Anda di halaman 1dari 1

Kemunduran[sunting 

| sunting sumber]
Suksesi raja Demak ketiga tidak berlangsung mulus, terjadi persaingan panas antara Pangeran
Surowiyoto atau Pangeran Sekar dan Trenggana yang berlanjut dengan di bunuhnya Pangeran
Surowiyoto oleh Sunan Prawoto (anak Trenggana). Peristiwa ini terjadi di tepi sungai
saat Surowiyoto pulang dari Masjid sehabis sholat Jum'at. Sejak peristiwa itu Surowiyoto dikenal
dengan sebutan Sekar Sedo Lepen yang artinya sekar gugur di sungai. Pada
tahun 1546 Trenggana wafat dan tampuk kekuasaan dipegang oleh Sunan Prawoto,
anak Trenggana, sebagai raja Demak keempat, akan tetapi pada tahun 1547 Sunan Prawoto dan
isterinya dibunuh oleh Rungkud pengikut Pangeran Arya Penangsang, putra Pangeran Surowiyoto.
Pangeran Arya Penangsang adalah Adipati Jipang pada waktu itu, Adipati Arya Penangsang adalah
murid terkasih dari Sunan Kudus. Diceritakan bahwa Pengikut Arya Penangsang juga
membunuh Pangeran Hadiri, penguasa Jepara atau Kalinyamat (Suami Ratu Kalinyamat). Hal ini
menyebabkan adipati-adipati di bawah Demak memusuhi Pangeran Arya Penangsang, salah
satunya adalah menantu Sultan Trenggono Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya.
Puncak dari peristiwa ini Arya Penangsang dibunuh oleh Sutawijaya anak angkat Joko Tingkir yang
tergabung dalam Pasukan Pajang saat menyerang Jipang. Dengan terbunuhnya Arya Penangsang,
maka berakhirlah era Kesultanan Demak. Joko Tingkir memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang
dan mendirikan Kerajaan Pajang atau Kesultanan Pajang.

Ekonomi[sunting | sunting sumber]
Contoh koin yang pernah digunakan di
Kesultanan Demak: Koin lokal Demak (atas),
koin Melaka Portugis (tengah), dan koin
Dinasti Ming (bawah).

Tomé Pires pada abad ke-16 mencatat bahwa komoditas utama yang menjadi ekspor Demak
adalah beras, rempah-rempah, dan buah-buahan. Tujuan ekspor komoditas tersebut
adalah Melaka dan Maluku yang diangkut dengan jung dan penjajap. Pires juga mencatat bahwa
Demak telah menjadi tempat penimbunan padi yang berasal dari daerah-daerah pertanian di
sekitarnya. Peranannya dalam menjadi pusat kegiatan ekonomi pertanian semakin penting setelah
keruntuhan Juwana pada 1513. Selain itu, perbudakan juga disebut Pires sebagai salah satu
komoditas Demak, tetapi tidak diketahui apakah perdagangan budak masih terjadi pada masa itu.
Demak juga melakukan kegiatan impor berupa hewan-hewan dan pakaian dari Melaka, Gujarat,
dan Benggala.[19]
Sistem perekonomian Demak juga didukung dengan penggunaan mata uang baik dari dalam negeri
maupun luar negeri. Sebuah Berita Tiongkok dari awal abad ke-15 menyebutkan bahwa mata
uang tembaga dari Tiongkok umum digunakan sebagai mata uang di Jawa. Pires juga mencatat
demikian, dan selain itu mencatat bahwa mata uang Portugis juga dikenal dan disukai oleh orang
Jawa. Terdapat juga mata uang lokal Jawa, yang disebut Pires sebagai tumdaya atau tael.[20]

Anda mungkin juga menyukai