Anda di halaman 1dari 11

PENGEMBANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

PEMBERIAN MOBILISASI ALIH BARING TERHADAP


PENCEGAHAN DEKUBITUS PADA
PASIEN STROKE

NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh:

MUHAMMAD RAFLI HANIFIAN SAMHAH

NIRM: 18071

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA


JAKARTA
2021
PENGEMBANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMBERIAN MOBILISASI ALIH BARING TERHADAP
PENCEGAHAN DEKUBITUS PADA
PASIEN STROKE
Muhammad Rafli Hanifian Samhah, Khumaidi
Mahasiswa Akademi Keperawatan PELNI Jakarta
Email: muhammadraflihanifian@gmail.com No. Hp 0895343155168

Abstrak
Latar belakang: Stroke merupakan penyebab utama kecacatan fisik pada usia produktif dan
usia lanjut. Penderita stroke sering mengalami kelemahan atau kelumpuhan sehingga harus
menjalani tirah baring selama perawatan. Komplikasi yang dapat terjadi akibat tirah baring
lama yaitu jatuh, kontraktur, nyeri, depresi, dan luka tekan atau dekubitus. Tujuan: Penulisan
ini bertujuan untuk mengembangkan standar operasional prosedur Pemberian Mobilisasi Alih
Baring Terhadap Pencegahan Dekubitus Pada Pasien Stroke. Metode Penelitian: metode
penulisan yang digunakan adalah literature review terkait standar operasional prosedur
pemberian mobilisasi alih baring untuk mencegah dekubitus pada pasien stroke dengan
pendekatan Plan, Do, Study, Act (PDSA). Studi literature ini menunjukkan bahwa
tersusunnya pengembangan standar operasional prosedur pemberian mobilisasi alih baring
untuk mencegah dekubitus pada pasien stroke. Hasil: hasil pengembangan didapatkan 10
langkah-langkah baru dalam Standar Operasional Prosedur pemberian mobilisasi alih baring.
Kesimpulan: Teridentifikasinya jurnal-jurnal terkait Standar Operasional Prosedur Pemberian
Mobilisasi Alih Baring Terhadap Pencegahan Dekubitus Pada Pasien Stroke, Diketahuinya
efektifitas pemberian Mobilisasi Alih Baring Terhadap Pencegahan Dekubitus Pada Pasien
Stroke melalui literature review.

Kata Kunci: Alih Baring, Dekubitus, Luka Tekan, Mobilisasi, Stroke.

Abstract
Background: Stroke is the main cause of physical disability in productive age and the elderly.
Stroke sufferers often experience weakness or paralysis so they must undergo bed rest during
treatment. Complications that can occur due to prolonged bed rest are falls, contractures,
pain, depression, and pressure sores or pressure sores. Objective: This writing aims to
develop standard operating procedures for the provision of bed transfer mobilization for the
prevention of pressure sores in stroke patients. Research Methods: The writing method used
is a literature review related to standard operating procedures for providing bedside
mobilization to prevent pressure sores in stroke patients with Plan, Do, Study, Act (PDSA)
restraints. This literature study shows that the development of standard operating procedures
for providing bedside mobilization to prevent pressure sores in stroke patients is structured.
Results: the results of the development obtained 10 new steps in the Standard Operating
Procedure for providing bed transfer mobilization. Conclusion: The identification of journals
related to Standard Operating Procedures for Provision of Bed Transfer Mobilization for
Prevention of Decubitus in Stroke Patients, Knowledge of the effectiveness of providing Bed
Transfer Mobilization for Prevention of Decubitus in Stroke Patients through a literature
review.

Keyword: Bed Transfer, Decubitus, Mobilization, Pressure Wound, Stroke.


