Anda di halaman 1dari 98

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BP.

S DENGAN DIAGNOSA MEDIS


CVA NON HEMORAGIK DI RUANG GALILEA II SYARAF
RUMAH SAKIT BETHESDA 22-28 MEI 2023

Disusun Oleh :

Dwestri Octavinda Kurnia (2204190)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BETHESDA YAKKUM
YOGYAKARTA
2023
HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan Asuhan Keperawatan dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Bp.S


Dengan Cva Non Hemoragik Di Ruang Galilea II Syaraf Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta tanggal 22-28 Mei 2023”, ini telah diperiksa dan disetujui oleh
pembimbing klinik Rumah Sakit Bethesda dan pembimbing akademik STIKES
Bethesda Yakkum Yogyakarta.

Yogyakarta, Mei 2023

Mengetahui,

Preceptor Klinik Perceptor Akademik

(Ns. Mg Nuning Sulistyowati, S.Kep.) (Ratna Puspita A, S.Kep., Ns.,MAN)

II
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan berkat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada Ny.K Dengan Cva Non Hemoragik Di Ruang Galilea II Syaraf
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta tanggal 15-18 Mei 2023.” Selama proses
penyusunan asuhan keperawatan ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak dr.Purwoadi Sujatno, Sp.PD., MPH. selaku direktur Rumah Sakit


Bethesda yang memberikan ijin praktik peminatan.
2. Ibu Nurlia Ikaningtyas, S.Kep., Ns., M.Kep.,Sp.Kep.MB., Ph.D., NS selaku
Ketua STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta.
3. Ibu Indah Prawesti, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Ketua Prodi Sarjana Keperawatan
STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta.
4. Ibu Ns. Mg Nuning Sulistyowati, S.Kep. Selaku Kepala Ruang Galilea II Syaraf
dan Preceptor Klinik Rumah Sakit Bethesda.
5. Ibu Ratna Puspita A, S.Kep., Ns.,MAN selaku Preceptor Akademik STIKES
Bethesda Yakkum.
6. Seluruh karyawan Ruang Galilea II Syaraf yang telah membantu selama praktik
di Ruang Galilea II Syaraf.

Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari masih banyak kekurangan. Untuk
itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun demi perbaikan
selanjutnya. Semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Yogyakarta, Mei 2023

Dwestri Octavinda Kurnia

III
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN..................................................................ii
KATA PENGANTAR................................................................................iii
DAFTAR ISI...............................................................................................iv
LAPORAN PENDAHULUAN..................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Tujuan Penulisan..............................................................................2
C. Waktu Dan Tempat Praktik..............................................................3
D. Manfaat............................................................................................3
LAPORAN KASUS....................................................................................5
A. KONSEP MEDIS...........................................................................5
1. Definisi.......................................................................................5
2. Anatomi Fisiologi......................................................................5
3. Klasifikasi..................................................................................13
4. Etiologi.......................................................................................15
5. Patofisiologi...............................................................................15
6. Manifestasi Klinik......................................................................18
7. Pemeriksaan Diagnostik.............................................................20
8. Komplikasi.................................................................................21
9. Penatalaksanaan.........................................................................22
B. KONSEP KEPERAWATAN........................................................23
1. Pengkajian..................................................................................23
2. Diagnosa Keperawatan..............................................................30
3. Intervensi Keperawatan (Nursing Care Plan)...........................32
PENGELOLAAN KASUS .......................................................................40
A. Pengkajian........................................................................................40
B. Analisa Data.....................................................................................59
C. Diagnosis Keperawatan....................................................................60
D. Rencana Tindakan Keperawatan......................................................61
E. Catatan Perkembangan.....................................................................65
Daftar Pustaka ...........................................................................................75

IV
LAPORAN
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi yaitu hipertensi dimana
hipertensi Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan darah seseorang
lebih dari 140 mmHg untuk systole dan 90 mmHg untuk diastole, dimana
hipertensi merupakan salah satu penyebab terbesar morbiditas di dunia, sering
disebut sebagai pembunuh diam-diam (Longo et al, 2015).
Kejadian hipertensi terus meningkat di dunia mencapai sekitar 1,13 miliar
individu, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Selain itu
jumlah penderita hipertensi diperkirakan akan terus meningkat mencapai 1,5
miliar individu pada tahun 2025, dengan kematian mencapai 9,4 juta individu
akibat hipertensi (Adrian, 2019). Prevalensi hipertensi di Indonesia juga
semakin meningkat bahkan menjadi penyakit nomor tiga penyebab kematian
saat ini sebanyak 8.8% dari jumlah penduduk Indonesia sudah terdiagnosis
hipertensi oleh dokter dan diprediksi akan meningkat 25,8% pada tahun 2025
(Riskesdas, 2018). Prevalensi hipertensi di Kalimantan Barat juga semakin
hari semakin meningkat bahkan sangat memprihatinkan bahwa hipertensi
masuk kedalam peringkat tiga besar dengan kata lain sebanyak 8.16% dari
jumlah penduduk di Provinsi Kalimantan Barat sudah terdiagnosis hipertensi
dengan Kota Pontianak sebagai kota tertinggi ke dua setelah Kota Singkawang
dengan 9.52% dari jumlah penduduk Kota Pontianak sudah terdiagnosis
hipertensi (Riskesdas, 2018).
Perawat memiliki peran sangat penting untuk memberikan pendidikan dan
penyediaan layanan kesehatan sebagai acuan untuk klien mengetahui
penyebab terjadinya CVA Non Hemoragik, sehingga hal ini perlu dilakukan
pengkajian, intervensi, evaluasi sesuai dengan kondisi klien serta mengedukasi
klien guna mencegah terjadinya CVA Non Hemoragik secara berulang.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan asuhan

1
keperawatan dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Bp.S Dengan CVA
Non Hemoragik Di Ruang Galilea II Syaraf Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta tanggal 22-28 Mei 2023.”

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan
diagnosa medis CVA Non Hemoragik Di Ruang Galilea II Syaraf Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta tanggal 15-18 Mei 2023.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami konsep teori asuhan keperawatan pada klien
CVA Non Hemoragik.
b. Mampu melakukan pengkajian pada Bp.S dengan Diagnosa Medis
CVA Non Hemoragik Di Ruang Galilea II Syaraf Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta.
c. Mampu menganalisa data hasil pengkajian pada Bp.S dengan
Diagnosa Medis CVA Non Hemoragik Di Ruang Galilea II Syaraf
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
d. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas
pada Bp.S dengan Diagnosa Medis CVA Non Hemoragik Di Ruang
Galilea II Syaraf Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
e. Mampu menyusun perencanaan keperawatan pada Bp.S dengan
Diagnosa Medis CVA Non Hemoragik Di Ruang Galilea II Syaraf
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
f. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Bp.S dengan
Diagnosa Medis CVA Non Hemoragik Di Ruang Galilea II Syaraf
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
g. Mampu mengevaluasi hasil keperawatan yang telah dilaksanakan
pada Bp.S dengan Diagnosa Medis CVA Non Hemoragik Di Ruang
Galilea II Syaraf Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.

2
h. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Bp.S dengan
Diagnosa Medis CVA Non Hemoragik Di Ruang Galilea II Syaraf
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
i. Penulis mampu melakukan pembahasan asuhan keperawatan pada
Bp.S dengan Diagnosa Medis CVA Non Hemoragik Di Ruang
Galilea II Syaraf Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.

C. Waktu dan Tempat Praktek


Asuhan keperawatan dilakukan secara luring. Pengkajian dilakukan sejak hari
Senin, 22-28 Mei 2023. Pengkajian secara luring dilakukan dengan observasi,
pemeriksaan fisik dan wawancara langsung kepada klien dan keluarga.

D. Manfaat
1. Bagi pendidikan
Manfaat yang di harapkan dapat dirasakan oleh institusi pendidikan dari
penulis karya tulis ilmiah ini adalah :
a. Dengan adanya asuhan keperawatan pada klien CVA Non
Hemoragik, pendidikan dapat mengaplikasikannya ke peserta didik
tentang keterkaitan antara teori dan kasus.
b. Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan
datang.
2. Bagi penulis
Memberikan pengetahuan dan memperkaya pengalaman bagi penulis
dalam memberikan dan menyusun asuhan keperawatan pada klien CVA
Non Hemoragik sebagai salah satu syarat menyelesaikan tugas Program
Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bethesda Yakkum
Yogyakarta.
3. Bagi Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
Mampu menerapkan perawatan dan asuhan keperawatan pada klien
dengan CVA Non Hemoragik di ruangan rawat inap Galilea II Syaraf

3
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta, sehingga bisa di aplikasikan dan dapat
peningkatkan sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit
4. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan khususnya bagi perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien yang mengalami CVA
Non Hemoragik dan sebagai pertimbangan syarat dalam mendiagnosa
kasus sehingga perawat mampu memberikan tindakan yang tepat kepada
klien.

4
LAPORAN
KASUS

A. Konsep Medis
1. Definisi
a. Stroke
Stroke merupakan gangguan sistem persarafan yang dikarenakan
adanya gangguan pada peredaran darah di dalam otak bisa karena
pecahnya pembuluh darah biasa disebut stroke hemoragik atau adanya
sumbatan dalam pembuluh darah otak biasa disebut stroke non
hemoragik. Pembuluh darah dalam otak seharusnya mendapatkan
oksigen dan nutrisi, jika mengalami gangguan akan terjadi kematian
sel saraf otak. Gejala-gejala stroke berlangsung selama 24 jam (Maria,
2021).
b. Stroke non hemoragik
Stroke Non Hemoragik terjadi ketika pembuluh darah arteri. yang
membawa darah dan oksigen ke otak mengalami penyempitan,
sehingga menyebabkan aliran darah ke otak sangat berkurang. Kondisi
ini disebut juga dengan iskemia, stroke non hemoragik dapat
disebabkan oleh trombosis dan emboli (Nurarif, 2016).
2. Anatami dan fisiologi

5
Menurut Nugroho (2013 dalam Maria, 2021), anatomi fisiologi sistem
saraf, yaitu sistem saraf merupakan sistem fungsional dan struktural yang

paling terorganisasi dan paling kompleks. Sistem ini mempengaruhi fungsi


tubuh, baik secara fisiologis maupun psikologi. Susunan saraf manusia
mempunyai arus informasi yang cepat dengan kecepatan pemrosesan yang
tinggi dan tergantung pada aktivitas listrik (impuls saraf). Secara garis
besar, sistem saraf terbagi menjadi 2 yang terdiri dari saraf pusat (otak dan
medula spinalis) dan saraf tepi (saraf kranial dan spinal) dan secara
fisiologi yaitu saraf otonom dan saraf somatik.
Skema 1. Susunan Saraf Manusia.
Sumber : (Maria, 2021).

a. Sistem Saraf Pusat


Susunan saraf pusat (SSP) yaitu otak (ensefalon) dan medula
spinalis, yang merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh
aktivitas tubuh. Bagian fungsional pada susunan saraf pusat adalah
neuron akson sebagai penguhubung dan transmisi elektrik antar

6
neuron, serta dikelilingi oleh sel glia yang menunjang secara
mekanik dan metabolik.
Otak dan medula spinalis merupakan sistem saraf pusat (SSP).
SSP terdiri atas tiga divisi fungsional utama, yaitu: Otak dengan
fungsi luhur atau korteks serebral, otak dengan fungsi lebih rendah
(ganglia, basal, talamus, hipotalamus, otak tengah, pons, medula,
serebelum), medula spinalis.

1) Otak
Otak merupakan organ tubuh yang sangat penting dan sebagai
pusat pengatur dari segala kegiatan manusia yang terletak di
dalam rongga tengkorak. Bagian utama otak adalah otak besar
(cerebrum), otak kecil (cerebellum), dan batang otak
(brainstem). Otak merupakan organ paling besar dan paling
kompleks pada sistem saraf. Otak terdiri atas lebih dari 100
miliar neuron dan serabut terkait. Jaringan otak memiliki
konsisten seperti gelatin. Organ semisolid ini memiliki berat
1.400 gram pada orang dewasa.

Gambar 3. Anatomi Otak.


Sumber : (Maria, 2021).
Pada otak terdapat suatu cairan yang dikenal dengan cairan
cerebrospinalis. Cairan cerebrospinalis ini mengelilingi ruang
sub araknoid di sekitar otak dan medula spinalis. Cairan ini
juga mengisi ventrikel otak. Cairan ini menyerupai plasma

7
darah dan cairan interstisial dan dihasilkan oleh plesus koroid
dan sekresi oleh sel-sel epindemal yang mengelilingi
pembuluh darah serebral dan melapisi kanal sentral medula
spinalis. Fungsi cairan ini adalah sebagai bantalan untuk
pemeriksaan lunak otak dan medula spinalis, juga berperan
sebagai media pertukaran nutrien dan zat buangan antara darah
dan otak serta medula spinalis.

a) Otak besar (Cerebrum)


Merupakan bagian otak yang terbesar 85% yang terdiri
dari sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari
korteks. Lapisan paling luar serebrum disebut sebagai
korteks serebri, memiliki tebal 2-5 mm. Istilah neokorteks
sering digunakan untuk merujuk korteks serebri kecuali
pada bagian olfaktorius dan dari daerah hipokampus.
Kedua korteks serebri kanan dan kiri menginterpretasi data
sensori, menyimpan memori, mempelajari dan membentuk
konsep akan tetapi setiap hemisfer mendominasi hemisfer
yang lain dalam beberapa fungsi. Sebagai contoh pada
sebagian besar orang, korteks kiri memiliki dominasi untuk
analisis sistematis, bahasa dan kemampuan berbicara,
matematika, serta abstraksi. Korteks kanan memiliki
dominasi untuk asimilasi pengalaman sensoris seperti
informasi visual dan aktivitas seperti menari, senam,
musik, dan apresiasi seni.
Di dalam otak besar terdapat beberapa lobus, yaitu :
(1) Lobus frontalis
Korteks motorik mengatur aktivitas motorik. Area
brocca terletak di anterior korteks motorik primer dan
superior sulkus lateralis mengkoordinasikan aktivitas
muskular kompleks mulut, lidah, dan laring serta

8
memungkinkan pembicaraan ekspresif (motorik).
Kerusakan pada area ini akan menyebabkan klien tidak
bisa bicara dengan jelas, suatu gangguan yang disebut
afasia brocca.
(2) Lobus parietalis
Lobus parietalis adalah daerah korteks yang terletak di
belakang sulkus sentralis, di atas fisura lateralis dan
meluas ke belakang ke fisua parieto-oksipitalis. Lobus
ini merupakan daerah sensorik primer otak untuk rasa
raba dan pendengaran.
(3) Lobus oksipitalis
Lobus oksiptalis adalah lobus posterior korteks
serebrum. Lobus ini terletak di sebelah posterior dari
lobus parietalis dan di atas fisura-fisura parieto-
oksipitalis. Lobus ini menerima informasi yang berasal
dari retina mata.
(4) Lobus temporalis
Terletak dibawah (inferior) sulkus lateralis. Lobus
temporalis mengandung area reseftif auditori primer
(interpretasi) dan area asosiasi auditori. Memori bahasa
disimpan di area asosiasi auditori lobus temporalis kiri.
Kerusakan area ini akan menyebabkan seseorang tidak
dapat memahami bahasa yang diucapkan atau di tulis
atau mengenal memfasilitasi pemahaman bahasa
terletak di area Wernicke. Lobus ini juga terlibat dalam
interpretasi bau dan penyimpanan ingatan.
b) Otak kecil (Cerebellum)
Otak kecil terletak difosa serebri posterior di bawah
tentorium serebelum yaitu durameter yang memisahkannya
dari lobus oksipital serebrum. Merupakan pusat koordinasi
untuk keseimbangan dan tonus otot melalui suatu

