintang untuk


mewakili rangkaian fasa tunggal untuk transformator tiga kumparan dengan
arus magnetisasi diabaikan seperti ditunjukan pada Gbr. 1.10
p

p s

t t

Gbr.2.9.a) Lambang untuk diagram segaris Gbr.2.9.b) Rangkaian


setara
Titik bersama pada rangkaian setara Gbr. 2.9 diatas merupakan titik khayal
dan tidak ada hubungannya dengan netral sistem.
 Titik-titik p, s dan t dihubungkan ke bagian-bagian diagram impedansi
yang mewakili bagian-bagian sistem yang dihubungkan ke kumparan-
kumparan primer, sekunder dan tertier pada transformator tersebut.
Karena impedansi-impedansi dalam ohm itu harus berdasarkan kepada
tegangan yang sama, pengubahan ke impedansi p.u memerlukan dasar kVA
yang sama untuk ketiga rangkaiannya dan memerlukan dasar-dasar
tegangan pada ketiga rangkaian itu yang sama seperti perbandingan
tegangan-tegangan antar saluran teraan pada ketiga rangkaian transformator
tersebut.

Contoh Soal :
Teraan tiga fasa suatu transformator tiga kumparan adalah :
Primer dihubungkan secara Y ; 66 kV, 15 MVA.
Sekunder dihubungkan secara Y ; 13,2 kV ; 10 MVA
Tertier dihubungkan secara  ; 2,3 kV ; 5 MVA
Dengan mengabaikan resistensi, impedansi-impedansi bocornya adalah :
Zps = 7% dengan dasar 15 MVA, 66 kV
Zpt = 9% dengan dasar 15 MVA, 66 kV
Zst = 8% dengan dasar 10 MVA, 13,2 kV
Tentukan impedansi-impedansi per unit rangkaian setara yang dihubungkan
secara bintang dengan suatu dasar sebesar 15 MVA, 66 kV pada rangkaian
primer
Penyelesaian :
Dengan dasar 15 MVA, 66 kV pada rangkaian primer, maka dasar-dasar
yang tepat untuk impedansi-impedansi pada rangkaian setara adalah :
15 MVA; 66 kV untuk besaran-besaran primer
15 MVA; 13,2 kV untuk besaran-besaran sekunder
15 MVA; 2,3 kV untuk besaran-besaran tertier
Zps dan Zpt telah diukur menurut rangkaian primer dan telah dinyatakan
dalam dasar yang tepat untuk rangkaian setara :
Sedangkan yang perlu dirubah adalah untuk kVA dasar Zst, yaitu :
15 𝑀𝑉𝐴
𝑍𝑠𝑡 = 8% 𝑥 = 12%
10 𝑀𝑉𝐴
Dalam p.u pada dasar yang telah ditentukan :
1 1
𝑍𝑝 = (𝑍𝑝𝑠 + 𝑍𝑝𝑡 − 𝑍𝑠𝑡) = (𝑗0,07 + 𝑗0,09 − 𝑗0,12
2 2

= 𝑗0,02 𝑝. 𝑢

1 1
𝑍𝑝 = (𝑍𝑝𝑠 + 𝑍𝑠𝑡 − 𝑍𝑝𝑡) = (𝑗0,07 + 𝑗0,12 − 𝑗0,09
2 2
= 𝑗0,05 𝑝. 𝑢
1 1
𝑍𝑝 = (𝑍𝑝𝑡 + 𝑍𝑠𝑡 − 𝑍𝑝𝑠) = (𝑗0,09 + 𝑗0,12 − 𝑗0,07
2 2
= 𝑗0,07 𝑝. 𝑢

Contoh Soal
Suatu sumber tegangan konstan (ril tak terhingga) mencatu suatu beban
resistif murni sebesar 5 MW; 2,3 kV dan sebuah motor serempak 7,5 MVA,
13,2 kV yang mempunyai suatu reaktansi subperalihan X” = 20%. Sumber itu
dihubungkan ke kumparan primer transformator tiga kumparan dengan
impedansi-Impedansi : Zp = j0,02 p.u ; Zs = j0,05 p.u ; Zt = j0,07 p.u.
Motor dan beban resistif tersebut dihubungkan ke sekunder dan tertier
transformator tersebut. Hitung impedansi-impedansinya dalam p.u dan
gambar diagram impedansinya.
Penyelesaian
Sumber tegangan konstan dapat diwakili dengan suatu generator yang tidak
mempunyai impedansi dalam. Resistensi beban adalah 1,0 p.u menurut
dasar 5 MVA; 2,3 kV dalam rangkaian tertier.
Bila dinyatakan dalam dasar 15 MVA; 2,3 kV, maka resistensi beban adalah :
15
𝑅 = 1,0 𝑥 = 3,0 𝑝. 𝑢
5

