Anda di halaman 1dari 109

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/359500706

Sistem Penyediaan Air Minum

Book · March 2022

CITATION READS

1 2,684

2 authors, including:

Miswar Tumpu

117 PUBLICATIONS   314 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

BOOK CHAPTER View project

All content following this page was uploaded by Miswar Tumpu on 27 March 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Penerbit
TOHAR MEDIA

SISTEM
PENYEDIAAN
AIR MINUM
Edisi Pertama

Tamrin Tamim
Miswar Tumpu
SISTEM PENYEDIAAN
AIR MINUM

Penulis

Tamrin Tamim
Miswar Tumpu

Editor

Sri Gusty
Mansyur

Penerbit

TOHAR MEDIA

i
Sistem Penyediaan Air Minum
ISBN : 978-623-5603-28-5
Penulis :
Tamrin Tamim, Miswar Tumpu
Editor :
Sri Gusty, Mansyur
Desain Sampul dan Tata Letak

Ai Siti Khairunisa

Penerbit

CV. Tohar Media

Anggota IKAPI No. 022/SSL/2019

Redaksi :

JL. Rappocini Raya Lr 11 No 13 Makassar

JL. Hamzah dg. Tompo. Perumahan Nayla Regency Blok D No.25 Gowa

Telp. 0852-9999-3635/0852-4353-7215

Email : toharmedia@yahoo.com

Website : https://toharmedia.co.id

Cetakan Pertama Desember 2021

Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi
buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun mekanik termasuk
memfotocopy, merekam atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya,
tanpa izin tertulis dari penerbit.

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau


memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 (Tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah)
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dipidana
paling lama 5 (lima tahun) dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa terlimpahkan kepada Allah SWT, atas

ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan buku dengan judul

“SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM)”sesuai dengan


waktu yang sudah direncanakan.

Air merupakan sumber daya alam yang berasal dari Tuhan dan

sangat dibutuhkan oleh manusia untuk kelangsungan hidupnya.

Beberapa kota menghadapi banyak permasalahan, salah satu

masalahnya adalah keterbatasan air bersih untuk air minum


yang tidak sebanding dengan pertumbuhan penduduk dan

perubahan gaya hidup. Untuk mengantisipasi kebutuhan air


bersih di berbagai daerah, perlu dikembangkan sistem

penyediaan air bersih agar seluruh masyarakat di daerah

tersebut dapat terlayani dengan baik dan merata serta dapat

terpenuhi untuk beberapa tahun ke depan. Maka perlu adanya


buku terkait sistem penyediaan air minum sebagai tambahan

referensi untuk mahasiswa terlebih bagi masyarakat.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah berupaya hingga buku ini terbit. Penulis

berharap kedepannya ada buku terbitan edisi II sebagai

kelanjutan pembahasan dalam buku ini sehingga pembahasan

tentang sistem penyediaan air bersih lebih bermanfaat bagi orang

iii
banyak. Buku ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Jika

pembaca menemukan kesalahan apapun, penulis mohon maaf

setulusnya. Selalu ada kesempatan untuk memperbaiki setiap

kesalahan, karena itu, dukungan berupa kritik & saran akan


selalu penulis terima dengan tangan terbuka.

Makassar, 18 November 2021

Tim Penulis

iv
DAFTAR ISI
Halaman Depan _i
Halaman Penerbit _ii
Kata Pengantar _iii
Daftar Isi _v
Bab 1. Kriteria Perencanaan _1
1.1. Unit Air Baku _1
1.2. Parameter Kualitas Air _6
1.3. Unit Transmisi _15
1.4. Unit Produksi _21
1.5. Unit Distribusi _23
1.6. Unit Pelayanan _24
1.7. Kapasistas Sistem _24
1.8. Periode Perencanaan _26
1.9. Perioritas Sasaran Daerah _26
1.10. Tujuan Pelayanan Air Minum _27
1.11. Standar Kebutuhan Air Minum _28
Bab 2. Kebijakan Sistem Penyediaan Air Bersih _35
2.1. Kebijakan Penyediaan Sistem Penyediaan
Air Bersih _35
2.2. Isu Strategis Permasalahan Air Minum _38
2.3. Perubahan Paradigma Kebijakan Air Minum _46
Bab 3. Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan
Air Bersih _55
3.1. Strategi 1 , Mengembangkan Kerangka
Peraturan _56
3.2. Strategi 2, Meningkatkan Investasi _57
3.3. Strategi 3, Menerapkan Pilihan Pembiayaan _58
3.4. Strategi 4, Menempatkan Kelomok Pengguna _59
3.5. Strategi 5, Meningkatkan Kemampuan
Masyarakat _60

v
3.6. Strategi 6, Menyusun NSPM (Norma, Standar,
Pedoman dan Manual _62
3.7. Strategi 7, Mendorong Konsolidasi _63
3.8. Strategi 8, Mengembangkan Motivasi
Masyarakat _64
3.9. Strategi 9, Meningkatkan Pelestarian dan
Pengelolaan Lingkungan _65
3.10. Strategi 10, Promosi _66
3.11. Strategi 11, Meningkatkan Kualitas Sarana dan
Prasarana _68
3.12. Startegi 12, Meningkatkan Kepedulian
Masyarakat _69
3.13. Strategi 13, Menerapkan Upaya Khusus _69
3.14. Strategi 14, Pola Monitoring dan Evaluasi _71
3.15. Strategi 15, Komponen Kegiatan Monitoring
dan Evaluasi _71
3.16. Strategi 16, Indikator Kinerja _72
Bab 4. Rencana Pengembangan Kelembagaan Sistem
Penyediaan Air Bersih _75
4.1. Lembaga Penyelenggaraan SPAM _75
4.2. Sumber Daya Manusia _86
4.3. Pelatihan _90
Daftar Pustaka _93

vi
SISTEM PENYEDIAAN
AIR MINUM

Penulis

Tamrin Tamim
Miswar Tumpu

vii
viii
Bab 1
KRITERIA PERENCANAAN
1.1. Unit Air Baku
Kriteria dan standar pelayanan dari Sistem Penyediaan Air
Minum diperlukan dalam perencanaan dan pembangunan
Sistem Penyediaan Air Minum untuk dapat memenuhi tujuan
yaitu antara lain:
- Tersedianya air dalam jumlah yang cukup dengan kualitas
yang memenuhi persyaratan air minum.
- Tersedianya air setiap waktu atau kesinambungan.
- Tersedianya air dengan harga yang terjangkau oleh
masyarakat atau pemakai.

Gambar 1.1. Bagan Standar pelayanan dari Sistem


Penyediaan Air Minum
Unit air baku merupakan sarana pengambilan dan/atau
penyedia air baku. Unit air baku terdiri dari bangunan
penampungan air, bangunan pengambilan/penyadapan, alat
“Sistem Penyediaan Air Minum” 1
pengukuran dan peralatan pemantauan, sistem pemompaan,
dan/atau bangunan sarana pembawa serta perlengkapannya.
Untuk mengidentifikasi ketersediaan air baku di suatu wilayah
bagi kebutuhan air minum diperlukan studi hidrologi dan studi
hidrogeologi. Studi tersebut terutama dimaksudkan untuk
memperoleh informasi mengenai:
a. Jarak dan beda tinggi sumber-sumber air
b. Debit optimum (safe yield) sumber
c. Kualitas air dan pemakaian sumber saat ini.
Pada umumnya terdapat sejumlah alternatif sumber yang
berbeda. Alternatif sumber terpilih harus dipertimbangkan
terhadap aspek ekonomi dan kehandalan sumber. Tingkat
kehandalan sumber merupakan suatu faktor yang sulit dinilai
secara mata uang, dan penilaian bobotnya tergantung pada
besar kecilnya kota atau kawasan yang dilayani. Untuk kota-
kota yang lebih kecil bobot penilaiannya lebih besar dari kota
besar. Analisis pemilihan alternatif sumber dilakukan terhadap
sumber-sumber yang telahteridentifikasi menurut jenis sumber
air:
• Mata air
• Sungai, saluran
• Danau
• Air Tanah
• Air Hujan
Dalam melakukan pemilihan alternatif sumber sejumlah faktor
perlu dipertimbangkan, seperti:
a. Air sungai umumnya memerlukan pengolahan untuk
menghasilkan air minum sehingga sumber air baru dapat
diperbandingkan dengan mata air hanya apabila lokasi
penyadapan (intake) terletak dengan daerah pelayanan

2 “Sistem Penyediaan Air Minum”


b. Danau atau rawa, pengisiannya (in-flow) umumnya berasal
dari satu atau beberapa sungai. Alternatif sumber danau
dapat diperbandingkan dengan air permukaan (sungai),
apabila volume air danau jauh lebih besar dari aliran
sungai-sungai bermuara ke dalamnya, sehingga waktu
tempuh yang lama dari aliran sungai ke danau
menghasilkan suatu proses penjernihan alami.
c. Mata air sering dijumpai mengandung CO2 agresif yang
tinggi, yang mana walaupun tidak banyak berpengaruh
pada kesehatan tetapi cukup berpengaruh pada bahan pipa
(korosi). Proses untuk menghilangkannya harus dilakukan
sedekat mungkin ke lokasi sumber.
d. Sumur dangkal/dalam, kualitas air tanah secara
bakteriologi lebih aman daripada air permukaan.
Prosedur pemilihan sumber air baku yang direkomendasikan
mengikuti urutan sebagai berikut:
a. Identifikasi, termasuk aspek perizinan;
b. Evaluasi sumber dengan tujuan terhadap sektor-sektor lain
yang menggunakan/ memakai sumber;
c. Evaluasi finansial.
Rencana sumber dan alokasi air baku didasarkan pada
kebutuhan air suatu daerah/kawasan, dimana besaran alokasi
air baku dihitung 110% dari kebutuhan air baku rata-rata.

“Sistem Penyediaan Air Minum” 3


Tabel 1.1. Spesifikasi Material Pekerjaan Unit Air Baku

4 “Sistem Penyediaan Air Minum”


Tabel 1.2. Evaluasi Debit Sumber Air Baku

“Sistem Penyediaan Air Minum” 5


Tabel 1.3. Evaluasi Lokasi Sumber Air Baku

1.2. Parameter Kualitas Air


Dalam usaha pengolahan air baku, banyak sumber air baku
yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air. Untuk
mengetahui mutu air yang baik untuk air minum, maka mutu
air baku tersebut harus sesuai dengan standar kualitas mutu
air, apabila ternyata mutu air tersebut telah diperiksa tidak
memenuhi standar yang ada, maka unsur-unsur di dalam air
tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai air minum, karena jika tidak diolah akan
membahayakan kesehatan manusia dan akan mempengaruhi
peralatan-peralatan untuk mendistribusikan air.
Unsur-unsur tersebut baik yang bersifat fisik, kimiawi maupun
bakteriologis, tidak diperkenankan melebihi standar yang
dibuat berdasarkan percobaan-percobaan yang telah dilakukan
sebelumnya. Standar-standar (yang dibuat oleh organisasi dan
instansi yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat baik
internasional maupun nasional) tersebut dibuat berdasarkan
atas beberapa pertimbangan, seperti ketahanan tubuh manusia,
keadaan lingkungan dan sebagainya. Standar-standar yang
banyak dikenal di Indonesia adalah standar WHO dan
Departemen Kesehatan RI. Air mengandung senyawa

6 “Sistem Penyediaan Air Minum”


pencemar baik sebatas yang diijinkan maupun sampai pada
kadar yang membahayakan. Kebanyakan air sungai
mengandung sisa atau limbah dari perumahan, pertanian dan
industri. Apakah air tersebut kelihatan jernih atau keruh, setiap
air yang akan dikonsumsi sebagai air minum harus dibersihkan
dan dimurnikan. Pengolahan air ditujukan untuk memenuhi
standar kualitas air minum sebagaimana Peraturan Menteri
Kesehatan RI nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 yang
merupakan standar kualitas air minum di Indonesia.
Proses pengolahan air minum tergantung dari kualitas air baku
asal air itu diperoleh dari air tanah, air sungai, air danau, air
laut, air hujan dan air limbah atau air buangan. Saat ini pada
umumnya masih digunakan air baku yang berasal dari air
tanah dan air permukaan. Hal ini dikarenakan biaya operasinya
relatif murah jika dibandingkan dengan pengolahan air hujan
atau air laut. Parameter-parameter fisik seperti kekeruhan,
warna, bau dan sebagainya dibatasi atas dasar estetika. Sedang
parameter kimia, biologis dan radioaktif dibatasi atas dasar
kesehatan manusia. Oleh karena itu Departemen Kesehatan
Republik Indonesia telah menetapkan parameter-parameter
standar kualitas air minum. Parameter– parameter kualitas air
tersebut seperti berikut:
a. Syarat fisik
Dalam hal ini akan diperoleh pengertian yang lebih jauh
mengenai unsur-unsur yang terdapat pada syarat fisik kualitas
air minum (suhu, warna, bau, rasa dan kekeruhan), khususnya
dalam hubungan dengan dicantumkannya unsur tersebut
dalam standar kualitas.
1. Suhu.
Suhu air minum sama dengan suhu kamar (berkisar antara
20 – bertujuan untuk mencegah
terjadinya toksitas bahan kimia dalam air dan menghambat
“Sistem Penyediaan Air Minum” 7
pertumbuhan mikroorganisme dan virus dalam air. Atas
dasar itulah suhu dijadikan sebagai salah satu standar
kualitas air minum yang berguna untuk:
- Menjaga kualitas air minum yang dibutuhkannya oleh
masyarakat.
- Menjaga derajat toksitas dan kelarutan bahan-bahan
pollutant yang mungkin terdapat dalam air, serendah
mungkin.
- Menjaga adanya temperatur air yang
sedapat mungkin tidak menguntungkan bagi
pertumbuhan mikroorganisme dan virus dalam air
2. Warna.
Intensitas warna dalam air diukur dengan satuan unit
warna standar, yang dihasilkan oleh 1 mg/lt platina cobalt
dengan cara membandingkannya. Berdasarkan sifat-sifat
penyebabnya, warna dalam air dibagi dalam 2 jenis, yaitu
warna sejati dan warna semu. Warna sejati disebabkan oleh
koloida-koloida organik atau zat-zat terlarut. Sedang warna
semu disebabkan oleh suspensi partikel-partikel penyebab
kekeruhan. Air yang berwarna dalam batas tertentu akan
mengurangi segi estetika dan tidak dapat diterima oleh
masyarakat, sehingga menimbulkan kemungkinan
pencarian sumber air lain yang kurang aman. Penetapan
standar warna ini diharapkan bahwa semua air minum
yang diperuntukkan masyarakat akan dapat langsung
diterima oleh masyarakat.
3. Bau dan rasa. Air yang memenuhi standar kesehatan harus
terbebas dari bau yang biasanya disebabkan oleh bahan-
bahan organik yang membusuk serta karena senyawa kimia
seperti phenol. Biasanya bau dan rasa terjadi karena proses
dekomposisi bahan organik didalam air. Pengukuran bau

8 “Sistem Penyediaan Air Minum”


biasanya dinyatakan dalam TON (Threshold Odor Number),
yaitu jumlah pelarutan suatu sampel dengan air yang bebas
bau untukdideteksi dengan tes bau. Dalam pengolahan air,
bau-bau biasanya berasal dari sumber-sumber biologis
seperti algae, pembusukan zat-zat organik dan bakteri.
Efek kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh adanya bau
dan rasa dalam air ini diantaranya adalah timbulnya
kekhawatiran bahwa air yang berbau dan berasa ini masih
mengandung bahan-bahan kimia yang bersifat toksis,
sehingga hal ini akan mendorong masyarakat untuk
mencari sumber lain yang kurang terjaminkesehatannya.
4. Kekeruhan (Turbidity). Air dikatakan keruh jika air tersebut
mengandung begitu banyak partikel bahan yang
tersuspensi sehingga memberikan warna atau rupa yang
berlumpur dan kotor. Bahan- bahan yang menyebabkan
kekeruhan ini antara lain yaitu: tanah liat, lumpur, bahan-
bahan organik dan partikel-partikel kecil yang tersuspensi
lainnya. Kekeruhan biasanya disebabkan karena butiran-
butiran halus yang melayang (koloid). Penyimpangan
terhadap standar kualitas kekeruhan akan menyebabkan
gangguan estetika dan mengurangi efektifitas desinfeksi
air.
5. Jumlah zat padat terlarut. Jumlah zat padat terlarut dapat
memberi rasa yang tidak enak pada lidah, rasa mual yang
disebabkan karena natrium sulfat, magnesium sulfat dan
dapat menimbulkan cardia disease toxemia pada wanita
hamil.
b. Syarat Kimia
Zat-zat kimia yang terlarut dalam air minum yang berlebihan
selain akan bersifat racun juga dapat merusak material beton,
pipa alat-alat rumah tangga dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu

“Sistem Penyediaan Air Minum” 9


adanya pembatasan kandungan zat-zat kimia yang diantaranya
yaitu:
1. Derajat keasaman (pH) dan Kesadahan jumlah (Total
hardness).
pH adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan
intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan. Dalam
penyediaan air, pH merupakan salah satu faktor yang
harus dipertimbangkan mengingat bahwa derajat
keasaman air akan sangat mempengaruhi aktivitas
pengolahan yang akan dilaksanakan, misalnya dalam
melakukan koagulasi kimiawi, desinfeksi, pelunakan air
dan dalam pencegahan korosi.
Sebagai suatu faktor lingkungan, derajat keasaman
merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena
pH dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam air.
Sebagian besar mikroba akan tumbuh dengan baik dalam
pH 6,0 – 8,0, selain itu pH juga akan menyebabkan
perubahan kimiawi dalam air. Apabila pH lebih besar atau
lebih kecil dari itu akan menyebabkan terjadinya korosifitas
pada pipa-pipa air yang terbuat dari logam.
Kesadahan dalam air sebagian besar adalah berasal dari
kontaknya tanah dan pembentukan batuan. Pada
umumnya air sadah berasal dari daerah tanah lapis atas
(topsoil) tebal dan ada pembentukan batu kapur. Air lunak
berasal dari daerah lapisan tanah atas tipis dan tidak terjadi
pembentukan batuan kapur. Kesadahan total adalah
kesadahan yang disebabkan karena air mengandung kation
Ca++ dan Mg++ dalam jumlah yang berlebihan. Air sadah
tidak enak diminum selain itu dapat mengurangi efektifitas
kerja sabun dan deterjen.

