Anda di halaman 1dari 22

BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Alur Pelayanan Poli Infeksius

SCREENING AWAL :
PASIEN GEJALA BATUK, FLU,
DATANG DEMAM

PENDAFTARAN
(Pada ruang tunggu)
ISPA)

ANAMNESA PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN FISIK PENUNJANG
LABORATORIUM

PENENTUAN DIAGNOSA
DAN TERAPI

RAWAT
JALAN
RUJUKAN

INTERNAL EKSTERNAL

Konseling Gizi Rumah Sakit


Poli Gigi
Poli KIA
Klinik Sanitasi

APOTEK

PULANG

B. Metode
Metode yang dilakukan dalam pelayanan di Poli Infeksius adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh keterangan-keterangan tentang keluhan
dan penyakit pasien. dalam istilah kedokteran wawancara ini disebut anamnesis.
Anamnesa dapat dilakukan dengan dua cara cara, yaitu:
a. Autoanamnesa yaitu kegiatan wawancara langsung kepada pasien karena pasien
dianggap mampu menjawab
b. Alloanamnesa yaitu kegiatan wawancara secara tidak langsung atau dilakukan
wawancara/tanya jawab pada keluarga pasien atau yang mengetahui tentang
pasien. Alloanamnesa dilakukan karena :
1) Pasien belum dewasa (anak-anak yang belum dapat mengemukakan pendapat
terhadap apa yang dirasakan)
2) Pasien dalam keadaan tidak sadar karena sesuatu
3) Pasien tidak dapat berkomunikasi
4) Pasien dalam keadaan gangguan jiwa
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan pemeriksaan
kondisi fisik dari pasien, pemeriksaan fisik meliputi:
a. Inspeksi, yaitupemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat/memperhatikan
keseluruhan tubuh pasien scara rinci dan sistematis
b. Palpasi, yaitu pemeriksaan fisik dengan cara meraba pada bagian tubuh yang
terlihat tidak normal
c. Perkusi, yaitu pemeriksaan fisik dengan mengetuk daerah tertentu dari bagian
tubuh dengan jari atau alat, guna kemudian mendengar suara resonensinya dan
meneliti resistensinya
d. Auskultasi, yaitu pemeriksaan fisik dengan mendengarkan bunyi-bunyi yang
terjadi karena proses isiologi atau patologis di dalam tubuh, biasanya
menggunakan alat bantu stetoskop.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yaitu suatu pemeriksaan medis yang dilakukan atas indikasi
tertentu guna memperoleh keterangan lebih lengkap. Tujuan pemeriksaan ini adalah:
a. Terapeutik, yaitu untuk pengobatan tertentu
b. Diagnostik, yaitu untuk membantu menegakkan diagnosis tertentu
4. Tindakan medis
Tidakan medis adalah suatu intervensi medis yang dilakukan pada seseorang berdasar
atas indikasi medis tertentu yang dapat mengakibatkan integritas jaringan atau organ
tertentu. Tindakan medis hanya dapat dilakukan apabila telah dilakukan informed
consent, yaitu persetujuan atau penolakan pasien yang bersangkutan terhadap
tindakan medis yang akan diterimanya setelah memperoleh informasi lengkap tentang
tindakan tersebut. Tindakan tersebut dapat berupa:

a. Tindakan terapetik yang bertujuan untuk pengobatan


b. Tindakan diagnostik yang bertujuan untuk menegakkan atau menetapkan
diagnosis

C. Langkah Kegiatan
1. Alur Pelayanan Poli Infeksius : Alur Poli Infeksius Terlampir
2. Kegiatan pra dan pasca pelayanan
Kegiatan pra pelayanan adalah kegiatan yang dilakukan oleh petugas yang telah
ditentukan sesuai jadwal untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan pada saat
pelayanan pasien di poli infeksius sehingga kegiaan pelayanan pasien di poli infeksius
dapat berjalan dengan lancar. Kegiatan pra pelayanan poli infeksius anatara lain:
a. Memastikan ruangan dalam keadaan bersih dan rapi
b. Memastikan AC terus nyala
c. Menyiapkan alat-alat kedokteran yang digunakan untuk pelayanan, seperti :
Tensimeter, stetoskop, senter, timbangan injak
d. Menyiapkan bahan habis pakai
e. Mengecek ketersediaan obat-obatan
f. Menyiapkan kelengkapan administrasi seperti : blangko rujukan, blangko
resep, langko laboraturium
Kegiatan pasca pelayanan adalah kegiatan yang dilakukan oleh petugas yang telah
ditentukan sesuai jadwal untuk merapikan dan menyimpan segala sesuatu yang telah
selesai dipergunakan dalam pelayanan pasien di poli infeksius setelah pelayanan selesai.
Kegiatan pasca pelayanan ini antara lain:
a. Membersihkan ruangan sehingga dalam keadaan bersih dan rapi
b. Petugas mendiskusikan permasalahan yang ada
c. Membereskan alat: Tensimeter, stetoskop, senter, timangan injak
d. Membereskan dan mengecek ketersediaan bahan habis pakai, segera menhubungi
petugas jika ada yang habis
e. Membereskan kelengkapan administrasi
3. Pengkajian awal klinis pasien
Pengkajian awal klinis pasien adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
menggali dan mengumpulkan informasi awal terhadap pasien yang datang ke Poli
Infeksius atau rujukan internal dari Poli Lainnya. Kajian awal klinis ini dilakukan oleh
perawat maupun dokter. Adapun langkah-langkah pelaksanaan kajian awal klinis pasien
rujukan internal dari poli lain adalah seagai berikut :
a. Menyapa dan mempersilahkan pasien duduk.
b. Mencocokkan identitas pada pasien, buku rekam medik dan papir.
c. Mengembalikan buku rekam medis ke bagian pendaftaran jika tidak cocok
d. Menanyakan keperluan atau keluhan utama pasien
e. Menanyakan keluhan tambahan
f. Menanyakan riwayat penyakit terdahulu
g. Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga
h. Menanyakan lamanya sakit
i. Menanyakan riwayat pengobatan pasien yang sudah didapat.
j. Menanyakan reaksi obat tersebut apakah setelah minum obat ada perbaikan atau tidak.
k. Menanyakan apakah pasien memiliki alergi terhadap obat tertentu.
l. Melakukan pemeriksaan fisik meliputi : pemeriksaan TTV dan pengkajian data fokus
terhadap keluhan pasien.itahukan hasil pemeriksaan kepada pasien
m. Memberitahu kepada pasien hasil pemeriksaan
n. Memberitahu kepada pasien jika memerlukan pemeriksaan laborat atau penunjang
o. Menuliskan rujukan internal juka diperlukan
p. pemeriksaan laboratorium bila perlu.
q. mancatat semua hasil anamnesa, pemeriksaan fisik ke dalam buku rekam medis pasien
Adapun langkah-langkah pelaksanaan kajian awal klinis pasien datang langsung ke
poli harmoni adalah seagai berikut :