Reaktansi motor

15
(𝑋") = 0,2 𝑥 = 0,4 𝑝. 𝑢
7,5

j 0,05

j 0,02
j 0,4

j 0,07

3,0
E Em

1.8. Rangkaian Setara Thevenin Suatu Sistem


Umumnya sistem penyaluran tenaga listrik yang besar dan mempunyai jaringan
yang sangat luas disediakan data yang memberikn arus hubung singkat (I SC) yang
diharapkan di titik-titik pada seluruh bagian system.

Biasanya data yang disediakan memberikan harga megavoltamper hubung


singkat, di mana:
𝑀𝑉𝐴 ℎ𝑢𝑏𝑢𝑔𝑛 𝑠𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 = √3 𝑥 (𝑘𝑉𝑛𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑙 ) 𝑥 𝐼𝑆𝐶 𝑥 10−3
Dengan resistansi dan kapasitansi simpang diabaikan, rangkaian setara
Theveninnya yang mewakili suatu sistem adalah sebuah ggl yang sama dengan
tegangan saluran nominal dibagi dengan √3 dalam hubungan seri dengan
reaktansi induktif (𝑋𝑡ℎ ) sebesar :
𝑘𝑉𝑛𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑙
( ⁄ ) 𝑥 1000
√3
𝑋𝑡ℎ = Ω
𝐼𝑆𝐶
(𝑘𝑉𝑛𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑙 )2
𝑋𝑡ℎ = Ω
𝑀𝑉𝐴 ℎ𝑢𝑏𝑢𝑛𝑔 𝑠𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡

Bila kV dasar sama dengan kV nominal, maka 𝑋𝑡ℎ dalam p.u menjadi :

𝑀𝑉𝐴 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟
𝑋𝑡ℎ = p. u
𝑀𝑉𝐴 ℎ𝑢𝑏𝑢𝑛𝑔 𝑠𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡

𝐼 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟
𝑋𝑡ℎ = p. u
𝐼𝑆𝐶

Bab III
Gangguan Tiga Fasa Simetri Pada Mesin Serempak
Bila terjadi gangguan pada sistem tenaga listrik, maka besarnya arus
gangguan akan tergantung kepada tegangan induksi (e.m.f) mesin-mesin
pada jaringan, impedansi-impedansi mesin dan impedansi dalam jaringan itu
di antara mesin dengan titik gangguan tersebut.
Arus yang mengalir dalam suatu mesin serempak segera setelah terjadinya
gangguan, yang mengalir beberapa putaran (cyele) kemudian dan yang
bertahan (sustained) atau keadaan tetap, nilai arus gangguannya berbeda
cukup banyak karena pengaruh arus jangkar pada flux yang membangkitkan
tegangan dalam mesin itu.
Arus berubah relative lambat dari awalnya ke nilai keadaan tetapnya.

2.1. Keadaan Peralihan Dalam Rangkaian R-L Seri


Pemilihan suatu pemutus tenaga (PMT/circuit breaker) untuk sistem tenaga,
tidak hanya tergantung kepada arus yang mengalir dalam pemutus hungga
pada keadaan operasi normal saja tetapi juga tergantung kepada arus
maksimum yang mengalir sesaat dan arus yang harus diputus (disela) pada
tegangan saluran dimana PMT itu dipasangkan. Untuk mendekati masalah
perhitungan arus awal bila suatu generator dihubung singkat, kita tinjau
suatu rangkaian yang mengandung nilai-nilai resistansi dan induktansi bila
diterapkan ke suatu tegangan arus bolak-balik.
Misalnya tegangan yang dipasangkan :
Vmax. Sin (t +  )
Dimana : t = nol pada saat tegangan dikenakan maka  menentukan besar
tegangan pada saat rangkaian tertutup.
Bila tegangan sesaat nol dan meningkat dengan arah positif pada saat
dikenakan dengan menutup sebuah sakelar,  = 0
Bial tegangan pada nilai sesaat maksimumnya yang positif,  adalah /2.
Berdasarkan hokum kirchoff tentang tegangan merupakan persamaan
sebagai berikut :
𝑑𝑖
𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠. 𝑆𝑖𝑛 (𝑡 + ) = 𝑅. 𝑖 + 𝐿
𝑑𝑡