10 “Sistem Penyediaan Air Minum”


2. Zat organik (sebagai KMnO4)
Zat organik yang terdapat dalam air diantaranya berasal
dari alam (misalnya minyak nabati, serat-serat minyak,
lemak hewan, alkohol sellulose, gula, pati dan sebagainya),
dari sintesa (misalnya berbagai persenyawaan dan buah-
buahan yang dihasilkan dari proses-proses dalam pabrik),
dari fermentasi (misalnya alkohol acetone, glyserol,
antibiotik, asama-asam dan sejenisnya yang berasal dari
kegiatan mikroorganisme terhadap bahan-bahan organik).
Zat organik dalam air disebabkan karena air buangan dari
rumah tangga, pertanian, industri dan pertambangan
seperti diterangkan diatas, keberadaannya dalam air dapat
diukur dengan angka permanganatnya (KMnO4).
Pengaruh kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh
penyimpangan terhadap standar ini adalah timbulnya bau
yang tidak sedap dan dapat menyebabkan sakit perut.
3. Gas CO2 agresif
Hasil dari perombakan zat organik oleh bakteri tertentu
akan menghasilkan zat mineral yang salah satunya adalah
CO2 agresif. Zat ini larut dalam air sehingga dapat
mengakibatkan korosif pada pipa-pipa air yang terbuat
dari logam. Gas CO2 ini dapat dihilangkan dengan proses
aerasi dan pembubuhan CaO atau kedua-duanya.
4. Besi (Fe)
Unsur besi dalam air dalam jumlah tertentu sangat
dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk pembentukan sel
darah merah, akan tetapi kelebihan pada unsur ini akan
menimbulkan bau dan perubahan warna menjadi kemerah-
merahan sehingga air tidak enak diminum, selain itu juga
dapat membentuk endapan pada pipa-pipa logam dan
bahan cucian.

“Sistem Penyediaan Air Minum” 11


5. Mangan (Mn)
Kandungan unsur mangan dalam air yang menyimpang
dapat menimbulkan noda- noda pada benda yang berwarna
putih, menyebabkan bau dan rasa pada minuman dan juga
dapat menyebabkan kerusakan pada hati.
Keracunan kronis memberi gejala susunan saraf: insomnia,
kemudian lemas pada kaki dan otot muka seperti beku
sehingga tampak seperti topeng, bila terkapar terus maka
bicaranya lambat, monoton, terjadi hyper-refleksi, clonus
pada platella dan tumir, dan berjalan seperti penderita
parkinsonism.
6. Flourida (F)
Apabila jumlah fluor didalam air kecil (0,6 mg/lt) dapat
dipakai sebagai pencegah penyakit gigi yang paling efektif
tanpa mengganggu kesehatan. Akan tetapi apabila
kadarnya terlalu tinggi (diatas 2 ppm), maka akan
mengakibatkan timbulnya fluorisitas pada gigi. Sedangkan
bila terlalu rendah (dibawah 1 ppm), dapat menimbulkan
pengrusakan gigi pada anak-anak atau dental caries.
7. Tembaga (Cu)
Dalam jumlah kecil, unsur tembaga dibutuhkan oleh tubuh
untuk proses metabolisme dan pembentukan sel darah
merah, namun dalam jumlah yang besar dapat
menyebabkan rasa yang tidak enak di lidah dan kerusakan
pada hati.
8. Arsen (As)
Arsen yang terdapat di dalam air berasal dari
persenyawaan-persenyawaan arsen yang banyak
digunakan sebagai insektisida (lead arsenate, calcium
arsenate). Persenyawaan arsen merupakan salah satu racun

12 “Sistem Penyediaan Air Minum”


sistemik yang paling penting dan dapat berakumulasi
dalam tubuh. Arsen dapat menyebabkan gangguan pada
saluran pencernaan dan kemungkinan dapat menyebabkan
kanker kulit, hati dan saluran empedu.
9. Timbal (Pb)
Sebagaimana logam berat lainnya Pb dan
persenyawaannya adalah racun. Timbal merupakan yang
dikenal dengan pemasukan tiap hari melalui makanan, air,
udara dan penghirupan asap tembakau. Akibat yang
ditimbulkan akan diperkuat dengan terakumulasinya
unsur ini dalam tubuh manusia yang akhirnya akan
menghambat reaksi-reaksi enzim dalam tubuh. Konsentrasi
standar yang diperbolehkan untuk air minum oleh Depkes
RI adalah 0,1 mg/lt.
10. Cyanida (Cn)
Konsentrasi yang melebihi standar yang ditetapkan akan
menimbulkan gangguan pada metabolisme oksigen,
sehingga jaringan tubuh tidak mampu mengubah oksigen,
dan juga dapat meracuni hati. Konsentrasi CN dalam air
minum sebesar 0,05 mg/lt masih dianggap tidak
membahayakan.
11. Air Raksa (Hg)
Kandungan air raksa dalam air yang melebihi standar
maksimum dapat meracuni sel- sel tubuh, merusak ginjal,
hati dan saraf. Selain itu dapat juga menyebabkan
keterbelakangan mental dan serebral palsy pada bayi.
Konsentrasi maksimum yang diperbolehkan oleh Depkes
RI yaitu sebesar 0,001 mg/lt.

“Sistem Penyediaan Air Minum” 13


12. Nitrat, nitrit dan amoniak
Air minum yang mengandung nitrat, nitrit dan amoniak
menunjukkan bahwa air tersebut tercemar oleh kotoran.
Kelebihan unsur-unsur tersebut akan mengakibatkan
terbentuknya methalmoglobine yang dapat menghalangi
peredaran oksigen dalam tubuh.
13. Sulfat
Ion-ion sulfat yang terdapat dalam air bersih dapat
bersenyawa dengan kalsium, membentuk kalsium sulfat.
Sulfat dalam air bersih umumnya berasal dari buangan-
buangan industri.
14. Chlorida
Kadar chlorida lebih besar dari 200 ppm dapat
menimbulkan rasa asin jika air tersebut diminum.
Kehadiran zat chlor yang tinggi secara tiba-tiba dalam air
menandakan masuknya air kotor (sewage)
c. Syarat Radioaktif
Sinar radioaktif dapat mengakibatkan timbulnya kontaminasi
radioaktif pada lingkungan dan dapat mengakibatkan
rusaknya sel-sel pada tubuh manusia. Zat-zat radioaktif dapat
bersatu dengan pasir atau lumpur dalam kehidupan biologis
atau terlarut dalam air. Oleh karena itu keberadaannya dalam
air minum perlu dibatasi. Dalam standar kualitas dari Depkes
RI telah ditetapkan bahwa kandungan sinar alfa maksimal
yaitu 10-9 mc/ml dan kandungan sinar beta maksimal adalah
10-8 mc/ml.
d. Syarat mikrobiologi
Pencemaran lingkungan oleh kontaminan-kontaminan biologi
harus dicegah karena dapat menimbulkan bahaya bagi
kesehatan masyarakat. Sehingga air minum harus terbebas dari

14 “Sistem Penyediaan Air Minum”


kuman parasit dan bakteri pathogen sama sekali serta bakteri
golongan coli sampai melebihi batas-batas yang telah
ditentukan yaitu 1 coli atau 100 ml air. Bakteri golongan coli ini
berasal dari usus besar (feaces) dan tanah. Bakteri pathogen
yang mungkin ada dalam air diantaranya yaitu:
- Bakteri typhsum
- Vibrio colerae
- Bakteri dysentriae
- Entamoeba hystolotica
- Bakteri enteritis
1.3. Unit Transmisi
Unit transmisi air baku dan air hasil olahan menggunakan
saluran tertutup dengan pipa kecuali air baku boleh dengan
saluran terbuka yang terlindungi. Dengan membuat rencana
jalur pipa transmisi, dan diplotkan pada peta topografi atau
peta citra satelit, maka dapat diperkirakan panjang dan
elevasinya. Kemudian berdasarkan debit air baku yang
dibutuhkan lalu diperkirakan diameter pipa transmisinya.
Dengan menggunakan rumus Hazen Williams, maka dapat
dihitung besaran hidrolis dari jalur pipa yang direncanakan.

Dimana:
Q = Debit Pengaliran (m3/det)
S = Slope/Kemiringan Hidrolis

“Sistem Penyediaan Air Minum” 15


Hf = Kehilangan tekanan karena friksi dalam pipa (m).
L = Jarak panjang pipa (m)
V = Kecepatan pengaliran (m/det)
A = Luas permukaan pipa (m)2
C = Koefisien kekasaran dalam pipa
Dalam sistem transmisi terdapat aksesoris pipa dan bangunan
pelengkap pipa antara lain:
a. Gate Valve. Berfungsi untuk mengontrol aliran dalam pipa.
Gate valve dapat menutup dan membagi aliran ke bagian
lainnya dalam pipa distribusi.
b. Air Release Valve (katup angin). Valve ini berfungsi untuk
melepaskan udara yang selalu ada dalam aliran ketika ada
akumulasi udara atau memasukkan udara ketika tekanan air
dalam pipa menjadi negatif. Katup angin dipasang pada tiap
bagian dari jalur pipa tertinggi dan mempunyai tekanan
lebih rendah dari 1 atm, karena udara cenderung
terakumulasi di tempat itu. Air valve seharusnya:
1. Diletakkan pada titik puncak pada jalur pipa.
2. Dipakai dua (Double Type) jika diameter pipa 400mm
keatas.
3. Dipasang stop valve antara air valve dan jalur pipa.
4. Posisinya harus lebih tinggi dari tinggi muka air tanah
untuk mencegah kemungkinan polusi.

c. Blow off Valve (Katup Pembuangan Lumpur)


Blow off biasanya dipasang pada titik mati atau titik
terendah dari jalur pipa dan di tempat-tempat sebelum
jembatan untuk mengeluarkan kotoran atau endapan yang
terdapat pada jalur pipa. Masuknya kotoran dalam pipa
antara lain dapat terjadi pada saat pemasangan pipa,

16 “Sistem Penyediaan Air Minum”


perbaikan pipa atau kotoran yang berasal dari karat pipa.
Jalur pipa setelah blow off dipasang valve.
d. Check Valve
Valve ini dipasang bila pengaliran diinginkan satu arah.
Biasanya chek valve dipasang pada pipa tekanan antara
pompa dan gate valve, tujuannya bila pompa mati maka
pukulan akibat aliran balik tidak merusak pipa.
e. Bangunan Perlintasan Pipa
Diperlukan bila jalur pipa harus memotong sungai, jalan
kereta api dan pipa yang memotong jalan, untuk
memberikan keamanan pada pipa.
f. Thrust Block
Dalam perencanaan jaringan pipa distribusi thrust block
diperlukan pada pipa yang mengalami beban hidrolik yang
tidak seimbang, misalnya pada pergantian diameter, akhir
pipa dan belokan. Gaya-gaya ini akan menggeser jaringan
pipa dari kedudukan semula, jika hal ini dibiarkan lama-
lama dapat merusak pipa pada sambungan- sambungannya.
Oleh karena itu gaya-gaya tersebut harus ditahan dengan
cara memasang angker- angker blok (thrust block) pada
sambungan pipanya, menjaga agar fitting tidak bergerak,
umumnya lebih praktis memasang thrust block setelah
saluran ditimbun dengan tanah dan dipadatkan sehingga
menjamin mampu menahan galian/gaya hidrolik atau beban
lain. Thrust Block hendaknya dipasang pada sisi pant untuk
menahan gaya geseran atau menggali sebuah lubang masuk
ke dalam dinding parit. Gaya gaya yang dibebankan pada
thrust block diantaranya adalah:

“Sistem Penyediaan Air Minum” 17


- Tumpuan Belokan
Selain harus dapat menahan gaya berat pipa dan isinya,
juga harus dapat menahan gaya yang berasal dari
perubahan aliran fluida yang membelok.
- Tumpuan Sebelum dan Sesudah Katup
Karena aliran zat cair menimbulkan gaya pada katup
maka dapat diletakkan pipa dekat katup. Pipa didekat
katup harus dapat menahan berat pipa, berat katup,
berat fluida dalam pipa dari katup serta gaya F yang
ditimbulkan tekanan zat cair.
- Tempat dimana pipa berubah diameter
- Tempat dimana pipa berakhir
- Tempat dimana diperkirakan timbul gaya dorong
misalkan pada sambungan- sambungan, katup-
katup.
g. Meter Tekan
Dipasang pada pompa agar dapat diketahui besarnya
tekanan kerja pompa. Kontrol perlu dilakukan untuk
- Menjaga keamanan distribusi
- Menjaga keamanan tekanan kerja pompa dan
- Menjaga kontinuitas
h. Meter Air.
Berfungsi untuk mengetahui besarnya jumlah pemakaian air
dan juga sebagai alat pendeteksi besarnya kebocoran. Meter
air dipasang pada setiap sambungan yang dipasang secara
kontinyu
i. Penyeberangan Sungai. Jika menyeberangi suatu sungai ada
tiga konstruksi pilihan yaitu:

18 “Sistem Penyediaan Air Minum”


- Pipa diletakkan pada jembatan (pipe supported on abridge)
konstruksi ini sering dipergunakan. Jika jembatan
umum tersedia untuk mendukung pipa, kondisi ini
paling ekonomis dan senang dipakai. Jalur pipa selalu
digantung di bawah papan kerangka jembatan atau
jarang ditempatkan diatas papan kerangka tersebut.
Jembatan harus cukup kuat untuk menahan beban pipa
tersebut. Ketika jembatan eksisting tidak tersedia maka
jembatan harus dibangun. Dalam kasus tersebut air
valve, thrust block, fleksible joint penting untuk
dipasang.
- Jembatan Pipa (Pipa Beam Bridge).
Ketika rentangan jembatan kecil dan panjang pipa dapat
merintangi sungai, pipa ini sendiri dapat digunakan
sebagai jembatan. Metode ini harus mendapat
persetujuan dari kantor pemerintah yang bersangkutan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Pipa steel disarankan untuk jembatan pipa
2. Pipa harus didukung pada struktur bagian atas
pinggir sungai
3. Semua belokan pipa disarankan sudutnya lebih
kecil dari 45o dan belokan harus dipasang thrust
block.
4. Tembok penahan diperlukan pada bagian
upstream dan downstream darijembatan pipa.
5. Tempat jalan kaki harus dibangun sepanjang
jembatan pipa untuk pemeriksaan dan perbaikan
- Siphon.
Metode ini juga sering dipergunakan secara luas
dibandingkan dengan jembatan pipa. Konstruksi
“Sistem Penyediaan Air Minum” 19
siphon tidak begitu sulit. Hal yang perlu diperhatikan
dalam konstruksi hampir sama dengan jembatan pipa.
j. Sambungan
Sambungan dan kelengkapan pipa yang sering digunakan
untuk penyambungan pipa antara lain:
1. Bell Spigot (Spigot socket)
Spigot dari suatu pipa dimasukkan ke dalam suatu bell
(socket) pipa lainnya. Untuk menghindari kebocoran,
menahan pipa serta kemungkinan defleksi (sudut
sambungan berubah), maka sambungan dilengkapi
dengan gasket.
2. Flange Joint
Biasanya dipakai untuk pipa bertekanan tinggi, untuk
sambungan yang dekat dengan instalasi pipa. Sebelum
kedua flange disatukan dengan mur baut maka diantara
flange disisipkan packing untuk mencegah kebocoran.
3. Ball Joint
Digunakan untuk sambungan dari pipa dalam air.
4. Increacer and reducer
Increaser digunakan untuk menyambung pipa dari
diameter kecil ke diameter besar (arah aliran dari
diameter kecil ke besar). Reducer untuk menyambung
dari diameter besar ke diameter kecil.
5. Bend dan Tee
Bend merupakan belokan dengan sudut belokan pipa
sebesar 90°, 45o, 22,5°, dan 11,5°, sedangkan Tee untuk
menyambung pipa pada percabangan.
6. Tapping Band

20 “Sistem Penyediaan Air Minum”


Dipasang pada pipa yang perlu disadap untuk dialihkan
ke tempat lain. Dalam hal ini pipa distribusi dibor dan
tapping dipasang dengan baut disekeliling dengan
memeriksa agar cincin melingkar penuh pada sekeliling
lubang dan tidak menutup lubang tapping. Apabila
dimensi penyadapan terlalu besar, maka pipa distribusi
dapat dipotong selanjutnya dipasang tee atau
perlengkapan yang sesuai.
1.4. Unit Produksi
Unit produksi merupakan prasarana dan sarana yang dapat
digunakan untuk mengolah air baku menjadi air minum
melalui proses fisik, kimiawi, dan biologi. Unit produksi terdiri
dari bangunan pengolahan dan perlengkapannya, perangkat
operasional, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, serta
bangunan penampungan air minum. Kriteria Perencanaan
untuk Instalasi Pengolahan Air (IPA) dapat dilihat pada Tabel
1.4.
Tabel 1.4. Kriteria Perencanaan Instalasi Pengolahan Air (IPA)

“Sistem Penyediaan Air Minum” 21


22 “Sistem Penyediaan Air Minum”
Sumber: NSPK Bidang Air Minum
1.5. Unit Distribusi
Unit distribusi terdiri dari sistem perpompaan, jaringan
distribusi, bangunan penampungan, alat ukur dan peralatan
pemantauan Unit distribusi wajib memberikan kepastian
kuantitas, kualitas air, dan kontinuitas pengaliran.
Kontinuitas pengaliran wajib memberikan jaminan
pengaliran 24 jam per hari.
• Pipa distribusi direncanakan untuk pengaliran air pada
saat debit jam puncak.
• Tekanan air dalam pipa:
• Tekanan maksimum direncanakan sebesar 75 m
kolom air
• Tekanan minimum direncanakan sebesar 10 m
kolom air
• Kecepatan pengaliran dalam pipa
• Transmisi 0,6 – 4,0 m/detik
• Distribusi 0,6 – 2,0 m/detik
 Koefisien kekasaran pipa
Untuk perhitungan hidrolis baik untuk pipa transmisi maupun
distribusi, koefisien kekasaran pipa (koefisien Hazen William)
digunakan nilai sebagai berikut:
- pipa PVC baru : 120-140
- pipa baja baru : 100-120

“Sistem Penyediaan Air Minum” 23


1.6. Unit Pelayanan
Unit pelayanan terdiri dari sambungan rumah, hidran umum,
dan hidran kebakaran. Untuk mengukur besaran pelayanan
pada sambungan rumah dan hidran umum harus dipasang
alat ukur berupa meter air.
1.7. Kapasitas Sistem
Kapasitas sistem dihitung berdasarkan kebutuhan untuk
rumah tangga/domestik ditambah dengan kebutuhan untuk
non domestik. Kebutuhan rumah tangga dihitung berdasarkan
proyeksi jumlah penduduk, prosentase pelayanan dan
besarnya konsumsi kebutuhan.Sedangkan kebutuhan air non
domestik dihitung berdasarkan konsumsi kebutuhan air bersih
tiap unit dan jumlah unit fasilitas. Disamping hal-hal di atas,
ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Kebocoran/kehilangan air
Kebocoran atau kehilangan air diperkirakan sebesar 20%
dari kapasitas produksi. Kebocoran tersebut meliputi
pemakaian air di instalasi, kehilangan pada unit transmisi,
kehilangan pada reservoir dan kebocoran pada jaringan
distribusi.
b. Kapasitas pengambilan air baku
Kapasitas pengambilan sumber air baku disesuaikan
dengan kapasitas produksi atau debit hari maksimum.
c. Fluktuasi kebutuhan air bersih
Kebutuhan rata-rata meliputi pemakaian domestik dan non
domestik, sedangkan pemakaian hari maksimum
diperkirakan sebesar 1,15 kali kebutuhan rata-rata dan
pemakaian jam puncak diperkirakan sebesar 1,5 kali
pemakaian rata-rata.