a. Menyapa dan mempersilahkan pasien duduk.


b. Mencocokkan identitas pada pasien, buku rekam medik dan papir.
c. Mendaftarkan pasien ke bagian pendaftaran
d. Mengembalikan buku rekam medis ke bagian pendaftaran jika tidak cocok
e. Menanyakan keperluan atau keluhan utama pasien
f. Menanyakan keluhan tambahan
g. Menanyakan riwayat penyakit terdahulu
h. Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga
i. Menanyakan lamanya sakit
j. Menanyakan riwayat pengoatan pasien yang sudah didapat.
k. Menanyakan reaksi obat tersebut apakah setelah minum obat ada perbaikan atau
tidak.
l. Menanyakan apakah pasien memiliki alergi terhadap obat tertentu.
m. Melakukan pemeriksaan fisik meliputi : pemeriksaan TTV dan pengkajian data
fokus terhadap keluhan pasien.itahukan hasil pemeriksaan kepada pasien
n. Memberitahu kepada pasien hasil pemeriksaan
o. Memberitahu kepada pasien jika memerlukan pemeriksaan laborat atau penunjang
p. Menuliskan rujukan internal juka diperlukan
q. pemeriksaan laboratorium bila perlu.
r. mancatat semua hasil anamnesa, pemeriksaan fisik ke dalam buku rekam medis
pasien
4. Pelayanan medik dasar
Pelayanan medik dasar adalah adalah kegiatan dan atau serangkaian kegiatan
pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan
akibat penyakit, atau pengendalian penyakit agar kualitas penderita dapat terjaga
seoptimal mungkin. Pelayanan medik dasar ini dilakukan oleh dokter umum atau oleh
sesorang perawat dengan pelimpahan wewenang sesuai dengan standar operasional
prosedur yang telah ditetapkan oleh kepala puskesmas De.latope. Pendelegasian
kewenangan ini tetap mengikuti ketentuan yang berlaku. Supervisi yang dilakukan oleh
dokter. Pelimpahan wewenang dilakukan dalam kondisi :
a. Dokter yang melakukan pemeriksaan dan pengobatan tidak ada di tempat karena
tugas kedinasan lain atau berhalangan hadir atau izin
b. Keadaan situasional tertentu seperti jumlah yang banyak yang tidak dapat
ditangani oleh dokter yang ada atau ada kejadian Luar Biasa (KLB)
Adapun langkah-langkah pelayanan medik dasar adalah sebagai berikut:
a. Menentukan diagnosa penyakit pasien
b. Menjelaksan diagnosa tersebut kepada pasien
c. Memerikan terapi /pengoatan kepada pasien secara rasional
d. Menjelaskan terapi yang dierikan
e. Menuliskan resep
f. Mencatat pada buku rekam medis pasien

5. Konseling medik umum/penyuluhan kesehatan


Penyuluhan kesehatan individu adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan
cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar,
tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada
hubungannya dengan kesehatan. Pemberian konseling atau penyuluhan ini dilakukan
secara lisan oleh dokter atau perawat pada saat selesai pemerian terapi ataupun pada saat
pengkajian awal klinis baik dengan atau tidak menggunakan media penyuluhan seperti:
Leaflet, lembar balik ataupun media lain. Adapun langkah-langkah penyuluhan kesehatan
ini adaah seagai erikut:
a. Menentukan diagnosa/ diagnosa keperawatan, terapi atau tindakan
b. Memerikan informasi kepada keluarga atau pasien mengenai:
1. penyakit yang diderita pasien
2. Penggunaan oat secara aman dan fektif untuk semua oat yang dikonsumsi
pasien
3. Makanan yang dianjurkan dan yang dilarang untuk dikonsumsi
4. Aspek etika dalam pengobatan
5. PHBS
c. Menggunakan cara diskusi atau demonstrasi
d. Menggunakan alat antu jika diperlukan
e. Mencatat konseling dalam buku rekam medis pasien
6. Deteksi dini penyakit
Deteksi dini penyakit adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengungkapkan adanya
kemungkinan mengidap suatu mpenyakit tertentu. Deteksi dini ini dilakukan dengan
menggali faktor risiko pasien tertentu untuk mengetahui adanya kemungkinan untuk
menderita penyakit tertentu, Deteksi dini dapat dilakukan dengan hanya wawancara
kepada pasien atau keluarga ataupun dengan melakukan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan penemuan suatu penyait tertentu.
7. Melakukan rujukan
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus penyakit atau
masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam
arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan
lainnya, maupun secara horisontal dalam arti antar strata sarana pelayanan kesehatan
yang sama.
Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh
Puskesmas terbatas, sehingga dalam memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna
Puskesmas melakukan rujukan secara rasional (tepat indikasi, tepat waktu dan tepat
sasaran).
Poli Infeksius dapat melakukan rujukan Internal / ke Poli lain seperti Poli Gigi, Poli
KIA, Konseling Gizi, dan Klinik Sanitasi. Puskesmas bisa merupakan rujukan vertikal ke
tingkat lebih rendah atau ke tingkat lebih tinggi maupun horizontal antar fasilitas
kesehatan yang sama pada wilayah yang berbeda. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 pasal 3 tentang sistim rujukan pelayanan
kesehatan perorangan, maka:
1. Pelayanan kesehatan dilakukan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, dimulai
dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari
pelayanan kesehatan tingkat pertama.
3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari
pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.
Penyebab rujukan, antara lain karena ketidak mampuan Puskesmas dalam melakukan
pemeriksaan spesimen/penunjang medik, keterbatasan pengetahuan, membutuhkan
konsultasi tenaga ahli/spesialis dan lain-lain.
Kriteria pasien yang dirujuk adalah bila memenuhi salah satu:

a. Hasil pemeriksaan fisik sudah dipastikan tidak mampu diatasi.


b. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak mampu
diatasi.
c. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi pemeriksa harus
disertai dengan kehadiran pasien.
Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu.
D. Tatalaksana Kasus
Adapun kasus yang ditangani di Poli Infeksius yaitu :
A) Kasus TB
1) Tata laksana penjaringan suspek TB.
1. Kriteria suspek TB
1.1 Semua orang yang datang ke rumah sakit dengan keluhan batuk berdahak 2
minggu atau lebih dianggap sebagai seorang tersangka ( suspek ) pasien TB dan
perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis ( BTA SPS )
1.2 Semua kontak dengan pasienTB paru BTA positif yang menunjukkan gejala yang
sama harus dianggap sebagai seorang suspek TB dan dilakukan pemeriksaan
dahak .
1.3 Semua keluarga pada penderita TB Anak yang menunjukkan gejala yang sama
harus dianggap sebagai seorang suspek TB dan dilakukan pemeriksaan dahak.
2. Untuk pasien anak – anak, kriteria suspek TB adalah sebagai berikut :
1.
2.
2
2.1 Kontak erat dengan penderita TB BTA positif
2.2 Reaksi cepat BCG ( timbul kemerahan dilokasi suntikan dalan 3 – 7 hari setelah
imunisasi BCG )
2.3 Anoreksia atau nafsu makan menurun disertai gagal tumbuh, berat badan turun
tanpa sebab yang jelas atau berat badan kurang yang tidak naik dalam 1 bulan
meskipun sudah dengan penanganan gizi.
2.4 Demam lama ( > 2 minggu ) atau berulang tanpa sebab yang jelas ( singkirkan
dulu kemungkinan ISK, Malaria, Demam Typhoid dan lain –lain
2.5 Batuk lama ( > 3 minggu ) dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
2.6 Pembesaran kalenjar limfe superficial yang spesifik ( leher, axilla, inguinal )
2.7 Skrofuloderma
2.8 Test tuberculin positif ( > 10 mm )
2.9 Konjungtivitis fliktenularis
Pemeriksaan follow up TB terhadap anak dibawah (5) tahun pada keluarga TB harus
dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah diperlukan pengobatan TB atau
pengobatan pencegahan.

Semua suspek TB dilaporkan kepada unit DOTS melalui koordinator instalasi Rawat
Inap / Instakasi Rawat Jalan dengan menggunakan form yang telah disediakan

2) Tata laksana penegakkan diagnosa TB


1. TB paru Dewasa
Penegakkan diagnosa TB paru dilakukan dengan pemeriksaan dahak mikroskopis
atau BTA sewaktu-pagi-sewaktu ( BTA-SPS). Pemeriksaan penunjang lainnya seperti
foto dada,pemeriksaan darah , dan lain-lain dapat digunakan sebagai penunjang. Tidak
dibenarkan menegakkan diagnosa TB paru hanya berdasarkan foto thorax saja.

2. TB paru anak
Untuk pasien anak yang dapat mengeluarkan dahak , penegakan diagnosa TB paru
tetap menggunakan pemeriksaan dahak BTA-SPS ( sewaktu-pagi-sewaktu). Untuk anak
yang tidak dapat mengeluarkan dahak , diagnosa TB ditegakkan dengan menggunakan
system scoring. Diagnosa TB ditegakkan jika nilai scoring ≥ 6.

3. TB ekstra paru
Metode yang dipakai untuk menegakkan TB ekstra paru bervariasi tergantung
organ yang terkena , misalnya Patologi Anatomi, Radiologi, dan lain-lain. Semua pasien
yang tegak diagnosa TB ekstra paru harus diperiksa BTA SPS-nya untuk
menyingkirkan kemungkinan didapatkan pula TB paru.
Pemeriksaan mikroskopis dahak ( BTA Sewaktu-pagi-sewaktu ) dilakukan untuk
mencari kuman Mycobacterium tuberculosis, sebanyak 3 kali pemeriksaan dahak
dengan minimal 1 kali dahak bangun tidur pagi.
3) Tata Laksana Pengobatan TB
Sesuai dengan strategi DOTS,maka pengobatan TB dilakukan dengan pengawasan
langsung dan dalam jangka pendek. Prinsip pengobatan TB adalah sebagai berikut

1. Adanya PMO ( Pengawas Menelan Obat )


PMO merupakan orang yang ditunjuk untuk memastikan pasien TB menelan OAT (
Obat Anti Tuberkulosis ) secara rutin dan dengan cara yang benar .PMO dapat berasal
dari petugas kesehatan ,kader kesehatan atau keluarga pasien.

2. Kombinasi OAT ( Obat Anti Tuberkulosis )


OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah
cukup dan dosis yang tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Tidak diperkenankan
menggunakan OAT tunggal ( monoterapi ). Penggunaan OAT Kombinasi Dosis Tetap
( OAT-KDT )lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis di Indonesia adalah :

2.1 Kategori 1 : 2( HRZE) / 4( HR)3


2.2 Kategori 2 : 2 (HRZE)S / (HRZE) / 5 (HR)3 E 3
2.3 OAT Anak :2 (HR)Z / 4 HR atau2 HRZA (S)/4-10 HR
2.4 Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat terdiri dari
OAT lini ke 2 yaitu Kanamisin,levofloksasin, etionamide, Sikloserin,
Moksifloksasin dan PAS serta lini -1 yaitu Pirazinamid dan Etambutol

Panduan Obat Anti Tuberculosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,dengan


tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas)pengobatan sampai selesai.Satu(1) paket untuk satu(1) pasien dalam satu(1)
masa pengobatan.