Pendahuluan
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang diakibatkan karena terhentinya suplai darah ke
bagian otak yang dapat menyebabkan nekrosis sel saraf yang timbul secara mendadak (Dwi
et.al, 2020). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2018, menunjukan
terdapat 13,7 juta kasus baru stroke dan sekitar 5,5 juta kematian terjadi akibat penyakit
stroke. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 angka kejadian stroke sebanyak
7% dan berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menglami peningkatan sebanyak
10,9% (2.120.362 penderita). Penderita stroke sering mengalami kelemahan atau kelumpuhan
sehingga harus menjalani tirah baring selama perawatan. Komplikasi yang dapat terjadi akibat
tirah baring lama yaitu luka dekubitus (Alimansur & Santoso, 2019). Salah satu tindakan
penatalaksanaan untuk mencegah dekubitus pada pasien stroke adalah dengan melakukan
tindakan mobilasasi setiap 2 jam sekali untuk mengurangi tekanan gaya gesek pada kulit,
dengan cara menjaga bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat (Galuh, 2021).

Metode
Metode penulisan ini menggunakan literature review menggunakan 5 jurnal terkait dengan
standar operasional prosedur pemberian mobilisasi alih baring terhadap pencegahan dekubitus
pada pasien stroke. Penulis mencari dan mengumpulkan jurnal-junal, mengidentifikasi jurnal–
jurnal, menganalisis jurnal–jurnal dan menetapkan langkah-langkah yang tepat saat
melakukan pemberian mobilisasi alih baring sehingga menjadi standar operasional prosedur.

Hasil
1. Hasil Penelusuran Literature Review
Tabel 4.1 Hasil Penelusuran Literatur Review SOP dalam Upaya Pencegahan Dekubitus pada
Pasien Stroke
Judul Metode
No Peneliti Langkha Intervensi Hasil
Penelitian Penelitian
1 Efektifitas Wayun Desain 1. Posisi kepala Diketahui
Waktu ah, penelitian tempat tidur ratarata kejadian
Perubahan 2018 yang ditinggikan dekubitus pada
Posisi digunakan sampai 30° kelompok
Tidur adalah 2. Posisi badan intervensi
Terhadap Quasi- pasien sesudah
Kejadian experimen dimiringkan ke dilakukan
Dekubitus tal with kiri sebesar 30 perubahan posisi
Pada control derajat dengan tidur setiap 2
Pasien group. disanggah jam sekali
STROKE Penelitian menggunakan adalah 0,00
DI rumah ini terdiri bantal busa dengan standar
Sakit X dari dua selama 2 jam deviasi 0,000.
Kabupaten kelompok, 3. Pasien diberi Sedangkan pada
Indramayu yaitu posisi telantang kelompok
kelompok selama 2 jam kontrol sesudah
intervensi 4. Posisi badan dilakukan
dan pasien perubahan posisi
kelompok dimiringkan ke tidur setiap 4
control kanan 30 jam sekali rata-
derajat rata kejadian
dekubitusnya
adalah 0,88
dengan standar
deviasi 0,835.
2 Pengaruh Umi Metode 1. Pasien Hasil penelitian
Posisi Faridah yang ditempatkan persis yang telah
Miring , 2019 digunakan ditengah tempat dilakukan dapat
Terhadap metode tidur disimpulkan
Dekubitus quasi 2. Gunakan bantal bahwa bahwa
Pada eksperime untuk menyanggah hasil uji
Pasien n atau kepala dan leher Wilxocon
Stroke di eksperime 3. Tempatkan satu kelompok
RSUD ntal semu bantal pada sudut intervensi
RAA mengguna antara bokong dan didapatkan ρ
Soewondo kan matras dengan value adalah
Pati pendekata cara miringkan 0,002 (p<0,05)
n Pra-Post panggul. maka Ho ditolak
Test. 4. Bantal yang dan Ha diterima
berikutnya yang artinya ada
ditempatkan pengaruh posisi
memanjang miring terhadap
diantara kedua dekubitus pada
kaki. pasien stroke di
RSUD RAA
Soewondo Pati
3 Pengaruh Hasraf, Desain 1. mempertahanan Dari hasil
Posisi 2021 penelitian kondisi dan penelitian yang
Miring karya tulis posisi pasien telah dilakukan
Untuk ilmiah ini stroke di tempat dapat
Menguran mengguna tidur agar dalam disimpulkan
gi Resiko kan desain keadaan aman bahwa
Dekubitus studi 2. tinggikan posisi pemberian
Pada kasus kepala pada posisi miring
Pasien tempat tidur dapat mencegah
Stroke sampai 30° dekubitus
3. berikan Posisi
Terlentang
selama 2 jam
4. ubah posisi
dengan
memberikan
posisi miring ke
kanan selama 2
jam
5. ubah kembali
posisi ke posisi
terlentang selama
2 jam
6. ubah posisi
dengan
memberikan
posisi miring ke
kiri selama 2 jam
4 Pengaruh Adie, Jenis 1. Pasien Pada kelompok
Perubahan 2021 penelitian ditempatkan persis intervensi
Posisi yang ditengah tempat sebelum
Dalam digunakan tidur dilakukannya
Mencegah yaitu 2. Gunakan bantal perlakuan di
Dekubitus kuantitatif untuk menyanggah dapatkan
Pada dengan kepala dan leher persentase
Pasien design 3. Tempatkan satu tertinggi dengan
Yang quasi bantal pada sudut kriteria
Menjalani experimen antara bokong dan kemungkinan
Perawatan t dan matras dengan kecil terjadi
di Rumah mengguna cara miringkan sebanyak 12
Sakit kan panggul. dengan
Aminah metode 4. Bantal yang presentase
Ciledug pre-test berikutnya (54.5%), lalu
Tangerang post-test ditempatkan dengan kriteria
with memanjang tidak terjadi
control diantara kedua sebanyak 6
group non kaki. dengan
randomiza persentase
tion (27.3%)