24 “Sistem Penyediaan Air Minum”


d. Jaringan pipa transmisi
Jaringan pipa transmisi direncanakan untuk dapat
mengalirkan air sesuai dengan kapasitas hari maksimum.
e. Kapasitas reservoir distribusi
Kapasitas reservoir distribusi direncanakan untuk dapat
menampung sisa kapasitas produksi pada saat pemakaian
jam minimum dan mampu menyuplai pada saat
pemakaian jam puncak.
Perencanaan penyediaan air baku dilakukan dengan
pengembangan sistem penampungan dengan reservoir.
Kapasitas reservoir ditentukan oleh beberapa hal yaitu debit
sumber mata air, besarnya kemampuan reservoir yang akan
direncanakan untuk menampung kapasitas produksi dari
sumber mata air yang dikaitkan dengan besarnya proyeksi
kebutuhan air.
V =( 20 % x 86.400 dt/hr x K )/1/1.000 m3/lt
Dimana :
V =volume reservoir rencana (m3)
K =kebutuhan air hari maksimum

Gambar 1.2 Model Pengembangan SPAM dalam Wilayah


Administrasi

“Sistem Penyediaan Air Minum” 25


Gambar 1.3. Pola Pengembangan SPAM dalam Wilayah
Administrasi
1.8. Periode Perencanaan
Periode perencanaan antara 15 – 20 tahun dan dievaluasi setiap
5 tahun, sehingga periode perencanaan menjadi 4 tahap atau
per lima tahun agar memudahkan adanya evaluasi dan
pelaksanaan terhadap rencana induk di lapangan.
1.9. Prioritas Sasaran Daerah Pelayanan
Daerah pelayanan disesuaikan dengan arah pengembangan
yang ada dalam RTRW serta memperhatikan daerah potensial,
daerah yang tinggi kepadatan penduduknya, daerah strategi
(wisata, industri, perkantoran), daerah dengan penduduk
berpenghasilan rendah (MBR), daerah rawan air, serta
kebijakan pemerintah kabupaten dalam penyediaan air

26 “Sistem Penyediaan Air Minum”


minum.Upayakan daerah yang Bukan Jaringan Perpipaan tak
terlindungi dijadikan Bukan Jaringan Perpipaan terlindungi
atau diubah menjadi Jaringan Perpipaan.
1.10. Tujuan Pelayanan Air Minum
a. Tersedianya air dalam jumlah yang cukup
dengan kualitas yang memenuhi airminum
b. Tersedianya air setiap waktu atau kesinambungan
c. Tersedianya air dengan harga yang terjangkau oleh
masyarakat atau pemakai
d. Tersedianya pedoman operasi atau pemeliharaan dan
operasi
Tabel 1.7. Matriks Kriteria Utama Penyusunan RISPAM
Berbagai Klasifikasi

“Sistem Penyediaan Air Minum” 27


1.11. Standar Kebutuhan Air Minum
Penyediaan air minum di daerah untuk memenuhi kebutuhan
air minum meliputi air bersih penduduk (domestik) dan
fasilitas umum, dengan demikian maka diperhitungkan
dengan mempertimbangkan faktor yang dapat menunjang atau
menyebabkan bertambahnya kebutuhan air minum.
Kebutuhan air minum suatu daerah perkotaan dianalisis
berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu:
a. Jumlah penduduk saat perencanaan sampai dengan akhir
tahun perencanaan.
b. Target pelayanan yaitu rasio pelayanan air minum yang
diperhitungkan berdasarkan jumlah penduduk yang akan
mendapatkan pelayanan air minum sesuai dengan anjuran
pemerintah.
c. Jenis pelayanan dan satuan kebutuhan air untuk:
-
Rumah tangga baik sambungan langsung maupun kran
umum
- Fasilitas siosial
- Fasilitas perdagangan
- Industri
- Kebutuhan khusus
d. Karakteristik kebutuhan air suatu daerah yang
menggambarkan variasi kebutuhan air harian yaitu
kebutuhan rata-rata dan kebutuhan puncak.
e. Wilayah Pelayanan
Dari pertimbangan di atas terlihat bahwa kependudukan
merupakan faktor penting dalam penentuan kebijakan
penyediaan prasarana perkotaan termasuk pembuatan
prakiraan kebutuhan air minum. Parameter kependudukan
yang harus dicermati meliputi jumlah, kepadatan, laju

28 “Sistem Penyediaan Air Minum”


pertambahan dan sebaran. Jumlah penduduk akan
menentukan jumlah kebutuhan air yang harus dipenuhi.
Tingkat kepadatan penduduk memberikan indikasi perlunya
sistem perpipaan diterapkan pada daerah yang bersangkutan.
Hal ini mengingat bahwa meningkatnya kepadatan penduduk
akan meningkatkan kompleksitas permasalahan termasuk
permasalahan air minum. Perencanaan kebutuhan air yang
memenuhi syarat tentunya harus dapat digunakan untuk dapat
melayani seluruh warga masyarakat dimulai saat perencanaan
sampai suatu kurun waktu tertentu. Untuk ini maka informasi
tentang laju pertumbuhan penduduk sangat diperlukan dalam
perencanaan prasarana air minum. Terakhir keadaan sebaran
penduduk perlu pula diketahui menentukan penentuan sistem
jaringan yang akan digunakan baik yang menyangkut sistem
jaringan maupun dalam sistem distribusinya.
Berkaitan dengan target pelayanan, maka penyediaan
prasarana air minum selain untuk memenuhi kebutuhan
domestik atau kebutuhan rumah tangga bagi warga
masyarakat baik melalui sambungan langsung maupun
melalui kran umum, juga diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan air pada berbagai fasilitas perkotaan seperti fasilitas
umum, fasilitas bisnis/perdagangan maupun untuk memenuhi
kebutuhan industri dan kebutuhan khusus.
Dalam menentukan daerah pelayanan ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan yaitu:
a. Mengingat bahwa prasarana penyediaan air minum harus
dapat melayani sejak perencanaan hingga suatu kurun
waktu tertentu, maka perencanaannya harus mengacu pada
skenario perkembangan kota yang telah dibuat. Rencana
pengembangan daerah perkotaan dan rencana tata guna
tanah yang mana daerah pengembangan tersebut akan
termasuk dalam daerah pelayanan.

“Sistem Penyediaan Air Minum” 29


b. Kepadatan penduduk, merupakan faktor penting yang
mempengaruhi kebutuhan. Daerah-daerah dimana
kepadatan penduduk kecil dibandingkan dengan biaya
pemasangan pipa distribusi biasanya tidak dimasukkan ke
dalam daerah pelayanan dipandang dari sudut keuangan
pengadaan air.
c. Konstruksi jalan-jalan umum, konstruksi atau pelebaran
jalan akan mempengaruhi pengembangan komersial,
pengembangan daerah perumahan dan bentuk-bentuk
lainnya dari pengembangan daerah perkotaan sehingga
rencana daerah pelayanan akan dibuat berdasarkan rencana
konstruksi jalan- jalan tersebut. Tingkat pemakaian air
minum masyarakat disesuaikan dengan kategori penduduk
di masing-masing wilayah seperti yang disajikan dalam
Tabel 1.8.
Tabel 1.8. Tingkat Pemakaian Air Rumah Tangga Berdasarkan
Kategori Kota

Sumber: SK-SNI Air Bersih

30 “Sistem Penyediaan Air Minum”


Tabel 1.9. Tingkat Pemakaian Air Non Rumah Tangga
Indonesia

Sumber: Ditjen Cipta Karya 1997


1.11.1. Kebutuhan Air Domestik
Kebutuhan air untuk rumah tangga/domestik ialah pemakaian
air untuk aktivitas di lingkungan rumah tangga. Penyediaan air
baku untuk keperluan rumah tangga dihitung berdasarkan:
- Jumlah penduduk
- Prosentase jumlah penduduk yang akan dilayani
- Cara pelayanan air
- Konsumsi pemakaian air (lt/org/hari)
Beberapa parameter yang dipakai dalam menentukan tingkat
pelayanan air bersih yang akan direncanakan meliputi:
- Konsumsi pemakaian air bersih
Untuk konsumsi pemakaian air bersih domestik
perkotaan ditentukan untuk SR sebesar 130 L/or/hr dan
HU sebesar 30 L/or/hr. Untuk konsumsi domestik
perdesaan ditentukan sebesar 60 L/or/hr.
- Jumlah jiwa per sambungan

“Sistem Penyediaan Air Minum” 31


Jumlah jiwa per sambungan rumah dihitung berdasarkan
jumlah rata-rata untuk SR sebesar 4 jiwa/sambungan dan
KU sebesar 100 jiwa/sambungan
1.11.2. Kebutuhan Air Non Domestik
Yang dimaksud sebagai kebutuhan air untuk keperluan non
domestik ialah pemakaian air di luar pemakaian untuk rumah
tangga.Termasuk ke dalam kelompok kebutuhan air untuk
keperluan non domestik meliputi niaga, kesehatan, sosial,
perkantoran, pendidikan dan peribadatan. Kebutuhan air non
domestik dihitung sebesar (20%) dari kebutuhan air domestik.
1.11.3 Kehilangan Air
Kehilangan air dapat diartikan sebagai selisih antara
banyaknya air yang disediakan (water supply) dengan air yang
dikonsumsi (water consumption). Dalam setiap penyediaan air
bersih, sangat sulit sekali untuk menghindari terjadinya
kemungkinan kehilangan air dari sistem. Kehilangan air yang
terjadi bisa disebabkan oleh faktor teknis maupun non teknis.
Kehilangan air yang bersifat teknis disebabkan oleh kebocoran
pipa distribusi atau kerusakan meter air. Sedangkan kehilangan
air yang bersifat non teknis misalnya adanya pencurian air dari
pipa distribusi air minum.
Untuk itu dalam perencanaan suatu sistem penyediaan air
minum, selalu diperhitungkan suatu besaran volume air untuk
menghindari kemungkinan terjadinya kehilangan air. Besarnya
kehilangan air tersebut diperkirakan sebesar (15-20%) dari
kebutuhan air total. Besar kehilangan air ini diperkirakan
konstan mulai awal sampai tahun rencana. Hal ini
dimaksudkan agar penyediaan air untuk masyarakat
konsumen tidak terganggu bila terjadinya kehilangan air baik
yang disebabkan oleh faktor teknis maupun non teknis.
Kehilangan air dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu:

32 “Sistem Penyediaan Air Minum”


a. Kehilangan air rencana (unacounted for water)
Kehilangan air rencana memang dialokasikan khusus
untuk kelancaran operasi dan pemeliharaan fasilitas, faktor
ketidaksempurnaan komponen fasilitas dan hal lain yang
direncanakan beban biaya.
b. Kehilangan air insidentil
Penggunaan air yang sifatnya insidentil, misalnya
penggunaan air yang tidak dialokasikan khusus, seperti
pemadam kebakaran.
c. Kehilangan air secara administratif
Kehilangan air secara administratif dapat disebabkan oleh:
- Kesalahan pencatatan meteran
- Kehilangan air akibat sambungan liar
- Kehilangan akibat kebocoran dan pencurian illegal
1.11.4. Fluktuasi Pemakaian Air
Dalam perencanaan suatu sistem penyediaan air minum,
dikenal istilah fluktuasi pemakaian air pada waktu hari
maksimum dan fluktuasi pemakaian air pada saat jam puncak.
Yang dimaksud dengan fluktuasi pemakaian air bersih pada
saat jam puncak adalah sebagai berikut:
- Selama sehari ada jam-jam tertentu dimana penggunaan air
bersih lebih tinggi dari pemakaian per jam rata-rata.
- Pemakaian air pada jam tertinggi inilah yang disebut
sebagai pemakaian jam puncak, yang biasa terjadi pada
pagi dan sore hari. Sedangkan yang dimaksud dengan
fluktuasi pemakaian air bersih pada waktu hari maksimum.
- Selama setahun ada hari-hari tertentu dimana pemakaian
air lebih tinggi dari pemakaian air per hari rata-rata,
pemakaian inilah yang disebut pemakaian air pada hari

“Sistem Penyediaan Air Minum” 33


maksimum.
Bila tidak ada data yang lengkap, yang menunjukkan beberapa
faktor pengali untuk pemakaian air hari maksimum dan jam
puncak, maka faktor-faktor tersebut diambil dari Standar Cipta
Karya, yaitu:
- Hari maksimum = 1,15 x Kebutuhan rata-rata
- Jam puncak = 1,5 x Kebutuhan rata-rata

34 “Sistem Penyediaan Air Minum”


Bab 2
KEBIJAKAN SISTEM PENYEDIAAN
AIR BERSIH
2.1. Pendahuluan
Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa
yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan
bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang. Sejalan
dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang ini
menyatakan bahwa sumber daya air dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat secara
adil. Atas penguasaan sumber daya air oleh negara dimaksud,
negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi
pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan melakukan
pengaturan hak atas air. Penguasaan negara atas sumber daya
air tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah dengan tetap mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya, seperti hak ulayat masyarakat hukum adat
setempat dan hak-hak yang serupa dengan itu, sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengaturan hak atas air diwujudkan melalui penetapan hak
guna air, yaitu hak untuk memperoleh dan memakai atau
mengusahakan air untuk berbagai keperluan. Hak guna air
dengan pengertian tersebut bukan merupakan hak pemilikan
“Sistem Penyediaan Air Minum” 35
atas air, tetapi hanya terbatas pada hak untuk memperoleh dan
memakai atau mengusahakan sejumlah (kuota) air sesuai
dengan alokasi yang ditetapkan oleh pemerintah kepada
pengguna air, baik untuk yang wajib memperoleh izin maupun
yang tidak wajib izin. Hak guna air untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan kegiatan
bukan usaha disebut dengan hak guna pakai air, sedangkan
hak guna air untuk memenuhi kebutuhan usaha, baik
penggunaan air untuk bahan baku produksi, pemanfaatan
potensinya, media usaha, maupun penggunaan air untuk
bahan pembantu produksi, disebut dengan hak guna usaha air.
Jumlah alokasi air yang ditetapkan tidak bersifat mutlak dan
harus dipenuhi sebagaimana yang tercantum dalam izin, tetapi
dapat ditinjau kembali apabila persyaratan atau keadaan yang
dijadikan dasar pemberian izin dan kondisi ketersediaan air
pada sumber air yang bersangkutan mengalami perubahan
yang sangat berarti dibandingkan dengan kondisi ketersediaan
air pada saat penetapan alokasi.
Hak guna pakai air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-
hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat yang berada di
dalam sistem irigasi dijamin oleh Pemerintah atau Pemerintah
Daerah. Hak guna pakai air untuk memenuhi kebutuhan pokok
sehari-hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat tersebut
termasuk hak untuk mengalirkan air dari atau ke tanahnya
melalui tanah orang lain yang berbatasan dengan tanahnya.
Pemerintah atau Pemerintah Daerah menjamin alokasi air
untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi
perseorangan dan pertanian rakyat tersebut dengan tetap
memperhatikan kondisi ketersediaan air yang ada dalam
wilayah sungai yang bersangkutan dengan tetap menjaga
terpeliharanya ketertiban dan ketentraman.
Kebutuhan masyarakat terhadap air yang semakin meningkat
mendorong lebih menguatnya nilai ekonomi air dibanding nilai
36 “Sistem Penyediaan Air Minum”
dan fungsi sosialnya. Kondisi tersebut berpotensi
menimbulkan konflik kepentingan antar sektor, antar wilayah
dan berbagai pihak yang terkait dengan sumber daya air. Di sisi
lain, pengelolaan sumber daya air yang lebih bersandar pada
nilai ekonomi akan cenderung lebih memihak kepada pemilik
modal serta dapat mengabaikan fungsi sosial sumber daya air.
Berdasarkan pertimbangan tersebut undang- undang ini lebih
memberikan perlindungan terhadap kepentingan kelompok
masyarakat ekonomi lemah dengan menerapkan prinsip
pengelolaan sumber daya air yang mampu menyelaraskan
fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi.
Air sebagai sumber kehidupan masyarakat secara alami
keberadaannya bersifat dinamis mengalir ke tempat yang lebih
rendah tanpa mengenal batas wilayah administrasi.
Keberadaan air mengikuti siklus hidrologis yang erat
hubungannya dengan kondisi cuaca pada suatu daerah
sehingga menyebabkan ketersediaan air tidak merata dalam
setiap waktu dan setiap wilayah. Sejalan dengan
perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan
masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang
berdampak negatif terhadap kelestarian sumber daya air dan
meningkatnya daya rusak air. Hal tersebut menuntut
pengelolaan sumber daya air yang utuh dari hulu sampai ke
hilir dengan basis wilayah sungai dalam satu pola pengelolaan
sumber daya air tanpa dipengaruhi oleh batas-batas wilayah
administrasi yang dilaluinya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, pengaturan kewenangan dan
tanggung jawab pengelolaan sumber daya air oleh Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota
didasarkan pada keberadaan wilayah sungai yang
bersangkutan, yaitu:

“Sistem Penyediaan Air Minum” 37


a. Wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas
negara, dan/atau wilayah sungai strategis nasional menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat;
b. Wilayah sungai lintas kabupaten/Kota menjadi
kewenangan Pemerintah Provinsi;
c. Wilayah sungai yang secara utuh berada pada satu wilayah
Kabupaten/Kota menjadi kewenangan Pemerintah
Kabupaten/Kota;
2.2. Isu Strategis Permasalahan Air Minum
Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan
mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target
pembangunan air minum dalam kerangka MDG pada tahun
2015. Isu isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan
diskusi dengan Dep. Kimpraswil, Dep. Kesehatan dan
Bappenas. Selain itu isu-isu strategis yang dihasilkan dalam
diskusi Waspola di Bogor pada tanggal 27 Agustus 2003,
dijadikan acuan isu isu tersebut dijelaskan dibawah ini.
a. Daya Dukung Lingkungan Semakin Terbebani oleh
Pertumbuhan Penduduk dan Urbanisasi.
Pada tahun 2015, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan
mencapai 245,7 juta jiwa, yang semuanya berhak
mendapatkan akses air minum. Pada tahun 2015, jumlah
penduduk perkotaan menjadi lebih besar dibandingkan
dengan perkotaan dengan perbandingan 53%:47%.
Pergeseran ini mengindikasikan semakin meningkatnya
kebutuhan akan air minum per kapita, karena konsumsi air
masyarakat perkotaan lebih besar daripada masyarakat
perdesaan. Pertumbuhan penduduk terutama di perkotaan
lebih tinggi daripada pertumbuhan sarana penyediaan air
minum yang ada. Sementara itu penduduk di pulau Jawa

38 “Sistem Penyediaan Air Minum”


akan meningkat dengan cepat, sementara ketersediaan
airnya sangat terbatas.
Penggundulan hutan telah tidak terkendali sehingga
semakin mengganggu ketersediaan air baku. Sedangkan
sumber air baku terutama air permukaan mengalami
pencemaran yang semakin meningkat akibat domestik,
industri dan pertanian. Sehingga ketersediaan air baku
semakin tidak bisa dijamin, baik kuantitas dan kualitas. Air
baku di sebagian besar wilayah Indonesia sebenarnya
tersedia dengan cukup, tetapi terancam keberadaannya
akibat pengelolaan yang buruk, baik oleh pencemaran
maupun kerusakan alam yang menyebabkan terhambatnya
konservasi air. Di sebagian wilayah Indonesia seperti
Kalimantan dan sebagian Sumatera air baku sulit diperoleh
karena kondisi alamnya sehingga masyarakat harus
mengandalkan air hujan atau air permukaan yang tidak
sehat. Akibat kerusakan alam, semakin banyak wilayah
yang rawan bencana air, kekeringan di musim kemarau
dan kebanjiran di musim hujan.
b. Interpretasi UU no 22 tahun 2004 Tidak Mendorong
Pengembangan dan Kerjasama Antar Daerah dalam
Penyediaan Air Minum
UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air telah
mengamanatkan dibentuknya Dewan Air untuk
manajemen air secara terpadu dan Badan Pengatur untuk
mengurusi air minum. Tetapi hingga saat ini lembaga
lembaga tersebut belum terbentuk. Belum adanya lembaga
yang mengatur tata guna air secara terpadu menyebabkan
persoalan air di Indonesia ditangani secara sektoral
sehingga tidak terarah dan tidak terintegrasi. Dengan
otonomi daerah, kewenangan penyediaan air adalah pada
Pemerintah Daerah. Tetapi kebanyakan Pemerintah Daerah

“Sistem Penyediaan Air Minum” 39


belum memandang air sebagai persoalan prioritas.
Pemekaran wilayah yang berdampak pada pemekaran
PDAM, sehingga terbentuk PDAM berukuran kecil dan
cenderung tidak efisien, ditambah lagi permasalahan
sumber air baku terletak diluar batas administrasi
pengelola PDAM, sehingga menjadi kendala untuk
peningkatan pelayanan.
c. Kebijakan yang Memihak Kepada Masyarakat Miskin
Masih Belum Berkembang
Pada dasarnya negara menjamin hak setiap orang untuk
mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari
hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih dan
produktif (UU No 7 tahun 2004, pasal 10). Namun pada
kenyataannya persentase penduduk miskin masih tinggi,
sehingga kemampuan untuk mendapat akses ke sarana
penyediaan air minum yang memenuhi syarat masih
terbatas. Masyarakat berpenghasilan rendah, ternyata
membayar lebih besar untuk memperoleh air daripada
masyarakat berpenghasilan tinggi, hal ini menunjukkan
ketidak adilan dalam mendapatkan akses pada air minum.
Walaupun sudah terdapat program program air minum
dan sanitasi untuk masyarakat berpenghasilan rendah,
namun akses terhadap air minum belum menunjukkan
peningkatan yang berarti. Perlu dukungan kebijakan yang
lebih fokus untuk penyediaan sanitasi dan air minum bagi
masyarakat berpenghasilan rendah.
d. PDAM Tidak Dikelola dengan Prinsip Kepengusahaan
Air minum perpipaan sebagai sistem pelayanan air minum
yang paling ideal hingga saat ini baru dapat dinikmati oleh
sebagian kecil masyarakat Indonesia. Secara nasional,
cakupan air perpipaan baru sekitar 17%, meliputi 32% di
perkotaan dan 6,4% di perdesaan. Pada umumnya PDAM

40 “Sistem Penyediaan Air Minum”


secara rata rata nasional mempunyai kinerja yang belum
memenuhi harapan. Seperti tingkat pelayanan yang rendah
(32%), kehilangan air tinggi (41%), konsumsi air yang
rendah (14 m³/bulan/RT). Biaya produksi tergantung dari
sumber air baku yang digunakan oleh PDAM. Namun
secara umum biaya produksi untuk semua jenis air baku
ternyata lebih tinggi daripada tarif. PDAM yang
menggunakan mata air sebagai sumber air baku, biaya
produksi rata rata Rp. 787/m³, sedangkan tarif rata-rata Rp.
618/m³. PDAM yang menggunakan mata air, sumur dalam
dan sungai sekaligus, biaya produksi rata rata Rp. 1.188/m³,
dan tarif rata-rata Rp. 1.112/m³. Sedangkan PDAM yang
mengandalkan sungai sebagai sumber air baku, biaya
produksi rata rata Rp. 1.665/m³, dan tarif rata-rata Rp.
1.175/m³.
PDAM belum mandiri karena campur tangan pemilik
(Pemda) dalam manajemen dan keuangan, cukup
membebani PDAM. Sumber daya manusia pengelola
PDAM umumnya kurang profesional sehingga
menimbulkan inefisiensi dalam manajemen. Dari segi
keuangan, tarif air saat ini tidak bisa menutup biaya operasi
PDAM, sehingga PDAM mengalami defisit kas, dan tidak
mampu lagi menyelesaikan kewajibannya. PDAM masih
mempunyai hutang jangka panjang yang cukup besar dan
tidak terdapat penyelesaian yang memuaskan. Banyak
PDAM yang mengabaikan pelayanan dan kepentingan
pelanggan, keluhan pelanggan sering tidak ditanggapi
dengan baik oleh PDAM, pelanggan merasa tidak berdaya.
Hal ini menandakan kedudukan antara konsumen dan
produsen tidak setara. Walaupun di beberapa PDAM
sudah terbentuk forum pelanggan/konsumen, namun
perannya belum maksimal, belum dianggap mitra kerja
PDAM yang potensial. Pengawasan/akuntabilitas terhadap

“Sistem Penyediaan Air Minum” 41


pengelolaan penyedia air minum masih lemah, belum ada
sanksi untuk penyelenggara air minum yang tidak
memberikan pelayanan sesuai dengan syarat yang
ditentukan. Badan pengawas masih lemah/kurang
berfungsi.
Berdasarkan uraian diatas, dari 300 lebih PDAM yang ada
di Indonesia, sebagian besar mengalami kendala dalam
memberikan pelayanan yang baik akibat berbagai
persoalan, baik aspek teknis (air baku, unit pengolah dan
jaringan distribusi yang sudah tua, tingkat kebocoran, dan
lain lain) maupun aspek non teknis (status kelembagaan
PDAM, utang, sulitnya menarik investasi swasta,
pengelolaan yang tidak berprinsip kepengusahaan, tarif
tidak full cost recovery, dan lain lain).
e. Kualitas Air Belum Memenuhi Syarat Air Minum
Kualitas yang diterima pelanggan dari PDAM masih
berkualitas air bersih, belum memenuhi syarat kualitas air
minum. Padahal didalam peraturan sudah diisyaratkan
bahwa yang dimaksud dengan air minum adalah air yang
bisa dikonsumsi tanpa dimasak terlebih dahulu.
Masyarakat tidak memahami akan hak haknya untuk
memperoleh air yang sesuai dengan persyaratan air minum
yang ada, sehingga masyarakat sering menerima saja apa
yang diterima dari penyedia air minum. Sedangkan PDAM
tidak pernah menginformasikan kualitas air minum yang
mereka sediakan kepada masyarakat. Apabila masyarakat
bisa memperoleh air dengan kualitas air minum,
diperkirakan angka penyakit yang ditularkan atau yang
berhubungan dengan air akan bisa berkurang 80%.

42 “Sistem Penyediaan Air Minum”


f. Keterbatasan Pembiayaan Mengakibatkan Rendahnya
Investasi dalam Penyediaan Air Minum
Sampai tahun 1996 masih terdapat investasi yang cukup
berarti dalam penyediaan air minum, yang meliputi hibah
pemerintah (pusat dan daerah), dan pinjaman dalam dan
luar negeri. Sejak itu kemampuan pemerintah semakin
terbatas dalam membiayai investasi sarana penyediaan air
minum, termasuk pula pinjaman baik dari dalam maupun
luar negeri. Investasi dalam bidang air minum sangat
tergantung dari pinjaman dari dalam negeri dan terutama
dari luar negeri. Sementara sumber sumber keuangan untuk
investasi melalui pinjaman semakin terbatas, dan akan
semakin terhambat oleh hutang PDAM, apabila tidak
terdapat penyelesaian yang memuaskan. Apabila untuk
sektor perumahan terdapat pembiayaan yang murah untuk
pembangunannya, bahkan di masa yang lalu pernah
didanai melalui Kredit Likuiditas Bank Indonesia, sektor air
minum yang merupakan hajat hidup orang banyak tidak
terdapat sumber dana murah yang bisa diakses oleh PDAM.
Sumber pembiayaan sampai saat ini masih mengandalkan
pinjaman dan hibah yang semakin terbatas jumlahnya, dan
belum berkembang sumber pendanaan alternatif seperti
obligasi. Dilain pihak terdapat Pemerintah Kota/Kabupaten
yang mempunyai pendapatan yang tinggi dari PAD atau
Bagi Hasil (PPn, PPh, dan PBB), namun kurang mempunyai
perhatian terhadap pengembangan sektor air minum.
g. Kelembagaan Pengelolaan Air Minum yang Ada Sudah
Tidak Memadai Lagi dengan Perkembangan Saat Ini
Fungsi PDAM sampai saat ini operator penyedia air minum
dan sekaligus sebagai pengatur kebijakan air minum di
daerah. Disamping itu terdapat ambiguitas misi PDAM,
karena ketidakjelasan antara misi sosial dan misi komersial.

“Sistem Penyediaan Air Minum” 43


Sementara itu dalam UU No 7 tahun 2004 (SDA) telah
mengamanatkan pembentukan badan pengatur yang
bertujuan untuk pengembangan sistem penyediaan air
minum dan sanitasi, yang sampai saat ini belum terbentuk.
Di dalam UU No 7 tahun 2004 (SDA) diamanatkan bahwa
penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air
minum diatur dalam Peraturan Pemerintah, saat ini sedang
dalam penyusunan. Dari lebih 300 PDAM yang ada, hanya
sebagian kecil (3%) yang mempunyai pelanggan di atas
100.000 sebagian besar (49%) PDAM berukuran kecil
dengan pelanggan dibawah 10.000 sehingga skala
ekonominya kurang atau tidak menguntungkan.
Kemitraan Pemerintah dan Masyarakat/Swasta Dalam
Penyediaan Air Minum Kurang Berkembang Belum
terdapat kesamaan persepsi dan kesepakatan tentang
keterlibatan swasta dalam penyediaan air minum, di
kalangan pemerintah Kota/Kabupaten. Akibatnya
pengelola penyediaan air minum dan atau Pemerintah
Daerah belum siap dalam bermitra dengan swasta. Belum
terdapat aturan yang cukup mantap dan komprehensif bagi
kemitraan pemerintah swasta dalam penyediaan air
minum. Proses penyediaan izin kepada swasta yang
berminat jadi penyedia air minum belum optimal. Sehingga
swasta merasa investasi tidak aman dan tidak terjamin
pengembaliannya.
Belum terdapat skema pembiayaan yang mendukung
keterlibatan swasta dalam penyediaan air minum.
Umumnya swasta mendapat pembiayaan dari bank dengan
bunga komersial, sehingga biaya keuangan yang tinggi
mengakibatkan tarif yang tinggi dan membebani
petanggan. Ketentuan pengaturan tarif air minum yang saat
ini berlaku, harus mendapat persetujuan oleh DPRD.
Ketentuan ini mengakibatkan swasta merasa
44 “Sistem Penyediaan Air Minum”
kepentingannya kurang terlindungi. Peran serta
masyarakat dalam penyelenggaraan penyediaan air minum
masih terbatas. Kelembagaan masyarakat yang terlibat dan
berkecimpung dalam penyediaan air minum tidak
berkembang.
h. Pemahaman Masyarakat Tentang Air Minum Tidak
Mendukung Pengembangan Air Minum
Sebagian besar masyarakat Indonesia, menyediakan air
minum secara mandiri, tetapi tidak tersedia cukup
informasi tepat guna hal hal yang terkait dengan persoalan
air, terutama tentang konservasi dan pentingnya
menggunakan air secara bijak. Masyarakat masih
menganggap air sebagai benda sosial. Masyarakat pada
umumnya tidak memahami prinsip perlindungan sumber
air minum tingkat rumah tangga, maupun untuk skala
lingkungan. Sedangkan sumber air baku (sungai),
difungsikan berbagai macam kegiatan sehari hari, termasuk
digunakan untuk mandi, cuci dan pembuangan
kotoran/sampah.
Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa air hanya
urusan pemerintah atau PDAM saja, sehingga tidak
tergerak untuk mengatasi masalah air minum secara
bersama. Belum ada kesepahaman dari semua stakeholders
termasuk stakeholders di daerah dan masyarakat, tentang
tujuan dan target target MDG, khususnya di bidang air
minum, serta peran strategis pencapaian target MDG
tersebut bagi kemajuan pembangunan air minum di
Indonesia. Keterlibatan perempuan sebagai pengguna
utama dan pengelola air minum dalam skala rumah tangga,
pada setiap tahapan pengembangan penyediaan air minum
masih sangat kurang. Ditingkat pemerintah pusat telah
cukup banyak NSPM tentang penyediaan air minum masih

“Sistem Penyediaan Air Minum” 45


yang dihasilkan, namun kurang dan tidak tersebar luas
pada tingkat Pemerintah Daerah maupun masyarakat.
2.3. Perubahan Paradigma Kebijakan Air Minum
Tujuan pembangunan AMPL adalah meningkatkan
pembangunan, penyediaan, pemeliharaan dan meningkatkan
kehandalan dan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana
air minum dan penyehatan lingkungan. Agar tujuan tersebut di
atas dapat dicapai maka diperlukan perubahan paradigma
pembangunan yang dimanifestasikan melalui perubahan
kebijakan air minum dan penyehatan lingkungan.
2.3.1 Air Merupakan Benda Sosial dan Benda Ekonomi
Peranan air sebagai sumber kehidupan telah disadari semua
lapisan masyarakat, namun manifestasinya menimbulkan
berbagai pandangan. Hingga saat ini sebagian anggota
masyarakat masih berpandangan bahwa air sebagai sumber
kehidupan semata-mata merupakan benda sosial (public good)
yang dapat diperoleh secara cuma-cuma serta tidak
mempunyai nilai ekonomi. Pandangan ini mengakibatkan
masyarakat tidak dapat menghargai air sebagai benda langka
yang mempunyai nilai ekonomi. Dampaknya adalah
masyarakat mengeksploitasi air secara bebas dan berlebihan
serta tidak mempunyai keinginan untuk melestarikan
lingkungan dan sumber daya air baik kualitas maupun
kuantitasnya, dan kemacetan dalam pengembangan ilmu dan
teknologi untuk penggunaan kembali (reuse) dan pendaur-
ulangan (recycle) air.
Untuk mengubah pandangan tersebut di atas diperlukan upaya
kampanye publik (public campaign) kepada seluruh lapisan
masyarakat bahwa air merupakan benda langka yang
mempunyai nilai ekonomi dan memerlukan pengorbanan
untuk mendapatkannya, baik berupa uang maupun waktu.
Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap sisi lain
46 “Sistem Penyediaan Air Minum”
dari air yaitu sebagai benda ekonomi maka diharapkan
perilaku masyarakat dalam memanfaatkan air akan berubah,
lebih bijak dalam mengeksploitasi air, lebih efisien dalam
memanfaatkan air, mempunyai keinginan untuk berkorban
dalam mendapatkan air. Sesuai dengan sifatnya sebagai benda
ekonomi maka prinsip utama dalam pelayanan air minum dan
penyehatan lingkungan adalah “pengguna harus membayar
atas pelayanan yang diperolehnya”. Prinsip tersebut
mencerminkan pandangan bahwa yang dibayar oleh pengguna
adalah biaya atas kemudahan untuk memperoleh pelayanan air
minum dan penyehatan lingkungan.
2.3.2 Pilihan yang Diinformasikan Sebagai Dasar dalam
Pendekatan Tanggap Kebutuhan
Pendekatan tanggap kebutuhan (Demand Responsive
Approach) menempatkan masyarakat pada posisi teratas
dalam pengambilan keputusan, baik dalam hal pemilihan
sistem yang akan dibangun, pola pendanaan, maupun tata cara
pengelolaannya. Untuk meningkatkan efektivitas pendekatan
tanggap kebutuhan, pemerintah sebagai fasilitator harus
memberikan pilihan yang diinformasikan (informed choice)8
kepada masyarakat. Pilihan yang diinformasikan tersebut
menyangkut seluruh aspek pembangunan air minum dan
penyehatan lingkungan, seperti aspek teknologi, pembiayaan,
lingkungan, sosial dan budaya, serta kelembagaan
pengelolaan.
2.3.3 Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah upaya
sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup,
termasuk sumber daya air didalamnya, ke dalam proses
pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan,
dan kualitas hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan. Pembangunan air minum mulai dari sumber air,

