PENDAHULUAN
I-1
PENDAHULUAN I-2
maupun kurangnya pendanaan untuk pengembangan sistem pengembangan sistem
yang sudah ada (Direktorat Cipta Karya, 2010).
Kerangka pembangunan yang berkaitan dengan perubahan situasi dunia
yang semula menggunakan konsep MDGs sekarang diganti menjadi Sustainable
Development Goals (SDGs). SDGs merupakan sebuah dokumen yang akan menjadi
sebuah acuan dalam kerangka pembangunan dan perundingan negara-negara di
dunia yang memiliki 17 tujuan dengan 169 capaian yang terukur sebagai agenda
pembangunan dunia untuk kemaslahatan umat manusia. Tujuan ini dicanangkan
bersama-sama oleh negara-negara dunia pada resolusi PBB yang diterbitkan pada
21 Oktober 2015 sebagai ambisi pembangunan bersama hingga tahun 2030. Tujuan
yang ingin dihasilkan dalam pertemuan tersebut adalah memperoleh tujuan bersama
yang universal yang mampu memelihara keseimbangan tiga dimensi pembangunan
berkelanjutan : lingkungan, sosial dan ekonomi (Badan Pusat Statisik, 2014).
2.1 Umum
Tingkat pengolahan air bergantung kepada kualitas air baku dan hasil akhir
yang diinginkan. Karena tingkat pengolahan menentukan jumlah dan tipe unit
operasi dan unit proses yang digunakan, maka terdapat sejumlah rangkaian
pengolahan yang biasa digunakan dalam pengolahan air.
Pada umumnya, sebuah bangunan pengolah air minum terdiri atas unit
operasi dan unit proses. Unit operasi dan unit proses merupakan suatu unit yang
mengolah air minum secara fisik, kimia dan biologi bergantung kepada
kegunaannya. Unit operasi ialah suatu unit yang digunakan untuk mengolah air
minum secara fisik sedangkan unit proses ialah suatu unit yang digunakan untuk
mengolah air minum secara kimia.
Beberapa contoh unit operasi ialah sedimentasi, flotasi dan media filter
berbutir. Beberapa contoh unit proses ialah koagulasi, flokulasi, penyerapan
karbon, pertukaran ion dan klorinasi.
Batasan dan peraturan pada desain bangunan pengolahan air minum harus
benar-benar diperhatikan salah satunya dengan memperhatikan faktor pembatasnya
yaitu kondisi ekonomi, fisik, kimia, iklim, geologi, sosiologi, peraturan setempat,
estetika dan lain sebagainya.
Sedangkan dasar untuk memilih alternatif proses pengolahan yang
dilakukan ditentukan oleh beberapa hal yaitu:
1. Karakteristik air baku.
2. Hasil akhir kualitas yang diinginkan.
3. Tersedianya perlengkapan utama pemeliharaan setelah konstruksi selesai.
4. Kemampuan operator dan para petugas lainnya dalam memelihara alat.
II– 1
TINJAUAN PUSTAKA II-2
❖ Lokasi
Sedekat mungkin dengan tepian air namun ditempatkan dimana kedalaman
air minimum 10 ft (3 m) dengan pengecualian intake berukuran kecil.
❖ Bentuk dan Ukuran
Bagian puncak tower mempunyai ketinggian minimal 5 ft (1,5 m) diatas
permukaan air tertinggi. Jembatan penghubung juga mempunyai ketinggian
yang sama. Diameter dalam tower harus cukup besar untuk meletakkan dan
memperbaiki pintu intake dan pompa.
❖ Struktur
Material yang dipergunakan untuk membangun tower harus kuat dan tahan
lama seperti ranforced concread dan harus dibangun diatas pondasi yang
kokoh.
2. Shore Intake
❖ Lokasi
Ditempatkan pada ketinggian air minimum 6 ft (1,8m).
❖ Tipe
Shore intake tipikal – tipe sumur shipon, tersuspensi, terapung,tergantung
situasi.
❖ Struktur
Tergantung tipe intake, tetapi pada dasarnya sama dengan intake tower.
3. Intake Crib
❖ Lokasi
Lebih dari 10 ft (3 m) dari permukaan dan terletak dilokasi dimana intake
Crib tidak akan terbenam oleh sedimen, terbawa aliran atau terganggu oleh
es.
❖ Struktur
Terletak pada area dimana ketinggian air lebih dari 10 ft. Puncak intake
harus berada 3 ft dari dasar. Jika ketinggian air < 10 ft Crib harus diletakkan
dibawah dasar sungai sejauh 1 – 3 ft. Semua sisi harus dilindungi dengan
tembok, batu atau lempengan beton. Kecepatan maximum aliran yang lewat
0,25 - 0,5 fps (0,08 - 0,15 m/s).
2.2.2 Screen
Screen ditempatkan pada intake dari sungai, danau, dan reservoir pada
instalasi pengolahan air atau pada sumur (air tanah) dimana digunakan untuk
menyisihkan kotoran yang dapat masuk ke instalasi pengolahan air.
Screen merupakan unit operasi pertama pada sistem pengolahan air minum.
Pada prinsipnya alat ini bekerja dengan cara menginterupsi aliran airatau dalam
pengertian lain yaitu dengan memasang kisi-kisi penghalang dengan jarak antar
kisi tertentu pada saluran.
Elemen screen dapat berbentuk batang-batang paralel, tongkat atau kawat,
kisi-kisi, kawat jala (wire mesh) atau piringan dengan lubang-lubang (perforated
plate). Bentuk bukaan bisa berbagai macam, namun umumnya berbentuk
lingkaran dan batang.
padat halus yang mungkin masih terbawa oleh air dari saringan kasar
misalnya pasir, batuan kecil, dan kerikil.
5. Saringan Mikro
Saringan mikro (microscreen) memiliki lubang saringan ukuran 0,001 mm
samapi 0,3 mm. Saringan mikro baiasanya digunakan untuk menyaring
benda-benda padat halus yang berasal dari air tanah.
2.2.3 Prasedimentasi
Prasedimentasi ialah bak pengendap dengan waktu detensi yang relatif
lama. Pada bak prasedimentasi terjadi penyisihan partikel-partikel suspensi pada air
yang memiliki kekeruhan tinggi dengan jalan pengendapan secara gravitasi. Bak
prasedimentasi hanya diperlukan apabila air baku memiliki kekeruhan tinggi
dengan maksud agar tidak terbawa ke dalam proses koagulasi flokuasi dan
menghambat kedua proses tersebut.
A. Kriteria perencanaan :
1. Perbandingan panjang dan lebar bak biasanya 4:1 - 6:1.
2. Pada umumnya cara pengendapannya adalah free settling, yaitu mengendap
dengan sendirinya (gravitasi) tanpa bantuan bahan kimia lainnya.
3. Perbandingan panjang dan kedalaman bak ( 5:1 – 20:1).
4. Kedalaman yang umum dipakai (1,5 – 2,5 meter).
5. Periode pengendapan (0,5 – 3 jam).
B. Perhitungan :
1. Luas permukaan zone pengendapan (As)
Dihitung berdasarkan asumsi bahwa bak merupakan tangki ideal. Luas
permukaan (As) bak pengendap dapat dihitung dengan menggunakan
formula:
As = Q / So...............................(2.1)
dimana :
As = luas permukaan zone pengendapan (m2)
Q = debit (m3/jam)
3. Panjang weir
L = Q / (5H x VS)..................................(2.3)
dimana :
L = panjang weir (m)
Q = debit (m3/det)
H = dalamnya zone pengendapan (m)
Vs = kecepatan mengendap (m/det)
4. Besarnya aliran
Q = 1,9 B x h3/2 ..............................(2.4)
dimana :
Q = debit (m3/det)
B = panjang ambang (m)
h = tinggi air diatas weir (m)
2.2.4 Sedimentasi
Sedimentasi ialah suatu proses pemisahan parikel tersuspensi dari
suspensinya dengan pengendapan secara gravitasi, dan kemudian suspensinya
dipisahkan menjadi larutan yang relatif jernih.
Proses sedimentasi digunakan untuk menghilangkan partikel diskrit air,
flok-flok, dan presipitat yang terbentuk selama proses pengolahan air yang
bermacam-macam jenis. Partikel diskrit adalah partikel yang mengendap secara
alami tanpa merubah ciri atau sifat tanpa mengalami perubahan ukurannya
sedangkan partikel flokulen adalah partikel yang hanya akan mengendap apabila
sifat, ciri dan ukurannya berubah, biasanya dengan penambahan bahan kimia
(koagulan).
C. Kriteria Perencanaan :
1. Bentuk bak persegi panjang menggunakan "multiplate settler" (sudut
antara arah aliran dengan plate = 60o).
2. Perbandingan panjang dan lebar 2:1 - 6:1.
3. Waktu detensi (td) umumnya 2 - 3 jam.
4. Sedimentasi setelah proses koagulasi dengan alum atau garam-garam
besi.
a. Overflow rates : 500 - 800 gal/hari - ft2
b. Waktu detensi (td) 2 - 8 jam
c. Kecepatan melimpah 12000 -22000 gal/hari - ft2
5. Sedimentasi setelah proses pelunakan menggunakan kapur soda.
D. Perhitungan :
1. Formula Stokes
Dalam perencanaan perlu diasumsikan bahwa bak pengendap merupakan
tangki ideal. Dalam hal ini pengendapan berlangsung menurut formula
Stroke :
2. Waktu detensi
Bergantung pada kedalaman bak dan kecepatan pengendapan (t = H/vo).
Selain itu, bergantung pula pada panjang bak pengendap dan kecepatan
horizontal (t = L/v) dengan persamaan :
Td = H/vo = L/v.....................(2.6)
dimana :
H = kedalaman (m)
vo = kecepatan pengendapan (m/detik)
L = panjang bak pengendap (m)
v = kecepatan horizontal (m/detik)
4. Performance / kinerja
Performance atau kinerja bak pengendap dinyatakan dengan persamaan:
- 1/n
v
Y/Yo = 1 - 1 + ........................(2.8)
Q/A
dimana :
Y/Yo = efisiensi penyisihan bakteri
Q = debit aliran (m3/detik)
A = luas permukaan bak pengendapan (m2)
v = kecepatan pengendapan (m/detik)
n = performance/kinerja bak sedimentasi
2.2.5 Filtrasi
Filtrasi ialah suatu proses pemisahan zat padat dari cairan dengan
melewatkan air yang diolah melalui media porus, seperti pasir yang teratur, batu
yang dihancurkan, antasit, gelas, dan bara, beton, plastik. Untuk menghilangkan
Biological Action
Suspensi-suspensi yang terdapat dalam air, mengandung organisme-
organisme yang selanjutnya akan membentuk lapisan diatas media filter, "lapisan
lendir" akan menarik mikroorganisme pemakan organisme pertama sehingga air
filtrat tidak lagi banyak mengandung bakteri.
Partikel pada filtrasi akan menggumpal dan kemudian jatuh, dan selanjutnya
terjadi proses dengan bakteri/mikroorganisme. Pada suatu saat terjadi kondisi
tunak, partikel akan menggumpal kemudian jatuh dan membentuk lapisan lumpur
di saringan.
Media yang digunakan dalam bak penyaring, harus bebas dari lumpur, kapur
dan unsur-unsur organik. Seleksi ukuran butir harus dilakukan untuk menjaga filter
tidak cepat mampat atau dapat meloloskan partikel-partikel pada air baku.
Media penahan, digunakan untuk menahan media penyaring sehingga tidak
masuk sehingga tidak masuk ke dalam sistem under drain dan menyebarkan aliran
filter ke dalam under drain, umumnya digunakan kerikil, dan kerikil ini harus
bersih, tahan lama, berbuti bulat dan tak berlumpur.
Kriteria Perencanaan
1. Saringan Pasir Lambat ( Slow Sand Filter)
• Kecepatan penyaringan dalam filter = (0,1 - 0,9) m3/m2 jam atau (0,1 - 0,9)
m/jam.
• Ukuran efisiensi (ES) pasir = (0,5 - 0,35) mm
• Koefisien keseragaman (UC) = 2 - 3
• Tebal lapisan pasir = 1 m
• Tebal lapisan kerikil = 0,3 m
• Distribusi butir pasir = tidak terstratifikasi
• Kehilangan tekanan = 0,06 m awal dan 1,20 m (akhir)
• Periode pencucian = (30 - 60) hari
• Metode pencucian : permukaan pasir dikeruk kemudian dicuci
• Banyaknya air pencucian = 0,2 - 0,6% dari air yang disaring
Perhitungan :
1. Luas permukaan efektif total (Atot)
Atot = Q/V.......................(2.9)
dimana :
Q = debit pengolahan
V = kecepatan filtrasi
dimana :
L = tebal kumulatif tiap lapisan (inci)
k = faktor yang berkisar antara 10 -12
= diameter partikel (inci)
dimana :
k = koefisien aliran
g = gaya gravitasi = 981 cm/det2
= viskositas kinematik
= faktor bentuk (sperisitas)
f = porositas butiran
li = tebal lapisan untuk satu diameter geometrik
di = diameter butir
dimana :
k = koefisien aliran
g = gaya gravitasi = 981 cm/det2
= viskositas kinematik = 1,0105 . 10-2 cm2/detik
= faktor bentuk (sperisitas)
f = porositas butiran
li = tebal lapisan untuk satu diameter geometrik
di = diameter butir
pi = fraksi butir
2.2.6 Flokulasi
Flokulasi merupakan fase pengadukan lambat setelah unit pengadukan
cepat dalam melakukan pencampuran koagulan. Proses ini bertujuan untuk
mempercepat laju penggabungan antar partikel, sehingga terbentuk agglomerasi
dari destabilisasi partikel koloid dimana partikel tersebut dapat diendapkan dan
ukuran partikel dapat disaring.
Agregasi dari material partikulat secara aktual dapat dilakukan dengan dua
proses. Proses pertama yaitu pada penambahan koagulan, yang mana mengurangi
gaya antar partikel untuk membentuk partikel-partikel yang stabil ; proses ini
disebut dengan koagulasi. Proses selanjutnya yaitu partikel dibentuk menjadi flok
sebagai hasil dari gaya molekul dan pencampuran secara fisik ; proses ini disebut
dengan flokulasi.
Faktor yang harus diperhatikan ketika mendesain proses flokulasi, yaitu :
a. Kualitas air baku dan karakteristik flokulasi.
b. Proses pengolahan dan kualitas air yang dihasilkan.
c. Kondisi daerah.
d. Kehilangan tekanan yang terjadi dan variasi aliran dalam instalasi.
e. Biaya.
f. Faktor tumbukan.
g. Hubungan dengan fasilitas pengolahan yang ada.
a. Pengadukan Mekanik
Pemilihan dipakainya unit flokulasi tergantung pada unit proses yang telah
ditentukan. Singkatnya, jika kualitas air baku baik maka system direct filtration
bisa digunakan, filter akan menyaring dengan kecepatan tinggi seperti tipe dual
media. Pada situasi ini, ukuran flok kecil, maka secara fisik terjadi gaya yang besar
didalam bed. Flok dapat dihasilkan dengan flokulator vertical dengan energi yang
besar. Pada saat kualitas air baku tidak baik (kekeruhan tinggi), materi tersuspensi
dapat dipisahkan dari air baku dengan membentuk flok yang baik dan kerja
sedimentasi yang efektif. Pada kasus ini, paddle flokulator secara umum
menghasilkan flok yang besar dan berat karena jumlah blade yang banyak,
panjang total blade besar, dan luas permukaan blade besar. Flokulator tipe ini
berputar dengan kecepatan yang lambat yang bertujuan agar terbentuknya flok
yang lebih besar dengan gaya yang kecil. Bagaimana pun, flokulator arah vertical
dapat menghasilkan flok yang besar dan berat jika menggunakan polimer anion
yang digabung dengan alum.
Pada saat pengaduk mekanik ini dipilih sebagai flokulator, maka pengaduk
ini harus mengikuti karakteristi sebagai berikut :
❖ Harus memberikan harga G yang sesuai ke seluruh bagian flokulasi.
Faktor lain yang mendukung kenapa flokulator vertikal ini menjadi pilihan
pertama, yaitu :
❖ Perawatan yang lebih sedikit.
❖ Operasionalnya lebih fleksibel.
❖ Headloss yang terjadi disekitar bak sangat kecil.
❖ Lebih efektif.
❖ Dampak terhadap kinerja keseluruhan apabila salah satu unit tidak
berfungsi lebih sedikit.
koefisien blade, yang nilainya disesuaikan menurut jenis blade yang digunakan,
yaitu:
❖ Untuk blade pada ujung tangkai; k = 0,25
❖ Untuk blade jenis menerus; k = 0 - 0,15
Nilai Cd adalah sebesar 1,8 sedangkan untuk luas blade besarannya adalah
15 sampai 20% dari penampang basah air yang diaduk.
Beberapa tipe pengadukan mekanik dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
2. Reservoir menara
Merupakan reservoir yang digunakan pada sistem distribusi untuk
menyeimbangkan debit pengaliran, mempertahankan tekanan pada saat
kebutuhan dan mengatasi keadaan darurat.
- Melewatkan air yang dipancurkan dari atas melalui media seperti cake
atau stone.
- Stack vertical, yaitu menjatuhkan butiran air.
b. Spray aerator
Jenis spray aerator ini adalah dengan menyemprotkan butiran air ke udara
dari orifice atau nozzle yang bergerak ataupun diam.
d. Aerator mekanik
Yaitu aerator yang menggunakan alat yang bekerja secara mekanik seperti:
paddle (submerge atau surface), propellet blades, turbine blades.
2.3.2 Koagulasi
Pada proses koagulasi, zat kimia koagulan dicampur dengan air baku selama
beberapa saat hingga merata dalam suatu reaktor koagulator. Dari pencampuran ini
akan terjadi destabilisasi koloid zat padat yang ada di air baku. Keadaan ini
menyebabkan menggumpalnya koloid-koloid tersebut menjadi koloid dengan
ukuran yang lebih besar. Proses koagulasi ini dilaksanakan dalam satu tahap dan
dalam waktu yang relatif cepat yaitu kurang dari satu menit, sehingga koagulator
disebut juga sebagai pengaduk cepat.
Dalam proses ini, koloid-koloid yang sudah kehilangan muatannya atau
terdestabilisasi, saling tarik menarik sehingga cenderung untuk membentuk
gumpalan yang lebih besar. Karena itu, air yang sudah mengalami proses koagulasi
ini kemudian dialirkan ke reaktor kedua untuk proses penggumpalan/flokulasi.
Ada tiga faktor yang menentukan keberhasilan suatu proses koagulasi yaitu:
• Jenis bahan kimia koagulan yang dipakai
• Dosis pembubuhan bahan kimia
• Pengadukan dari bahan kimia
Ketiga faktor ini saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Penentuan
ketiga faktor tersebut di lapangan harus dengan pertimbangan yang baik.
Perbedaan dari kedua jenis koagulan ini adalah pada tingkat hidrolisa di
dalam air, dimana koagulan garam logam mengalami hidrolisa sedangkan koagulan
polimer tidak.
Reaksi hidrolitik menghasilkan senyawa hidrokompleks seperti
Al(OH)2+,Fe(H2O)3+3 dan Fe(OH)2+. Pengaruh pH pada proses hidrolis sangat
besar. Dan pembentukan unsur hidrolisis sangatlah cepat, yaitu dibawah 1 detik.
Setelah terbentuk, unsur hidrolis ini yang segera mengabsorbsi partikel koloid dan
menyebabkan destabilisasi dari muatan elektrolitnya. Hal ini mengakibatkan
polimerisasi dari reaksi hidrolisis.
Proses pengadukan cepat mempunyai peranan yang sangat penting dalam
koagulasi yang menggunakan koagulan garam logam karena:
• Hidrolisis dan polimerisasi merupakan proses yang sangat cepat.
• Pembubuhan koagulan dan pH yang merata sangat penting dalam
pembentukan unsur hidrolisis.
• Proses absorbsi koagulan berlangsung sangat cepat
• Apabila pengadukan yang terjadi terlambat, maka koagulan akan
terbuang, karena bereaksi terhadap air.
Sebaliknya, pada proses koagulasi yang menggunakan koagulan jenis
polimer kationik, proses pengadukan cepat tidaklah penting karena reaksi hidrolisis
tidak terjadi. Proses absorbsi koloid yang terjadi lebih lamban karena ukuran
koagulan lebih besar. Dilihat dari sudut praktis, waktu pengadukan untuk polimer
dapat lebih panjang yaitu 2-5 detik.
Pembubuhan koagulan dalam air baku dapat dilakukan secara tunggal atau
merupakan kombinasi dari beberapa koagulan. Penetapan jenis dan dosis optimal
koagulan dapat dilakukan dengan jar test.
Tabel 2.1 Contoh Prosedur Dari Jar Test Untuk Suatu Air Baku
Jartest : 1
Koagulan 1: Alum
Koagulan 2: Kapur Tohor 10 ppm
Parameter Dosis mg/L
Air
No yang Satuan
Baku 10 25 40 55 Commented [L1]: tabel warna biru
Diamati
1 pH 7 6.8 6.8 6.7 6.7
2 Kekeruhan NTU 50 45 15 10 14
3 Warna TCU 25 20 13 5 2
Sumber: Dikutip dari Tugas Besar PBPAM 2021
Jartest : 2
Koagulan 1: Alum
Koagulan 2: Kapur Tohor 20 ppm
Parameter Dosis mg/L
Air
No yang Satuan
Baku 10 25 40 55
Diamati
1 pH 7 6.8 6.8 6.7 6.7
2 Kekeruhan NTU 50 45 12 1 14
3 Warna TCU 25 20 10 2 2
Sumber: Dikutip dari Tugas Besar PBPAM 2021
tunak, partikel akan menggumpal dan kemudian jatuh dan membentuk lapisan
lumpur.
2.3.4 Desinfeksi
Desinfeksi adalah proses yang dimaksudkan untuk membunuh bakteri-
bakteri pathogen yang terdapat dalam air sebagi upaya untuk memenuhi persyaratan
mikrobiologis. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk proses desinfeksi
diantaranya:
a. Secaraa kimiawi, misalnya dengan klor, iodine, brom, asam/basa, atau ozon.
b. Mekanis, misalnya dengan saringan pasir atau pasa saat sedimentasi dimana
bakteri dapat terikat dengan suspended solid sebanyak 25-75%.
c. Fisis, misalnya dengan pemanasan, penyaringan, radiasi U.V, ozonisasi.
2.3.5 Netralisasi
Merupakan proses penetralan pH air, biasanya terjadi pada proses
pengolahan air minum yang dilakukan pada netralisasi ialah menaikkan pH air
karena pada saat penambahan koagulan tawas pH air akan turun. Cara menaikkan
pH air yang paling umum adalah dengan pembubuhan kapur tohor.
Kriteria perencanaan pembubuhan kapur tohor, ialah:
a. Bak pelarut
- Periode pengisian bak 24 jam
- Kadar kapur dalam larutan, Ck = 10
b. Line saturator
- Konsentrasi larutan jenuh, Cs = 1.1 gr/l
- td = 1-2 jam
- Kecepatan air naik, Vup = 2.5 cm/dtk
c. Kapur
- Kadar CaO = 60%
- Berat jenis kapur = 1.2 kg/l (25ᵒC)
Agar padatan penukar ion bekerja efektif, maka harus memenuhi syarat
sebagi berikut:
- Mengandung ion yang akan ditukar.
- Tidak larut dalam air.
- Mempunyai ruang cukup dalam struktur porousnya untuk dapat melewati
ion dengan bebas keluar dan masuk padatan