Anda di halaman 1dari 10

CLINICAL REASONING

MOBILISASI PASIF PADA PASIEN


TERPASANG VENTILASI MEKANIK

DI SUSUN OLEH

DWI YOGO BUDI PRABOWO

22020116410012

MAGISTER KEPERAWATAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017

Clinical Reasoning

Mobilisasi Pasif Pada Pasien Terpasang Ventilator


A. Signifikansi Fenomena
Ruang ICU merupakan ruang perawatan bagi pasien sakit kritis
yang memerlukan intervensi segera untuk pengelolaan fungsi sistem
organ tubuh secara terkoordinasi dan memerlukan pengawasan yang
konstan secara kontinyu juga dengan tindakan segera (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010)
Pelayanan di ruang ICU merupakan pelayanan yang bersifat
multidisiplin dan komprehensif, tindakan suportif terhadap fungsi
organ-organ tubuh menjadi utama. Salah satu tindakan suportif adalah
pemberian ventilasi buatan dengan menggunakan ventilator misalnya
ventilasi mekanik (Sundana, 2014).
Ventilasi mekanik dapat mengakibatkan beberapa komplikasi
seperti aspirasi, Ventilator Acquired Pneumonia (VAP), cedera paru-
paru, hiperventilasi, hipoventilasi, masalah gastrointestinal, imobilitas,
ketidaknyamanan dan nyeri. Pasien yang terpasang ventilator mekanik
dalam waktu yang lama dan terbatas pada tempat tidur membutuhkan
perawatan total. Selain itu pasien kritis diberikan sedasi yang dapat
menurunkan kesadaran pasien dan mengakibatkan penurunan kemampuan
secara aktif untuk merubah posisi sehingga mengalami tekanan yang lama.
Selain itu dampak yang merugikan karena imobilisasi adalah konsumsi
oksigen yang meningkat.
Pasien kritis dengan masa rawat yang lama akan menimbulkan
banyak masalah kesehatan yang muncul diantaranya muncul pneumonia,
kelemahan, nyeri akut, hingga masalah semua fungsi organ tubuh karena
pengaruh infeksi yang didapat saat dirawat di ICU hingga berujung
kematian. Imobilisasi pasien di ICU memberikan kontribusi pada
komplikasi lanjut yang cukup tinggi pada pasien dengan kondisi kritis
hingga berakhir kematian. Pada pasien kritis yang mengalami imobilisasi
akan memunculkan dampak yang merugikan karena pada posisi
imobilisasi konsumsi oksigen pada pasien kritis akan meningkat (Jevon &
Ewens, 2009).
Penelitian Vollman di Icu Amerika, menyatakan pemberian posisi
terlentang secara terus menerus dapat menurunkan sirkulasi darah dari
ekstermitas bawah, yang seharusnya jumlahnya banyak untuk menuju
jantung. Pada tiga hari pertama bedrest, volume plasma akan berkurang
8%- 10% dan menjadi berkurang 15%- 20% pada minggu keempat
bedrest. Pada penelitian tersebut menunjukkan efek maksimal bedrest akan
terlihat pada minggu ketiga bedrest(Vollman, (2010)
Pengaturan posisi merupakan salah satu bentuk intervensi
keperawatan yang tidak asing.American Association of Critical Care Nurse
(AACN) memperkenalkan intervensi mobilisasi progresif yang terdiri dari
5 level yaitu Hed of Bed (HBO), latihan Range of Motion (pasif dan aktif),
terapi lanjutan rotasi lateral, posisi tengkurap, pergerakan melawan
gravitasi, posisi duduk, posisi kaki menggantung, berdiri dan jalan.
Mobilisasi progresif yang diberikan pada pasien diharapkan dapat
menimbulkan respon dinamik yang baik. Penelitian Ozyurek et all telah
dilakukan 37 sesi mobilisasi terhadap 31 pasien kritis yang
mengalami obesitas menunjukan peningkatan SpO2 dari 98% menjadi
99% setelah dilakukan mobilisasi dan Respirasi 23x/mnt menjadi
25x/menit.
Penelitian lain dilakukan di Australia untuk mengevaluasi efek
hemodinamik dan metabolisme yang di lakukan mobilisasi untuk 32
pasien yang menerima ventilasi mekanis dengan mode SIMV. Setelah
beberapa kali diberikan latihan mobilisasi berupa Head of bed
ditemukan peningkatan yang signifikan pada denyut jantung, sistolik,
curah jantung, konsumsi oksigen, produk karbondioksida dan PaCO2.
Mobilisasi pasien pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik
menjadikan tantangan bagi profesional kesehatan karena faktor keamanan
terhadap respon yang ditimbulkan pasien. Mobilisasi pasif sebagai
prosedur keperawatan rutin mungkin merupakan aktivitas yang paling
tepat untuk pasien ini. Pada fase awal penyakit Latihan anggota gerak
pasif didefinisikan sebagai gerakan berulang sendi dalam batas yang
tersedia, dilakukan tanpa kontrol kehendak, dan dapat dianggap sebagai
bentuk awal dari mobilisasi untuk pasien ICU yang terbius atau tidak sadar
Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengeksplore bagaimana pengaruh
mobilisasi pasif terhadap respon fisik/status hemodinamik yang
ditimbulkan pasien yang terpasang ventilasi mekanik
B. Tujuan
Mengetahui pengaruh mobilisasi ROM Pasif terhadap respon fisik atau
status hemodinamik pada pasien yang terpasang ventilator mekanik

