Anda di halaman 1dari 128

HUBUNGAN PERILAKU BERPANTANG MAKANAN

MENURUT ETNIS DI KALIMANTAN BARAT


DENGAN SKOR PENYEMBUHAN LUKA
FASE PROLIFERASI POST
SECTIO CAESAREA

SITI FATIMAH
NIM I1032131035

SKRIPSI

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018
HUBUNGAN PERILAKU BERPANTANG MAKANAN
MENURUT ETNIS DI KALIMANTAN BARAT
DENGAN SKOR PENYEMBUHAN LUKA
FASE PROLIFERASI POST
SECTIO CAESAREA

SITI FATIMAH
NIM I1032131035

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Keperawatan

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018

i
ii
HUBUNGAN PERILAKU BERPATANG MAKANAN
MENURUT ETNIS DI KALIMANTAN BARAT
DENGAN SKOR PENYEMBUHAN LUKA
FASE PROLIFERASI POST
SECTIO CAESAREA

Skripsi, Januari 2018


Siti Fatimah *
Arina Nurfianti **
Suhaimi Fauzan ***

ABSTRAK

Latar Belakang : Penyembuhan luka dapat dipengaruhi banyak faktor salah


satunya nutrisi. Pemilihan nutrisi untuk ibu post sectio caesarea dipengaruhi oleh
etnis dan budaya, adanya bentuk penjagaan bagi ibu dari segi budaya sehingga
tidak semua makanan dapat di konsumsi oleh ibu pasca melahirkan bentuk
penjagaan ini disebut perilaku berpantang makanan hal ini dapat membatasi
asupan nutrisi untuk ibu yang nantinya akan berpengaruh terhadap proses
penyembuhan luka sectio caesarea.
Tujuan : Mengetahui hubungan perilaku berpantang makanan menurut etnis di
Kalimantan Barat dengan skor penyembuhan luka fase proliferasi post sectio
caesarea.
Metode : Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan
Kohort prospektif. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 50 ibu post sectio
caesarea. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar
kuesioner perilaku berpantang dan lembar pengkajian luka ASEPSIS. Teknik
analisa menggunakan uji korelasi spearman
Hasil : Hasil uji korelasi spearman menunjukan nilai p value sebesar 0,003 (p <
0,05) yang berarti adanya hubungan antara perilaku berpantang makanan menurut
etnis di Kalimantan Barat dengan skor penyemmbuhan luka fase proliferasi post
sectio caesarea. Nilai korelasi spearman sebesar 0,416 yang menunjukan korelasi
positif dengan kekuatan korelasi sedang.
Kesimpulan : Adanya hubungan antara perilaku berpantang makanan menurut
etnis di Kalimantan Barat dengan skor penyembuhan luka fase proliferasi post
sectio caesarea. Sehingga direkomendasikan untuk diberikan pendidikan
kesehatan dan motivasi kepada pasien dan keluarganyatentang peran etnis dan
budaya terhadap kesehatan ibu post sectio caesarea.

Kata Kunci : Perilaku Berpantang, Etnis, Skor Penyembuhan Luka.


Referensi : (2003-2016)

iii
CORRELATION BETWEEN ETHNIC-BASED FOOD ABSTENTION
IN WEST KALIMANTAN AND SECTIO CAESAREA
WOUND HEALING IN PROLIFERATION PHASE

Undergraduate thesis, January 2018


Siti Fatimah *
Arina Nurfianti **
Suhaimi Fauzan ***

ABSTRACT

Background: Wound healing can be affected by many factors including nutrition.


The selection of nutrients for post-sectio caesarea mothers is affected by ethnicity
and culture values,a some belief the point of view that not all foods can be
consumed by postpartum mothers due to tradition and doctrine.This form of
abstention is food limitation which avoiding nutrient intake for mothers so
hipothesisly will affect the process of wound healing of sectio caesarea.
Aims: To examine the correlation between ethnic-based food abstention in west
kalimantan and wound healing score in the post sectio caesarea proliferation
phase.
Method: This research is a quantitative study with prospective cohort approach.
The samples in this study were 50 post-sectio caesarea mothers. The instrument
used in this research is a questionnaire of abstention behavior and ASEPSIS
wound assessment sheet. The analysis technique used isthe spearman correlation
test.
Results: The results of spearmancorrelation test showed that the value of p =
0.003 (p<0.05) which meansthere is a correlation between ethic-based food
abstention behavior in West Kalimantan and the score of wound healingin the
post sectio caesarea proliferation phase. The spearman correlation value is 0.416
which shows a positive correlation with a moderate correlation intensity.
Conclusion: There is a correlation between ethnic-based food abstention
behavior in West Kalimantan and wound healing score in the post-cesarean
proliferation phase.So it is recommended to provide health education and
motivation to patients and their family about the role of ethnicity and culture in
the maternal health of post-sectio caesarea.

Keywords: Abstention Behavior, Ethnicity, Wound Healing Score.


Reference: (2003-2016)

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan

rahmatnyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Hubungan Perilaku Berpantang Makanan Menurut Etnis Di Kalimantan Barat

Dengan Skor Penyembuhan Luka Fase Proliferasi Post Sectio Caesarea di RSUD

Dr. Soedarso Pontianak”.

Penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan

kelulusan pada Universitas Tanjungpura Fakultas Kedokteran Program Studi

Studi Keperawatan. Penyusunan laporan proposal ini dapat terlaksana dengan baik

berkat dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan kali ini peneliti

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis Ibu Suriya dan Bapak Kholip yang telah
memberikan dukungan dan doanya kepada penulis.
2. Prof. Dr. H. Thamrin Usman, DEA selaku rektor Universitas Tanjungpura
Pontianak.
3. dr. Arif Wicaksono, M. Biomed selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura.
4. Suriadi, M.SN., AWCS. Ph.D selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan.
5. Ners. Arina Nurfianti, S. Kep., M. Kep. Selaku Dosen Pembimbing I
6. Ners. Suhaimi Fauzan, S. Kep., .Kep. Selaku Dosen Pembimbing II
7. Ners. Ichsan Budiharto, S. Kep., M. Kep. Selaku Dosen Penguji I
8. Yoga Pramana, S. Kep., M.Or. Selaku Dosen Penguji II
9. Argitya Righo, S.Kep., Ners. Selaku Dosen Pembimbing Akademi

v
vi

10. Bapak/Ibu Dosen dan Staff Adminitrasi Fakultas Kedokteran Universitas


Tanjungpura yang telah membantu dalam administrasi.
11. Saudara Kandung penulis Embo’ Noraini dan Bang Gito yang selalu
memberi dukungan dan doa, serta keponakan penulis Misbahul Maulana
Daut (Arul), Muhammad Yasin (Iyas) dan Naura Ramadhani (Ara).
12. Teman-teman seperjuangan Keperawatan Reg.B 2013 (KRB’13) khususnya
Siti latifah, Dina Nurlailati Karamina, Suliyem, Pika Romana, Julianto,
Firman Prastiwi, Rendra Islami, Tri Handayani, Engelia Rezeki
Tampubolon, Lufi afiestasari, Andra Kurnia yang telah membantu penulis,
serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis sendiri serta pembaca.

Pontianak, Januari 2018

Peneliti
HALAMANAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Siti Fatimah

NIM : I1032131035

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Tanjungpura

Dengan ini menyatakan bahwa judul skripsi “ hubungan perilaku berpantang


makanan menurut etnis di kalimantan barat dengan skor penyembuhan luka fase
proliferasi post sectio caesarea” benar bebas dari plagiat dan apabila pernyataan
ini terbukti tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Universitas Tanjungpura.

Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebagaimana


mestinya.

Pontianak, Januari 2018

SITI FATIMAH
NIM I1032131035

vii
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
ABSTRAK ...................................................................................................... iii
ABSTRACT .................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN....................................................................... vii
DAFTAR ISI................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL.......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR SKEMA ........................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................... 7
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................... 7
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................. 7
1.4 Manfaat Penelitian......................................................................... 7
1.4.1 Manfaat Bagi Rumah Sakit............................................... 7
1.4.2 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan ................................... 8
1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti Lain ............................................... 8
1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti ....................................................... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Sectio Caesarea ................................................................ 9
2.1.1 Definisi Sectio Cesarea ..................................................... 9
2.1.2 Indikasi Sectio Cesarea ..................................................... 9
2.1.3 Teknik Pelahiran Sectio Caesarea ..................................... 11
2.1.4 Komplikasi Sectio Caesarea .............................................. 14
2.2 Konsep Penyembuhan Luka .......................................................... 14
2.2.1 Proses Penyembuhan Luka ................................................ 14
2.2.2 Faktor-Faktor Penyembuhan Luka .................................... 19
2.2.3 Komplikasi Penyembuhan Luka ....................................... 23
2.2.4 Nutrisi Penyembuhan Luka ............................................... 24
2.3 Konsep Perilaku............................................................................. 31
2.3.1 Definisi Perilaku................................................................ 31
2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku ................... 33
2.3.3 Macam-Macam Perilaku Manusia .................................... 34
2.3.4 Hubungan Perilaku Dan Kebiasaan................................... 34
2.3.5 Usaha Memperbaiki Prilaku Negatif ................................. 35
2.4 Konsep Berpantang Makanan Pada Ibu Nifas............................... 35
2.4.1 Definsi Berpantang Makanan ............................................. 35
2.4.2 Jenis Makanan Yang DiPantang ........................................ 36
2.4.3 Faktor-Faktor Perilaku Berpantang Makanan .................... 37

viii
ix

2.4.4 Dampak Perilaku Berpantang Makanan ............................. 37


2.5
Konsep Transcultural Nursing ..................................................... 38
2.5.1 Definisi Transcultural ......................................................... 38
2.5.2 Ciri-Ciri Kebudayaan ......................................................... 39
2.5.3 Sifat Dan Hakikat Kebudayaan .......................................... 40
2.5.4 Karakteristik Budaya .......................................................... 40
2.5.5 Wujud Kebudayaan ............................................................ 41
2.5.6 Komponen Kebudayaan ..................................................... 41
2.5.7 Komunikasi Lintas Budaya ................................................ 43
2.5.8 Pola Nutrisi Menurut Budaya ............................................. 43
2.5.9 Etnis.................................................................................... 45
2.6 Kerangka Teori.............................................................................. 54
2.7 Hipotesa Penelitian........................................................................ 54
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ........................................................................... 55
3.2 Populasi dan Sampel ..................................................................... 55
3.2.1 Populasi ............................................................................. 55
3.2.2 Sampel ............................................................................... 56
3.3 Kriteria Sampel Penelitian ............................................................ 56
3.3.1 Kriteria Inklusi .................................................................. 56
3.3.2 Kriteria Eksklusi................................................................ 56
3.4 Kerangka Konsep ......................................................................... 56
3.5 Variabel Penelitian ........................................................................ 57
3.5.1 Variabel Independen .......................................................... 57
3.5.2 Variabel Dependen ............................................................ 57
3.6 Definisi Operasional...................................................................... 57
3.7 Instrumen Penelitian...................................................................... 59
3.7.1 Alat Ukur ............................................................................. 59
3.7.2 Prosedur ................................................................................ 59
3.8 Validitas ........................................................................................ 60
3.9 Prosedur Pengumpulan Data ......................................................... 60
3.9.1 Tahap Persiapan ................................................................ 60
3.9.2 Tahap Pelaksanaan ............................................................ 61
3.10 ProsedurPengolahan Data ............................................................. 62
3.11 Analisa Data .................................................................................. 65
3.11.1 Analisa Univariat ............................................................... 65
3.11.2 Analisa Bivariat ................................................................. 65
3.12 Etika Penelitian ............................................................................. 65
3.12.1 Respect For Human Dignity............................................. 65
3.12.2 Respect For Privacy .......................................................... 66
3.12.3 Respect For Justice ........................................................... 66
3.12.4 Respect For Beneficience................................................... 66
3.13 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 67
3.13.1 Tempat ............................................................................... 67
3.13.2 Waktu Penelitian ............................................................... 67
x

BAB IV HASIL PENELITIAN


4.1 Analisa Univariat ........................................................................ 68
4.1.1 Karakteristik Responden.................................................... 68
4.2 Analisa Bivariat .......................................................................... 73
4.2.1 Hubungan perilaku berpantang makanan menurut etnis di
Kalimantan Barat dengan skor penyembuhan luka fase proliferasi
post sectio caesarea .................................................................... 73
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umun .......................................................................... 75
5.2 Analisa Univariat ......................................................................... 75
5.2.1 Karakterstik Responden Berdasarkan Usia ......................... 75
5.2.2 Karakterstik Responden Berdasarkan Agama ..................... 76
5.2.3 Karakterstik Responden Berdasarkan Status IMT .............. 77
5.2.4 Karakterstik Responden Berdasarkan Riwayat SC ............. 77
5.2.5 Karakterstik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan . 78
5.2.6 Karakterstik Responden Berdasarkan Pekerjaan ................ 78
5.2.7 Karakterstik Responden Berdasarkan Etnis ........................ 79
5.2.8 Karakterstik Responden Berdasarkan Kepercayaan Etnis .. 81
5.2.9 Karakterstik Responden Berdasarkan Prilaku Berpantang . 82
5.3 Analisa Bivariat ............................................................................ 83
5.3.1 Hubungan perilaku berpantang makanan menurut etnis di
Kalimantan Barat dengan skor penyembuhan luka fase proliferasi post
sectio caesarea .............................................................................. 83
5.4 Keterbatasan Penelitiann ............................................................... 88
5.5 Implikasi Keperawatan ................................................................. 88
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan .................................................................................... 89
6.2 Saran .............................................................................................. 90
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 93
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Definisi Operasional ....................................................................... 58
Tabel 4.1 Karakterstik Responden Berdasarkan Usia, Agama,
Status IMT, Riwayat SC, Pendidikan, Pekerjaan, Etnis,
dan Kepercayaan Etnis .................................................................... 69
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Perilaku Berpantang,
Dan Skor Penyembuhan Luka ........................................................ 70
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Yang Tidak Berpantang Makanan Dan Skor
Penyembuhan Lukanya. .................................................................. 71
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Yang Berpantang Makanan Dan Skor
Penyembuhan Lukanya.................................................................... 72
Tabel 4.5 Hubungan perilaku berpantang makanan menurut
etnis di Kalimantan Barat dengan skor penyembuhan
luka fase proliferasi post sectio caesarea di ruang
nifas RSUD Dr. Soedarso Pontianak.............................................. 74

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 : Teknik Insisi Abdomen ........................................................ 13
Gambar 2.2 : Teknik Insisi Uterus ............................................................. 13
DAFTAR SKEMA
Halaman

Skema 2.1 Faktor-Faktor Penyembuhan Luka................................................. 19


Skema 2.2 KerangkaTeori ................................................................................ 54
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian .......................................................... 56
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Penjelasan Penelitian
Lampiran 2 : Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Lampiran 3 : Data Demografi Responden
Lampiran 4 : Kuesioner Perilaku Berpantang Makanan
Lampiran 5 : Lembar Observasi Penyembuhan Luka
Lampiran 6 : Surat Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 7 : Surat Balasan RSUD Dr.Soedarso Pontianak
Lampiran 8 : Surat Ijin Penelitian
Lampiran 9 : Surat Balasan RSUD Dr.Soedarso Pontianak
Lampiran 10 : Surat Keterangan Lolos Uji Etik
Lampiran 13 : Lembar Bimbingan Skripsi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan suatu keadaan sehat, bukan hanya secara fisik,

spiritual maupun sosial sehingga memungkinkan setiap orang untuk hidup

produktif secara sosial dan ekonomis (UU No. 36 tahun 2009). Kondisi

yang sehat harus dimiliki setiap individu baik laki-laki maupun perempuan

untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Bagi perempuan kesehatan

reproduksi sangat diutamakan hal ini dibuktikan saat Indonesia memberikan

persetujuan pada hasil konferensi internasional tentang kependudukan dan

pembangunan (International conference on population and development -

ICPD) di Kairo berkaitan dengan kesehatan reproduksi perempuan.

Keputusan ICPD merujuk pada 10 program kesehatan reproduksi berupa

kesehatan primer salah satunya memberikan pelayanan sebelum, semasa

kehamilan dan pasca melahirkan.

Keberhasilan upaya kesehatan ibu dapat dilihat dari indikator Angka

Kematian Ibu (AKI), indikator ini bukan hanya menilai program kesehatan

ibu tetapi juga melihat derajat kesehatan masyarakat. Prevalensi AKI di

Indonesia pada tahun 2015 sebesar 305 kematian ibu dari 100.000 kelahiran

hidup (Profil Kesehatan Indonesia, 2015), sedangkan prevalensi AKI di

Kalimantan Barat pada tahun 2011 sebesar 128 dari 100.000 kelahiran

1
2

hidup. Penyebab kematian ibu dan bayi yaitu adanya komplikasi saat proses

kehamilan, melahirkan dan masa nifas.

Melahirkan merupakan fungsi yang fisiologis bagi wanita tanpa

komplikasi, dan komplikasi pada ibu dan janin dapat terjadi dengan cepat

tanpa di duga-duga (Leveno et al, 2009). Melahirkan dapat dilakukan secara

pervaginam maupun secara bedah yaitu Sectio caesarea yang merupakan

suatu tindakan medis yang memotong dinding abdomen dan uterus untuk

melahirkan janin (Cunningham et al, 2012). Komplikasi pasca bedah sectio

caesarea meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas pada ibu, adapun

komplikasi pasca bedah sectio caesarea meliputi perdarahan (atonia uteri,

pelebaran insisi uterus, kesulitan mengeluarkan plasenta, hematoma

ligamentum latum), infeksi (traktus genetalia, insisi, traktus urinaria, paru-

paru dan traktus respiratorius atas), emboli paru-paru, kegagalan ginjal

akibat hipotensi yang lama, thrombophlebitis, obstruksi usus dan yang lain

(Oxorn, 2010).

Infeksi didaerah insisi pasca bedah sectio caesarea dapat

menyebabkan terhambatnya proses penyembuhan luka, selain itu infeksi

dapat memperparah kondisi luka dengan menambah ukuran luka baik dari

panjang maupun kedalamnya, dengan cara merusak jaringan sel penunjang

pada luka (Maryunani, 2014). Infeksi merupakan penyebab ke tiga kematian

ibu terbesar di Indonesia menurut data Profil Kesehatan Indonesia pada

tahun 2015 sebesar 7,3 %, salah satu komplikasi ini apabila tidak ditangani

dengan tepat dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas pada ibu,


3

namun sebagian besar komplikasi dapat dicegah dan ditangani apabila

tenaga kesehatan mampu mengidentifikasi dini komplikasi yang dapat

terjadi. Tenaga kesehatan khususnya perawat harus mampu melakukan

identifikasi dini untuk mencegah adanya infeksi pada pasien pasca

melahirkan, salah satunya dengan melakukan tindakan pengkajian luka pada

pasien pasca melahirkan baik yang memiliki luka pervaginam maupun luka

sectio caesarea.

