Atonia uteri merupakan keadaan lemahnya tonus atau kontraksi rahim atau
kegagalan otot rahim dalam melakukan kompresi pembuluh darah, yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir sehingga darah dalam jumlah
besar mengalir dari pembuluh darah maternal tanpa dapat dihentikan melalui fungsi
hemostasis dan kerja ligatur (Fraser dan Cooper, 2011; Cunningham, 2018; Wafda,
2019).
Atonia uteri merupakan penyebab perdarahan post partum yang paling penting
dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia
uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok
hipovolemik. Kekuatan dan efektifitas kontraksi otot miometrium uterus sangat
penting untuk menghentikan perdarahan. Uterus pada atonia uteri akan teraba lunak
dan lembut dengan disertai perdarahan aktif dari vagina.
Faktor Penyebab Atonia Uteri
1) Usia ibu
Pengaruh usia menyebabkan miometrium dan tonus otot mulai melemah
pada usia lebih dari 35 tahun, sehingga memungkinkan untuk tidak adanya
penekanan pembuluh darah pada tempat implantasi plasenta yang
mengakibatkan terjadinya perdarahan pasca-persalinan. Pada usia dibawah 20
tahun, fungsi reproduksi belum berkembang seutuhnya. Sebaliknya pada
usia lebih dari 35 tahun fungsi reproduksinya mengalami penurunan.
Kedua kategori usia ini dapat mengakibatkan komplikasi perdarahan pasca-
persalinan yang diakibatkan oleh atonia uteri (Zulfi et al., 2020). Menurut teori
manuaba, ibu dengan usia >35tahun mengalami persalinan berisiko terjadinya
atonia uteri. Atonia uteri ini terjadi karena kondisi miometrium dan tonus
ototnya, sehingga menimbulkan kegagalan kompresi pembuluh darah pada
tempat implantasi plasenta yang akibatnya terjadi perdarahan postpartum
(Manuaba, 2008).
2) Preeklamsi
Pada kondisi berat, preeklamsi dapat menjadi eklampsia dengan
penambahan gejala kejang-kejang (Manuaba, 2008). Preeklamsi merupakan
penyebab kedua kematian ibu di dunia setelah pendarahan (Wiknjosastro, 2008).
Ibu yang pada masa kehamilannya mengalami preeklamsi berisiko mengalami
atonia uteri. Pada penelitian lisonkova di Kanada juga memperoleh hasil ada
hubungan preeklamsi dengan atonia uteri. Penelitian ini mengamati hubungan
yang kuat antara penggunaan magnesium sulfat dengan perdarahan postpartum.
Penggunaan magnesium sulfat diindikasikan untuk preeklampsia/eklampsia
berat, diketahui bahwa magnesium sulfat memiliki efek tokolitik yang dapat
berkontribusi pada atonia uteri (Lisonkova, 2016).
3) Induksi persalinan
Induksi persalinan merupakan upaya untuk menimbulkan inisiasi persalinan
yang selanjutnya menjadi awal dimulainya proses kelahiran janin dan plasenta
(Anwar, 2013). Pematangan serviks atau induksi persalinan dengan farmakologik
adalah upaya pematangan serviks menggunakan obat-obatan, antara lain
prostaglandin, misoprospol, mifepristone, relaksin dan oksitosin. Dari beberapa
obat-obat tersebut yang paling sering digunakan adalah misoprospol dan
oksitosin (Tenore, 2003).
Menurut Anggrainy, biasanya obat yang digunakan untuk induksi persalinan
menggunakan oksitosin, yaitu suatu hormon yang menyebabkan kontraksi rahim
menjadi lebih kuat. Jumlah obat yang diberikan dapat diketahui secara pasti
dengan diberikan melalui infus. Kadang terjadi kontraksi yang terlalu kuat,
terlalu sering atau terlalu kuat dan terlalu sering. Keadaan ini dikenal dengan
kontraksi disfungsional hipertonik dan sulit untuk dikendalikan. Hal ini dapat
mengakibatkan atonia uteri karena kontraksi uterus yang lemah yang disebabkan
penggunaan obat obatan uterotonika yang memaksa uterus berkontraksi
(Anggrainy, 2013).
Percepatan persalinan oleh oksitosin, mengakibatkan atonia uteri karena
kesempatan otot untuk beretraksi tidak cukup saat uteri telah berkontraksi dengan
kuat, serta terjadi peningkatan tonus rahim dengan relaksasi yang jelek antara
kontraksi. Penelitian ini juga sejalan dengan teori Cunningham bahwa persalinan
yang diinduksi maupun yang diperkuat oleh preparat oksitosin lebih besar
memungkinkan untuk diikuti perdarahan karena atonia uteri (Cunningham,
2005).