C. Review Literature
strategi pencarian literatur dengan menggunakan sistem pencari PubMed,
Ebsco, Google Scolar .Pencarian literatur yang digunakan pada tahun
2015-2017. Strategi pencarian literature dengan menggunakan metode
PICO dan membuat pertanyaan penelitian.
Population : Adult Critical Care Patients
Intervention : Passive Exercise, Passive ROM
Comparison : patients not receiving Passive Exercise, Passive ROM
Outcome : Physiological Response Physicologi patient in adults
mechanical ventilation patient in adults mechanical
ventilation
Question : How to Effect of Passive Exercise on Response
Physicologi patient in adults mechanical ventilation?

Tabel 1
Temuan Artikel
Peneliti Judul Artikel Populasi/sam Metode/interv Hasil
pel ensi
Gehan A. Effectivene 40 adult A quasi- a significant
experimental
Younis1 ss of mechanical decrease in
and Safaa Passive ly de sign systolic,
E. Sayed Range of ventilated Passive diastolic
Ahmed2 Motion patients range of blood
1,2 Exercises Inclusion motion pressure and
Lecturers on Criteria: exercises oxygen
protocol D. Metod
of Critical Hemodyna a Age of saturation
e
Care mic 18 or mean scores
Nursing, parameter older were
Faculty of s and b Patient observed
Nursing, Behavioral with after 5 and
Tanta pain mechani 20 min
University Intensity cal minutes of
, Tanta, among ventilati intervention
Egypt. Adult on (119.457.0
Tahun Mechanical started 6,
2015 ly within 116.885.75
Ventilated 48 ),
Patients hours (81.804.23,
c Stability 79.683.05)
of and
hemody (93.502.44,
namic 93.022.08)
paramet respectively
ers compared to
d Absence
the mean
of an
scores before
orthope
intervention
dic and
(Time 0)
vascular
122.958.13,
problem
84.755.17
s
and
limiting
94.602.71
range of
respectively .
motion
While after
(ROM)
60 min (T3)
such as
the mean
extremit
scores were
y
nearly equal
fracture,
to before
joint
intervention
dislocati
(Time 0). On
on,
the other
subluxat
hand,
ion
significant
amputat
increase in
ion,
mean scores
missing
of heart and
or
respiratory
injured
rate were
limbs,
observed
suspect
after 5 and
ed or
20 min
actual
minutes of
Metode yang akan digunakan dalam fenomena study ini dengan
memberikan intervensi mobilisasi pasif terhadap pasien yang tepasang
ventilasi mekanik dengan memperhatikan kriteria inklusi seperti Pasien
yang berusia lebih dari 18 tahun, pasien dengan keadaan status
hemodinamik yang stabil, pasien yang sudah terpasang ventilator minimal
48 jam, pasien yang tidak memiliki masalah muskuloskeletal yang
membatasi gerak seperti fraktur, dislokasi sendi.
setelah dilakukan intervensi pasien akan dilakukan observasi
terhadap perubahan status hemodinamik pada 4 kali waktu yang berbeda
yaitu time 0 (sebelum diberikan intervensi, time 1 (5 menit setelah
intervensi, time 2 (20 menit setelah intervensi), dan time 3 (60 menit
setelah intervensi).