Prevalensi sectio caesarea menurut WHO pada tahun 2003

memperkirakan 10-15% di negara-negara berkembang dapat dilakukan

tindakan sectio caesarea, di Indonesia pada tahun 2006 sebesar 53,68% dan

dari hasil Studi Pendahuluan di RSUD Soedarso Prevalensi sectio ceasarea

di RSUD Soedarso Pontianak tahun 2016 sebanyak 552 kasus. Luka sectio

caesarea termasuk kategori penyembuhan luka secara primer dimana hanya

sedikit jaringan yang hilang dan proses penyembuhan luka terjadi sesuai

dengan fase-fase penyembuhan luka (Morison, 2013). Penyembuhan luka

banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, malnutrisi, obesitas,

gangguan oksigenasi, merokok, nutrisi, obat-obatan, alkohol, kekurangan

protein, mobilisasi dini, personal hygyene, status gizi, diabetes militus,

radiasi, stress luka, kemoterapi, perawatan luka, serta perilaku berpantang

makanan tertentu (Anderson, (2014); Hartati, (2014); Potter & Perry,

(2012); Puspitasari, (2011); Setyawati, (2013); Sukesi (2010)).

Nutrisi merupakan aspek yang paling penting dalam penyembuhan

luka, karena saat terjadinya luka adanya penambahan pemakaian akan


4

nutrisi pada tubuh untuk membantu proses penyembuhan luka, ibu post

sectio caesarea memerlukan diit kaya kalori, protein, vitamin, dan mineral

untuk mendukung penyembuhan luka (Maryunani, 2014). Makanan

memiliki peranan yang penting dalam tradisi agama, budaya dan etnis. Pola

makan individu sangat berkaitan dengan unsur budaya, karena di dalam

budaya memiliki beberapa faktor yang dapat mempengaruhi individu dalam

memilih makanan, salah satunya yaitu faktor kepercayaan dan ketahayulan

(Hartono, 2006). Pantang makanan pasca melahirkan merupakan salah satu

contoh dari faktor kepercayaan yang diwariskan secara turun menurun.

Pantang makanan merupakan suatu tindakan larangan untuk tidak

mengkonsumsi jenis makanan tertentu yang apabila dilanggar dapat

menyebabkan sakit, perdarahan bahkan berujung pada kematian pada ibu

nifas (Kurniawan, 2014). Pantangan ini merupakan bentuk penjagaan bagi

ibu hamil dan nifas dari gangguan roh halus serta untuk keselamatan ibu dan

bayi (Afreni, 2014).

Pantang makanan pasca melahirkan masih dilakukan sampai saat ini,

hal ini dibuktikan dari hasil wawancara kepada 10 ibu nifas post sectio

caesarea di ruang nifas RSUD Dr. Soedarso pada bulan Februari terdapat 4

suku Melayu, 4 suku Madura dan 2 suku Bugis. Suku Melayu memiliki

kepercayaan bahwa setiap ibu nifas post sectio caesarea harus melakukan

berpantang makanan tertentu seperti ikan laut, ikan sungai, telur, udang,

kacang tanah, timun, kangkung, labu, nanas, durian, nangka dan makanan

yang digoreng, pantangan ini dilakukan dari kelahiran sampai usia bayi
5

berumur 4 bulan, pantangan ini apabila dilanggar akan berdampak pada bayi

seperti bayi akan sering muntah karena air susu dari ibu yang melanggar

pantangan akan terasa amis sehingga membuat perut bayi kembung dan

muntah, dampak bagi ibu yang melanggar pantangan ini yaitu lamanya

penyembuhan luka bedah dan akan terasa gatal didaerah luka. Makanan

yang dipantang pasca melahirkan bagi suku Madura meliputi ikan, udang,

telur, ayam, daging, mie, kacang-kacangan, umbi-umbian, pisang, nanas,

durian, semangka, nangka, santan, makanan yang digoreng serta dibatasi

untuk minum air, dampak dari melanggar pantangan bagi ibu yaitu masih

basah dan keluarnya nanah didaerah luka yang menyebabkan luka sulit

sembuh. Suku Bugis juga memiliki pantangan dan anjuran untuk ibu pasca

melahirkan. Makanan yang dipantang seperti ikan, telur, udang, makanan

yang digoreng, makanan yang ditumis, santan, mie, nangka, durian, nanas.

Sedangkan, makanan yang dianjurkan untuk dimakan selama 40 hari yaitu

nasi putih, sayur bayam direbus dan ditambah kacang hijau, tahu dan tempe.

Apabila pantangan ini dilanggar maka akan berdampak pada kualitas ASI,

ibu nifas yang melanggar pantangan yang diajarkan oleh budaya Bugis ASI

akan terasa amis dan luka akan terasa gatal sehingga luka akan lama

sembuh.

Rentang waktu untuk melakukan pantang makanan yang lama dapat

menyebabkan ibu beresiko mengalamai kekurangan nutrisi. Kekurangan

nutrisi dapat mengakibatkan terganggunya proses penyembuhan luka serta

meningkatkan resiko infeksi pada luka (Maryunani, 2014), hal ini akan
6

membahayakan kondisi ibu. Sehingga apabila suatu etnis masih menerapkan

prinsip kebudayaan seperti berpantang makanan kepada ibu nifas dapat

memberikan dampak buruk atau komplikasi kepada ibu.

Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang

“Hubungan Perilaku Berpantangan Makanan Menurut Etnis Di Kalimantan

Barat Dengan Skor Penyembuhan Luka Fase Proliferasi Post Sectio

Caesarea“.

1.2 Rumusan Masalah

Perilaku berpantang makanan terhadap ibu nifas baik yang melahirkan

secara normal maupun sectio caesarea merupakan salah satu faktor

penghambat penyembuhan luka yang mana makanan yang dipantang atau

dilarang untuk dimakan oleh ibu nifas kebanyakan mengandung nutrisi yang

baik untuk mendukung penyembuhan luka. Berpantang makanan ini

merupakan suatu kepercayaan yang diturunkan secara turun menurun

kepada generasi selanjutnya. Banyak etnis dan budaya di Kalimantan Barat

yang masih memegang teguh perilaku berpantang makanan pada ibu nifas,

sehingga penelitian ini perlu dilakukan.

Berdasarkan latar belakang maka penulis merumuskan masalah

penelitian yaitu “Apakah Ada Hubungan Perilaku Berpantangan Makanan

Menurut Etnis Di Kalimantan Barat Dengan Skor Penyembuhan Luka Fase

Proliferasi Post Sectio Caesarea”


7

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini yaitu Mengidentifikasi Hubungan Perilaku

Berpantangan Makanan Menurut Etnis Di Kalimantan Barat Dengan Skor

Penyembuhan Luka Fase Proliferasi Post Sectio Caesarea.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:

1. Mengidentifikasi data demografi responden (usia, etnis, status gizi,

riwayat sectio caesarea).

2. Mengidentifikasi perilaku berpantang makanan di masing-masing Etnis.

3. Mengidentifikasi skor penyembuhan luka fase proliferasi post sectio

caesarea.

4. Menghubungan perilaku berpantang makanan menurut Etnis di

Kalimantan Barat dengan skor penyembuhan luka fase proliferasi post

sectio caesarea.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Rumah Sakit/Masyarakat

Sebagai acuan dalam memberikan pelayanan yang bermutu kepada

masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan

masyarakat.
8

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun materi pembelajaran

kepada mahasiswa dengan menggunakan hasil penelitian.

1.4.3 Bagi Peneliti Lain

Sebagai sumber referensi untuk penelitian lebih lanjut dalam

mengembangkan Ilmu Keperawatan.

1.4.4 Bagi Peneliti

Agar peneliti dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

sebagai seorang perawat sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan

secara holistik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Sectio Caesarea

2.2.1 Definisi Secttio Caesarea

Istilah sectio caesarea berasal dari bahasa latin yaitu caedere yang

berati memotong. Kelahiran caesar di definisikan sebagai kelahiran janin

melalui insisi pada dinding abdomen dan dinding uterus (Cunningham et al,

2012). Menurut Maryunani (2014) “Sectio caesarea adalah melahirkan janin

melalui irisan pada dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus

(histerektomi)”. Sedangkan menurut Oxorn (2010) mengatakan “sectio

caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada

dinding abdomen dan uterus”

Berdasarkan definisi diatas peneliti menyimpulkan bahwa sectio

caesarea merupakan suatu tindakan medis yang memotong dinding

abdomen dan uterus untuk melahirkan janin.

2.2.2 Indikasi Sectio Caesarea

Menurut Rasjidi (2009), indikasi dilakukannya tindakan sectio

caesarea yaitu indikasi mutlak dari ibu dan janin, serta indikasi relatif dan

sosial.

Indikasi Ibu :

1. Panggul sempit absolut.

2. Gagal melahirkan normal dikarenakan tidak adekuatnya stimulasi.

9
10

3. Tumor-tumor yang menghambat jalan lahir.

4. Stenosis serviks atau vagina.

5. Plasenta previa.

6. Disproporsi sefalopelviks.

7. Rupture uteri.

Indikasi Janin :

1. Kelainan letak

2. Gawat janin

3. Prolapsus plasenta

4. Bayi yang mengalami perkembangan terhambat

5. Mencegah terjadinya hipoksia janin yang diakibatkan oleh salah satunya

preeklamsi

Indikasi Relatif :

1. Riwayat sectio caesarea pada kelahiran sebelumnya

2. Presentasi bokong

3. Distosia

4. Fetal distress

5. Preeklamsi berat, diabetes militus serta penyakit kardiovaskuler

6. Ibu dengan HIV/AIDS pre-inpartu

Indikasi Sosial :

1. Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya

2. Wanita yang takut bayinya mengalami cedera dan asfiksia selama

persalinan serta mengurangi resiko kerusakan dasar panggul


11

3. Wanita yang takut terjadinya perubahan bentuk tubuh

Kontraindikasi :

1. Kelainan janin

2. Syok

3. Anemia berat

4. Kelainan kongenital berat

5. Infeksi piogenik pada dinding abdomen

6. Minimnya fasilitas untuk dilakukan sectio caesarea

2.1.3 Teknik Pelahiran Sectio Caesarea

Menurut Cunningham et al. (2009) teknik pelahiran dengan metode

sectio caesarea yaitu :

Insisi Abdomen :

1. Insisi vertikel

Insisi vertikel linea mediana infraumbilikal adalah insisi yang

paling cepat dilakukan. Inisis ini harus cukup panjang agar bayi

dilahirkan dengan mudah. Karena itu penting sekali untuk

memperkirakan ukuran janin sehingga berguna saat akan menginsisi

abdomen. Diseksi tajam dilakukan setinggi selubung rektus anterior,

yang dibebaskan dari lemak subkutan untuk memperlihatkan fascia

selebar 2 cm di linea mediana. Fasia transversalis dan lemak

praperitoneal didiseksi dengan hati-hati untuk mencapai peritoneum

dibawahnya. Peritoneum yang dekat dengan bagian ujung atas insisi

dibuka dengan hati-hati, baik secara tumpul atau mengelevasinya dengan


12

dua hemostat yang berjarak 2 cm. Lipatan peritoneum yang teregang

diantara klem kemudian diperiksa dan dipalpasi untuk memastikan

omentum, usus, dan kandung kemih terletak tidak melekat.

2. Insisi transversal

Insisi pfannenstiel yang dimodifikasi, kulit dan jaringan subkutan

di insisi dengan menggunakan insisi kurvalinier transversal rendah. Insisi

ini dilakukan setinggi garis rambut pubis serta di perluas melewati batas

lateral M. Rectus. Diseksi tajam dilanjutkan melalui lapisan subkutan

hingga fasia. Setelah jaringan subkutan dipisahkan dari fasia dibawahnya

sepanjang 1 cm atau pada masing-masing sisi fasia disayat melintang

mengikuti seluruh panjang insisi. Batas superior dan inferior fasia

dipegang menggunakan klem yang sesuai kenudian diangkat oleh asisten

sewaktu operator memisahkan selubung fasia dari otot rektus

dibawahnya melalui diseksi tumpul menggunakan pemegang skalpel.

Pembuluh-pembuluh darah yang berjalan diantara otot dan fasia dijepit,

di potong dan diikat. Hemostatis harus sangat diperhatikan. Pemisahan

fasia dilakukan hingga mendekati umbilikus agar dapat dibuat insisi

longitudinal garis tengah peritoneum yang memadai. Otot rektus

kemudian dipisahkan dari garis tengah hingga peritoneum dibawahnya

terlihat. Peritoneum dibuka seperti penjelasan diatas. Penutupan lapis

demi lapis dilakukan seperti insisi kulit vertikel.

.
13

Gambar 2.1 Teknik Insisi Abdomen (Maryunani, 2014)

Insisi uterus :

Insisi uterus menurut Maryunani (2014) dibagi menjadi dua yaitu

insisi klasik dan transversal.

1. Insisi klasik

Insisi vertikel ke dalam korpus uterus diatas segmen dan dibawah

uterus hingga mencapai fundus uterus. Apabila insisi ini terlalu sempit

dapat diperluas ke arah lateral, tetapi kondisi ini memungkinkan

terjadinya laserasi pada pembuluh uterus baik satu sisi maupun

keduanya.

2. Insisi transversal

Uterus umumnya mengadakan dekstrorotasi sehingga ligamentum

teres uteri kiri lebih anterior serta lebih dekat dengan garis tengah dari

pada yang sebelah kanan.

Gambar 2.2 Teknik Insisi Uterus (Maryunani, 2014)


14

2.1.4 Komplikasi Sectio Caesarea

Menurut Rasjidi (2009) mengatakan tindakan sectio caesarea

memberikan efek atau komplikasi seperti nyeri abdomen, perlukaan vesika

urinaria, perlukaan uterus, resiko sectio caesarea pada persalinnan

selanjutnya, histerektomi, perawatan intensif, penyakit tromboemboli,

kematian maternal, plasenta previa, ruptur uterus, morbiditas pernafasan

pada neonatus dan lainnya.

2.2 Konsep Penyembuhan Luka

2.2.1 Proses penyembuhan luka

Menurut Potter & Perry (2012) terdapat 3 fase dalam penyembuhan

luka yaitu :

1. Fase inflamasi

Pada fase ini tubuh bereaksi pada luka yang dimulai setelah

beberapa menit setelah cedera sampai kurun waktu 3-4 hari (Scemons &

Denise, 2009). Pada saat reaksi penyembuhan jaringan yang luka,

terjadilah homeostatis dan inflamasi. Tahap ini menggambarkan usaha

untuk memperbaiki jaringan yang mengalami cedera dengan cara

menghentikan pendarahan (Hemeostatis), memperbaiki permukaan yang

luka, dan menghilangkan jaringan nekrotik, serta mengeluarkan eksudat

atau bakteri. Gambaran pada tahap ini dengan adanya permeabilitas

pembuluh darah yang meningkat, migrasi sel ke area luka oleh

kemotaksis, sekresi sitokin dan faktor pertumbuhan ke area luka, dan


15

aktivasi dari sel-sel bermigrasi (Beauchamp et al, 2012). Jaringan yang

rusak dan sel mast mengsekresi histamin, serotonin, sitokin, yang

menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sekitar serta mengeluarkan

serum dan sel darah putih kedaerah luka sehingga mengakibatkan respon

kemerahan, edema, hangat dan nyeri di daerah luka dan sekitarnya

(Lewis, 2011; Morison, 2013).

Respon pada fase inflamasi ini menguntungkan dan tidak perlu

dilakukan tindakan untuk mengurangi atau menghentikan efek edema

dari fase ini, kecuali jika edema yang terjadi diarea tertutup seperti

pergelangan kaki atau leher (Potter & Perry, 2012). Leukosit utama

dalam menangani luka yaitu Neutrofil yang mana neutrofil mulai

memakan bakteri dan debris kecil. Neutrofil akan mati dalam beberapa

hari dan meninggalkan eksudat enzim yang akan menyerang bakteri atau

membantu memperbaiki jaringan. Pada inflamasi kronik neutrofil yang

mati akan berubah menjadi pus. Leukosit yang kedua yaitu Monosit yang

akan berubah menjadi makrofag yang fungsinya memberisihkan luka dari

bakteri, sel-sel mati dan debris dengan cara fagositosis. Makrofag

mencerna dan mendaur ulang zat-zat tertentu seperti asam amino, gula

yang dapat membantu penyembuhan luka. Makrofag melanjutkan proses

pembersihan debris luka dan menstimulus pembentukan fibroblast yaitu

sel yang mensintesis kolagen. Kolagen merupakan komponen utama

jarigan parut. Setelah makrofag membersihkan luka dan menyiapkan

untuk perbaikan jaringan, sel epitel bergerak dari tepi luka dibawah dasar
16

bekuan darah. Sel epitel terus berkumpul sekitar 48 jam pertama, setelah

itu akan terbentuk lapisan tipis diatas luka dari jaringan epitel dan

menjadi barier terhadap organisme penyebab infeksi dan dari zat-zat

beracun.

Potter & Perry (2012) mengatakan bahwa terlalu sedikit respon

inflamasi mengakibatkan proses inflamasi berlangsung lama dan proses

perbaikan menjadi lambat seperti yang terjadi pada penyakit yang

meyebabkan kecacatan atau setelah pemberian steroid, akan tetapi

panjangnya fase inflamasi dapat menyebabkan memanjangnya

penyembuhan dan kekuatan regangan luka menjadi tetap rendah,

sebagian besar sel tertarik kebagian luka untuk bersaing mendapatkan

nutrisi yang memadai. Inflamasi yang memanjang juga menyebabkan

granulasi yang berlebihan pada fase proliferasi sehingga menyebabkan

jaringan parut hipertrofik, serta memanjangnya rasa nyeri dan edema

diarea luka (Morison, 2013).

2. Fase Proliferasi

Fase proliferasi dimulai pada hari ke-3 sampai hari ke-5 setelah

cedera dan berlangsung selama 3 minggu. Tujuan pada fase ini yaitu

untuk mengisi bagian luka dengan jaringan baru dan mengembalikan

integritas kulit. Pembentukan jaringan baru merupakan awal dari

mulainya fase ini. Adapun proses yang ikut terlibat dalam fase ini yaitu

angiogenesis (pertumbuhan pembuluh darah baru), sintesis kolagen

(pembentukan ECM), serta kontraksi luka (penutupan dari pinggir luka)


17

(Sussman & Barbara, 2012). Penyembuhan luka secara intensi sekunder

juga mengalami fase ini (Scemons & Denies, 2009).

Angiogenesi merupakan proses dari pembentukan pembuluh darah

baru dan perlu dukungan dari lingkungan untuk penyembuhan luka.

Angiogenesis dimulai saat fase inflamasi tetapi menjadi aktivitas utama

selama fase proliferasi. Selama fase ini angiogenesis atau pertumbuhan

pembuluh darah baru dari sel endotel (neovaskularisasi) telah terjadi.

Angiogenesis sebagai tunas kapiler baru yang tumbuh dari pembuluh

yang utuh disekitar luka dan meluas kebagian luka. Sebagai hasil

proliferasi, sel endotel yang tumbuh membentuk ruang dibagian dalam

luka sehingga membuat kapiler terhubung kejaringan baru pembuluh

darah untuk meutup luka. Pada tahap awal pembentukan pembuluh darah

baru mempunyai lapisan yang rapuh dan kekuatan regangan yang rendah

sehingga memungkinkan cairan intravaskuler berpindah ke

ekstravaskuler yang berujung terjadinya edema. Kapiler dasar menebal

mengisi matriks untuk memasok nurtien dan oksigen yang dibutuhkan

untuk penyembuhan luka. Jaringan granulasi tampak seperti granula-

granula kecil berwarna merah muda pucat karena diisi dengan pembuluh-

pembuluh darah yang baru yang selanjutnya menjadi terang, meninggi

serta berwarna merah. Jaringan granulasi dimulai dari tepi sisi luka

hingga kebagian dasar luka (Sussman & Barbara, 2012).

