Bab Iv
Bab Iv
SCREENING AWAL :
PASIEN GEJALA BATUK, FLU,
DATANG DEMAM
PENDAFTARAN
(Pada ruang tunggu)
ISPA)
ANAMNESA PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN FISIK PENUNJANG
LABORATORIUM
PENENTUAN DIAGNOSA
DAN TERAPI
RAWAT
JALAN
RUJUKAN
INTERNAL EKSTERNAL
APOTEK
PULANG
B. Metode
Metode yang dilakukan dalam pelayanan di Poli Infeksius adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh keterangan-keterangan tentang keluhan
dan penyakit pasien. dalam istilah kedokteran wawancara ini disebut anamnesis.
Anamnesa dapat dilakukan dengan dua cara cara, yaitu:
a. Autoanamnesa yaitu kegiatan wawancara langsung kepada pasien karena pasien
dianggap mampu menjawab
b. Alloanamnesa yaitu kegiatan wawancara secara tidak langsung atau dilakukan
wawancara/tanya jawab pada keluarga pasien atau yang mengetahui tentang
pasien. Alloanamnesa dilakukan karena :
1) Pasien belum dewasa (anak-anak yang belum dapat mengemukakan pendapat
terhadap apa yang dirasakan)
2) Pasien dalam keadaan tidak sadar karena sesuatu
3) Pasien tidak dapat berkomunikasi
4) Pasien dalam keadaan gangguan jiwa
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan pemeriksaan
kondisi fisik dari pasien, pemeriksaan fisik meliputi:
a. Inspeksi, yaitupemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat/memperhatikan
keseluruhan tubuh pasien scara rinci dan sistematis
b. Palpasi, yaitu pemeriksaan fisik dengan cara meraba pada bagian tubuh yang
terlihat tidak normal
c. Perkusi, yaitu pemeriksaan fisik dengan mengetuk daerah tertentu dari bagian
tubuh dengan jari atau alat, guna kemudian mendengar suara resonensinya dan
meneliti resistensinya
d. Auskultasi, yaitu pemeriksaan fisik dengan mendengarkan bunyi-bunyi yang
terjadi karena proses isiologi atau patologis di dalam tubuh, biasanya
menggunakan alat bantu stetoskop.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yaitu suatu pemeriksaan medis yang dilakukan atas indikasi
tertentu guna memperoleh keterangan lebih lengkap. Tujuan pemeriksaan ini adalah:
a. Terapeutik, yaitu untuk pengobatan tertentu
b. Diagnostik, yaitu untuk membantu menegakkan diagnosis tertentu
4. Tindakan medis
Tidakan medis adalah suatu intervensi medis yang dilakukan pada seseorang berdasar
atas indikasi medis tertentu yang dapat mengakibatkan integritas jaringan atau organ
tertentu. Tindakan medis hanya dapat dilakukan apabila telah dilakukan informed
consent, yaitu persetujuan atau penolakan pasien yang bersangkutan terhadap
tindakan medis yang akan diterimanya setelah memperoleh informasi lengkap tentang
tindakan tersebut. Tindakan tersebut dapat berupa:
C. Langkah Kegiatan
1. Alur Pelayanan Poli Infeksius : Alur Poli Infeksius Terlampir
2. Kegiatan pra dan pasca pelayanan
Kegiatan pra pelayanan adalah kegiatan yang dilakukan oleh petugas yang telah
ditentukan sesuai jadwal untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan pada saat
pelayanan pasien di poli infeksius sehingga kegiaan pelayanan pasien di poli infeksius
dapat berjalan dengan lancar. Kegiatan pra pelayanan poli infeksius anatara lain:
a. Memastikan ruangan dalam keadaan bersih dan rapi
b. Memastikan AC terus nyala
c. Menyiapkan alat-alat kedokteran yang digunakan untuk pelayanan, seperti :
Tensimeter, stetoskop, senter, timbangan injak
d. Menyiapkan bahan habis pakai
e. Mengecek ketersediaan obat-obatan
f. Menyiapkan kelengkapan administrasi seperti : blangko rujukan, blangko
resep, langko laboraturium
Kegiatan pasca pelayanan adalah kegiatan yang dilakukan oleh petugas yang telah
ditentukan sesuai jadwal untuk merapikan dan menyimpan segala sesuatu yang telah
selesai dipergunakan dalam pelayanan pasien di poli infeksius setelah pelayanan selesai.