Tabel 3.1 Obat Anti Tuberculosis (OAT) OAT Lini Pertama

Jenis Sifat Efek Samping

Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik,


gangguan fungsi hati, kejang

Rifampisin(R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan


gastrointestinal, urine berwarna
merah, gangguan fungsi hati,
trombositopeni, demam, skinrash,
sesak nafas, anemia hemolitik

Pirazinamid(Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan


fungsi hati, goutartritis

Streptomisin(S Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan


) keseimbangan dan pendengaran,
renjatan anafilaktik,
anemia,agranulositosis,
trombositopeni

Etambutol(E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna,


neuritis perifer

Tabel 3.2 Kisaran dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa

Dosis
OAT
Harian 3 x / Minggu

Kisaran dosis Maksimum Kisaran dosis Maksimum /


( mg/kg BB ) ( mg ) ( mg / kg hari
BB ) ( mg )

Isoniasid 5(4–6) 300 10 ( 8 – 12 ) 900

Rifampisin 10 ( 8 – 12 ) 600 10 ( 8 – 12 ) 600

Pyrazinamid 25 ( 20 – 30 ) - 35 ( 30 – 40 ) -

Etambutol 15 ( 15 – 20 ) - 30 ( 25 – 35 ) -

Streptomisin 15 ( 12 – 18 ) - 15 ( 12 – 18 ) 1000

Catatan :
Pemberian streptomisin untuk pasien yang berumur > 60 tahun atau pasien dengan berat
badan < 50 kg mungkin tidak dapat mentoleransi dosis > 500 mg/hari.

Jenis Sifat Efek samping

Golongan 1 : OAT lini


pertama oral Bakteri Gang
Pirazinamid ( Z ) sidal guan gastrointestinal,
gangguan fungsi hati,
Etambutol ( E ) Bakteriostatik gout
arthritis
Gangguan penglihatan,
buta warna, neritis
perifer

Golongan 2 : OAT
suntikan Jnjjjjjjjhjhjjjjhhjhhjhhjhjhj k
Kanamycin ( Km ) Bakterisidal Km, Am, Cm
Amikacin ( Am) Bakterisidal memberikan efek
Capreomycin ( Cm ) bakterisidal samping yang serupa
seperti pada
penggunaan
streptomisin

Golongan 3 :
fluorokuinolon Mual,muntah,sakit
Levofloksasin ( Lfx ) Bakterisidal kepala,pusing, sulit
tidur, ruptur tendon
( jarang )
Moksifloksasin ( Mfx )
Mual, muntah, diare,
sakit kepala, pusing,
nyeri sendi, rupur
tendon ( jarang )

Bakterisidal

Golongan 4 : OAT lini


kedua oral N J
Para-aminosalicylic acid bakteriostatik Gangguan
(PAS) gastrointestinal,
gagguan fungsi hati
dan pembekuan darah (
jarang ),hipotiroidisem
yang reversible.o

Cyclosrine ( Cs ) Bakteriostatik Gangguan sistem araf


pusat : sulit konsentrasi
dan lemah, depresi,
bunuh diri, psikosis.
Gangguan lain adalah
Ethionamide ( Etio ) Bakterisidal neuropati perifer,
stevens johnson
syndrome.
M
Gangguan
gastrointestinal,
anoreksia, ganguan
fungsi hati, jerawatan,
rambut
rontok,ginekomasti,
impotensi, gangguan
siklus menstruasi,
hipotiroidisme yang
reversible.

Golongan 5 : obat yang masih belum jelas manfaatnya dlm pengobatan TB


resistan obat.
Clofazimine ( CFz ), Linezoid ( Lzd ), Amoxicilin / Clavulanate ( Amx/Clv ),
Thioacetaqzone ( Thz ), Imipenem/Cilastatin ( Lpm/Cln ), Isoniazid dosis tinggi
( H , Clarithromycin ( Clr ), Bedaquilin ( Bdg ).

Pemakaian OAT Kombinasi Dosis Tetap ( OAT –KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan. Dibawah ini adalah panduan dosis OAT KDT.

1. Kategori 1
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
a) Pasien baru TB terkonfirmasi bakteriologis
b) Pasien TB Paru terdiagnosis klinis
c) Pasien TB Ekstra Paru
Dosis paduan OAT KDT Kategori 1:2 ( HRZE ) / 4 ( HR ) 3

Berat Badan Tahap intensif Tahap Lanjutan

tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama 16 minggu

RHZE (150/75/400/275 ) RH ( 150/150 )

30 - 37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT

38 - 54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT

55 - 70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT

> 71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT

Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2 HRZE / 4 H3R3

Tahap Lama Dosis per hari / kali Jumlah


hari / kali
Pengobata pengobata Tablet Kaplet Tablet Tablet menelan
n n obat
Isoniasid Rifampis Pirazinamid Etambutol
in
a.300 a.500 mgr a.250 mgr
mgr a.450
mgr

Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

2. Kategori 2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA Positif yang telah diobati sebelumnya
( pengobatan ulang) :
a) Pasien kambuh
b) Pasien gagal pada pengobatan dengan panduan OAT Kategori 1 sebelumnya.
c) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow up )

Dosis paduan OAT KDT Kategori 2 : 2 ( HRZE ) S / ( HRZE ) /5 ( HR ) 3 E3

Berat Tahap Intensif Tahap lanjutan

Badan Tiap hari 3 kali seminggu

RHZE ( 150/75/400/275 ) + S RH ( 150/150 ) + E ( 400 )

Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

30-37 kg 2 tab 4 KDT 2 tab 4 KDT 2 tab 2 KDT

+ 500 mg Streptomisin Inj + 2 tab Etambutol

38-54kg 3 tab 4 KDT 3 tab 4 KDT 2 tab 2 KDT

+ 750 mg Streptomisin Inj + 2 tab Etambutol

55-70 kg 4 tab 4 KDT 4 tab 4 KDT 4 tab 2 KDT

+ 1000 mg Streptomisin Inj + 4 tab Etambutol

≥ 71 kg 5 tab 4 KDT 5 tab 4 KDT 5 tab 2 KDT

+1000 mg Streptomisin Inj + 5 tab Etambutol

Dosis panduan OAT Kombipak kategori 2 :2 HRZES/HRZE/5 H3R3E3

Tablet Kaplet Tablet Etambutol Strept Jumlah


Isonia Rifamp Pirazina omisi hari/kal
Tahap Lama sid@3 icin@ mide@ tablet Tablet n i
pengobat Pengoba 00 450 500 mgr @ @400 injeks menela
an tan mgr mgr 250 mgr i n obat
mgr

Tahap 2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 56


intensif gr
(dosis 1 bulan 1 1 3 3 - 28
harian) -

Tahap 4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
Lanjutan
( dosis 3
x
semingg
u

Catatan :

Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk sreptomisin adalah 500
mg tanpa memperhatikan berat badan.

Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.

Cara melarutkan streptomisin vial 1 gr yaitu dengan menambahkan aquabides sebanyak 3,7
ml sehingga menjadi 4 ml. ( 1 ml = 250 mg )

OAT Anak yang biasa dipakai dan dosisnya


Nama Obat Dosis harian Dosis Efek Samping
(mg/kgBB/har maksimal
i) (mg/hari)

Isoniazid(H) 10(7-15) 300 Hepatitis,neuritis


perifer,hipersensitivitas

Rifampisin(R) 15(10-20) 600 Gastrointestinal,reaksi


kulit,hepatitis,trombositopenia,peni
ngkatan enzim hati,cairan tubuh
berwarna orange kemerahan

Pirazinamid(P) 35(30-40) - Toksisitas


hepar,artralgia,gastrointestinal

Etambutol(E) 20(15-25) - Neuritis optik,ketajaman mata


berkurang,buta warna merah hijau
hipersensitivitas,gastrointestinal.

Streptomisin(S) 15-40 1000 Ototoksik,nefrotoksik

OAT Kategori Anak dan Peruntukannya

OAT Tahap OAT Tahap Lama


Jenis TB Prednison
Awal Lanjutan Pengobatan

TB Ringan -

2HRZ 4HR 2 mgg dosis penuh,


Afusi Pleura TB kemudian tappering 6 bulan
off.

TB BTA Positif 2HRZE 4HR -

TB paru dengan 2HRZ+E


tanda-tanda atau S 4 mgg dosis penuh,
kerusakan luas : 7-10HR kemudian tappering 9-12
 TB milier off.
 TB+destroyed
lung
10HR 4 mgg dosis penuh, 12 bulan
Meningitis TB kemudian tappering
off.

2 mgg dosis penuh,


Peritonitis TB kemudian tappering
off.

Perikardistis TB 2 mgg dosis penuh,


kemudian tappering
off.
Skeletal TB -

3. OAT Kategori Anak Kemasan Kombinasi Dosis tetap (KDT)OAT(FDC= Fixed


Dose Combination)
Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan
minum obat,paduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/FDC.Satu paket dibuat
untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan.
Dosis Kombinasi OAT TB pada Anak

Berat Badan(kg) 2 bulan RHZ(75/50/150) 4 bulan RH(75/50)


5-7 1 tablet 1 tablet
8-11 2 tablet 2 tablet
12-16 3 tablet 3 tablet
17-22 4 tablet 4 tablet
23-30 5 tablet 5 tablet
Keterangan :
BB> 30 Kg diberikan 6 tablet atau mengguanakan KDT Dewasa
OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah dan tidak boleh digerus)
Obat diberikan pada saat perut kosong atau 1 jam setelah makan

4) Tata Laksana Follow up Pasien TB


Pemantauan kemajuan hasil pengobatan TB paru dewasa dilaksanakan dengan
pemeriksaan ulang dahak mikroskopis. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan
memeriksa specimen dahak sebanyak 2 kali ( sewaktu dan pagi ). Hasil pemeriksaan
dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif
atau keduanya positif , hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.

1. Pada TB paru BTA positif follow up BTA s-P dilakukan pada akhir intensif, akhir
sisipan (jika ada), 1 bulan sebelum akhir pengobatan , dan akhir pengobatan.
2. Pada TB paru BTA negative follow up BTA s-p dilakukan pada akhit intensif saja
3. Pada TB Ekstra paru dan TB anak ( tanpa pemeriksaan BTA SPS ),follow up
dilakukan dengan pengamatan keluhan dan kondisi klinis.
Untuk menjaga agar pasien TB rutin berobat, disepakati waktu control pasien TB
adalah 1 – 2 minggu sekali dalam fase intensif dan 1 bulan sekali dalam fase lanjutan.
Apabila pasien tidak datang control ( mangkir ) 2 hari dalam fase intensif dan satu
minggu dalam fase lanjutan, petugas DOTS harus berkoordinasi dengan puskesmas
wilayah dan atau dinas kesehatan untuk pelacakan pasien. Hubungan dengan puskesmas
maupun dinas kesehatan dapat dilakukan melalui telepon ( HP / Telepon Rumah Sakit
Islam Siti Hajar)

a) Tata laksana Screening Faktor Risiko HIV-AIDS Dan TB MDR


1. Screening HIV
Epidemi HIV sangat berpengaruh terhadap meningkatnya kasus TB, dan begitu
pula sebaliknya pengendalian TB tidak akan berhasil baik tanpa keberhasilan
pengendalian HIV. Oleh karena itu, setiap pasien TB yang baru diobati harus di
evaluasi factor risiko HIV-nya. Apabila seorang pasien TB dinilai berisiko terhadap
kemungkinan HIV-AIDS, pasien tersebut harus dirujuk kelayanan VCT
2. Screening TB MDR
TB MDR adalah kasus TB yang disebabkan oleh basil Mycobacterium
tuberculosis yang telah resisten terhadap INH dan rifampicin secara bersamaan ,
dengan atau tanpa resistensi OAT ini pertama lainnya. Kegiatan penemuan pasien TB
MDR diawali dengan penemuan suspek TB MDR. Suspek TB MDR adalah semua
orang yang mempunyai gejala TB dan memenuhi salah satu criteria TB MDR.
Apabila ditemukan suspek TB MDR, Untuk pemeriksaan lebih lanjut . Rujukan
mengunakan form khusus rujukan suspek TB MDR, dan dicatat dibuku daftar suspek
TB MDR.
b) Tata Laksana Rujukan Pasien TB
Merujuk pasien TB berarti memindahkan pengobatan TB ke UPK lain, Ada 2
jenis rujukan pengobatan TB, yaitu :