Solusi persamaan ini adalah


𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑅
𝑖= [(𝑆𝑖𝑛 )𝑡 +  −  ) − 𝑒 − 𝐿 𝑡 𝑆𝑖𝑛 ( − ]
|𝑍|
Dimana : |𝑍| = √𝑅 2 + (𝑤𝐿)2
𝐿
 = 𝑡𝑎𝑛−1 ( )
𝑅

𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠
 |𝑍|
𝑆𝑖𝑛(𝑡 +  − ) adalah merupakan nilai arus keadaan tetap dalam

suatu rangkaian RL untuk tegangan terpasang yang diketahui.


𝑅
 −𝑒 − 𝐿 𝑡 𝑆𝑖𝑛 ( −  ) merupakan komponen arus searahnya dari arus itu.
Komponen arus searahnya dapat mempunyai nilai antara dari 0 sampai
𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠
|𝑍|

Tergantung kepada nilai sesaat tegangan pada waktu rangkaian itu ditutup
dan faktor daya rangkaian.
Pada saat tegangan diterapkan, komponen-komponen arus searah dan
keadaan tetapnya selalu mempunyai besar yang sama tetapi berlawanan
tanda untuk menyatakan arus yang bernilai nol yang ada.
Pada gambar dibawah ini diperlihatkan bentuk gelombang dari dua keadaan
nilai tegangan sesaat yang diterapkan pada waktu rangkaian RL ditutup.

Arus sebagai fungsi waktu dalam suatu rangkaian RL untuk  -  =


0,dimana
𝐿
 = 𝑡𝑎𝑛−1 ( )
𝑅
Tegangannya adalah Vmaks Sin ( t + L ) yang dikenakan pada t =
0
Arus sebagai fungsi waktu dalam suatu rangkaian RL untuk
𝜋
 −  = −
2
Dimana
𝐿
 = 𝑡𝑎𝑛−1 ( )
𝑅
Tegangannya adalah Vmaks Sin ( t +  ) yang dikenakan pada t =
0

2.2. Arus Hubung Singkat dan Reaktansi Mesin Sinkron


Dalam suatu mesin sinkron (serempak), flux diantara celah udara pada
mesin itu jauh lebih besar saat hubung singkat terjadi daripada yang terdapat
beberapa putaran kemudian.
Bila suatu hubung singkat terjadi pada kutub-kutub mesin sinkron, diperlukan
waktu untuk pengurangan flux diantara celah udara itu. Pada saat plux
mengecil, arus jangkar berkuran karena tegangan yang dibangkitkan oleh
flux celah udara menentukan arus yang mengalir melalui resistensi dan
reaktansi bocor pada kumparan jangkar.
Arus yang mengalir bila suatu generator dihubung singkat serupa dengan
yang mengalir bila suatu tegangan bolak-balik tiba-tiba diterapkan ke suatu
rangkaian yang terdiri dari sebuah resistensi dan reaktansi yang dihubung
seri. Tetapi terdapat perbedaan-perbedaan penting karena arus dalam
jangkar mempengaruhi medan yang berputar.
Gbr. 3.3. Arus sebagai fungsi waktu untuk suatu generator 208 volt, 30 kW
yang dihubung singkat pada saat berputar tanpa beban

Dalam perhitungan arus hubung singkat pada suatu system tenaga dapat
didefinisikan dari Gbr. 2.3. Arus-arus dan reaktansi-reaktansi didefinisikan
oleh persamaan-persamaan berikut, yang berlaku untuk suatu generator
yang bekerja tanpa beban sebelum suatu gangguan tiga fasa terjadi pada
kutub-kutubnya.
0𝑎 |𝐸𝑔|
|𝐼| = =
√2 𝑋𝑑

0𝑏 |𝐸𝑔|
|𝐼 ′ | = =
√2 𝑋′𝑑
0𝑐 |𝐸𝑔|
|𝐼 ′′ | = = ′′
√2 𝑋 𝑑

Dimana : I = arus hubung singkat keadaan tetap ( steddy state )


I’ = arus hubung singkat peralihan (transient)
I” = arus hubung singkat subperalihan (subtransient)
Xd = reaktansi sinkron
X’d = reaktansi peralihan (transient reactance)
X”d = reaktansi subperalihan
Eg = tegangan fasa ke netral pada beban nol.
Contoh

G1
T

G2

G1 = 50000 kVA; 13,8 kV; X”g1 = 25 %.


G2 = 25000 kVA; 13,8 kV; X”g2 = 25 %.
T : 75000 kVA ; X = 10% ; (13,8  - 69 Y) kV.
Sebelum gangguan terjadi, tegangan pada sisi tegangan tinggi transformator
adalah 66 kV. Transformator tidak berbeban dan tidak ada arus di antara
kedua generator tersebut.
Tentukan arus subperalihan masing-masing generator bila suatu hubung
singkat tiga fasa terjadi pada sisi tegangan tinggi transformator.

Penyelesaian
Pilih sebagai dasar pada rangkaian tegangan tinggi 69 kV ; 75000 kVA.
Maka tegangan dasar untuk sisi tegangan rendah adalah : 13,8 kV
Generator 1 :
75000
𝑋"𝑑 = 0,25 = 0,375 𝑝. 𝑢
50000
66
𝐸𝑔1 = = 0,957 𝑝. 𝑢
69

Transformator :
X = 0,L p.u

Generator 2 :
75000
𝑋"𝑑 = 0,25 = 0,75 𝑝. 𝑢
25000
66
𝐸𝑔2 = = 0,957 𝑝. 𝑢
69
Diagram reaktansinya adalah sebagai berikut :

Eg1
j 0,375
- +
j 0,1
Eg2
- + j 0,75

ril netral

Reaktansi subperalihan setaranya adalah :


𝑋"g1 (X𝑔2) 𝑗0,375 𝑥 𝑗0,75
= = 𝑗0,25 𝑝. 𝑢
𝑋 ′ 𝑔1 + 𝑋"𝑔2 𝑗0,375 + 𝑗0,75
Arus subperalihan dalam hubung singkat tersebut adalah :
𝐸𝑔
𝐼 ′′ = ; 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎: 𝑋 ′′ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑋 ′′ 𝑔1//𝑋𝑔2 + 𝑋𝑡𝑟𝑎𝑝𝑜
𝑋 ′′ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

0,957
= = −𝑗2,735 𝑝. 𝑢
𝑗0,25 + 𝑗0,1
Tegangan pada sisi delta transformator adalah :
(-j2,735)(j0,1) = 0,2735 p.u
Jadi arus subperalihan dari generator 1 dan 2
0,957 − 0,274
𝐼1′′ = = −𝑗1,821 𝑝. 𝑢
𝑗0,375

0,957 − 0,274
𝐼2′′ = = −𝑗0,911 𝑝. 𝑢
𝑗0,75

Arus dasar rangkaian generator adalah :


𝑘𝑉𝐴 3 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 75000
𝐼 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 = =
√3 𝑥 𝑘𝑉 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 𝐿 − 𝐿 √3 𝑥 13,8
= 3137,77 𝐴𝑚𝑝𝑒𝑟
Sehingga arus-arus subperalihan dari generator 1 dan generator 2 dalam
satuan amper adalah :
𝐼1′′ = −𝑗1,821 𝑥 3137,77 = 5713,88 𝑎𝑚𝑝𝑒𝑟
𝐼2′′ = −𝑗0,911 𝑥 3137,77 = 2858,51 𝑎𝑚𝑝𝑒𝑟
2.3. Tegangan Internal Mesin Berbeban Dalam Keadaan Peralihan
Pembahasan sebelumnya merupakan masalah generator yang tidak
berbeban pada saat terjadi suatu gangguan tiga fasa pada kutub-kutub
mesin.
Untuk generator dalam keadaan berbeban bila terjadi suatu gangguan akan
memenuhi keadaan seperti ditunjukan pada gambar berikut ini :