Kegiatan pasca pelayanan ini antara lain:
a. Membersihkan ruangan sehingga dalam keadaan bersih dan rapi
b. Petugas mendiskusikan permasalahan yang ada
c. Membereskan alat: Tensimeter, stetoskop, senter, timangan injak
d. Membereskan dan mengecek ketersediaan bahan habis pakai, segera menhubungi
petugas jika ada yang habis
e. Membereskan kelengkapan administrasi
3. Pengkajian awal klinis pasien
Pengkajian awal klinis pasien adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
menggali dan mengumpulkan informasi awal terhadap pasien yang datang ke Poli
Infeksius atau rujukan internal dari Poli Lainnya. Kajian awal klinis ini dilakukan oleh
perawat maupun dokter. Adapun langkah-langkah pelaksanaan kajian awal klinis pasien
rujukan internal dari poli lain adalah seagai berikut :
a. Menyapa dan mempersilahkan pasien duduk.
b. Mencocokkan identitas pada pasien, buku rekam medik dan papir.
c. Mengembalikan buku rekam medis ke bagian pendaftaran jika tidak cocok
d. Menanyakan keperluan atau keluhan utama pasien
e. Menanyakan keluhan tambahan
f. Menanyakan riwayat penyakit terdahulu
g. Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga
h. Menanyakan lamanya sakit
i. Menanyakan riwayat pengobatan pasien yang sudah didapat.
j. Menanyakan reaksi obat tersebut apakah setelah minum obat ada perbaikan atau tidak.
k. Menanyakan apakah pasien memiliki alergi terhadap obat tertentu.
l. Melakukan pemeriksaan fisik meliputi : pemeriksaan TTV dan pengkajian data fokus
terhadap keluhan pasien.itahukan hasil pemeriksaan kepada pasien
m. Memberitahu kepada pasien hasil pemeriksaan
n. Memberitahu kepada pasien jika memerlukan pemeriksaan laborat atau penunjang
o. Menuliskan rujukan internal juka diperlukan
p. pemeriksaan laboratorium bila perlu.
q. mancatat semua hasil anamnesa, pemeriksaan fisik ke dalam buku rekam medis pasien
Adapun langkah-langkah pelaksanaan kajian awal klinis pasien datang langsung ke
poli harmoni adalah seagai berikut :
Semua suspek TB dilaporkan kepada unit DOTS melalui koordinator instalasi Rawat
Inap / Instakasi Rawat Jalan dengan menggunakan form yang telah disediakan
2. TB paru anak
Untuk pasien anak yang dapat mengeluarkan dahak , penegakan diagnosa TB paru
tetap menggunakan pemeriksaan dahak BTA-SPS ( sewaktu-pagi-sewaktu). Untuk anak
yang tidak dapat mengeluarkan dahak , diagnosa TB ditegakkan dengan menggunakan
system scoring. Diagnosa TB ditegakkan jika nilai scoring ≥ 6.
3. TB ekstra paru
Metode yang dipakai untuk menegakkan TB ekstra paru bervariasi tergantung
organ yang terkena , misalnya Patologi Anatomi, Radiologi, dan lain-lain. Semua pasien
yang tegak diagnosa TB ekstra paru harus diperiksa BTA SPS-nya untuk
menyingkirkan kemungkinan didapatkan pula TB paru.
Pemeriksaan mikroskopis dahak ( BTA Sewaktu-pagi-sewaktu ) dilakukan untuk
mencari kuman Mycobacterium tuberculosis, sebanyak 3 kali pemeriksaan dahak
dengan minimal 1 kali dahak bangun tidur pagi.
3) Tata Laksana Pengobatan TB
Sesuai dengan strategi DOTS,maka pengobatan TB dilakukan dengan pengawasan
langsung dan dalam jangka pendek. Prinsip pengobatan TB adalah sebagai berikut
Tabel 3.2 Kisaran dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa
Dosis
OAT
Harian 3 x / Minggu
Pyrazinamid 25 ( 20 – 30 ) - 35 ( 30 – 40 ) -
Etambutol 15 ( 15 – 20 ) - 30 ( 25 – 35 ) -
Streptomisin 15 ( 12 – 18 ) - 15 ( 12 – 18 ) 1000
Catatan :
Pemberian streptomisin untuk pasien yang berumur > 60 tahun atau pasien dengan berat
badan < 50 kg mungkin tidak dapat mentoleransi dosis > 500 mg/hari.
Golongan 2 : OAT
suntikan Jnjjjjjjjhjhjjjjhhjhhjhhjhjhj k
Kanamycin ( Km ) Bakterisidal Km, Am, Cm
Amikacin ( Am) Bakterisidal memberikan efek
Capreomycin ( Cm ) bakterisidal samping yang serupa
seperti pada
penggunaan
streptomisin
Golongan 3 :
fluorokuinolon Mual,muntah,sakit
Levofloksasin ( Lfx ) Bakterisidal kepala,pusing, sulit
tidur, ruptur tendon
( jarang )
Moksifloksasin ( Mfx )
Mual, muntah, diare,
sakit kepala, pusing,
nyeri sendi, rupur
tendon ( jarang )
Bakterisidal
Pemakaian OAT Kombinasi Dosis Tetap ( OAT –KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan. Dibawah ini adalah panduan dosis OAT KDT.