1. Rujukan Awal : Puskesmas De.latope hanya menegakkan diagnosa TB, seluruh


pengobatan dilakukan di UPK lain mulai dari awal.
2. Rujukan Tengah Pengobatan : Puskesmas De.latope menegakkan diagnose TB,
meregister sebagai pasien TB di Puskesmas De.latope, memulai pengobatan , dan
ditengah pengobatan memindah pasien TB ke UPK lain.

B) Kasus ISPA
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar
merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian
karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat
pada pengobatan penyakit ISPA). Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan
memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak
mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi
penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus
mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari
tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA Penatalaksanaan ISPA meliputi
langkah atau tindakan sebagai berikut :
a. Penanganan pertama di rumah

Penanganan ISPA tidak harus di tempat pelayanan kesehatan saja,tetapi penangan


ISPA sebelum berobat ke pelayanan kesehatan harus ditangani. Menurut Simanjutak
(2007) penanganan demam sebelum ke tempat pelayanan kesehatan yaitu meliputi
mengatasi panas (demam), pemberian makanan yang cukup gizi, pemberian cairan,
memberikan kenyamanan dan memperhatikan tanda-tanda bahaya ISPA ringan atau berat
yang memerlukan bantuan khusus petugas kesehatan.
b. Penatalaksanaan oleh tenaga kesehatan menurut R.Hartono (2012) adalah :
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya,melihat dan mendengarkan anak. Hal
ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan
meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh
ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak
tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat
tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan
auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan diklassifikasi.
2. Pengobatan
a) Klasifikasi ISPA dibagi menjadi 3 kategori dan intervensi dari ketiga kategori
ISPA berbeda-beda yaitu salah satunya ISPA berat. Penatalaksanaan ISPA berat
yaitu dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya.
b) Selain ISPA berat ISPA sedang pun memiliki penatalaksanaan tersendiri.
Penatalaksanaan ISPA sedang yaitu diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila
penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian
kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti
yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
c) Menurut Depkes RI tahun 2012 Penatalaksanaan ISPA ringan yaitu tanpa
pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat
digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat
yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan antihistamin. Bila demam
diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek
bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai
pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh
kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
3. Istirahat yang Cukup
Anak yang mempunyai penyakit febrile akut seharusnya mendapat tempat tidur
istirahat. Ini biasanya tidak sulit untuk suhu yang ditinggikan tetapi menjadi sulit
ketika anak merasa baik. Sering anak banyak mengeluh dengan tempat istirahat ketika
mereka diijinkan untuk berbohong untuk sesuatu agar mereka dapat menonton TV atau
aktifitas lain secara diam diam. Jika anak protes, diijinkan mereka untuk bermain
secara diam-diam untuk mencapai istirahat lebih baik daripada membuat mereka
menangis melampui batas tempat tidur.
4. Mengembangkan kenyamanan
Anak yang lebih tua biasanya mampu untuk mengatur keluarnya bunyi sengau
dengan kesulitan yang kecil. Orang tua memerintahkan untuk membenarkan
mengelola obat tetes hidung dan irigasi kerongkongan jika dipesan. Untuk setiap anak
muda, yang normalnya melewati hidung, pengisap sengau bayi atau alat pembersih
telinga berbentuk syringe yang menolong berpindahnya keluaran sengau sebelum
memberinya. Praktek ini diijinkan dengan membangkitkan obat tetes hidung yang
dapat membersihkan sengau dan mendukung pemberiannya. Obat tetes hidung dapat
disiapkan di rumah dengan membuat 1 sendok teh garam kedalam 1 takaran air panas.
5. Menurunkan Suhu
Jika anak mempunyai suhu tinggi yang signifikan, mengatur demam sangat
tinggi. Orang tua mengetahui cara merawat suhu anak dan membaca thermometer
dengan akurat.
6. Pencegahan penyebaran infeksi
Berhati-hati dalam mencuci tangan dengan melakukan ketika merawat anak
yang terinfeksi pernafasan. Anak dan keluarga mengajarkan untuk menggunakan tisu
atau tangannya untuk menutup hidung dan mulutnya ketika mereka batuk / bersin dan
mengatur tisu dengan pantas seperti sebaiknya mencuci tangannya. Penggunaan tisu
dapat saja dibuang ke bak sampah dan tisu dianjurkan mengakumulasi ke tumpukan,
anak yang terinfeksi pernafasan tidak berbagi cangkir minuman, baju cuci / handuk.
7. Mengembangkan Hidrasi
Dehidrasi terutama ketika muntah atau diare. Cukupnya cairan yang diterima
mendorong yang berlebihan jumlah cairan pada frekuensi. Cairan tinggi kalori seperti
colas, jus buah air pewarna dan pemanis pada jagung mencegah katabolisme dan
dehidrasi terapi akan mencegah diare yang muncul.
8. Pemenuhan Nutrisi
Hilangnya nafsu makan adalah karakter anak yang terinfeksi akut dan pada
banyak kasus anak diijinkan untuk menentukan miliknya yang dibutuhkan untuk
makan
9. Dukungan Keluarga dan Rumah Asuh
Orang tua memberi anak antibiotik oral yang membutuhkan untuk pemahaman
begitu penting untuk mengelola secara teratur dan selanjutnya obat untuk mengukur
jarak pada waktu anaknya sakit. Orang tua juga secara kontinyu memberi banyak
pengobatan pada anak yang tidak diterima oleh praktek kesehatan. Ketidakcocokan
efek telah diterangkan pada anak yang menerima bekal persiapan untuk dewasa
(seperti aktifitas panjang obat tetes hidung (Neo-synephrine II), Dextromethorphan,
batuk squares (kehilangan untuk anak). Mereka juga berkelanjutan untuk memberi
gambaran antibiotik yang tertimbun pada penyakit sebelumnya.