“Sistem Penyediaan Air Minum” 47


pengaliran air baku, pengolahan air minum, jaringan distribusi
air minum, sampai dengan sambungan rumah dilaksanakan
dengan mempertimbangkan kaidah dan norma kelestarian
lingkungan. Demikian juga, pembangunan prasarana dan
sarana penyehatan lingkungan, khususnya pengelolaan limbah
dan persampahan juga dilaksanakan mengikuti kaidah dan
norma kelestarian lingkungan. Dengan demikian diharapkan
adanya sinergi antara upaya peningkatan kualitas hidup
masyarakat dengan upaya peningkatan kelestarian
lingkungan.
2.3.4 Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Agar pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan dapat
berkelanjutan maka pembangunan prasarana dan sarana air
minum dan penyehatan lingkungan harus mampu mengubah
perilaku masyarakat dalam menjaga dan meningkatkan
derajat kesehatan sebagai dasar menuju kualitas hidup yang
lebih baik. Upaya yang dilakukan untuk mengubah
perilaku masyarakat dilakukan melalui pendidikan perilaku
hidup bersih dan sehat. Sebagai suatu sistem yang menyeluruh
(komprehensif) maka dalam pembangunan air minum dan
penyehatan lingkungan komponen pendidikan perilaku hidup
bersih dan sehat merupakan komponen utama, selain
komponen fisik prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan.
2.3.5 Keberpihakan pada Masyarakat Miskin
Pada prinsipnya, seluruh masyarakat Indonesia berhak untuk
mendapatkan pelayanan air minum dan penyehatan
lingkungan yang layak dan terjangkau. Oleh sebab itu, dengan
melihat keterbatasan yang dimiliki maka pembangunan air
minum dan penyehatan lingkungan harus memperhatikan dan
melibatkan secara aktif kelompok masyarakat miskin dan
kelompok masyarakat tidak beruntung lainnya dalam proses

48 “Sistem Penyediaan Air Minum”


pengambilan keputusan. Hal ini sebagai upaya agar mereka
tidak terabaikan dalam pelayanan air minum dan penyehatan
lingkungan, sehingga kebutuhan air minum dan penyehatan
lingkungan bagi kelompok masyarakat miskin dan kelompok
masyarakat tidak beruntung lainnya dapat terpenuhi secara
layak, adil, dan terjangkau.
2.3.6 Peran Perempuan dalam Pengambilan Keputusan
Peranan perempuan untuk memenuhi kebutuhan air minum
dan penyehatan lingkungan untuk kepentingan sehari-hari
sangat dominan. Sebagai pihak yang langsung berhubungan
dengan pemanfaatan prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan, perempuan lebih mengetahui yang
mereka butuhkan dalam hal kemudahan mendapatkan air dan
kemudahan mempergunakan prasarana dan sarana.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh UNICEF dengan Bank
Dunia terhadap proyek-proyek air minum dan penyehatan
lingkungan di Indonesia, pelibatan perempuan dalam proses
pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan
pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan terbukti meningkatkan keberlanjutan pelayanan
prasarana dan sarana yang dibangun.
Sehingga sudah sewajarnya menempatkan perempuan sebagai
pelaku utama dalam pembangunan air minum dan penyehatan
lingkungan. Menempatkan perempuan sebagai pelaku utama
diartikan sebagai keikutsertaan mereka secara aktif dalam
menemukenali persoalan pokok air minum dan penyehatan
lingkungan, mengidentifikasi penyebabnya, mengemukakan
usulan pemecahan, dan mengambil keputusan untuk
memecahkan persoalan pokok.
2.3.7 Akuntabilitas Proses Pembangunan
Dalam era desentralisasi dan keterbukaan maka pembangunan
air minum dan penyehatan lingkungan harus menempatkan
“Sistem Penyediaan Air Minum” 49
masyarakat sasaran tidak lagi sebagai obyek pembangunan
namun sebagai subyek pembangunan. Kebijakan ini sekaligus
bertujuan meningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadap
prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan
yang dibangun serta meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk mengenali lebih dini sistem pengelolaannya.
Prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat dalam pembangunan
air minum dan penyehatan lingkungan mempunyai sasaran
akhir masyarakat yang berkemampuan mengoperasikan,
memelihara, mengelola, dan mengembangkan prasarana dan
sarana yang telah dibangun. Untuk itu, pembangunan air
minum dan penyehatan lingkungan harus lebih terbuka,
transparan, serta memberikan peluang kepada semua pelaku
untuk memberikan kontribusi dalam pembangunan air minum
dan penyehatan lingkungan sesuai dengan kemampuan
sumber daya yang ada pada seluruh tahapan pembangunan,
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, operasi dan
pemeliharaan, dan pengembangan pelayanan.
2.3.8 Peran Pemerintah sebagai Fasilitator
Pemberdayaan diartikan sebagai upaya yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang untuk memandirikan
masyarakat lewat perwujudan potensi dan kemampuan yang
mereka miliki atas dasar prakarsa dan kreativitas. Dalam
penjelasan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 pasal 92 ayat
2, dinyatakan bahwa pemberdayaan diartikan sebagai upaya
meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan kepemilikan dari prasarana dan sarana yang
dibangun. Selaras dengan pengertian tersebut maka peranan
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun Pemerintah
Daerah, dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah
sebagai fasilitator, bukan sebagai penyedia (provider).

50 “Sistem Penyediaan Air Minum”


Sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat, pemerintah
dapat memberi kesempatan kepada pihak lain yang
berkompeten serta mendorong inovasi untuk meningkatkan
pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan.
Peranan pemerintah khususnya pemerintah kabupaten dan
Kota sebagai fasilitator sangat penting dalam kegiatan
pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.
Fasilitasi tidak diartikan sebagai pemberian prasarana dan
sarana fisik maupun subsidi langsung, namun pemerintah
harus memberikan bimbingan teknis dan non teknis secara
terus menerus kepada masyarakat yang sifatnya mendorong
dan memberdayakan masyarakat agar mereka dapat
merencanakan, membangun, dan mengelola sendiri prasarana
dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan serta
melaksanakan secara mandiri kegiatan pendukung lainnya.
Dalam upaya mengoptimalkan peran daerah sebagai fasilitator,
daerah juga perlu mendorong partisipasi pihak lain yang
berkompeten dalam pembangunan prasarana dan sarana air
minum dan penyehatan lingkungan, seperti pihak swasta dan
lembaga swadaya masyarakat. Daerah juga perlu mendorong
terjadinya koordinasi dan kerjasama antar wilayah dalam
pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan yang
melibatkan dua atau lebih wilayah yang berbeda. Penting juga
diperhatikan adalah kesiapan pemerintah daerah dalam
menyediakan data dan informasi yang mudah diakses oleh
masyarakat serta berperan sebagai mitra konsultasi dalam
pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.
Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat yang telah berjalan
selama ini, baik yang dilakukan oleh masyarakat sendiri,
organisasi masyarakat setempat, perguruan tinggi, dan
lembaga swadaya masyarakat perlu terus dikembangkan.

“Sistem Penyediaan Air Minum” 51


2.3.9 Peran Aktif Masyarakat
Seluruh masyarakat harus terlibat secara aktif dalam setiap
tahapan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.
Namun demikian mengingat keterbatasan ruang dan waktu
maka keterlibatan tersebut dapat melalui mekanisme
perwakilan yang demokratis serta mencerminkan dan
merepresentasikan keinginan dan kebutuhan mayoritas
masyarakat.
2.3.10 Pelayanan Optimal dan tepat Sasaran
Pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan harus
optimal dan tepat sasaran. Yang dimaksud dengan optimal
adalah kualitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan masyarakat, dan nyaman serta terjangkau semua
lapisan masyarakat. Oleh sebab itu, pilihan jenis pelayanan air
minum dan penyehatan lingkungan harus ditawarkan kepada
masyarakat pengguna agar masyarakat dapat
memanfaatkannya sesuai dengan pilihannya. Tepat sasaran
diartikan sebagai cakupan pelayanan prasarana dan sarana air
minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun sesuai
dengan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.
2.3.11 Penerapan Prinsip Pemulihan Biaya
Kapasitas dan kemampuan anggaran pemerintah (pusat dan
daerah) yang ada tidak mencukupi untuk terus membangun
dan mengelola prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan bagi seluruh masyarakat. Untuk
menunjang keberlanjutan pelayanan maka pembangunan dan
pengelolaan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan
perlu memperhatikan prinsip pemulihan biaya (cost recovery).
Dengan demikian, pembangunan air minum dan penyehatan
lingkungan yang berbasis masyarakat perlu memperhitungkan
seluruh komponen biaya dalam pembangunan mulai biaya
perencanaan, pembangunan fisik, dan operasi pemeliharaan
52 “Sistem Penyediaan Air Minum”
serta penyusutannya (depreciation). Besaran iuran atas
pelayanan air untuk menutup minimal biaya operasional,
harus disepakati oleh masyarakat pengguna sesuai dengan
tingkat kemampuan/daya beli masyarakat setempat (miskin,
menengah, dan kaya).
Untuk itu dalam tahapan pembangunan air minum dan
penyehatan lingkungan penerapan prinsip pemulihan biaya
harus dikomunikasikan secara terbuka kepada semua pihak
yang berkepentingan (stakeholders) terutama masyarakat
pengguna, agar mereka mengetahui besarnya nilai investasi
dalam pembangunan prasarana dan sarana tersebut.
Selanjutnya diharapkan masyarakat dapat memilih alternatif
sistem yang terjangkau dan masyarakat memiliki pemahaman
untuk memelihara prasarana dan sarana yang dibangun.

“Sistem Penyediaan Air Minum” 53


54 “Sistem Penyediaan Air Minum”
Bab 3
STRATEGI PENGEMBANGAN
SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH
Strategi pelaksanaan kebijakan pembangunan air minum
merupakan bagian dari kebijakan umum. Strategi ini
memberikan kerangka umum untuk mewujudkan
keberlanjutan dan penggunaan prasarana dan sarana air
minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun secara
efektif untuk mewujudkan kualitas hidup masyarakat yang
lebih baik. Strategi-strategi ini saling terkait satu dengan
lainnya, komprehensif, serta berorientasi kepada
operasionalisasi kebijakan dan pencapaian tujuan. Strategi
pelaksanaan berdasar pendekatan tanggap kebutuhan
ditampilkan dalam Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Strategi Kebijakan Air Minum

“Sistem Penyediaan Air Minum” 55


3.1. Strategi 1, Mengembangkan Kerangka Peraturan
Mengembangkan kerangka peraturan untuk mendorong
partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan
dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan.
a. Peraturan dibutuhkan untuk meningkatkan peran serta
masyarakat dan melindungi terjadinya penyimpangan
terhadap peran serta masyarakat pada semua tahapan
pembangunan, mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, dan
pengelolaan prasarana dan sarana yang dibangun.
b. Terobosan-terobosan peraturan perlu dilakukan untuk
mengakomodasikan pendekatan pembangunan prasarana
dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang
bertumpu kepada pendekatan tanggap kebutuhan (demand
responsive approach) dan pemberdayaan masyarakat.
Prinsip-prinsip good governance seperti akuntabilitas,
transparansi, kesetaraan, penegakan hukum, tanggap,
berwawasan ke depan, pengawasan, efisiensi dan
efektivitas, serta profesionalisme, menjadi dasar dalam
kerangka peraturan tersebut.
c. Mengingat proses pemberdayaan masyarakat memerlukan
waktu yang tidak dapat dibatasi oleh tahun anggaran maka
mekanisme penganggaran perlu memperhatikan kendala
tersebut. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pembaruan
mekanisme penganggaran yang terkait dengan proses
pemberdayaan masyarakat.
d. Selain itu, perlu disusun peraturan yang mengatur status
hukum prasarana dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan yang dibangun melalui anggaran bersama
(sharing), antara pemerintah dengan masyarakat; antara
anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya;
antara masyarakat dengan lembaga keuangan pemberi
bantuan(hibah) dan pinjaman; antara masyarakat dengan
56 “Sistem Penyediaan Air Minum”
organisasi masyarakat setempat atau lembaga swadaya
masyarakat, dan bentuk kerjasama keuangan antara
masyarakat dengan pihak lainnya. Hal lain yang juga perlu
diatur adalah mengenai pemindahan aset (transfer asset)
dari pemerintah kepada masyarakat.
3.2. Strategi 2, Meningkatkan Investasi
Meningkatkan investasi untuk pengembangan kapasitas
sumber daya masyarakat pengguna.
a. Melihat bahwa persoalan utama dalam pengelolaan
prasarana dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan adalah terbatasnya kapasitas sumber daya
manusia khususnya sumber daya masyarakat pengguna,
maka investasi untuk meningkatkan kapasitas sumber
daya manusia dalam program air minum dan penyehatan
lingkungan harus ditingkatkan. Peningkatan kapasitas
sumber daya manusia bagi masyarakat pengguna dapat
berbentuk bantuan teknis, penyediaan informasi pilihan,
dan fasilitasi dalam pembangunan prasarana dan sarana air
minum dan penyehatan lingkungan.
b. Bantuan teknis diperlukan untuk membuka wawasan
masyarakat terhadap pilihan-pilihan yang sesuai dengan
kapasitas dan kemampuan mereka, termasuk keuntungan
dan resiko yang harus dipikulnya. Pilihan-pilihan tersebut
meliputi aspek teknis, pembiayaan, kelembagaan, sosial
dan budaya kemasyarakatan, serta pelestarian lingkungan
hidup. Kapasitas pemerintah sebagai fasilitator juga perlu
ditingkatkan terutama kapasitas aparat pemerintah daerah
yang langsung berhubungan dengan masyarakat.
Peningkatan kapasitas pemerintah dilakukan melalui
pendidikan, pelatihan, seminar/lokakarya, studi banding
dan on the job training melalui interaksi langsung
dengan persoalan-persoalan di lapangan.