Saat ini jaringan granulasi bersifat sangat rapuh dan mudah untuk

mengalami trauma berulang. Trauma yang berulang dapat menyebabkan


18

perdarahan hal ini dapat menyebabkan kembalinya proses inflamasi,

tertumpuknya kolagen, tidak elastis, serta timbulnya scar yang

berlebihan. Sehingga, diperlukan perlindungan untuk jaringan granulasi.

Fibroblas merupakan sel-sel yang mengsintesis kolagen yang akan

menutup defek luka. fibroblas membutuhkan vitamin A, B, C, Oksigen,

dan Asam amino dalam proses kerjanya sehingga fibroblas dapat

berfungsi dengan baik. Setelah fibrin kolagen terbentuk, akan terjadi

kerusakan. Kerusakan yang terjadi yaitu rendahnya daya tarik pada

jaringan parut. Kolagen sangat dibutuhkan untuk daya tarik luka. Fase ini

memberikan dukungan untuk penyembuhan luka pada fase berikutnya

yaitu fase remodeling. Kolagen akan membentuk struktur yang akan

meningkatkan daya tarik terhadap jaringan parut (Sussman & Barbara,

2012).

Penyembuhan luka sectio caesarea merupakan klasifikasi dari

penyembuhan luka primer. Pengkajian luka pada fase proliferasi awal

hari ke lima sampai hari ke sembilan merupakan pengkajian yang efektif

untuk memprediksi proggres penyembuhan luka karena fase proliferasi

dapat terjadi apabila tidak adanya kontaminasi atau infeksi di fase

inflamasi yang merupakan fase kritis dari penyembuhan luka. Pada fase

ini biasanya bahan jahitan diangkat dan hasil dari pengkajian pada fase

transisi ini akan menentukan perawatan luka selanjutnya (Sussman,

2012). Hal ini didukung oleh penelitian Petricia (2009) yang menyatakan

bahwa infeksi pada luka dapat dinilai mulai hari ke lima hingga tiga
19

puluh hari pasca pembedahan. Menurut Irwanda (2015) pemberian

ekstrak ikan toman dengan dosis 15,7 ml/KgBb mempercepat

penyembuhan luka sayat pada tikus dengan hasil pada hari ke-7 luka

sudah menutup dengan baik yang mana presentasi kesembuhan mencapai

95,69%. Fase air ikan toman mengandung protein (albumin), vitamin B

dan C, dan mineral lainnya, kandungan inilah yang berperan dalam

mempercepat penyembuhan luka. Sehingga, jika nutrisi yang dikonsumsi

mendukung untuk penyembuhan luka maka luka akan cepat sembuh. Hal

ini sesuai dengan penelitian Elisa (2014) yang menyatakan ibu nifas yang

melahirkan secara sectio caesarea dengan status gizi baik memiliki

penyembuhan luka yang baik pula.

2.2.2 Faktor-Faktor Penyembuhan Luka

Skema 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka


(Morison, 2013).
20

Menurut Sussman (2011) faktor yang dapat mempengaruhi

penyembuhan luka meliputi faktor intrinsik, ekstrinsik dan faktor

manajemen luka.

Faktor Instrinsik

1. Usia

2. Penyakit Kronik

3. Perfusi Dan Oksigenisasi

4. Immunosupresan

5. Gangguan Kulit Nurologik

Faktor Ekstrinsik

1. Medikasi

2. Nutrisi

3. Radiasi Dan Kemoterapi

4. Stress Psikologis

5. Infeksi

Faktor Manajemen Luka

1. Iskemik Lokal

2. Trauma

3. Luas Luka Dan Durasi

4. Perawatan Luka Yang Tidak Tepat

Selain di atas ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi

penyembuhan luka seperti :


21

1. Status Nutrisi

Status nutrisi dapat diketahui melalui pengukuran antropometri

yaitu pengukuran berat badan dan tinggi badan. Seseorang yang

mengalami obesitas dapat mempengaruhi penyembuhan luka hal ini

dikarenakan suplai darah (oksigenisasi) jaringan adiposa tidak adekuat,

selain itu pada orang-orang yang obesitas jaringan lemak lebih sulit

untuk menyatu, memiliki sedikit pembuluh darah, lebih rentan infeksi

dan luka akan sulit untuk sembuh (Maryunani, 2014). Sedangkan

seseorang yang mengalami malnutrisi merupakan penyebab terpenting

dari kelambatan penyembuhan luka hal ini karena kebutuhan protein dan

kalori ketika terdapat luka yang besar mengalami peningkatan serta

defisiensi protein bukan hanya menyebabkan lama nya penyembuhan

luka akan tetapi dapat menyebabkan kekuatan regangan pada luka yang

sembuh akan berkurang (Morison, 2008; Morison, 2004 dalam Alfadi,

2015).

2. Riwayat Sectio Caesarea

Menurut hasil penelitian Purwatiningtyas (2013) menyatakan

bahwa ada hubungan yang signifikan antara riwayat sectio caesarea

dengan penyembuhan luka post sectio caesarea, hal ini dikarenakan

adanya infeksi yang terjadi sebelumnya menyebabkan luka yang ada

akan lebih lama sembuhnya. Selain itu pengalaman merupakan faktor

yang mempengaruhi, karena dengan pengetahuan yang diperoleh dari

pengalaman sectio caesarea sebelumnya, seperti mobilisasi dini akan


22

mempercepat pemulihan pembuluh darah sehingga suplai oksigen dan

nutrisi yang dibutuhkan oleh luka dapat terpenuhi (Mochtar, 2008).

3. Kelembaban

Lingkungan luka yang lembab lebih di perlukan dibandingkan

lingkungan yang kering karena lingkungan luka yang lembab akan

mempengaruhi kecepatan epitelisasi dan pembentukan jumlah skar

(Potter dan Perry, 2005 dalam Alfady, 2015). Aktivitas fagositosik dan

mitosis secara khusus terpengaruh terhadap penurunan temperatur kira-

kira dibawah 280C, aktivitas leukosit dapat turun sampai nol (Morison,

2004 dalam Alfady, 2015).

4. Hematoma

Hemaoma merupakan bekuan darah, sering kali hematoma pada

luka akan di absorbsi oleh tubuh masuk ke dalam sirkulasi darah secara

bertahap, akan tetapi jika bekuan darah terlalu besar hal itu memerlukan

waktu yang cukup lama bagi tubuh untuk mengabsorbsinya, sehingga

menghambat proses penyembuhan luka (Maryunani, 2014).

5. Usia

Semakin tua seseorang makan kemampuan penyembuhan jaringan

akan menurun. Usia lebih dari 30 tahun mulai terjadi penurunan yang

signifikan dalam beberapa fungsi, seperti perubahan vaskuler akan

mengganggu sirkulasi darah ke daerah luka, penurunan fungsi hati

mengganggu sintesis faktor pembekuan darah, respon inflamasi yang

lambat, sistem imun yang menurun sehingga pembentukan antibodi dan


23

limfosit menurun serta jaringan kolagen dan jaringan parut kurang

elastis. Kulit utuh pada orang dewasa muda yang sehat merupakan barier

yang baik terhadap trauma mekanis dan infeksi, masing-masing dari

masalah tersebut mendukung terjadinya keterlambatan penyembuhan

luka seiiring bertambahnya usia (Alfady, 2015; Maryunani, 2014).

Menurut Saifuddin 2009 (dalam Trivoni, 2011) menyatakan bahwa usia

reproduksi bagi wanita di rentang usia 20-35 tahun, dimana seorang

wanita mampu untuk hamil dan melahirkan dalam kondisi yang sehat

baik secara fisik maupun psikologis. Kemampuan rahin untuk

mempertahankan kehamilan sangat ditentukan oleh usia ibu. Persalinan

pada ibu di bawah 20 tahun memiliki resiko kematian neonatal, BBLR,

kelahiran prematur, perdarahan persalinan serta kematian bagi ibu,

adapun untuk usia lebih dari 35 tahun fungsi rahim menurun akibatnya

jaringan rongga panggul dan otot-ototnya pun melemah seiring

bertambahnya usia, hal ini membuat rongga panggul sulit untuk

menghadapi dan mengatasi komplikasi yang berat (Saifuddin, 2009

dalam Trivoni, 2011; SDKI, 2012).

2.2.3 Komplikasi Dari Penyembuhan Luka

1. Perdarahan

2. Infeksi

3. Pembentukan Keloid

4. Kelebihan Jaringan Granulasi

5. Pembentukan Fistula
24

6. Terbukanya Luka (Dehiscence) (Lewis et al, 2011).

2.2.4 Nutrisi Untuk Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan peristiwa yang komplek yang meliputi

seluler dan biokimia yang jelas tergantung pada subtrat nutrisi yang

berbeda. Proses penyembuhan luka sangat membutuhkan energi dan subtrat,

meningkatnya energi yang dibutuhkan dalam proliferasi sel, sintesis protein,

aktivitas enzim. Normalnya subtrat akan dilepas dari dalam tubuh dan

cadangan protein. Akan tetapi kebutuhan akan gizi perlu ditingkatkan atau

perlunya energi dan protein tambahan. Selain itu karbohidrat, lemak dan

semua elektrolit dan mikronutrien juga dibutuhkan.

Nutrisi yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka dibagi menjadi

2 yaitu makronutrien dan mikronutrien (Brown, 2010). Makronutrien terdiri

dari protein, asam amino, karbohidrat, lipid dan asam lemak esensial.

Sedangkan mikronutrien terdiri dari vitamin (A, C, B komplek, E dan K),

tembaga, zat besi, dan zink.

1. Protein

Protein memiliki peranan penting dalam seluruh proses

penyembuhan luka. Limposit, leukosit, pagosit, monosit, makrofag,

sistem imunitas seluler dan terutama dalam proses penyembuhan luka

fase inflamasi. Adekuatnya suplai protein sehingga proses penyembuhan

luka dapat terjadi secara konsisten. Karena, protein memproduksi

kolagen yang dibutuhkan dalam proses penyembuhan luka.

Berkurangnya protein mengakibatkan kurangnya sistesis kolagen dan


25

fibroblas. Semua asam amino proteinogenik penting selama

penyembuhan luka. Beberapa asam amino seperti metionin dan cystine

yang ikut terlibat dalam sintesis kolagen dan jaringan ikat. Asam amino

argini diperkirakan mempunyai pengaruh yang cukup besar pada

proliferasi, akresi kolagen serta menigkatkan reaksi sistem imun (Wild et

al, 2010).

Saat terjadinya luka maka kebutuhan protein akan meningkat juga

karena kebutuhan tersebut dibutuhkan pada proses inflamasi, sistem imun

serta perkembangan jaringan granulasi. Protein yang disintesis utama

pada fase penyembuhan luka yaitu kolagen, kekuatan kolgen menetukan

kekuatan luka setelah sembuh. Protein mensuplai asam amino yang

dibutuhkan untuk perbaikan jaringan dan regenerasi, kebutuhan akan

protein sebesar 100 gram/hari sehingga dapat menetralisir penyembuhan

luka yang baik. Kekurangan protein dapat mempengaruhi penyembuan

luka, rendahnya kadar serum albumin akan menurukan difusi

(penyebaran) oksigen serta mempengaruhi kemampuan neutrofik untuk

membunuh bakteri, dalam keadaan ini apabila kadar oksigen rendah

sampai tingkat kapiler dapat membatasi proliferasi jaringan granulasi

yang sehat. Berdasarkan sumbernya protein dibagi menjadi dua yaitu

protein hewani dan nabati (Sibagariang, 2010). Sumber protein nabati

dapat diperoleh dari beras, jagung, kacang-kacangan (kacang tanah,

kacang hijau, kacang kedelai), terigu, gampang, kenari, kelapa, daun

singkong, singkong, tapioka, yogurt, keju, tahu, tempe, mentega, dan


26

lainnya. Sedangkan protein hewani dapat diperoleh dari daging (ayam,

sapi dan yang lain), hati, babat, jerohan, ikan segar, udang, telur, susu

sapi, ikan, dan lainnya. Menurut Beck (2011) sebagian protein lebih

dianjurkan berasal dari protein hewani dikarenakan sebagai sumber asam

amino esensial.

2. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi untuk tubuh serta membantu

mempertahakan aktivitas metabolisme yang tinggi yang dibutuhkan

untuk regenerasi. Produk yang dihasilkan dalam karbohidrat yaitu gula

yang mudah larut dalam air sehingga mudah diangkut keseluruh sel-sel

tubuh untuk penyediaan energi. Proliferasi fibroblas sangat rentan

terhadap defisiensi glukosa. Kadar glukosa secara signifikan lebih rendah

dalam cairan luka (Range, 0,3-5,9 mM/I) dapat disebut sebagai luka

kronis (Wild et al, 2010). Berdasarkan sumbernya karbohidrat terdiri dari

padi-padian, sereal, umbi-umbian, kacang-kacang kering, gula, roti, mie,

bihun (Sibagariang, 2010).

3. Lipid dan Asam lemak esensial

Lemak menyediakan energi untuk proliferasi serta membangun

epidermis dan jaringan dermis. Hal ini penting untuk sistesis membran

sel, epidermal pospolipid, reaksi inflamasi serta sintesis matrix

intraseluler. Menurut sumbernya lemak dibagi menjadi 2 yaitu lemak

hewani dan lemak nabati. Sumber utama lemak yaitu minyak tumbuh-

tumbuhan (minyak, kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai,


27

jagung, dan sebagainya), mentega, margarin, lemak daging dan ayam,

susu, keju, telur dan makanan yang dimasak menggunakan lemak adalam

lemak sayur (Sibagariang, 2010).

4. Vitamin

Beberapa vitamin yang berperan dalam proses penyembuhan luka

yaitu vitamin A, C, B kompleks serta Vitamin K.

Vitamin A merupakan vitamin yang laruk dalam lemak. Pada

penggunaan dosis yang tepat vitamin A penting untuk proliferasi

epidermis dan reepitelisasi untuk meningkatkan retinol untuk reseptor

permukaan sel. Vitamin A penting pada fase inflamasi dalam proses

penyembuhan luka, yang biasanya berkepanjangan di luka kronis, dan

dapat membalikkan inhibisi kortikosteroid-diinduksi penyembuhan luka.

Ini berpartisipasi dalam mengatur glikoprotein dan sintesis glikolipid,

produksi prostaglandin, dan metabolisme membran sel. Vitamin A juga

mempengaruhi pertumbuhan kulit dengan menghambat kolagenase.

Menurut penelitian bahwa retinoat berlebihan dapat menghambat kolagen

dan produksi fibroblast in vitro. Kekurangan vitamin A dapat

mengakibatkan tertundanya sintesis kolagen dan reepitelisasi,

menurunkan stabilitas kolagen, dan meningkatkan kerentanan terhadap

infeksi. Menurut Sibagariang (2010) vitamin A bisa didapatkan pada hati,

kuning telur, susu, margarin, wortel, tomat, bayam, kacang panjang,

jagung, pepaya, mangga, nangka masak, jeruk dan lainnya.


28

Asam askorbat diperlukan untuk hidroksilasi prolin dan lisin dalam

sintesis kolagen, di mana cross-link dan menstabilkan struktur triple

helix kolagen. Hal ini juga diperlukan untuk respon yang optimal

kekebalan tubuh, mitosis sel, dan migrasi monosit ke dalam jaringan luka

yang berubah menjadi makrofag selama di fase inflamasi penyembuhan

luka (Wild, 2010). Sumber vitamin C terdiri dari bayam, cabe rawit, daun

katuk, daun pepaya, daun singkong, jambu mete, jambu biji, jeruk bali

dan jeruk manis, kembang kol, labu kuning, paprika hijau, pepaya,

rambutan, sawi, dan sebagainya (Hartono, 2013).

Vitamin B komplek membantu untuk meningkatkan proliferasi sel,

kesehatan kulit, otot, metabolisme, sistem imun serta fungsi sistem saraf.

Defisiensi vitamin B komplek dapat mengganggu penyembuhan luka.

Secara khusus tiamin yang dikaitan dengan penurunan penyembuhan

luka serta terputusnya kekuatan (Brown, 2010). Sumber dari vitamin B

komplek terdiri dari beras merah, jagung, kacang hijau, kacang kedelai,

kacang merah, kacang panjang, sereal, bayam, daging sapi, hati ayam,

kangkung, petis udang, susu, telur, talas, alpokat, udang, yogurt dan

lainnya (Hartono, 2013).

Vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak, vitamin E

bisa diperoleh dari asparagus, avocado, telur, biji-bijian, kacang-

kacangan, dan bayam. Yang berperan sebagai antioksidan yang

berinteraksi dengan selenium-dependent glutathione oksidase untuk

menghambat degradasi asam lemak membran sel. Kekurangan vitamin E


29

dapat meningkatkan pembentukan radikal bebas serta dalam penelitian

pada hewan kekurangan vitamin E dapat mengganggu sintesis kolagen

pada penyembuhan luka (Brown, 2010).

Vitamin K juga berperan dalam proses penyembuhan luka. Vitamin

K merupakan kofaktor enzim karboksilase yang mengubah residu protein

berupa asam glutamat (glu) menjadi gamma-karbosiglutamat (gla) atau

gla-protein, gla prmotein ini dapat mengikat ion kalsium, ion ini

merupakan langkah yang esensial untuk pembentukan darah serta

kalsium juga berguna untuk mengaktifkan faktor pembekuan.

Kekurangan vitamin K menyebabkan perdarahan pada luka (operasi)

karena faktor pembekuan darah tidak aktif. Vitamin K biasanya

dinjeksikan saat pre-opereasi untuk mencegah perdarahan yang

berlebihan (Maryunani, 2014).

5. Mineral

Mineral juga berperan penting dalam penyembuhan luka yang

mana mineral yang ikut berperan yaitu tembaga, zat besi dan zink.

Zinc adalah kofaktor untuk setidaknya 70 sistem enzim utama yang

penting dalam penyembuhan luka, termasuk DNA dan RNA polimerase,

protease, dan karbonat anhidrase. stabilisasi membran sel, metabolisme

karbohidrat, dan mobilisasi vitamin (terutama, A dan C). Jumlah zinc di

kulit biasanya sebanding dengan jumlah aktivitas mitosis, dengan

konsentrasi zinc meningkat 15% setelah cedera kulit akut. Banyak

penelitian melaporkan bahwa jumlah zinc secara signifikan lebih rendah


30

pada pasien luka kronis Karena kekurangan zinc mengganggu

penyembuhan luka, jumlah zinc yang cukup dapat meningkatkan

penyembuhan. Namun, belum ada bukti klinis yang kuat zinc sulfat dapat

bantu penyembuhan arteri dan ulkus vena. Zinc topikal berfngsi sebagai

antiseptik dan anti-inflamasi ringan dalam perawatan luka (Brown,

2010). Sumber Zinc dapat diperoleh dari daging sapi, daging domba,

kepiting, kerang, hati, tiram, udang, ikan, dan sereal utuh (Hartono,

2013).

Zat Besi penting dalam pembentukan hemoglobin dan transportasi

oksigen, penyerapan dan metabolisme radikal bebas, penurunan proses

oksidasi, respirasi mitokondria, dan hidroksilasi prekursor kolagen.

Kekurangan zat besi mengganggu penyembuhan luka melalui hipoksia

jaringan dan penurunan kemampuan bakterisida oleh leukosit,

menurunkan kekuatan luka serta melambatkan kecepatan epitelisasi.