1) Penemuan dan Tatalaksana Kasus Pneumonia Balita


Secara global, dalam kerangka strategi pencegahan dan pengendalian
pneumonia balita, upaya-upaya dikelompokkan menjadi 3 misi, yaitu:
a. Melindungi (to protect) balita dengan menciptakan lingkungan yang
mempunyai risiko kecil untuk kejadian pneumonia. Upaya dalam kategori
ini meliputi pemberi an ASI eksklusif, pemberian gizi seimbang,
pencegahan berat badan lahir rendah, pegurangan polusi udara dalam
ruangan serta perilaku cuci tangan pakai sabun.

b. Mencegah (to prevent) balita terkena pneumonia. Upaya yang dilakukan


dalam kategori ini adalah pemberian vaksinasi batuk rejan (pertusis), campak,
Haemophilus Influenzae b (Hib) dan pneumokokus (untuk Indonesia belum
diberlakukan.

c. Mengobati (to treat) balita yang terkena pneumonia melalui tata-laksana kasus baik di
fasilitas pelayanan kesehatan pratama maupun di Rumah Sakit.

Dalam pengendalian penumonia balita, kegiatan penemuan dan


tatalaksana kasus merupakan intervensi utama. Upaya penemuan kasus
meliputi:

a. Penemuan kasus secara pasif.

Upaya penemuan dilakukan terhadap balita yang datang ke fasilitas


pelayanan kesehatan Puskesmas dan jaringannya atau Rumah Sakit
termasuk Rumah sakit swasta.

b. Penemuan kasus secara aktif.

Dalam hal ini, petugas kesehatan bersama kader secara aktif


menemukan kasus baru di lapangan dan kunjungan ke rumah pada
pasien pneumonia yang tidak datang untuk kunjungan ulang.
 Langkah-langkah penemuan kasus:
a. Menanyakan balita yang batuk dan atau kesukaran bernapas
b. Melakukan penentuan tanda bahaya sesuai golongan umur <2 bulan
dan 2 bulan sampai 59 bulan
c. Melakukan pemeriksaan dengan melihat tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam (TDDK) dan hitung napas.
d. Melakukan klasifikasi balita batuk dan atau kesukaran bernapas;
pneumonia berat, pneumonia dan batuk bukan pneumonia
Kasus pneumonia balita yang ditemukan segera ditindak lanjuti dengan
tatalaksana kasus yang efektif, melalui upaya-upaya sebagai berikut:

a. Pengobatan dengan menggunakan antibiotik: amoksisilin dosis tinggi


selama 3 hari dan obat simptomatis yang diperlukan seperti parasetamol,
salbutamol (dosis dapat dilihat pada bagan Tatalaksana ISPA).

b. Kunjungan ulang bagi penderita pneumonia setelah 2 hari mendapat


antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan.

c. Rujukan bagi penderita pneumonia berat atau penyakit sangat berat.


Pemahaman dan keterlibatan keluarga dalam mengenali gejala
pneumonia pada balita dan membawanya ke fasilitas pelayanan kesehatan
diharapkan akan dapat meningkatkan cakupan penemuan kasus pneumonia.

 Tatalaksana kasus Pneumonia Balita


1. Klasifikasi Balita Batuk dan atau Kesukaran Bernapas :
Klasifikasi penderita pneumonia Balita
dikelompokan berdasarkan golongan umur
sebagai berikut :
 Umur < 2 bulan klasifikasinya bila tidak ada
TTDK dan Napas Cepat hanya Batuk Bukan
Pneumonia saja. Untuk tindakan rujuk segera
pada anak < 2 bulan bila ada tanda bahaya di
masuk katagori penyakit sangat berbahaya
 Umur 2 bulan sampai 59 bulan klasifikasi ada tiga pembagian
yaitu Pneumonia Berat, Pneumonia dan Batuk Bukan
Pneumonia. Bila ada indikasi salah satu tanda bahaya masukan
ke pada katagori penyakit sangat berat.
2. Tatalaksana penderita batuk dan atau kesukaran bernapas umur
< 2 Bulan

TANDA BAHAYA UMUR < 2 BULAN


1. Napas cepat (≥ 60 6. Kesadaran menurun
kali/menit) atau 7. Stridor
2. Napas lambat ≤ 30 8. Wheezing
kali/menit) atau 9. Tangan dan Kaki teraba
3. TDDK dingin
4.Kurang bisa Minum 10. Tanda gizi buruk
5. Kejang 11. Demam

Anak umur < 2 bulan yang mempunyai salah satu tanda bahaya diatas,
dikelompokan pada PENYAKIT SANGAT BERAT dan perlu tindakan segera
rujuk → untuk tindakan rujukan harus ditentukan diagnosa terlebih dahulu oleh
dokter. Bila anak umur < 2 bulan tidak ditemukan tanda bahaya maka anak
masuk klasifikasi ISPA : BATUK BUKAN PNEUMONIA.

