Anda di halaman 1dari 14

Gua Rajib dan Tujuh Pemuda Afasus

“Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang


mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu,
mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami
yang mengherankan?”
(Q.S. 18: 9)

Malam kian larut dan manusia mulai


melepaskan diri dari kesibukannya. Detak jam
dinding kian nyaring di tangah sunyinya deretan
permukiman di kaki bukit. Tiada lagi didapati
sorot lampu dari dalam sana, kecuali satu rumah
di ujung permukiman itu. Dari balik jendela yang
tersingkap kordennya, tampak seorang wanita
sedang membereskan meja kerjanya selepas
mengisi materi dalam kajian online di platform
laptonya. Sesaat kemudian, si bungsu yang sedari
tadi belum bisa tidur menghampirinya.
“Umi…,” panggil si bungsu pelan. Sontak,
wanita itu menoleh dengan raut terkejut dan
bertanya, “Lika belum tidur?” tanyanya sambil
memeluk putri kecilnya. Putri kecilnya hanya
menggeleng. Lalu…, wanita itu melepaskan
pelukannya bermaksud merubah posisi
duduknya. Tak sengaja lengan Lika menyenggol
sebuah buku di meja ibunya. Buku itu terjatuh
dan terbuka pada halaman yang menampilkan
sebuah gua di lereng gunung.
Tangan mungil Lika mengambil buku
tersebut. “Ini gua apa, Umi?” tanyanya sambil
menunjuk gambar itu. “Ooh! Ini Gua Rajib,
sayang,” jawab ibunya. “Gua Rajib? Aku belum
pernah mendengarnya, Umi,” Lika tampak kepo.
“Rupanya tuan putriku belum tahu…
Mau Umi ceritakan tentang kisah gua ini?”
“Mau…,” Lika sangat antusias. Lika
merebahkan tubuhnya di samping ibunya yang
akan mulai bercerita.
***
Dahulu kala ada seorang raja yang
memimpin negeri Afasus, Raja Diqyanus
Namanya. Ia memerintah pada rentang tahun
249-251 Masehi. Kejam, begitulah ia dalam
memimpin kerajaannya. Ia tak akan segan untuk
menyiksa orang-orang yang tidak mau
menyembah berhala. Karena hal inilah mayoritas
penduduk Afasus menyembah berhala. Sungguh
suatu kezaliman yang nyata.

Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia


sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah).
Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan
yang terang (tentang kepercayaan mereka)?
Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang
yang mengada-adakan kebohongan terhadap
Allah? (Q.S. 18:15)

Dari sekian banyak penduduk di sana,


ada enam pemuda yang dengan kukuh
mempertahankan keyakinannya kepada Allah
SWT. Walaupun mendapat berbagai kenikmatan
yang ditawarkan oleh Raja Diqyanus, itu sama
sekali tidak mampu menukar keyakinan tujuh
pemuda tersebut.

“Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan


bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan
selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian
telah mengucapkan perkataan yang amat jauh
dari kebenaran” (Q.S.18:14) ujar mereka dengan
kemantapan hati.

Hal ini membuat Raja Diqyanus murka


bukan main. Namun demikian, Raja Diqyanus
tetap memberikan kesempatan kepada enam
pemuda itu untuk mempertimbangkan
tawarannya.
Sedikitpun tawaran itu tak meruntuhkan
benteng keimanan enam pemuda itu. Berbekal
keimanan dalam diri mereka serta rasa yakin
akan perlindungan dan pertolongan Allah SWT,
mereka pergi meninggalkan Afasus menuju
sebuah gua di Gunung Tikhayus, tak jauh dari
tempat tinggal mereka.

Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan


apa yang mereka sembah selain Allah, maka
carilah tempat berlindung ke dalam gua itu,
niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian
rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan
sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan
kamu. (Q.S. 18:16)

Di tengah perjalanan, tanpa sengaja


mereka bertemu dengan seorang penggembala
dan anjingnya. Penggembala itu memiliki
keimanan yang sama kuatnya dengan enam
pemuda tersebut dan akhirnya memutuskan
untuk bergabung dengan enam pemuda
tersebut.

***
“Kenapa penggembala itu punya anjing,
Umi?,” celetuk Lika di tengah cerita.
“Emm kenapa, ya? Mungkin untuk
menjaga hewan gembalaannya dari serangan
binatang buas,” jawab Umi asal.
“Agar tidak dimakan serigala seperti di
film Upin-Ipin?” rasa keponya belum berhenti.
“Ya, semacam itu,” Umi tertawa.

***
Setelah melewati perjalanan panjang,
mereka tiba di sebuah gua di Gunung Tikhayus
dengan selamat, di sebuah gua yang akan
menjadi tempat perlindungan mereka untuk
waktu yang tidak sebentar. Mereka memasuki
gua itu lalu duduk di dalamnya.
“Alhamdulillah…” lafadz hamdalah
merefleksikan rasa syukur mereka. Lantas
mereka berdoa,
“Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada
kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami
petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”.
(Q.S.18:10)

Lalu, mereka terlelap setelah Allah


menidurkan mereka selama ratusan tahun. Inilah
jawaban Allah terhadap doa hamba-hambanya
yang setia. Allah menutup telinga mereka agar
bisa tidur dengan tenang dan nyaman tanpa
bising suara yang dapat mengganggu.

Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun


dalam gua itu, (Q.S. 18:11).
Demikianlah Allah senantiasa
memberikan penjagaan-Nya bagi orang-orang
yang mepertahankan imannya.

Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda


yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami
tambah pula untuk mereka petunjuk. (Q.S. 18:13)
Cahaya matahari masuk melalui celah-
celah gua agar tempat tersebut tidak rusak.
Selama tertidur itu, Allah membolak-balikkan
tubuh mereka demi keamanan.

Dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke


kiri, (Q.S. 18:18)

Jika seseorang selama ratusan tahun


hanya tidur di satu sisi maka akan berbahaya
bagi jasadnya, karena darah hanya berkumpul
di salah satu sisi, atau tertutup debu dan tanah
jika tidak bergerak sama sekali. Dengan
bergeraknya mereka (dibolak-balik) maka hal-
hal tersebut tidak akan terjadi.
Meskipun Allah mampu untuk
membuat mereka tertidur tanpa hal itu semua,
tetapi Allah memiliki Sunnatullah yang berlaku,
yaitu adanya sebab-akibat, meskipun
akibatnya Allah pula yang menentukan. Namun
hukum sebab akibat tetap berlaku, karenanya
hendaknya seseorang berusaha mengikuti
Sunnatullah yang ada.

“Mereka berada dalam gua bertahun-


tahun dan tetap seperti itu, mereka tidak
makan, tidak minum, tidak ada asupan
makanan yang masuk dalam waktu yang
sangat lama, itulah yang menunjukkan tanda
kebesaran dan kekuasaan Allah.”
(Al-Bidayah wa An-Nihayah, 2:565)

Selama ketujuh orang tersebut tidur,


anjing penggembala tidak tertidur. Ia
senantiasa dalam keadaan bangun di bibir luar
gua.

sedang anjing mereka mengunjurkan kedua


lengannya di muka pintu gua. (Q.S. 18:18)
Demikianlah anjing tersebut
melakukan tugasnya, ia tidak masuk ke dalam
gua karena malaikat tidak masuk ke dalamnya,
sebagaimana dalam hadits:

‫ َوالَ صُو َرةُ تَ َماثِي َل‬، ٌ‫الَ تَ ْد ُخ ُل ال َمالَِئ َكةُ بَ ْيتًا فِي ِه َك ْلب‬

“Malaikat tidak masuk rumah yang di


dalamnya terdapat anjing dan gambar
berhala.

Suara pembangunan kandang di sekitar


gua membangunkan tujuh orang yang telah
tertidur 309 tahun lamanya.

Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus


tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).
(Q.S. 18:25)
Kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami
mengetahui manakah di antara kedua golongan
itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa
lama mereka tinggal (dalam gua itu)
(Q.S. 18:12)

Mereka saling bertanya perihal lamanya


mereka dalam gua itu. Terdapat perbedaan
pendapat di antara mereka, dan pasti Allah SWT
yang lebih tahu akan semua itu.

Dan demikianlah Kami bangunkan


mereka agar mereka saling bertanya di antara
mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di
antara mereka: “Sudah berapa lamakah kamu
berada (disini?)”. Mereka menjawab: “Kita
berada (disini) sehari atau setengah hari”.
Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih
mengetahui berapa lamanya kamu berada (di
sini). Maka suruhlah salah seorang di antara
kamu untuk pergi ke kota dengan membawa
uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat
manakah makanan yang lebih baik, maka
hendaklah ia membawa makanan itu untukmu,
dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan
janganlah sekali-kali menceritakan halmu
kepada seorangpun. (Q.S. 18:19)

Akhirnya salah satu dari mereka setuju


keluar dari gua untuk membeli makanan serta
mengecek keadaan di luar. Dengan membawa
uang perak yang ada, Tamlikha bersama si anjing
(Qitmir) berjalan menuju sebuah pasar dan
membeli makanan.

Betapa terkejutnya si penjual melihat


uang pemuda tersebut.
“Darimana engkau dapat harta karun ini?
Seharusnya engkau bagi sisa harta karun itu
padaku!” ujar si penjual.
“Aku tidak mendapat harta karun. Ini
uangku sendiri” bela Tamlikha.
Setelah berdebat sekian lama, Tamlikha
akhirnya ditangkap untuk menghadap raja saat
itu. Dan dia menemukan fakta yang
mengejutkan.

Kemudian Tamlikha pulang dan


menceritakan kepada semua temannya apa yang
terjadi saat dia keluar tadi. Sehingga mereka
memutuskan untuk meminta kepada Allah agar
mencabut nyawa mereka. Allah pun
mengabulkannya serta menutup pintu gua.

Gua tempat mereka tertidur adalah Gua


kahfi sehingga mereka dijuluki sebagai “Ashabul
Kahfi”. Agar manusia dapat belajar dari kisah
mereka, Allah SWT mengabadikan kisah mereka
dalam Q.S. Al-kahfi ayat 9-26.

***

Keesokan paginya
“Umi, aku bermimpi tujuh orang pemuda
itu masuk surga” ucap Lika Ketika sarapan.
“Demikianlah balasan Allah terhadap
orang-orang yang senantiasa dalam ketaatan
kepada-Nya,” respon Umi.
“Lalu kenapa anjing penggembala itu
tidak mati, padahal ia ada di luar gua?” Lika
penasaran.
“Ia terkena karomah yang Allah berikan
karena dekat dengan orang-orang yang shaleh
seperti pemuda Ashabul Kahfi. Seandainya anjing
itu mati, maka Ketika mereka terbangun
anjingnya telah menjadi tulang-belulang, niscaya
mereka akan kaget,” jawab Umi.
“Masya Allah…” ucap Lika dan ibunya
bersamaan.

~TAMAT~

Anda mungkin juga menyukai