Zext P
IL

Xs
Vf ZL
Vt

Eg

Zext P
+
IL

X”d
S Vf ZL
Vt

E”g

-
(a) (b)
Gbr. 3.4. Rangkaian setara untuk suatu generator yang mencatu suatu
beban tiga fasa seimbang. Pengenaan suatu hubung singkat tiga
fasa di titik P ditirukan dengan menutup sakelar S
(a). Rangakaian setara generator dengan suatu beban
(b). Rangakaian untuk perhitungan arus subtransient (I”)

IL = Arus yang mengalir sebelum gangguan terjadi pada titik P


Vt = Tegangan terminal generator
Vf = Tegangan pada titik gangguan
Eg = Tegangan generator tanpa beban
Xs = Reaktansi sinkron
Eext = Impedansi yang ada diantara generator dan beban
Bila gangguan tiga fasa terjadi di titik P, maka XS akan berubah menjadi X”d
bila yang akan dihitung adalah arus gangguan subtransient.
Dan Xs berubah menjadi X’d bila yang akan dihitung adalah arus gangguan
transient, sehingga Gbr. 3.4. (a) berubah menjadi Gbr. 3.4. (b).
Setelah gangguan terjadi I” akan menaglir akibat E”g, X”d dan Zext atau I’
akan mengalir akibat E’g ; X’d dan Zext.
Bila sakelar S terbuka maka terlihat bahwa :
E”g = Vt + jIL x X”d
Atau Eg’ = Vt + jIL x X”d
E”g disebut tegangan dibelakang reaktansi subtransient
E’g disebut tegangan dibelakang reaktansi transient
Tegangan E”g dan E’g ditentukan oleh IL dan keduanya sama dengan
tegangan tanpa beban Eg hanya bila IL sama dengan nol, dimana pada
keadaan ini Eg = Vt.
Pada titik ini bahwa E”g yang dihubung seri dengan X”d mewakili suatu
generator sebelum gangguan terjadi dan segera setelah gangguan terjadi
hanya jika arus pragangguan dalam generator itu adalah IL.
Sedangkan Eg dalam hubungan seri dengan reaktansi sinkron Xs adalah
rangkaian setara generator dalam keadaan tetap untuk semua beban.
Motor-motor serempak (sinkron) mempunyai reaktansi-reaktansi yang
sejenis dengan generator. Bila suatu motor dihubung singkat, motor itu tidak
lagi menerima tenaga listrik dari saluran dayanya, tetapi medannya tetap
bertenaga dan kelembaman (inertia) rotornya serta bebannya yang
tersambung akan membuatnya tetap berputar untuk suatu selang waktu
yang tak tentu.
Tegangan internal (dalam) suatu motor sinkron menyebabkan
menyumbangkan arus kepada sistem, dan kemudian motor tersebut
berperan sebagai suatu generator.
Dengan membandingkan rumus-rumus yang sesuai untuk suatu generator,
tegangan dibelakang reaktansi sub-peralihan dan tegangan dibelakang
reaktansi peralihan untuk suatu motor serempak diberikan oleh persamaan :
E”m = Vt - jIL X”d
E’m = Vt - jIL X’d
Contoh :
Suatu generator dan sebuah motor serempak mempunyai teraan 30000 kVA
; 13,2 kV dan keduanya mempunyai reaktansi subperalihan 20% saluran
yang menghubungkan kedua mesin itu mempunyai suatu reaktansi sebesar
10% berdasarkan kepada teraan-teraan mesin. Motor itu menarik 20000 kW
pada faktor daya 0,8 mendahului dengan tegangan kutub sebesar 12,8 kV
pada saat suatu gangguan tiga fasa terjadi pada kutub-kutub motor.
Hitunglah arus subperalihan dalam generator, motor dan gangguan dengan
menggunakan tegangan dalam (internal) kedua mesin itu.
Penyelesaian

j 0,10 P

IL
j 0,20
j 0,20
Vt Vf

E”g E”m

netral

j 0,10 P
I”g I”m
j 0,20
j 0,20
Vt I”f

E”g E”m

netral

Pilih sebagai dasar : 30000 kVA ; 13,2 kV


Bila tegangan pada gangguan Vf digunakan sebagai fasor pedoman.
𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑔𝑎𝑛𝑔𝑔𝑢𝑎𝑛
𝑉𝑓 =
𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑛𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑙 (𝑡𝑒𝑟𝑎𝑎𝑛)
12,8 𝑘𝑉
= = 0,97 00 𝑝. 𝑢
13,2 𝑘𝑉
𝑘𝑉𝐴, 3
𝐴𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 (𝐼𝑑) =
√3. 𝑘𝑉𝐿−𝐿
𝑘𝑉𝐴, 30000
𝐼𝑑 = = 1312 𝐴𝑚𝑝𝑒𝑟
√3. 𝑥 13,2
20000
𝐴𝑟𝑢𝑠 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 (𝐼𝐿 ) = = 1128 36,90 𝐴
0,8 𝑥 √3 𝑥 12,8
1128
𝐼𝐿 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝. 𝑢 = = 0,86 36,90 𝑝. 𝑢
1312

𝐼𝐿 = 0,86 (0,8 + 𝑗0,6) = 0,69 + 𝑗0,52 𝑝. 𝑢


Untuk generator :
Vt = Vf + (X.ext)(IL)
= 0,97 + j0,1 (0,69 + j0,52)
= 0,97 + j0,069 – 0,052
= 0,918 + j0,069

E”g = Vt + X”d (IL)


= 0,918 + j0,069 + j0,2 (0,69 + j0,52)
= 0,918 + j0,069 + j0,138 – 0,104
= 0,814 + j0,207 p.u
𝐸"𝑔 0,814 + 𝑗0,207
𝐼"𝑔 = =
𝑋"𝑑 + 𝑋. 𝑒𝑥𝑡 𝑗0,2 + 𝑗0,1
= 0,69 − 𝑗2,71 𝑝. 𝑢
= (0,69 − 𝑗2,71)(1312) = 905 − 𝑗3550 𝐴𝑚𝑝

Untuk motor :
Vt = Vf = 0,97 00 p.u
E”m = Vt - jIL (X”d)
= 0,97 + j0 – j0,2 (0,69 + j0,52
= 0,97 – j0,139 + 0,104
= 1,074 – j0,138 p.u
𝐸"𝑚 1,074 − 𝑗0,138
𝐼′ 𝑚 = =
𝑋"𝑑 𝑗0,2
= - 0,69 – j5,37 p.u
= (-0,69 – j5,37) x 1312
= - 905 – j7050 Amper
Dalam gangguan
I”f = I”g + I”m = 0,69 – j2,71 – 0,69 – j5,37
= - j 8,08 p.u
= - j 8,08 x 1312 = -j10600 Amper
= 10600 -900 Amper

2.4. Pemilihan Pemutus Rangkaian (Circuit Breaker)


Arus subperalihan yang menjadi pokok pembahasan sampai saat ini
merupakan arus simetri awal dan tidak meliputi komponen arus searahnya.
Sebagaimana dapat dilihat, penggabungan komponen arus searah
menghasilkan suatu nilai efektif arus segera setelah gangguan terjadi, yang
lebih tinggi dari pada arus subperalihan.
Untuk pemutus rangkaian minyak diatas 5 kV arus subperalihan yang
dikalikan 1,6 dipandang sebagai nilai efektif arus yang gaya perobeknya
(disruptive force) dapat ditahan oleh pemutus selama setengah putaran
pertama setelah gangguan timbul. Arus ini dinamakan arus seketika
(momentary current), dan telah bertahun-tahun pemutus-pemutus rangkaian
ditera menurut arus seketika ini disamping kriteria-kriteria lainnya.
Teraan kapasitas pemutusan (interupting rating) suatu pemutus rangkaian
ditetapkan dalam satuan MVA hubung singkatnya.
Kapasitas MVA hubung singkat tersebut, didasarkan pada kemampuan PMT
untuk memutus arus hubung singkat pada saat kontak-kontaknya terbuka.
Arus hubung singkat yang diputus oleh kontak-kontak PMT sebagai
teraannya, adalah diambil dari harga arus hubung singkat tiga fasa
simetrinya. Arus ini tentu saja lebih rendah daripada arus seketika dan
tergantung kepada kecepatan pemutus, misalnya 8 ; 5 ; 3 atau 1½ putaran,
yang merupakan suatu ukuran waktu sejak timbulnya gangguan sampai
matinya bunga api listrik.
Contoh
Suatu generator 25000 kVA ; 13,8 kV dengan X”d = 15% disambungkan
melalui sebuah transformator ke suatu ril yang mencatu empat motor identik.
Reaktansi subperalihan X”d untuk masing-masing motor adalah 20%.
berdasarkan 5000 kVA ; 6,9 kV. Teraan tiga fasa transformatornya adalah
25000 kVA; (13,8 – 6,9) kV dengan suatu reaktansi bocor sebesar 10%.
Tegangan ril pada motor adalah 6,9 kV pada saat suatu gangguan tiga fasa
terjadi di salah satu kutub motor (lihat gambar)
Tentukan :
a). Arus subperalihan pada gangguan
b). Arus subperalihan dalam pemutus A
c). Arus penyela hubung singkat simetri dalam gangguan dan dalam
pemutus A