Sumber zat besi sebagian besar berasal dari telur, daging, ikan, tepung

gandum, roti serta sayuran hijau, oncom, bayam, tempe, kapri dan

lainnya (Brown, 2010; Hartono, 2013).

Tembaga merupakan unsur yang penting di semua sel hidup dan

kofaktor untuk beberapa sistem enzim, termasuk reaksi yang memperkuat

bekas luka. Tingginya kadar tembaga dan seng berhubungan dengan

elastisitas luka meningkat dan resistensi. Rendahnya kadar tembaga

serum menyebabkan rusaknya kolagen dan pembentukan jaringan

elastis,sehingga penyembuhan luka terganggu dan kekuatan tarik


31

berkurang. Sumber utama tembaga adalah tiram, kerang, hati, kacang-

kacangan, unggas, biji-bijian, serelia dan coklat (Brown,2010;

Sibagariang, 2010).

6. Air

Air merupakan komponen sitoplasma dari epidermis dan sel

dermis, serta media untuk pematangan sel-sel epidermis dan untuk proses

perbaikan enzimatik. Regulasi keseimbangan air sangat penting untuk

penyembuhan yang optimal. Hidrasi meningkatkan proliferasi sel dan

migrasi sepanjang gradien kemotaktik yang dibuat oleh ion logam

(misalnya, seng dan kalsium), sitokin, dan faktor pertumbuhan.

Dehidrasi dapat mengakibatkan pengerasan pada epidermis dan

terjadinya nekrosis pada dermis. Kondisi seperti ini, dapat

mengakibatkan keeterlambatan penyembuhan luka dan membuat kondisi

yang tidak nyaman bagi pasien. Kulit mampu untuk meminalisir

dehidrasi serta penetrasi zat-zat asing. Dressing oklusif dapat membatu

untuk meminimalkan dehidrasi pada luka dan mempertahankan eksudat

yang kaya akan enzim untuk mendukung autolisis dan penyembuhan luka

(Brown, 2010).

2.3 Konsep Perilaku

2.3.1 Definisi perilaku

Menurut Purwanto (2012) Perilaku berasal dari dorongan dari dalam

diri individu, sedangkan dorongan merupakan usaha yang ada didalam diri
32

manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Jadi perilaku timbul dikarenakan

adanya dorongan dari dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan

hidup. Dalam segala aktivitas manusia selalu berperilaku setiap hari, banyak

hal yang mengharuskan berperilaku, seperti dalam hal memenuhi kebutuhan

dasar dan kebutuhan tambahan. Kebutuhan dasar manusia yang akan

menetukan kelangsungan hidup seperti makan, minum, perlindungan diri.

Sedangkan kebutuhan lainnya hanyalah kebutuhan tambahan, kebutuhan

tambahan sifatnya hanya sebagai pelengkap atau menambahkan kebutuhan

dasar. Plato seorang sarjana Psikologi merumusukan “manusia bukan

dipelajari berdasarkan kehidupan pribadi akan tetapi kehidupan sosial dan

politiknya “.

Ciri perilaku manusia yang membedakan dari makhluk-makhluk

lainnya ialah dalam kepekaan sosial, kelangsungan perilaku, orientasi tugas,

usaha dan perjuangan serta keunikan. Kepekaan sosial berarti kemampuan

untuk menyesuaikan perilaku agar sesuai dengan harapan orang lain.

Manusia merupakan makhluk sosial yang sepanjang hidupnya selalu

memerlukan bantuan orang lain. Perilaku tidak terjadi secara sporadis, tetapi

adanya kelangsungan antara satu perbuatan dengan perbuaatan berikutnya,

perilaku manusia tidak pernah berhenti pada suatu saat. Perbuatan atau

perilaku yang dulu mencerminkan perilaku yang akan datang dan perilaku

yang akan datang merupakan kelanjutan perilaku sebelumnya.

Setiap perilaku selalu mengarah pada suatu tugas tertentu, yang mana

hal ini tampak jelas pada perilaku belajar atau bekerja. Masing-masing
33

Manusia mempunyai keunikan tersendiri terhadap perilaku. Pengalaman dan

aspirasi untuk masa yang akan datang mentukan perilaku masa kini

sehingga manusia sebagai makhluk yang unik mempunyai pengalaman dan

aspirasi yang berbeda pula, maka perilaku pun berbeda-beda.

2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Syam (2011) terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi

perilaku seseorang yaitu:

1. Faktor Biologis

Faktor biologis merupakan seluruh kegiatan pada manusia, bahkan

bercampur dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Perilaku merupakan

bawaan dari manusia bukan pengaruh dari lingkungan sekitar. Faktor-

faktor biologis yang mendorong perilaku manusia disebut motif biologis.

Motif biologis seperti kebutuhan makan-minum, istirahat, kebutuhan

seksual, serta kebutuhan untuk melindungi diri dari ancaman bahaya.

2. Faktor Sosiopsikologis

Terdapat tiga komponen faktor sosiopsikologis yaitu: Komponen

afektif yang merupakan aspek emosional, Komponen kognitif yang

merupakan aspek intelektual, Komponen konatif yang merupakan aspek

dorongan/gairah atau volisional yang beekaitan dengan kebiasaan dan

adanya keinginan bertindak.

Motif Sosiogenesis atau motif sekunder seperti keinginan

memperoleh keinginan baru, keinginan mendapatkan respon, kebutuhan

akan kasih sayang, kebutuhan untuk pemenuhan diri, kebutuhan akan


34

penghargaan, motif ingin tahu, motif sosial, motif kebiasaan, motif

kompetensi, motif prestasi.

2.3.3 Macam-macam perilaku Manusia

Perilaku manusia terdiri atas perilaku refleks, perilaku refleks

bersyarat, dan perilaku yang mempunyai tujuan. Secara umum perilaku

refleks mempunyai tujuan menghindari ancaman yang akan membahayakan

diri individu itu sendiri sehingga individu mampu berperilaku dan

berkembang secara normal. Perilaku refleks bersyarat yaitu perilaku yang

datang karena adanya rangsangan. Reaksi itu wajar ada didalam diri

manusia dan refleks ini dapat dipelajari atau didapat dari pengaalaman.

Perilaku yang mempunyai tujuan disebut juga perilaku naluri. Menurut

Spencer perilaku naluri merupakan gerak refleks yang kompleks. Terdapat

gejala yang ikut serta dalam perilaku bertujuan yaitu pegenalan, perasaan

atau emosi, dorongan, keinginan atau motif.

2.3.4 Hubungan Perilaku dan kebiasaan

Dalam sebuah kehidupan lingkungan memiliki peranan penting dalam

membentuk perilaku seseoarang karena lingkungan banyak mengajarkan

bagaimana cara seseorang memenuhi kebutuhan yang diterima oleh setiap

anggota keluarganya. Keluarga menceminkan pengaruh norma yang

terdapat di dalam lingkungan sosio-kultural yang lebih luas. Norma itu

menjadi suatu kebiasaan. Setiap individu belajar sesuai dengan norma yang

mana dalam proses belajarnya individu meniru apa yang dilakukan oleh

orang tuanya. Kebiasaan muncul berdasarkan norma-norma yang ada


35

didalam masyarakat. Norma sosial merupakan kebiasaan yang lazim

digunakan oleh setiap individu dalam berperilaku. Keadaan norma sosial ini

sebagian diresmikan sebagai peraturan tetapi yang banyak merupakan

kebiasaan tidak tertulis. Kebiasaan tidak tertulis mendapat sanksi dari

masyarakat setempat berupa penilian negaif.

2.3.5 Usaha memperbaiki perilaku negatif

Terdapat 5 usaha atau cara dalam memperbaiki perilaku yang negatif

yaitu:

1. Peningkatan peranan keluarga terhadap perkembangan dari kecil hingga

dewasa

2. Peningkatan status sosial ekonomi keluarga

3. Menjaga keutuhan keluarga

4. Memepertahankan sikap dan kebiasaan orang tua sesuai dengan norma

yang telah disepakati

5. Pendidikan keluarga yang disesuaikan dengan status anak: anak tunggal,

anak tiri dll.

2.4 Konsep Berpantang Makanan Pada Ibu Nifas

2.4.1 Definisi Berpantang Makanan

Pantangan merupakan suatu larangan untuk tidak mengkonsumsi jenis

makanan tertentu yang apabila dilanggar dapat menyebabkan sakit dan

perdarahan pada ibu nifas bahkan dapat berujung pada kematian

(Kurniawan et al, 2014). Pantangan merupakan suatu bentuk penjagaan bagi


36

ibu hamil dan melahirkan baik untuk keselamatan ibu maupun bayi secara

fisik maupun dari roh halus (Afreni et al, 2014). Menurut Sediaoetama

(2010) Larangan ini sering tidak jelas dasarnya, tetapi mempunyai kesan

larangan dari penguasa supernatural, yang apabila dilanggar atau tidak

dipatuhi akan mendapatkan hukuman.

2.4.2 Jenis Makanan Yang Di Pantang

Ibu nifas hanya diperbolehkan makan nasi putih dan sambal buah

munthu yaitu campuran dari lada kunyit dan buah munthu (Lemon) bahkan

untuk minum air putih ada batasannya yaitu ibu nifas hanya diperbolehkan

meminum air putih paling banyak 1 gelas kecil. Ibu nifas dilarang makan

sayur dikarenakan sayur memiliki kandungan air yang banyak apabila

dikonsumsi oleh ibu nifas akan mengakibatkan perut akan besar dan tidak

bisa kembali seperti semula. Makanan berprotein tinggi seperti ikan lele dan

gabus juga dilarang karena “kebuasan” dari kedua ikan tersebut dapat

menular kepada bayi melalui ASI, ibu hamil pantang makan telur karena

masyarakat menganggap akan mempersulit kelahiran serta dapat

menyebabkan gatal-gatal dan pantang mengkonsumsi daging karena akan

menyebabkan perdarahan yang banyak, tidak boleh makan udang, kepiting,

keladi dan ikan duri karena dapat menyebabkan gatal di peranakan dan sakit

saat ngeluarin air susu, tidak diperbolehkan mengkonsumsi ikan karena di

anggap akan membuat ASI menjadi amis, makanan yang tidak boleh

dikonsumsi lainnya seperti tidak boleh makan ikan balida, tidak boleh

makan udang karena dipercaya dapat menyebabkan tubuh ibu membungkuk


37

sama seperti udang, tidak boleh makan buah nangka dikarenakan dapat

mengakibatkan bentan, tidak diperbolehkan mengkonsumsi terong

dipercaya dapat mengeluarkan rahim dari perut ibu, serta tidak boleh

minum minuman yang dingin dan asam karena dipercaya akan

memperlambat penyembuhan kandungan dan lambung yang masih sakit

setelah proses melahirkan (Anggraini, 2010; Afreni, 2014; Dwiningsih,

2014; Kurniawan, 2014).

2.4.3 Faktor-Faktor Perilaku Berpantang Makanan

Masih adanya budaya berpantang makanan yang dianut oleh

masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Faktor predisposisi yang meliputi: pengetahuan yang dalam hal ini

mencangkup pendidikan, pengalaman, pekerjaan, usia, dan ekonomi.

2. Faktor lingkungan meliputi: dukungan keluarga (ibu kandung, ibu mertua

serta suami), dan kebiasaan.

3. Faktor petugas yang terdiri dari: sikap atau perilaku petugas kesehatan

yang kurang peka terhadap masalah sosial budaya yang berada

dilingkungan sekitar (Paath, 2005; Widowati, 2016).

2.4.4 Dampak Perilaku Berpantang Makanan

Lima dampak yang dapat terjadi apabila budaya berperilaku

berpantang makanan dilakukan yaitu:

1. Tidak terpenuhi gizi pada ibu nifas

2. Ibu nifas cenderung mengalami anemia

3. Lambatnya proses penyembuhan luka


38

4. Pendarahan post partum

5. Berat badan bayi lahir rendah

(Otto, 2015; Saidah 2011).

2.5 Konsep Trancultural Nursing

2.5.1 Definisi

Menurut Leininger (1984) dalam Effendi (2013) Keperawatan

transkultural merupakan pelayanan keperawatan yang difokuskan pada

perilaku baik individu maupun kelompok, serta usaha untuk

mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau perilaku sakit

secara fisik dan psikokultural sesuai dengan latar belakang budaya yang

dianut. Tujuan keperawatan transkultural yaitu untuk memberikan

pelayanan asuhan keperawatan budaya secara spesifik dan universal

(Leininger, 1978 dalam Blais, 2007).

Secara etimologis kata “kebudayaan” berasal dari bahasa sanskerta

yaitu buddhaya, bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti akal atau budi.

Kata budaya merupakan gabungan dari dua kata, yaitu budi dan daya. Budi

yang berarti akal, pikiran, paham, pendapat, ikhtiar, perasaan. Sedangkan

daya memiliki makna tenaga, kekuatan, kesanggupan (Gazalba, 1998 dalam

Sulasman, 2013). Dalam perspektif soosiologi menurut pendapat Alvin L.

Berthand, “kebudayaan merupakan segala pandangan hidup yang dipelajari

dan diperoleh oleh anggota-anggota suatu masyarakat. Termasuk dalam

kebudayaan adalah segala bentuk bangunan, peralatan, dan bentuk-bentuk


39

fisik yang lain; disamping teknik, lembaga masyarakat, sikap, keyakinan,

motivasi serta sistem nilai yang diberlakukan pada kelompok”. Budaya

merupakan seluruh gagasan dan hasil karya manusia yang di dapat dari

proses belajar (Effendi, dkk 2013). Menurut E.B. Tylor (1974) dalam

Effendi (2013) mengatakan “ kebudayaan merupakan keseluruhan yang

kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,

kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemapuan lain yang

di dapat seseorang sebagai anggota masyarakat”. Jadi dapat disimipulkan

bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan dari pikiran atau pendapat yang

diciptakan oleh masyarakat setempat untuk menciptakan nilai sosial, norma

sosial, ilmu pengetahuan, struktur sosial, religius dan hal ini harus diikuti

atau dipatuhi oleh anggota-anggota kebudayaan.

2.5.2 Ciri-Ciri Kebudayaan

Menurut Mubarak (2009) terdapat tiga ciri dari kebudayaan yaitu:

1. Budaya bersifat historis: manusia membuat sejarah yang dinamis dan

maju untuk diwariskan dari generasi ke generasi.

2. Budaya bersifat geografis : dalam interaksi dengan lingkungan budaya

berkembang begitu pesat pada kelompok tertentu dan terus meluas ke

berbagai suku, dan ras diberbagai wilayah atau regional.

3. Budaya bersifat perwujudan nilai-nilai tertentu: dalam kebudayaan

manusia selalu ingin melampaui (batas) keterbatasannya. Sehingga,

disinilah budaya memiliki peran dalam mewujudkan sejauh mana nilai

itu dapat diwujudkan.


40

2.5.3 Sifat Dan Hakikat Kebudayaan

Kebudayaan dapat terwujud lewat perilaku manusia, kebudayaan

selalu diwariskan dari satu generasi kegenerasi selanjutnya. Setiap manusia

memerlukan budaya dikehidupannya sehingga budaya tidak akan lepas dari

kehidupan manusia.

2.5.4 Karakteristik Kebudayaan

Menurut Blais (2007), karakteristik budaya sebagai berikut:

1. Budaya itu dipelajari. Budaya bukan berdasarkan naluri mapun warisan.

Budaya dipelajari melalui pengalaman hidup sejak lahir.

2. Budaya itu diajarkan. Budaya diturunkan dari orang tua ke anak-anaknya

secara turun menurun.

3. Budaya bersifat sosial. Budaya dapat berkembang melalui interaksi

keluarga, kelompok, serta komunitas

4. Budaya bersifat adaptif. Adat istiadat, keyakinan serta praktik mengalami

perubahan ketika seseorang beradaptasi dengan lingkungan sosial serta

etika kebutuhan biologis dan psikologis seseorang dapat berubah.

5. Budaya itu memuaskan. Kepuasaan memperkuat kebiasaan dan

keyakinan. Ketika kebiasan dan keyakinan tidak membawa kepuasan

maka kebiasaan dan keyakinan dapat hilang

6. Budaya itu sulit untuk diartikulasikan. Seseorang Sulit untuk

mengartikulasikan budayanya dikarenakan nilai dan perilaku bersifat

kebiasaan dan dilakukan tanpa sadar.


41

7. Budaya memiliki banyak tingkatan. Tingkatan budaya yang paling

mudah untuk diidentifikasi yaitu tingkat material berupa seni, alat,

pakaian yang biasanya menunjukan aspek yang lebih mudah.

2.5.5 Wujud Kebudayaan

Menurut D.Oneil dalam Effendi (2013) menyatakan ada tiga wujud

kebudayaan: gagasan, aktivitas, dan artefak.

1. Gagasan atau wujud ideal adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan

ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan,

serta yang bersifat abstrak.

2. Aktivitas atau tindakan adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan

dari manusia dalam masyarakat tersebut. wujud ini biasa disebut sebagai

sistem sosial seperti saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta

bergaul dengan manusia lainnya yang berdasarkan adat tata kelakuan

yang bersifat konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, serta bisa

diamati dan didokumentasikan.

3. Artefak atau karya adalah wujud kebudaya fisik yang meurpakan hasil

dari aktivitas, perbuatan dan hasil karya manusia yang berupa benda-

benda atau hal-hal yang dapat di sentuh, dilihat serta dapat

didokumentasikan serta bersifat paling konkret dari ketiga wujud

kebudayaan.

2.5.6 Komponen Kebudayaan

Menurut Sulasman (2013) budaya memiliki beberapa komponen

yaitu:
42

1. Kebudayaan material

Kebudayaan material mengarah kepada ciptaan masyarakat yang

nyata. Seperti mangkuk tanah liat, perhasian, senjata, telivisi, pesawat

terbang, pakaian, mesin cuci, stadion olahraga.

2. Kebudayaan nonmaterial

Kebudayaan nonmaterial merupakan ciptaan abstrak yang wariskan

turun menurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Seperti

dongeng, cerita rakyat, lagu dan tari tradisional.

3. Lembaga sosial

Lembaga sosial dan pendidikan memberikan peran dalam konteks

berhubungan dan berkomunikasi dimasyarakat.

4. Sistem kepercayaan

Sistem kepercayaan dapat mempengaruhi kebiasaan, cara melihat

kehidupan, cara berkonsumsi sampai cara berkomunikasi.

5. Estetika

Estetika berhubungan dengan kesenian, seni, musik, dongeng,

hikayat, cerita, drama, tarian yang berkembang dimsyarakat.

6. Bahasa

Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi. Bahasa merupakan

komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa memiliki sifat yng

unik dan kompleks yang hanya bisa dimengerti oleh pengguna bahasa

tersebut.
43

2.5.7 Komunikasi Lintas budaya

Menurut Sihabudin (2013) “komunikasi antar budaya terjadi bila

produsen pesan adalah anggota suatu budaya lain dan penerima pesannya

anggota budaya lain”. Budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan

karena budaya tidak hanya menentukan siapa yang berbicara, perihal apa,

serta bagaimana komunikasi itu berlangsung, tetapi budaya menuntut orang

untuk menyandi pesan, makna dari pesan, kondisi-kondisi untuk mengirim,

memperhatikan, menterjemahkan pesan.

Menurut Blais (2007) Gaya komunikasi dan budaya saling berkaitan.

Melalui komunikasi, pesan budaya dapat disebar luaskan dari generasi

kegenerasi baik disebarkan dalam kelompok maupun diluar kelompok.

Sebagai seorang perawat komunikasi terapetik dengan klien ditinjau dari

latar belakang budaya dan etnik itu penting untuk memberikan asuhan

keperawatan berbasis budaya.

Komunikasi dibagi menjadi dua yaitu komunikasi verbal dan

komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal sangat jelas meliputi kosakata,

struktur tata bahasa, intonasi, kualitas suara, irama, kecepatan, pelafalan.

Sedangkan, komunikasi nonverbal meliputi sentuhan, penggunaan diam,

gerakan mata, ekspresi wajah serta postur tubuh.

2.5.8 Pola Nutrisi Menurut Aspek Budaya

Menurut Blais (2007) sebagian besar budaya memiliki makanan

pokok, seperti makanan yang banyak dan mudah ditemukan dilingkungan.

Kekurangan gizi menurunkan daya tahan tubuh untuk melawan infeksi.


44

Masalah kekurangan gizi dapat terjadi karena ketidakmapuan negara

nonindustri untuk mencukupi kebutuhan pangan bagi warga negaranya

serta adanya kepercayaan-kepercayaan yang keliru yang memberikan

hubungan antara makanan dan kesehatan, adanya pantangan-pantangan,

serta upacara-upacara. Adanya pantangan-pantangan terhadap makanan

ditujukan untuk orang yang sedang sakit (Foster, 2011).

Makanan dianggap dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Makanan yang diklasifikasi menjadi makanan “panas” dapat digunkan

untuk mengobati penyakit yang diklasifikasi sebagai penyakit “dingin”. Pola

makan biasanya diterapkan untuk ibu dan anak dengan tujuan untuk

menjaga kesehatan ibu dan anak baik dari hamil hingga masa nifas.

Menurut Foster (2011) kebiasaan makan merupakan suatu kompleks

dari masak-masakan, suka atau tidak suka, kearifan lokal, kepercayaan,

pantangan, dan tahayul terkait dengan produksi, persiapan serta konsumsi

makanan. Kebudayaan memiliki peran yang sangat penting untuk

menentukan jenis makanan yang akan dimakan. Itu dibuktikan bahwa untuk

sebuah makanan harus dibentuk serta dilakukan pengesahan dan keaslian

menurut budaya sebelum makanan tersebut dimakan. Dalam kondisi seperti

apapun kelompok budaya tidak akan menggunakan semua jenis makanan

untuk dimakan hal ini dikarenakan adanya pantangan menurut agama,

tahayul, kepercayaan tentang kesehatan, adanya peristiwa dimasa lampau

serta bahan-bahan makanan yang bergizi baik tidak boleh dimakan

diklasifikasikan sebagai “bukan makanan”.


45

2.5.9 Etnis atau Suku

Etnis adalah kondisi spesifik yang dimiliki kelompok tertentu.

Sekelompok etnik merupakan sekumpulan individu yang mempunyai

budaya dan sosial yang unik yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Menurut Haba (2012) Indonesia memiliki 300 kelompok etnis yang

tersebar diseluruh pelosok negeri hal ini menjadi sebuah kekayaan, budaya,

sejarah dan kearifan lokal yang harus diapresiasikan. Kalimantan Barat

merupakan salah satu Provinsi yang berada di Indonesia dengan berbagai

kelompok etnis. Kalimantan Barat dengan luas 146.807 km2 yang memiliki

13 Kabupaten dan 1 Kota Administratif yaitu Kota Pontianak dengan

jumlah penduduk 4.789.574 jiwa pada tahun 2015. Kalimantan Barat

memiliki berbagai etnis yaitu Dayak, Melayu, Cina, Madura, Banjar, Jawa,

Bugis, dan pendatang lainnya. Tiga etnis yang mendominasi Kalimantan

Barat yaitu Dayak, Melayu dan Cina.

1. Suku Dayak

Menurut penelitian Suprabowo (2006) masyarakat Suku Dayak

Sanggau Kalimantan Barat masih menjunjung tinggi adat istiadat yang

telah diturunkan oleh generasi sebelumnya. Hal ini tampak masih adanya

budaya praktik oleh masyarakat Suku Dayak Sanggau yang meliputi

praktik pada saat kehamilan, persalinan dan masa nifas. Praktik yang

dilakukan oleh masyarakat Suku Dayak Sanggau ini merupakan kegiatan

yang dilakukan oleh masyarakat sebagai upaya meningkatkan kesehatan

diluar ilmu kedokteran.


46

Masa nifas merupakan masa untuk pemulihan, dimulai dari

persalinan selasai hingga alat-alat kandungan kembali seperti sebelum

hamil. Lama masa nifas ini, yaitu beberapa jam setelah lahirnya plasenta

sampai dengan 6 minggu (Bahiyatun, 2009). Masyarakat Suku Dayak

tidak mengenal istilah masa nifas melainkan masa setelah melahirkan.

Menurut masyarakat Suku Dayak Sanggau lamanya masa nifas bervariasi

ada yang menyatakan satu minggu, dua minggu dan satu bulan mereka

tidak tahu secara pasti berapa lama masa nifas itu berlangsung.

Pandangan pada masa nifas bagi Suku Dayak Sanggau meurupakan

hal yang bersifat alami dan tidak berbahaya. Kepercayaan masyarakat

Suku Dayak Sanggau tentang adanya pantangan dan anjuran selama masa

nifas meliputi pantangan untuk tidak makan daging, telur, ikan, sayuran

yang bersifat dingin seperti labu, timun, perenggi, serta sayuran yang

berbumbu. Lamanya pantangan ini tergantung dari jenis makanannya

seperti daging ayam selama satu bulan, daging babi selama delapan hari,

daging rusa selama tiga bulan, telur selama satu bulan, daging sapi

selama satu bulan, sayuran bersifat dingin dan sayuan berbumbu selama

satu bulan. Tujuan pantangan pada masa nifas yaitu untuk menjaga

kesehatan ibu dan anak. Jika ibu melanggar pantangan makan daging dan

telur sebelum waktunya, maka anaknya akan menderita gatal-gatal dan

hernia karena makanan yang dimakan oleh ibu akan diteruskan ke

anaknya melalui air susu. Sedangkan, jika pantangan memakan sayuran

yang berjenis dingin akan menyebabkan ibu sakit, hal in sesuai dengan
47

konsep “panas-dingin”. Adapun makanan yang dianjuran pada masa nifas

yaitu nasi putih ditambah garam dan daun bungkal selama tiga hari.

Selain makanan yang dianjurkan adapula tradisi yang dianjurkan selama

masa nifas yaitu duduk menyandar (kaki lurus badan menyandar

kedinding) hal ini dilakukan selama satu bulan untuk menghindari darah

putih naik ke atas kepala yang akan menyebabkan ibu bisa buta dan gila.

2. Suku Melayu

Masyarakat Suku Melayu khususnya di Kota Pontianak memiliki

adat istiadat yang masih kental yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Menurut Suhaimi (2002) yang dikutip Aminah (2007) menyatakan ada

tiga sistem nilai yang hidup dalam arti dipelihara oleh masyarakat dalam

kehidupan Suku Melayu yaitu sistem nilai yang diberikan oleh agama

Islam, sistem nilai yang diberikan oleh adat, sistem nilai yang diberikan

oleh tradisi. Sistem nilai yang diberikan oleh tradisi merupakan sistem

nilai yang mempengaruhi tingkah laku kehidupan sosial masyarakat Suku

Melayu Pontianak khususnya tradisi pantang larang. Karena nilai-nilai

tradisi lebih mudah dan dicerna serta bersentuhan langsung dengan

kehidupan sehari-hari.

Bagi masyarakat Melayu pantang larang merupakan kepercayaan

orang zaman dahulu berkaitan dengan adat istiadat yang diwariskan

nenek moyang untuk generasi selanjutnya. Tujuannya bukan hanya

memberikan manfaat dalam kehidupan manusia tetapi juga untuk

mengajarkan dan mengamalkan pesan yang disampaikan melalui lisan


48

dari generasi ke generasi selanjutnya. Tujuan ini bukan hanya untuk

dipercayai melainkan untuk dihayati makna yang terkandung didalam

tradisi pantang larang ini.

Pantang larang pada Suku Melayu meliputi pantang larang saat

perkawinan, kehamilan dan persalinan. Pantang larang pada ibu nifas

menurut suku Melayu yaitu pemulihan seorang ibu setelah melahirkan

karena seorang ibu harus memiliki tubuh yang sehat baik jasmani

maupun rohani. Untuk itu adanya pantang larang yang dibuat oleh orang

dahulu. Pantang larang untuk tidak makan-makanan yang berhawa panas

seperti cabai makna yang terkandung yaitu supaya seorang ibu harus

memperhatikan kondisi diri dan anaknya yang sedang menyusi karena

makanan apapun yang dimakan oleh ibu akan mempengaruhi kesehatan

anaknya.

Selain makanan ada pula tradisi yang harus ditaati oleh ibu yang

mengandung unsur mistik seperti seorang ibu harus membawa paku dan

melilitkan benang hitam pada jempol kaki kanan dan kiri, makna yang

terkandung dalam tradisi ini supaya seorang ibu harus mampu

melindungi anak yang baru dilahirkan dari gangguan-gangguan makhluk

halus. Pantang larang selain untuk menjaga anak yang baru dilahirkan

ada pula pantangan untuk ibu yaitu dilarang keluar rumah selama empat

puluh hari karena ditakutkan akan rentannya urat rahim yang akan

memperlambat masa pemulihan pasca melahirkan. Kepercayaan ini


49

masih snagat kuat apalagi bila melahirkan anak pertama, kesehatan ibu

benar-benar dijaga baik oleh orang tua mapun keluarga.

Zaman dulu dan zaman sekarang sikap dan kepercayaan

masyarakat Melayu Pontianak mulai berubah. Zaman sekarang pantang

larang seperti pantangan tidak boleh makan makanan yang pedas tidak

sepenuhnya dilakukan karena sebagian masyarakat tidak percaya akan

hal tersebut, sebagian lainnya membolehkan memakan makanan yang

pedas asal tidak dikonsumsi secara berlebihan. Sikap dan kelakuan ini

terjadi karena didukung juga oleh sarana yang tersedia. Orang zaman

dulu sarana untuk mengikuti tradisi pantang larang telah disediakan oleh

orang tuanya. Seperti bahan-bahan makanan, jamu untuk pemuulihan

masa melahirkan yang disediakan dan dibuat langsung oleh orang tua

mereka sehingga ibu dalam masa nifas dapat menjaga tubuhnya dan

anaknya dengan baik. Zaman sekarang segala sesuatu banyak yang

dilakukan sendiri oleh seorang ibu, dimana bahan-bahan makanan yang

disediakan oleh orang tuanya paling lama dua minggu serta jamu untuk

ibu melahirkan tidak dibuat sendiri melainkan membeli.

Pada dasarnya generasi muda masih mengikuti dan meyakini tradisi

pantang larang pada masa perkawinan, kehamilan dan kelahiran hanya

saja adanya unsur-unsur budaya berupa pola sikap, kelakuan dan sarana

dalam menjalani pantang larang yang memberikan perubahan terhadap

makna atau pesan yang terkandung dalam pantang larang bagi generasi

muda. Adanya faktor yang membuaat perubahan pada masyarakat


50

Melayu Pontianak yaitu pola sikap, kelakuan dan sarana generasi tua dan

geenerasi muda yaitu faktor penduduk yang heterogen, pendidikan

formal yang maju, dan faktor sikap masyarakat (Aminah, 2007).

Pelaksanaan tradisi pantang larang dari orang tua kepada anaknya

melalui suatu proses komunikasi. Proses komunikasi yang berlaku dalam

masyarakat bersifat dinamik merupakan kontrol sosial. Kontrol sosial

merupakan sebuah proses yang dapat mempengaruhi perilaku sumber

yang bertujuan untuk mengajak, mendidik, bahkan memaksa masyarakat

untuk mematuhi norma dan nilai yang berlaku. Peranan kontrol sosial

ialah untuk mengawasi diri sendiri dalam berkomunikasi agar tetap

memperhatikan nilai-nilai yang telah disepakati dan bertindak dalam

batasan nilai-nilai budaya. Proses kontrol dilakukan dengan proes ajar

didik, sanksi, dalam rituskolektif dan lokasi posisi.

Dalam proses ajar didik pada masyarakat Melayu Pontianak terjadi

secara informal yang dilakukan oleh orang tua ke anaknya maupun

dukun kampung sebagai petunjuk supaya diketahui dan dipatuhi makna

yang terkandung yaitu sifat-sifat yang baik dalam menjalankan

kehidupan sehari-hari, sifat-sifat seorang calon ibu dalam masa

kehamilan dan setelah melahirkan. Perubahan pola komunikasi dalam

proses ajar didik yaitu melalui komunikasi antar pribadi. Orang-orang

zaman dulu proses ajar didik dilakukan secara linier yaitu langsung dari

orang tua keanaknya sedangkan sekarang pola komunikasi telah berubah

calon ibu dapat menerima informasi bukan hanya dari orang tua dan
51

dukun kampung melainkan dari teman atau saudara, dokter atau bidan

yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan mengenai tradisi pantang

larang. Adanya sanksi yang diberlakukan oleh tradisi untuk memberikan

suatu penguatan bahwa tradisi memiliki sanksi yang mengikat. Orang

zaman dulu tradisi pantang larang menjadi suatu kepercayaan yang

paling ditakuti karena adanya sanksi akan tetapi untuk generasi muda

sekarang menganggap sanksi sebagai suatu proses preventif yang

bertujuan untuk menjaga mereka dari hal-hal yang tidak diinginkan.

3. Suku jawa

Masyarakat suku jawa memiliki tradisi dan persepsi dalam

penanganan sehat sakit, persepsi ini akan mempengaruhi sikap dan

perilaku seseorang dalam bertindak. Suku Jawa memiliki budaya

pantangan dan anjuran bagi ibu hamil dan ibu nifas. Pantangan yang

dilakukan oleh suku Jawa yaitu gorengan, cabe, ikan asin dan ikan basah,

banyak minum air, selain makanan ada pula pantangan seperti tidak

boleh banyak bergerak, kaki ditekuk, kerja berat, tidur terlentang.

Memakan ikan tidak dianjurkan bagi Suku Jawa karena ikan berbau amis

hal ini dilarang karena apabila ibu mengkonsumsi nya dikhawatirkan ASI

yang akan diberikan kepada anaknya menjadi amis. Larangan untuk tidak

banyak minum air karena bagi Suku Jawa apabila ibu banyak minum air

akan menyebabkan luka menjadi basah dan sulit untuk sembuh.

Dalam tradisi pantangan pada Suku Jawa tidak semua

membahayakan ada pula tradisi yang dianggap baik dari segi kesehatan
52

seperti larangan untuk tidak menekuk kaki dan kerja berat dari segi medis

hal ini dibenarkan untuk memperlancar aliran darah karena aliran darah

lambat pada kondisi pasca melahirkan disebabkan karena meningkatnya

trombosis.

Makanan dan tindakan yang dianjurkan oleh ibu nifas yaitu

meminum jamu, makan daun katuk yang akan memperlancar ASI dan

menambah kesehatan ibu, duduk kaki lurus selama 40 hari, memakai

pilis didahi dan seluruh tubuh, perut diberi stagen dan diberi tapel, tidur

setengah duduk agar darah putih tidak naik kemata, serta mani wuwung

setiap pagi dan sore, hal ini dilakukan untuk mengembalikan kondisi ibu

seperti sebelum melahirkan (Pratiwi, 2011).

4. Suku Madura

Suku Madura mengembangkan pengetahuan dan kepercayaan-

kepercayaan tertentu dengan berbagai upacara dalam lingkaran hidup

individu (daur hidup), mulai dari bayi sampai dengan setelah kematian.

Selama masa kehamilan bagi Suku Madura sama hal nya dengan suku-

suku lain adanya budaya pantangan dan anjuran selama masa hamil

dengan tujuan untuk melindungi ibu dan anak agar tidak mendapatkan

efek dari makanan yang dimakan. Makanan yang dilarang menurut

tradisi Suku Madura yaitu tidak boleh makan ikan yang bersengat

(kepiting, lele, cumi-cumi) ini dianggap sebagai makanan yag

mengandung racun, nanas dan durian akan menyebabkan keguguran,


53

tebu dianggap memiliki dampak akan terjadinya perdarahan sewaktu

bersalin.

Selain pantang makanan ada pula pantangan perbuatan seperti tidak

membunuh semua jenis binatang, tidur melingkar, makan sambil

menyangga piring, dan tidak boleh mengolok-olok orang yang cacat,

tidak boleh mengunjing. Adapun anjuran yang diajarkan yaitu memakan

buah kelapa yang dimakan bulan hal ini dipercaya supaya anak yang

dikandung bisa cantik seperti bulan, dianjurkan untuk minum jamu

secara teratur yaitu pada hari senin dan kamis, pada saat minum jamu

gigi tidak boleh kelihatan dan tangan kiri melintang diatas buah dada

sambil menghadap kiblat. Wanita hamil yang tidak sengaja melihat

sesuatu yang tidak boleh dilihatnya harus nyebut sambil mengelus

perutnya ( Arianto, 2011).


54

2.6 Kerangka Teori

(Sagar, 2012)

Skema 2.2 Kerangka Teori

2.7 Hipotesis

Ada hubungan perilaku berpantang makanan menurut etnis di

Kalimantan Barat dengan skor penyembuhan luka fase proliferai post sectio

caesarea.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain

penelitian observasional analitik yaitu menghubungkan antara satu variabel

dengan variabel lainnya (Swarjana, 2015). Berdasarkan waktu penelitian,

penelitian ini termasuk penelitian Longitudinal yaitu Kohort Prospektif.

Kohort Prospektif yaitu menghubungkan variabel independen dan variabel

dependen tanpa melakukan suatu intervensi terhadap responden yang

selanjutnya responden diikuti sampai kurun waktu yang telah ditetapkan

oleh peneliti untuk mengetahui efek (variabel dependen) dari sautu

penelitian (Dharma, 2015).

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan obyek yang mempunyai karakteristik

yang sama, yang bisa untuk diteliti (Imron, 2010). Populasi dibagi menjadi

dua yaitu populasi tidak terbatas dan terbatas. Populasi tidak terbatas dalam

penelitian ini yaitu seluruh ibu nifas yang dirawat di ruangan nifas RSUD

Dokter Soedarso Pontianak. Sedangkan populasi terbatas dalam penelitian

ini yaitu ibu nifas yang melahirkan secara sectio caesarea yang dirawat di

55
56

ruangan nifas RSUD Dokter Soedarso Pontianak pada tahun 2016 yang

berjumlah 552 orang.

3.2.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan menjadi obyek

penelitian sehingga jumlah obyek yang akan diteliti tidak banyak. Dengan

jumlah ini diharapkan dapat mewakili populasi dalam penelitian ini

(Swarjana, 2015). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 50 orang ibu nifas

yang melahirkan secara sectio caesarea.

3.3 Kriteria sampel penelitian

3.3.1 Kriteria Inklusi

1. Ibu nifas dengan luka sectio caesarea pada hari ke 5-9.

2. Ibu nifas yang berdomisil di Kota Pontianak.

3. Ibu nifas yang bisa baca tulis.

3.3.2 Kriteria Eksklusi

1. Ibu nifas yang obesitas.

3.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian yaitu suatu uraian dan visualisasi

hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.Berikut ini

kerangka konsep penelitian ini:


Perilaku Berpantang Skor penyembuhan
Makanan Menurut Etnis luka fase proliferasi
Di Kalimantan Barat post sectio caesarea

Skema 3.1 Kerangka Konsep


57

3.5 Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2013).Variabel

independen pada penelitian ini adalah perilaku berpantang makanan

menurut etnis di Kalimantan Barat.

3.5.2 Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel independen (Sugiyono, 2013).

Variabel dependen adalah skor penyembuhan luka fase proliferasipost sectio

caesarea.

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional yaitu definisi terhadap variabel berdasarkan teori

namun bersifat operasional yang memungkinkan peneliti untuk mengujinya

secara empiris (Swarjana, 2015).


58

Tabel 3.1 Defnisi Operasional

No Variabel Definisi operasional Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala ukur

1. Perilaku Tingkah laku Kuesioner Kuesioner yang Pantang = 1 Interval

berpantang responden dalam berisikan skor


Tidak pantang = 0
makanan masalah pantang perilaku pantang dan

menurut makanan karena adat tidak pantang yang

Etnis di istiadat terdiri dari 2

Kalimanta pertanyaan.

n Barat

Ya =1

Tidak = 0

2. Penyembu Proses penyembuhan Lembar Observasi luka paska (0-10)= Interval

han luka luka sectio caesarea observasi bedah sesar dengan Penyembuhan Luka

fase responden pada fase ASEPSIS menggunakan Baik

proliferasi proliferasi indikator serous

post sectio exudate, erytema,

caesarea purulen exudate, (11-20)=

separation of deep Keterlambatan

ttissuedalam persen. Peyembuhan Luka

(21-30)= Infeksi

Luka Ringan

(31-40)= Infeksi
59

Luka Sedang

(> 40)= Infeksi Luka

Berat

3.7 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah “alat yang digunakan oleh peneliti untuk

mengobservasi, mengukur atau menilai suatu fenomena” (Dharma, 2015).

Instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti sebagai berikut:

3.7.1 Alat ukur

Pada penelitian ini terdapat beberapa alat yang digunakan

untukmengukurperilaku berpantang makanan, skor penyembuhan luka fase

proliferasi post sectio caesarea dan status gizi.Alat ukur yang digunakan

untuk mengukur perilaku berpantang makanan yaitu kuesioner perilaku

berpantang makanan, alat ukur untuk mengetahui skor penyembuhan luka

fase proliferasi post sectio caesarea yaitumengguakan alat ukur ASEPSIS

yang dikembangkan oleh Wilson, Sturridge & Gruneberg pada tahun 1986

dan diadopsi oleh Dewi, (2012). Uji validitas dan reabilitas terhadap alat

ukur ini menunjukan interreabilitasnya sebesar 0,96 pada semua pasien

paska pembedahan (Petricia et al, 2009), serta alat ukur untuk menentukan

status gizi yaitu menggunakan rumus Indeks Massa Tubuh (IMT) yang

sebelumnya akan dilakukan pengukuran tinggi badan menggunakan

microtoise dan pengukuran berat badan menggunakan timbangan digital

GEA.
60

3.7.2 Prosedur

Penelitian ini dilakukan dengan meminta izin untukmenjadi

responden, sebelumnya responden dijelaskan maksud dan tujuan dalam

penelitian ini. Setelah diizinkan responden diminta untuk mengisi lembar

infomed consent dan lembar data demografi saat masih dalam masa

perawatan rumah sakit. Setelah hari ke 5 sampai hari ke-9post sectio

caesarea peneliti kembali menemui responden yang akan mengobsevasi

skorluka sectio caesarea menggunakan lembar observasi skorluka ASEPSIS

dan responden diminta untuk mengisi kuesioner perilaku berpantang

makanan.

3.8 Validitas

Validitas adalah derajad ketepatan pada data yang akan diteliti dengan

daya yang bisa sampaikan oleh peneliti. Data yang valid adalah “data yang

tidak berbeda” antara data yang telah disampaikan peneliti dengan data yang

sebenarnya ada di objek penelitian (Sugiyono, 2011). Uji validitas

menggunakan Face Validitydan Content Validity karena hanya ada satu

pertanyaan yang di koreksi redaksinya oleh pembimbing sendiri.

3.9 Prosedur pengumpulan data

3.9.1 Tahap Persiapan


61

1. Penelitian ini dimulai dari perizinan Kepala Program Studi Ilmu

Keperawatan dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura

kepada Kepala RSUD Dr. Soedarso Pontianak.

2. Pengumpulan data pasien post sectio caesarea dilakukan di Ruangan

Nifas RSUD Dr. Soedarso pontianak

3.9.2 Tahap pelaksanaan

Prosedur yang dilakukan oleh peneliti dalam proses melakukan

pengumpulan data saat responden masih berada di Rumah Sakit sebagai

berikut:

1. Peneliti memperkenalkan diri serta menjelaskan tujuan dari penelitian

yang akan dilakukan.

2. Peneliti meminta persetujuan kepada pasien dengan memberikan lembar

infomed concent dan lembar data demografi untuk menjadi responden

dalam penelitian yang akan dilakukan.

3. Peneliti mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT) responden untuk

mengetahui status gizi responden.

Prosedur yang dilakukan oleh peneliti dalam proses melakukan

pengumpulan data saat responden dirumah sebagai berikut:

1. Peneliti memberikan lembar kuesioner kepada responden untuk

mengukur perilaku berpantang makanan.


62

2. Peneliti meminta izin untuk membuka balutan luka sectio caesarea untuk

mengobservasi skor penyembuhan luka fase proliferasi post sectio

caesarea.

3. Peneliti mengobservasi skorpenyembuhan luka fase proliferasi post

scetio caesarea menggunakan lembar observasi ASEPSIS.

4. Peneliti menghitung hasil observasi penyembuhan luka fase proliferasi

post sectio caesarea dan lembar kuesioner.

5. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada responden telah bersedia ikut

berpartisipasi dalam penelitian yang akan dilakukan.

3.10 Prosedur pengolahan data

Pengelolahan data dalam penelitian ini sebagai berikut (Notoatmodjo,

2012):

1. Editing

Editing yaitu pengecekan ulang oleh peneliti untuk perbaikan isian

kuesioner apabila terdapat pertanyaan kuesioner yang belum diisi maka

peneliti akan memberikan kuesioner kembali kepada responden untuk

melengkapinya.

2. Coding

Coding yaitu mengubah data yang semula berbentuk kalimat atau

huruf menjadi numerik (angka). Pengkodean akan dilakukan pada

karakteristik responden yang tertera sebagai berikut :


63

a. Usia

1 = <20

2 = 20-35

3 = >35

b. Agama

1 = Islam

2 = Protestan

3 = Katholik

4 = Budha

c. Status IMT

1 = Underweight

2 = Acceptable

3 = Overweight

4 = Obesitas

d. Riwayat SC

1 = Ya

2 = Tidak

e. Pendidikan

1 = SD

2 = SMP

3 = SMA

4 = PT

f. Pekerjaan
64

1 = IRT

2 = Swasta

g. Suku

1 = Melayu

2 = Dayak

3 = Cina

4 = Madura

5 = Bugis

6 = Jawa

7 = Tamnasik

8 = Bima

h. Kepercayaan Etnis

1 = Ya

2 = Tidak

i. Skor Penyembuhan Luka

1 = Penyembuhan Luka Baik (0-10)

2 = Keterlambatan Penyembuhan luka (11-20)

3 = Infeksi Luka Ringan (21-30)

4 = Infeksi Luka Sedang (31-40)

5 = Infeksi Luka Berat (> 40)

3. Entry

Setelah data diberikan kode maka selanjutnya kode tersebut dientry

yaitu proses memasukan data kedalam software komputer.


65

4. Cleaning

Data yang telah dimasukan ke program software komputer, perlu

pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya

kesalahan kode, ketidaklengkapan data dan sebagainya sebelum

dianalisis.

3.11 Analisa Data

3.11.1 Analisa Univariat

Analisa univariat digunakan untuk menjelaskan karakteristik dari

setiap variabel penelitian. Analisa univariat dalam penelitian ini untuk

mengetahui karakteristik responden meliputi usia, agama, suku, status

indeks massa tubuh, pendidikan, pekerjaan, riwayat Sectio caesarea, adanya

pantangan menurut kepercayaan etnis, perilaku berpantang, dan skor

penyembuhan luka.

3.11.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara perilaku berpantang makanan menurut etnis di Kalimantan

Barat dengan skor penyembuhan luka fase proliferasi post sectio caesarea

di ruangan Nifas RSUD Dr. Soedarso Pontianak, dengan menggunakan uji

korelasi spearman rho. Menggunakan tingkat signifikan 95% dan


66

interpretasi hasil uji jika p value < 0,05 maka dinyatakan terdapat hubungan

yang bermakna.

3.12 Etika Penelitian

Penelitian ini telah Lolos Kaji Etik Dari Divisi Kaji Etik Fakultas

Kedokteran Universitas Tanjungpura Nomor : 4004/UN22.9/DT/2017.

1. Menghormati Harkat Dan Martabat Manusia(Respect For Human

Dignity).

Menghormati harkat dan martabat responden dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan menjadi responden yang akan

ditandatangani serta menjelaskan prosedur penelitian dan manfaat

penelitian, dengan tujuan supaya responden mengerti maksud dan tujuan

penelitian. Peneliti menanyakan kesediaan calon responden untuk

berpartisipasi dalam penelitian dengan tidak memaksa. Calon responden

yang menolak untuk berpartisipasi atau mengunndurkan diri selama

penelitian tidak mendapatkan konsekuensi tertentu.

2. Menghormati Privasi Dan Kerahasiaan Subjek Penelitian(Respect For

Privacy And Confidentiality)

Pada lembar kuesioner, peneliti tidak mencantumkan nama

responden melainkan kode yaitu kode 1 untuk responden pertama dan

dilanjutkan untuk responden lainnya yang akan dilakukan observasi, agar

kerahasiaan identitas responden tetap terjaga. Peneliti juga menjaga

informasi yang telah diberikan pada saat penelitian.


67

3. Keadilan Dan Keterbukaan (Respect For Justice And Inclusiveness)

Peneliti memberikan perlakuan yang sama kepada seluruh

responden tanpa melihat perbedaan yang dimiliki oleh masing-masing

respondenserta memberikan hak-hak yang seharusnya dimiliki oleh

responden.

4. Memperhitungkan Manfaat Dan Kerugian Yang Ditimbulkan (Balancing

Harms And Benefits)

Peneliti memperhitungkan manfaat semaksimal mungkin terhadap

responden dan juga berusaha meminimalkan dampak yang merugikan

bagi responden. Dalam usaha untuk meminimalkan kerugian maka

peneliti akan hati-hati dalam membuka balutan luka sectio caesarea saat

akan mengobservasi skor penyembuhan luka.

3.13 Tempat dan waktu penelitian

3.13.1 Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Ruang Nifas RSUD Dr. Soedarso

Pontianak untuk mengdapatkan data responden dan akan dilanjutkan

dirumah responden masing-masing.

3.13.2 Waktu penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 1 Agustus - 29

September 2017.
BAB IV

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ini terdapat analisa univariat dan analisa bivariat. Analisa

univariat meliputi usia, agama, status IMT, riwayat SC, pendidikan, pekerjaan,

suku, kepercayaan etnis, perilaku berpantang dan skor penyembuhan luka. Analisa

bivariat yaitu hubungan antara perilaku berpantang makanan menurut etnis di

Kalimantan Barat dengan skor penyembuhan luka fase proliferasi post sectio

caesarea di ruang nifas RSUD Dr. Soedarso Pontianak. Pengambilan data

perilaku berpantang makanan menurut etnis di Kalimantan Barat dengan skor

penyembuhan luka fase proliferasi post sectio caesarea di ruang nifas RSUD Dr.

Soedarso Pontianak telah dilaksanakan pada 1 Agustus hingga 29 September

2017.

4.1 Analisa Univariat

4.1.1 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah ibu nifas yang melahirkan

secara sectio caesarea di ruangan nifas RSUD Dr. Soedarso Pontianak yang

berjumlah 50 orang. Karakteristik responden meliputi usia, agama, status

IMT, riwayat SC, pendidikan, pekerjaan, suku, kepercayaan etnis, perilaku

berpantang, dan skor penyembuhan luka.

68
69

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Agama, Status IMT, Riwayat SC,
Pendidikan, Pekerjaan, Suku dan Kepercayaan Etnis.

Variabel Kategori n %
Usia <20 2 4
20-35 34 68
>35 14 28
Agama Islam 44 88
Protestan 2 4
Khatolik 3 6
Budha 1 2
Status IMT Underweight 3 6
Acceptable 37 74
Overweight 10 20
Riwayat SC Ya 12 24
Tidak 38 76
Pendidikan SD 5 10
SMP 18 36
SMA 23 46
PT 4 8
Pekerjaan Irt 47 94
Swasta 3 6
Suku Melayu 22 44
Dayak 3 6
Cina 2 4
Madura 9 18
Bugis 7 14
Jawa 5 10
Tamnasik 1 2
Bima 1 2
Kepercayaan Etnis Ya 48 96
Tidak 2 4
Sumber : Data Primer yang telahdiolah, 2017

Berdasarkantabel 4.1, diketahui usia responden yang tertinggi (68%)

pada rentang 20-35 tahun, sedangkan usia reponden terendah (4%) <20

tahun. Sebagian besar (88%) responden beragama Islam. Kategori indeks

massa tubuh responden yang banyak ditemukan yaitu normal (Acceptable)

(74%). Rata-rata responden tidak memiliki riwayat sectio caesarea (76%).

Rata-rata responden (46%) memiliki pendidikan terakhir SMA. Sebagian


70

besar (94%) responden bekerja sebagai ibu rumah tangga. Rata-rata

responden (44%) suku Melayu. Sebagian besar (96%) responden memiliki

kepercayaan berpantang makanan menurut etnis.

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Perilaku Berpantang, Dan Skor


Penyembuhan Luka.

Variabel Skor n %

Perilaku Berpantang Pantang = 1 43 86


Tidak Patang = 0 7 14

Skor Penyembuhan Luka Penyembuhan Luka Baik (0-10) = 1 2 4


Keterlambatan Penyembuhan Luka (10-20) = 2 43 86
Infeksi Luka Ringan (21-30) = 3 5 10
Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2017

Berdasarkan tabel 4.2, diketahui Sebagian besar (86%) responden

mengikuti perilaku berpantang makanan. Sebagian besar (86%) responden

mengalami keterlambatan penyembuhan luka, setelah itu (10%) dari

responden mengalami infeksi luka ringan dan hanya (4%) dari responden

yang mengalami penyembuhan luka yang baik.


71

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Yang Tidak Berpantang Makanan Dan Skor

Penyembuhan Lukanya.

No Responden Perilaku Berpantang Skor Penyembuhan Luka

A9 Tidak Pantang 14
A19 Tidak Pantang 12
A22 Tidak Pantang 12
A23 Tidak Pantang 13
A24 Tidak Pantang 10
A31 Tidak Pantang 14
A44 Tidak Pantang 10

Berdasarkan tabel 4.3 responden yang tidak berpantang makanan

berjumlah 7 orang, dua orang memiiliki penyembuhan luka baik yaitu

responden no A24 dan A44, dan lima responden yang lain memiliki skor

penyembuhan luka di rentang skor 11-20 yang artinya luka sectio caesarea

nya mengalami keterlambatan dalam penyembuhan.


72

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Yang Berpantang Makanan Dan Skor Penyembuhan

Lukanya.

No Skor Penyembuhan
Perilaku Berpantang
Responden Luka
A1 Pantang 12
A2 Pantang 13
A3 Pantang 16
A4 Pantang 18
A5 Pantang 13
A6 Pantang 19
A7 Pantang 14
A8 Pantang 14
A11 Pantang 16
A13 Pantang 16
A14 Pantang 19
A15 Pantang 15
A16 Pantang 16
A17 Pantang 22
A18 Pantang 21
A20 Pantang 16
A21 Pantang 19
A25 Pantang 13
A26 Pantang 12
A27 Pantang 25
A28 Pantang 13
A30 Pantang 18
A32 Pantang 13
A33 Pantang 20
A34 Pantang 12
A35 Pantang 15
A36 Pantang 11
A37 Pantang 20
A38 Pantang 18
A39 Pantang 18
A40 Pantang 16
A41 Pantang 16
A42 Pantang 15
A43 Pantang 12
A45 Pantang 25
A46 Pantang 29
A47 Pantang 19
A48 Pantang 15
A49 Pantang 13
A50 Pantang 18
A51 Pantang 12
A52 Pantang 11
A53 Pantang 15
73

Berdasarkan tabel 4.4 responden yang berpantang makanan berjumlah

43 orang, semua responden yang berpantang makanan memiliki

penyembuhan luka yang buruk dari keterlambatan penyembuhan luka di

rentang skor 11-20 sampai dengan infeksi luka ringan di rentang skor 21-30.

4.2 Analisa Bivariat

4.2.1 Hubungan perilaku berpantang makanan menurut etnis di Kalimantan

Barat dengan skor penyembuhan luka fase proliferasi post sectio

caesarea di ruang nifas RSUD Dr. Soedarso Pontianak

Data hasil penelitian ini diuji menggunakan uji korelasi Pearson,

sebelumnya akan dilakukan uji normalitas data untuk memenuhi syarat uji

Pearson yang mana data harus berdistribusi normal. Setelah dilakukan uji

normalitas data di dapatkan hasil sig. (2-tailed) untuk skor perilaku

berpantang makanan sebesar 0,000 dan untuk skor penyembuhan luka

sebesar 0,002 yang artinya distribusi data tidak normal karenanilai sig. (2-

tailed) <0,05, sehingga dilakukan transform data dengan hasil skor perilaku

berpantang tetap 0,000 dan untuk skor penyembuhan luka 0,194 yang

artinya data berdistribusi nornal, karena ada satu data yang tidak

berdistribusi normal yaitu data untuk skor perilaku berpantang sehingga

dapat disimpulkan data dari hasil penelitian ini tidak berdistribusi normal,

maka uji korelasi Pearson tidak dapat digunakan karena tidak memenuhi

syarat, sehingga uji statistik dalam penelitian ini menggunakan uji alternatif

yaitu uji korelasi Spearman.


74

Tabel 4.5 Hubungan perilaku berpantang makanan menurut etnis di Kalimantan Barat
dengan skor penyembuhan luka fase proliferasi post sectio caesarea di ruang nifas
RSUD Dr. Soedarso Pontianak.

Skor penyembuhan luka


Skor perilaku
R 0,416
berpantang
P 0,003

N 50

Sumber : Data primer yang telahdiolah, 2017

Berdasarkan uji korelasi Spearman, diperoleh nilai signifikansi p

value sebesar 0,003 (p < 0,05), menunjukan bahwa korelasi antara perilaku

berpantang makanan menurut etnis di Kalimantan Barat dengan skor

penyembuhan luka fase proliferasi post sectio caesarea adalah bermakna.

Nilai korelasi Spearman sebesar 0,416 menunjukan korelasi positif dengan

kekuatan korelasi sedang.


BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum

Gambaran umum pada bab ini peneliti akan membahas hasil

penelitian ``Hubungan perilaku berpantang makanan menurut etnis di

Kalimantan Barat dengan skor penyembuhan luka fase proliferasi post

sectio caesarea``. Pembahasan pada bab ini akan menjelaskan interpretasi

hasil penelitian dan implikasi hasil penelitian terhadap keperawatan.

Sumber data pada penelitian ini adalah ibu nifas yang melahirkan

secara sectio caesarea di ruangan nifas RSUD Dr. Soedarso Pontianak yang

memenuhi kriteria inklusi dengan jumlah 50 orang.

5.2 Analisa Univariat

5.2.1 Usia

Hasil penelitian yang di lakukan di ruang nifas RSUD Dr. Soedarso

Pontianak, dari 50 orang responden di dapatkan usia terbanyak (68%)

berada di rentang usia 20-35. Usia merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi penyembuhan luka yang mana semakin tua seseorang maka

kemampuan penyembuhan jaringan akan menurun. Usia lebih dari 30 tahun

mulai terjadi penurunan yang signifikan dalam beberapa fungsi, seperti

perubahan vaskuler akan mengganggu sirkulasi darah ke daerah luka,

penurunan fungsi hati mengganggu sintesis faktor pembekuan darah, respon

75
76

inflamasi yang lambat, sistem imun yang menurun sehingga pembentukan

antibodi dan limfosit menurun serta jaringan kolagen dan jaringan parut

kurang elastis. Kulit utuh pada orang dewasa muda yang sehat merupakan

barier yang baik terhadap trauma mekanis dan infeksi, masing-masing dari

masalah tersebut mendukung terjadinya keterlambatan penyembuhan luka

seiiring bertambahnya usia (Alfady, 2015; Maryunani, 2014). Menurut

penelitian Nurani (2015) menyatakan bahwa responden yang berusia > 35

tahun memiliki resiko penyembuhan luka kurang baik sebanyak 4.153 kali

dibanding dengan responden yang berusia < 35 tahun. Usia juga

mempengaruhi kejadian sectio caesarea hal ini sejalan dengan hasil

penelitian Khodijah (2014) yang menyatakan sebanyak (80%) responden

dengan rentang usia 20-35 yang melahirkan secara sectio caesarea.

5.2.2 Agama

Berdasarkan hasil penelitian dari 50 orang responden di dapatkan

(88%) beragama Islam, (4%) responden beragama Protestan, (6%)

responden beragama Khatolik dan (2%) responden yang beragama Budha.

Agama merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang

berpantang makanan karena menurut Foster (2011) dalam kondisi seperti

apapun kelompok budaya tidak akan menggunakan semua jenis makanan

untuk dimakan hal ini dikarenakan adanya pantangan menurut agama,

tahayul, kepercayaan tentang kesehatan dan yang lain.


77

5.2.3 Status IMT

Berdasarkan hasil penelitian dari 50 orang responden di dapatkan

(74%) memiliki status IMT yang normal. Status IMT merupakan salah satu

faktor keberhasilan penyembuhan luka, hal ini dikarenakan apabila

seseorang yang mengalami obesitas dapat mempengaruhi penyembuhan

luka hal ini dikarenakan suplai darah (oksigenisasi) jaringan adiposa tidak

adekuat, selain itu pada orang-orang yang obesitas jaringan lemak lebih sulit

untuk menyatu, memiliki sedikit pembuluh darah, lebih rentan infeksi dan

luka akan sulit untuk sembuh (Maryunani, 2014). Sedangkan seseorang

yang mengalami malnutrisi merupakan penyebab terpenting dari kelambatan

penyembuhan luka hal ini karena kebutuhan protein dan kalori ketika

terdapat luka yang besar mengalami peningkatan serta defisiensi protein

bukan hanya menyebabkan lama nya penyembuhan luka akan tetapi dapat

menyebabkan kekuatan regangan pada luka yang sembuh akan berkurang

(Morison, 2008; Morison, 2004 dalam Alfadi, 2015).

5.2.4 Riwayat Sectio Caesarea

Berdasarkan hasil penelitian dari 50 orang responden sebanyak(76%)

responden tidak memiliki riwayat SC. Hal ini bertolak belakang dengan

hasil penelitian Purwatiningtyas (2013) yang menyatakan (56%) responden

memiliki riwayat SC serta terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat

sectio caesarea dengan penyembuhan luka post sectio caesarea, hal ini

dikarenakan adanya infeksi yang terjadi sebelumnya menyebabkan luka

yang ada akan lebih lama sembuhnya. Selain itu pengalaman merupakan
78

faktor yang mempengaruhi, karena dengan pengetahuan yang diperoleh dari

pengalaman sectio caesarea sebelumnya, seperti mobilisasi dini akan

mempercepat pemulihan pembuluh darah sehingga suplai oksigen dan

nutrisi yang dibutuhkan oleh luka dapat terpenuhi (Mochtar, 2008).

5.2.5 Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian dari 50 orang responden terdapat (46%)

responden berpendidikan SMA, di susul oleh responden yang berpendidikan

SMP sebanyak (36%), berpendidikan SD (10%) dan yang berpendidikan

Perguruan Tinggi sebanyak (8%). Tingkat pendidikan diasumsikan dapat

mempengaruhi pengetahuan seseorang terkait kesehatan. Menurut

Notoadmodjo (2003) semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka

semakin luas pengetahuan tentang suatu hal dan semakin luas pula wawasan

berfikirnya. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung mencari

informasi sebanyak-banyaknya terkait dengan kehamilan dan persalinan.

Namun pada zaman sekarang, kebanyakan justru ibu yang berpendidikan

tinggi yang meminta persalinan dengan cara sectio caesarea (Jovany. 2012).

5.2.6 Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian dari 50 orang responden didapatkan

(94%) responden bekerja sebagai ibu rumah tangga, dan (6%) swasta. Ibu

yang tidak bekerja biasanya memiliki pola istirahat yang teratur, pikiranya

lebih tenang sehingga vaskulerisasinya lebih adekuat. Vaskulerisasi yang

adekuat dapat mempercepat penyembuhan luka (Mas`adah, 2010).


79

5.2.7 Suku atau Etnis

Berdasarkan hasil penelitian dari 50 orang responden didapatkan

(44%) responden bersuku Melayu, disusul suku Madura (18%), suku Bugis

(14%), suku Jawa (10%), suku Dayak (6%), suku Cina (4%) dan suku

Tamnasik dan Bima (2%).

Dari 44% atau 22 orang suku Melayu didapatkan 18 orang melakukan

pantang makanan setelah melahirkan, makanan yang dipantang oleh suku

Melayu meliputi telur, ikan, udang, kepiting, daging kerbau, daging kuda,

daging domba, kerang, cumi, mangga, pisang, jeruk, pakis, genjer, mentega,

cempedak, nanas, durian, bacang, nangka,semangka, daun singkong, santan,

telur asin, timun, kangkung, hal ini sesuai dengan penelitian Aminah (2007)

yang menyatakan Pantang larang bagi suku Melayu meliputi pantang larang

saat perkawinan, kehamilan dan persalinan. Pantang larang pada ibu nifas

menurut suku Melayu yaitu pemulihan seorang ibu setelah melahirkan

karena seorang ibu harus memiliki tubuh yang sehat baik jasmani maupun

rohani. Untuk itu adanya pantang larang yang dibuat oleh orang dahulu.

Pantang larang untuk tidak makan-makanan yang berhawa panas seperti

cabai makna yang terkandung yaitu supaya seorang ibu harus

memperhatikan kondisi diri dan anaknya yang sedang menyusi karena

makanan apapun yang dimakan oleh ibu akan mempengaruhi kesehatan

anaknya.

Berdasarkan hasil penelitian responden terbanyak kedua(18%) atau 9

orang yaitu suku Madura, hasil penelitian ini menunjukan seluruh responden
80

yang bersuku Madura mengikuti tradisi bepantang makanan seetelah

melahirkan adapun makanan yang dipantang adalah ikan, udang, telur,

kepiting, daging kerbau, daging kuda, singkong, pisang, cempedak, nangka,

mangga, santan, makanan yang berminyak, kangkung, ketan, cempedak,

nanas, cabe, ubi hal ini sejalan dengan penelitian Arianto (2011) yang

menyatakan makanan yang dilarang menurut tradisi Suku Madura yaitu

tidak boleh makan ikan yang bersengat (kepiting, lele, cumi-cumi) ini

dianggap sebagai makanan yang mengandung racun, nanas dan durian akan

menyebabkan keguguran, tebu dianggap memiliki dampak akan tidak baik

bagi ibu dan bayi.

Berdasarkan hasil penelitian dari 50 orang responden didapatkan

(10%) atau 5 responden yang ditemukan saat penelitian yaitu suku Jawa.

Empat dari 5 responden mengikuti perilaku berpantang makanan setelah

melahirkan makanan yang dipantang seperti ketan, ikan, udang, kerang,

kepiting, cumi, telur, durian, nanas, cabe, daging ayam, daging sapi,

kangkung, pakis, tomat, santan hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Pratiwi (2011) yang menyatakan bahwa suku Jawa memiliki budaya

pantangan dan anjuran bagi ibu hamil dan ibu nifas. Pantangan yang

dilakukan oleh suku Jawa yaitu gorengan, cabe, ikan asin dan ikan

basah,banyak minum air, selain makanan adapula pantangan seperti tidak

boleh banyak bergerak, kaki ditekuk, kerja berat, tidur terlentang. Memakan

ikan tidak dianjurkan bagi Suku Jawa karena ikan berbau amis hal ini

dilarang karena apabila ibu mengkonsumsi nya dikhawatirkan ASI yang


81

akan diberikan kepada anaknya menjadi amis. Larangan untuk tidak banyak

minum air karena bagi Suku Jawa apabila ibu banyak minum air akan

menyebabkan luka menjadi basah dan sulit untuk sembuh.

Dari hasil penelitian di dapatkan (6%) atau 3 orang responden bersuku

Dayak dan semuanya mengikuti tradisi berpantang makanan setelah

melahirkan adapun maknaan yang dipantang meliputi telur, ikan, udang,

kerang, kepiting, ketimun, ketan, cabe, cempedak,mangga, pepaya, nanas,

hal ini sejalan dengan penelitian Suprabowo (2006) yang menyatakan

praktik yang dilakukan oleh masyarakat Suku Dayak Sanggau ini

merupakankegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai upaya

meningkatkan kesehatan diluar ilmu kedokteran.Pandangan pada masa nifas

bagi Suku Dayak Sanggau meurupakan hal yang bersifat alami dan tidak

berbahaya.Kepercayaan masyarakat Suku Dayak Sanggau tentang adanya

pantangan dan anjuran selama masa nifas meliputi pantangan untuk tidak

makan daging, telur, ikan, sayuran yang bersifat dingin seperti labu, timun,

perenggi, serta sayuran yang berbumbu. Lamanya pantangan ini tergantung

dari jenis makanannya seperti daging ayam selama satu bulan, daging babi

selama delapan hari,daging rusa selama tiga bulan, telur selama satu bulan,

daging sapi selama satu bulan, sayuran bersifat dingin dan sayuan berbumbu

selama satu bulan.

5.2.8 Kepercayaan Suku atau Etnis

Dari hasil penelitian sebanyak (96%) responden menyatakan di suku

mereka memiliki tradisi berpantang makanan setelah melahirkan yaitu suku


82

Melayu, suku Madura, suku Bugis, suku Dayak, suku Cina, dan suku Jawa.

Hal ini di perkuat dengan hasil penelitian Arifin (2015) yang menyatakan

bahwa budaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi

seseorang karena di dalam kebudayaan terlibat pemilihan makanan.

Sedangkan, suku Tamnasik (2%) dan Bima (2%) menyatakan tidak

memiliki pantangan makanan setelah melahirkan yang diajarkan oleh

budaya mereka.

5.2.9 Perilaku Berpantang

Berdasarkan hasil penelitian di ruang nifas RSUD Dr. Soedarso

Pontianak sebanyak 43 atau (86%) dari 50 responden mengikuti perilaku

berpantang makanan yang di ajarkan oleh budaya atau suku mereka.

Perilaku berpantang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

keterlambatan penyembuhan luka, hal ini dikarenakann kebanyakan

makanan yang dipantang merupakan makanan yang dibutuhkan tubuh

untuk mendukung penyembuhan luka. Hal ini sejalan dengan penelitian

Otoo (2011) yang menyatakan bahwa perilaku berpantang makanan dapat

menyebabkan tidak tercukupnya asupan nutrisi yang baik sehingga dapat

menyebabkan anemia, pendarahan post partum dan berat badan lahir rendah

(BBLR). Kebutuhan akan oksigen di tempat luka memang cukup tinggi,

penurunan pasokan oksigen ke tempat luka dapat disebabkan salah satunya

oleh anemia yang mana didalam anemia terdapat penurunan kapasitas darah

yang mengangkut oksigen (Morison, 2013).


83

5.3 Analisa Bivariat

5.3.1 Hubungan Antara Perilaku Berpantang Makanan Menurut Etnis Di

Kalimantan Barat Dengan Skor Penyembuhan Luka Fase Proliferasi

Post Sectio Caesarea

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa responden dengan

perilaku tidak berpantang makanan terdapat (4%) mengalami skor

penyembuhan luka baik yaitu pada rentang skor 0-10, sedangkan terdapat

(10%) responden yang tidak berpantang makanan namun mengalami

keterlambatan penyembuhan luka pada rentang skor 11-20. Responden yang

mengikuti perilaku berpantang makanan setelah melahirkan terdapat (86%)

yang mengalami penyembuhan luka yang tidak baik, mulai dari

keterlambatan penyembuhan luka dalam rentang skor 11-20 sebanyak

(76%) hingga mengalamai infeksi luka ringan dalam rentang skor 21-30

sebanyak (10%). Dari hasil uji statistik menggunakan uji korelasi spearman

di dapatkan nilai signifikansi p value sebesar 0,003 (p < 0,05) menunjukan

bahwa H0 ditolak berati ada hubungan antara perilaku berpantang makanan

menurut etnis di Kalimantan Barat dengan skor penyembuhan luka fase

proliferasi post sectio caesarea. Nilai korelasi Spearman sebesar 0,416

menunjukan korelasi positif dengan kekuatan korelasi sedang, hal ini

diperkuat oleh penelitian saidah (2011) yang menyatakan bahwa perilaku

berpantang makanan dapat mempengaruhi penyembuhan luka.

Penyembuhan luka dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia

karena semakin tua seseorang maka kemampuan untuk penyembuhan luka


84

akan menurun dan menurut Nurani (2015) menyatakan bahwa responden

yang berusia > 35 tahun meiliki resiko penyembuhan luka kurang baik

sebanyak 4.153 kali dibanding responden yang berusia < 35 tahun. Selain

usia status indeks massa tubuh seseorang dapat mempengaruhi

penyembuhan luka, menurut Maryunani (2014) menyatakan bahwa

seseorang yang mengalami obesitas dapat memperlambat penyembuhan

luka karena oksigenisasi jaringan adiposa tidak adekuat serta orang yang

obesitas jaringan lemak sulit untuk menyatu. Selanjutnya riwayat sectio

caesarea juga dapat mempengaruhi penyembuhan luka hal ini disebabkan

karena adanya infeksi yang terjadi sebelumnya menyebabkan luka yang ada

akan lebih lama sembuhnya (Purwatiningtyas, 2013). Agama mempengaruhi

individu untuk memilih makanan yang akan dimakan (Foster, 2011), hal ini

merupakan salah satu faktor seseorang berpantang makanan setelah

melahirkan. Tingkat pendidikan diasumsikan dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang terkait kesehatan, semakin luas pengetahuan

seseorang dan semakin luas pula wawasan berfikirnya. Ibu nifas yang tidak

bekerja atau ibu rumah tangga biasanya memiliki pola istirahat yang teratur,

pikirannya lebih tenang sehingga vasulerisasinya lebih adekuat (Mas`adah,

2010). Kepercayaan suatu etnis dapat mempengaruhi status gizi seseorang

hal ini diperkuat oleh penelitian Arifin (2015) yang menyatakan bahwa

budaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi

seseorang karena didalam kebudayaan terlibat pemilihan makanan. Perilaku

berpantang makanan dapat mempengaruhi keterlambatan penyembuhan


85

luka hal ini dikarenakan kebanyakan makanan yang dipantang merupakan

makanan yang dapat mendukung penyembuhan luka, hal ini sejalan dengan

penelitian Otoo (2011) yang menyatakan bahwa perilaku berpantang dapat

menyebabkan tidak tercukupnya asupan nutrisi yang baik sehingga dapat

menyebabkan anemia, pendarahan postpartum, BBLR.

Responden-responden yang mengalami penyembuhan luka yang

buruk ditandai dengan adanya eritema, serous eksudat, purulen eksudat dan

terbukanya luka sectio caesarea hal ini dimungkinkan karena adanya

sebagian responden yang mengalami overweight, usia >30 tahun dan

berpantang makanan. Makanan yang bergizi dan sesuai porsi serta tidak

pantang makan akan meyebabkan ibu dalam keadaan sehat dan segar

sehingga mempercepat penyembuhan luka SC (Bobak, 2005).

Makanan yang dikonsumsi oleh ibu pasca melahirkan saat berada

dirumah sakit yaitu makanan yang disediakan oleh tim gizi rumah sakit

yang sesuai dengan porsi yang dibutuhkan oleh ibu akan tetapi responden

hanya mengkonsumsi sebagian bahkan tidak mengkonsumsi makanan

tersebut melainkan makanan yang disediakan rumah sakit diberikan kepada

keluarga responden yang menunggu. Saat pulang ke rumah pola makan

untuk ibu nifas akan ditaur oleh pihak keluarga karena ibu nifas selama 40

hari tidak boleh melakukan aktivitas yang berat, hal ini akan dipatuhi oleh

ibu selama masa nifas karena bagi ibu nifas hal-hal yang dilarang itu bukan

hanya dianjurkan oleh pihak keluarga namun diyakini akan memberikan

dampak baik bagi diri dan bayinya, sebagian besar makanan-makanan yang
86

dipantang oleh ibu pasca melahirkan ditempat penelitian yang dapat

membantu penyembuhan luka seperti telur, ikan, udang, kepiting, cumi,

kerang, daging ayam, daging sapi, daging kerbau, daging domba, daging

kuda, ketimun, genjer, kangkung, pakis, durian, nangka, cempedak, cabe,

tomat, jeruk, mangga, belimbing, kesemak, pisang, jambu biji dan

semangka, makanan yang mengandung santan dan berminyak, singkong, ubi

jalar, ketela, ketan putih dan hitam, kacang panjang, kacang tanah, daun

singkong, daun melinjo, sawi. Hal ini didukung oleh penelitian Anggraini

(2010) yang menyatakan bahwa masih adanya kepercayaan dimasyarakat

Kalimantan Timur yang harus di patuhi oleh ibu nifas seperti menghindari

makanan ikan yang berduri, udang, kepiitng dan keladi hal ini diyakini

dapat menyebabkan rasa gatal pada daerah pernakan dan sakit saat

mengeluarkan ASI, tujuan berpantang ini untuk mengembalikan kesehatan

ibu setelah melalui proses persalinan terutama kesehatan kandungan. Bukan

hanya di Indonesia bahkan dibeberapa negara seperti Makkah, Malaysia dan

Cina masih meyakini pantangan makanan bagi ibu nifas, makanan yang

dipantang seperti jenis sayuran dan buah yang berhawa dingin serta

menghindari makanan yang diangap panas, hal ini diyakini dapat

memperlancar ASI dan untuk menjaga keseimbangan panas dan dingin

didalam tubuh (Lamada, (2013); Lee, (2015); Mohamad, (2016)).

