Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KEMERDEKAAN BERPENDAPAT SESUAI


NILAI-NILAI PANCASILA

Disusun Oleh:

Ketua Kelompok: : Silva Marcelia


Anggota : 1. Rolita Saputri
2. Rani Febriani
3. Ravi Juniansyah
4. Rocky Andreanto

Guru Pembimbing:
Nini Yunita Sulastri, S.Pd

KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN KEPAHIANG


MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN) 02
KABUPATEN KEPAHIANG
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
memberikan kami kemampuan dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga
makalah ini dapat diselesaikan. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai “Kemerdekaan
Berpendapat Sesuai Nilai-Nilai Pancasila”.
Makalah ini pastilah memiliki kekurangan di dalamnya. Adapun harapan
penulis agar pembaca dapat memberikan saran dan kritiknya pada makalah ini,
karena hasil tulisan penulis tidak terlepas dari kesalahan, seperti kesalahan dalam
penulisan ataupun yang lainnya. Untuk itu penulis memohon maaf jika terjadi
kesalahan dalam penulisan ataupun kesalahan lainnya, karena penulis adalah
manusia biasa yang memiliki keterbatasan kemampuan.

Bengkulu, 5 September 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ..........................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................2
C. Tujuan Penulisan.........................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Kemerdekaan Berpendapat Sesuai Nilai Pancasila.....................3
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................7
B. Saran ...........................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, negara ini telah
mengemban komitmen untuk membangun bangsa yang demokratis dan
berdasarkan hukum, dengan mengakui hak-hak asasi manusia, termasuk hak
kemerdekaan berpendapat. Hal ini tercermin dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 yang menjelaskan bahwa salah satu tujuan berdirinya
negara Indonesia adalah "melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial."
Dalam konteks ini, nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara
Indonesia memiliki peran sentral dalam mengatur dan membimbing
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Salah satu nilai
Pancasila yang sangat relevan adalah nilai "Ketuhanan Yang Maha Esa", yang
menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan. Nilai-nilai Pancasila
lainnya, seperti "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab", "Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan",
"Persatuan Indonesia", dan "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia",
juga berperan penting dalam memastikan bahwa kemerdekaan berpendapat
dapat dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip yang adil dan berlandaskan
nilai-nilai kebajikan.
Namun, meskipun kemerdekaan berpendapat adalah salah satu prinsip
dasar dalam demokrasi Indonesia, ada sejumlah tantangan dan perdebatan
yang terus berkembang dalam pelaksanaannya. Termasuk di antaranya adalah
bagaimana menemukan keseimbangan antara kebebasan berpendapat dengan
tanggung jawab sosial dan hukum, serta bagaimana mengatasi potensi
penyalahgunaan kemerdekaan berpendapat untuk kepentingan pribadi atau
kelompok yang dapat merusak keutuhan negara.

1
Dalam konteks ini, makalah ini bertujuan untuk menyelidiki bagaimana
kemerdekaan berpendapat dapat dijalankan secara efektif dan sejalan dengan
nilai-nilai Pancasila sebagai landasan ideologi negara Indonesia. Hal ini
melibatkan pemahaman mendalam tentang hak kemerdekaan berpendapat,
tanggung jawab individu dan masyarakat, serta upaya pemerintah dalam
menjaga keseimbangan yang tepat antara hak dan kewajiban dalam
berpendapat.
Melalui makalah ini, kita dapat memahami pentingnya menjunjung
tinggi kemerdekaan berpendapat dalam konteks nilai-nilai Pancasila, serta
bagaimana hal ini dapat mendukung pembangunan masyarakat yang
demokratis, adil, dan beradab sesuai dengan visi pendiri bangsa Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, maka rumusan masalah
pada makalah ini adalah bagaimana kemerdekaan berpendapat sesuai dengan
nilai-nilai pancasila?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan ini adalah untuk mengetahui kemerdekaan berpendapat sesuai
dengan nilai-nilai pancasila.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kemerdekaan Berpendapat Sesuai Nilai Pancasila


Pembahasan mengenai kebebasan menyampaikan pendapat akan dibagi
menjadi 2 (dua) sudut pandang, yaitu sudut pandang konstitusional dan sudut
pandang peraturan perundang-undangan. Sudut pandang hukum nasional akan
dikaitkan dengan kebebasan berpendapat sebagai hak. Hak kebebasan
berpendapat ini bisa memiliki berbagai macam tujuan, tapi dalam tulisan ini
akan difokuskan dengan penggunaan hak kebebasan berpendapat untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan mencerdasarkan kehidupan bangsa,
dapat diupayakan dengan perlindungan kebebasan berpendapat.
Secara teoritik untuk menjelaskan hak kebebasan berpendapat (freedom
of speech), bisa merujuk pendapat dari Frederick Schauer. Schauer
berpendapat,
“When a free speech is accepted, there is a principle according to
which speech is less subject to regulation (within a political theory)
than other forms of conduct having the same or equivalent effects.
Under a free speech principle, any govermental action to achieve a
goal, whether that goal be positive or negative, must provide stronger
justification when the attainment of that goal”

(Ketika kebebasan berpendapat diterima, ada prinsip yang menyatakan


bahwa pendapat kurang tunduk pada regulasi (dalam teori politik)
daripada bentuk perilaku lain yang memiliki efek yang sama atau
setara. Berdasarkan prinsip kebebasan berbicara, setiap tindakan
pemerintah untuk mencapai tujuan, apakah tujuan itu positif atau
negatif, harus memberikan justifikasi yang lebih kuat ketika pencapaian
tujuan itu).

Penjelasan di atas tepat untuk menjelaskan kebebasan berpendapat,


sebab Schauer menjelaskan bahwa kebebasan berpendapat berkaitan dengan
pendapat yang tidak penuh pada aturan tertentu, bisa digunakan untuk
tindakan pemerintah, dan memiliki tujuan tertentu. Menimbang beberapa ciri
yang disampaikan untuk menjelaskan kebebasan berpendapat, maka penting

3
untuk melihat kesamaannya sesuai dengan regulasi di Indonesia. Kesamaan
tersebut untuk mencari tahu terkait dengan tujuan dari penggunaan kebebasan
berpendapat di Indonesia.
Pengaturan hukum di Indonesia mengenai hak kebebasan berpendapat
terdapat dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
(selanjutnya disingkat UUD 1945) dan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di
Muka Umum (selanjutnya disingkat UU Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum). Jaminan perlindungan hak kebebasan
meyampaikan pendapat ini diatur secara umum dalam dua peraturan
perundangundangan tersebut. Perlindungan kebebasan berpendapat diatur
secara spesifik dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945,
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat.”

Kemerdekaan pendapat termasuk hak yang sangat dasar, sebab hak


kebebasan berpendapat merupakan hak asasi manusia. Tujuan kebebasan
menyampaikan pendapat berdasarkan bagian menimbang pada UU
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum untuk mewujudkan
demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Perwujudan kebebasan menyampaikan pendapat dibagi menjadi berbagai
macam bentuk, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 UU
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yaitu:
“Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga
negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan
sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Kemerdekaan menyampaikan pendapat yang bisa diungkapkan dengan


berbagai bentuk mengindikasikan bahwa pendapat bisa disampaikan tidak
hanya dengan lisan dan tulisan saja. Pendapat yang disampaikan tentu
membutuhkan ruang sebagai sarana ekspresi dari pendapat yang hendak
disampaikan. Pendapat yang hendak diekspresikan bisa disampaikan dalam

4
ruang publik, Pasal 1 angka 2 UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di
Muka Umum menjelaskan.
“Di muka umum adalah dihadapan orang banyak, atau orang lain
termasuk juga di tempat yang didatangi dan atau dilihat setiap orang.”

Ruang publik yang digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan


pendapat menjadi penting, sebab dengan pendapat yang disampaikan di ruang
publik bisa memenuhi dua aspek ontologis (berkaitan dengan keadaan). Aspek
ontologis pertama yang bisa dipenuhi berkenaan dengan ekspresi kemanusiaan
(express themselves) dan keunikan identitas (unique identity). Pemenuhan dua
aspek ontologis ini sangat penting, mengacu pada pendapat Arendt,
“Grounding speech as a distinctive characteristic of human beings that
express themselves publicly might provide a nonconsequentialist aspect
to the theory of personal development. In an Arendtian sense, one might
attribute to speech an existential signifiance: only by way of speech do
human being express their unique identity among others in the public
realm.”

(Sebagai ciri khas manusia yang mengekspresikan diri secara terbuka


dapat memberikan aspek non-konsekuensialis pada teori pengembangan
pribadi. pengertian Arendtian, orang mungkin mengaitkan ucapan
dengan makna eksistensial: hanya dengan cara bicara manusia
mengekspresikan identitas unik mereka di antara yang lain di
ranah publik).

Pendapat yang dikemukakan oleh Arendt bisa menjembatani tentang


hak kebebasan berpendapat dengan upaya untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa. Arendt mengkategorikan kebebasan berpendapat terkait dengan
eksistensi manusia yang signifikan untuk mengungkapkan keunikan
identitasnya. Pendapat tersebut jika ditarik lebih jauh bisa ditafsirkan bahwa
pembatasan kebebasan berpendapat secara sewenang-wenang atau pelarangan
kebebasan berpendapat secara mutlak, berdampak manusia tidak dapat
mewujudkan eksistensinya. Keterbatasan dalam perwujudan eksistensi
manusia, sama halnya dengan membatasi juga upaya untuk membuat manusia
lebih cerdas. Hasil akhir dari berbagai macam pembatasan kebebasan
berpendapat, tanpa menimbang eksistensi manusia dapat berakhir dengan
komunitas yang eksklusif, jauh dari kata inklusif. Pendapat dari Arendt, diakui

5
juga dalam Pasal 4 huruf c UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di
Muka Umum,
“Mewujudkan iklim yang kondusif bagi partisipasi dan kreativitas
setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab
dalam kehidupan berdemokrasi.”

Kreativitas dan partisipasi merupakan bagian dari iklim demokrasi.


Perlindungan terhadap kebebasan berpendapat termasuk hal yang penting.
Pengabaian terhadap perlindungan hak kebebasan berpendapat bisa
menyebabkan menurutnya tingkat partisipasi dan kreativitas dari warga
negara. Cara untuk menyampaikan pendapat juga aspek yang tidak boleh
dilupakan sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Arendt
berpendapat ruang tersebut dinamakan sebagai ruang penampakan
(ersheinungsraum).
“Ruang penampakan terjadi di tempat orang-orang saling berinteraksi
dengan bertindak dan berbicara; ruang itulah yang menjadi dasar
pendirian dan bentuk negara…Ruang itu ada secara potensial pada
setiap himpunan orang, memang hanya secara potensial; ia tidak
secara niscaya diaktualisasi di dalam himpunan itu dan juga tidak
dipastikan untuk selamanya atau untuk waktu tertentu”.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Simpulan yang dapat diberikan atas paparan di atas terkait dengan hak
kebebasan menyampaikan pendapat sebagai upaya dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa merupakan hal yang patut diperhatikan. Perhatian yang
diberikan terhadap hak menyampaikan pendapat bisa digunakan sebagai
sarana untuk meningkatkan kreativitas dan partisipasi publik yang pada
akhirnya berkontribusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan
tidak hanya diukur dengan seberapa banyak warga negara bisa menikmati
sistem pendidikan konvensional, melainkan tingginya atensi partisipasi publik
merupakan hal yang harus diperhatikan.

B. Saran
Dengan segala kekurangan di dalam makalah ini, penulis berharap agar
terdapat pembahasan lanjutan yang lebih mendalam mengenai tema ini, tentu
saja dengan aspek-aspek lain yang belum sempat dibahas di dalam makalah
ini.

7
DAFTAR PUSTAKA

Dinas Pendidikan Jawa Timur. 2022. Modul Ajar Pendidikan Kewarganegaraan.

PRAYOGA, D. (2021). Eksistensi Pelajar Dalam Aksi Demonstrasi Sebagai


Bentuk Kemerdekaan Berpendapat Di Muka Umum (Doctoral
Dissertation, Universitas Negeri Jakarta).

Putri, D. A., & Sri Arfiah, S. H. (2016). Implementasi Nilai-Nilai Sila Keempat


Pancasila Mengenai Kebebasan Berpendapat Pada Kegiatan Karang
Taruna (Studi Kasus Di Desa Jumapolo Kecamatan Jumapolo Tahun
2016) (Doctoral dissertation, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan).

Anda mungkin juga menyukai