“Sistem Penyediaan Air Minum” 57


Pendanaan bagi peningkatan kapasitas sumberdaya
manusia bersumber pada anggaran Pemerintah Daerah,
pusat, atau kerjasama dengan pihak lain yang memiliki visi
yang sama dalam pembangunan air minum dan
penyehatan lingkungan di Indonesia.
3.3. Strategi 3, Menerapkan Pilihan Pembiayaan
Mendorong penerapan pilihan-pilihan pembiayaan untuk
pembangunan, dan pengelolaan prasarana dan sarana air
minum dan penyehatan lingkungan.
a. Dengan mengacu pada mekanisme pasar yang berprinsip
bahwa pengguna membayar seluruh biaya pelayanan
(user pay) maka masyarakat pengguna pelayanan air
minum dan penyehatan lingkungan harus membiayai
seluruh biaya pembangunan prasarana dan sarana air
minum dan penyehatan lingkungan, baik biaya
pembangunan maupun biaya operasi dan
pemeliharaannya.
b. Mengingat keterbatasan kemampuan pendanaan
pemerintah saat ini, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah memperbaiki cara pandang semua
pihak sehingga biaya pembangunan prasarana dan
sarana air minum dan penyehatan lingkungan harus
berdasarkan prinsip pemulihan biaya (cost recovery),
yang artinya semua komponen biaya harus
diperhitungkan dan harus ditanggung oleh pengguna.
c. Untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut masyarakat
harus diberikan pilihan-pilihan sistem pembiayaan yang
sesuai dengan kemampuan mereka melalui pemberian
sebanyak-banyaknya pilihan pembiayaan dalam
pembangunan prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan serta memfasilitasi proses
pemilihan alternatif terbaik oleh masyarakat, misalnya

58 “Sistem Penyediaan Air Minum”


melalui pola pendanaan bersama (cost sharing) antara
pemerintah pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat
dalam pembangunan air minum dan penyehatan
lingkungan seperti proyek WSLIC2, ProAir atau beberapa
proyek yang dikembangkan oleh LSM bersama
masyarakat. Peranan pihak luar (pemerintah, lembaga
donor, lembaga non-pemerintah) diperlukan untuk
meningkatkan wawasan masyarakat mengenai perlunya
alternatif pembiayaan dalam pembangunan prasarana
dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.
d. Pemerintah sebagai fasilitator juga berkewajiban
melakukan fasilitasi koordinasi antar pelaku air minum
dan penyehatan lingkungan di daerah, seperti kelompok
swadaya masyarakat, lembaga swadaya masyarakat,
donor, pihak swasta, termasuk pemerintah sendiri, guna
meningkatkan efisiensi pembiayaan pembangunan.
Koordinasi antar pelaku diharapkan dapat melakukan
sinergi dalam pembiayaan pembangunan air minum dan
penyehatan lingkungan.
3.4. Strategi 4, Menempatkan Kelompok Pengguna
Menempatkan kelompok pengguna dalam pengambilan
keputusan pada seluruh tahapan pembangunan serta
pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan.
a. Pengambilan keputusan dalam pembangunan prasarana
dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan di Kota
kecil dan kawasan perdesaan sebaiknya dilakukan pada
lapisan paling bawah, yaitu masyarakat
pengguna/penerima prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan. Mereka harus mampu
menentukan jenis pelayanan yang dibutuhkan, teknologi
yang diterapkan, pilihan pembiayaan, dan sistem
pengelolaannya termasuk jenis kelembagaannya.
“Sistem Penyediaan Air Minum” 59
b. Peningkatan kemampuan masyarakat dalam pengambilan
keputusan dilaksanakan melalui pemberdayaan
masyarakat dengan menggunakan prinsip partisipatif
(participatory approach) yang melibatkan seluruh lapisan
masyarakat. Pendekatan tanggap kebutuhan menuntut
masyarakat untuk memahami betul sistem air minum dan
penyehatan lingkungan sehingga mereka dapat memenuhi
kebutuhannya sesuai dengan kemampuannya.
3.5. Strategi 5, Meningkatkan Kemampuan Masyarakat
Meningkatkan kemampuan masyarakat di bidang teknik,
pembiayaan, dan kelembagaan, dalam pembangunan dan
pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan.
a. Menjadikan masyarakat sebagai pengambil keputusan
berarti memposisikan masyarakat sebagai penanggung
jawab utama dalam pelayanan air minum dan
penyehatan lingkungan. Kondisi ini harus disertai dengan
peningkatan kemampuan masyarakat dalam seluruh aspek,
khususnya bidang teknik, keuangan dan kelembagaan.
b. Dalam aspek teknik, masyarakat perlu dilatih untuk
mengenali dan memahami karakteristik teknologi yang
tepat guna serta sesuai dengan kondisi daerahnya. Untuk
itu, dukungan dalam bentuk bantuan teknis sangat
diperlukan, baik yang berasal dari pemerintah (pusat dan
daerah), perguruan tinggi, LSM, dan swasta.
c. Bantuan teknis kepada masyarakat diperlukan untuk
mengelola, mengoperasikan dan memelihara prasarana dan
sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang
dibangun sesuai dengan kaidah-kaidah teknis yang dapat
dipertanggungjawabkan.
d. Selain itu juga diperlukan pelatihan administrasi
pembukuan bagi kelompok masyarakat pengguna.

60 “Sistem Penyediaan Air Minum”


Pengetahuan administrasi pembukuan diperlukan untuk
menjamin transparansi di antara para pelaku.
Peningkatan kemampuan dalam pengelolaan administrasi
selain dilakukan melalui pelatihan juga dapat dilakukan
melalui kerjasama kelembagaan, studi banding, ataupun
melalui magang. Bagi pembangunan air minum dan
penyehatan lingkungan yang dibiayai melalui anggaran
non-pemerintah, seperti LSM, lembaga keuangan
internasional, perguruan tinggi, dan sebagainya perlu
adanya pelatihan administrasi pembukuan khusus yang
sesuai dengan tuntutan pemberi bantuan dan atau
pinjaman.
e. Dalam kaitan dengan pengembangan kelembagaan,
masyarakat perlu mengetahui struktur organisasi
pengelola prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan beserta fungsi dan tata kerjanya,
kaitan dengan lembaga lain sejenis, kaitan dengan
pemegang saham, tata cara pengembangan pelayanan
prasarana dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan beserta tata cara menggali dana yang
dibutuhkan, dan tata cara menyusun laporan keuangan
kepada masyarakat yang transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan.
f. Untuk mendukung hal-hal di atas maka diperlukan
pengaturan antara hak dan kewajiban antara pengelola dan
masyarakat pengguna. Pengaturan dan pembagian hak dan
kewajiban tersebut dikembangkan sendiri oleh
pengelola dan masyarakat pengguna, sedangkan
pemerintah berperan sebagai fasilitator untuk mendorong
tersusunnya peraturan tersebut serta
mendiseminasikannya kepada masyarakat luas.

“Sistem Penyediaan Air Minum” 61


3.6. Strategi 6, Menyususn NSPM (Norma, Standar, Pedoman
dan Manual)
Menyusun Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM)
sektor air minum dan penyehatan lingkungan sebagai upaya
memperbaiki kualitas pelayanan pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, operasi, pemeliharaan, dan pengelolaan.
a. Untuk meningkatkan kinerja program air minum dan
penyehatan lingkungan yang berbasis masyarakat,
diperlukan upaya perbaikan mekanisme perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian program. Penyediaan
bantuan teknis atau sejenisnya di tingkat kabupaten,
kecamatan, dan bahkan desa sangat diperlukan, guna
meningkatkan kemudahan bagi masyarakat melakukan
konsultasi teknis, serta mendapatkan informasi tentang
program prasarana dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan.
b. Terkait dengan hal tersebut maka NSPM (Norma, Standar,
Pedoman, dan Manual) menjadi alat yang efektif untuk
melaksanakan pembinaan teknis bagi masyarakat
pengguna.
c. Panduan tersebut juga mencakup aspek kelestarian
lingkungan, khususnya tata cara pelestarian sumber daya air
baik secara kuantitas yang berkaitan dengan pelestarian
lingkungan sumber air, maupun secara kualitas yang terkait
erat dengan tata cara pengelolaan limbah. Panduan ini
seyogyanya mudah dipahami dan dimengerti oleh
kalangan awam, serta menampilkan gambar yang
provokatif dan informatif.
d. Pendekatan dan teknik yang telah dimiliki dan
dipergunakan selama ini, seperti PRA (Participatory Rural
Appraisal), PHAST (Participatory Hygiene and
Sanitation Transformation), CMA (Community
62 “Sistem Penyediaan Air Minum”
Management Approach), MPA (Methodology for
Participatory Assessment) dalam berbagai proyek dapat
terus dikembangkan dan disebarluaskan.
3.7. Strategi 7, Mendorong Konsolidasi
Mendorong konsolidasi penelitian, pengembangan, dan
diseminasi pilihan teknologi untuk mendukung prinsip
pemberdayaan masyarakat.
a. Hingga saat ini telah banyak uji coba dan pemanfaatan
teknologi tepat guna di sektor air minum dan penyehatan
lingkungan, baik yang dilakukan oleh pemerintah
melalui lembaga penelitian, perguruan tinggi, lembaga
donor, lembaga swadaya masyarakat, bahkan kelompok
masyarakat sendiri. Namun demikian inventarisasi
terhadap teknologi tepat guna beserta kelebihan dan
kekurangannya belum pernah dilakukan.
b. Dalam rangka mendukung prinsip informed choice maka
kegiatan inventarisasi teknologi tepat guna tersebut perlu
dilakukan sehingga masyarakat dapat memanfaatkannya
sebagai pedoman dalam pembangunan prasarana dan
sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Agar
masyarakat mudah mengakses informasi-informasi
tersebut diperlukan kesiapan lembaga yang bertanggung
jawab terhadap kegiatan inventarisasi tersebut.
c. Kegiatan lain yang perlu ditingkatkan adalah sosialisasi dan
diseminasi hasil-hal penelitian dan pengembangan
tersebut kepada pemerintah baik pusat maupun daerah,
masyarakat dan pelaku lain di bidang air minum dan
penyehatan lingkungan.

“Sistem Penyediaan Air Minum” 63


3.8. Strategi 8, Mengembangkan Motivasi Masyarakat
Mengembangkan motivasi masyarakat melalui pendidikan
formal dan informal.
a. Motivasi yang melatarbelakangi timbulnya kebutuhan
terhadap air minum berbeda dari motivasi yang
melatarbelakangi kebutuhan terhadap penyehatan
lingkungan. Praktek kegiatan pengelolaan penyehatan
lingkungan dan kebiasaan hidup sehat lebih bersifat
pribadi. Dengan sendirinya perubahan-perubahan yang
terjadi terletak di tingkat individu dan rumah tangga.
Implikasinya, jangka waktu yang diperlukan untuk
mewujudkan perbaikan dalam pelayanan penyehatan
lingkungan relatif lebih lama dibandingkan dengan
perbaikan pelayanan air minum. Hal ini disebabkan
pengelolaan penyehatan lingkungan memerlukan lebih
banyak waktu untuk mensosialisasikan pentingnya
perubahan perilaku hidup bersih dan sehat.
b. Upaya tersebut di atas dilaksanakan antara lain melalui
penyadaran masyarakat, pendidikan di sekolah, dan
pelatihan partisipatif yang melibatkan keluarga dan
masyarakat. Peningkatan kesadaran dan pengetahuan
masyarakat melalui metoda partisipatif terbukti efektif
dalam meningkatkan manfaat dan pelayanan bidang air
minum dan penyehatan lingkungan.
c. Untuk meningkatkan pemahaman (awareness) masyarakat
terhadap pentingnya air minum dan penyehatan
lingkungan maka penyadaran perlu diberikan sejak
sekolah dasar. Murid sekolah dasar diberikan contoh-
contoh dan gambar-gambar yang merangsang imajinasi
mereka dalam berperilaku hidup bersih dan sehat sehingga
mereka mempunyai bekal pengetahuan yang cukup pada
saat menginjak dewasa. Pendidikan lainnya juga dapat

64 “Sistem Penyediaan Air Minum”


dilakukan melalui majalah yang diterbitkan khusus yang
memuat pesan-pesan tentang kesehatan lingkungan,
pembahasan dan diskusi yang difasilitasi oleh guru-guru
yang sudah dilatih.
3.9. Strategi 9, Meningkatkan Pelestarian dan Pengelolaan
Lingkungan
Meningkatkan pelestarian dan pengelolaan lingkungan,
khususnya sumber daya air.
a. Untuk keberlanjutan pelayanan air minum dan penyehatan
lingkungan maka sumber daya air yang meliputi air
permukaan, air tanah baik air tanah dalam maupun
dangkal, dan mata air perlu mendapatkan perhatian dalam
penyusunan kebijakan, strategi, dan program air minum
dan penyehatan lingkungan. Kesadaran bahwa daya
dukung lingkungan mempunyai batas perlu
disebarluaskan, serta harus diikuti dengan pengadaan
peraturan perundangan dan penegakan hukum yang ketat.
Selain itu perlu diterapkan pula sistem insentif, reward dan
dis-insentif bagi para pelaku yang terlibat pada
pemanfaatan sumber daya air.
b. Terkait dengan upaya menyelamatkan kelestarian
sumber daya air maka diperlukan strategi terpadu untuk
meningkatkan kualitas lingkungan, melalui perlindungan
kawasan penyangga mata air, rehabilitasi wilayah
tangkapan air, pengurangan eksploitasi air tanah,
dan peningkatan pengelolaan air limbah dan persampahan.
c. Mengingat daya dukung lingkungan mikro untuk
menerima beban pencemaran dari air limbah, baik rumah
tangga ataupun industri kecil dan industri rumah tangga,
sangat terbatas dan jumlah penduduk terus bertambah
setiap tahunnya maka pengelolaan air limbah, baik rumah
tangga ataupun industri kecil dan industri rumah tangga
“Sistem Penyediaan Air Minum” 65
perlu ditingkatkan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menerapkan teknologi sederhana, tepat guna, akrab
lingkungan, dan mudah dikelola.
d. Kondisi yang sama juga didapati pada pengelolaan
persampahan. Dengan semakin tingginya laju
pertumbuhan penduduk maka jumlah timbulan sampah
yang dihasilkan semakin meningkat. Namun demikian luas
lahan yang tersedia sebagai tempat pembuangan akhir
(TPA) semakin terbatas. Implikasinya, masyarakat
seringkali membuang sampah ke badan air sehingga
mencemari badan air tersebut. Untuk itu diperlukan
upaya untuk menanggulangi persoalan tersebut, antara
lain melalui peningkatan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya upaya daur ulang (recycle), pengurangan
volume (reduce), dan penggunaan kembali (reuse). Untuk
itu diperlukan pengembangan dan pelaksanaan peraturan
perundangan (termasuk penegakan hukum) ataupun
penerapan sistem insentif, reward dan dis-insentif.
3.10. Strategi 10, Promosi
Mempromosikan perubahan pendekatan dalam pengelolaan
prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan,
dari pendekatan berdasarkan batasan administrasi menjadi
pendekatan system.
a. Pendekatan penanganan program air minum dan
penyehatan lingkungan yang berdasarkan batasan
administratif (wilayah perkotaan dan perdesaan) tidak
tepat lagi untuk diterapkan. Hal ini berdasarkan, bahwa
untuk mencapai pengelolaan air minum dan penyehatan
lingkungan yang efektif dan efisien serta mengatasi
keterbatasan sumber daya maka cakupan wilayah
pelayanan tidak dapat dibatasi oleh batas administrasi.

66 “Sistem Penyediaan Air Minum”


b. Kenyataan saat ini menunjukkan adanya kawasan
perkotaan yang memiliki karakteristik perdesaan dan tidak
terlayani oleh sistem perkotaan, seperti yang terjadi pada
wilayah pinggiran Kota, ataupun di kantong- kantong
permukiman di pusat Kota. Demikian halnya di kawasan
perdesaan, ada sistem yang cukup besar sehingga tidak
dapat dikelola oleh masyarakat, tetapi dipandang tidak
potensial untuk dikelola oleh lembaga formal yang sebagai
pengelola air minum dan penyehatan lingkungan di
perkotaan seperti PDAM, PDAL, Dinas Kebersihan.
c. Kekakuan dalam cara berpikir dan egoisme kewilayahan,
dengan berlindung kepada peraturan perundang-
undangan dalam era desentralisasi dan otonomi daerah,
menjadi kendala utama dalam pengembangan dan
peningkatan pelayanan air minum dan penyehatan
lingkungan. Kendala-kendala ini yang menyebabkan
rendahnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan air
minum dan penyehatan lingkungan selama ini, sehingga
masyarakat tidak dan belum mendapatkan pelayanan air
minum dan penyehatan lingkungan sebagaimana yang
diharapkan.
d. Untuk mengatasi kendala tersebut maka perlu adanya
perubahan pendekatan dalam pembangunan prasarana dan
sarana air minum danpenyehatan lingkungan dengan lebih
mensinergikan seluruh sumber daya antar daerah.
Pendekatan sistem regional dalam pembangunan prasarana
dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan
merupakan alternatif dan strategi terbaik untuk mengatasi
kendala sebagaimana tersebut diatas. Pendekatan sistem
regional harus terus dikembangkan untuk mengatasi
masalah secara komprehensif, integratif dan koordinatif.

“Sistem Penyediaan Air Minum” 67


3.11. Strategi 11, Meningkatkan Kualitas Sarana dan
Prasarana
Meningkatkan kualitas pengelolaan prasarana dan sarana air
minum dan penyehatan lingkungan yang dilakukan oleh
masyarakat pengguna.
a. Pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan oleh masyarakat pengguna pada
umumnya dilaksanakan melalui Unit Pengelola Sarana
(UPS). Lembaga tersebut, beserta sumber daya manusia,
perangkat lunak dan perangkat kerasnya, yang
menentukan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana
air minum dan penyehatan lingkungan yang dikelola oleh
masyarakat. Oleh sebab itu, keberadaan unit-unit
pengelola sarana ini sangat diperlukan.
b. Dalam rangka mendukung prinsip keberlanjutan pelayanan
air minum dan penyehatan lingkungan kepada masyarakat
maka bantuan teknis kepada UPS perlu ditingkatkan,
antara lain melalui bantuan teknis, bantuan pengelolaan
administrasi, bantuan pengembangan sumber daya
manusia, dan bantuan pengembangan komunikasi yang
baik dengan masyarakat pengguna. Selain itu, guna
meningkatkan kualitas pelayanan lembaga tersebut perlu
diberikan peningkatan keterampilan pemeriksaan kualitas
air secara sederhana.
c. Peningkatan kualitas pengelolaan juga perlu dilakukan
terhadap sistem yang telah terbangun tetapi tidak
berkelanjutan. Upaya-upaya khusus yang dilakukan dapat
dilakukan melalui beberapa tahap; tahap pertama,
melakukan inventarisasi atas sistem yang tidak berfungsi,
tahap kedua, melakukan kajian untuk menemukan
penyebab dari tidak berfungsinyasistem tersebut. Tahapan
yang terakhir adalah melakukan rencana kerja bersama
masyarakat pengguna untuk memperbaiki sistem tersebut
68 “Sistem Penyediaan Air Minum”
3.12. Strategi 12, Meningkatkan Kepedulian Masyarakat
Meningkatkan kepedulian masyarakat pengguna.
a. Penggunaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana air
minum dan penyehatan lingkungan akan efektif apabila
prasarana dan sarana yang dibangun mudah
dioperasikan, mudah dipelihara, serta memenuhi prinsip
kesetaraan, yaitu dapat bermanfaat bagi setiap anggota
masyarakat. Untuk itu diperlukan upaya untuk melibatkan
masyarakat secara aktif dalam setiap tahapan
pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.
b. Keterlibatan masyarakat secara aktif pada setiap tahapan
merupakan upaya untuk meningkatkan rasa memiliki
masyarakat terhadap prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan serta sebagai upaya melakukan
perubahan perilaku masyarakat secara bertahap. Rasa
memiliki dari masyarakat akan melahirkan kepedulian
dalam memelihara prasarana dan sarana yang dibangun.
Lebih luas lagi, kepedulian masyarakat perlu didorong
bukan saja dalam memelihara prasarana dan sarana, tetapi
juga dalam menjaga keberlanjutan sumber air baik kuantitas
maupun kualitasnya, dan menerapkan perilaku hidup
bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari.
c. Kepedulian masyarakat tersebut perlu dibangun dan
dibangkitkan dengan upaya-upaya kampanye penyadaran
tentang pentingnya air minum dan penyehatan lingkungan
bagi kesehatan dan kesejahteraannya.
3.13. Strategi 13, Menerapkan Upaya Khusus
Menerapkan upaya khusus pada masyarakat yang kurang
beruntung untuk mencapai kesetaraan pelayanan air minum
dan penyehatan lingkungan.
a. Air minum dan penyehatan lingkungan pada dasarnya
merupakan sektor yang bersifat tidak diskriminatif. Semua
“Sistem Penyediaan Air Minum” 69
orang berhak mendapatkan pelayanan air minum dan
penyehatan lingkungan. Perbedaan tingkat pelayanan
terjadi karena adanya perbedaan tingkat kebutuhan dan
kemampuan untuk mendapatkan pelayanan.
b. Perbedaan tingkat kebutuhan, biasanya terjadi karena
adanya ketidaksamaan kualitas pelayanan yang ingin
diperoleh masyarakat. Untuk mengatasi perbedaan
kemampuan untuk mendapatkan pelayanan air minum dan
penyehatan lingkungan dapat diatasi antara lain melalui
penawaran pilihan pelayanan yang memungkinkan
masyarakat mendapatkan pilihan yang sesuai dengan
kemampuannya. Khusus untuk masyarakat yang kurang
beruntung perlu dibantu baik oleh kelompok
masyarakatnya sendiri yang lebih mampu, pihak
pemerintah, maupun pihak lain yang terkait.
c. Kesenjangan yang terjadi saat ini tidak hanya terjadi pada
tingkat pelayanan, namun juga kesenjangan dalam
berpartisipasi. Pada umumnya yang kurang/tidak dapat
berpartisipasi secara aktif adalah masyarakat yang kurang
beruntung baik miskin atau cacat dan perempuan.
d. Dalam upaya keberlanjutan pelayanan air minum dan
penyehatan lingkungan, kesenjangan berpartisipasi dalam
seluruh tahapan pembangunan harus dihilangkan. Oleh
karenanya diperlukan upaya- upaya khusus untuk
mendorong masyarakat yang kurang beruntung dan
perempuan dapat berpartisipasi secara aktif antara lain
dengan membangkitkan keberanian masyarakat kurang
beruntung dan perempuan untuk mengemukakan
pendapatnya. Upaya untuk mendorong keberanian
masyarakat dapat dilakukan dengan cara pendekatan sosio-
kultural.