Motor

A P
Gen.

Penyelesaian
Untuk suatu dasar pada rangkaian generator sebesar 25000 kVA ; 13,8 kV ;
dasar untuk motor adalah 25000 kVA ; 6,9 kV
Reaktansi subperalihan untuk setiap motor adalah :
25000
𝑋"𝑑 = 0,2 = 1,0 𝑝. 𝑢
5000
j 0,1

j 0,1
j 0,15 j 0,1
j 0,1

P j 0,1

Untuk suatu gangguan di titik P


6,9 𝑘𝑉
𝑉𝑓 = = 1,0 𝑝. 𝑢
6,9 𝑘𝑉
𝑗1,0 𝑥 𝑗1,0 𝑗1,0 𝑥 𝑗1,0
𝑋". 𝑒𝑘𝑢𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑚𝑜𝑡𝑜𝑟 = //
𝑗2,0 𝑗2,0

= 𝑗0,25 𝑝. 𝑢

𝑗0,25 𝑥 𝑗0,25
𝑍𝑡ℎ = = 𝑗0,125 𝑝. 𝑢
𝑗, 025 + 𝑗0,25
𝑉𝑓 1,0
𝑍"𝑓 = = = 𝑗8,0 𝑝. 𝑢
𝑍𝑡ℎ 𝑗0,125
Arus dasar dalam rangkaian 6,9 kV adalah :
𝑘𝑉𝐴 3ø 25000
= = 2090 𝐴𝑚𝑝𝑒𝑟
√3. 𝑘𝑉𝐿−𝐿 √3. 6,9
𝐼"𝑓 = −𝑗8 𝑥 2090 = −𝑗16720 𝐴𝑚𝑝𝑒𝑟
= 16720  − 900 𝐴𝑚𝑝𝑒𝑟
b). Pemutus (PMT) A dilalui oleh arus gangguan sumbangan dari generator
dan tiga dari ke emapt motornya.
Generator menyumbangkan arus sebesar
0,25
−𝑗8,0 𝑥 = −𝑗4,0 𝑝. 𝑢
0,50
Masing-masing motor menyumbang 25% arus gangguan yang tersisa, yaitu
= -j1,0 p.u
Melalui PMT A :
I” = -j4,0 + 3(-j1,0) = -j7,0 p.u
= -j7,0 x 2090 = 14630 -900 Amper
c). untuk menghitung arus yang melalui pemutus (PMT) A yang harus
diputus, gantikan reaktansi subperalihan motor sebesar j1,0 dengan
reaktansi peralihan sebesar j1,5, maka :

0,375 𝑥 0,25
𝑍𝑡ℎ = 𝑗 = 𝑗0,15 𝑝. 𝑢
0,375 + 0,25
Generator menyumbang arus gangguan sebesar :

1,0 0,375
𝑥 = 𝑗4,0 𝑝. 𝑢
𝑗0,15 0,625

Setiap motor menyumbang arus gangguan sebesar :


1 1,0 0,25
= 𝑥 = 𝑗0,67 𝑝. 𝑢
4 𝑗1,5 0,625
Arus hubung singkat yang harus disela (diputus) adalah :
(4,0 + 3,0 x 0,67) x 2090 = 12560 Amper