1. Kategori 1
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
a) Pasien baru TB terkonfirmasi bakteriologis
b) Pasien TB Paru terdiagnosis klinis
c) Pasien TB Ekstra Paru
Dosis paduan OAT KDT Kategori 1:2 ( HRZE ) / 4 ( HR ) 3
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48
2. Kategori 2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA Positif yang telah diobati sebelumnya
( pengobatan ulang) :
a) Pasien kambuh
b) Pasien gagal pada pengobatan dengan panduan OAT Kategori 1 sebelumnya.
c) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow up )
Tahap 4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
Lanjutan
( dosis 3
x
semingg
u
Catatan :
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk sreptomisin adalah 500
mg tanpa memperhatikan berat badan.
Cara melarutkan streptomisin vial 1 gr yaitu dengan menambahkan aquabides sebanyak 3,7
ml sehingga menjadi 4 ml. ( 1 ml = 250 mg )
TB Ringan -
1. Pada TB paru BTA positif follow up BTA s-P dilakukan pada akhir intensif, akhir
sisipan (jika ada), 1 bulan sebelum akhir pengobatan , dan akhir pengobatan.
2. Pada TB paru BTA negative follow up BTA s-p dilakukan pada akhit intensif saja
3. Pada TB Ekstra paru dan TB anak ( tanpa pemeriksaan BTA SPS ),follow up
dilakukan dengan pengamatan keluhan dan kondisi klinis.
Untuk menjaga agar pasien TB rutin berobat, disepakati waktu control pasien TB
adalah 1 – 2 minggu sekali dalam fase intensif dan 1 bulan sekali dalam fase lanjutan.
Apabila pasien tidak datang control ( mangkir ) 2 hari dalam fase intensif dan satu
minggu dalam fase lanjutan, petugas DOTS harus berkoordinasi dengan puskesmas
wilayah dan atau dinas kesehatan untuk pelacakan pasien. Hubungan dengan puskesmas
maupun dinas kesehatan dapat dilakukan melalui telepon ( HP / Telepon Rumah Sakit
Islam Siti Hajar)
B) Kasus ISPA
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar
merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian
karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat
pada pengobatan penyakit ISPA). Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan
memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak
mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi
penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus
mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari
tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA Penatalaksanaan ISPA meliputi
langkah atau tindakan sebagai berikut :
a. Penanganan pertama di rumah
c. Mengobati (to treat) balita yang terkena pneumonia melalui tata-laksana kasus baik di
fasilitas pelayanan kesehatan pratama maupun di Rumah Sakit.
Anak umur < 2 bulan yang mempunyai salah satu tanda bahaya diatas,
dikelompokan pada PENYAKIT SANGAT BERAT dan perlu tindakan segera
rujuk → untuk tindakan rujukan harus ditentukan diagnosa terlebih dahulu oleh
dokter. Bila anak umur < 2 bulan tidak ditemukan tanda bahaya maka anak
masuk klasifikasi ISPA : BATUK BUKAN PNEUMONIA.
Tata laksana pasien di Puskesmas dimulai dengan melakukan skrining pada saat
pasien tiba di Puskesmas sebelum masuk gedung Puskesmas, sedangkan triase dan
pemeriksaan pasien dengan gejala COVID-19 dilakukan di ruang khusus dalam gedung
Puskesmas bagian depan (skrining dan triase dapat dilakukan di luar gedung Puskesmas jika
ada keterbatasan ruangan di dalam gedung Puskesmas). Selanjutnya pasien yang mempunyai
gejala demam dan gangguan saluran pernafasan atau sebagai suspek COVID-19 maupun
yang telah terkonfirmasi COVID-19 mendapatkan tata laksana di ruang pemeriksaan khusus
yang terdapat di bagian depan Puskesmas. Derajat Gejala COVID-19 dapat diklasifikasikan
ke dalam tanpa gejala / asimtomatis, gejala ringan, gejala sedang, gejala berat, dan kritis
seperti ditunjukkan dalam tabel berikut :
Pasien terkonfirmasi COVID-19 tanpa gejala dan gejala ringan dianjurkan untuk
melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing jika memenuhi persyaratan. Pasien
terkonfirmasi COVID-19 akan diberi edukasi apa yang harus dilakukan selama menjalani
isolasi mandiri dan diberikan obat-obatan sesuai kondisinya. Obat-obatan yang diberikan
seperti yang tercantum di bawah ini:
1) Pasien terkonfirmasi tanpa gejala
Bila terdapat penyakit penyerta/komorbid, dianjurkan untuk tetap melanjutkan
pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien rutin meminum terapi obat antihipertensi
dengan golongan obat ACE-inhibitor dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi
ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam atau Dokter Spesialis Jantung.
Vitamin C, dengan pilihan: tablet vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari);
tablet hisap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari); atau multivitamin yang
mengandung vitamin C 1-2 tab let /2 4 j am (selama 30 hari).Vitamin D: dosis 400 IU-1000
IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap,
kapsul lunak, serbuk, sirup) selama 14 hari Obat-obatan suportif, baik tradisional (Fito
farmaka) maupun Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat
dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan
kondisi klinis pasien. Obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat diberikan.