9
mekanisme kompleks dan umpan balik juga
memungkinkan sistem somatik tubuh untuk bergerak
secara tepat dan terampil.
Cerebellum merupakan bagian penting dari susunan saraf
pusat secara tidak sadar mengendalikan kontraksi otot-otot
volunter secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum
yaitu: lobus anterior, lobus medialis, dan lobus
fluccolonodularis. Lobus anterior merupakan
paleocerebellum yang menerima masukan rangsang dari
ujung-ujung proprioseptif dalam otot dan tendon serta dari
reseptor raba dan tekan. Lobus medialis merupakan
neocerebellum yang tidak berhubungan dengan gerak
voluntary.
Cerebellum terdiri atas substansia alba dan grisea.
Cerebelum mengintegrasikan informasi sensoris berkaitan
dengan posisi bagian tubuh, koordinasi gerakan otot
skleletal dan mengatur kekuatan otot yang penting untuk
keseimbangan dan postur.
c) Batang otak (Brainstem)
Batang otak berhubungan dengan diensefalon di atasnya
dan medulla spinalis di bawahnya, struktur-struktur
fungsional batang otak yang penting adalah jaras asenden,
formasio retrikularis dan desenden traktus longitudinalis
antara medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman
sel saraf dan 12 pasang saraf kranial. Batang otak secara
garis besar terdiri atas :
(1) Diensephalon
Diensephalon merupakan bagian atas otak yang
terdapat diantara serebelum dan mesensefalon.
Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian depan
lobus temporalis terdapat kapsul interna dengan sudut

10
menghadap kesamping. Diensephalon tersusun atas
talamus dan hipotalamus. Talamus menyalurkan semua
informasi asesndens (sensorik) kecuali penghindu
menuju ke sel kortikal. Hipotalamus mengatur fungsi
sistem saraf autonom seperti denyut jantung, tekanan
darah, keseimbangan air dan elektrolit, motilitas
lambung dan usus, suhu tubuh, berat badan, dan siklus
tidur terjaga. Fungsi lain dari diensephalon adalah
mengecilkan pembuluh darah, membantu proses
pernafasan, mengontrol kegiatan refleks, membantu
kerja jantung.
(2) Menesefalon
Merupakan penghubung antara pons dan serebelum
dan serebrum. Fungsinya membantu pergerakan mata
dan mengangkat kelopak mata, memutar mata dan
pusat pergerakan mata.
(3) Pons
Merupakan penghubung antara mesensefalon dengan
medula oblongata, fungsinya membantu dalam regulasi
pernapasan dan rasa raba, rasa nyeri dan rasa suhu.
(4) Medula oblongata
Merupakan struktur batang otak yang paling bawah
yang menghubungkan pons varoli dengan medula
spinalis. Medula oblongata mengandung nukleus atau
badan sel berbagai saraf yang penting. Selain itu
medula mengandung “pusat-pusat vital” yang
berfungsi mengendalikan pernapasan dan sistem
kardiovaskuler.
2) Medula spinalis
Medula spinalis merupakan bagian susunan saraf pusat yang
terdapat pada kanalis spinalis. Dimulai dari foramen magnum

11
tengkorak ke bawah sepanjang ±45 cm sampai setinggi
vertebral lumbal 1-2 (yang disebut konus medularis) dan
dikelilingi dan dilindungi oleh tulang vertebra dan meningens
(durameter, arakhnoid, piameter). Medula spinalis tersusun
dari 31 pasang saraf, yaitu 8 pasang saraf servikalis, 12 pasang
saraf torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf sarkum
dan 1 pasang saraf koksigis. Di dalam sumsum tulang
belakang terdapat saraf sensorik, saraf motorik, dan saraf
penghubung. Fungsinya adalah sebagai penghantar impuls dari
otak ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak refleks.
b. Sistem Saraf Tepi
Susunan sistem saraf tepi (SST) yaitu saraf kranial dan saraf
spinalis yang merupakan garis komunikasi antara SSP dan tubuh.
Ada 12 pasang saraf kranialis yaitu, sebagai berikut :
1) Nervus I : Olfactorius.
Fungsi pembauan, kelainan : anosmia, hiposmia, paranosmia.
2) Nervus II : Opticus.
Fungsi penglihatan, kelainan: miopia, hemianopsia, buta
warna, dan papil edema.
3) Nervus III : Occulomotorius.
Fungsi otot gerak bola mata dan mengangkat kelopak mata,
otot pupil, kelainan: ptosis, diplopia, pupil anisocor, refleks
cahaya menurun.
4) Nervus IV : Trochlearis.
Fungsi otot gerak bola mata arah medioinferior dan memutar
mata, kelainan diplopia.
5) Nervus V : Trigeminus.
Fungsi saraf sensoris wajah, kelainan: trigeminal neuralgia
(nyeri hebat di wajah, pipi atau rahang).
6) Nervus VI : Abducent.

12
Fungsi otot gerak bola mata ke lateral, kelainan: diplopia,
strabismus konvergen.
7) Nervus VII : Facialis.
Fungsi otot wajah, pengecapan lidah 2/3 depan, kelenjar air
mata, kelainan: bell’s palsy, wajah merot, hiperakusis (suara
mengeras), hipoaugesia (lidah tidak bisa merasa rasa asam,
manis, asin), hipolacrimasi (sekresi air mata berkurang).
8) Nervus VIII : Vestibulocochlearis.
Fungsi pendengaran dan keseimbangan, kelainan: pendengaran
menurun, vertigo, gangguan keseimbangan, nistagmus.
9) Nervus IX : Glosofaringeus.
Fungsi menelan, bersuara.
10)Nervus X : Vagus.
Fungsi menelan, bersuara, fungsi saraf otonom parasimpatis,
kelainan: disfagia, disartria.
11)Nervus XI : Accesorius.
Fungsi menggerakkan leher dan bahu, kelainan : tortikollis,
bahu jatuh.
12)Nervus XII : Hipoglosus.
Fungsi menggerakkan lidah, kelainan: disfagia, disatria.
(Munir, 2015).

13
Gambar 4. Distribusi saraf kranial.
Sumber : (Maria, 2021).

14
Sistem Pelindung Otak
Otak adalah organ vital dalam sistem saraf manusia. Kerusakan otak
termasuk secara mekanis akan mematikkan sistem dalam tubuh manusia.
Oleh sebab itu, sebelum sampai ke otak ada sistem pelindung otak
misalnya untyk menjaga apabila terjadi benturan.

a. Meninges adalah unit berlapis membran jaringan ikat yang menutupi


otak dan sumsum tulang belakang. Penutup ini membungkus sistem
saraf pusat struktur sehingga mereka tidak bersentuhan langsung
dengan tulang dari tulang belakang atau tengkorak. Meninges terdiri
dari tiga lapisan membran yaitu:
1) Durameter adalah membran vaskuler yang tidak dapat
diregangkan. Ruang otak yang sering diisi darah setelah trauma
kepala termasuk ruangan yang potensial (ruang subdurd) antara
dura meter dalam dan arachnoid dan ruang epidural diantara
durameter dan periosteum.
2) Arachnoid, lapisan tipis jaringan ikat, meluas dari puncak girus
menuju puncak girus di dekatnya. Arachnoid tidak mengikuti
sulkus dan fisura. Ruangan antara lapisan ini dan piamater
disebut sebagai ruang subarachnoid. Cairan serebrospinal (GSS)
mengalir pada ruangan ini.
3) Piameter merupakan lapisan jaringan ikat dengan vaskularisasi
yang berhubungan langsung dengan otak dan medula spinalis
sehingga mengikuti tiap sulkus dan fisura. Lapisan ini berperan
sebagai struktur penyokong yang metintasi semua jaringan otak

15
dan medula spinalis. Piameter dan astrosit membentuk bagian
membran sawar darah otak.
Setiap lapisan dari meninges melayani peran penting dalam
perawatan yang tepat dan fungsi sistem saraf pusat. Fungsi meninges
terutama untuk melindungi dan mendukung sistem saraf pusat dan
menghubungkan otak dan sumsum tulang belakang. Meninges
membentuk penghalang pelindung yang melindungi organ-organ
sensitif dari CNS terhadap trauma.
b. Cairan Serebrospinal, mengalir dalam ventrikel otak, batang otak,
dan sekitar saraf tulang belakang. Cairan ini memiliki sifat
antibakteri yang menghambat ertumbuhan dan perkembangan
bakteri. Cairan serebrospinal memiliki tiga fungsi utama, yaitu
menjaga jaringan otak tetap berada di posisinya dan sebagai bantalan
untuk melindungi otak dari cedera, sebagai media untuk mengantar
nutrisi ke jaringan otak dan membuang zat sisa dan menjaga
keseimbangan tekanan intrakranial, bersama dengan darah dan
jaringan (Musi & Nurjannah, 2021).
Sirkulasi cairan serebrospinal (CSS) terdiri dari pleksus
koroideus, ventrikulus, ruang subaraknoid dan vili araknoidea.
1) Pleksus koroideus
Pleksus koroideus terletak pada vertikulus lateralis, tertius
dan quartus. Pada saat embrio, pleksus ini berkembang
dari invaginasi mesenkim pada daerah mielensefalon
selama minggu keenam intra-uterin. Pada usia minggu ke-
7 sampai ke-9, pleksus koroideus mulai kehilangan
jaringan mesenkimal dan ditutupi oleh sel-sel ependimal.
2) Sistem ventrikulus
a) Ventrikulus lateralis
Ventrikulus lateral berjumlah dua buah dan berbentuk
C, secara anatomi, ventrikel ini dibagi menjadi
beberapa bagian yaitu bagian kornu anterior, korpus

16
dan kornu posterior. Corpus dari ventrikulus lateralis
menjadi dasar dari septum pelusida.
b) Ventrikulus tertius
Ventrikulus tertius berada diantara dua thalami dan
dibatasi oleh hypothalamus di bagian inferior. Bagian
anterior dari ventrikulus tertius berhubungan dengan
lamina terminalis dan foramen interventrikularis atau
foramen monroe. Sedangkan bagian posteriornya
berhubungan dengan ventrikulus quartus melalui
aquaduktus cerebri sylvii.
c) Ventrikulus quartus
Ventrikulus quartus terdiri dari tiga bagian, yaitu
bagian superior (bagian dari isthmus rhombensefalon),
intermedius (bagian metensefalon) dan inferior (bagian
mielensefalon). dinding dari ventrikel ini dibatasi oleh
sel-sel ependim, berlanjut ke bawah oleh canalis
sentralis dari medulla dan bagian superior oleh
aquaduktus cerebri sylvii dan melebar ke foramen
lateralis/ foramen luscha.
d) Spatium/ ruang subarakoid
Otak dan medulla spinalis dibungkus oleh menings
yang terdiri dari tiga lapisan. Dari luar ke dalam
dimulai dari durameter, araknoid, dan piameter.
Durameter merupakan lapisan paling superfisial dan
melekat pada calvaria cranii, kemudian lapisan kedua
adalah araknoid. Dan selaput otak (menings) yang
langsung melekat pada girus otak adalah piameter.
Antara araknoid dan piameter terdapat spatium
subaraknoid. Spatium subaraknoid diiisi oleh CSS dan
arteri-arteri utama yang memperdarahi otak. Pada
bagian tertentu spatium subaraknoid melebar dan

17
membentuk suatu cisterna. Antara medulla dan
cerebelum terdapat cisterna magna.
3) Granulatio dan vili araknoidea
Granulatio dan vili araknoidea sangat berperan penting
dalam mengatur CSS ke sistem venosus pada tubuh.
CSS adalah cairan bening tidak berwarna yang dihasilkan oleh
pleksus koroid, yang terdiri atas sekumpulan kapiler khusus yang
berlokasi di ventrikel otak. Berasal dari plasma darah, CSS
mengandung 99% air, dan terdiri atas protein, natrium, klorida,
kalium, bikarbonat, dan glukosa. Jumlah CSS normal memiliki
rentang 80 hingga 200 ml dan cairan ini diganti setiap beberapa kali
sehari. Normalnya, CSS dihasilkan dan diabsorbsi dalam jumlah
yang sama. CSS bersirkulasi dari ventrikel lateral hemisfer serebral
ke dalam ventrikel ketiga, melalui otak tengah, dan ke dalam
ventrikel keempat. Sebagian CSS mengalir menuruni pusat medula
spinalis, sedangkan sisanya bersirkulasi ke dalam ruang subaraknoid
dan kembali ke aliran darah melalui vili araknoid. CSS membentuk
bantalan untuk jaringan otak, yang melindungi otak dan medula
spinalis dari cedera, membantu memberikan nutrisi bagi otak, dan
mengeluarkan produk sampah hasil metabolisme sel serebrospinal
(LeMone et al., 2016).
c. Aliran darah otak

18
Sistem serebrovaskular memberi otak aliran darah yang banyak
mengandung zat makanan yang penting bagi fungsional otak.
Terhentinya aliran darah serebrum atau Cerebrum Blood Flow
(CBF) selama beberapa detik saja akan menimbulkan gejala
disfungsi serebrum. Apabila berlanjut selama beberapa detik,
defisiensi CBF menyebabkan kehilangan kesadaran dan akhirnya
iskemia serebrum. CBF normal adalah sekitar 50ml/100gram
jaringan otak/menit. Pada keadaan istirahat otak menerima
seperenam curah jantung; dari aspek aspirasi oksigen, otak
menggunakan 20% oksigen tubuh (Smeltzer, C. S. 2013)

Suplai darah arteri


1) Arteri vertebralis
Dipercabangkan dari arteri subclavicula berjalan
sepanjang foramina transversalis dan masuk rongga
kranial melalui foramen magnum.Arteri ini bergabung
membentuk arteri basilaris.Sistem arteri vertebralis
memberikan suplai pada batang otak, serebelum, bagian
bawah diensefalon dan daerah medial dan inferior lobus
temporalis dan occipitalis.
2) Arteri karotis interna
Arteri karotis interna dipercabangkan dari arteri karotis
komunis dan memasuki dasar cranium melalui kanalis
karotikus.Arteri karotis interna bercabang menjadi arteri
cerebralis anterior dan arteri cerebralis media. Dekat
percabangan ini terbentuk sirkulus willis dari arteri
serebralis posterior, arteri komunikan posterior, arteri
serebralis anterior dan cabang – cabang areteri komunikan.
Arteri karotis interna memberi suplai diencefalon bagian
atas, ganglia basal, lobus temporalis, parietalis dan
frontalis. Arteri serebralis medial memberi sebagian besar

19
lobus frontalis, parietalis,temporalis, oksipitalis, insular,
ganglion basal, kapsula interna dan thalamus. Arteri
serebralis anterior memberi suplai pada medial bagian
medial lobus frontalis, parietalis, ganglia basal bagian atas
dan kepsula interna.