E. Alat Pengukuran yang Digunakan


Alat ukur yang digunakan dengan menggunakan bedside monitor
yang telah dilakukan kalibrasi untuk mengobservasi hasil dari perubahan
status hemodinamik pada pasien terpasang ventilator yang telah dilakukan
intervensi mobilisasi pasif. Kalibrasi dilakukan agar hasil yang di peroleh
merupakan hasil yang valid. Pengukuran hemodinamik menggunakan
bedsie monitor merupakan pengukuran hemodinamik non invasif.

F. Evaluasi yang Diharapkan


Protokol mobilisasi pasif diharapkan dapat mempengaruhi
perubahan respon fisik atau status hemodinamik dan dapat di toleransi
dengan baik pada pasien kritis yang terpasang ventilator mekanik.

G. Alasan Kritikal (Critical Reasoning)


Kelemahan otot pada pasien kritis tidak hanya di pengaruhi oleh
imobilitas. Namun juga terjadi karena adanya respon inflamasi pada pasien
kritis.Inflamasi pada otot akan menyebabkan kehilangan myosin sehingga
otot akan mengalami kelemahan.Kelemahan otot pada penyakit kritis
merupakan jenis kegagalan organ sekunder akibat respon inflamasi
sistemik. (Griffiths, 2010)
Respon inflamasi sistemik diperkirakan mempengaruhi otot untuk
melepaskan katekolamin yang mengikat reseptor sel otot situs untuk
merangsang proteolisis otot. Kadar katekolamin tinggi tidak hanya
berkontribusi kehilangan protein otot, tetapi juga dapat menekan sintesis
protein melalui mekanisme sitokin. Katekolamin meningkatkan ekskresi
sitokin pro-inflamasi, IL-1 dan tumor Faktor nekrosis-alfa (TNF-a), yang
dapat memiliki efek buruk pada otot. TNF-a mempengaruhi otot
regenerasi dengan menonaktifkan faktor transliferasi transkripsi otot, yang
pada akhirnya menurunkan sintesis protein, sehingga terjadi penurunan
massa otot. Seiring dengan itu, IL-1a menghasilkan radikal bebas, yang
merusak filamen miosin, menghasilkan penurunan kekuatan. TNF-a juga
bereaksi dengan reseptor otot yang menghalangi metabolisme protein
aerobik, sehingga menciptakan oksidatif stres pada otot, akhirnya
menurunkan kontraktilitas. (Dekeyser,2009)
IL-1 mengaktifkan IL-6, yang memiliki efek pro-dan anti-
inflamasi. IL-6 merangsang diferensiasi sel pematangan neutrofil dan
natural killer (NK), namun juga mendorong pelepasan sitokin anti-
inflamasi dan merendahkan IL-1 dan TNF-seiring waktu. Sel-sel otot
miliki reseptor untuk IL-6. Sel-sel otot juga mengekspresikan IL-6, dan
ekspresi ini dianggap terkait dengan metabolisme glukosa yang diperlukan
untuk produksi energi dan perbaikan otot. Dalam keadaan homeostatik, IL-
6 mengaktifkan IL-10, yang mana memediasi efek IL-1, IL-6 dan TNF-a,
sehingga melindungi otot. Produksi pro inflamasi yang berkelanjutan
sitokin dapat menekan sitokin anti-inflamasi. Ketidakseimbangan pro-dan
antiinflamasi Sitokin diperkirakan berkontribusi pada kerusakan otot dan
penurunan perbaikan mekanisme yang mencirikan kelemahan otot yang
terlihat pada penyakit kritis. (Dekeyser, 2009)
Hiperglikemia adalah faktor tambahan dalam kerusakan otot.
Resistensi insulin relatif diproduksi sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kortisol dapat memperburuk katabolisme otot. Insulin telah
ditemukan memainkan peran penting dalam mencegah proteolisis otot.
( Degens, 2010)
Pedersen dan Hoffman-Goetz menyatakan bahwa aktivitas dan
latihan merangsang pelepasan faktor penghambat yang menurunkan atau
mematikan respons inflamasi.Faktor penghambatnya adalah IL-1ra, yang
menghambat aktivitas IL-1, dan IL-10 yang memberikan keseimbangan
anti-inflamasi ke Pro-inflamasi IL-6. Aktivitas juga telah dikemukakan
untuk mengurangi kompresi pembuluh darah kecil dan memperbaiki aliran
darah yang dapat mengurangi faktor inflamasi yang ada pada otot. Latihan
resistansi rendah,termasuk rentang gerakan pasif atau aktif, telah
ditemukan untuk meningkatkan aliran darah otot dan suplai oksigen