Prosedur yang umum adalah memberikan teraan kepada semua pemutus


yang dihubungkan pada suatu ril (bus) berdasarkan arus menuju gangguan
pada ril itu.
Dalam hal ini teraan penyela arus hubung singkat pemutus (PTM/CB) yang
dihubungkan ke ril 6,9 kV itu paling sedikit harus :
-J4 + 4x (-j0,67) = -j6,67 p.u
Atau 6,67 x 2090 = 13940 Amper
Sebuah PTM14,4 kV mempunyai suatu teraan tegangan maksimum 15,5 kV
dengan suatu K = 2,67. Pada 15,5 kV arus penyela hubung singkat
teraannya = 8900 Amper.
PTM ini ditera suatu arus penyela hubung singkat sebesar 2,67 x 8900 =
23760 Amper, pada tegangan15,5/2,67 = 5,8 kV.
Arus ini adalah nilai maksimum yang dapat disela meskipun PTM itu dapat
berada pada suatu rangkaian dengan tegangan yang lebih rendah.
Teraan arus penyela hubung singkat pada 6,9 kV adalah :
15,5
𝑥 8900 = 19992,8 ≈ 20000 Amper
6,9
kemampuan yang diperlukan sebesar 13940 Amper cukup dibawah 80% dari
20000 A dan PTM tersebut sesuai menurut arus hubung singkat.
Harga rata-rata dari arus hubung singkat yang diputus dari mulai kontak PTM
membuka sampai busur api listrik padam dimana posisi kontak PTM dalam
keadaan terbuka, disebut “Breaking Current” dengan satuan kiloAmper (kA).
Pemutus-pemutus (PTM) dikenali menurut kelas tegangan nominal, misalnya
69 kV.
Diantara factor-faktor lain yang ditetapkan adalah :
- Arus kontinu teraan
- Tegangan maksimum tegangan
- Faktor daerah tegangan (K)
- Arus hubung singkat teraan pada kilovolt teraan maksimum.
K. menentukan daerah tegangan dimana arus hubung singkat teraan kali
tegangan kerja sama dengan konstanta.
Contoh :
Untuk suatu pemutus (PTM) 69 kV mempunyai :
- Tegangan teraan maksimum 72,5 kV.
- Faktor tegangan K sebesar 1,21
- Teraan arus kontinu 1200 A
- Arus hubung singkat teraan pada tegangan maksimum (arus simetri
yang dapat disela /diputus pada 72,5 kV) adalah 19 kA, Ini berarti
bahwa hasil kali 72,5 x 19000 merupakan nilai yang konstan untuk
arus hubung singkat teraan kali tegangan kerja dalam darah dari
72,5 sampai 60 kV, karena :

72,5
= 60
1,21
Arus hubung singkat teraannya pada 60 kV adalah :
19000 x 1,21 = 22990, atau  20000 Amper
Pada tegangan-tegangan yang lebih rendah arus hubung singkat ini tidak
dapat dilampaui.
Pada 69 kV arus hubung singkat teraannya adalah :
72,5
𝑥 19000 = 19963,77 ≈ 20000 𝐴𝑚𝑝𝑒𝑟
69
Pemutus-pemutus dengan kelas 115 kV dan yang lebih tinggi mempunyai K
sebesar 1,0
Suatu prosedur untuk menghitung arus hubung singkat simetri yang telah
disederhanakan, mengabaikan semua resistensi, semua beban statis dan
semua arus penggangguan, disebut dengan metoda
𝐸
𝑋
Reaktansi subperalihan digunakan untuk generator dalam metoda (E/X), dan
untuk motor-motor serempak reaktansi yang dianjurkan adalah : X”d. motor x
1,5 ; yang mendekati nilai reaktansi peralihan motor.
Untuk suatu sistem yang besar secara umum untuk mencari besar arus
hubung singkat tiga fasa simetri adalah :
𝐸 100
𝐼𝑠𝑐 = = 𝑥 𝐼𝑛
√3 𝑥 𝑋1 % 𝑋1
Dimana : Isc = arus hubung singkat tiga fasa
E = tegangan sistem maksimum (kV)
Im = arus nominal (Amper)

𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 (𝑘𝑉𝐴)


=
√3 𝑥 𝑘𝑉
X1 = reaktansi urutan positif dari system ditinjau dari titik
gangguan (Ω)
% X1 = reaktansi urutan positif dalam persen dengan dasar V dan
I
Sehingga MVA hubung singkat sistem adalah :
= √3 x tegangan sistem x Isc.sistem
= √3 x kV x Isc x 10-3
Kapasitas MVA hubung singkat PMT adalah :
= √3 x tegangan maksimum PMT x breaking capacity PMT x
10-3

Anda mungkin juga menyukai