Suplai vena
Kebanyakan darah vena dari kepala kembalike jantung melalui vena
jugularis interna, vena jugularis eksterna dan vena vertebralis. (Black
& Hawks, 2014).
3. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya stroke di bagi menjadi dua jenis (Wijaya &
Putri, 2013):
a. Stroke Iskemik / non hemoragik
Hampir 85% stroke di sebabkan oleh, sumbatan bekuan darah,
penyempitan sebuah arteri atau beberapa arteri yang mengarah ke otak,
atau embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri
ekstrakranial (arteri yang berada di luar tengkorak). Ini di sebut
sebagai infark otak atau stroke iskemik. Pada orang berusia lanjut lebih
dari 65 tahun, penyumbatan atau penyempitan dapat disebabkan oleh
aterosklerosis (mengerasnya arteri). Hal inilah yang terjadi pada
hampir dua pertiga insan stroke iskemik. Emboli cenderung terjadi
pada orang yang mengidap penyakit jantung (misalnya denyut jantung
yang cepat tidak teratur, penyakit katub jantung dan sebagainya) secara
rata-rata seperempat dari stroke iskemik disebabkan oleh emboli,
biasanya dari jantung (stroke kardioembolik) bekuan darah dari
jantung umumnya terbentuk akibat denyut jantung yang tidak teratur
(misalnya fibrilasi atrium), kelainan katup jantung (termasuk katub
buatan dan kerusakan katub akibat penyakit rematik jantung), infeksi
di dalam jantung (di kenal sebagai endocarditis) dan pembedahan
jantung. Penyebab lain seperti gangguan darah, peradangan dan infeksi

20
merupakan penyebab sekitar 5-10% kasus stroke iskemik, dan menjadi
penyebab tersering pada orang berusia muda. Namun, penyebab pasti
dari sebagian stroke iskemik tetap tidak di ketahui meskipun telah
dilakukan pemeriksaan yang mendalam. Sebagian stroke iskemik
terjadi di hemisfer otak, meskipun sebagian terjadi di serebelum (otak
kecil) atau batang otak. Beberapa stroke iskemik di hemisfer
tampaknya bersifat ringan (Sekitar 20% dari semua stroke iskemik)
stroke ini asimptomatik (tidak bergejala, hal ini terjadi ada sekitar
sepertiga pasien usia lanjut) atau hanya menimbulkan kecanggungan,
kelemahan ringan atau masalah daya ingat.
Namun stroke ringan ganda dan berulang dapat menimbulkan cacat
berat, penurunan kognitif dan dimensia (Irfan, 2012). Biasanya terjadi
saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari
(Wijaya & Putri, 2013).
b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik di sebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak
(disebut hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau
ke dalam ruang subaraknoid yaitu ruang sempit antara permukaan otak
dan lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut hemoragia
subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang paling mematikan, tetapi
relative hanya menyusun sebagian kecil dari stroke total, 10-15%
untuk perdarahan intraserebrum dan 5% untuk perdarahan subaraknoid
(Irfan, 2012). Biasanya kejadianya saat melakukan aktivitas atau saat
aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat (Wijaya & Putri, 2013).
4. Etiologi
Menurut Haryono, (2019) etiologi stroke non hemoragik antara lain :
a. Timbulnya thrombosis
Trombosis merupakan pembentukan plak pada pembuluh darah yang
disebabkan karena tingginya kadar lemak dalam darah.
b. Timbulnya emboli

21
Emboli merupakan plak yang lepas dari perlekatan dinding pembuluh
darah mengalir mengikuti aliran darah. Emboli ini biasanya
menyebabkan sumbatan di pembuluh darah yang menyebabkan
hambatan aliran darah.
c. Akibat adanya kerusakan arteri yaitu: usia, hipertensi, DM
Pembuluh darah mengalami degeneratif seiring bertambahnya usia
seseorang. Hipertensi dan DM menyebabkan dinding pembuluh darah
mengalami pengerasan sehingga tidak elastis lagi ketika harus
berkompensasi terhadap perubahan tekanan darah.

5. Patofisiologi
Menurut Haryono, (2019) patofisiologi Stroke Non Hemoragik adalah
sebagai berikut :
Stroke iskemik atau stroke penyumbatan disebabkan oleh oklusi cepat dan
mendadak pada pembuluh darah otak sehingga aliran darah terganggu.
Jaringan otak yang kekurangan oksigen selama lebih dari 60-90 detik akan
menurun fungsinya. Trombus atau penyumbatan seperti aterosklerosis
menyebabkan iskemia pada jaringan otak dan membuat kerusakan jaringan
neuron sekitarnya akibat proses hipoksia dan anoksia. Sumbatan emboli
yang terbentuk di daerah sirkulasi lain dalam sistem peredaran darah yang
bisa terjadi di dalam jantung atau sebagai komplikasi dari fibrilasi atrium
yang terlepas dan masuk ke sirkulasi darah otak, dapat pula menganggu
sistem sirkulasi otak.
Oklusi akut pada pembuluh darah otak membuat daerah otak terbagi
menjadi dua daerah keparahan derajat otak, yaitu daerah inti dan daerah
penumbra. Daerah inti adalah daerah atau bagian otak yang memiliki
aliran darah kurang dari 10 cc/100 g jaringan otak tiap menit. Daerah ini
berisiko menjadi nekrosis dalam hitungan menit. Sedangkan daerah
penumbra adalah daerah otak yang aliran darahnya terganggu tetapi masih
lebih baik daripada daerah inti karena daerah ini masih mendapat suplai

22
perfusi dari pembuluh darah lainnya. Daerah penumbra memiliki aliran
darah 10-25 cc/100 g jaringan otak tiap menit. Daerah penumbra memiliki
prognosis lebih baik dibandingkan dengan daerah inti. Defisit neurologis
dari stroke iskemik tidak hanya bergantung pada luas daerah inti dan
penumbra, tetapi juga pada kemampuan sumbatan menyebabkan kekakuan
pembuluh darah atau vasopasme.
Kerusakan jaringan otak akibat oklusi atau tersumbatnya aliran darah
adalah suatu proses biomolekular yang bersifat cepat dan progresif pada
tingkat selular, proses ini disebut dengan kaskade iskemia (ischemic
cascade). Setelah aliran darah terganggu, jaringan menjadi kekurangan
oksigen dan glukosa yang menjadi sumber utama energi untuk
menjalankan proses potensi membran. Kekurangan energi ini membuat
daerah yang kekurangan oksigen dan gula darah tersebut menjalankan
metabolisme anaerob.
Metabolisme anaerob ini merangsang pelepasan senyawa glutamat.
Glutamat bekerja pada reseptor di sel-sel saraf (terutama reseptor
NMDA/N-methyl-D-aspartame), menghasilakan influks natrium dan
kalsium. Influks natrium membuat jumlah cairan intraseluler meningkat
dan pada akhirnya menyebabkan edema pada jaringan. Influks kalsium
merangsang pelepasan enszim protolisis (prototese, lipase, nuklease) yang
memecah protein, lemak dan struktur sel. Influks kalsium juga dapat
menyebabkan kegagalan mitokondria, suatu organel membran yang
berfungsi mengatur metabolisme sel. Kegagalan- kegagalan tersebut yang
membuat sel otak pada akhirnya mati atau nekrosis (Haryono, 2019;
Maria, 2021; Tim Pokja SDKI, 2016).

23
Pathway
Faktor pencetus : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung, merokok,
stress, gaya hidup yang tidak baik, obesitas dan kolesterol yang meningkat
dalam darah.

Penimbunan lemak/kolestrerol yang meningkat dalam darah.

Lemak yang sudah nekrotik dan berdegenerasi.

Aterosklerosis Penyempitan pembuluh darah (oklusi vaskuler)

Trombus/emboli serebral Aliran darah terhambat

Eritrosit bergumpal, endotel rusak


Stroke non hemoragik

Cairan plasma hilang


Penurunan suplai darah
dan O2 ke otak
Edema cerebral

Resiko Perfusi serebral


tidak Efektif Peningkatan TIK

Pasokan darah ke suatu bagian otak terganggu (iskemik)

Oklusi atau stenosis arteri.

Aliran ataupun asupan glukosa dan oksigen berkurang


Pola Nafas Tidak efektif sehingga mempengaruhi fungsi neurologis

Dispnea Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

Skema 2. Pathway Stroke Non Hemoragik


Sumber: (Tim Pokja SDKI, 2016; Haryono, 2019; Maria, 2021).
24
6. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis Stroke Non Hemoragik menurut Munir, (2015) :
a. Pembagian stroke menurut manifestasi klinisnya :
1) Transient Ischemic Attack (TIA) :
Serangan akut defisit neurologis fokal yang berlangsung singkat,
kurang dari 24 jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa
pengobatan. Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama,
memperberat atau malam menetap.
2) Residual Ischemic Neurological Defisit (RIND) :
Sama dengan TIA tetapi berlangsung lebih dari 24 jam dan
sembuh sempurna dalam waktu kurang dari 3 minggu.
3) Completed stroke :
Stroke dengan defisit neurologis berat dan menetap dalam waktu 6
jam, dengan penyembuhan tidak sempurna dalam waktu lebih dari
3 minggu.
4) Progressive stroke :
Stroke dengan defisit neurologi fokal yang terjadi bertahap dan
mencapai puncaknya dalam waktu 24-48 jam (system karotis) atau
96 jam (system VB) dengan penyembuhan tidak sempurna dalam
waktu 3 minggu.
b. Tanda dan Gejala Stroke Non Hemoragik berdasarkan pada berat
ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi gangguan peredaran
darah sebagai berikut :
1) Arteri Cerebri Anterior :
a) Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan yang lebih
ringan.
b) Gangguan mental.
c) Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
d) Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
e) Bisa terjadi kejang-kejang.

25
2) Arteri Cerebri Media :
a) Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih
ringan.
b) Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya
kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
3) Aretri Karotis Interna :
a) Buta mendadak (amaurosis fugaks).
b) Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.
c) Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi
sumbatan.
4) Arteri Cerebri Posterior :
a) Koma.
b) Hemiparesis kontra lateral.
c) Ketidakmampuan membaca (aleksia). d) Kelumpuhan saraf
kranialis ketiga.
5) Sistem Vertebrobasiler :
a) Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstermitas.
b) Meningkatnya refleks tendon.
c) Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
d) Gejala-gejala serebelum seperti gemetar pada tangan (tremor),
kepala berputar (vertigo).
e) Kehilangan kesadaran sepintas atau pingsan (syncop),
penurunan kesadaran secara lengkap (strupor), koma, pusing,
gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap
lingkungan (disorientasi).
f) Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia),
gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus),
penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata,

26
kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau
kiri kedua mata (hemianopia homonim).
g) Gangguan pendengaran.
h) Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien Stroke Non
Hemoragik menurut Haryono, (2019) yaitu sebagai berikut :
a. Computer Tomografi Scan (CT Scan)
Pemeriksaan CT Scan menggunakan serangkaian sinar-X untuk
membuat gambar detail dari otak. CT Scan dapat menunjukkan
perdarahan, tumor, stroke dan kondisi lainnya. Memperlihatkan secara
spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang
infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Pada stroke non
hemoragik terlihat adanya infark.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI menggunakan gelombang radio dan magnet yang kuat untuk
menciptakan tampilan rinci otak. MRI dapat mendeteksi jaringan otak
yang rusak oleh stroke iskemik dan perdarahan otak. Pemeriksaan ini
lebih canggih dibanding CT Scan.
c. Ultrasonografi Dopler (USG Dopler)
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis
/aliran darah /muncul plaque/arterosklerosis).
d. Angiografi serebral
Prosedur ini memberikan gambaran secara rinci tentang arteri di otak
dan leher. Serta membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk
mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskuler.
e. Elektro encephalo Graphy (EEG)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

27
f. Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
vertrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah berlawanan dari massa yang meluas.
g. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal dilakukan dengan memasukkan jarum ke dalam ruang
subarakhnoid untuk mengeluarkan CSS yang bertujuan untuk
diagnostik atau pengobatan. Pemeriksaan pungsi lumbal menunjukan
adanya tekanan normal. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukan adanya perdarahan
8. Komplikasi
Menurut Maria, (2021) stroke dapat menyebabkan berbagai macam
komplikasi dan sebagian besar komplikasi tersebut berakibat fatal.
Beberapa komplikasi yang mungkin muncul, antara lain:
a. Deep vein thrombosis Sebagian orang akan mengalami penggumpalan
darah di tungkai yang mengalami kelumpuhan. Kondisi tersebut
dikenal sebagai deep vein thrombosis. Kondisi ini terjadi akibat
terhentinya gerakan otot tungkai, sehingga aliran didalam pembuluh
darah vena tungkai terganggu. Hal ini meningkatkan risiko untuk
terjadinya prnggumpalan darah. Deep vein thrombosis dapat diobati
dengan obat antikoagulan.
b. Hidrosefalus Sebagian besar pengidap stoke hemoragik dapat
mengalami hidrosefalus, yaitu menumpuknya cairan otak di dalam
rongga jauh di dalam otak (ventrikel), dokter bedah saraf akan
memasang sebuah selang ke dalam otak untuk membuang cairan yang
menumpuk tersebut.
c. Kesulitan menelan (Disfagia) Kerusakan yang disebabkan oleh stroke
dapat menganggu refleks menelan, akibatnya makanan dan minuman
berisiko masuk ke dalam saluran pernapasan. Masalah dalam menelan

28
tersebut dikenal sebagai disfagia. Disfagia dapat menyebabkan
pneumonia aspirasi.
d. Pneumonia Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan secara
sempurna, hal ini mengakibatkan cairan terkumpul di paru-paru dan
selanjutnya menimbulkan pneumonia.
Sedangkan menurut Taufan, (2018) komplikasi Stroke Non Hemoragik
adalah sebagai berikut :.
a. Hipoksia serebral
b. Penurunan aliran darah serebral.
c. Embolisme serebral.
d. Pneumonia aspirasi.
e. ISK, inkontinensia.
f. Kontraktur.
g. Abrasi kornea.
h. Dekubitus.
i. Enchephalitis.
j. CHF.
k. Disritmia, hidrosephalus, vasospasme.
l. Gangguan daily life activity.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke non hemoragik menurut Harsono (2016), adalah
sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan keperawatan
1) Bedrest total dengan posisi kepala head up 15-30º.
2) Berikan terapi oksigen 2-3 L/menit dengan nassal kanul.
3) Pasang infus IV sesuai kebutuhan.
4) Monitor ketat kelainan-kelainan neurologis yang timbul.
5) Berikan posisi miring kanan dan kiri per 2 jam dan observasi
pasca pemberian posisi.
6) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG.
b. Penatalaksanaan medis

29
1) Pemberian alteplase dengan dosis 0.6-0.9 g/kkBB dengan onset <6
jam sebagai trombosis intravena.
2) Trombektomi mekanik dengan oklusi karotis interna atau
pembuluh darah intracranial dengan onset <8 jam sebagai terapi
endovasculer.
3) Pemberian obat-obatan seperti nicardipin, ACE inhibitor, Beta
blocker, Diuretik, calcium antagonist sebagai manajemen
hipertensi.
4) Pemberian obat-obatan seperti anti diabetik oral maupun insulin
sebagai manajemen gula darah.
5) Trombolitik merupakan penggunaan obat-obatan untuk
melarutkan gumpalan darah yang merupakan penyebab utama
serangan stroke non hemoragik.
6) Pemberian obat-obatan antikoagulan, terapi antikoagulan ini untuk
mengurangi pembentukkan bekuan darah dan mengurangi emboli
seperti dabigatran, warfarin, dll.
7) Antiplatelet Golongan obat ini sering digunakan pada pasien
stroke untuk pencegahan stroke ulangan dengan mencegah
terjadinya agregasi platelet. Aspirin merupakan salah satu
antiplatelet yang direkomendasikan penggunaannya untuk pasien
stroke.
8) Pemberian obat-obatan neuroprotektor seperti citicholin,
piracetam, pentoxyfiline, dll.
c. Fase rehabilitasi
1) Pertahankan nutrisi yang adekuat.
2) Program manajemen Bladder dan bowel.
3) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak Range
Of Motion (ROM).
4) Terapi latihan genggam bola karet.
5) Pertahankan integritas kulit.
6) Pertahankan komunikasi yang efektif.

30
7) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
8) Persiapan pasien pulang.

31
B. Konsep Keperawatan
Berdasarkan pendapat dari para ahli tentang tahapan dalam proses
keperawatan, tahap dimulai dengan: tahap pengkajian, tahap diagnosa
keperawatan, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan serta tahap evaluasi.
(Budiono, 2016).
1. Pengkajian Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien. (Budiono, 2016).
Pengkajian pada klien CVA Non Hemoragik antara lain sebagai berikut:
a. Identitas Klien Nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, suku / bangsa, tanggal masuk
RS, tanggal pengkajian, tanggal operasi, no medrec, diagnosa medis
dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama: Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, tidak dapat berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran
2) Riwayat Penyakit Sekarang: Serangan stroke sering kali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan
aktivitas. Terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan
pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam
intrakranial.
3) Riwayat Penyakit Dahulu: Apakah pasien mempunyai riwayat
penyakit dahulu atau tidak, seperti riwayat hipertensi, riwayat
stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan
lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat

32
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya
4) Riwayat Kesehatan Keluarga: Apakah ada keluarga yang
mempunyai riwayat penyakit menurun atau menular. Riwayat
keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya
riwayat stroke dari generasi terdahulu.
c. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran: Pasien stroke mengalami tingkat kesadaran pasien
mengantuk namun dapat sadar saat dirangsang (somnolen), pasien
acuh tak acuh terhadap lingkungan (apatis), mengantuk yang dalam
(sopor), sopor coma, hingga penurunan kesadaran (coma), dengan
GCS <12 pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat
pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan compos
mentis dengan GCS 13-15.
2) Tanda-tanda vital: Meliputi tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu.
3) Status gizi: Pada pasien stroke non hemoragik didapatkan adanya
keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah
pada fase akut. Pada pemeriksaan bowel juga diperlukan adanya
pemeriksaan nutrisi berupa ABCD nutrisi.
a) Antropometri: tinggi badan, berat badan, berat badan ideal,
berat badan biasa, indeks masa tubuh.
b) Biokimia: hemoglobin, albumin serum, hitung limfosit total.
c) Clinical : kulit, rambut dan kuku, membran mukosa, tingkat
aktivitas.
d) Dietary : ingatan makanan dalam 24 jam, catatan frekuensi
makanan.
4) Pemeriksaan head to toe
a) Rambut
b) Wajah: inspeksi wajah simetris atau asimetris

33
c) Mata: inspeksi konjungtiva, sklera, pupil, kaji pergerakan bola
mata, lihat ada massa/lessi tidak
d) Hidung: Inspeksi hidung simetris/asimetris, kaji penggunaan
alat bantu napas, kaji adanya nafas tambahan, ada pernafasan
cuping hidung atau tidak, kaji adanya lesi atau massa.
e) Mulut dan gigi: Inspeksi mulut simetris atau asimetris, kaji
keadaan gigi, kaji mukosa mulut pasien.
f) Telinga: Inspkesi telinga simetris atau asimetris, kaji ada cairan
yang keluar dari telinga pasien atau tidak, pasien mengalami
gangguan pendengaran atau tidak.
g) Leher: bersih atau tidak, kaji adanya pembesaran tiroid atau
tidak, terdapat nyeri tekan atau tidak.
h) Dada/Thorax
(1) Paru-paru: inspeksi : bentuk dada simetris atau asimetris,
irama pernapasan, nyeri dada, kaji kedalaman dan juga
suara nafas atau adanya kelainan suara nafas, tambahan
atau adanya penggunaan otot bantu pernapasan. Palpasi :
periksa adanya nyeri tekan atau adanya massa. Perkusi :
rasakan suara paru sonor atau hipersonor. Auskultasi :
dengarkan suara paru vesikuler atau bronkovesikuler.
(2) Jantung: inspeksi : iktus kordis tampak atau tak tampak.
Palpasi : iktus kordis teraba atau tak teraba. Perkusi : batas
jantung normal. Auskultasi : suara vesikuler atau murmur.
i) Abdomen: inspeksi : amati bentuk abdomen simetris atau
asimetris. Auskultasi : dengarkan bising usus di keempat
kuadran abdomen. Palpasi : periksa adanya massa atau adanya
nyeri tekan. Perkusi : dengarkan thympany atau hiperthympany
j) Ekstremitas
(1) Atas
Terpasang infus bagian dextra atau sinistra. Capillary Refill
Time (CRT) biasanya normal yaitu <2 detik. Pada

34
pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanya pasien
stroke non hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada
bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek saat
siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi
maupun ekstensi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada
pemeriksaan reflek Hoffman tromner jari tidak
mengembang ketika di beri reflek (reflek Hoffman tromner
(+)).
(2) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, pada saat pemeriksaan
bluedzensky 1 kaki kiri pasien fleksi (bluedzensky (+)).
Pada saat telapak kaki digores biasanya jari tidak
mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsal pedis
digores jari kaki juga tidak berespon (reflek Caddok (+)).
Pada saat betis di remas dengan kuat biasanya pasien tidak
merasakan apa-apa (reflek Gordon (+)). Pada saat
dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat
diketukkan (reflek patella (+)).
5) Pemeriksaan 12 saraf kranial
Menurut Sudarta, (2012) pengkajian pemeriksaan fisik fungsi saraf
kranial, adalah :
a) Nervus I (Olfactory)
Fungsi : Penciuman. Pemeriksaan : meminta pasien
memejamkan mata, meminta pasien untuk menutup salah satu
lubang hidungnya, mendekatkan bau-bauan yang telah dikenal
pasien dan meminta pasien untuk menyebutkan jenis bau-bauan
tersebut, melakukan test yang sama pada hidung yang satunya.
b) Nervus II (Opticus)
Fungsi : penglihatan (aktifitas visual dan lapang pandang).
Pemeriksaan : memasang snellen pada jarak 6 m didepan
pasien, meminta pasien untuk membaca tulisan yang ada pada

35
kartu snellen sampai mata tidak mampu untuk membaca, bila
pasien menggunakan kaca mata, minta untuk membaca 2x, 1x
memakai kaca mata dan 1x tanpa memakai kaca mata.
c) Nervus III, IV dan VI (Occulomotoris, throclearis, abducent)
Fungsi : Reaksi pupil, pergerakan mata, fungsi motorik.
Pemeriksaan : mengatur posisi pasien senyaman mungkin,
meminta pasien melihat kedepan, mata mengikuti cahaya,
menyalakan pen light, gerakan dari samping mata pasien
kearah tengah, mengikuti reaksi pupil pasien, apakah bersama-
sama bereaksi dengan stimulus cahaya, apakah reaksi
cepat/lambat, apakah besarnya pupil ka/ki sama. Selanjutnya
gerakan jari petugas dari jarak 30 cm didepan hidung pasien
menuju kesamping kaki atas dan bawah. Kemudian, mata
pasien tetap melihat lurus kedepan leher pasien tetap dalam
posisi lurus tanpa menoleh, meminta pasien untuk
menggerakan bola mata ke posisi 6 kardinal yaitu medial
superior, lateral inferior, lateral dan medial dan daya
akomodasi, mengamati adanya stabismus atau tidak.
d) Nervus V (Trigeminus)
Fungsi : sensasi dan pergerakan wajah. Pemeriksaan : (Cabang
sensori) meminta pasien untuk menutup matanya, sentuhkan
kapas, kuas, pangkal hamer di daerah dahi, dagu dan pipi
pasien. (Cabang motorik) meminta pasien untuk menggigit,
mengamati tonus muskulus masseter dan palpasi adakah
penyimpangan tonus.
e) Nervus VII (Facialis)
Fungsi : otot wajah, pengecapan dan pergerakan wajah.
Pemeriksaan : meminta pasien untuk menutup matanya,
kemudian sentuhkan pada lidah bahan asin, manis, pahit, minta
pasien untuk menyatakan sensasinya. Meminta pasien untuk
mengangkat alis, mengkerutkan dahi, mencucurkan bibir,

36
tersenyum, meringis, bersiul dan menggembungkan pipi,
meminta pasien untuk menutup mata dengan kuat dan
membuka mata, mengamati ketidaksimetrisan respons indikasi
kelumpuhan saraf facialis.
f) Nervus VIII (Auditory/vestibulochoclearis)
Fungsi : pendengaran dan keseimbangan. Pemeriksaan : Fungsi
keseimbangan : meminta pasien berdiri tegak dengan mata
tertutup, mengamati pasien apakah terhuyung-huyung atau
doyong seperti mau jatuh, meminta pasien untuk berdiri dan
mengangkat satu kaki dengan menutup mata, amati respon
pasien, meminta pasien untuk berjalan dalam satu garis lurus
dengan mata tertutup amati apakah pasien seimbang/tidak.
Fungsi pendengaran : Tes rinne, test weber, test swabbach.
g) Nervus IX dan X ( Glossofararingeus dan Vagus)
Fungsi : menelan dan bersuara, refleks muntah Pemeriksaan :
meminta pasien untuk membuka mulut lebarlebar dengan
mengatakah “Ahhh...ahh”, mengamati letak ovula apakah
simetris pada garis tengah mulut atau deviasi. Sentuh bagian
sepertiga superior lidah, palatum mole dengan sudip lidah
amati refleks muntah, meminta pasien untuk menelan, amati
respon menelan.
h) Nervus IX (Accesorius)
Fungsi: pergerakan leher dan bahu. Pemeriksaan : meminta
pasien untuk menoleh ke salah satu posisi, tangan petugas
menahan arah berlawanan dengan posisi menoleh, pasien
diminta untuk melawan tahanan tangan petugas, amati respon
gerakan otot sternoclaudimastoideus. Yang kedua, pasien
mengangkat kedua bahu, petugas memberi tekanan dari atas,
pasien diminta tetap mengangat bahunya untuk melawan
tekanan tangan petugas.
i) Nervus XII (Hipoglosus)

37
Fungsi : pergerakan lidah. Pemeriksaan : meminta pasien untuk
menjulurkan lidahnya, anjurkan untuk menggerakan lidahnya
ke atas dan ke bawah, meminta pasien menggerakan lidahnya
mendorong pipi kaki bergantian, amati adanya deviasi bentuk
dan fungsi lidah.
d. Universal Self Care Requisites
Menurut rahmawati (2022), Universal selfcare requisites
menggambarkan tipe-tipe kebutuhan selfcare, yaitu
1) Pemenuhan kebutuhan oksigen
Pasien stroke pada fase akut memiliki risiko untuk mengalami
infeksi baik infeksi saluran pernapasan akibat perdarahan serebral
yang dapat menurunkan trasportasi oksigen. Pengkajian
keseimbangan pemasukan udara pasien stroke meliputi frekuensi
pernapasan, bunyi napas, kadar analisis gas darah.
2) Pemenuhan kebutuhan cairan
Pengkajian keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi keadaan
cairan tubuh, kebutuhan mendapatkan cairan, jenis cairan,
tandatanda dehidrasi, dan hasil laboratorium berkaitan dengan
pemeriksaan cairan dan elektrolit (hemoglobin, hematokrit, dan
elektrolit).
3) Pemenuhan kebutuhan nutrisi
Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang perlu dikaji meliputi nafsu
makan pasien, mual, muntah, penurunan berat badan, kepatuhan
pasien dalam diet, pengetahuan pasien tentang diet dan hasil
laboratorium beraitan dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi
(glukosa darah, hemoglobin, dan kadar albumin).
4) Pemenuhan kebutuhan eliminasi
Pengkajian eliminasi meliputi, perubahan pola, retensio urin dan
inkontinensia urin atau alvi. Protein urin, ureum darah dan
kreatinin darah dapat menggambarkan kemampuan filtrasi
glomerulus pasien stroke akibat tekanan darah tinggi.

38
5) Keseimbangan aktivitas & istirahat
Pasien stroke yang mengalami kelumpuhan dan kelemahan otot
sehingga tidak mampu mobilisasi dan melaksanakan aktifitas
seharihari dengan optimal. Pengkajian meliputi kemampuan
mobilisasi, beraktivitas, gangguan tidur, tingkat nyeri, penurunan
tonus dan kekuatan otot.
6) Pencegahan
Komplikasi stroke dapat menyebabkan risiko yang mengancam
kehidupan. Pengkajian yang harus dilakukan meliputi risiko
terjadinya cedera, risiko teradinya dekubitus, penurunan kekuatan
otot.
7) Promosi
Faktor-faktor risiko keluarga seperti hipertensi, aterosklerosis,
penyakit jantung, diabetes mellitus, dan penyakit serebrovaskular
atau ginjal. Penggunaan pil KB atau hormon dan penggunaan obat
atau alkohol.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
klien tentang masalah atau status kesehatan klien, baik aktual maupun
potensial, yang ditetapkan berdasarkan analisis data hasil pengkajian.
Diagnosis keperawatan berfungsi untuk mengidentifikasi, memfokuskan
dan menentukan inervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan
atau mencegah masalah kesehatan klien. Diagnosis keperawatan yang
mungkin muncul pada kasus stroke non hemoragik menurut Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, (2016) yaitu :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia)
(D.0077).

39
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan (D.0019).
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular (D.0054).
d. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan faktor risiko
hipertensi (D.0017)

40
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan pada klien dengan CVA Non Hemoragik menurut SIKI (2018) meliputi :

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Tgl: ……. Jam : …….. Tgl: ……. Jam : …….. Tgl / Jam : … Tgl / Jam : …
WIB WIB
Nyeri akut (D.0077) Manajemen Nyeri (I.08238) Observasi
Setelah dilakukan tindakan Observasi 1. Untuk mengetahui lokasi nyeri dan skala
keperawatan …..x 24 jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, yang muncul saat nyeri dan dengan
maka tingkat nyeri menurun durasi, frekuensi, kualitas, mengidentifika si dapat membantu
dengan kriteria hasil : intensitas nyeri. perawat untuk berfokus pada penyebab
Tingkat Nyeri (L.08066) 2. Identifikasi skala nyeri. nyeri dan manajemennya.
1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi respons nyeri non 2. Untuk mengetahui seberapakah rasa
menurun. verbal. nyeri yang dialami oleh pasien dan
2. Meringis menurun. 4. Identifikasi faktor yang dengan mengetahui skala nyeri klien
3. Sikap protektif memperberat dan memperingan dapat membantu perawat untuk
menurun. nyeri. mengetahui tingkat nyeri klien.
4. Gelisah menurun. 5. Identifikasi pengetahuan dan 3. Untuk mengetahui mimik wajah yang
5. Kesulitan tidur keyakinan tentang nyeri. diperlihatkan pasien saat nyeri muncul
menurun. 6. Identifikasi pengaruh budaya dan dengan mengidentifika si respon
6. Frekuensi nadi terhadap respon nyeri. nyeri non verbal klien dapat mengetahui
membaik. 7. Identifikasi pengaruh nyeri seberapa kuat nyeri yang dirasakan oleh
7. Pola nafas membaik. terhadap kualitas hidup. klien.
8. Tekanan darah 8. Monitor keberhasilan terapi 4. Untuk mengetahui apa saja yang
membaik. komplementer yang sudah memperburuk dan memperingan keadaan
9. Nafsu makan diberikan. nyerinya.
membaik. 9. Monitor efek samping 5. Untuk mengetahui kemampuan pasien

32
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
10. Pola tidur membaik. penggunaan analgetic. dalam mengatasi nyeri.
6. Standar budaya juga mengajarkan
Terapeutik seseorang tentang seberapa besar nyeri
1. Berikan terapi nonfarmakologis harus ditoleransi, jenis nyeri apa yang
untuk mengurangi rasa nyeri harus dilaporkan, kepada siapa harus
(mis. TENS, hypnosis, akupresur, melaporkan nyeri, dan apa jenis terapi
terapi musik, biofeedback, terapi yang harus dicari.
pijat, aromaterapi, Teknik 7. Untuk mengetahui apakah nyeri yang
imajinasi terbimbing, kompres dirasakan pasien berpengaruh terhadap
hangat/dingin, terapi bermain). yang lainnya
2. Kontrol lingkungan yang 8. Untuk mengetahui perkembangan terapi
memperberat rasa nyeri (mis. yang diberikan.
suhu ruangan, pencahayaan, 9. Untuk mencegah terjadinya komplikasi
kebisingan). pada pasien.
3. Fasilitas istirahat dan tidur. Terapeutik
4. Pertimbangkan jenis dan sumber 1. Tindakan non analgesik diberikan dengan
nyeri dalam pemilihan strategi sentuhan lembut dapat menghilangkan
meredakan nyeri. ketidaknyamanan dan memperbesar efek
Edukasi terapi analgesik.
1. Jelaskan penyebab, periode, dan 2. Sikap klien yang menunjukkan
pemicu nyeri. kegelisahan menunjukkan rasa tidak
2. Jelaskan strategi meredakan nyaman apa yang dirasakan saat ini
nyeri. sehingga perawat harus memberikan
3. Anjurkan memonitor nyeri secara terapi atau tindakan untuk mengurangi
mandiri. nyeri.
4. Anjurkan menggunakan analgetic 3. Fasilitas istirahat dan tidur.
secara tepat. 4. Untuk mengetahui jenis dan sumber

33
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis nyeri yang dirasakan pasien agar dapat
untuk mengurangi rasa nyeri . menentukan strategi untuk pengurangan
Kolaborasi nyeri yang dirasakan.
1. Kolaborasi pemberian analgetic, Edukasi
jika perlu. 1. Untuk memberikan pemahaman agar
pasien tidak gelisah saat nyeri timbul
2. Untuk mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien. Meningkatkan fungsi
bagian tubuh yang sakit. Meningkatkan
kualitas hidup.
3. Agar pasien dapat melalukan pencegahan
mandiri terhadap nyeri yang dirasakan.
4. Mencegah terjadinya komplikasi dan
efek samping yang berbahaya bagi tubuh
pasien jika dalam penggunaan analgetic
tidak sesuai dengan anjuran dokter.
5. Untuk mengurangi nyeri.
Kolaborasi
1. Dalam pemberian analgetic ini mampu
mengurangi rasa nyeri sehingga pasien
merasa nyaman dan nyeri hilang.
Pemberian analgetic dapat memblok
nyeri pada susunan saraf pusat.
2. Tgl: ……. Jam : …….. Tgl: ……. Jam : …….. Tgl / Jam : … Tgl / Jam : …
WIB WIB
Defisit nutrisi (D.D.0019) Manajemen Nutrisi (I.03119) Observasi
Setelah dilakukan tindakan Observasi 1. Untuk mengetahui status nutrisi pasien

34
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
keperawatan …..x 24 jam 1. Identifikasi status nutrisi. 2. Untuk mencegah terjadinya komplikasi
maka status nutrisi membaik 2. Identifikasi alergi dan intoleransi yang ditimbulkan akibat alergi
dengan kriteria hasil : aktifitas. 3. Membantu pasien untuk memenuhi
Status Nutrisi (L.03030) 3. Identifikasi makan yang disukai. asupan nutrisi
1. Porsi makan yang 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan 4. Untuk mengetahui kebutuhan kalori dan
dihabiskan meningkat. jenis nutrient. jenis nutrient yang harus diberikan
2. Serum albumin 5. Identifikasi perlunya penggunaan kepada pasien
meningkat. selang nasogastrik. 5. Untuk menyuplai makanan dan minuman
3. Verbalisasi keinginan 6. Monitor asupan makanan. pada pasien yang tidak memungkinkan
untuk meningkatkan 7. Monitor berat badan. untuk menelan, akibat kondisi medis
nutrisi meningkat. 8. Monitor hasil pemeriksaan tertentu. Pemasangan nasogastric tube
4. Pengetahuan tentang laboratorium dilakukan dengan
pilihan makanan yang Terapeutik memasukkan selang melalui lubang
sehat meningkat. 1. Lakukan oral hygiene sebelum hidung, melewati kerongkongan, hingga
5. Pengetahuan tentang makan, jika perlu. masuk ke dalam lambung
standar asupan nutrisi 2. Fasilitasi menentukkan pedoman 6. Untuk mengetahui dan memantau asupan
yang tepat meningkat. diet (mis. piramida makanan). makanan yang telah dikonsumsi oleh
6. Perasaan cepat kenyang 3. Sajikan makanan secara menarik klien, agar perawat mengetahui apabila
menurun. dan suhu yang sesuai asupan makanan pasien tidak tercukupi
7. Nyeri abdomen 4. Berikan makanan tinggi serat 7. Untuk mengetahui dan memantau berat
menurun. untuk mencegah kontipasi. badan pasien apakah meningkat atau
8. Diare menurun. 5. Berikan makanan tinggi kalori menurun
9. Berat badan membaik. dan tinggi protein. 8. Untuk memantau status nutrisi pasien
10. Indek massa tubuh IMT 6. Berikan suplemen makanan, jika
membaik. perlu.
11. Frekuensi makan 7. Hentikan pemberian makan Terapeutik
membaik. melalui selang nasogastric jika 1. Untuk membersihkan bagian mulut klien,

35
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
12. Nafsu makan membaik. asupan oral dapat ditoleransi. agar pasien merasa nyaman saat makan.
13. Bising usus membaik. Edukasi 2. Piramida makanan merupakan panduan
14. Membrane mukosa 1. Anjurkan posisi duduk, jika nutrisi untuk merencanakan
membaik. mampu. pola makan sehat bergizi seimbang (tidak
2. Ajarkan diet yang diprogramkan. mengecualikan jenis nutrisi tertentu),
Kolaborasi dengan membagi porsi berbagai
1. Kolaborasi pemberian medikasi kelompok makanan dalam
sebelum makan (mis. pereda bentuk piramida
nyeri, antiemetik), jika perlu. 3. Untuk meningkatkan nafsu makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pasien, sehingga asupan makanan pasien
menentukan jumlah kalori dan juga dapat meningkat.
jenis nutrient yang dibutuhkan, 4. Serat dapat memperlancar proses
jika perlu . pencernaan dengan cara menyerap air ke
dalam usus besar. Dengan begitu, tinja
yang dihasilkan akan lebih lembut dan
besar, sehingga buang air besar akan
lebih lancar dan teratur
5. Untuk menambah energi
6. Untuk memaksimalkan asupan nutrisi
klien
7. Penghentian pemberian makan melalui
selang nasogastric apabila reflek menelan
pasien sudah membaik dan
memungkinkan untuk memberikan
makan melalui oral

36
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Edukasi
1. Untuk memudahkan pasien saat akan
makan maupun minum, agar pasien tidak
terlalu lama berbaring
2. Untuk membantu memenuhi kebutuhan
nutrisi pasien
Kolaborasi
1. Untuk mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien, sehingga saat makan
nafsu makan pasien tetap terjaga
2. Membantu pasien untuk memenuhi
jumlah nutrisi dalam tubuh
3. Tgl: ……. Jam : …….. Tgl: ……. Jam : …….. Tgl: ……. Jam : …….. WIB Tgl: ……. Jam : …….. WIB
WIB WIB
Gangguan mobilitas fisik Dukungan Ambulasi (I.06171) Observasi
(D.0054). Setelah dilakukan tindakan Observasi 1. Membantu mengetahui kondisi
keperawatan selama …x24 1. Identifikasi toleransi fisik mobilisasi pasien.
jam diharapkan mobilitas melakukan ambulasi. Terapeutik
fisik meningkat dengan Terapeutik 1. Untuk meningkatkan kekuatan otot dan
kriteria hasil : 1. Latih pasien teknik sendi.
Mobilitas fisik (L.05042) nonfarmakologis (mis. ROM 2. Meningkatkan kekuatan otot yang
1. Pergerakan ekstremitas secara mandiri sesuai diperlukan untuk mobilisasi.
meningkat. kemampuan, genggam bola 3. Membantu pasien meningkatkan
2. Kekuatan otot meningkat karet). ambulasi.
3. Rentang gerak (ROM) 2. Fasilitasi aktivitas ambulasi Edukasi
meningkat. dengan alat bantu (mis. Tongkat, 1. Meningkatkan kekuatan otot dan

37
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
4. Kaku sendi menurun. kruk). ketahanan otot.
5. Gerakan tidak 3. Libatkan keluarga untuk
terkoordinasi menurun. membantu pasien dalam
1. Kelemahan fisik meningkatkan ambulasi.
membaik. Edukasi
1. Ajarkan ambulasi sederana yang
harus dilakukan (mis.berjalan
dari tempat tidur ke kursi).
4. Tgl: ……. Jam : …….. Tgl: ……. Jam : …….. Tgl: ……. Jam : …….. WIB Tgl: ……. Jam : …….. WIB
WIB WIB

Risiko perfusi serebral Manajemen Peningkatan Tekanan Observasi


tidak efektif (D.0017). Setelah dilakukan tindakan Intrakranial (I.06194) 1. Mengetahui penyebab peningkatan TIK.
keperawatan selama …x24 Observasi 2. Mengetahui tanda/gejala peningkatan
jam diharapkan perfusi 1. Identifikasi penyebab TIK.
serebral meningkat dengan peningkatan TIK (mis. Lesi, 3. Mengetahui pernapasan pasien.
kriteria hasil : gangguan metabolisme, edema Terapeutik
Perfusi serebral meningkat serebral). 1. Untuk meningkatkan kenyamanan
(L.02014) 2. Monitor tanda/gejala peningkatan pasien.
1. Tingkat kesadaran TIK (mis. Tekanan darah 2. Untuk meningkatkan kenyamanan
meningkat. meningkat, bradikardia, pasien.
2. Tekanan intra kranial kesadaran menurun). Kolaborasi
menurun. 3. Monitor status pernapasan. 1. Untuk mencegah kejang.
3. Sakit kepala menurun. Terapeutik
4. Kesadaran membaik. 1. Meminimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang.

38
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
2. Berikan posisi semi fowler.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan
anti konvulsan.

39
PENGELOLAAN KASUS

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Tanggal Pengkajian : 24-05-2023 Pukul : 10.00 WIB Oleh : Dwestri O.K

I. IDENTITAS
A. Klien :
1. Nama : Bp.S
2. Tempat/tgl lahir (umur) : Gunungkidul, 31 Desember 1949 (73
tahun)
3. Agama : Islam
4. Status perkawinan : Kawin
5. Pendidikan : S1
6. Pekerjaan : Pensiunan Guru
7. Lama bekerja : 46 tahun
8. Suku / bangsa : Jawa, Indonesia
9. Tgl. Masuk RS : 21 Mei 2023
10. No. RM : 0121xxxx
11. Ruang : Ruang Galilea II Syaraf No. 8b
12. Diagnosa Kerja/medis : CVA Non Hemoragic, Stroke recurrent,
DM
13. Alamat : Gunungkidul, Yogyakarta

B. Keluarga / Penanggungjawab
1. Nama : Tn. U
2. Hubungan : Anak
3. Umur : 58 tahun
4. Pendidikan : S1
5. Pekerjaan : Pegawai swasta
6. Alamat : Sleman, Yogyakarta

40
41
C. Kesehatan Klien
1. Keluhan utama saat dikaji : Tidak terkaji pasien tidak sadarkan diri.
2. Keluhan tambahan saat dikaji : Tidak terkaji pasien tidak sadarkan
diri.
3. Alasan utama masuk rumah sakit : Keluarga mengatakan klien sudah
4 hari sebelum masuk RS muntah setelah makan, kemudian tanggal
20 Mei pagi klien mengalami penurunan kesadaran, kemudian dibawa
keluarga ke IGD RS Panti Rahayu pada tanggal 20 Mei 2023 jam
17.45 WIB.
4. Riwayat penyakit sekarang : Keluarga mengatakan klien sudah 4 hari
sebelum masuk RS muntah setelah makan, kemudian tanggal 20 Mei
pagi klien mengalami penurunan kesadaran, kemudian dibawa
keluarga ke IGD RS Panti Rahayu pada tanggal 20 Mei 2023 jam
17.45 WIB, sudah diberikan oksigen 3lpm, infus NaCl 0,9% 20tpm,
injeksi Citicolin 500mg IV, pasang DC ukuran 14 dan NGT ukuran
16. Klien sudah dilakukan pemeriksaan EKG, Laboraturium, MSCT
head, dan rontgent. Saat diperiksa GCS E3V3M4, TD:100/60 mmHg,
N:70x/mnt, RR:22x/mnt, Suhu:36,4ºC, SpO2:98%. Pasien dirujuk ke
IGD RS Bethesda karena kamar penuh pada tanggal 21 Mei 2023 jam
01.33 WIB, dengan keluhan tidak sadarkan diri dan keluarga
mengatakan 4hari sebelum masuk RS muntah setelah makan lalu pagi
tanggal 20 Mei 2023 pasien tidur sampai sore dibangunkan tidak
bangun. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital TD: 140/90 mmHg,
Suhu: 36,3ºC, RR: 24x/menit, SpO2: 98%, keadaan klien delirium,
GCS : E: 3, V: 3, M: 4, kekuatan otot ekstermitas atas dan bawah
sebelah kanan 2/2 dan sebelah kiri 3/1. Selama di IGD klien dibeikan
infus NaCl 20tpm dan diberikan obat Glauseta 250mg dan Aspar K
300mg melalui selang NGT. Klien dipindahkan ke ruang PSA pukul
04.45 WIB dengan CVA Non Hemoragik, Penkes, dan DM,
kesadaran delirium, TD:130/70 mmHg, N:90x/menit, RR:22x/menit,
Suhu: 36,5ºC kekuatan otot ekstermitas atas dan bawah sebelah kanan

42
2/2 dan sebelah kiri 3/1. Selama di PSA klien diberikan terapi obat
melalui NGT: Plavix 1x75mg, Farmasal 1x100mg, Suvesco 1x40mg,
CPZ 1x20mg, Glauseta 2x250mg dan Aspar K 2x300mg. Klien
diberikan terapi obat secara IV: Meropenem 3x1gram, Esomeprazole
2x40mg. Klien juga diberikan Novorapid 3x8unit secara IM dan infus
RL 20tpm. Klien dipindahkan ke ruang Galilea 2 Syaraf no. 8b pada
tanggal 23 Mei 2023 pukul 14.20 WIB.
Saat pengkajian tanggal 24 Mei 2023 keluarga mengatakan tangan kiri
sudah bisa diangkat tetapi masih lemas, tangan kanan hanya bisa
menggeserkan kanan dan kiri saja, kaki kanan jika diluruskan
langsung menghindar, kaki kiri sama sekali tidak bisa digerakan.
Keluarga juga mengatakan klien saat malam sulit tidur setiap 2jam
sekali bangun, siang hari juga sama setiap 2jam sekali bangun,
kemudian keluarga mengatakan klien 4 hari sebelum masuk RS
sempat muntah setelah makan, saat ini sudah tidak muntah, hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu TD: 128/75 mmHg, N:89 x/mnt,
respirasi:20x/menit, suhu:36,90C, Spo2:92%, keadaan umum klien
gelisah, dengan kesadaran delirium, GCS : E: 3, V: 3, M: 4.
5. Riwayat penyakit yang lalu :
a. Nama penyakit / waktu : keluarga mengatakan klien memiliki
riwayat diabetes militus sejak 2001 dan stroke pada tahun 2001
dan februari 2023
b. Upaya pengobatan : keluarga mengatakan klien memeriksakan diri
ke RS Panti Rahayu dan diberikan insulin novorapid 6unit setiap
pagi dan malam sebelum makan
c. Hasil : keluarga mengatakan mengetahui bahwa klien memiliki
riwayat diabetes militus dan stroke dan rutin periksa
6. Alergi : Keluarga mengatakan klien tidak mempunyai alergi baik
makanan atau obat

43
D. Kesehatan Keluarga/Penganggungjawab
Genogram

Keterangan :
: laki-laki : anggota serumah
: perempuan : klien
: perempuan meninggal
: laki-laki meninggal
Keluarga klien mengatakan istri dan anak keempat memiliki riwayat DM

II. Pola Fungsi Kesehatan


A. Pola Nutrisi-Metabolik
1. Sebelum sakit
a. Frekuensi makan : Klien makan 2-3 x / 24 jam
b. Jenis makanan/diet : Nasi, sayur, lauk seadanya, buah kadang-
kadang
c. Porsi yang dihabiskan : Kadang 1 porsi habis, kadang ½ porsi
habis
d. Makanan yang disukai : Semua makanan suka
e. Makanan yang tidak disukai : Tidak ada
f. Makanan pantang : Tidak ada
g. Makanan tambahan/vitamin : Tidak ada
h. Kebiasaan makan : Di rumah
i. Nafsu makan : Baik
j. Banyaknya minum : klien minum ±500 cc per hari

44
k. Jenis minuman : Air putih
l. Minuman yang tidak disukai : Tidak ada
m. Minuman pantang perubahan : Tidak ada
2. Selama sakit
a. Jenis makanan : susu rendah gula dan protein (MLP CVA DM)
b. Frekuensi makan : 6x 200cc (selama sehari)
c. Porsi makan yang dihabiskan : dihabiskan setiap disonde
d. Banyak minum dalam sehari ± 500 cc
e. Keluarga mengatakan klien 4 hari sebelum masuk RS sempat
muntah setelah makan, saat ini sudah tidak muntah

B. Pola Eliminasi
1. Sebelum sakit :
a. Buang air besar (BAB)
1) Frekuensi : Sehari sekali kadang 2 hari sekali
2) Waktu : Paling sering pagi hari
3) Warna : Kuning kadang kecoklatan
4) Konsistensi : Lembek kadang padat
5) Posisi waktu BAB : Jongkok
6) Pemakaian obat : Tidak ada
7) Keluhan : Tidak ada
8) Upaya yang dilakukan : Tidak ada
b. Buang air kecil (BAK)
1) Frekuensi : 4-5 x sehari
2) Jumlah : 250-500 cc / 24 jam
3) Warna : Bening kekuningan
4) Bau : Amoniak khas urine
5) Keluhan : Tidak ada
6) Upaya yang dilakukan : Tidak ada
2. Selama sakit
a. Buang air besar (BAB)

45
1) Frekuensi : 1x/24 jam
2) Waktu : Tidak menentu, kadang pagi, siang, sore atau malam.
3) Warna : coklat kekuningan
4) Konsistensi : lembek
5) Keluhan : tidak ada keluhan
b. Buang air kecil (BAK)
1) Frekuensi : klien BAK melalui selang kateter urine
2) Jumlah : 250-500 cc / 24 jam
3) Warna : kuning keruh
4) Bau : Khas urine
5) Keluhan : Tidak ada
6) Pasien terpasang DC ukuran 14 sejak tanggal 20 Mei 2023

C. Pola Aktivitas-Tidur
1. Sebelum sakit
a. Keadaan aktivitas sehari-hari
1) Kebiasaan olahraga : Klien jarang berolahraga
2) Lingkungan rumah : Cukup luas
3) Alat bantu untuk memenuhi aktivitas setiap hari : Tidak ada
4) Klien biasa beraktivitas di rumahnya. Kegiatan sehari-hari
dapat dilakukan sendiri tanpa bantuan alat, orang lain, atau
bahkan sangat tergantung.
AKTIVITAS 0 1 2 3 4
Mandi 

Berpakaian/berdandan 

Eliminasi 

Mobilisasi di tempat 
tidur
Pindah 

Ambulasi 

46
Naik tangga 

Memasak 

Belanja 

Merapikan rumah 

Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Dibantu sebagian
2 : Perlu bantuan orang lain
3 : Perlu bantuan orang lain dan alat
4 : Tergantung total
b. Kebutuhan tidur
1) Jumlah tidur dalam sehari :
a. Klien tidur malam ±6-7 jam per hari
b. Klien tidak terbiasa tidur siang
2) Klien lebih mengutamakan tidur malam dari pada tidur siang
3) Kebiasaan pengantar tidur : Tidak ada
4) Klien selalu tidur bersama suaminya
5) Perangkat/alat yang selalu digunakan untuk tidur : Bantal,
guling, selimut, dan kasur springbed
6) Keluhan dalam hal tidur : Tidak ada
c. Kebutuhan istirahat
1) Kapan : Klien istirahat jika sudah merasa ngantuk dan lelah
2) Berapa lama : Tidak tentu
3) Kegiatan untuk mengisi waktu luang : Menonton tv, bermain
dengan anak-anak dan suami
4) Klien dapat beristirahat dan mengisi waktu luang dalam
suasana yang tenang dan saat klien merasa santai.
2. Selama sakit
a. Keadaan aktivitas
Aktivitas klien hanya dilakukan di tempat tidur saja.
Kemampuan perawatan 0 1 2 3 4

47
Diri
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilisasi di TT √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Dibantu sebagian
2 : Perlu bantuan orang lain
3 : Perlu bantuan orang lain dan alat
4 : Tergantung total
b. Kebutuhan tidur
1) Jumlah tidur dalam sehari :
a) Klien tidur malam ±3-4 jam per hari
b) Tidur siang ±1jam per hari
2) Penghantar untuk tidur : Tidak ada
3) Keluhan tidur : Keluarga mengatakan setiap 2jam sekali
terbangun baik itu tidur malam ataupun tidur siang, kemudian
klien tidak tidur kembali
c. Kebutuhan istirahat
Keluarga mengatakan klien selama di rumah sakit hanya tertidur,
tetapi 2jam sekali terbangun dan tidak tertidur kembali
D. Pola Kebersihan Diri
1. Kebersihan Kulit
a. Sebelum sakit mandi masih bisa dilakukan secara sendiri
b. Saat sakit klien hanya diseka sehari dua kali
c. Keluhan : Tidak ada
2. Kebersihan Rambut
a. Sebelum sakit klien rajin keramas 2hari sekali
b. Selama di rumah sakit belum keramas.

48
c. Keluhan : Tidak ada
3. Kebersihan Telinga
a. Telinga bersih
b. Keluhan : Tidak ada
4. Kebersihan Mata
a. Kebersihan mata klien bagus
b. Keluhan : Tidak ada

49
5. Kebersihan Mulut
a. Menggosok gigi 2 kali / hari, setiap pagi dan sore
b. Selama sakit klien dilakukan oral hygiene sehari sekali
c. Keluhan : Tidak ada
6. Kebersihan Kuku
a. Kuku Bp.S bersih dan pendek.
b. Keluhan : Tidak ada

E. Pola Pemeliharaan Kesehatan


1. Intelektual
a. Keluarga mengatakan sudah paham tentang penyakit yang diderita
klien.
2. Gaya hidup yang berhubungan dengan kesehatan
a. Penggunaan tembakau : Tidak
b. Penggunaan NAPZA : Tidak
c. Alkohol : Tidak
d. Rokok : Tidak
e. Kopi : Tidak

F. Pola Reproduksi-Seksualitas
1. Pemahaman tentang fungsi seksualitas dan reproduksi
2. Perkembangan karakteristik seks sekunder klien normal
3. Pola seksualitas : tidak terkaji

G. Pola Kognitif-Persepsi/Sensori
1. Keadaan mental : Tingkat kesadaran klien delirium
2. Tingkat ansietas : Kesadaran klien delirium, keluarga mengatakan
mengetahui tentang penyakit yang dialami klien.
3. Tingkat pendidikan : S1
4. Keluarga pasien mengatakan ketika mengambil keputusan selalu
dirundingkan bersama keluarga.

50
5. Kemampuan berbicara klien baik
a. Isinya : klien tidak mampu berkomunikasi dengan jelas,
kesadarann klien delirium
b. Bahasa yang dikuasai : keluarga mengatakan Bahasa yang sering
digunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa
c. Kemampuan membaca : klien kesadaran delirium
d. Kemampuan berkomunikasi : klien kesadaran delirium
e. Kemampuan memahami informasi : klien kesadaran delirium
f. Ketrampilan berinteraksi : klien kesadaran delirium
6. Pendengaran
Klien tidak menggunakan alat bantu dengar
7. Penglihatan
Klien tidak menggunakan kacamata.
8. Penciuman
Klien tidak memiliki masalah dengan penciuman
9. Perabaan
Klien tidak memiliki masalah perabaan
10. Pengecapan
Klien tidak memiliki masalah pengecapan
11. Persepsi ketidaknyamanan : Tidak ada
12. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi ketidaknyamanan : Tidak ada

H. Pola Konsep Diri


1. Pola Konsep diri
a. Gambaran diri : Pasien tidak bisa berbicara.
b. Ideal diri : Pasien tidak bisa berbicara.
c. Harga diri : Pasien tidak bisa berbicara.
d. Peran diri : Pasien tidak bisa berbicara.
e. Identitas diri : Pasien tidak bisa berbicara.
2. Identitas Personal : Pasien tidak bisa berbicara.
3. Keadaan Fisik : Pasien tidak bisa berbicara.

51
I. Pola Koping
1. Pengambilan keputusan : Keluarga pasien mengatakan ketika
mengambil keputusan selalu dirundingkan bersama keluarga
2. Hal – hal yang dilakukan jika mempunyai masalah : Berdoa.

J. Pola Peran-Berhubungan
1. Gambaran tentang peran : keluarga mengatakan klien memiliki peran
sebagai suami, ayah untuk keempat anaknya dan kakek.
2. Keluarga mengatakan keluarga sangat penting bagi klien
3. Keluarga mengatakan klien mendapatkan sumber dukungan dari
keluarga
4. Keluarga pasien mengatakan ketika mengambil keputusan selalu
dirundingkan bersama keluarga
5. Keluarga mengatakan klien mempunyai hubungan dengan lingkungan
sekitar rumah cukup baik
6. Keluarga mengatakan klien memiliki hubungan dengan keluarga baik
baik saja, begitu juga hubungan dengan sanak saudara klien tidak ada
masalah
7. Hubungan dengan orang lain :
a. Keluarga megatakan klien aktif mengikuti kegiatan yang ada di
masyarakat.
b. System pendukung :
1) Keluarga, tetangga, teman, istri, anak-anak, dan cucu-cucu
dalam rumah yang sama.
8. Selama sakit
Keluarga mengatakan hubungan klien dengan anggota keluarga,
masyarakat, klien lain dan anggota kesehatan lain baik-baik saja dan
tidak ada masalah.

52
K. Pola Nilai dan Keyakinan
1. Sebelum sakit
a. Agama : Keluarga mengatakan klien beragama Islam
b. Larangan agama : Keluarga mengatakan klien tidak ada larangan
agama
c. Keluarga mengatakan kegiatan keagamaan yang dilakukan klien
sebelum sakit adalah pergi ke masjid dan mengikuti pengajian di
masjid.
2. Selama sakit : Kegiatan keagamaan yang dilakukan di rumah sakit
yaitu berdoa tetap menjalankan sholat 5 waktu.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Pengukuran TB, BB, dan IMT
1. Pengukuran TB : Tinggi badan klien 160 cm
2. Pengukuran Berat badan klien: 58 kg
3. IMT: BB(Kg)/TB(m)2
= 58 kg/1,602cm
= 22,65 (normal)

B. Pengukuran Tanda Vital


1. TD : 128/75 mmHg, diukur dilengan kanan, posisi klien terbaring,
menggunakan manset dewasa
2. Nadi : 89 x/mnt, diukur di arteri radialis kanan, regular, kualitas kuat
3. Suhu : 36,9 oC diukur di frontalis, menggunakan termometer digital
4. RR : 20 x/menit, tipe pernafasan dada, regular.
5. MAP:
(Sistol + 2xDiastol) (128 + 2x75)
MAP : 93 mmHg
3 3

C. Tingkat Kesadaran
1. Kualitatif : kesadaran delirium
2. Kuantitatif : E: 3, V: 3, M: 4 GCS : 10

53
D. Keadaan umum : klien sakit sedang
E. Urutan pemeriksaan fisik :
1. Integument secara umum : Warna kulit berwarna sawo matang, turgor
kulit elastis, tidak ada lesi.
2. Kepala : rambut berminyak, tidak ada luka dan ketombe.
3. Mata : Palpebra superior dan inferior normal tidak ada pembengkakan
maupun nyeri, Silia superior dan inferior normal tidak ada trichiasis,
ektropion dan entropion, Konjungtiva berwarna merah muda, klien
tidak menggunakan alat bantu penglihatan, ukuran pupil 3mm kiri dan
kanan
4. Telinga : Telinga klien dapat mendengar dengan baik, tidak
menggunakan alat bantu dengar, tidak ada cairan yang keluar dari
telinga klien.
5. Hidung : posisi sputum di tengah, tidak ada secret, tidak ada cairan
darah yang keluar, tidak ada nyeri, tidak ada benda asing. Klien
terpasang NGT ukuran 16 di lubang hidung sebelah kanan.
6. Mulut, gigi dan tenggorokan : keadaan bibir kering, warna lidah
pucat, uvula di tengah, tonsil T1, keadaan palatum bersih dan klien
tidak memiliki gigi (ompong).
7. Leher : Pengukuran refleks menelan positif, tidak terjadi pembesaran
tiroid dan kelenjar getah bening,

54
8. Dada :
a. Inspeksi : Warna kulit sawo matang, tidak ada kelainan bentuk
dada, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada benjolan pada
dada kanan dan kiri, pada saat bernafas pengembangan dada kanan
dan kiri sama, pernafasan reguler.
b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, vocal fremitus
kanan kiri ada dan sama kuat
c. Perkusi : Batas jantung atas ICS 2, batas jantung bawah ICS 4,
batas kanan LSD, batas kiri jantung LMCS
d. Auskultasi : terdengar vasikuler pada lapang dada, tidak terdengar
suara murmur jantung.
9. Payudara : Tidak ada lesi, tidak ada benjolan, payudara kanan dan kiri
simetris
10. Punggung : Tidak ada kelainan bentuk punggung
11. Abdomen :
Inspeksi: kulit sawo mateng, tidak ada ascites, umbilicus ditengah
Auskultasi: bising usus 9x/menit
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
Perkusi: suara perkusi pada abdomen tympani
12. Anus dan rectum : tidak terkaji
13. Genetalia : tidak terkaji
14. Ekstremitas
a. Atas : Anggota gerak lengkap, tidak ada kelainan bentuk jari, tidak
ada oedema.
b. Bawah : Anggota gerak lengkap, tidak ada edema pada ektremitas
bawah kanan dan kiri, tidak ada kelainan bentuk kaki, tidak ada
varices.
c. Keluhan: Keluarga mengatakan tangan kiri sudah bisa diangkat
tetapi masih lemas, tangan kanan hanya bisa menggeserkan kanan
dan kiri saja, kaki kanan jika diluruskan langsung menghindar,
kaki kiri sama sekali tidak bisa digerakan.

55
Kekuatan otot

2 3

2 1
d. Reflek - Reflek Neurologi
1) Reflek fisiologis : bisep & trisep (negatif) baik pada
ekstermitas atas kanan dan kiri, patella (negatif) pada
ekstermitas bawah kanan dan kiri, achilles (negatif)
ekstermitas bawah kanan dan kiri
2) Reflek patologis : kaku kuduk (negatif), brudzinki (negatif).
babinski (negatif)

15. Pengkajian risiko jatuh

No. Variabel Nilai Skor

1. Riwayat Tidak  0
Jatuh 0
Ya  25

2. Diagnosa Tidak  0
Sekunder 15
Ya  15

2. Penggunaan Tidak bergerak/bedrest/dgn bantuan 0


Alat Bantu perawat
0
Krug/tongkat/walker 15

Furniture  30

4. Intravena Tidak  0
Atau
Ya  20 20
Tepasang
Infus 

5. Cara Normal/bedrest/dengan kursi roda 0 0

56
No. Variabel Nilai Skor

Berjalan  Terdapat kelemahan 10

Terdapat gangguan 20

6. Status Orientasi baik (mengerti kemampuan 0


Mental sendiri)
15
Merasa diri mampu lebih dari 15
kenyataan/lupa keterbatasan gerak

Skor (50: resiko tinggi) 50


Intepretasi: 
Resiko Tinggi = ≥ 45
Resiko Rendah = 25-44
Tidak Ada Resiko = 0-24

IV. RENCANA PULANG


Rencana pulang pada klien CVA Non Hemoragik yaitu edukasi terkait
kontrol rutin ke pelayanan kesehatan terkait pencegahan stroke ulang dan
pengobatan diabetes militus, edukasi diet nutrisi rendah gula dalam bentuk
cair/susu, edukasi latihan gerak aktif secara mandiri, edukasi terkait obat-
obatan rutin untuk stroke dan diabetes militus yang diresepkan dari RS, dan
edukasi keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien agar bisa rutin
kontrol memeriksakan kondisinya, edukasi keluarga terkait perawatan dan
cara pemberian makan melalui NGT/selang makan yang akan dibawa pulang
(melakukan penarikan pada spuit terlebih dahulu sebelum diberikan
susu/cairan, memberikan susu setiap 6x dengan jeda waktu 4jam
menggunakan takaran ±150-200cc setiap 1x pemberian cairan, membilas
dengan air hangat setelah diberikan susu, mengganti selang makan/NGT jika
sudah lebih dari 7hari atau selang dalam keadaan kotor dan yang bisa
menggantikan selang hanyalah paramedis/homecare)

57
V. DIAGNOSTIK TEST
A. Laboratorium : 20 Mei 2023 pukul 19.50 WIB
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
1. Hemoglobin 11,52 g/dl 11,7-15,5
2. Lekosit 11,60 (H) Ribu/mmk 4,5-11,5
3. Hematokrit 39,2 % 35,0-49,0
4. Trombosit 280 ribu/mmk 150-450
5. Ureum 64,6 (H) Mg/dL 19,0-44,0
6. Natrium 131 (L) mmol/L 136-146
7. Kalium 3,6 mmol/L. 3,5-5,1
8. Creatinin 1,17 mg/dL 0,73-1,18
9. Kolesterol 131 mg/dl Adult desirable:
<200 Moderate
10. LDL/Cholesterol 37,5 mg/dl Very high: >190

B. Laboratorium : 21 Mei 2023 pukul 07.47 WIB


No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
1. HbA1c- 7,50 (H) % 4,30-5,80

C. Foto MSCT Head pada tanggal 22/05/2023. Kesan: Multiple infark di


eriventrikel lateralis dan di lobus frontalis dextra. Atrophy cerebri dengan
communicating hydrocephalus.

VI. PROGRAM PENGOBATAN


A. Non Parental

1. Farmasal 1x100mg, 16.00 WIB, melalui NGT


2. Glauseta 2x250mg, 08.00 WIB, 20.00 WIB, melalui NGT
3. Aspar K 2x300mg, 08.00 WIB, 20.00 WIB, melalui NGT

B. Parenteral

1. Meropenem 3x1gram, 08.00 WIB, 16.00 WIB, 24.00 WIB, secara


IV
2. Esomeprazole 2x40mg, 08.00 WIB, 20.00 WIB, secara IV
3. Novorapid 3x12unit, 07.00 WIB, 12.00 WIB, 20.00 WIB, secara
IM

58
59
No Nama Obat Indikasi Kontraindikasi Efek Samping Implikasi Keperawatan
1. Farmasal Farmasal digunakan untuk  Gangguan pencernaan  Iritasi lambung 1. Observasi tanda-tanda
mencegah pembekuan serangan stroke berlanjut.
darah, mengurangi risiko  Pendarahan  Hipothrombinaemia (Kadar
stroke dan serangan trombosit rendah) 2. Observasi adanya alergi.
 Asma
jantung.   Pusing
 Bayi
2. Glauseta Mengandung  Diabetes mellitus tipe Mual, muntah, diare, tinitus, 1. Observasi tanda-tanda
azetazolamide untuk 2, emfisema atau gangguan pendengaran, hiperglikemia/hipoglikemia
mengatasi glaukoma dan penyakit paru-paru gangguan indera perasa.
gangguan jantung kronis lainnya, asam
kongestif urat, hipokalemia,
penyakit ginjal atau
batu ginjal, penyakit
hati, penyakit addison
3. Aspar K Suplemen kalium, dimana  Pasien dengan  Anoreksia 1. Observasi tekanan darah
Kalium berperan dalam hipersensitivitas atau  Gangguan lambung 2. Monitor EKG
mendukung kinerja impuls alergi terhadap  Diare
saraf, mengontrol tekanan komponen obat  Rasa tidak nyaman pada
darah, kontraksi otot,  Hiperkalemia atau daerah dada sebelah kiri
pencernaan, menjaga kenlebihan kalium (daerah jantung)
keseimbangan cairan  Penyakit addison yang  Gejala-gejala kelebihan
tubuh, hingga mengatur tidak diobati kalium (hiperkalemia)
ritme jantung.  Bayi baru lahir, dan  Ruam kemerahan pada
bayi prematur kulit
4. Meropenem Indikasi meropenem Pada pasien yang  Mual, muntah, diare, Kaji tanda-tanda infeksi saluran
umumnya diberikan untuk memiliki riwayat konstipasi, ruam kulit, sakit napas

55
No Nama Obat Indikasi Kontraindikasi Efek Samping Implikasi Keperawatan
berbagai macam infeksi hipersensitivitas terhadap kepala dan anemia.
yang sudah terbukti atau meropenem. Peringatan Walaupun sangat jarang,
dugaan kuat tentang untuk pemberian efek samping sistemik
bakteri penyebab infeksi meropenem diperuntukan seperti kejang, syok
tersebut, seperti pada pasien sehat, atau anafilaktik, neutropenia,
pneumonia, appendicitis, yang menggunakan maupun penurunan fungsi
infeksi kulit luas, meropenem secara ginjal dan hati telah
meningitis dan sepsis.  berkepanjangan dilaporkan dalam beberapa
kasus.
5. Esomeprazol Untuk mengatasi asam  Hipersensitif (alergi)  Vertigo, nyeri sendi, perut Memonitor mual, muntah
e lambung berlebih, seperti dan penggunaan kembung, mual atau
pada kondisi bersamaan dengan muntah, mulut kering,
gastroesophageal reflux atazanavir dan pansitopenia (penurunan
disease (GERD) dan nelfinavir jumlah eritrosit, leukosit,
sindrom Zollinger-Ellison dan trombosit), edema
perifer,
 Trombositopenia (kondisi
yang terjadi akibat
kurangnya kadar platelet
atau trombosit).
6. Novorapid Memasukkan insulin guna  Hindari pemberian  Hipoglikemia (Penurunan Kaji tanda-tanda hiperglikemia
membantu memperbaiki pada pasien dengan glukosa dalam darah) dan
produk insulin yang kondisi anak umur Reaksi anafilaksi (suatu
dihasilkan tubuh dengan dibawah 6-9 tahun, reaksi alergi berat yang
cepat dengan cara memiliki masalah terjadi secara tiba-tiba dan
disuntikkan ke dalam dengan ginjal atau hati, dapat menyebabkan

56
No Nama Obat Indikasi Kontraindikasi Efek Samping Implikasi Keperawatan
tubuh. atau dengan adrenal, kematian).
hipofisis atau kelenjar
tiroid dan mengubah
pola diet secara tiba-
tiba.

57
ANALISIS DATA
No Pengelompokan Data (S-S) Masalah (P) Etiologi
.
1. DS: Risiko perfusi Embolisme
- Keluarga mengatakan klien serebral tidak
memiliki riwayat diabetes efektif
militus sejak 2001 dan stroke
pada tahun 2001 dan februari
2023
- Keluarga mengatakan klien 4
hari sebelum masuk RS sempat
muntah setelah makan, saat ini
sudah tidak muntah
DO:
- Foto MSCT Head pada tanggal
22/05/2023. Kesan: Multiple
infark di eriventrikel lateralis
dan di lobus frontalis dextra.
Atrophy cerebri dengan
communicating hydrocephalus
- Klien gelisah
- Kesadaran klien delirium, GCS:
10; E: 3, V: 3, M: 4
- Hasil laboraturium pada tanggal
21 Mei 2023 pukul 07.47 WIB:
HbA1c- tinggi yaitu 7,50%
2. DS: Gangguan Gangguan
- Keluarga mengatakan tangan Mobilitas Fisik Neuromuscular
kiri sudah bisa diangkat tetapi
masih lemas, tangan kanan
hanya bisa menggeserkan kanan
dan kiri saja, kaki kanan jika
diluruskan langsung
menghindar, kaki kiri sama
sekali tidak bisa digerakan
DO:
- Kekuatan otot:

2 3
2 1

59
No Pengelompokan Data (S-S) Masalah (P) Etiologi
.
3. DS: - Risiko Jatuh Penurunan
DO: Tingkat
- Kesadaran klien delirium, GCS: Kesadaran
10; E: 3, V: 3, M: 4
- Skor skala morse (risiko jatuh):
50 (Sangat tinggi)

60
No. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan faktor risiko embolisme

Dwestri
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular
dibuktikan dengan:
DS:
- Keluarga mengatakan tangan kiri sudah bisa diangkat tetapi masih
lemas, tangan kanan hanya bisa menggeserkan kanan dan kiri saja, kaki
kanan jika diluruskan langsung menghindar, kaki kiri sama sekali tidak
bisa digerakan
DO:
- Kekuatan otot:

2 3

2 1

Dwestri
3. Risiko jatuh dibuktikan dengan faktor risiko penurunan tingkat kesadaran

Dwestri

61
Rencana Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Tgl : 24 Mei 2023 / 11.10 WIB Tgl : 24 Mei 2023 / 11.15 Tgl : 24 Mei 2023 / 11.20 WIB Tgl : 24 Mei 2023 /
WIB 11.25 WIB
Risiko perfusi serebral tidak efektif Manajemen peningkatan
dibuktikan dengan faktor risiko Perfusi Serebral (L. tekanan intrakranial (I. 06194) 1. Penyebab
embolisme 02014) Setelah dilakukan  Identifikasi penyebab peningkatan TIK:
tindakan keperawatan peningkatan TIK peningkatan volume
DS: selama 3 x 24 jam, otak, pembengkakan
- Keluarga mengatakan klien diharapkan risiko perfusi otak atau edema
memiliki riwayat diabetes serebral tidak terjadi dengan serebral seperti
militus sejak 2001 dan stroke kriteria hasil: trauma, iskemia,
pada tahun 2001 dan februari 1. Tingkat kesadaran hiperamonemia, dll.
 Monitor tanda/gejala
2023 berubah dari delirium 2. Gejala peningkatan
peningkatan TIK
- Keluarga mengatakan klien 4 menjadi composmentis TIK: sakit kepala,
(misalnya: tekanan darah
hari sebelum masuk RS peningkatan
2. Pasien tidak gelisah meningkat, mual, muntah)
tekanan darah,
sempat muntah setelah 3. Tekanan intrakranial muntah, perubahan
makan, saat ini sudah tidak perilaku,dll.
untuk mual, muntah
muntah
sudah berjurang atau Pemantauan Tekanan
DO: tidak dikeluhkan lagi Intrakranial (I.06198) 3. Menentukan
- Foto MSCT Head pada  Monitor penurunan tingkat
intervensi
tanggal 22/05/2023. Kesan: kesadaran selanjutnya yang
Multiple infark di harus segera
eriventrikel lateralis dan di Dwestri
ditangani
lobus frontalis dextra. 4. Farmasal digunakan
Atrophy cerebri dengan untuk mencegah

61
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
communicating  Berikan pemberian obat pembekuan darah,
hydrocephalus pengencer darah, mengurangi risiko
- Klien gelisah penurunan tensi dan stroke dan serangan
- Kesadaran klien delirium, kolesterol: jantung. Glauseta
GCS: 10; E: 3, V: 3, M: 4 a. Farmasal 1x10mg, untuk mengatasi
- Hasil laboraturium pada melalui NGT glaukoma dan
tanggal 21 Mei 2023 pukul b. Glauseta 2x250mg, gangguan jantung
07.47 WIB: HbA1c- tinggi kongestif. Aspar K
melalui NGT
yaitu 7,50%Hasil MSCT berfungsi sebagai
Head tanggal 14 Mei 2023 c. Aspar K 2x300mg, kalium yang
dengan kesan: Hipodens berperan dalam
melalui NGT
fronto-parietalis kiri, CVD: mendukung kinerja
infark akut. d. Novorapid 3x12unit, impuls saraf,
- Hasil laborturium tanggal 14 mengontrol tekanan
secara IM
Mei 2023 kolesterol tinggi darah, kontraksi
278,0 otot, pencernaan,
 Informasikan hasil menjaga
pemantauan, jika perlu keseimbangan
Dwestri cairan tubuh, hingga
mengatur ritme
Dwestri
jantung. Novorapid
memperbaiki
produk insulin yang
dihasilkan tubuh.
5. Informasi yang
diberikan dapat
membantu keluarga

62
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
untuk mengetahui
perkembangan
kondisi klien dan
juga keluarga bisa
ikut membantu
dalam proses
penyembuhan klien
dengan memberikan
dukungan kepada
klien

Dwestri
2. Tgl : 24 Mei 2023 / 11.30 WIB Tgl : 24 Mei 2023 / 11.35 Tgl : 24 Mei 2023 / 11.40 WIB Tgl : 24 Mei 2023 /
WIB 11.45 WIB

Gangguan mobilitas fisik Mobilitas Fisik (L. 05042) Dukungan ambulasi (I.06171)
berhubungan dengan gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi toleransi fisik. 1. Membantu
neuromuscular dibuktikan dengan: keperawatan 3x24 jam maka mengetahui kondisi
mobilitas meningkat dengan mobilisasi pasien.
DS: 2. Fasilitasi melakukan mobilisasi 2. Meningkatkan status
kriteria hasil : fisik, jika perlu. mobilitas fisik pasien.
- Keluarga mengatakan tangan 1. Kekuatan otot klien
3. Libatkan keluarga dalam 3. Keluarga dapat
kiri sudah bisa diangkat untuk ekstermitas kanan meningkatkan pergerakan. secara mandiri
tetapi masih lemas, tangan atas dan bawah dari 2 membantu pasien
kanan hanya bisa menjadi 4, ekstermitas melakukan latihan
menggeserkan kanan dan kiri kiri atas dari 3 menjadi pergerakan.
saja, kaki kanan jika 5 dan ekstermitas bawah 4. Ajarkan ambulasi sederhana 4. Melatih kekuatan otot
diluruskan langsung yang harus dilakukan (mis:

63
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
menghindar, kaki kiri sama dari 1 menjadi 3 miring kanan dan kiri, duduk di dan pergerakan
sekali tidak bisa digerakan 2. Klien dan keluarga tempat tidur) pasien agar tidak
dapat melakukan terjadi kekakuan otot
DO: Rentang gerak (ROM) maupun sendi.
- Kekuatan otot: secara mandiri atau Dwestri
dibantu
2 3 Dwestri

2 1 Dwestri

Dwestri
3. Tgl : 15 Mei 2023 / 11.50 WIB Tgl : 15 Mei 2023 / 11.55 Tgl : 15 Mei 2023 / 12.00 WIB Tgl : 15 Mei 2023 /
WIB 12.10 WIB

Risiko jatuh dibuktikan dengan Tingkat Jatuh (L.14138) Pencegahan jatuh (I. 14540)
faktor risiko penurunan tingkat Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi faktor jatuh 1. Mengetahui
kesadaran selama 3 x 24 jam maka penyebab dari faktor
DS: - tingkat jatuh menurun, jatuh, misalnya
DO: dengan kriteria hasil : faktor
- Kesadaran klien delirium, 1. Jatuh dari tempat tidur usia/penurunan
GCS: 10; E: 3, V: 3, M: 4 menurun tingkat kesadaran
2. Hitung risiko jatuh dengan 2. Skala morse
- Skor skala morse (risiko
menggunakan skala morse berfungsi dapat
jatuh): 50 (Sangat tinggi)
Dwestri membantu menilai
dan menentukan

64
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dwestri intervensi terhadap
risiko jatuh pada saat
perawatan
3. Pastikan roda tempat tidur 3. Mengunci roda
dalam kondisi terkunci tempat tidur
mengurangi risiko
jatuh
4. Pasang handrail tempat tidur 4. Meningkatkan
keamanan klien saat
5. Anjurkan keluarga untuk mobilisasi
mendampingi klien 5. Keluarga berperan
penting dalam
memberikan
Dwestri dukungan dan
mendampingi klien

Dwestri

65
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Klien : Bp. S


Ruangan : Ruang Galilea II Syaraf No. 8b
Diagnosa Medis : CVA Non Hemoragic, Stroke recurrent, DM
No. Dx Hari/Tanggal Perkembangan (SOAPIE) Tanda Tangan
1. Dx 1 24-05-2023 I:
08.00 WIB - Memberikan Aspar K 300mg
dan Glauseta 250mg melalui
NGT Dwestri
Obat Aspar 300mg dan
Glauseta 250mg sudah
diberikan melalui NGT
bersamaan dengan pemberian
10.30 WIB susu saat sonde
- Mengidentifikasi penyebab
peningkatan TIK
a. Keluarga mengatakan Dwestri
klien memiliki riwayat
diabetes militus sejak
2001 dan stroke pada
tahun 2001 dan februari
2023
b. Hasil Foto MSCT Head
pada tanggal 22/05/2023:
Multiple infark di
eriventrikel lateralis dan di
lobus frontalis dextra.
Atrophy cerebri dengan
communicating
hydrocephalus
c. Hasil laboraturium pada
12.30 WIB tanggal 21 Mei 2023
pukul 07.47 WIB: HbA1c-
tinggi yaitu 7,50%
Dwestri
- Memberikan Novorapid 12unit
secara IM
Novorapid 12unit sudah
12.40 WIB
diberikan secara IM dilengan
kiri
- Memonitor penurunan tingkat Dwestri
kesadaran
a. Keluarga mengatakan
siklus tidur terganggu
setiap 2jam sekali
terbangun, klien terlihat
gelisah.
b. Klien membuka mata saat
dipanggil atau mendengar
suara, klien
12.50 WIB berkomunikasi tidak jelas,
saat diberikan rangsangan
nyeri klien menggerakan
tubuh menjauhi sumber
nyeri Dwestri
- Memonitor tanda/gejala
peningkatan TIK
TD: 128/75 mmHg, Keluarga
14.35 WIB
mengatakan klien 4 hari
sebelum masuk RS sempat
muntah setelah makan, saat ini
sudah tidak muntah
E:- Dwestri
S:
- Keluarga mengatakan tadi
diminta mencoba makan bubur
oleh perawatnya, klien sudah
tidak muntah dan bubur habis
O:
- Kesadaran klien delirium
- Klien membuka mata saat
dipanggil atau mendengar
suara, klien berkomunikasi
tidak jelas, saat diberikan
rangsangan nyeri klien
menggerakan tubuh menjauhi
sumber nyeri
- Klien gelisah
A : Masalah risiko perfusi serebral
tidak efektif belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Monitor tanda/gejala

66
peningkatan TIK
2. Monitor penurunan tingkat
kesadaran
3. Kolaborasi pemberian obat:
a. Farmasal 1x10mg, melalui
NGT
b. Glauseta 2x250mg,
melalui NGT
c. Aspar K 2x300mg,
melalui NGT
d. Novorapid 3x12unit,
secara IM
24-05-2023
I:
Dx 2 - Mengidentifikasi toleransi fisik
12.10 WIB a. Keluarga mengatakan Dwestri
tangan kiri sudah bisa
diangkat tetapi masih
lemas, tangan kanan hanya
bisa menggeserkan kanan
dan kiri saja, kaki kanan
jika diluruskan langsung
menghindar, kaki kiri
sama sekali tidak bisa
digerakan
b. Kekuatan otot: ekstermitas
kanan atas 2 dan bawah 2,
ekstermitas kiri atas 3 dan
12.30 WIB bawah 1
- Libatkan keluarga dalam
meningkatkan pergerakan Dwestri
Keluarga mengatakan akan
menggerakan tangan dan juga
14.30 WIB kaki klien agar tidak kaku
E:-
S:
 Keluarga mengatakan tangan Dwestri
kanan dan kaki klien masih
sulit digerakan
O:
 Tangan kiri klien terlihat
menggenggam dan sudah bisa

67
diangkat tetapi jatuh kembali
 Kekuatan otot: ekstermitas
kanan atas 2 dan bawah 2,
ekstermitas kiri atas 3 dan
bawah 1
A : Masalah gangguan mobilitas fisik
belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi
 Identifikasi toleransi fisik.
 Fasilitasi melakukan mobilisasi
fisik, jika perlu.
 Libatkan keluarga dalam
meningkatkan pergerakan.
 Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis:
miring kanan dan kiri, duduk
di tempat tidur)
24-05-2023 I:
Dx 3 10.40 WIB  Mengidentifikasi faktor jatuh
Keluarga mengatakan usia
klien sudah 73tahun. Keadaan
klien delirium GCS: 10; E: 3, Dwestri
V: 3, M: 4
10.45 WIB  Memastikan roda tempat tidur
dalam kondisi terkunci
Roda tempat tidur sudah dalam Dwestri
10.50 WIB keadaan terkunci
 Memasang handrail tempat
tidur Dwestri
Handrail tempat tidur kanan
10.55 WIB dan kiri sudah dipasang
 Menganjurkan keluarga untuk
mendampingi klien Dwestri
Keluarga mengatakan akan
selalu mendampingi dan
mengawasi klien supaya tidak
11.00 WIB jatuh
 Menghitung skala jatuh dengan
skala morse Dwestri
Skala morse klien yaitu 50
artinya risiko jatuh sangat

68
14.40 WIB tinggi
E:-
S:
 Keluarga mengatakan klien
selalu di awasi dan handrail
tidak pernah diturunkan
Dwestri
O:
 Kesadaran klien delirium GCS:
10; E: 3, V: 3, M: 4
 Roda tempat tidur terkunci
 Handrail kanan dan kiri
terpasang
A : Masalah risiko jatuh belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Identifikasi faktor jatuh
2. Hitung risiko jatuh dengan
menggunakan skala morse
2. Dx 1 25-05-2023 S:
07.40 WIB - Keluarga mengatakan klien
sudah tidak muntah, klien
masih sering terbangun 2jam Dwestri
sekali
O:
- Kesadaran klien delirium, klien
membuka mata saat dipanggil,
komunikasi masih belum jelas,
klien menjauhi sumber nyeri
- Klien masih gelisah
A : Masalah risiko perfusi serebral
tidak efektif belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Monitor tanda/gejala
peningkatan TIK
- Monitor penurunan tingkat
kesadaran
- Kolaborasi pemberian obat:
a. Farmasal 1x10mg,
melalui NGT
b. Glauseta 2x250mg,
melalui NGT
c. Aspar K 2x300mg,
melalui NGT

69
d. Novorapid 3x12unit,
secara IM
08.00 WIB I :
- Memberikan Aspar K 300mg
dan Glauseta 250mg melalui
Dwestri
NGT
Obat Aspar 300mg dan
Glauseta 250mg sudah
diberikan melalui NGT
bersamaan dengan pemberian
susu saat sonde Memeriksa
tanda tanda vital
11.55 WIB TD: 135/85 mmHg
- Memberikan Novorapid 12unit
secara IM Dwestri
Novorapid 12unit sudah
diberikan secara IM dilengan
12.20 WIB kiri
- Memonitor penurunan tingkat Dwestri
kesadaran
Kesadaran klien delirium,
membuka mata saat diberikan
rangsangan suara, klien
berkomunikasi masih tidak
jelas, saat diberikan
12.25 WIB rangsangan nyeri klien
menggerakan tubuh menjauhi
sumber nyeri Dwestri
- Memonitor tanda/gejala
peningkatan TIK
14.20 WIB TD: 124/77 mmHg, Keluarga
mengatakan klien sudah tidak
muntah
E:- Dwestri
S : Keluarga mengatakan klien sudah
tidak muntah, kesadaran klien masih
sama seperti kemarin
O:
- Keadaan klien delirium
- Klien terlihat gelisah
- Klien membuka mata saat
mendengar suara, klien

70
berkomunikasi tidak jelas, saat
diberikan rangsangan nyeri
klien menggerakan tubuh
menjauhi sumber nyeri
A : Masalah risiko perfusi serebral
tidak efektif belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor tanda/gejala
peningkatan TIK
- Kolaborasi pemberian obat:
a. Farmasal 1x10mg,
melalui NGT
b. Glauseta 2x250mg,
melalui NGT
c. Aspar K 2x300mg,
melalui NGT
d. Novorapid 3x12unit,
secara IM
25-05-2023 S:
Dx 2 07.45 WIB  Keluarga mengatakan kedua
tangan sudah bisa diangkat
tetapi jatuh kembali Dwestri
O:
 Tangan kanan klien terlihat
sudah bisa digerakan
 Kekuatan otot: ekstermitas
kanan atas 3 dan bawah 2,
ekstermitas kiri atas 3 dan
bawah 1
A : Masalah gangguan mobilisasi fisik
belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Identifikasi toleransi fisik.
2. Fasilitasi melakukan mobilisasi
fisik, jika perlu.
3. Libatkan keluarga dalam
meningkatkan pergerakan.
4. Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis:
miring kanan dan kiri, duduk
di tempat tidur)
08.30 WIB I :

71
 Mengidentifikasi toleransi fisik
Keluarga mengatakan tangan
kanan sudah bisa diangkat Dwestri
tetapi masih jatuh, kaki dan
08.35 WIB tangan kanan masih sama
seperti kemarin
 Melatih klien teknik ROM Dwestri
08.40 WIB pasif
Klien mampu menggenggam
dan mengangkat kedua tangan
tetapi masih lemah
 Mengevaluasi keluarga dalam Dwestri
08.50 WIB meningkatkan pergerakan
Keluarga membantu klien
dalam menggerakan tangan
dan kaki
 Mengajarkan keluarga
Dwestri
ambulasi sederhana yaitu
miring kiri dan kanan
Keluarga mengatakan akan
14.30 WIB membantu klien untuk miring
kiri dan kanan supaya
mencegah adanya luka
dekubitus
E:-
S : keluarga mengatakan kedua kaki
klien masih sulit digerakan, tangan
kanan klien sudah ada perubahan Dwestri
O:
 Klien sudah bisa menggerakan
kedua tangan tetapi masih
lemah
 Kaki kanan masih menghindar
saat diberikan rangsangan
nyeri tetapi belum bisa
diangkat
 Kaki kiri klien masih sedikit
kaku
 Kekuatan otot: ekstermitas
kanan atas 3 dan bawah 2,
ekstermitas kiri atas 3 dan
bawah 1

72
A : Masalah gangguan mobilitas fisik
belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Identifikasi toleransi fisik.
2. Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis:
miring kanan dan kiri, duduk
di tempat tidur).
25-05-2023 S : keluarga mengatakan klien selalu
Dx 3 07.30 WIB di tempat tidur dengan posisi handrail
terpasang
O: Dwestri
 Kesadaran klien delirium GCS:
10; E: 3, V: 3, M: 4
 Roda tempat tidur terkunci
 Handrail kanan dan kiri
terpasang
A : Masalah risiko jatuh belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Identifikasi faktor jatuh
2. Hitung risiko jatuh dengan
menggunakan skala morse
I :
08.20 WIB 1. Mengidentifikasi faktor jatuh
Keadaan klien delirium GCS: Dwestri
10; E: 3, V: 3, M: 4
09.35 WIB 2. Menghitung skala jatuh dengan
skala morse Dwestri
Skala morse klien yaitu 50
artinya risiko jatuh sangat
tinggi
E:-
14.45 WIB S : Keluarga mengatakan akan selalu
mengawasi dan mendampingi klien
agar tidak jatuh
O: Dwestri
 Kesadaran klien delirium GCS:
10; E: 3, V: 3, M: 4
 Roda tempat tidur terkunci
 Handrail kanan dan kiri
terpasang

73
A : Masalah risiko jatuh belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Identifikasi faktor jatuh
2. Hitung risiko jatuh dengan
menggunakan skala morse
3 Dx 1 26-05-2023 S : keluarga mengatakan klien sudah
07.35 WIB bisa makan bubur dan tidak muntah,
tidak ada mual dan klien sudah bisa
tidur lama Dwestri
O:
- Klien sudah membuka mata
secara spontan, komunikasi
masih belum jelas, dan
ekstermitas bawah saat
diberikan rangsangan nyeri
klien menggerakan tubuh
menjauhi sumber nyeri
- Klien terlihat lebih tenang
A : Masalah risiko perfusi serebral
tidak efektif belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor tanda/gejala
peningkatan TIK
- Kolaborasi pemberian obat:
a. Farmasal 1x10mg,
melalui NGT
b. Glauseta 2x250mg,
melalui NGT
c. Aspar K 2x300mg,
melalui NGT
d. Novorapid 3x12unit,
08.00 WIB secara IM
I :
1. Memberikan Aspar K 300mg dan Dwestri
Glauseta 250mg melalui NGT
Obat Aspar 300mg dan Glauseta
250mg sudah diberikan melalui
08.10 WIB NGT bersamaan dengan
pemberian susu saat sonde
2. Memberikan Novorapid 12unit Dwestri
secara IM

74
Novorapid 12unit sudah diberikan
secara IM dilengan kiri
08.20 WIB 3. Memonitor penurunan tingkat Dwestri
kesadaran
Kesadaran klien apatis, membuka
mata secara spontan, klien
berkomunikasi masih tidak jelas,
saat diberikan rangsangan nyeri
08.25 WIB klien menggerakan tubuh
menjauhi sumber nyeri
4. Memonitor tanda/gejala Dwestri
peningkatan TIK
Keluarga mengatakan klien sudah
tidak muntah, tidak ada tanda-
13.15 WIB tanda peningkatan TIK
E:-
S : keluarga mengatakan klien sudah
ada perubahan, sudah lebih tenang
O:
- TD: 128/78 mmHg
- Keadaan klien apatis Dwestri
- Klien sudah membuka mata
secara spontan, komunikasi
masih belum jelas, dan
ekstermitas bawah saat
diberikan rangsangan nyeri
klien menggerakan tubuh
menjauhi sumber nyeri
- Klien terlihat lebih tenang
A : Masalah risiko perfusi serebral
tidak efektif teratasi
P : lanjutkan intervensi diruangan:
monitor tingkat kesadaran
Dx 2 26-05-2023 S:
07.35 WIB  Keluarga mengatakan kedua
tangan masih lemas, kaki kiri
masih kaku Dwestri
O:
 Kedua tangan klien terlihat
sudah bisa digerakan
 Kekuatan otot: ekstermitas
kanan atas 3 dan bawah 2,

75
ekstermitas kiri atas 3 dan
bawah 1
A : gangguan mobilisasi fisik belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
 Identifikasi toleransi fisik.
 Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis:
miring kanan dan kiri, duduk
07.55 WIB di tempat tidur)
I :
 Mengidentifikasi toleransi fisik
Keluarga mengatakan kedua
tangan sudah bisa diangkat Dwestri
tetapi masih jatuh, kaki masih
08.00 WIB sama seperti kemarin
 Mengajarkan keluarga
ambulasi sederhana yaitu
miring kiri dan kanan
Keluarga mengatakan klien Dwestri
miring kiri dan kanan setiap
13.10 WIB 2jam sekali supaya mencegah
adanya luka dekubitus
E:-
S : keluarga mengatakan sudah ada
perubahan pada klien, sudah bisa Dwestri
menggerakan tangan kanan dan kiri,
walaupun kedua kaki masih sama
seperti kemarin
O:
 Kekuatan otot: ekstermitas
kanan atas 3 dan bawah 2,
ekstermitas kiri atas 3 dan
bawah
 Keluarga membantu klien
untuk miring kiri dan kanan
A : Masalah gangguan mobilitas fisik
teratasi
P : lanjutkan intervensi di ruangan:
monitor kekuatan otot
Dx 3 17-05-2023 S : keluarga mengatakan selama di

76
07.35 WIB rumah sakit klien tidak pernah jatuh
O:
 Kesadaran klien apatis GCS: Dwestri
11; E: 4, V: 3, M: 4
A : Masalah risiko jatuh belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Identifikasi faktor jatuh
2. Hitung risiko jatuh dengan
menggunakan skala morse
I :
08.55 WIB 1. Mengidentifikasi faktor jatuh
Keadaan klien apatis GCS: 11; Dwestri
E: 4, V: 3, M: 4
09.00 WIB 2. Menghitung skala jatuh dengan
skala morse
Skala morse klien masih sama Dwestri
yaitu 50 artinya risiko jatuh
sangat tinggi
E:-
13.25 WIB S : keluarga mengatakan akan
mengawasi dan mendampingi klien Dwestri
sampai klien sembuh
O:
 Klien dalam keadaan rileks
 Kesadaran klien apatis GCS:
11; E: 4, V: 3, M: 4
 Roda tempat tidur terkunci
 Handrail kanan dan kiri
terpasang
A : Masalah risiko jatuh teratasi
P : lanjutkan intervensi di ruangan:
monitor risiko jatuh

77
Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA
Azimi, F., Dinn, W. M., & Naumann, R. A. (2020). Intestinal
perforation.
Radiology, 121(3 I), 701–702. https://doi.org/10.1148/121.3.701X
DAFTAR PUSTAKA
Azimi, F., Dinn, W. M., & Naumann, R. A. (2020). Intestinal
perforation.
Radiology, 121(3 I), 701–702. https://doi.org/10.1148/121.3.701X
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Adrian, S. J. 2019. Hipertensi Esensial: Diagnosis Dan Tatalaksana Terbaru Pada

Dewasa. Cermin Dunia Kedokteran, 46(3), 172-178.

Irfan. (2012). Fisioterapi bagi Insan Stroke. Yogyakarta: GRAHA ILMU


Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, Et Al. (2015).

Hypertension Treatment. Harrison’s Principles Of Internal Medicine. 19th Ed.

Mcgraw-Hill Co, Inc.; 2015 .P. 1622-7

Nurarif dan Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Yogyakarta: Penerbit

Mediaction Jogja

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator

Diagnostik, Edisi1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan

Edisi1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil

78
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil

Edisi1. Jakarta: DPP PPNI.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2018. Badan Penelitian Dan Pengembangan

Kesehatan Kementerian RI Tahun 2018.

Http://Www.Depkes.Go.Id/Resources/Download/Infoterkini/Materi_Rakorp

op_20 18/Hasil%20Riskesdas%202018.Pdf – Diakses Juli (2020).

Tarwoto, Wartonah (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.

Edisi 5. Jakarta Selatan: Salemba Medika.

Wijaya & Putri.2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika

79

Anda mungkin juga menyukai