Semua etnis menganjurkan makanan selama masa nifas semuanya

harus di bakar atau dikukus. Selama masa nifas ibu hanya makan nasi, tahu,

tempe dan sayur bayam yang masak bening. Sayur disini juga tidak boleh
87

dikonsumsi banyak karena terlalu banyak mengkonsumsi air juga tidak

dianjurkan oleh budaya hal ini diyakini akan membuat basah pada luka dan

perut akan mengalami kembung, hal ini didukung oleh Pratiwi (2011) yang

menyatakan bahwa mengkonsumsi banyak air diyakini akan menyebabkan

luka menjadi basah dan sulit untuk sembuh.

Makanan yang dimakan oleh ibu nifas seperti tahu dan tempe

merupakan jenis protein tidak lengkap yang bersumber dari protein nabati

yang mengandung asam amino nonesensial, jenis protein ini tidak dapat

digunakan untuk pertumbuhan dan penggantian jaringan yang rusak karena

jenis asam amino esensialnya tidak lengkap sehingga harus dikombinasikan

untuk memberikan semua asam amino yang diperlukan bagi pertumbuhan

dan penggantian jaringan rusak (Hartono, 2013). Sehingga apabila ibu post

sectio caesarea hanya mengkonsumsi makanan yang bersumber dari protein

nabati dan tidak mengkonsumsi protein hewani tubuh akan kekurangan

asam amino esensial yang berdampak pada lamanya penyembuhan luka SC,

hal ini didukung oleh penelitian Brown (2010) yang menyatakan bahwa

makronutrien dan mikronutrien merupakan nutrisi yang mendukung

penyembuhan luka.Makronutrien merupakan komponen diet gizi yang

dibutuhkan dalam jumlah relatif besar yang mencangkup protein,

karbohidrat dan lemak.


88

5.4 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan peneliti dalam dalam

melakukan penelitian, seperti tidak mengidentifikasi riwayat penyakit

responden, personal hygiene responden, responden yang memberikan olesan

salep pada luka sectio caesarea setelah pulang ke rumah, serta sebaran di

masing-masing etnis yang tidak merata pada kelompok penelitian sehingga

tidak dapat menilai kecenderungan budaya suatu etnis.

5.5 Implikasi Keperawatan

Berdasarkan hasil penelitian adanya hubungan perilaku berpantang

makanan menurut etnis di Kalimantan Barat dengan skor penyembuhan luka

fase proliferasi post sectio caesarea dapat memberikan informasi bagi

perawat, pasien beserta keluarganya dan memberikan masukan kepada

perawat sebagai care giver, salah satunya dalam hal pengkajian dan

perawatan luka. Bagi keperawatan maternitas dan keperawatan medical

bedah hal ini dapat membantu pasien untuk meminimalisir kejadian

keterlambatan penyembuhan luka, serta dapat berkolaborasi bersama tim

kesehatan lainnya seperti dokter dan ahli gizi untuk menyiapkan menu gizi

sesuai dengan kebutuhan pasien post sectio caesarea dan selalu dievaluasi.
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang hubungan

perilaku berpantang makanan menurut etnis di Kalimantan Barat dengan

skor penyembuhan luka fase proliferasi post sectio caeesarea, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan studi pada 50 responden di dapatkan bahwa usia terbanyak

(68%) berada di rentang usia 20-35 tahun, sebanyak (88%) responden

beragama Islam, status IMT responden (74%) normal, sebanyak (76%)

responden tidak memiliki riwayat sectio caesarea, pendidikan tertinggi

(46%) responden berpendidikan SMA, sebanyak (94%) responden

bekerja sebagai ibu rumah tangga, tiga etnis terbanyak yang ditemukan

saat penelitian yaitu etnis Melayu (44%), disusul oleh etnis Madura

(18%) dan etnis Bugis (14%), sebanyak (96%) responden memiliki

kepercayaan berpantang makanan menurut etnis, dan sebanyak (86%)

responden mengikuti perilaku berpantang makanan setelah melahirkan.

2. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa responden dengan

perilaku tidak berpantang makanan terdapat (4%) mengalami skor

penyembuhan luka baik yaitu pada rentang skor 0-10, sedangkan terdapat

(10%) responden yang tidak berpantang makanan namun mengalami

keterlambatan penyembuhan luka pada rentang skor 11-20. Responden

89
90

yang mengikuti perilaku berpantang makanan setelah melahirkan

terdapat (86%) yang mengalami penyembuhan luka yang tidak baik,

mulai dari keterlambatan penyembuhan luka dalam rentang skor 11-20

sebanyak (76%) hingga mengalamai infeksi luka ringan dalam rentang

skor 21-30 sebanyak (10%).

3. Berdasarkan uji korelasi spearman didapatkan nilaisignifikansip value

sebesar 0,003 (p < 0,05) menunjukanbahwa H0 ditolak yang artinya

adanya hubangan perilaku berpantang makanan menurut etnis di

Kalimantan Barat dengan skor penyembuhan luka fase proliferasi post

sectio caesarea.

6.2 Saran

Berdasarkan penelitian dan pembahasan mengenai hubangan perilaku

berpantang makanan menurut etnis di Kalimantan Barat dengan skor

penyembuhan luka fase proliferasi post sectio caesarea, maka peneliti ingin

menyampaikan saran berikut:

1. Bagi Peneliti

Bagi peneliti diharapkan dapat memanfaatkan hasil penelitian yang

telah didapatkan dengan menerapkannya dalam bidang keperawatan

terutama dalam hal pendidikan kesehatan tentang peran etnis dan budaya

terhadap kesehatan ibu post sectio caesarea.Untuk peneliti selanjutnya

agar dapat melakukan penelitian berkelanjutan yang berkaitan dengan

hubungan antara perilaku berpantang dengan variabel yang berbeda, atau


91

jenis makanan yang mempengaruhi penyembuhan luka menurut etnis dan

budaya di Kalimantan Barat, serta dapat menyamakan porsi setiap etnis

sehingga dapat diketahui jenis makanan apa saja yang dipantang

berdasarkan etnis.

2. Bagi Institusi Keperawatan dan Profesi Keperawatan

a. Diharapkan dapat menambah materi mengenai peranan budaya

terhadap kesehatan ibu postpartum, sehingga mahasiswa dapat

mengetahui bagaimana mekanisme hingga dapat menentukan asuhan

keperawatan yang tepat bagi pasien sesuai dengan etnis dan budaya

yang dipercayainya.

b. Sebagai publikasi ilmiah.

3. Bagi Responden

Hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan bagi responden

maupun masyarakat dalam menentukan sikap dan perilaku untuk

mengikuti atau tidak pantangan-pantangan yang telah dianjurkan oleh

etnis dan budaya yang telah diuji dan dapat memperlambat penyembuhan

luka sectio caesarea.

4. Bagi Rumah Sakit

Peneliti berharap kepada petugas rumah sakit khusunya petugas

kesehatan di ruangan nifas RSUD Dr. Soedarso Pontianak agar dapat

memanfaatkan penelitian ini seperti memberikan edukasi dan motivasi

kepada pasien dan keluarga dengan lingkungan yang kondusif tentang

nutrisi yang dibutuhkan oleh ibu selama masa nifas post sectio caesarea
92

serta dampak dari berpantang makanan setelah melahirkan, sehingga

dapat menurunkan angka kejadian komplikasi pada luka sectio caesarea.


DAFTAR PUSTAKA

Adreson, Kristin. 2014. Factors that impair wound healing. Journal of Amerian
collage of clinical wound specialists (2014) 4, 84-91
Afreni, mufida. Titan amalia. Rizaldi. Sugeng Rahanto. 2014. Mamoh Ranub
Kesembuhan Mulia Etnik Aceh – Kabupaten Aceh Barat. Surabaya : Pusat
Humaniora, Kebijakan Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat
Alfady, mohammad faisol. 2015. Madu Dan Luka Diabetik Metode Perawatan
Luka Komplementer. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Aminah, syarifah. 2007. Proses Komunikasi Dan Perubahan Nilai-Nilai Budaya
Masyaraat Melayu Pontianak. Thesis Sekolah Pascasarjana Insitut
Pertanian Bogor.
Anggraini, ika. Nurrachmawati, annisa. 2010. Tradisi Kepercayaan Masyarakat
Pesisir Mengenai Kesehatan Ibu Di Desa Tanjung Limau Muara Badak
Kalimantan Timur. Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol.1 No.1 42-50
Arianto, nurcahyo tri. 2011. Kajian Etnografi. Departemen Antropologi FISIP
Unair.
Arifin, zainul. 2015. Gambaran pola makan anak usia 3-5 tahun dengan gizi
kurang di pondok bersalin tri sakti balong tani kecamatan Jabon, Sidoarjo.
Jurnal kebidanan. Volume 1. No.1
Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta : EGC
Beauchamp. Evers. Mattox. 2012. Sabiston Textbook Of Surgery The Biological
Basis Of Modern Surgical Practice Edisi 19. Canada : Saunders, an Imprint
Of Elsevier Inc.
Beck, mary E. 2011. Ilmu Gizi Dan Diet Hubungannya Dengan Penyakit-
Penyakit Untuk Perawat & Dokter. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica
(YEM).
Blais, kathleen koening. Janice s.hayes. barbara kozier. Glenora erb. 2007. Praktik
Keperawatan Profesional Konsep & Perspektif edisi.4. Jakarta. EGC.
Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC

93
94

Brown, katherine L dkk. 2010. Nutrition and wound healing. Clinics and
dermatlogi 28 432-439
Cunningham, Gary F, dkk. 2013. Obstetri Williams. Vol. 2. Edisi 23. Jakarta :
EGC
Data Rekam Medis RSUD dr. Soedarso tahun 2016.
Dharma, kelana kusuma. 2015. Metodologi Penelitian Keperawatan Panduan
Melaksanakan Dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta. Trans Info
Media.
Dwiningsih, santi. Sri mulyati. Semi kawarakonda. Betty roosihermiate. 2014.
Buku Seri Etnoggrafi Kesehatan Belnggu Apung Etnik Sumba- Kabupaten
Sumba Timur. Surabaya: Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat.
Elisa. 2014. Hubungan Antara Status Gizi Terhadap Proses Penyembuhan Luka
Post Sectio Caesarea Di Ruang Dewi Kunti RSUD Kota Semarang. Jurnal
keperawatan Maternitas. Vol.2 no.1
Effendi, ferry. Makhfudli. 2013. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan
Praktik dalam keperawatan. Jakarta : Salemba Medica.
Foster. 2011. Antropologi Kesehatan. Jakarta : UIPress.
Haba, jonh. Ethins. 2012. Hubungan Sosial Dan Konflik Di Kalimantan Barat.
Jurnal Masyarakat Dan Budaya, Volume 14, No.1.
Hartati, suryani. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Post Partum
Pasca Sectio Caesarea Untuk Melakukan Mobilisasi Dini Di RSCM. Jurnal
Keperawatan Vol.5 No.2
Hartono, ardhy. 2013. Terapi Gizi & Diet Rumah Sakit. Jakarta : EGC
Imron, Moch. Munir amrul. 2010. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan.
Jakarta : CV Sagung Seto.
Irwanda, welly febri. Mohammad andrie. Sri luliana. 2015. Uji Efek
Penyembuhan Luka Fase Air Ekstrak Ikan Toman Pada Tikus Putih Jantan
Wistar Yang Diberi Luka Sayat. Jurnal Mahasiswa Farmasi Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura. Vol.3. No.1.
95

Jovany, M. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan ibu dilakukan


sectio caesarea yang kedua. FIK UI. Depok.
Khodijah, dodo. Yessika rouli siburian. Renny sinaga. 2014. Hubungan
katarteristik ibu dengan sectio caesarea di rumah sakit TK IV 01.07.001
KESDAM1/BB Pematang Siantar. Jurnal ilmiah PANNMED. Volume 9.
No.1
Kurniawan, septa agung. Fransiska sri hartatik. Isabella jeniva. Gurendro putro.
2014. Tetesan Danum Tawar Di Dusun Seribu Akar Etnik Dayak Ngaju –
Kabupaten Kapuas. Surabaya : Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan Dan
Pemberdayaan Masyarakat
Lamada, sahar mansour. 2013. Postpartum Traditional beliefs and practices
among women in Makkah Al Mukkaramah, KSA. Life Science journal 2013;
10(2). http://www.lifesciencesite.com
Lee, adele. Lynn branm. 2015. Influence Of Cultural Beliefs On Infant Feeding,
Postpartum And Childcare Practices Among Chinese-American Mother In
New York City. Journal Community Health 40: 467-483
Leveno, kenneth J. Dkk. 2009. Obstetri Williams. Vol. 2. Edisi 21. Jakarta : EGC
Lewis. Dirksen. Heitkemper. Bucher. Camera. 2011. Medical Surgical Nursing
Assessment And Management Of Clinical Problem. Volume 1. Edisi.8.
America : Mosby, Inc., An Affiliate Of Elsevier Inc.
Maryunani, anik. 2014. Perawatan Luka Seksio Caesarea Dan Luka Kebidanan
Terkini (Dengan Penekanan ‘Moist Wound Healing’). Bogor : In Media.
Mochtar, R. 2008. Sinopsis Obsetri Jilid 2. Jakarta: EGC
Mohamad, maznorila. Chong yee ling. 2016. Food Taboo Of Malay Pregnant
Women Attending Antenal check-up at the maternal health clinic in Kuala
Lumpur. Vol.3(1): 262-267
Morison, Moya J. 2013. Manajemen Luka. Jakarta : EGC
Mubarak, wahit iqbal. 2009. Sosiologi Untuk Keperawatan Pengantar Dan Teori.
Jakarta : Salemba Medika.
Notoatmodjo, soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
cipta.
96

Nurani, dian. Femmy, keintjem. Fredrika, nancy losu. 2015. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan proses penyembuhan luka sectio caesarea. Jurnal
ilmiah bidan. Vol. 3 No. 1. Januari-Juni 2015
Otoo, patience. Halen, habib. Augustine, ankoromah. Food probihitions and
other traditional practices in pregnancy: A qualitative study western region
of ghana. Advances in reproductive sciences, 2015,3,41-49.
Oxorn, harry. William R.forte. 2010. Ilmu Kebidanan : Patologi & Fisiologi
Persalinan. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica (YEM).
Paath. 2005. Resiko Tinggi kehamilan.
Perry & Potter. 2012.Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,
Dan Praktik. Vol. 2 Edisi 4. Jakarta : EGC
Petrica, alina. Cristina, brinzeu. Antoniu, brinzeu. Razvan, petrica. Mihai, lonac.
2009. TMJ Vol.4. 59, No. 3-4
Pusat Data dan Informasi. 2012. Kementrian Kesehatan RI (SDKI)
Puspitasari, herlina abriani. Basirun al-Ummah. Tri sumarsih r. 2011. Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. Vol.7 No.1
Purwanto, heri. 2012. Pengantar Perilaku Manusia Untuk Keperawatan. Jakarta :
EGC.
Purwatiningtyas,rytme. Nurun, nikmah. 2013. Hubungan Riwayat SC (Partus
Kasep) Dengan Penyembuhan Luka Post Sectio Caesareadi Irna C RSUD
Syarifah Ambani Rato Ebhu Bangkalan. www.stikes-insan-seagung.ac.id
(diakses tanggal 18 Desember pukul 16.41)
Profil kesehatan Indonesia tahun 2015, Kementrian Kesehatan RI.
Pratiwi, arum. Siti arifah. 2011. Perilaku Kehamilan, Persaalinan, Dan Nifas
Terkait Dengan Budaya Kesehatan Pada Masyarakat Jawa Diwilayah
Kabupaten Sukoharjo. Vol.2 No.1. Tahun 2011.
Rasjidi, imam. 2009. Manual Seksio Saesarea & Laparotomi Kelainan Adneksa.
Jakarta : CV Sagung Seto.
Sagar, priscilla. 2012. Transcultural Nursing Theory and Models. New York.
Springer Publishing Company, LLC.
97

Saidah, nur. 2011. Perilaku pantang makanan pada ibu nifas dipolindes desa
lebakrejo purwodadi pasuruan. Jurnal hospital majapahit. Vol.3. No.2
Scemons, donna. Denise elston. 2009. Nurse to Nurse Wound Care Expert
Interventions. America : MeGraw-Hill.
Setyawati, lesia. Ida afriyanti. Sri wahyuni s. 2013. Perbedaan Penyembuhan
Luka Post Sc Yang Dilakukan Perawatan Luka Dengan Nacl 0,9% Dan
Povidon Iodine 10% Di RSUD Tugurejo Semarang. Jurnal kebidanan.
Volume 2. No. 1. April 2013. ISSN. 2089-7669
Sediaoetama, achmad djaeni. 2010. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesi Jilid
II. Jakarta : Dian Rakyat.
Sibagariang, eva ellya. 2010. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : CV.
Trans Info Media.
Sihabudin, ahmad. 2013. Komunikasi Antar Budaya Satu Perspektif Multidimensi.
Jakarta : Bumi Aksara
Sukesi. Mas’adah. 2010. Hubungan Antara Kebiasaan Pantangan Makanan
Tertentu Dengan Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Nifas. Jurnal
Kesehatan Suara Forikes. Edisi Khusus Hari Kesehatan Internasional Hal :
18-24
Suprabowo, edi. 2006. Praktik Budaya Dalam Kehanilan, Persalinan, Dan Nifas
Papda Suku Dayak Sanggau Tahun 2006. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nsional. Vol.1. No.3. Desember 2006.
Sussman, carrie. Barbara bates-jenson. 2012. Wound Care A Collaborative
Practice Manual For Health Professionals. California : 2-3.
Sulasman & Setia gumitar. 2013. Teori-teori Kebudayaan Dari Teori Hingga
Aplikasi. Bandung : Cv. Pustaka Setia.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, Dan R & D). Bandung : Alfabeta
Syam, nina w. 2011. Psikologi Sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung :
Simbiosa Rekatama Media.
Syaifuddin, A. 2009. Ilmu kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirodiharjo. Jakarta.
98

Swarjana, I ketut. 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta. ANDI.


Trivoni, dkk. 2011. Indikasi persalinan seksio caesarea berdasarkan umur dan
paritas, library-griyahusada.com
Widowati, indar. Afiyah sri harnani. Zaenal amirudin. 2016. Peran Keluarga
Dalam Pengambilan Keputusan Ibu Nifas Untuk Melakukan Praktik
Pantang Makanan Di Kota Pekalongan. Jurnal Litbang Kota Pekalongan
Vol.10 Tahun 2016.
Wild, Thomas. Dkk. 2010. Basic in nutrition and wound healing. University clinic
of surgery, paracelsus medical university, salzburg, Australia.
Wilson, A P R. Sturridge, M F. Treasure, T. Gruneberg, R N. 1986. A Scoring
Methode (ASEPSIS) For Posoperative Wound Infections For Use In
Clinical Trials Of Antibiotic Prophylaxis. Departement Of Cardiothoracic
surgery, Middlesex Hospital, and Departement Of Clinical Microbiology,
University Collage Hospital, London.
Lampiran 10

Anda mungkin juga menyukai