Pasien kritis terpasang ventilasi mekanik

Respon inflamasi sistemik

Ketokelamin

IL-1 sitokin TNF-a


(IL-1 dan tumor )Faktor nekrosis-alfa (TNF-a)

filamen myosin akan berkurang menurunkan


sintesis protein

kontraktilitas otot menurun


menurunkan massa otot

imobilitas kelemahan otot


H. Referensi
Christina Amidei. 2016. Physiological Response Physicologi patient
perubahan in
hemodinamik
adults mechanical ventilation patient in adults mechanical
mobilisasi pasif
ventilation. American Journal Critical Care doi:
doi.org/10.4037/ajcc2013284
Degens H. 2010. The menghambat
role of systemicaktivitas
inflammation
IL-1 in muscle
meningkatkan weakness
metabolisme
and wasting. Scan J Med Sci Sports.20: 28-38
DeKeyser F. 2009,Psychoneuroimmunology in critically ill patients.
AACN Clinical Issues. 14(1):25-32.
Gehan and Safaa.2015. Effectiveness of Passive Range of Motion
Exercises on Hemodynamic parameters and Behavioral pain
Intensity among Adult Mechanically Ventilated Patients. IOSR
Journal of Nursing and Health Science. DOI: 10.9790/1959-
04614759
Genc,A,Ozyurek,S.,Koca, U., & Gunerli, A.2012. Respiratory and
Hemodynamic Responses to Mobilization of Critically Ill Obese
Patients. Mobilization,23 (1), 14-18.
Griffiths RD, & Hall JB.2010. Intensive care unit-acquired weakness. Crit
Care Med. 38(3): 779-787.
Pederson BK, & Hoffmann-Goetz L.2005 Exercise and the immune
system: Regulation, integration, and adaptation. Physiol Rev.
80:1055-81.

Lampiran

LEMBAR OBSERVASI

A. Bioadata Pasien
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Penyakit yang diderita :
5. Mode ventilator :
6. Pemakaian obat sedasi :

B. Status Hemodinamik Pasien

Status Kelompok kontrol Kelompok intervensi


Hemodina
mik
0 After After After 0 After 5 After After
mi 5 20 60 min min 20 60
n min min min min min
RR
SPO2
TD
HR
MAP

Lampiran

Protocol Mobilisasi pasif

Protokol pasif-latihan terdiri dari 20 menit gerakan untuk kedua


bagian atas dantungkai bawah secara simultan (satu sesi untuk
satu hari). Setelah selesai protokol jangkauan. Latihan gerak,
pasien harus beristirahat sekitar 60 menit tanpa aktivitas sampai
dilakukan pengkuran.

1. Untuk ekstremitas atas, rentang gerakan gerak pasif


mencakup fleksi dan ekstensi jari, pergelangan tangan Fleksi,
ekstensi dan ulnaris dan penyimpangan radial; Fleksi siku,
ekstensi, supinasi dan pronasi; dan Fleksi bahu, ekstensi,
abduksi, dan adduksi.
2. Bagian bawah ekstremitas termasuk fleksi dan ekstensi kaki,
fleksi plantar pergelangan kaki, dorsofleksi, inversi dan
Eversi, fleksi lutut dan ekstensi dan fleksi pinggul, ekstensi,
penculikan, adduksi, dan internal dan eksterna

Anda mungkin juga menyukai