Kelompok
intervensi
setelah
dilakukan
perlakuan di
dapatkan
persentase
dengan kriteria
tidak terjadi
sebanyak 7
dengan
presentase
(31.8%), dan
kriteria
kemungkinan
kecil terjadi
sebanyak 11
dengan
persentase(50%)
.
5 Asuhan Siti Jenis 1. Observasi: periksa Dari hasil
Keperawat Marya penelitian permukaan kulit penelitian yang
an Pada m, ini adalah yang berisiko terjadi telah dilakukan
Pasien 2020 deskriptif luka tekan dengan dapat
CVA dengan skala Braden disimpulkan
Dalam mengguna 2. Monitor suhu bahwa
Pemenuha kan kulit, monitor pemberian
n Rasa metode integritas kulit, posisi alih
Aman dan pendekata terapeutik: keringkan baring dapat
Perlindung n studi kulit yang lembap mencegah dan
an: kasus. akibat keringat atau mengurangi luka
Integritas urin tekan atau
Kulit 3. tinggikan posisi dekubitus.
kepala pada tempat pengukuran
tidur sampai 30° menggunakan
4. Ubah posisi skala braden
dengan hati-hati diperoleh
setiap 2 jam, dengan selama 5 hari
posisi miring 30° hasil adanya
5. pada kaki bagian peningkatan
atas dan kedua dengan nilai
tangan ditekuk skor pada
dengan disanggah parlementer
menggunakan bantal kelembapan dan
nutrisi, hari 1;
persepsi sensori
1, kelembapan
2, aktivitas 1,
mobilitas 1,
nutrisi 3,
gesekan 1, hari
ke 5; persepsi
sensori 1,
kelembapan 4,
aktivitas 1,
mobilitas 1,
nutrisi 4,
gesekan 1

2. Pengembangan SOP Pemberian Mobilisasi Alih Baring Terhadap Pencegahan


Dekubitus pada Pasien Stroke
Tabel 4.2 Pengembangan SOP Pemberian Mobilisasi Alih Baring Terhadap Pencegahan
Dekubitus pada Pasien Stroke
No SOP Rasionalisasi

1 Mencuci Tangan Mencuci tangan yaitu tindakan sanitasi yang bermanfaat


untuk membunuh kuman dan tangan menjadi bersih.
Tindakan ini harus dilakukan dengan sering untuk
mencegah penularan penyakit menular (Asda & Sekarwati,
2020; Natsir, 2018).

2 Mengucapkan Salam Perawat dan pasien mulai mengembangkan hubungan


komunikasi interpersonal untuk membangun atau membina
hubungan baik dengan pasien dalam memberikan
pelayanan keperawatan untuk kesembuhan pasien.
Komunikasi yang baik dan efektif dapat membawa
keberhasilan dalam proses keperawatan (Nara, 2020;
Tangel et al, 2019; Walansendow, 2017).

3 Memperkenalkan Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan


diri dan menjelaskan dirinya terlebih dahulu kepada pasien. Memperkenalkan
tujuan diri sangat penting perawat lakukan kepada pasien untuk
mulai mengembangkan rasa percaya. Tujuan tahap
perkenalan yaitu untuk memvalidasi keakuratan data dan
rencana yang dibuat dengan keadaan pasien saat ini serta
mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. (Ellanda, 2017;
Herfira & Supratman, 2017; Syamsuddin, 2014).

4 Memberikan Pada tahap kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan


kesempatan untuk yang dilakukan adalah memberi kesempatan pada klien
bertanya untuk bertanya. Dalam keadaan ini perawat memfokuskan
pembicaraan pada masalah khusus yaitu tentang keadaan
pasien dan keluhan pasien. Tujuan klien bertanya adalah
untuk mendapatkan informasi spesifik mengenai apa yang
belum dimengerti klien melalui komunikasi interpersonal
(Oktaria, 2017; Tangel et al, 2019).

5 Informed consent Untuk mendapatkan persetujuan dan kesepakatan dari


pasien dan keluarganya. (Busro, 2018; Herwanda et al,
2016; Nasichin, 2016).

6 Observasi: periksa Strategi pencegahan untuk mendeteksi dini terjadinya luka


permukaan kulit tekan atau dekubitus (Sukurni, 2018)

yang berisiko terjadi


luka tekan dengan
skala Braden

7 Tinggikan posisi Pemenuhan kebutuhan rasa aman dan perlindungan


kepala pada tempat integritas kulit (Maryam, 2021).
tidur sampai 30°
8 Ubah posisi dengan Alih baring atau perubahan posisi tidur adalah tindakan
hati-hati setiap 2 yang dilakukan untuk mengubah posisi pasien yang
jam, dengan posisi mengalami tirah baring total untuk mencegah terjadinya
miring 30° ke kiri, dekubitus atau luka tekan pada pasien. Perubahan posisi
kembali telentang, tidur dengan cara alih baring memiliki manfaat mengganti
kemudian ke kanan. titik tumpu berat badan yang tertekan pada area tubuh yang
lain, mempertahankan sirkulasi darah pada daerah yang
tertekan, dan dapat menurunkan tekanan pada tonjolan
tulang (Maryam, 2021).

9 pada kaki bagian Pengaturan posisi tidur yang dapat mengurangi takanan
atas dan kedua pada area trokanter (Maryam, 2021).
tangan ditekuk
dengan disanggah
menggunakan bantal
10 Mendokumentasikan Pelaksanaan dokumentasi keperawatan sebagai salah satu
alat ukur untuk mengetahui, memantau, dan menilai
pelayanan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh rumah
sakit. Dokumentasi keperawatan dapat dijadikan sebagai
sumber informasi terhadap perindungan individu, bukti
pertanggung gugatan setiap tim keperawatan, dan sumber
informasi statistic untuk standard dan riset keperawatan
(Noorkasian et al, 2015; Pasaribu, 2020).

Pembahasan
Alih baring atau perubahan posisi tidur adalah tindakan yang dilakukan untuk
mengubah posisi pasien yang mengalami tirah baring total untuk mencegah terjadinya
dekubitus atau luka tekan pada pasien. Perubahan posisi tidur dengan cara alih baring
memiliki manfaat mengganti titik tumpu berat badan yang tertekan pada area tubuh yang lain,
mempertahankan sirkulasi darah pada daerah yang tertekan, dan dapat menurunkan tekanan
pada tonjolan tulang (Andani, 2016).
Pemberiam alih baring atau mengganti posisi miring kiri-kanan yaitu dengan posisi
lateral diantara pinggul dan tempat tidur yang disertai penggunaan bantal pada daerah diantara
lutut kanan dan lutut kiri, diantara mata kaki, dibelakang punggung, serta dibawah kepala
untuk mencegah terjadinya dekubitus.
Tarihoran (2010). Posisi tubuh lateral dengan sudut maximum 30° bermanfaat
mencegah kulit dari pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Pergesekan akan
mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit, sedangkan perobekan jaringan
bisa mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam
seperti otot yang sering dekubitus. Dekubitus biasanya dialami pasien yang mengalami tirah
baring terlalu lama seperti penderita stroke (Smeltzer, 2010).
Pemberian posisi yang benar sangatlah penting dengan sasaran utama pemeliharaan
integritas kulit yang dapat mengurangi tekanan, membantu kesejajaran tubuh yang baik dan
mencegah neuropati kompresif (Smeltzer, 2010). Pada perubahan posisi alih baring biasa, saat
posisi lateral hanya dikasih bantalan pada punggung untuk memberi sokongan tubuh agar
tidak kembali ke posisi supinasi. Sedangkan pemberian posisi miring 30° dengan penggunaan
bantal dibawah kepala, dibelakang punggung, diantara mata kaki, diantara lutut kanan dan
kiri. Tindakan tersebut mampu mengurangi derajad dekubitus serta memulihkan kulit seperti
semula.
Penelitian pendukung yang dilakukan oleh Bujang (2013) dengan hasil bahwa pasien
stroke yang mengalami hemiparesis pada kelompok intervensi tidak ada yang mengalami
dekubitus, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 53,3% yang mengalami dekubitus
derajat 1. Didapatkan p value sebesar 0,011 < α (0,05) yang berarti ada pengaruh alih baring
terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke dengan imobilisasi.
penelitian yang dilakukan oleh Sarwanto et,al (2017) mengatakan bahwa posisi miring
30o lebih efektif mencegah terjadinya luka tekan pada pasien stroke dibandingkan posisi
miring 90o, dilihat dari nilai rata-rata peringkat intervensi posisi miring 30o yaitu (p= 0,041)
lebih tinggi dari pada intervensi pemberian posisi miring 90o (p=0,004).
Posisi miring adalah tindakan yang dilakukan untuk mengubah posisi pasien yang
mengalami tirah baring total untuk mencegah kejadian luka tekan atau dekubitus pada kulit
pasien. Tujuan alih baring adalah untuk mendistribusikan tekanan baik dalam posisi duduk
atau berbaring serta memberikan kenyamanan pada pasien. Pada dasarnya alih baring
dilakukan sebagai bagian dari prosedur baku dalam intervensi keperawatan untuk mengurangi
resiko dekubitus pada pasien dengan imobilisasi.
Menurut peneliti pemberian posisi miring ada pengaruhnya dengan kejadian dekubitus.
Dengan diberikannya posisi alih baring antara miring ke kanan dan miring ke kiri, pasien
stroke yang bedrest total atau pasien stroke yang mobilisasinya kurang secara teratur sangat
memerlukan perlakuan posisi alih baring dengan tujuan untuk mengurangi terjadinya tekanan
yang mengakibatkan luka dekubitus.

Kesimpulan
Berdasarkan literature review yang dilakukan dari lima jurnal tersebut, maka didapatkan hasil
bahwa pemberian pemberian mobilisasi alih baring terbukti dapat dijadikan alternatif non
farmakologi dalam pencegahan dekubitus pada pasien stroke. Pengembangan Standar
Operasional Prosedur (SOP) pemberian mobilisasi alih baring terhadap pencegahan dekubitus
pada pasien stroke terdiri dari 10 langkah. Jurnal-jurnal yang diidentifikasi dan dianalisis
untuk pengembangan SOP pemberian mobilisasi alih baring terhadap pencegahan dekubitus
pada pasien stroke. Berdasarkan iterature review didapatkan bahwa pemberian mobilisasi alih
baring dapat mencegah dekubitus pada pasien stroke.

Ucapan Terima Kasih


Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Bapak Khumaidi, Ns.,
M.Kep.,Sp.Kep.MB. yang telah membantu dalam penulisan karya tulis ilmiah serta kepada
orang tua yang telah memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis
ilmiah.

Referensi
1. Alimansur, M., Santoso, P. (2019). Faktor risiko dekubitus pada pasien stroke. Jurnal
Ilmu Kesehatan, 8(1), 82-88.
2. American Heart Association/American Stroke Association. Journal of the American
Heart Association 2018.
3. Asda, P., Sekarwati, N. (2020). Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (Ctps) Dan Kejadian
Penyakit Infeksi Dalam Keluarga Di Wilayah Desa Donoharjo Kabupaten Sleman.
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar, 11(02), 1-6.
4. Busro, A. (2018). Aspek Hukum Persetujuan Tindakan Medis (Inform Consent) Dalam
Pelayanan Kesehatan. Law & Justice Journal, 1(1), 1-18.
5. Dalmeri. Supadi. (2019). Membangun manajemen mutu dengan prinsip six sigma pada
lembaga pendidikan islam di era global. Jurnal Studi dan Penelian pedidikan islam,2(1),
73-90.
6. Darotin,R., Nurdina, & Nasution, T.H. (2017). Analisis faktor predictor mortalitas
stroke hemoragik di rumah sakit daerah dr. Soebandi Jember. NurseLine Journal
,2(2),135-145.
7. Ellanda, Gita. (2017). Komunikasi antarpribadi pasien dan perawat. E-Jurnal
Keperawatan.1-10.
8. Faridah, U., Sukarmin, Murtini, S. (2019). Pengaruh posisi miring terhadap dekubitus
pada pasien stroke di RSUD RAA Soewondo Pati. Jurnal Ilmu Keperawatan dan
Kebidanan, 10(1), 155-162.
9. Felle, Z.R. (2018). Gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang peran advokat bagi
pasien di Rumah Sakit Umum Abepura. Jurnal Keperawatan Tropis Papua,1(1), 26-30.
10. Hardika, B.D., Yuwono, W., Zulkarnain, H.M. (2020). Faktor risiko yang
mempengaruhi terjadinya stroke non hemoragik pada pasien di RS RK Charitas dan RS
Myria Palembang. Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi, 9(2), 268-274.
11. Herfira, Ane., Supratman, L.P. (2017). Komunikasi terapeutik Clinical Instructor di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Jurnal Manajemen Komunikasi, 1(2), 168-179.
12. Herly, H. N., Ayubbana, S., & Sari, S. A. (2021). Pengaruh Posisi Miring Untuk
Mengurangi Resiko Dekubitus Pada Pasien Stroke. Jurnal Cendikia Muda, 1(3), 293-
298.
13. Herwanda. Rahmayani, L., Fadhilla, S. (2016). Gambaran Penggunaan Persetujuan
Tindakan Medis (Informed Consent) oleh Dokter Gigi Muda Di RSGM Unsyiah.
Cakradonya Dent, 8(2), 123-131.
14. Kale, E.D., Nurachmah, E., Pujasari H. (2014). Penggunaan skala Braden terbukti
efektif dalam memprediksi kejadian luka tekan. Jurnal Keperawatan Indonesia, 17(3),
95-100.
15. Kanyal N. (2015). The science of ischemic stroke: Patophysiology & pharmacological
treatment. International Journal of Pharma Research & Review, 4(10),65-84.
16. Kementerian Kesehatan RI.(2018).Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI.Jakarta:Kementerian Kesehatan RI.
17. Kusumah, A. M. P., & Hasibuan, M. T. D. (2021). Pengaruh Perubahan Posisi Dalam
Mencegah Dekubitus Pada Pasien Yang Menjalani Perawatan Di Rumah Sakit Aminah
Ciledug Tangerang. Indonesian Trust Health Journal, 4(1), 451-455.
18. Laraswati, A., Suwaryo, P. A. W., & Waladani, B. (2021). Pencegahan Dekubitus
Menggunakan Posisi Alih Baring Pada Pasien Yang Di Rawat Di Intensive Care Unit
(ICU). Proceeding of The URECOL, 1-10.
19. Manoppo,E.J., Masi,G.M., Silolonga,W. (2018). Hubungan Peran Perawat Sebagai
Edukator Dengan Kepatuhan Penatalaksanaan Hipertensi Di Puskesmas Tahuna Timur.
e-Journal Keperawatan (e-Kp) volume 6 Nomor 1.
20. Marzali, A. (2016). Menulis kajian literature. Jurnal Etnografi Indonesia,1(2),27-36.
21. Mumu, G., Tamunu, E., Makausi, E. (2017). Hubungan peran perawat sebagai educator
dengan pemenuhan kebutuhan rasa aman pasien di ruang rawat inap rumah sakit umum
daerah Noongan. e-Jurnal Sariputra, 4(1),65-71.
22. Mutiarasari, D. (2019). Ischemic Stroke : Sypmthoms, risk factors, and prevention.
Jurnal Ilmiah Kedokteran,6(1),60-73.
23. Nara, M.Y. (2020). Komunikasi Terapeutik Dalam Asuhan Keperawatan Di Ruangan
Rawat Inap Kelas III RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang. Jurnal Communio :
Jurnal Ilmu Komunikasi, 9(1), 1489-1506.
24. Nasichin, M. (2017). Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)
antara Pihak Rumah Sakit Muhammadiyah Gresik dengan Pasien Operasi Caesar
Berdasarkan Pasal 45 Undang-Undang No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
Jurnal Pro Hukum, 6(1), 1-19.
25. Natsir, M.F. (2018). Pengaruh Penyuluhan CTPS Terhadap Peningkatan Pengetahuan
Siswa Sdn 169 Bonto Parang Kabupaten Jeneponto. Jurnal Nasional Ilmu Kesehatan
(JNIK), 1(2), 1-9.
26. Nirmalasari, N., Nofiyanto, M., Hidayati, R.W. (2020). Lama hari rawat pasien stroke.
Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan,9(2),117-268.
27. Nisak, K., Kristinawati, B., Widayati, Nur. (2019). Aplikasi massage olive oil untuk
mencegah dekubitus pada pasien kritis di ruang intensive care unit Rumah Sakit Umum
Pusat dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. University Research Colloquium, 490-495.
28. Noorkasian. Gustina. Maryam, R.S. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kelengkapan dokumentasi keperawatan. Jurnal Keperawatan Indonesia, 18(1), 1-8.
29. Oktaria, Gina. (2017). Komunikasi terapeutik perawat dalam proses penyembuhan
pasien psikosis di UPT. Bina Laras Provinsi Riau. Jom FISIP, 4(2), 1-15.

Anda mungkin juga menyukai