70 “Sistem Penyediaan Air Minum”


3.14. Strategi 14, Pola Monitoring dan Evaluasi
Mengembangkan pola monitoring dan evaluasi hasil
pembangunan prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan yang berorientasi kepada pencapaian
tujuan dan ketepatan sasaran.
a. Sasaran dan tujuan pembangunan prasarana dan sarana
air minum dan penyehatan lingkungan dapat dicapai
dengan penguatan sistem pembangunan prasarana dan
sarana air minum dan penyehatan lingkungan itu sendiri,
yang dimulai dengan perencanaan, pelaksanaan,
pengelolaan, serta monitoring dan evaluasi sebagai umpan
balik untuk mengetahui keberhasilan program. Untuk itu,
perlu dilakukan penyempurnaan sub sistem monitoring dan
evaluasi yang selama ini dipergunakan agar lebih
berorientasi kepada penilaian pencapaian tujuan.
b. Pola monitoring dan evaluasi yang berorientasi kepada
pencapaian target fisik sebagaimana dilakukan selama ini
seringkali menghasilkan data dan informasi yang keliru
(tidak tepat) mengenai tingkat pelayanan air minum dan
penyehatan lingkungan. Hal ini disebabkan karena pola
monitoring dan evaluasi tersebut tidak memperhatikan
tingkat pemanfaatan dan pelayanan prasarana dan sarana
air minum dan penyehatan lingkungan yang dilakukan oleh
masyarakat.
3.15. Strategi 15, Komponen Kegiatan Monitoring dan
Evaluasi
Mengembangkan komponen kegiatan monitoring dan evaluasi
dalam empat tingkat.
a. Pada dasarnya monitoring dan evaluasi adalah suatu
proses arus informasi timbal balik antara kegiatan yang
terjadi di lapangan dengan desain awal program yang
dilakukan oleh pihak pemrakarsa, baik di pemerintah
“Sistem Penyediaan Air Minum” 71
pusat maupun Pemerintah Daerah. Dalam prakteknya
pemrakarsa tidak melakukan proses tersebut sehingga
arus informasi yang diharapkan tidak terjadi sehingga
tidak bisa dilakukan umpan balik terhadap desain awal
program. Banyak penyebab timbulnya kemacetan
dalam arus informasi, antara lain tidak adanya
kesepakatan dan kesadaran mengenai perlunya
monitoring dan evaluasi dilakukan, ketidaksiapan
perangkat lunak dan keras untuk mendukung proses
tersebut, tumpang tindihnya kewenangan antar tingkat
pemerintahan.
b. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan sistem
monitoring dan evaluasi yang dimulai pada tingkat
paling bawah yaitu masyarakat pengguna, kemudian
dikelompokkan pada tingkat pemerintahan paling
bawah hingga pemerintah pusat
3.16. Strategi 16, Indikator Kinerja
Mengembangkan dan menyebarluaskan indikator kinerja
pembangunan prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan Sebagai tindak lanjut dari perlunya
penyempurnaan sistem monitoring dan evaluasi adalah
perlunya penyusunan dan penyebarluasan indikator-indikator
kinerja pembangunan prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan. Indikator kinerja tersebut dibutuhkan
sebagai sarana untuk terus melakukan monitoring hasil
pembangunan prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan pada setiap tahapan secara
berkesinambungan sehingga pencapaian tujuan dalam setiap
tahapan dapat diketahui. Pada tingkat nasional, indikator
kinerja pembangunan prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan disusun secara generic sehingga dapat
dimasukkan muatan-muatan lokal sesuai karakteristik daerah.

72 “Sistem Penyediaan Air Minum”


Namun demikian memastikan adanya indikator partisipatif
dalam proyek Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
(AMPL) penting untuk dilakukan antara lain:
a. Kebijakan nasional ini bersifat umum sehingga dalam
pelaksanaan dibutuhkan suatu penterjemahan yang lebih
operasional dari pihak yang berkesinambungan. Adopsi
dan adaptasi kebijakan nasional akan berbeda di setiap
daerah, disesuaikan dengan karakteristik dan
permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing daerah.
b. Kebijakan nasional ini perlu dijabarkan lebih lanjut oleh
masing-masing instansi teknis terkait sebagai panduan
dalam operasionalisasi kebijakan dalam pembangunan air
minum dan penyehatan lingkungan. Sebagaimana dalam
penyusunan kebijakan maka penjabaran kebijakan dalam
bentuk rencana strategis sektoral yang disusun oleh instansi
teknis harus tetap melibatkan seluruh stakeholder dan
dilaksanakan melalui pendekatan partisipatif
c. Selain itu, rencana strategis sektoral juga harus mampu
mengadopsi karakteristik dan budaya yang dimiliki oleh
masing-masing daerah di Indonesia, sehingga tidak terjadi
lagi generalisasi pelaksanaan pembangunan air minum dan
penyehatan lingkungan yang menjadi penyebab utama
dalam kegagalan keberlanjutan pelayanan prasarana dan
sarana air minum dan penyehatan lingkungan.

“Sistem Penyediaan Air Minum” 73


74 “Sistem Penyediaan Air Minum”
Bab 4
RENCANA PENGEMBANGAN
KELEMBAGAAN SISTEM PENYEDIAAN
AIR BERSIH
4.1. Lembaga Penyelenggara SPAM
Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan
membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik
(teknik) dan non-fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan,
peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh
untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada
masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Rencana
Pengembangan Kelembagaan Penyelenggaraan SPAM
meliputi beberapa hal pokok yaitu bentuk badan pengelola dan
struktur organisasi. Sumber daya manusia baik jumlah maupun
kualifikasinya dan penempatan tenaga kerja yang disesuaikan
dengan latar belakang pendidikannya serta mengacu pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelembagaan
penyelenggara air minum sekurang-kurangnya memiliki:
a. Organisasi meliputi struktur organisasi kelembagaan dan
personil pengelola unit SPAM;
b. Tata laksana meliputi uraian tugas pokok dan fungsi, serta
pembinaan karir pegawai penyelenggara SPAM; dan
c. Kelembagaan penyelenggara SPAM harus dilengkapi
dengan sumber daya manusia yang kompeten di bidang

“Sistem Penyediaan Air Minum” 75


pengelolaan SPAM sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
Untuk itu pengkajian pengembangan dan kelayakan
kelembagaan SPAM Selatan dilakukan terhadap sumber daya
Manusia (tingkat pendidikan, kualitas), struktur organisasi dan
penempatan kerja sesuai dengan latar belakang pendidikannya
mengacu pada peraturan dan perundang-undangan, dan
alternatif kelembagaan SPAM dengan model kerjasama dengan
pemerintah, masyarakat maupun pihak swasta.
Jenis dan bentuk kelembagaan sebagai pengelola SPAM dari
sebuah sistem penyediaan air minum yang dibangun sangat
bergantung pada kemampuan karakteristik daerah. Dengan
kata lain kelembagaan SPAM pada suatu daerah adalah bersifat
kondisional sehingga jenis dan bentuk lembaga pengelola dari
suatu daerah dengan daerah lain tidak selalu sama. Namun ada
hal sangat mendasar yang harus dipenuhi untuk setiap pilihan
yang diambil. Lembaga pengelola harus dapat beroperasi
dengan baik dan berkelanjutan dalam melaksanakan layanan
air minum pada konsumen atau pelanggan. Untuk itu
pengembangan kelembagaan suatu SPAM yang dibangun
diarahkan untuk tujuan sebagai berikut:
a. Terpenuhinya kebutuhan air minum bagi pelanggan sesuai
prinsip tepat kuantitas, kualitas dan kontinuitas
b. Memaksimalkan pelayanan bagi pelanggan.
c. Meminimalkan biaya operasi dan pemeliharaan SPAM.
d. Memajukan kesejahteraan pelanggan pada khususnya dan
masyarakat umumnya.
e. Ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam
mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur
4.1.1. Pola Penataan Kelembagaan
Pengelolaan SPAM seharusnya dilaksanakan oleh beberapa
lembaga pengelola dan merujuk pada beberapa hal yaitu:
76 “Sistem Penyediaan Air Minum”
A. Dasar Hukum
UUD 1945 pasal 33 ayat 3: “Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
1. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah: bahwa
pemberian kewenangan otonomi kepada Daerah
Kabupaten/Kota didasarkan asas desentralisasi dalam
wujud otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab dan
keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintah
serta meningkatkan kemandirian daerah otonom.
a. Pasal 8, Kewenangan Pemerintah yang diserahkan
kepada Daerah dalam rangka desentralisasi harus
disertai dengan penyerahan dan pengalihan
pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya
manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan.
b. Pasal 11 ayat 2, Bidang pemerintah yang wajib
dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Kota meliputi
diantaranya Bidang PU (termasuk Air Minum), industri
dan perdagangan
2. UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan pasal 3 ayat 2:
bahwa Negara memberi wewenang kepada Pemerintah
untuk mengelola serta mengembangkan pemanfaatan air
dan atau sumber-sumbernya.
3. UU No. 13 Tahun 2001, tentang Pembentukan Kota Bau-
Bau, pasal 8 ayat (2), Kewenangan wajib, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), terdiri atas pekerjaan umum,
kesehatan, pendidikan ….. dst
4. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal
1, ayat 5, Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan.

“Sistem Penyediaan Air Minum” 77


5. PP No. 14 Tahun 1987 pasal 4 huruf c angka 10 mengatur
bahwa Pemerintah Pusat menyerahkan kepada Pemerintah
Daerah, tanggungjawab pembangunan, pemeliharaan dan
pengelolaan prasarana dan sarana penyediaan Air Minum

Gambar 4.1. Prinsip Dasar Pola Penataan Kelembagaan


B. Kondisi Eksisting Pelayanan SPAM
Kondisi nyata pelayanan SPAM harus diketahui dan dikaji
guna melakukan identifikasi terhadap langkah-langkah
alternatif penanganan masalah atau solusinya.
4.1.2. Alternatif Pengembangan Lembaga Penyelenggara
PP 16/2005, menyebutkan bentuk alternatif lain kelembagaan
pengelolaan SPAM bisa dalam bentuk:
1. BLU (Badan Layanan Umum),
2. BUMD (Badan Usaha Milik Daerah /PDAM),
3. BUMN (Badan Usaha Milik Negara),
4. KSM (kelompok Swadaya Masyarakat).

78 “Sistem Penyediaan Air Minum”


5. BUS (Badan Usaha Milik Swasta), Koperasi,
Untuk lebih jelasnya tentang lembaga penyelenggara SPAM
dapat dilihat dari uraian dibawah ini.
a. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
BLUD merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
atau unit kerja SKPD yang ada di lingkungan Pemerintah
Daerah. BLUD dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat tanpa mengutamakan mencari
keuntungan. Dan dalam melaksanakan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Selain
itu sumber pendanaan BLUD bisa diperoleh dari beberapa
sumber seperti dari APBN/APBD, hibah, hasil kerjasama
dengan pihak lain, dan pendapatan lain yang sah.
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Badan usaha milik daerah (BUMD) adalah perusahaan
daerah yang didirikan berdasarkan Peraturan Daerah
dimana seluruh modal atau sebagiannya dimiliki oleh daerah
yang merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan. BUMD
bersifat semi profit karena selain bersifat komersial segi sosial
juga mendapat perhatian yang sangat besar, sehingga dalam
penetapan tarif biasanya menggunakan prinsip subsidi
silang.
Edaran Dirjen Cipta Karya No. 01/SE/DJCK/2008, bagi
SPAM IKK yang dibangun di kabupaten yang mempunyai
PDAM sehat, maka pengelolaannya diarahkan ke PDAM.
Namun bagi SPAM IKK yang dibangun di kabupaten
dengan PDAM kurang sehat/sakit dan daerah Kabupaten
yang belum terbentuk PDAM maka diperlukan alternatif
lembaga penyelenggara. Alternatif pemilihan lembaga
penyelenggaraan SPAM , mengacu pada jenis barang
layanan, dan kondisi sebagai berikut:

“Sistem Penyediaan Air Minum” 79


Tabel 4.1. Alternatif Pemilihan Penyelenggara SPAM

Sumber: Buletin Cipta Karya-04/Tahun VII/2010


Untuk penyelenggara berbentuk koperasi atau badan usaha
swasta, berdasarkan PP 16/2005 dapat berperan serta dalam
penyelenggaraan pengembangan SPAM pada daerah, wilayah
atau kawasan yang belum terjangkau pelayanan UPTD, BLUD,
dan BUMD/BUMN. Perbandingan PDAM, UPTD dan BLUD.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.

80 “Sistem Penyediaan Air Minum”


Tabel 4.2. Perbandingan PDAM, UPTD dan BLUD dalam
Pengembangan SPAM

“Sistem Penyediaan Air Minum” 81


Lanjutan Tabel 4.2.

Sumber: PP 16/2005
a. Badan Usaha Milik Nasional (BUMN)
Badan usaha milik daerah (BUMN), mirip dengan BUMD,
yang membedakannya adalah bahwa perusahaan ini adalah
perusahaan nasional yang didirikan berdasarkan Peraturan
pemerintah pusat dimana seluruh modal atau sebagiannya
dimiliki oleh negara yang merupakan kekayaan negara yang
dipisahkan. BUMN pun bersifat semi profit karena selain
bersifat komersial segi sosial juga mendapat perhatian yang
sangat besar, dan dalam penetapan tarifnya pun biasanya
menggunakan prinsip subsidi silang, BUMN untuk
82 “Sistem Penyediaan Air Minum”
pengelolaan SPAM di Indonesia belum ada, akan tetapi
layanan umum sejenis lainnya seperti listrik (PLN), telpon
(Telkom), Gas (PGN), Jalan bebas hambatan (Jasa marga)
merupakan layanan umum dalam bentuk BUMN.
b. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)
Model pengelolaan SPAM oleh Kelompok Swadaya
masyarakat bisa diterapkan untuk kondisi sebagai berikut:
1. Wilayah pelayanan SPAM jauh dari jangkauan pengelola
air minum kabupaten, sehingga lebih efisien jika dikelola
oleh masyarakat dengan pengawasan dan pembinaan dari
pemerintah daerah.
2. Sistem SPAM yang skalanya terlalu kecil untuk dikelola
langsung oleh pemerintah daerah, sistem ini banyak
diimplementasikan melalui program program pemerintah
pusat seperti: Pamsimas, PMPN Mandiri, WSSLIC, CWSHP
3. Sistem SPAM yang dibangun melalui dana dana LSM, yang
memang tujuan utamanya adalah program pemberdayaan
masyarakat.
4. Sistem SPAM yang dibangun dengan prinsip CSR dari
perusahaan profit, yang memang tujuannya memberi dana
kompensasi kepada masyarakat, khususnya di sekitar
lokasi perusahaan
Fungsi organisasi pengelola SPAM pemerintah daerah dalam
kasus seperti ini sebaiknya difungsikan sebagai pembina yang
secara berkala melakukan berbagai pembinaan terhadap KSM
pengelola SPAM, selain pembinaan SDM, tugas untuk
monitoring sistem SPAM berbasis masyarakat ini harus rutin
dilakukan, sehingga fungsi yang ada akan berjalan optimal, dan
antisipasi jika terjadi masalah teknis / non teknis dapat segera
diatasi.

“Sistem Penyediaan Air Minum” 83


c. Badan Usaha Swasta (BUS)
1. Penyelenggara SPAM oleh Swastanisasi Penuh
Model swastanisasi Penuh dapat diterapkan bila semua biaya
pembangunan serta pengelolaan sepenuhnya dikuasai dan
dilaksanakan oleh swasta. Namun pengelolaan seperti ini harus
mempunyai jangka waktu tertentu yang berkisar antara 25-50
tahun. Swasta diberikan hak untuk memungut biaya atas jasa
yang diberikan, namun hak atas tanah, air dan aset lainnya
tetap dikuasai oleh Negara setelah jangka waktu konsesi
berakhir. Penguasaan selamanya oleh pihak swasta sulit
dilakukan, karena dengan alasan dan bertentangan dengan
UUD 45 pasal 33 ayat 3, yang menyatakan bahwa bumi, air,
tanah dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk
kepentingan rakyat. Badan usaha swasta yang mendapatkan
hak berdasarkan pelelangan, mengadakan perjanjian dalam
penyelenggaraan SPAM dengan Pemerintah Daerah sesuai
kewenangannya. Perjanjian penyelenggaraan SPAM paling
kurang memuat ketentuan sebagai berikut:
- Ruang lingkup penyelenggaraan;
- Standar teknis (kualitas, kuantitas dan tekanan air);
- Tarif awal dan formula perhitungan tarif;
- Jangka waktu penyelenggaraan; dan
- Hak dan kewajiban para pihak yang mengadakan perjanjian
Pedoman tentang tata cara pelelangan dan penyusunan
perjanjian penyelenggaraan SPAM dan tata cara penyerahan
aset, diatur lebih lanjut oleh pemerintah.
2. Model Kerjasama Pemerintah dan Swasta
Kemitraan atau KPS ini bisa dilakukan apabila investasi yang
ditanamkan untuk pembangunan SPAM Kabupaten
ditanggung bersama swasta. Dalam hal ini kedua pihak bisa

84 “Sistem Penyediaan Air Minum”


membuat perjanjian atau kesepakatan yang dituangkan dalam
perjanjian kerjasama, dimana tanggung jawab dan kepemilikan
sarana, prasarana, fasilitas lainnya serta penyediaan pelayanan
ditanggung bersama. Dalam kerjasama ini yang perlu
diperhatikan adalah kepemilikan saham, karena akan sangat
berpengaruh terhadap posisi masing-masing pihak dalam
mengambil suatu kebijakan perusahaan. Kerjasama seperti ini
bertujuan untuk memadukan keunggulan dan kemampuan
sumberdaya masing-masing pihak. Swasta biasanya unggul
dalam hal permodalan, teknologi dan kemampuan manajemen,
sehingga pengelolaan lebih efisien. Sedangkan dari pihak
Pemerintah Provinsi mempunyai kelebihan dalam hal
kewenangan dan jaminan kepercayaan masyarakat.
Pemerintah Provinsi dan swasta harus bekerja sama dari tahap
awal, mulai dari pembentukan lembaga sampai pada
pembangunan proyek. Semuanya harus berkontribusi mulai
dari pembiayaan studi kelayakan proyek sampai
mempersiapkan investasi pada perusahaan baru ketika telah
terbentuk
3. Model Kontrak Kerja
Pengelolaan seperti ini bisa dilakukan bila Pemerintah Daerah
tidak berniat melaksanakan pengelolaan SPAM. Sehingga
sebagian atau seluruh dari kegiatan ini diberikan kepada
swasta dengan sistem kontrak kerja (bisa berupa kontrak
pelayanan, operasi dan perawatan). Swasta diberikan
wewenang dan tanggungjawab oleh Pemerintah Provinsi
untuk melakukan kegiatan pelayanan, dengan prasarana serta
fasilitas yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan
standar pelayanan, harga dan dalam jangka waktu tertentu
sesuai dengan perjanjian kontrak kerja.

“Sistem Penyediaan Air Minum” 85


4.2. Sumber Daya Manusia
A. Organisasi dan Pegawai
PDAM yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Buton Selatan didukung dengan organisasi dan kepegawaian.
Organisasi PDAM tersebut terdiri dari:
1. Kepala Daerah (Bupati);
2. Dewan Pengawas; dan
3. Direksi (satu direksi, karena jumlah pelanggan kurang dari
30.000).
Jumlah Direksi ditetapkan berdasarkan jumlah pelanggan
PDAM dengan ketentuan sebagai berikut:
1. 1 (satu) orang Direksi untuk jumlah pelanggan sampai
dengan 30.000;
2. Paling banyak 3 (tiga) orang Direksi untuk jumlah
pelanggan dari 30.001 sampai dengan 100.000; dan
3. Paling banyak 4 (empat) orang Direksi untuk jumlah
pelanggan di atas 100.000.
Terkait dengan kebutuhan pegawai untuk mengelola air
minum perlu disiapkan dengan beberapa persyaratan dan
kualifikasi sesuai dengan jumlah pelanggan yang mengacu
pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2007.
Rencana kebutuhan pegawai dalam Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) Kabupaten Buton Selatan, meliputi:
1. Direktur (Pimpinan)
2. Kepala Bagian Administrasi dan Keuangan,
3. Kepala Bagian Teknik
B. Kualifikasi dan Kebutuhan Sumber Daya Manusia
Kualifikasi meliputi persyaratan umum dan persyaratan
khusus yang diperlukan untuk masing-masing bagian. Untuk

86 “Sistem Penyediaan Air Minum”


mengetahui kualifikasi organ dan pegawai PDAM, maka dapat
diperhatikan persyaratan sebagai sebagai berikut:
1. Dewan Pengawas
a. Dewan Pengawas berasal dari unsur pejabat
PEMDA, Profesional, dan/atauMasyarakat Konsumen
yang diangkat oleh Bupati;
b. Batas usia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun;
c. Calon Anggota Dewan Pengawas memenuhi
persyaratan:
- Menguasai manajemen PDAM;
- Menyediakan waktu yang cukup
d. Penentuan jumlah Dewan Pengawas
dilakukan berdasarkan asas efisiensi
pengawasan dan efektivitas pengambilan keputusan;
e. Jumlah Anggota ditetapkan berdasarkan jumlah
pelanggan, dengan ketentuan:
- Paling banyak 3 Orang untuk jumlah pelanggan
sampai dengan 30.000; dan
- Paling banyak 5 Orang untuk jumlah pelanggan
di atas 30.000.
f. Seorang di antaranya diangkat sebagai Ketua
merangkap anggota dan seorangsebagai Sekretaris
merangkap anggota.
g. Masa jabatan anggota Dewan Pengawas paling lama
3 tahun dan dapat diangkatkembali untuk 1 kali
masa jabatan

2. Direksi
a. Direksi diangkat oleh Bupati atas usul Dewan
Pengawas;
b. Batas usia Direksi yang berasal dari luar PDAM
pada saat diangkat pertama kaliberumur paling
tinggi 50 (lima puluh) tahun;

“Sistem Penyediaan Air Minum” 87


c. Batas usia Direksi yang berasal dari PDAM pada
saat diangkat pertama kali berumur paling tinggi 55
(lima puluh lima) tahun;
d. Jabatan Direksi berakhir pada saat yang
bersangkutan berumur paling tinggi 60 (enam
puluh) tahun;
e. Calon Direksi memenuhi persyaratan:
- Pendidikan minimal Sarjana Strata 1 (S-1);
- Pengalaman kerja 10 tahun bagi yang berasal dari
PDAM atau mempunyai pengalaman kerja
minimal 15 tahun bagi yang bukan berasal dari
PDAM yang dibuktikan dengan surat keterangan
(referensi) dari tempat bekerja sebelumnya
dengan penilaian baik;
- Lulus pelatihan manajemen air minum di dalam
dan di luar negeri yang telah terakreditasi
dibuktikan dengan sertifikasi atau ijazah;
- Membuat dan menyampaikan proposal
mengenai visi dan misi PDAM;
- Bersedia bekerja penuh waktu;
- Tidak terkait hubungan keluarga dengan
Gubernur, Bupati dan Dewan Pengawas atau
Direksi lainnya.
- Lulus uji kelayakan dan kepatutan yang
dilaksanakan oleh tim ahli dan atau tim
independen yang ditunjuk oleh Bupati.
f. Jumlah Direksi ditetapkan berdasarkan jumlah
pelanggan PDAM dan luas Wilayah pelayanan serta
lintas Kab/Kota, jumlah Direksi minimal 2 Orang
dan seorang di antaranya diangkat sebagai
Direktur Utama dengan mempertimbangkan asas
efisiensi dan efektivitas.
g. Masa jabatan Direksi selama 4 tahun dan dapat
diangkat kembali untuk 1 kali masajabatan;
88 “Sistem Penyediaan Air Minum”
h. Direksi dilarang memangku jabatan rangkap, yakni:
- Jabatan struktural atau fungsional pada
instansi/lembaga pemerintah pusatatau daerah;
- Anggota Direksi pada BUMD lainnya, BUMN,
dan Badan Usaha Swasta;
- Jabatan yang dapat menimbulkan benturan
kepentingan pada PDAM; dan/atau
- Jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
i. Direksi tidak boleh mempunyai kepentingan pribadi
secara langsung atau tidak langsung yang dapat
menimbulkan benturan kepentingan pada PDAM.
3. Pegawai
a. Pengangkatan personil PDAM harus memenuhi
persyaratan:
- Warga Negara Republik Indonesia;
- Berkelakukan baik dan belum pernah dihukum;
- Mempunyai pendidikan, kecakapan dan keahlian yang
diperlukan;
- Dinyatakan sehat oleh RSU yang ditunjuk oleh Direksi;
- Batas usia maksimal 35 (tiga puluh lima) tahun; dan
- Lulus seleksi.
- Pengangkatan personil dilakukan setelah melalui masa
percobaan paling cepat 3 bulan dan paling lama 6
bulan dengan ketentuan memenuhi daftar penilaian
kerja setiap unsur paling sedikit bernilai baik;
b. Direksi dapat mengangkat tenaga honorer atau tenaga
kontrak dengan pemberian honorarium yang besarnya
ditetapkan dengan Keputusan Direksi yang
berpedomanpada Upah Minimum Kabupaten/Provinsi;
c. Tenaga honorer atau tenaga kontrak tidak
diperbolehkan menduduki jabatan;

“Sistem Penyediaan Air Minum” 89


d. Batas usia pensiun personil PDAM 56 (lima puluh enam)
tahun.
4.3 Pelatihan
Untuk menyiapkan dan mendapatkan Sumber Daya Manusia
yang handal di bidang pengelolaan air minum, dibutuhkan
program pelatihan yang teratur dan terprogram. Selain itu
kegiatan studi banding dan on the job training ke lembaga
penyelenggara SPAM yang lebih maju sangat membantu untuk
meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia. Untuk
merancang kegiatan pelatihan yang harus dilakukan, guna
meningkatkan keterampilan dan keahlian masing-masing
bidang, maka dapat diperhatikan berikut ini :
Tabel 4.3. Kebutuhan Pelatihan

90 “Sistem Penyediaan Air Minum”


Lanjutan Tabel

“Sistem Penyediaan Air Minum” 91


92 “Sistem Penyediaan Air Minum”
DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1, 1986., Standar Perencanaan Irigasi, Kriteria


Perencanaan, Bagian Bangunan Utama KP-02,
Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan
Umum, CV Galang Persada, Bandung.

Anonim 2, 1986., Standar Perencanaan Irigasi, Kriteria


Perencanaan, Bagian Bangunan Utama KP-04,
Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan
Umum, CV Galang Persada, Bandung.

Anonim 3, 1986., Standar Perencanaan Irigasi, Kriteria


Perencanaan, Bagian Parameter Bangunan KP-06,
Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan
Umum, CV Galang Persada, Bandung.

Anonim 4, 1986., Petunjuk Perencanaan Irigasi Bagian


Penunjang Untuk Standar Perencanaan Irigasi,
Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan
Umum, CV Galang Persada, Bandung.

Anonim 5, 1986., Standar Perencanaan Irigasi, Tipe Bangunan


Irigasi B I-01, Direktorat Jenderal Pengairan Departemen
Pekerjaan Umum, CV Galang Persada, Bandung.

Boss, M.G, 1978., Discharge Measurement Structures,


International Institute for Land Reclamation and
Improvement / ILRI, Wageningen.

C.D Smith, 1978., Hydraulics Structures, University of


Saskatchewan Printing Services, Canada.

“Sistem Penyediaan Air Minum” 93


Hariana, F. 2000. Kajian Tentang Kualitas Air Sungai dan Air
Tanah Dangkal di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir
Sampah Sukosari Jumantono Karanganyar. Tesis. Pasca
Sarjana Ilmu Lingkungan UNS. Surakarta.

Hariyanto. 2018. Analisis Penerapan Sistem Irigasi Untuk


Peningkatan Hasil Pertanian di Kecamatan Cepu
Kabupaten Blora. Reviews in Civil Engineering,v.02, n.1,
p.29-34, Maret 2018.

Hariyanto. 2018. Analisis Penerapan Sistem Irigasi Untuk


Peningkatan Hasil Pertanian di Kecamatan Cepu
Kabupaten Blora. Reviews in Civil Engineering,v.02, n.1,
p.29-34, Maret 2018.

Kraatz D.B., Mahajan, K., 1975., Small Hydraulic Structures,


Irrigation and Drainage paper 26/2, Food And
Agriculture Organization, Rome.

Miswar Tumpu, ST., MT.: Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah


dan Air. IPB Press. Bogor.

Mukono,H. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan.


Surabaya: Airlangga University Press

Nensi Rosalina, 1989., Hidrolika Saluran Terbuka (terjemahan),


Erlangga, Jakarta.

Novak, P, 1981., Applied Hydraulics, International Institute for


Hydraulic and Environmental Engineering, Delf.

Nujumuddin. 2011. Analisis Kualitas Air Sumur Gali di


Kecamatan Sekarbela Kta Mataram-Nusa Tenggara
Barat. Tesis. Fakultas Ilmu Lingkungan - Universitas
Udayana.
94 “Sistem Penyediaan Air Minum”
Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pencemaran Air.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 tahun 1990,


Permenkes RI No.416/Menkes/Per/IX/1990 tentang
Syarat Kualitas Air Bersih dan Air Minum Bagi
Kesehatan.

Priyonugroho, A. 2014. Analisis Kebutuhan Air Irigasi (Studi


Kasus Pada Daerah Irigasi Sungai Air Keban Daerah
Kabupaten Empat Lawang). Jurnal Teknik Sipil dan
Lingkungan Vol. 2, No. 3, September 2014.

Said, N.I. 2002. Kualitas Air Minum dan Dampaknya Terhadap


Kesehatan. Pusat Pengkajian dan Penerapan
Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi, Jakarta.

Santosh Kumar Garg, 1978., Irrigation Engineering and


Hydraulic Structures, Khanna Publisher, New Delhi.

Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. ANDI.


Yogyakarta.

Tong, I. J., Chen, S. 2002. An Assessment of Dug-Well Water


Quality. Sustainable Development in Agriculture and
Environment vol (1).

United States Departement of The Interior Bereau of


Reclamation, 1974., Design of Small Dams, A Water
Resources Technical Publication, Oxford & IBH
Publishing CO, New Delhi.

“Sistem Penyediaan Air Minum” 95


Wardhana, W. A. 1999. Dampak Pencemaran
Lingkungan. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta.

96 “Sistem Penyediaan Air Minum”


BIODATA PENULIS

Ir. Tamrin Tamim, S.Pd., ST., MT., CP.NLP


lahir di Waole pada tanggal 14 Mei 1973.
Menempuh pendidikan S-1 Pendidikan
Ekonomi, di Universitas Dayanu Ikhsanuddin,
Baubau selesai tahun 1998. Kemudia
melanjutkan Sarjana Teknik Arsitektur pada
tahun 2006 di Universitas Borobudur Jakarta. Gelar S-2 (MT)
Teknik Perencanaan Prasarana diperoleh pada tahun 2017 di
Fakultas Sekolah Pascasarjana, Universitas Hasanuddin,
Makassar. Tahun 2020 mengikuti diklat sebagai Neo Neuro
Linguistic Programming (NNLP) melalui Lembaga
Pengembangan & Konsultansi Nasional-LPKN. Pada tahun
2020, mengikuti studi profesi Insinyur (Ir) di Universitas
Hasanuddin Makassar. Tahun 2019 – sekarang, sementara
melanjutkan studi S-3 ilmu teknik sipil di Universitas
Hasanuddin dengan bidang konsentrasi keairan. Karirnya
dimulai Pada tahun 1998 – sekarang sebagai Engineer maupun
Team Leader di berbagai macam proyek yang berkaitan dengan
Air baku dan Air bersih. Saat ini dipecayakan sebagai Direktur
PDAM Kabupaten Buton Selatan

Dr. Ir. Miswar Tumpu, ST., MT., CST lahir di


Ujung Pandang pada tanggal 23 Februari 1995.
Menempuh pendidikan S-1 Teknik Sipil, di
Universitas Hasanuddin Makassar, selesai
tahun 2016. Gelar S-2 (MT) Teknik Sipil
diperoleh pada tahun 2018 di Universitas
Hasanuddin, pada bidang konsentrasi Struktur Material. Pada
tahun 2019, mengikuti studi profesi Insinyur (Ir) di Universitas
“Sistem Penyediaan Air Minum” 97
Hasanuddin Makassar. Tahun 2020 mengukuti pelatihan
sebagai Construction Safety Trainer (CST) melalui Balai Jasa
Konstruksi Wilayah VI Provinsi Sulawesi Selatan. Tahun 2021
telah menyelesaikan studi S-3 ilmu teknik sipil dalam bidang
Eco Material dan Rekayasa Gempa Struktur di Universitas
Hasanuddin. Pada tahun 2019 bergabung menjadi Dosen di
Universitas Fajar. Aktivitas publikasi ilmiah baik nasional
maupun internasional terindeks scopus dimulai sejak tahun
2018.

98 “Sistem Penyediaan Air Minum”


SISTEM
PENYEDIAAN
AIR MINUM

No Anggota IKAPI : 022/SSL/2019


Workshop : JL. Rappocini Raya Lr.II A No 13 Kota Makassar
Redaksi : JL. Muhktar dg Tompo Kabupaten Gowa
Perumahan Nayla Regency Blok D No 25
Telp. (0411) 8987659
https://toharmedia.co.id

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai