Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan zat yang mutlak bagi setiap makhluk hidup dan kebersihan
air adalah syarat utama bagi terjaminnya kesehatan makhluk hidup itu sendiri.
Manusia sebagai salah satu mahluk hidup sangat membutuhkan air sebagai
penunjang kehidupan mereka. Sebagai contoh dalam memasak, mencuci, dan untuk
air minum. Air dapat ditemukan mulai dari daerah laut, danau, sungai dan lain lain.
Indonesia sebagai negara yang dikelilingi oleh perairan yang luas juga tak lepas
dari masalah banyaknya wilayah di Indonesia yang tidak terlayani air bersih
(Dwijusaputro, 1981).
Bangunan pengolahan air merupakan wadah pengolahan air baku menjadi
air yang layak dikonsumsi dan kemudian didistribusikan ke masyarakat sesuai
dengan kawasan distribusi tempat pengolahan air tersebut. Instalasi pengolahan air
bersih sebagai infrastruktur kota sangat berperan dalam menunjang perkembangan
kota. Kota modern membutuhkan sistem perencanaan air bersih yang baik,
sehingga mampu memenuhi kebutuhan pertumbuhan penduduknya. Pengelolaan
sistem penyediaan air bersih yang layak serta memenuhi kebutuhan masyarakat dan
aktivitas perkotaan secara keseluruhan akan meningkatkan produktivitas kota dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan masyarakat
berbanding lurus dengan ketersediaan air minum yang dilakukan oleh Pemerintah
(Direktorat Cipta Karya, 2010).
Hal ini juga berhubungan dengan peningkatan ekonomi dimana dengan
ketersediaan air minum yang layak dan berkesinambungan diharapkan dapat
membuat masyarakat dapat bekerja dengan efektif. Kekurangan dalam sistem
penyediaan air minum di Indonesia masih berkutat pada rendahnya cakupan
wilayah yang terlayani air bersih oleh Pemerintah, baik dalam sistem perpipaan
maupun dalam sistem non-perpipaan. Rendahnya cakupan pelayanan tersebut
secara operasional merupakan refleksi dari pengelolaan sistem yang kurang efisien

I-1
PENDAHULUAN I-2
maupun kurangnya pendanaan untuk pengembangan sistem pengembangan sistem
yang sudah ada (Direktorat Cipta Karya, 2010).
Kerangka pembangunan yang berkaitan dengan perubahan situasi dunia
yang semula menggunakan konsep MDGs sekarang diganti menjadi Sustainable
Development Goals (SDGs). SDGs merupakan sebuah dokumen yang akan menjadi
sebuah acuan dalam kerangka pembangunan dan perundingan negara-negara di
dunia yang memiliki 17 tujuan dengan 169 capaian yang terukur sebagai agenda
pembangunan dunia untuk kemaslahatan umat manusia. Tujuan ini dicanangkan
bersama-sama oleh negara-negara dunia pada resolusi PBB yang diterbitkan pada
21 Oktober 2015 sebagai ambisi pembangunan bersama hingga tahun 2030. Tujuan
yang ingin dihasilkan dalam pertemuan tersebut adalah memperoleh tujuan bersama
yang universal yang mampu memelihara keseimbangan tiga dimensi pembangunan
berkelanjutan : lingkungan, sosial dan ekonomi (Badan Pusat Statisik, 2014).

1.2 Maksud dan Tujuan


Pembuatan Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengelolaan Air Minum
merupakan suatu simulasi dalam merancang bangunan pengolahan air minum
sehingga dapat menyediakan air bersih sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
dan kuantitas yang sesuai dengan kebutuhan.
Sedangkan tujuan dari Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum ini
adalah:
a. Memahami tahapan dalam merencanakan suatu sistem pengolahan air
minum.
b. Mampu melakukan perhitungan secara rinci untuk setiap unit pengolahan
dan menuangkan dalam bentuk ganbar teknik yang baik dan benar.

1.3 Ruang Lingkup


CakupanPerencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum ini terdiri dari
Perencanaan Awal dan Detail Engineering Design. Yang termasuk dalam
Perencanaan awal antara lain:
a. Mengevaluasi karakteristik air baku yang akan diolah pada instalasi dan
menghitung bebanau efisiensi pengolahan instalasi yang diperlukan

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


PENDAHULUAN I-3
dengan cara membandingkan parameter air baku terhadap standar baku
mutu air minum yang terbaru.
b. Menyusun diagram alir untuk beberapa alternatif sistem pengolahan air
baku (dari intake hingga pengolahan akhir), dan memilih alternatif yang
paling tepat.
c. Membuat layout bangunan pengolahan air minum dengan tanpa skala.
d. Membuat profil hidrolis unit-unit pengolahan yang direncanakan dengan
tanpa skala.
e. Membuat rencana anggaran biaya untuk Bangunan Pengolahan Air
Minum yang diusulkan.
Kemudian untuk lingkup Detail Engineering Design yaitu membuat detail
perencanaan setiap unit pengolahan, berdasarkan alternatif terpilih. Adapun
cakupannya meliputi:
a. Menentukan kriteria desain untuk setiap unit pengolahan dan
perhitungan detail dimensi dari setiap unit pengolahan fisik dan kimia.
b. Membuat gambar, denah, potongan dan detail desain unit pengolahan air
minum.

1.4 Sistematika Penulisan


Adapun sistematika penulisan Laporan Perencanaan Bangunan Pengolahan
Air Minum (PBPAM) adalah:
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup, dan
sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan mengenai deskripsi umum, bangunan pengolahan air
minum yang termasuk unit operasi dan bangunan pengolahan air
minum yang termasuk unit proses.

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


PENDAHULUAN I-4
BAB III ANALISA KUALITAS AIR BAKU DAN ALTERNATIF
PENGOLAHAN
Berisikan mengenai deskripsi umum, kualitas air minum, analisa
terhadap air baku dan alternatif pengolahan.
BAB IV PERHITUNGAN DESAIN TEKNIS
Berisikan deskripsi umum dan perhitungan desain teknis.
BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA
Berisikan mengenai deskripsi umum dan rencana anggaran biaya.
BAB VI SPESIFIKASI TEKNIK
Berisikan mengenai Spesifikasi teknik.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum
Tingkat pengolahan air bergantung kepada kualitas air baku dan hasil akhir
yang diinginkan. Karena tingkat pengolahan menentukan jumlah dan tipe unit
operasi dan unit proses yang digunakan, maka terdapat sejumlah rangkaian
pengolahan yang biasa digunakan dalam pengolahan air.
Pada umumnya, sebuah bangunan pengolah air minum terdiri atas unit
operasi dan unit proses. Unit operasi dan unit proses merupakan suatu unit yang
mengolah air minum secara fisik, kimia dan biologi bergantung kepada
kegunaannya. Unit operasi ialah suatu unit yang digunakan untuk mengolah air
minum secara fisik sedangkan unit proses ialah suatu unit yang digunakan untuk
mengolah air minum secara kimia.
Beberapa contoh unit operasi ialah sedimentasi, flotasi dan media filter
berbutir. Beberapa contoh unit proses ialah koagulasi, flokulasi, penyerapan
karbon, pertukaran ion dan klorinasi.
Batasan dan peraturan pada desain bangunan pengolahan air minum harus
benar-benar diperhatikan salah satunya dengan memperhatikan faktor pembatasnya
yaitu kondisi ekonomi, fisik, kimia, iklim, geologi, sosiologi, peraturan setempat,
estetika dan lain sebagainya.
Sedangkan dasar untuk memilih alternatif proses pengolahan yang
dilakukan ditentukan oleh beberapa hal yaitu:
1. Karakteristik air baku.
2. Hasil akhir kualitas yang diinginkan.
3. Tersedianya perlengkapan utama pemeliharaan setelah konstruksi selesai.
4. Kemampuan operator dan para petugas lainnya dalam memelihara alat.

II– 1
TINJAUAN PUSTAKA II-2

5. Kemudahan dalam pengoperasian dan pemeliharaan.


6. Penanganan buangan yang memenuhi syarat.
7. Minimisasi harga.

2.2 Bangunan Pengolahan Air Minum yang Termasuk Unit Operasi


Unit operasi merupakan gambaran umum bagaimana jalannya atau
beroperasinya suatu pengolahan air minum, dimulai dari pengambilan air baku
sampai diolah menjadi air minum. adapun tahapan bangunan untuk pengolahan air
minum adalah bangunan intake/screening, prasedimentasi, sedimentasi, aerasi dan
filtrasi. Berikut ini penjelasan dari masing-masing bangunan pengolahan -
pengolahan itu.

2.2.1 Bangunan Sadap ( Intake )


Intake merupakan suatu bangunan penangkap atau pengambilan air baku
yang akan diolah sesuai dengan perencanaan. Pada intake, air baku akan
dikumpulkan dan ditransmisikan ke bangunan pengolahan. Struktur intake
dibangun pada sumber air dimana air dapat diambil pada saat jumlah sumber air
baku minimum sehingga dapat terus menyuplai air ke instalasi pengolahan dan
menyuplai air ke konsumen.
Bangunan intake merupakan awal dari BPAM (Bangunan Pengolah Air
Minum). Intake dapat ditempatkan di sungai, danau atau reservoir dan intake dapat
didesain untuk mengambil air tanah. Pemilihan lokasi dilakukan bervariasi
berdasarkan pada sumbernya.
Adapun Syarat intake adalah :
- Keandalan
- Keamanan
- Pengoperasian Minimal
- Biaya operasi

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-3

2.2.1.1 Jenis-jenis Intake dan kriteria perencanaan


1. Intake Tower

Gambar 2.1 Intake Tower


Sumber : pinterest.com
Diakses : 18 Maret 2021, 21.30 WIB

❖ Lokasi
Sedekat mungkin dengan tepian air namun ditempatkan dimana kedalaman
air minimum 10 ft (3 m) dengan pengecualian intake berukuran kecil.
❖ Bentuk dan Ukuran
Bagian puncak tower mempunyai ketinggian minimal 5 ft (1,5 m) diatas
permukaan air tertinggi. Jembatan penghubung juga mempunyai ketinggian
yang sama. Diameter dalam tower harus cukup besar untuk meletakkan dan
memperbaiki pintu intake dan pompa.
❖ Struktur
Material yang dipergunakan untuk membangun tower harus kuat dan tahan
lama seperti ranforced concread dan harus dibangun diatas pondasi yang
kokoh.

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-4

2. Shore Intake

Gambar 2.2 Shore Intake


Sumber : https://www.slideshare.net/aseaf/sanitary-engineering1water-treatment-and-water-
supply
Diakses : 18 Maret 2021, 21.32 WIB

❖ Lokasi
Ditempatkan pada ketinggian air minimum 6 ft (1,8m).
❖ Tipe
Shore intake tipikal – tipe sumur shipon, tersuspensi, terapung,tergantung
situasi.
❖ Struktur
Tergantung tipe intake, tetapi pada dasarnya sama dengan intake tower.

3. Intake Crib

Gambar 2.3 Intake Crib


Sumber : https://www.slideshare.net/.
Diakses : 18 Maret 2021, 21.34 WIB

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-5

❖ Lokasi
Lebih dari 10 ft (3 m) dari permukaan dan terletak dilokasi dimana intake
Crib tidak akan terbenam oleh sedimen, terbawa aliran atau terganggu oleh
es.
❖ Struktur
Terletak pada area dimana ketinggian air lebih dari 10 ft. Puncak intake
harus berada 3 ft dari dasar. Jika ketinggian air < 10 ft Crib harus diletakkan
dibawah dasar sungai sejauh 1 – 3 ft. Semua sisi harus dilindungi dengan
tembok, batu atau lempengan beton. Kecepatan maximum aliran yang lewat
0,25 - 0,5 fps (0,08 - 0,15 m/s).

2.2.2 Screen
Screen ditempatkan pada intake dari sungai, danau, dan reservoir pada
instalasi pengolahan air atau pada sumur (air tanah) dimana digunakan untuk
menyisihkan kotoran yang dapat masuk ke instalasi pengolahan air.
Screen merupakan unit operasi pertama pada sistem pengolahan air minum.
Pada prinsipnya alat ini bekerja dengan cara menginterupsi aliran airatau dalam
pengertian lain yaitu dengan memasang kisi-kisi penghalang dengan jarak antar
kisi tertentu pada saluran.
Elemen screen dapat berbentuk batang-batang paralel, tongkat atau kawat,
kisi-kisi, kawat jala (wire mesh) atau piringan dengan lubang-lubang (perforated
plate). Bentuk bukaan bisa berbagai macam, namun umumnya berbentuk
lingkaran dan batang.

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-6

2.2.2.1 Jenis-jenis Screen


1. Bar Screen

Gambar 2.4 Bar Screen


Sumber : https://www.alibaba.com
Diakses : 18 Maret 2021, 21.36 WIB

Bar screen berfungsi untuk menahan dan menyaringbenda-benda keras dan


besar seperti ranting kayu, potongan kayu dan sampah dan mencegah
rusaknya saringan berikutnya. Jarak antar saringan bar dibagi menjadi 50
mm sampai 150 mm untuk benda kasar, jarak 20 mm samapi 50 mm untuk
benda medium dan untuk benda halus 10 mm.
2. Travelling Screen
Saringan bergerak (travelling screen) diletakkan di belakang saringan bar
rak kasar dengan lubang berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran
antara 0,9 cm sampai 1,25 cm untuk mencegah ranting daun, ikan mati dan
sisa batang kayu.
3. Saringan Kasar
Saringan kasar berfungsi untuk menahan dan menyaring benda padat keras
dengan ukuran lebih kecil yang mungkin lolos dari saringan bar. Saringan
kasar digunakan pula untuk menyaring pasir dan kerikil agar tidak meruska
pompa pada proses selanjutnya. Saringan kasar diusahakan memilki
panjang dan lebar saringan sekitar 1,25 cm x 1,25 cm.
4. Saringan Halus
Saringan halus (fine screen) memiliki ukuran saringan antara 1,5 mm
sampai 6,0 mm. Saringan halus berfungsi untuk menyaring benda-benda

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-7

padat halus yang mungkin masih terbawa oleh air dari saringan kasar
misalnya pasir, batuan kecil, dan kerikil.
5. Saringan Mikro
Saringan mikro (microscreen) memiliki lubang saringan ukuran 0,001 mm
samapi 0,3 mm. Saringan mikro baiasanya digunakan untuk menyaring
benda-benda padat halus yang berasal dari air tanah.

2.2.3 Prasedimentasi
Prasedimentasi ialah bak pengendap dengan waktu detensi yang relatif
lama. Pada bak prasedimentasi terjadi penyisihan partikel-partikel suspensi pada air
yang memiliki kekeruhan tinggi dengan jalan pengendapan secara gravitasi. Bak
prasedimentasi hanya diperlukan apabila air baku memiliki kekeruhan tinggi
dengan maksud agar tidak terbawa ke dalam proses koagulasi flokuasi dan
menghambat kedua proses tersebut.

A. Kriteria perencanaan :
1. Perbandingan panjang dan lebar bak biasanya 4:1 - 6:1.
2. Pada umumnya cara pengendapannya adalah free settling, yaitu mengendap
dengan sendirinya (gravitasi) tanpa bantuan bahan kimia lainnya.
3. Perbandingan panjang dan kedalaman bak ( 5:1 – 20:1).
4. Kedalaman yang umum dipakai (1,5 – 2,5 meter).
5. Periode pengendapan (0,5 – 3 jam).

B. Perhitungan :
1. Luas permukaan zone pengendapan (As)
Dihitung berdasarkan asumsi bahwa bak merupakan tangki ideal. Luas
permukaan (As) bak pengendap dapat dihitung dengan menggunakan
formula:
As = Q / So...............................(2.1)
dimana :
As = luas permukaan zone pengendapan (m2)
Q = debit (m3/jam)

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-8

So = surface loading (m3/m2/jam)

2. Kedalaman minimum zone pengendapan


Hmin = 1/12 x L0.8..............................(2.2)
dimana :
H = kedalaman (m)
L = panjang bak (m)

3. Panjang weir
L = Q / (5H x VS)..................................(2.3)
dimana :
L = panjang weir (m)
Q = debit (m3/det)
H = dalamnya zone pengendapan (m)
Vs = kecepatan mengendap (m/det)

4. Besarnya aliran
Q = 1,9 B x h3/2 ..............................(2.4)
dimana :
Q = debit (m3/det)
B = panjang ambang (m)
h = tinggi air diatas weir (m)

2.2.4 Sedimentasi
Sedimentasi ialah suatu proses pemisahan parikel tersuspensi dari
suspensinya dengan pengendapan secara gravitasi, dan kemudian suspensinya
dipisahkan menjadi larutan yang relatif jernih.
Proses sedimentasi digunakan untuk menghilangkan partikel diskrit air,
flok-flok, dan presipitat yang terbentuk selama proses pengolahan air yang
bermacam-macam jenis. Partikel diskrit adalah partikel yang mengendap secara
alami tanpa merubah ciri atau sifat tanpa mengalami perubahan ukurannya
sedangkan partikel flokulen adalah partikel yang hanya akan mengendap apabila
sifat, ciri dan ukurannya berubah, biasanya dengan penambahan bahan kimia
(koagulan).

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-9

Gambar 2.5 Sedimentasi


Sumber : https://www.pakaripal.com/
Diakses : 18 Maret 2021, 21.38 WIB

A. Bagian-bagian bak pengendap


1. Zone inlet, merupakan tempat air terdistribusi secara merata.
2. Zone pengendapan, tempat mengendapkan partikel-partikel tersuspensi
dalam kondisi diam.
3. Zone lumpur, tempat mengumpulkan lumpur.
4. Zone outlet, tempat mengalirkan air yang mengandung partikel yang tidak
dapat diendapkan untuk keluar dari bak pengendap.
B. Bentuk bak pengendap
1. Bulat (circular)
2. Empat persegi panjang (rectangular)

C. Kriteria Perencanaan :
1. Bentuk bak persegi panjang menggunakan "multiplate settler" (sudut
antara arah aliran dengan plate = 60o).
2. Perbandingan panjang dan lebar 2:1 - 6:1.
3. Waktu detensi (td) umumnya 2 - 3 jam.
4. Sedimentasi setelah proses koagulasi dengan alum atau garam-garam
besi.
a. Overflow rates : 500 - 800 gal/hari - ft2
b. Waktu detensi (td) 2 - 8 jam
c. Kecepatan melimpah 12000 -22000 gal/hari - ft2
5. Sedimentasi setelah proses pelunakan menggunakan kapur soda.

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-10

a. Overflow rates : 500 - 1000 gal/hari - ft2


b. Waktu detensi (td) 4 - 8 jam
c. Kecepatan melimpah 22000 -26000 gal/hari - ft2
6. Kecepatan pengaliran dalam tray, v  0,9 m/mnt.
7. Koreksi edisien pemisahan, E = (90-95) %.
8. Kondisi 'performance' bak, n = 1/8 (so, good).
9. Kecepatan mengendap partikel, vo=8,3 x 10-4 m/det.
10. Jarak antar plate, w = (5 - 10)cm.
11. Waktu detensi, td = (15 - 30) menit.
12. Kontrol aliran : Re  2000, Fr  10-5

D. Perhitungan :
1. Formula Stokes
Dalam perencanaan perlu diasumsikan bahwa bak pengendap merupakan
tangki ideal. Dalam hal ini pengendapan berlangsung menurut formula
Stroke :

So = 1/18 x g/V x (g - )/( x D2)................(2.5)


dimana :
So = kecepatan mengendap (m/detik)
g = kecepatan gaya berat (m/detik)
V = viskositas kinematik (m2/detik)
g = kerapatan massa flok (kg/m3)
 = kerapatan massa air (kg/m3)
D = diameter flok (m)

2. Waktu detensi
Bergantung pada kedalaman bak dan kecepatan pengendapan (t = H/vo).
Selain itu, bergantung pula pada panjang bak pengendap dan kecepatan
horizontal (t = L/v) dengan persamaan :

Td = H/vo = L/v.....................(2.6)

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-11

dimana :
H = kedalaman (m)
vo = kecepatan pengendapan (m/detik)
L = panjang bak pengendap (m)
v = kecepatan horizontal (m/detik)

3. Kecepatan horizontal (v)


Kecepatan horizontal dipengaruhi oleh debit dan luas permukaan dengan
persamaan :
v = Q / ( b x w)........................(2.7)
dimana :
Q = debit (m3/detik)
bxw = luas permukaan (m2)

4. Performance / kinerja
Performance atau kinerja bak pengendap dinyatakan dengan persamaan:

- 1/n
  v 
Y/Yo = 1 - 1 +   ........................(2.8)
  Q/A 

dimana :
Y/Yo = efisiensi penyisihan bakteri
Q = debit aliran (m3/detik)
A = luas permukaan bak pengendapan (m2)
v = kecepatan pengendapan (m/detik)
n = performance/kinerja bak sedimentasi

2.2.5 Filtrasi
Filtrasi ialah suatu proses pemisahan zat padat dari cairan dengan
melewatkan air yang diolah melalui media porus, seperti pasir yang teratur, batu
yang dihancurkan, antasit, gelas, dan bara, beton, plastik. Untuk menghilangkan

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-12

partikel-partikel yang sangat halus, flok-flok dari material tersuspensi dan


mikroorganisme.
Pada proses filtrasi ini terjadi penahanan partikel diantara lapisan media
(bagian porinya) atau diatas permukaan media, yaitu partikel yang mempunyai
diameter yang lebih besar dari pori media, sedangkan flok-flok atau partikel yang
memiliki diameter lebih kecil akan mengendap dan menempel dibutiran media.

Berdasarkan kecepatan pengaliran, terdapat dua jenis filter :


1. Saringan pasir lambat (Slow Sand Filter)
SSF meniru terjadinya perkolasi air di dalam tanah dan ditujukan untukair baku
yang memiliki kekeruhan maksimum 30 mg/l. SSF ini umumnya untuk
komunitas kecil dengan air baku yang baik dan tidak bervariasi.

Gambar 2.6 Slow Sand Filter


Sumber : https://sswm.info/
Diakses : 18 Maret 2021, 21.40 WIB

2. Saringan Pasir Cepat (Rapid Sand Filter)


Dalam perencanaan, RSF ini akan mengalami pengolahan terlebih dahulu, yang
berfungsi untuk menurunkan kekeruhan air sampai 10 mg/l. Proses pencucian
kembali filter berlangsung dengan menggunakan aliran air yang dipompakan
balik, sehingga mampu membebaskan partikel-partikel yang terperangkap di
dalam lapisan pasir.

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-13

Gambar 2.7 Rapid Sand Filter


Sumber : https://en.wikipedia.org/
Diakses : 18 Maret 2021, 21.42 WIB

Prinsip kerja penyaringan


Media penyaring yang digunakan (pasir, antrasit dan garnet) memiliki pori
yang cukup kecil, sehingga jika air baku dilewatkan pada media tersebut, maka
partikel-partikel yang mempunyai ukuran butir lebih besar dari media, tidak dapat
melaluinya. Ruang antar butir media akan semakin mengecil dengan tertinggalnya
partikel pada media penyaring.
Flok-flok yang tidak terendapkan dalam sedimentasi, akan tertahan
dilapisan teratas media dan membentuk lapisan penutup yang selanjutnya akan
menahan partikel kecil yang terdapat pada air baku. Selanjutnya partikel sekecil
apapun, berikut bakteri alam akan melekat pada media akibat efek fisika dan
membentuk bahan seperti agar-agar.

Biological Action
Suspensi-suspensi yang terdapat dalam air, mengandung organisme-
organisme yang selanjutnya akan membentuk lapisan diatas media filter, "lapisan
lendir" akan menarik mikroorganisme pemakan organisme pertama sehingga air
filtrat tidak lagi banyak mengandung bakteri.
Partikel pada filtrasi akan menggumpal dan kemudian jatuh, dan selanjutnya
terjadi proses dengan bakteri/mikroorganisme. Pada suatu saat terjadi kondisi

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-14

tunak, partikel akan menggumpal kemudian jatuh dan membentuk lapisan lumpur
di saringan.
Media yang digunakan dalam bak penyaring, harus bebas dari lumpur, kapur
dan unsur-unsur organik. Seleksi ukuran butir harus dilakukan untuk menjaga filter
tidak cepat mampat atau dapat meloloskan partikel-partikel pada air baku.
Media penahan, digunakan untuk menahan media penyaring sehingga tidak
masuk sehingga tidak masuk ke dalam sistem under drain dan menyebarkan aliran
filter ke dalam under drain, umumnya digunakan kerikil, dan kerikil ini harus
bersih, tahan lama, berbuti bulat dan tak berlumpur.

Kriteria Perencanaan
1. Saringan Pasir Lambat ( Slow Sand Filter)
• Kecepatan penyaringan dalam filter = (0,1 - 0,9) m3/m2 jam atau (0,1 - 0,9)
m/jam.
• Ukuran efisiensi (ES) pasir = (0,5 - 0,35) mm
• Koefisien keseragaman (UC) = 2 - 3
• Tebal lapisan pasir = 1 m
• Tebal lapisan kerikil = 0,3 m
• Distribusi butir pasir = tidak terstratifikasi
• Kehilangan tekanan = 0,06 m awal dan 1,20 m (akhir)
• Periode pencucian = (30 - 60) hari
• Metode pencucian : permukaan pasir dikeruk kemudian dicuci
• Banyaknya air pencucian = 0,2 - 0,6% dari air yang disaring

2. Saringan Pasir Cepat (Rapid Sand Filter)


• Kecepatan penyaringan : (5 - 10) m3/m2 jam atau (5 - 10) m/jam
• Ukuran efisiensi (ES) pasir : (0,45 - 0,55) mm
• Koefisien keseragaman (UC) : 1,5
• Tebal lapisan pasir : 0,75 m
• Tebal lapisan kerikil : 0,40 m
• Ketinggian air diatas permukaan pasir : (1 - 1,5) m
• Kehilangan tekanan didalam lapisan : 0,3 m (awal) dan 2,7 m (akhir)
Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho
TINJAUAN PUSTAKA II-15

• Periode pencucian = (1 - 3) hari


• Metode pencucian : backwash dengan kecepatan 40 - 60 m/jam
• Banyaknya air pencucian : 1 - 6% dari air yang disaring

Perhitungan :
1. Luas permukaan efektif total (Atot)
Atot = Q/V.......................(2.9)
dimana :
Q = debit pengolahan
V = kecepatan filtrasi

2. Jumlah unit filter ( N )


N = 2,7 M, dimana : M dalam mgd
N = 12 Q , dimana : Q dalam m3/det

3. Luas permukaan tiap unit (As)


As = Atot / N.......................(2.10)
dimana :
Atot = luas permukaan efektif total
N = jumlah unit filter

4. Kecepatan mengendap untuk RSF dapat dihitung sebagai berikut :


Vs2 = [4/3 x g/18,5 * Cd x (s - 1)d]0.5 ................ (2.11)
Cd = 24 / (NRE0,5) ............................................. (2.12)
NRE = Vs x d x / ............................................. (2.13)

Dari persamaan (1), (2) dan (3) dapat disubstitusikan menjadi :


Vs = [4/3 x g/18,5 * (/)0,6 x (s - 1)]0,714 x d1,143............(2.14)

5. Penentuan tebal lapisan penahan :


L = k (log  + 1,4)......................(2.15)

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-16

dimana :
L = tebal kumulatif tiap lapisan (inci)
k = faktor yang berkisar antara 10 -12
 = diameter partikel (inci)

6. Kehilangan tekanan pada media filtrasi untuk media terstratifikasi

H = k/g . V .  . [6/]2 . (1 - f)2 / f3 .  (li/di2)..................(2.16)

dimana :
k = koefisien aliran
g = gaya gravitasi = 981 cm/det2
 = viskositas kinematik
 = faktor bentuk (sperisitas)
f = porositas butiran
li = tebal lapisan untuk satu diameter geometrik
di = diameter butir

7. Kehilangan tekanan pada media filtrasi untuk media tidak tertrasifikasi


H = k/g . V .  . [6/]2 . (1 - f)2 / f3 .  (pi/di)2li...................(2.17)

dimana :
k = koefisien aliran
g = gaya gravitasi = 981 cm/det2
 = viskositas kinematik = 1,0105 . 10-2 cm2/detik
 = faktor bentuk (sperisitas)
f = porositas butiran
li = tebal lapisan untuk satu diameter geometrik
di = diameter butir
pi = fraksi butir

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-17

2.2.6 Flokulasi
Flokulasi merupakan fase pengadukan lambat setelah unit pengadukan
cepat dalam melakukan pencampuran koagulan. Proses ini bertujuan untuk
mempercepat laju penggabungan antar partikel, sehingga terbentuk agglomerasi
dari destabilisasi partikel koloid dimana partikel tersebut dapat diendapkan dan
ukuran partikel dapat disaring.
Agregasi dari material partikulat secara aktual dapat dilakukan dengan dua
proses. Proses pertama yaitu pada penambahan koagulan, yang mana mengurangi
gaya antar partikel untuk membentuk partikel-partikel yang stabil ; proses ini
disebut dengan koagulasi. Proses selanjutnya yaitu partikel dibentuk menjadi flok
sebagai hasil dari gaya molekul dan pencampuran secara fisik ; proses ini disebut
dengan flokulasi.
Faktor yang harus diperhatikan ketika mendesain proses flokulasi, yaitu :
a. Kualitas air baku dan karakteristik flokulasi.
b. Proses pengolahan dan kualitas air yang dihasilkan.
c. Kondisi daerah.
d. Kehilangan tekanan yang terjadi dan variasi aliran dalam instalasi.
e. Biaya.
f. Faktor tumbukan.
g. Hubungan dengan fasilitas pengolahan yang ada.

Pengadukan dengan flokulasi dapat dilakukan dengan menggunakan


mechanical mixers atau dengan baffle. Beberapa kategori dalam system
pengadukan ini, yaitu :
a. Pengadukan Mekanik
❖ Arah vertical dengan menggunakan turbine atau propelet tipe blade.
❖ Tipe blade dengan arah vertical dan horizontal.
b. Baffled Channel Basins
❖ Baffle Channel Horizontal.
❖ Baffle Channel Vertikal.

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-18

c. Dialirkan melalui media kerikil atau pasir.


Pemilihan kriteria proses flokulasi didasarkan pada kriteria berikut:
❖ Tipe dari proses pengolahan, sebagai contoh, konvensional, direct filtration,
atau sludge conditioning.
❖ Kualitas air baku, sebagai contoh, kekeruhan, warna, dan temperature.
❖ Karakteristik flokulasi terhadap perubahan intensitas pengadukan dan
waktu pengadukan
Kriteria dalam memilih tipe pengadukan yang digunakan adalah sebagai berikut:
❖ Kondisi daerah seperti angin.
❖ Headloss yang tersedia pada unit.
❖ Bentuk dan kedalaman bak.
❖ Biaya operasional dan perawatan.

a. Pengadukan Mekanik
Pemilihan dipakainya unit flokulasi tergantung pada unit proses yang telah
ditentukan. Singkatnya, jika kualitas air baku baik maka system direct filtration
bisa digunakan, filter akan menyaring dengan kecepatan tinggi seperti tipe dual
media. Pada situasi ini, ukuran flok kecil, maka secara fisik terjadi gaya yang besar
didalam bed. Flok dapat dihasilkan dengan flokulator vertical dengan energi yang
besar. Pada saat kualitas air baku tidak baik (kekeruhan tinggi), materi tersuspensi
dapat dipisahkan dari air baku dengan membentuk flok yang baik dan kerja
sedimentasi yang efektif. Pada kasus ini, paddle flokulator secara umum
menghasilkan flok yang besar dan berat karena jumlah blade yang banyak,
panjang total blade besar, dan luas permukaan blade besar. Flokulator tipe ini
berputar dengan kecepatan yang lambat yang bertujuan agar terbentuknya flok
yang lebih besar dengan gaya yang kecil. Bagaimana pun, flokulator arah vertical
dapat menghasilkan flok yang besar dan berat jika menggunakan polimer anion
yang digabung dengan alum.
Pada saat pengaduk mekanik ini dipilih sebagai flokulator, maka pengaduk
ini harus mengikuti karakteristi sebagai berikut :
❖ Harus memberikan harga G yang sesuai ke seluruh bagian flokulasi.

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-19

❖ Harus memberikan pusaran air dan turbulen yang cukup untuk


menghasilkan gradient kecepatan yang diinginkan.
❖ Harus memberikan gaya tumbukan yang kecil pada sisi dari pengaduk
blade, terutama pada dua bagian terakhir dari flokulasi.
❖ Biaya operasional dan perawatan kecil.

Faktor lain yang mendukung kenapa flokulator vertikal ini menjadi pilihan
pertama, yaitu :
❖ Perawatan yang lebih sedikit.
❖ Operasionalnya lebih fleksibel.
❖ Headloss yang terjadi disekitar bak sangat kecil.
❖ Lebih efektif.
❖ Dampak terhadap kinerja keseluruhan apabila salah satu unit tidak
berfungsi lebih sedikit.

Pengadukan dengan cara mekanik pada intinya merupakan proses


memindahkan energi mekanik untuk keperluan pengadukan. Pengadukan
dilakukan dengan menggunakan blade, baik blade yang berbentuk menerus
maupun blade yang hanya diujungnya.
vefadalah kecepatan efektif yang bekerja antara blade dengan air. vef melaju
lebih lambat dari pada vb (kecepatan blade) sebanyak k  v b . Nilai k merupakan

koefisien blade, yang nilainya disesuaikan menurut jenis blade yang digunakan,
yaitu:
❖ Untuk blade pada ujung tangkai; k = 0,25
❖ Untuk blade jenis menerus; k = 0 - 0,15
Nilai Cd adalah sebesar 1,8 sedangkan untuk luas blade besarannya adalah
15 sampai 20% dari penampang basah air yang diaduk.

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-20

Gambar 2.8 Harga Drag Coefficients untuk beberapa objek


Sumber : S. Kawamura, Integrated Design of Water Treatment Facilities, 1991
Diakses : 18 Maret 2021, 21.44 WIB

Gambar 2.9 Paddle Blade pada flokulator


Sumber : Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment, Ronald L Droste, 1997
Diakses : 18 Maret 2021, 21.44 WIB

Beberapa tipe pengadukan mekanik dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.10 Tipe flokulator dengan pengaduk paddle


Sumber : S. Kawamura, Integrated Design of Water Treatment Facilities, 1991
Diakses : 18 Maret 2021, 21.46 WIB

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-21

b. Baffle Channel (saluran pengaduk) Basin


Faktor utama yang diperhitungkan dalam penggunaan proses flokulasi
dengan baffle channel adalah :
❖ Kondisi daerah.
❖ Headloss yang terjadi di sekeliling bak.
Sebagai contoh, beberapa negara-negara yang sedang berkembang
mempunyai kesulitan terhadap perawatan yang dilakukan.
Tetapi setelah didesain, antara saluran baffle horizontal (around-the-end
flow) dan baffle vertikal (over-and-under flow) memiliki kinerja yang baik dan
menunjukkan karakteristik aliran yang baik. Saluran pengadukan ini memiliki 2
kerugian, yaitu terdapat headloss yang terjadi di bak cukup besar yaitu antara 0.3
– 0.6 m (1 – 2 ft) dan laju aliran di instalasi yang berfungsi dalam menentukan
intensitas pengadukan.
Hal ini berarti penggunaan proses flokulasi dengan baffle channel terbatas
di negara-negara berkembang. Jika kondisi dari variasi laju aliran dan
ketersediaan headloss baik, maka proses ini dapat digunakan di negara yang sudah
berkembang. Beberapa negara yang memakai flokulasi dengan baffle channel
yaitu Amerika Serikat dan Jepang.
➢ Baffle Channel (saluran pengaduk) Horizontal.
Pengadukan dengan saluran pengaduk memanfaatkan energi pengadukan
yang berasal dari :
❖ Friksi pada dinding saluran pada saluran lurus
❖ Turbulensi pada belokan
❖ Keunggulan pengadukan dengan cara ini adalah:
❖ Pengendalian terhadap pengadukan mudah
❖ Kapasitas dapat ditingkatkan dengan mudah
Sedangkan kelemahannya adalah membutuhkan lahan yang sangat luas.

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-22

Gambar 2.11 Baffle channel horizontal


Sumber : Teori dan Perencanaan Pengolahan Air, Ir Martin Darmasetiawan, Msc, 2004
Diakses : 18 Maret 2021, 21.48 WIB

➢ Baffle Channel (saluran pengadukan) Vertikal


Pada pengadukan vertikal, titik berat pengadukan terletak pada kontruksi
celah antar buffle yang tingkat pengadukannya diatur dengan pintu yang ada antar
buffle. Gradien kecepatan yang dihasilkan dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
Qh
G= ………….(2.18)
HA
dimana:
H = Beda tinggi (m)
H = Tinggi muka air dihilir pengatur (m)
A = Luas dasar
Penampang saluran pengaduk vertikal berbentuk segi empat, sehingga
apabila pemerataan aliran tidak dilakukan dengan baik, akan mengakibatkan dead
zone terutama di sudut-sudut kompartemen yang dapat dilihat pada gambar di
bawah.

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-23

Gambar 2.12 Baffle channel Vertikal


Sumber : Saduran dari Teori dan Perencanaan Pengolahan Air, Ir Martin Darmasetiawan, 2004
Diakses : 18 Maret 202, 21.50

➢ Dialirkan melalui media kerikil atau pasir


Pengadukan media dilakukan melalui media kerikil di dalam rongga antar
butir. Dengan demikian energi pengadukan diperoleh dari kehilangan tekanan
selama melalui media tersebut. Volume pengadukan sama dengan volume rongga
yang terdapat diantara butir. Arah aliran dari pengadukan jenis ini dapat vertikal
dari bawah ke atas atau horizontal.
Pengadukan jenis ini di Indonesia belum ada kecuali pada taraf
laboratorium.

2.2.7 Reservoir (Bak Penampung)


Reservoir adalah tempat penampungan air yang telah selesai diolah dan siap
didistribusikan. Fungsi reservoir yang paling utama ialah untuk menyediakan air
minum pada saat fluktuasi pemakaian berada dalam keadaan puncak (maksimum).
Reservoir juga dapat berfungsi sebagai penyedia tekanan bagi distribusi air minum
jika diperlukan.
Berdasarkan Letak bangunannya, reservoir dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Reservoir bawah tanah (ground reservoir)
Merupakan reservoir yang digunakan sebagai tempat penampungan air yang
telah disaring sambil menunggu untuk dipompakan ke reservoir pelayanan
untk distribusi.
Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho
TINJAUAN PUSTAKA II-24

2. Reservoir menara
Merupakan reservoir yang digunakan pada sistem distribusi untuk
menyeimbangkan debit pengaliran, mempertahankan tekanan pada saat
kebutuhan dan mengatasi keadaan darurat.

Reservoir Air Bersih


Air bersih akan dialirkan ke reservoir sebelum didistribusikan dan
ditransmisikan. Pada umumnya reservoir dibuat dari beton bertulang, beton
pratekan, baja, reinforced plastic dan sebagainya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian air adalah :


1. Letak geografis.
2. Jumlah komunitas.
3. Status ekonomi masyarakat.
4. Tekanan air.
5. Debit dan harga air ukuran kota.
6. Ukuran kota.
7. Kebutuhan air untuk penyimpanan.
8. Pengelolaan sistem air.

2.3 Bangunan Pengolahan Air Minum yang Termasuk Unit Proses


2.3.1 Transfer Gas (Aerasi)
Transfer gas atau aerasi dapat dikategorikan sebagai unit operasi dalam
sistem pengolahan air minum, namun pada beberapa reaksi dilakukan pelarutan gas
kedalam air baku yang sedang diolah misalnya pada beberapa desinfeksi, dengan
memakai ozone dan gas klor.
Transfer gas adalah penambahan atau pengurangan gas yang dikehendaki
dalam pengolahan air, operasi dapat berupa penghilangan CO2, H2O, H2S, CH4,
dan berbagai senyawa organic yang mengakibatkan bau dan rasa. Selain itu juga
dapat menghilangan warna. Pada proses aerasi terjadi:

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-25

a. Penyisihan gas-gas terlarut


Gas-gas seperti h2s, co2 hasil dari dekomposisi zat-zat organic dapat
dihilangkan dengan aerasi, dimana saat proses berlangsung yaitu air
disemprotkan untuk kontak dengan udara, gas-gas tersebut akan kontak
dengan udara kemudian terlepas dari buturan-butiran air ke udara.
b. Terhindarnya keadaan anaerob.
c. Oksidasi
Pada transfer gas ini oksigen akan masuk kedalam air, kemudian akan
mengoksidasi zat-zat terlarut (persipitat) yang dapat disisihkan dengan cara
pengendapan atau filtrasi.

• Fungsi dari aerasi itu sendiri adalah:


Penambahkan oksigen pada air tanah untuk menoksidasi besi dan mangan
terlarut. Serta dalam jumlah yang banyak untuk menghindari atau memelihara
tekanan oksigen pada pengolahan air buangan. Penghilangan karbon dioksida
untuk mengurangi korosi dan gangguan pada proses pelunakan dengan
menggunakan kapur soda. Penghilangan korosi padalogam serta peluruhan
semen dan beton serta gangguan proses klorinasi. Penghilangan metana untuk
menghindari kebakaran dan peledakan. Penghilangan minyak yang mudah
menguap sewrta senyawa yang dapat menghasilkan bau dan rasa yang
dihasilkan oleh algae atau MO.

• Bentuk-bentuk transfer gas, yaitu:


a. Aerasi dengan gravitasi
Yang termasuk jenis aerasi dengan gravitasi adalah:
- Dascade, yaitu mengalirkan air pada beberapa anak tangga.
- Incleaned planes, yaitu mengalirkan air pada bidang miring.

- Melewatkan air yang dipancurkan dari atas melalui media seperti cake
atau stone.
- Stack vertical, yaitu menjatuhkan butiran air.

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-26

Sistem ini memberikan kesempatan air berkontak sebanyak-banyaknya


dengan udara bebas (terbuka), criteria perencanaannya:
- Tinggi jarak = 4 meter
- Beban permukaan ≥ 0.4 mᶟ/m²/jam
- Jarak antar tray ± 1 m
- Tekanan pada spray nozzle ≥ 1 m
- Jarak nozzle terluar dinding ≥ 1.5 m
- Ukuran pipa nozzle ≥ 50 mm

b. Spray aerator
Jenis spray aerator ini adalah dengan menyemprotkan butiran air ke udara
dari orifice atau nozzle yang bergerak ataupun diam.

c. Aerator dengan defuser udara


Yaitu aeraor yang memakai defuser udara atau memasukan gelembung
udara kedalam air melalui orifice atau nozzle dengan memakai pipa.

d. Aerator mekanik
Yaitu aerator yang menggunakan alat yang bekerja secara mekanik seperti:
paddle (submerge atau surface), propellet blades, turbine blades.

2.3.2 Koagulasi
Pada proses koagulasi, zat kimia koagulan dicampur dengan air baku selama
beberapa saat hingga merata dalam suatu reaktor koagulator. Dari pencampuran ini
akan terjadi destabilisasi koloid zat padat yang ada di air baku. Keadaan ini
menyebabkan menggumpalnya koloid-koloid tersebut menjadi koloid dengan
ukuran yang lebih besar. Proses koagulasi ini dilaksanakan dalam satu tahap dan
dalam waktu yang relatif cepat yaitu kurang dari satu menit, sehingga koagulator
disebut juga sebagai pengaduk cepat.
Dalam proses ini, koloid-koloid yang sudah kehilangan muatannya atau
terdestabilisasi, saling tarik menarik sehingga cenderung untuk membentuk

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-27

gumpalan yang lebih besar. Karena itu, air yang sudah mengalami proses koagulasi
ini kemudian dialirkan ke reaktor kedua untuk proses penggumpalan/flokulasi.
Ada tiga faktor yang menentukan keberhasilan suatu proses koagulasi yaitu:
• Jenis bahan kimia koagulan yang dipakai
• Dosis pembubuhan bahan kimia
• Pengadukan dari bahan kimia
Ketiga faktor ini saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Penentuan
ketiga faktor tersebut di lapangan harus dengan pertimbangan yang baik.

Jenis Bahan Kimia Koagulan


Jenis bahan kimia koagulan yang umum dipakai yaitu:
• Koagulan garam logam
• Koagulan polimer kationik

Contoh koagulan garam logam antara lain:


• Aluminium Sulfat atau tawas (Al3(SO4)2.14H2O)
• Feri Chloride (FeCl3)
• Fero Chloride (FeCl2)
• Feri Sulfhate (Fe2(SO4) 3)
Koagulan yang umum di pakai adalah Aluminium Sulfat atau dalam bahasa
pasarnya adalah Tawas. Sedangkan Feri Chloride dan Fero Sulfat, meskipun juga
merupakan koagulan yang baik, namun jarang dipakai di suatu instalasi pengolahan
air di Indonesia.

Contoh koagulan polimer atau koagulan sintetis yaitu :


• Poly Aluminium Chloride (PAC)
• Chitosan
• Curie flock
Koagulan yang umum dipakai adalah PAC, yang merupakan polymerisasi
dari Aluminium Chloride. Karena sifat kelarutannya di dalam air dan tingkat
pembentukan floknya yang lebih baik, maka polimer ini sering juga dipakai sebagai
Coagulant Aid atau zat kimia tambahan untuk memperbaiki kondisi koagulasi.
Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho
TINJAUAN PUSTAKA II-28

Perbedaan dari kedua jenis koagulan ini adalah pada tingkat hidrolisa di
dalam air, dimana koagulan garam logam mengalami hidrolisa sedangkan koagulan
polimer tidak.
Reaksi hidrolitik menghasilkan senyawa hidrokompleks seperti
Al(OH)2+,Fe(H2O)3+3 dan Fe(OH)2+. Pengaruh pH pada proses hidrolis sangat
besar. Dan pembentukan unsur hidrolisis sangatlah cepat, yaitu dibawah 1 detik.
Setelah terbentuk, unsur hidrolis ini yang segera mengabsorbsi partikel koloid dan
menyebabkan destabilisasi dari muatan elektrolitnya. Hal ini mengakibatkan
polimerisasi dari reaksi hidrolisis.
Proses pengadukan cepat mempunyai peranan yang sangat penting dalam
koagulasi yang menggunakan koagulan garam logam karena:
• Hidrolisis dan polimerisasi merupakan proses yang sangat cepat.
• Pembubuhan koagulan dan pH yang merata sangat penting dalam
pembentukan unsur hidrolisis.
• Proses absorbsi koagulan berlangsung sangat cepat
• Apabila pengadukan yang terjadi terlambat, maka koagulan akan
terbuang, karena bereaksi terhadap air.
Sebaliknya, pada proses koagulasi yang menggunakan koagulan jenis
polimer kationik, proses pengadukan cepat tidaklah penting karena reaksi hidrolisis
tidak terjadi. Proses absorbsi koloid yang terjadi lebih lamban karena ukuran
koagulan lebih besar. Dilihat dari sudut praktis, waktu pengadukan untuk polimer
dapat lebih panjang yaitu 2-5 detik.
Pembubuhan koagulan dalam air baku dapat dilakukan secara tunggal atau
merupakan kombinasi dari beberapa koagulan. Penetapan jenis dan dosis optimal
koagulan dapat dilakukan dengan jar test.

Dosis Pembubuhan Koagulan


Dosis pembubuhan koagulan secara praktis ditentukan di laboratorium
dengan menggunakan penelitian jar test. Prosedur jar test pada prinsipnya
merupakan replika dari proses pengolahan air dalam skala kecil dan dalam kondisi
batch. Prosedur jar test terdiri dari tahapan sebagai berikut :

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-29

• Sebelum dilakukan jar test, terlebih dahulu dilakukan penelitian


mengenai kualitas air. Parameter kualitas air yang diamati adalah:
- pH
- kekeruhan
- warna
• Sampel air diambil sebanyak 4 atau 6 buah (sebanyak gelas yang ada di
jar test) kemudian dimasukkan ke dalam gelas jar test.
• Masing-masing gelas kemudian diberi koagulan dengan dosis yang
berbeda. Misalnya dengan menggunakan alum dari 10, 20, 30, dan 40
ppm.
• Setelah pembubuhan koagulan dilakukan pengadukan cepat dengan
kecepatan pengadukan diatas 60 rpm selama satu menit.
• Setelah diaduk selama satu menit, pengadukan diperlambat hingga 10
rpm untuk meniru proses flokulasi. Pada tahap ini mulai diamati proses
pembesaran flok. Pengadukan lambat ini dilakukan selama 5-10 menit,
setelah itu dihentikan untuk kemudian dilihat proses pengendapan.
• Proses pengendapan diamati selama 5, 10, dan 20 menit. Dari sini dapat
dilihat kemampuan flok untuk mengendap.
• Setelah itu, dilakukan penyaringan/filter terhadap supernatant (bagian
yang tidak mengendap) dengan menggunakan kertas penyaring.
Kemudian dilakukan kembali pengamatan terhadap hasil filtrat.
• Dengan menggunakan cara/prosedur yang sama, dilakukan kembali
percobaan dan pengamatan untuk sampel air pada gelas-gelas lainnya
menurut dosis koagulan yang ditambahkan.
• Dari seluruh rangkaian percobaan dan pengamatan yang telah
dilakukan, kemudian dapat ditarik kesimpulan dosis mana yang paling
baik/optimal.
Dosis optimal, yang diperoleh dari hasil jartest, dapat dipakai sebagai
patokan atau acuan dalam membubuhkan koagulan untuk pengolahan air.
Umumnya dosis optimal yang diperoleh dari hasil jar test menggambarkan dosis
yang perlu diterapkan dalam operasional instalasi pengolahan air minum.

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-30

Namun untuk skala operasional akan terjadi penyimpangan, karena


umumnya dosis yang perlu dimasukkan lebih banyak dari dosis hasil jartest.
Perbedaan ini disebabkan karena ketidak-efisienan dalam pengadukan cepat. Untuk
itu, perlu dilakukan perencanaan pengadukan cepat yang baik. Pada tabel 2.1 dapat
dilihat suatu contoh prosedur dari jar test untuk suatu air baku.

Tabel 2.1 Contoh Prosedur Dari Jar Test Untuk Suatu Air Baku
Jartest : 1
Koagulan 1: Alum
Koagulan 2: Kapur Tohor 10 ppm
Parameter Dosis mg/L
Air
No yang Satuan
Baku 10 25 40 55 Commented [L1]: tabel warna biru
Diamati
1 pH 7 6.8 6.8 6.7 6.7
2 Kekeruhan NTU 50 45 15 10 14
3 Warna TCU 25 20 13 5 2
Sumber: Dikutip dari Tugas Besar PBPAM 2021

Jartest : 2

Koagulan 1: Alum
Koagulan 2: Kapur Tohor 20 ppm
Parameter Dosis mg/L
Air
No yang Satuan
Baku 10 25 40 55
Diamati
1 pH 7 6.8 6.8 6.7 6.7
2 Kekeruhan NTU 50 45 12 1 14
3 Warna TCU 25 20 10 2 2
Sumber: Dikutip dari Tugas Besar PBPAM 2021

2.3.3 Biological Action


Suspensi-suspensi yang terdapat alam air, mengandung organism-
organisme yang selanjutnya akan membentuk lapisan diatas media filter. Lapisan
lendir akan menarik mikoroorganisme sehingga air filtrate tidak lagi banyak
mengandung bakteri.
Partikel pada filtrasi akan menggumpal kemudian jatuh dan selanjutnya
terjadi proses dengan bakteri atau mikroorganisme. Pada suatu saat terjadi kondisi

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-31

tunak, partikel akan menggumpal dan kemudian jatuh dan membentuk lapisan
lumpur.

2.3.4 Desinfeksi
Desinfeksi adalah proses yang dimaksudkan untuk membunuh bakteri-
bakteri pathogen yang terdapat dalam air sebagi upaya untuk memenuhi persyaratan
mikrobiologis. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk proses desinfeksi
diantaranya:
a. Secaraa kimiawi, misalnya dengan klor, iodine, brom, asam/basa, atau ozon.
b. Mekanis, misalnya dengan saringan pasir atau pasa saat sedimentasi dimana
bakteri dapat terikat dengan suspended solid sebanyak 25-75%.
c. Fisis, misalnya dengan pemanasan, penyaringan, radiasi U.V, ozonisasi.

Bahan yang dapat dipakai sebagai desinfektan:


- Gas khlor (Cl2)
- Gas ozon (O3)
- Kalsium hipoklorit [Ca(OCL)2]
- Natrium hipoklorit [Na(OCL)2]

Kriteria perencanaan bak pembubuh kaporit:


- Periode pengisian bak terlarut = 24 jam
- Konsentrasi larutan C = 10%
- Berat jenis kaporit (60% Cl2) = 0.8660 kg/l
- Kadar klor = 60%
- Sisa klor = (00.2-0.4) mg/l

2.3.5 Netralisasi
Merupakan proses penetralan pH air, biasanya terjadi pada proses
pengolahan air minum yang dilakukan pada netralisasi ialah menaikkan pH air
karena pada saat penambahan koagulan tawas pH air akan turun. Cara menaikkan
pH air yang paling umum adalah dengan pembubuhan kapur tohor.
Kriteria perencanaan pembubuhan kapur tohor, ialah:

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho


TINJAUAN PUSTAKA II-32

a. Bak pelarut
- Periode pengisian bak 24 jam
- Kadar kapur dalam larutan, Ck = 10

b. Line saturator
- Konsentrasi larutan jenuh, Cs = 1.1 gr/l
- td = 1-2 jam
- Kecepatan air naik, Vup = 2.5 cm/dtk

c. Kapur
- Kadar CaO = 60%
- Berat jenis kapur = 1.2 kg/l (25ᵒC)

2.3.6 Pertukaran Ion


Prinsip pertukaran ion adalah pertukaran ion-ion berbahaya denganion-ion
yang tidak diinginkan dengan memakai media porous yang disebut resin. Resin
yang dipakai dapat berupa:
a. Resin alami = zeolit green sand
b. Resin sintetis = solicous gel type zeolit

Agar padatan penukar ion bekerja efektif, maka harus memenuhi syarat
sebagi berikut:
- Mengandung ion yang akan ditukar.
- Tidak larut dalam air.
- Mempunyai ruang cukup dalam struktur porousnya untuk dapat melewati
ion dengan bebas keluar dan masuk padatan

Anggyta Ayu Lestari/183050026/PBPAM/2021/Muhammad Ridho

Anda mungkin juga menyukai