4) Kehamilan kembar
Kehamilan kembar menjadi satu dari banyak faktor yang mengakibatkan
terjadinya peregangan pada uterus secara berlebihan. Peregangan uterus yang
berlebihan karena hal ini dapat membuat uterus tidak mampu berkontraksi segera
setelah plasenta lahir sehingga sering menyebabkan terjadinya atonia uteri pada
ibu bersalin. Kontraksi uterus merupakan cara utama dalam pengontrolan
perdarahan setelah melahirkan. Namun apabila cara ini gagal maka dapat
mengakibatkan terjadi atonia uteri. Secara fisiologis perdarahan postpartum
dikontrol oleh kontraksi serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah
yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Namun apabila serabut
serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi maka akan terjadi atonia uteri.
5) Anemia
Anemia dapat mempengaruhi daya tahan tubuh ibu dan dapat meningkatkan
frekuensi komplikasi kehamilan serta persalinan. Kekurangan kadar hemoglobin
dalam darah dapat mengakibatkan oksigen yang dibawa dan di kirim ke sel tubuh
maupun sel otak dan uterus berkurang. Kurangnya jumlah oksigen dalam darah
mengakibatkan tidak dapat berkontraksinya otot-otot uterus dengan adekuat
sehingga dapat menimbulkan terjadi atonia uteri dan mengakibatkan perdarahan
banyak (Manuaba, 2008). Ibu yang pada masa kehamilannya mengalami anemia
berisiko mengalami atonia uteri karena terjadinya gangguan his atau kekuatan
mengejan yang dipengaruhi anemia pada persalinan yaitu pada kala tiga diikuti
dengan pendarahan postpartum karena atonia uteri dan pada kala empat dapat
terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri (WHO, 2015).
6) Grande multipara
Grande multipara menjadi faktor risiko terjadinya perdarahan postpartum
karena atonia uteri. Istilah grande multipara awalnya digunakan untuk wanita
multipara berisiko tinggi yang telah melahirkan lebih dari 7 kali. Pada penelitian
ini grande multipara didefinisikan sebagai paritas ≥5 dengan usia kehamilan >20
minggu baik janin lahir hidup maupun mati. Penentuan batasan paritas
didasarkan pada laporan yang mengungkapkan bahwa peningkatan risiko
komplikasi obstetri dimulai pada paritas 5. Teori menjelaskan pada wanita grande
multipara terdapat gangguan kontraksi dan retraksi miometrium yang disebabkan
oleh bekas luka lama dari kehamilan terdahulu dan adanya gangguan
vaskularisasi akibat arterisklerosis yang menyebabkan gangguan oklusi saat
plasenta terlepas dan mengakibatkan terjadinya perdarahan postpartum karena
atonia uteri.
7) Distensi uterus
Distensi uterus berlebih terjadi pada kasus ibu hamil dengan makrosomia,
gemelli, dan polihidramnion. Peregangan uterus yang terjadi akibat beberapa
keadaan tersebut menjadi penyebab terjadinya atonia uteri. Pada kehamilan
normal miometrium mengalami diferensiasi sel, yang mana serangkaian adaptasi
memungkinkan miometrium untuk mengalami proliferasi dan hipertrofi tanpa
mengalami kontraksi karena kapasitas kontraktilitas dinonaktifkan.
Keadaan tersebut memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan hasil
konsepsi juga bertambahnya cairan ketuban secara progresif. Kontraksi uterus
secara lokal akan terjadi pada akhir kehamilan yang disebabkan karena adanya
distensi uterus. Keadaan dimana terjadi peregangan uterus berlebih menyebabkan
uterus tidak mampu beradaptasi pada peningkatan volume. Hal ini menyebabkan
peningkatan reseptor oksitosin pada miometrium. Prostacyclin meningkatkan
ekspresi gap-junction dan protein kontraktil. Peningkatan aktivitas regular pada
uterus menyebabkan terjadinya kelelahan pada uteri yang menyebabkan atonia
uteri pasca persalinan.
Tanda Gejala Atonia Uteri
Menurut (Prawirohardjo,2009) ada beberapa tanda dan gejala yang khas pada
atonia uteri antara lain :
1) Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering
terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan
tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.
2) Konsistensi Rahim lunak
3) Fundus uteri naik
4) Terdapat tanda- tanda syok
5) Nadi cepat dan lemah
6) Tekanan darah rendah
7) Pucat
8) Keringat/kulit terasa dingin serta lembab
9) Pernafasan cepat
10) Gelisah, bingung atau kehilangan kesadaran
Komplikasi Atonia Uteri
Komplikasi perdarahan obstetri serius yang dapat menjadi penyebab utama
yaitu kematian maternal dan perinatal. Keterlambatan atau ketidaksesuaian dalam
memperbaiki hipovolemia merupakan awal dari kegagalan dalam mengatasi
kematian akibat perdarahan postpartum. Walaupun pada kasus perdarahan kedua
komponen darah (plasma dan sel darah) hilang, namun penanganan pertama untuk
menjaga tubuh dan memelihara homeostasis perfusi cairan adalah dengan pemberian
jaringan. Pada paritas rendah (paritas 1), menyebabkan ibu tidak siap dalam
menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu menangani komplikasi yang
terjadi selama kehamilan dan persalinan. Dengan paritas tinggi (lebih dari 3), fungsi
reproduksi menurun, otot rahim terlalu kencang dan kurang dapat berkontraksi
dengan baik sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan post partum menjadi lebih
besar. Makrosomia (≥4000 gram) dapat menyebabkan perdarahan post partum karena
uterus meregang secara berlebihan dan mengakibatkan kontraksi yang lemah
sehingga menyebabkan perdarahan post partum (Sarwono, 2010).
Diagnosa Atonia Uteri
Diagnosa ditegakan bila setelah plasenta lahir darah banyak keluar dan uterus
tidak berkontraksi segera setelah plasenta lahir. Perlu diperhatikan bahwa saat atonia
uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500- 1000 ml
yang sudah keluar dari pembuluh darah dan masih terperangkap dalam uterus dan
harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti
(Prawirohardjo ,2009).
Pencegahan Atonia Uteri
Pencegahan dan antisipasi terhadap atonia uteri dapat dilakukan selama periode
antenatal. Surveilans antenatal memberikan manfaat dengan menemukan berbagai
kelainan secara dini, sehingga dapat dihitung dan disiapkan langkah-langkah dalam
pertolongan persalinan. Pada saat pemeriksaan ANC dokter kandungan dapat
menentukan apakah seorang wanita hamil termasuk dalam risiko tinggi perdarahan
atau tidak. Seorang wanita hamil dapat digolongkan ke dalam risiko tinggi
perdarahan post partum apabila terdapat keadaan yang menimbulkan over distensi
uterus termasuk kehamilan kembar yang akan dilahirkan pervaginam atau sectio
caesarea, riwayat terjadinya perdarahan post partum sebelumnya. Pencegahan yang
dilakukan pada wanita hamil dengan risiko seperti tersebut adalah dengan menjaga
kadar hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal dengan cara pemberian
vitamin dan zat besi selama kehamilannya.
Penatalaksanaan Atonia Uteri
Uteri Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
dilakukan rangsangan taktil (masase) fundus uteri. Untuk itu, beberapa hal yang
perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
Segera lakukan kompresi bimanual internal :
1) Pakai sarung tangan disinfeks tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan
secara obstetrik (menyatukan kelima ujung jari) melalui introitus dan ke dalam
vagina ibu. Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban
2) atau bekuan darah pada kavum uteri mungkin hal ini menyehabkan uterus tidak
dapat berkontraksi secara penuh.
3) Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekan dinding
anterior uterus, ke arah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding
posterior uterus ke arah depan sehingga uterus ditekan dan arah depan dan
belakang.
4) Tekan kuat uterus di antara kedua tangan. Kompresi uterus ini memberikan
tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi plasenta)
di dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.
5) Evaluasi keberhasilan:
a. Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI
selama dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dan pantau ibu
secara melekat selama kala empat.
b. Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan masih berlangsung, periksa ulang
perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi. Jika demikian, segera
lakukan penjahitan untuk menghentikan perdarahan .
c. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk
melakukan kompresi bimanual eksternal, kemudian lakukan langkah-langkah
penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai
menyiapkan rujukan.
Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBI, namun jika KBI tidak berhasil dalam
waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain sebagai berikut :
1) Berikan 0,2 mg ergonletrin IM atau misoprostol 600-l000rncg per rektal. Jangan
berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi karena ergometrin dapat
menaikkan tekanan darah.
2) Gunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan berikan
500 cc larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin.
Jarum berdiameter besar memungkinkan pemberian cairan IV secara cepat dan
dapat dipakai untuk transfusi darah (bila perlu). Oksitosin secara IV cepat
merangsang kontraksi uterus. Ringer Laktat diberikan untuk restorasi volume cairan
yang hilang selama perdarahan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1) Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI, karena
KBI dengan ergometrin dan oksitosin akan membantu uterus berkontraksi.
2) Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, segera rujuk ibu
karena hal ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan tindakan gawat
darurat di fasilitas kesehatan rujukan yang mampu melakukan tindakan operasi
dan transfusi darah.
3) Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan tindakan KBI dan infus cairan
hingga ibu tiba di tempat rujukan
Infus 500 ml pertama dihabiskan dalam waktu 10 menit.
Berikan tambahan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga
jumlah cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan
dalam jumlah 125 cc/jam.
Jika cairan infus tidak cukup, infuskan 500 ml (botol kedua) cairan infus
dengan tetesan sedang dan ditambah dengan pemberian cairan secara oral
untuk rehidrasi (JNPK-KR, 2008).
Kompresi Bimanual Eksternal :
a. Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan korpus uteri dan
di atas simfisis pubis
b. Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri,
sejajar dengan dinding depan korpus uteri. Usahakan untuk
mencakup/memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan dan
belakang agar pembuluh darah di dalam anyaman miometrium dapat dijepit secara
manual. Cara ini dapat menjepit pembuluh darah uterus dan membantu uterus untuk
berkontraksi (JNPK-KR, 2008).
Bagan penanganan Atonia Uteri
Langkah-Langkah Rinci Penatalaksanaan Atoni Uteri Pasca persalinan :
N Langkah Keterangan
O
2. Bersihkan kavum uteri Selaput ketuban atau gumpalan darah dalam kavum uteri
dari selaput ketuban dan akan dapat menghalangi kontraksi uteruse secara baik
gumpulan darah
3. Mulai lakukan kompresi Sebagian besar atonia uteri akan teratasi dengan tindakan
bimanual interna. Jika ini. Jika kompresi bimanual tidak berhasil setelah 5 menit,
uterus berkontraksi diperlukan tindakan lain
keluarkan tangan setelah
1-2 menit. Jika uterus
tetap tidak berkontraksi
teruskan kompresi
bimanual interna hingga
5 menit
4. Mulai lakukan kompresi Bila penolong hanya seorang diri, keluarga dapat
bimanual interna. Jika meneruskan proses kompresi bimanual secara eksternal
uterus berkontraksi selama anda melakukan lagkah-langkah selanjutnya
keluarkan tangan setelah
1-2 menit. Jika uterus
tetap tidak berkontraksi
teruskan kompresi
bimanual interna hingga
5 menit
7. Mulai lagi kompresi Jika atoni tidak teratasi setelah 7 langkah pertama, mungkin
bimanual interna atau ibu mengalami masalah serius lainnya.Tampon uterovagina
Pasang tampon dapat dilakukan apabila penolong telah terlatih. Rujuk
uterovagina segera ke rumah sakit
8. Buat persiapan untuk Atoni buka merupakan hal yang sederhana dan memerlukan
merujuk segera perawatan gawat darurat di fasilitas dimana dapat
dilaksanakan bedah dan pemberian tranfusi darah
9. Teruskan cairan Berikan infus 500 cc cairan pertama dalam waktu 10 menit.
intravena hingga ibu Kemudian ibu memerlukan cairan tambahan, setidak –
mencapai tempat rujukan tidaknya 500 cc/jam pada jam pertama, dan 500 cc/4 jam
pada jam-jam berikutnya. Jika anda tidak mempunyai cukup
persediaan cairan intravena, berikan cairan 500 cc yang
ketiga tersebut secara perlahan, hingga cukup untuk sampai
ditempat rujukan. Berikan ibu minum untuk tambahan
rehidrasi
10. Lakukan laparotomi : Pertimbangkan antara lain paritas, kondisi ibu, dan jumlah
Pertimbangkan antar perdarahan
tindakan
mempertahankan uterus
dengan ligasi arteri
uterina / hipogastrika
atau histerektomi
Evidance Based Midwifery Pada Atonia Uteri
No Nama penulis Judul Tahun Hasil
2. Kompresi aorta
Kompresi aorta dilakukan
dengan jalan melakukan
penekanan pada daerah
persendian yang rata diatas
kontraksi uterus dan sedikit
kearah kiri.Hilangnya pulsasi
arteri femoralis merupakan
tanda penekanannya sudah
benar dan sudah terjadi oklusi
aorta secara komplit. Penting
untuk diingat bahwa setiap 30
menit harus dilepaskan
penekanannya dan dilakukan
penekanan ulang lagi dan
hal ini dilakukan berulang-
ulang dengan tujuan supaya
ekstremitas inferior tetap
mendapat aliran darah secara
intermiten.
3. Kompresi bimanual
Kompresi bimanual dengan
cara memasukkan tangan
kanan kedalam vagina pada
permukaan depan uterus dan
tangan kiri di abdomen pada
fundus kearah permukaan
belakang uterus.
Manajemen farmakologi:
karboprost (15-Methyl
Prostaglandin F2 alpha) dan
misoprostol merupakan obat
pilihan kedua untuk
penanganan atonia uteri.