3. Tatalaksana Anak Batuk dan atau Kesukaran Benapas Umur 2 Bulan –


59 Bulan

Tanda Bahaya Umur 2 Bulan-59 Bulan


1. Tidak bisa minum 5. Gizi buruk
2. Kejang 6. Tampak biru (sianosis)
3. Kesadaran menurun 7. Ujung tangan serta kaki pucat dan
4. Stridor dingin

UMUR 2 BULAN - 59 BULAN


TANDA - Tarikan dinding -Napas cepat - Tidak ada tarikan
dada ke dalam Batas napas cepat : dinding dada ke
(TDDK) atau - 2 bln-<12 bln : dalam
- Saturasi oksigen <92 ≥50kali/mnt - Tidak ada napas
- 12 bln – 59 bln : cepat
≥40kali/mnt
-
PNEUMONIA BATUK BUKAN
KLASIFIKASI PNEUMONIA
BERAT PNEUMONIA
TINDAKAN - Beri oksigen - Beri amoksisilin oral - Beri pelega
maksimal 2-3 liter per dosis tinggi 2 kali per tenggorokan dan
menit hari untuk 3 hari pereda batuk yang
- Beri dosis pertama - Beri pelega aman
antibiotik yang sesuai tenggorokan dan - Apabila batuk > 14
- Rujuk segera ke RS pereda batuk yang hari rujuk
- Obati wheezing bila aman - Apabila wheezing
ada - Apabila batuk > 14 berulang rujuk
hari rujuk -Nasihati kapan
- Apabila wheezing kembali segera
berulang rujuk - Kunjungan ulang
-Nasihati kapan dalam 5 hari bila
kembali segera tidak ada perbaikan
- Kunjungan ulang - Obati wheezing
dalam 2 hari Obati bila ada
wheezing bila ada
Kunjungan Ulang

Nilai kembali dalam 2 hari kondisi anak yang mendapat antibiotik


KONDISI MEMBURUK TETAP SAMA MEMBAIK
- Ada tanda bahaya - Napas terlihat
- Ada TDDK normal
TANDA Masih terliht napas cepat
- Tidak ada tanda
bahaya
- Habiskan
Rujuk segera ke sarana antibiotik
TINDAKAN Ganti antibiotik
kesehatan - Beri makanan
bergizi

 Perkiraan Kasus Pneumonia Balita


Perkiraan kasus pneumonia balita suatu wilayah didasarkan pada
angka insidens Pneumonia Balita dan jumlah Balita. Angka insidens
pneumonia (perkiraan) menggunakan angka estimasi insidens pada
provinsi terkait. Misal estimasi angka insidens di Kabupaten Donggala
Provinsi Sulawesi Tengah adalah 5,19% Jumlah Balita menurut kabupaten
dan provinsi se Indonesia telah dihitung perkiraannya dan ditetapkan
melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 02.02/Menkes/117/2015
tentang Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2015-
2019.

Cakupan Penemuan Kasus Pneumonia Balita


C) Kasus COVID-19

Tata laksana pasien di Puskesmas dimulai dengan melakukan skrining pada saat
pasien tiba di Puskesmas sebelum masuk gedung Puskesmas, sedangkan triase dan
pemeriksaan pasien dengan gejala COVID-19 dilakukan di ruang khusus dalam gedung
Puskesmas bagian depan (skrining dan triase dapat dilakukan di luar gedung Puskesmas jika
ada keterbatasan ruangan di dalam gedung Puskesmas). Selanjutnya pasien yang mempunyai
gejala demam dan gangguan saluran pernafasan atau sebagai suspek COVID-19 maupun
yang telah terkonfirmasi COVID-19 mendapatkan tata laksana di ruang pemeriksaan khusus
yang terdapat di bagian depan Puskesmas. Derajat Gejala COVID-19 dapat diklasifikasikan
ke dalam tanpa gejala / asimtomatis, gejala ringan, gejala sedang, gejala berat, dan kritis
seperti ditunjukkan dalam tabel berikut :

Pasien terkonfirmasi COVID-19 tanpa gejala dan gejala ringan dianjurkan untuk
melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing jika memenuhi persyaratan. Pasien
terkonfirmasi COVID-19 akan diberi edukasi apa yang harus dilakukan selama menjalani
isolasi mandiri dan diberikan obat-obatan sesuai kondisinya. Obat-obatan yang diberikan
seperti yang tercantum di bawah ini:
1) Pasien terkonfirmasi tanpa gejala
Bila terdapat penyakit penyerta/komorbid, dianjurkan untuk tetap melanjutkan
pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien rutin meminum terapi obat antihipertensi
dengan golongan obat ACE-inhibitor dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi
ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam atau Dokter Spesialis Jantung.
Vitamin C, dengan pilihan: tablet vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari);
tablet hisap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari); atau multivitamin yang
mengandung vitamin C 1-2 tab let /2 4 j am (selama 30 hari).Vitamin D: dosis 400 IU-1000
IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap,
kapsul lunak, serbuk, sirup) selama 14 hari Obat-obatan suportif, baik tradisional (Fito
farmaka) maupun Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat
dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan
kondisi klinis pasien. Obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat diberikan.

2) Pasien terkonfirmasi dengan gejala ringan


Vitamin C dengan pilihan: tablet vitamin C non acid ic 500 m g/ 6 -8 jam oral (untuk
14 hari); tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam ora l (selama 30 hari); atau multivitamin yang
mengandung vitamin C 1-2 tab let /2 4 j am (selama 30 hari). Vitamin D: dosis 1000-5000
JU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU) selama 14 hari.
Antivirus: Favipiravir (sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5). Pengobatan simptomatis seperti parasetamol bila
demam. Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modem Asli
Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk diberikan namun
dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien. Pengobatan komorbid dan
komplikasi yang ada.
Puskesmas sebaiknya tidak merawat pasien terkonfirmasi COVID-19, hal ini
dikarenakan Puskesmas tidak dilengkapi dengan sarana-prasarana yang memadai, antara lain
tidak memiliki ruangan bertekanan negatif yang diperlukan untuk merawat pasien
terkonfirmasi COVID-19. Selain itu, keterbatasan jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas
ditambah dengan beban kerja yang tinggi, dikhawatirkan akan menyebabkan semakin
tingginya jumlah tenaga kesehatan yang terpapar COVID-19 sehingga Puskesmas tidak akan
mampu melakukan fungsinya dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai