Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PRAKTIKUM

MEKANIKA FLUIDA I – TL 2201


MODUL 04
ALIRAN DI ATAS AMBANG LEBAR DAN AMBANG TAJAM

Nama Praktikan : David Darren Wiraatmaja


NIM : 15321039
Kelompok/Shift : 5/B
Tanggal Praktikum : Kamis, 2 Maret 2023
Tanggal Pengumpulan : Kamis, 16 Maret 2023
PJ Modul : 1. Adjis Pramono (15319032)
2. Muhammad Fadhil Abbas (15320111)
Asisten yang Bertugas : 1. Talitha Ardilla Haryanto (15320095)
2. Adelia Paramesti Z (15320114)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2022
ALIRAN DI ATAS AMBANG LEBAR

I. TUJUAN PRAKTIKUM
I.1. Menentukan debit aktual dari aliran fluida dengan ambang lebar
I.2. Menentukan nilai koefisien discharge (Cd), energi spesifik (ES),
kedalaman kritis (Yc), dan bilangan Froude (Fr) dari ambang lebar
I.3. Menentukan hubungan tinggi muka air di atas ambang terhadap debit
air yang melimpah di atas ambang
I.4. Menentukan efek bentuk ambang terhadap efektivitas penyaluran debit
I.5. Menentukan profil aliran dengan ambang lebar pada saluran

II. DATA AWAL


II.1 Suhu Awal : 25o C
II.2 Suhu Akhir : 25o C
II.3 Massa Beban : 2, 5 𝑘𝑔
II.4 Lebar Saluran : 0, 075 𝑚
II.5 Tinggi Ambang : 0, 025 𝑚
II.6 Lebar Ambang : 0, 075 𝑚
II.7 Panjang Ambang : 0, 115 𝑚

Tabel II.1 Data Awal Pengamatan Waktu pada Hydraulic Bench


Variasi Waktu (s)
t1 t2 t3 t avg
1 15,19 15,21 15.19 15,20
2 8,47 8.66 8,62 8,545
3 6,47 6.25 6,34 6,405
(Sumber : Data Kelompok)

Tabel II.2 Data Awal Jarak dan Kedalaman Profil Aliran pada titik tertentu
Variasi Titik Jarak (m) Kedalaman (m) Kedalaman (cm)
1 1 1,196 0,0508 5,08
2 1,412 0,0501 5,01
3 1,485 0,0488 4,88
4 1,539 0,0409 4,09
5 1,595 0,0341 3,41
6 1,636 0,011 1,1
7 1,934 0,0214 2,14
8 2,636 0,0256 2,56
2 1 1,196 0,062 6,2
2 1,381 0,062 6,2
3 1,485 0,0592 5,92
4 1,53 0,0481 4,81
5 1,596 0,0425 4,25
6 1,645 0,0172 1,72
7 2,045 0,0163 1,63
8 3,287 0,0334 3,34
3 1 1,196 0,0697 6,97
2 1,381 0,07 7
3 1,485 0,0667 6,67
4 1,53 0,0573 5,73
5 1,596 0,047 4,7
6 1,663 0,0202 2,02
7 2,103 0,0311 3,11
8 3,289 0,0407 4,07
(Sumber : Data Kelompok)

3
Tabel II.3 Data Suhu (oC) terhadap Densitas Air (𝑘𝑔/𝑚 )
3
Suhu (oC) Densitas air (𝑘𝑔/𝑚 )

0 999,8

5 1000

10 999,7

15 999,1

20 998,2

25 997

30 995,7

40 992,2

50 988
3
Suhu (oC) Densitas air (𝑘𝑔/𝑚 )

60 983,2

70 977,8

80 971,8

90 965,3
(Sumber: Schaum's Outline of Fluid Mechanics Science, 2008)

Tabel II.4 Data Suhu (oC) terhadap Viskositas Kinematis Air (Ns/m2)
Suhu (oC) Viskositas Kinematis Air (Ns/m2)

0 1,787

5 1,519

10 1,307

15 1,140

20 1,004

30 0,801

40 0,658

50 0,553

60 0,475

70 0,413

80 0,365

90 0,326

100 0,294
(Sumber: Engineering Toolbox, 2003)

III. PENGOLAHAN DATA


III.1. Menentukan Densitas Air (ρair)
Pada Tabel II.4 diketahui terdapat data perubahan massa jenis air
terhadap suhu. Data pada tabel tersebut akan diolah dengan cara regresi
kuadratik sehingga didapatkan grafik sebagai berikut :
Gambar III.1 Grafik Perubahan Densitas Air terhadap Suhu

Grafik hasil diatas didapatkan setelah data diregresikan secara


kuadratik dengan sumbu-x pada grafik menunjukkan suhu dan sumbu-y
menunjukkan densitas. Diketahui bahwa persamaan umum dari regresi
kuadratik adalah Y = A + Bx + Cx2. Maka didapatkan nilai A, B, dan C
dari hasil regresi kuadratik ini yaitu A = 1000,6 ; B = -0,0675 ; C =
-0,0036. Dapat dilihat terdapat nilai R2 pada grafik ini yang merupakan
sebuah nilai yang mengindikasi besarnya pengaruh nilai di sumbu x
terhadap nilai di sumbu y dengan nilai maksimum 1. Pada grafik ini R2
memiliki nilai 0,9992 yang hampir mendekati 1, oleh karena itu dapat
diketahui bahwa suhu memiliki pengaruh yang besar terhadap besarnya
nilai massa jenis.
Selanjutnya hasil koefisien A, B, dan C akan disubstitusikan pada
persamaan umum regresi kuadratik sehingga diperoleh persamaan Y =
1000,6 – 0.0675x – 0.0036x2. Diketahui variabel x menyatakan suhu,
maka x dapat disubstitusikan dengan keadaan suhu rata-rata air. Dapat
25+25 o
diketahui suhu rata-rata air adalah 2
C = 25 oC. Maka nilai 25 akan

disubstitusikan pada variabel x persamaan regresi kuadratik, sehingga


didapat massa jenis (y) sebesar 996,6625 kg/m3.
III.2. Menentukan Viskositas Kinematis Air (ρ𝑎𝑖𝑟)

Pada Tabel II.5 diketahui terdapat data perubahan viskositas


kinematis air terhadap suhu. Data pada tabel tersebut akan diolah dengan
cara regresi kuadratik sehingga didapatkan grafik sebagai berikut :

Gambar III.2 Grafik Perubahan Viskositas Air terhadap Suhu

Grafik hasil diatas didapatkan setelah data diregresikan secara


kuadratik dengan sumbu-x pada grafik menunjukkan suhu dan sumbu-y
menunjukkan viskositas kinematis air. Diketahui bahwa persamaan umum
dari regresi kuadratik adalah Y = A + Bx + Cx2. Maka didapatkan nilai A,
B, dan C dari hasil regresi kuadratik ini yaitu A = 1,94 x 10-6 ; B = - 3,23 x
10-8 ; C = 1,65 x 10-10. Dapat dilihat terdapat nilai R2 pada grafik ini yang
merupakan sebuah nilai yang mengindikasi besarnya pengaruh nilai di
sumbu x terhadap nilai di sumbu y dengan nilai maksimum 1. Pada grafik
ini R2 memiliki nilai 0,891 yang cukup mendekati nilai 1, oleh karena itu
dapat diketahui bahwa suhu memiliki pengaruh yang besar terhadap
besarnya nilai viskositas kinematis air.
Selanjutnya hasil koefisien A, B, dan C akan disubstitusikan pada
persamaan umum regresi kuadratik sehingga diperoleh persamaan Y =
0,00000194 – 0,0000000323x + 0,000000000165x2. Diketahui variabel x
menyatakan suhu, maka x dapat disubstitusikan dengan keadaan suhu
25+25 o
rata-rata air. Dapat diketahui suhu rata-rata air adalah 2
C = 25 oC.

Maka nilai 25 akan disubstitusikan pada variabel x persamaan regresi


kuadratik, sehingga nilai viskositas kinematis air (y) sebesar 9,6375 x 10-7
m2/s.
III.3. Menentukan Volume Air (V)
Nilai dari volume air saluran dapat dicari dari data yang sudah
diketahui. Dari prinsip tuas keseimbangan, volume air memiliki nilai
sebanding dengan tiga kali nilai massa beban dibagi densitas air. Oleh
karena itu, nilai volume air (V) untuk variasi debit pertama akan
didapatkan hasil sebagai berikut :
3 𝑥 𝑚𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛
V= ρ𝑎𝑖𝑟

3 𝑥 2,5 𝑘𝑔
V= 996,6625

V = 0,00753 m2

Nilai dari volume air pada variasi lainnya dapat dicari


menggunakan cara yang sama.

III.4. Menentukan Nilai Debit Aktual (Qaktual)


Nilai dari debit aktual air dapat dicari dari data yang sudah
diketahui. Debit aktual memiliki nilai sebanding dengan nilai volume air
(m3) dibagi dengan waktu rata-rata (s). Nilai dari volume air sebanding
dengan massa air (kg) dibagi dengan densitas air (kg/m3) , dan massa air
sebanding dengan massa beban (kg) dikali tiga. Oleh karena itu,
pengukuran debit aktual ini dilakukan pada semua variasi percobaan. Pada
variasi pertama akan didapatkan hasil sebagai berikut :
𝑉 𝑎𝑖𝑟
Qaktual 1 = 𝑡 𝑎𝑣𝑔

𝑚 𝑎𝑖𝑟
Qaktual 1 = 𝑡 𝑎𝑣𝑔 𝑥 ρ𝑎𝑖𝑟

3 𝑥 𝑚 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛
Qaktual 1 = 𝑡 𝑎𝑣𝑔 𝑥 ρ𝑎𝑖𝑟

3 𝑥 2,5 𝑘𝑔
Qaktual 1 = 15,2 𝑠 𝑥 996,6625 𝑘𝑔/𝑚3

Qaktual 1 = 0,00050 m3/s

Nilai dari debit aktual pada variasi lainnya dapat dicari


menggunakan cara yang sama.
III.5. Menentukan Luas Penampang Saluran (A)
Nilai dari luas penampang saluran dapat dicari dari data yang
sudah diketahui. Luas penampang memiliki nilai sebanding dengan nilai
rata-rata dari yrata-rata di hulu dengan yrata-rata di hilir dikali dengan lebar
saluran. Oleh karena itu, nilai luas penampang saluran (A) untuk variasi
debit pertama titik pertama akan didapatkan hasil sebagai berikut :
A=𝑦x𝑏
A = 0,0508 m x 0,075 m
A = 0,00381 m2

Nilai dari luas penampang pada titik dan variasi lainnya dapat
dicari menggunakan cara yang sama.

III.6. Menentukan Keliling Basah Saluran (P)


Pada saluran terbuka, keliling basah (P) dapat ditentukan dengan
persamaan sesuai bentuk penampangnya. Pada praktikum ini, penampang
saluran yang digunakan berbentuk persegi panjang dengan gambaran
sebagai berikut :

Gambar III.3 Ilustrasi Keliling Basah Persegi Panjang


(Sumber : Kacv.net, 2020)

Untuk menghitung keliling basah (P), dapat digunakan nilai lebar


saluran ditambah dengan 2 kali nilai y yang merupakan rata-rata dari
yrata-rata di hulu dengan yrata-rata di hilir untuk setiap variasi debitnya. Oleh
karena itu, nilai keliling basah saluran (P) untuk variasi debit pertama akan
didapatkan hasil sebagai berikut :
P = 2𝑦 + 𝑏
P = 2 x 0,0508 m + 0,075 m
P = 0,1766 m
Nilai dari keliling basah variasi lainnya dapat dicari menggunakan
cara yang sama.

III.7. Menentukan Jari-Jari Hidrolis (R)


Untuk aliran yang menggunakan wadah terbuka, jari-jari hidrolis
(R) ditentukan berdasarkan bentuk penampangnya. Pada percobaan kali
ini, bentuk penampang yang digunakan adalah persegi panjang dengan y
sebagai kedalaman aliran dan b sebagai lebar penampang. Nilai dari
jari-jari hidrolis (R) sebanding dengan nilai luas penampang dibagi dengan
nilai keliling basah saluran. Oleh karena itu, nilai jari-jari hidrolis (R)
untuk variasi debit pertama akan didapatkan hasil sebagai berikut :
R=A/P
R = 0,00381 m / 0,1766 m
R = 0,02157 m

Nilai dari jari-jari hidrolis variasi lainnya dapat dicari


menggunakan cara yang sama.

III.8. Menentukan Nilai y’


Nilai Nilai y’ untuk titik 1, 2, 6, 7, dan 8 pada tiap variasi bernilai
sebanding dengan nilai kedalaman terukur (y). Sedangkan nilai y’ pada
titik 3, 4, dan 5 tiap variasi diperoleh dari selisih nilai antara y dengan
tinggi ambang lebar. Oleh karena itu, y’ pada titik 3 variasi pertama akan
didapatkan hasil sebagai berikut :
y’ titik 3 = y3 – tinggi ambang lebar
y’ titik 3 = 0,0488 m – 0,025 m
y’ titik 3 = 0,0238 m

Nilai dari debit aktual pada titik 3, 4, 5 lainnya dan variasi lainnya
dapat dicari menggunakan cara yang sama.
III.9. Menentukan Kecepatan Aliran Air (v)
Nilai kecepatan aliran air pada percobaan ini diperoleh dengan
membagi debit aktual (Qaktual) dengan luas penampang saluran (A) yang
dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut. Oleh karena itu, nilai
kecepatan aliran air untuk titik pertama variasi debit pertama akan
didapatkan hasil sebagai berikut :
v = Qaktual / A
v = (0,0050 m3/s) / (0,00381 m2)
v = 0,130 m/s

Nilai dari kecepatan aliran pada titik dan variasi lainnya dapat
dicari menggunakan cara yang sama.

III.10. Menentukan Nilai Bilangan Froude (Fr) Aliran Fluida


Nilai bilangan Froude sebanding dengan nilai kecepatan aliran (𝑣)
dibagi dengan akar perkalian percepatan gravitasi (g) dengan kedalaman
aktual saluran (yaktual) . Oleh karena itu, nilai bilangan Froude pada titik 1
variasi pertama dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :
υ
𝐹𝑟 =
𝑔 𝑥 𝑦 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
0,130
𝐹𝑟 =
9,81 𝑥 0,0508
𝐹𝑟 = 0, 184

Nilai dari bilangan Froude pada titik lain dan variasi lainnya dapat
dicari menggunakan cara sama.

III.11. Menentukan Energi Spesifik (ES)


Nilai Energi Spesifik sebanding dengan nilai kedalaman aktual
saluran (yaktual) ditambah dengan nilai kecepatan aliran (𝑣) kuadrat dibagi
dengan 2 kali besar nilai percepatan gravitasi (g). Oleh karena itu, nilai
energi spesifik pada titik 1 variasi pertama dapat dihitung menggunakan
persamaan sebagai berikut :
ES = yaktual + v2/2g
ES = 0,0508 + 0,1302 / (2 x 9,81)
ES = 0,0517

Nilai dari Energi Spesifik pada titik lain dan variasi lainnya dapat
dicari menggunakan cara sama.

III.12. Menentukan Nilai Kedalaman Kritis (yc)


Nilai kedalaman kritis (yc) sebanding dengan nilai debit (Q)
pangkat 2/3 dibagi dengan perkalian lebar saluran (b) pangkat 2/3 dan
percepatan gravitasi (g) pangkat 1/3. Oleh karena itu, nilai kedalaman
kritis pada variasi pertama dapat dihitung menggunakan persamaan
sebagai berikut :
2
3 𝑄
yc = 2
𝑏 𝑥𝑔

2
3 0,0050
yc = 2
0,075 𝑥 9,81

yc = 0,0164 m

Nilai dari kedalaman kritis pada variasi lainnya dapat dicari


menggunakan cara sama.

III.13. Menentukan Nilai Kedalaman di Atas Ambang (hu)


Kedalaman di atas ambang memiliki nilai sebanding dengan nilai
penjumlahan kedalaman titik 1 dan titik 2 yang dibagi 2 dikurangi tinggi
ambang. Oleh karena itu, nilai kedalaman di atas ambang untuk variasi
pertama dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut :
𝑦1 + 𝑦2
ℎ𝑢 = 2
− 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑎𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔
0,0508 𝑚 + 0,0501 𝑚
ℎ𝑢 = 2
− 0. 025 𝑚 = 0, 0255 𝑚

Nilai kedalaman di atas ambang variasi lainnya dapat dicari


menggunakan cara yang sama.
III.14. Menentukan Nilai Debit Teoritis (Qteoritis)
2𝑔
Debit teoritis memiliki nilai sebanding dengan perkalian 2/3 dan 3

dan lebar saluran serta nilai akar 3/2 dari kedalaman atas ambang. Oleh
karena itu, nilai debit teoritis untuk variasi pertama dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan berikut :

𝑄𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 =
2
3
×
2𝑔
3
× 𝑏 × ℎ𝑢 ( ) 2

2 3
2 2 × 9,81 𝑚/𝑠
𝑄𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 = 3
× 3
× 0, 075 𝑚 × (0, 0255 𝑚) 2
3
𝑄𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 = 0, 00052 𝑚 /𝑠

Nilai dari debit teoritis variasi lainnya dapat dicari menggunakan


cara sama.

III.15. Menentukan Koefisien Discharge (Cd)


Koefisien discharge (Cd) memiliki nilai yang sebanding dengan nilai
debit aktual dibagi dengan nilai debit teoritis. Oleh karena itu, nilai koefisien
discharge untuk variasi pertama dapat diperoleh dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :

𝑄𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
𝐶𝑑 = 𝑄𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠

3
0,00050 𝑚 /𝑠
𝐶𝑑 = 3
0,00052 𝑚 /𝑠

𝐶𝑑 = 0, 953627

Nilai dari koefisien discharge variasi lainnya dapat dicari


menggunakan cara sama.

IV. DATA AKHIR


Dari pengolahan data yang didapatkan menggunakan data awal
pada praktikum modul 04 “Aliran di Atas Ambang Lebar dan Ambang
Tajam” ini, didapatkan data yaitu sebagai berikut :
Tabel IV.1 Data Perhitungan Parameter Praktikum di Ambang Lebar Tiap Variasi
Qakt v
Variasi Titik y (m) y' (m) V (m3) A (m^2) NFr ES (m) yc (m)
(m3/s) (m/s)
1 0,0508 0,0508 0,00753 0,00050 0,00381 0,130 0,184 0,0517 0,0164
2 0,0501 0,0501 0,00753 0,00050 0,00376 0,132 0,188 0,0510 0,0164
3 0,0488 0,0238 0,00753 0,00050 0,00179 0,277 0,574 0,0277 0,0164
4 0,0409 0,0159 0,00753 0,00050 0,00119 0,415 1,051 0,0247 0,0164
1
5 0,0341 0,0091 0,00753 0,00050 0,00068 0,725 2,428 0,0359 0,0164
6 0,0110 0,0110 0,00753 0,00050 0,00083 0,600 1,827 0,0294 0,0164
7 0,0214 0,0214 0,00753 0,00050 0,00161 0,308 0,673 0,0262 0,0164
8 0,0256 0,0256 0,00753 0,00050 0,00192 0,258 0,515 0,0290 0,0164
1 0,0620 0,0620 0,00753 0,00088 0,00465 0,189 0,243 0,0638 0,0241
2 0,0620 0,0620 0,00753 0,00088 0,00465 0,189 0,243 0,0638 0,0241
3 0,0592 0,0342 0,00753 0,00088 0,00257 0,343 0,593 0,0402 0,0241
4 0,0481 0,0231 0,00753 0,00088 0,00173 0,508 1,068 0,0363 0,0241
2
5 0,0425 0,0175 0,00753 0,00088 0,00131 0,671 1,619 0,0404 0,0241
6 0,0172 0,0172 0,00753 0,00088 0,00129 0,683 1,662 0,0410 0,0241
7 0,0163 0,0163 0,00753 0,00088 0,00122 0,720 1,802 0,0428 0,0241
8 0,0334 0,0334 0,00753 0,00088 0,00251 0,352 0,614 0,0397 0,0241
1 0,0697 0,0697 0,00753 0,00117 0,00523 0,225 0,272 0,0723 0,0292
2 0,0700 0,0700 0,00753 0,00117 0,00525 0,224 0,270 0,0726 0,0292
3 0,0667 0,0417 0,00753 0,00117 0,00313 0,376 0,587 0,0489 0,0292
4 0,0573 0,0323 0,00753 0,00117 0,00242 0,485 0,862 0,0443 0,0292
3
5 0,0470 0,0220 0,00753 0,00117 0,00165 0,712 1,533 0,0478 0,0292
6 0,0202 0,0202 0,00753 0,00117 0,00152 0,776 1,742 0,0509 0,0292
7 0,0311 0,0311 0,00753 0,00117 0,00233 0,504 0,912 0,0440 0,0292
8 0,0407 0,0407 0,00753 0,00117 0,00305 0,385 0,609 0,0483 0,0292
(Sumber : Data Kelompok)

Tabel IV.2 Data Perhitungan Parameter Praktikum Aliran di Ambang Lebar


Variasi hu (m) Qteoritis (m3/s) Qaktual (m3/s) Cd
1 0,0255 0,00052 0,00050 0,95362
2 0,0370 0,00091 0,00088 0,96769
3 0,0449 0,00121 0,00117 0,96736
(Sumber : Data Kelompok)
V. ANALISIS A

V.1 Analisis Cara Kerja


Pada praktikum modul 04 ambang lebar ini, percobaan diawali
dengan mengukur suhu awal fluida dengan menggunakan termometer.
Pengukuran suhu dilakukan untuk menentukan besar massa jenis fluida
(densitas) karena suhu merupakan faktor penentu besar massa jenis fluida
tersebut. Langkah selanjutnya hubungkan hydraulic bench ke sumber listrik.
Kemudian tekan tombol power button untuk menyalakan hydraulic bench.
Kemudian tutup valve bench, lalu nyalakan pompa, periksa apakah terjadi
kebocoran dalam saluran atau di bagian lainnya. Setelah itu, tutup drain valve
dalam weight tank dengan cara memutar tuas cam lever. Tujuan ditutupnya
drain valve agar saluran keluar air tertutup dari weight tank sehingga air yang
masuk mengisi weight tank. Kemudian buka valve bench maka air akan
mengalir ke weight tank dan kembali ke bench. Siapkan stopwatch untuk
menghitung berapa waktu yang diperlukan hingga tuas terangkat kembali.
Setelah beberapa saat, tuas beban akan terangkat dan beban 7,5 kg langsung
diletakan di tuas tersebut, saat beban tuas terangkat nyalakan stopwatch.
Kemudian tuas beban akan kembali terangkat dan stopwatch dihentikan.
Setelah itu lakukan kalibrasi alat pengukur kedalaman. Tujuan dari
kalibrasi ini adalah untuk mencapai ketelitian pengukuran atau dengan kata
lain untuk memastikan akurasi alat ukur kedalaman tersebut. Pada percobaan
ini harus diukur lebar saluran terbuka. Lalu, ukur kedalaman 8 titik sepanjang
saluran, yaitu 2 titik di posisi sebelum melewati ambang, 3 titik di atas
ambang lebar, dan 3 titik setelah melewati ambang dengan menggunakan alat
pengukur kedalaman yang menggunakan prinsip jangka sorong. Percobaan
dilakukan sebanyak 3 kali variasi debit agar didapatkan hasil yang akurat
serta representatif dengan setiap kali variasi debit dilakukan secara triplo yaitu
3 kali pengukuran waktu. Pengukuran suhu dilakukan sekali lagi pada akhir
percobaan untuk mendapat suhu akhir. Setelah itu matikan hydraulic bench
dan percobaan selesai.
V.2 Analisis Grafik
Berdasarkan data yang sudah diolah dan didapatkan, maka dapat
dibuat analisis grafik sebagai berikut :
V.2.1 Analisis Grafik kedalaman air (y) terhadap jarak antar titik (x)
Berdasarkan data kedalaman air (y) dan jarak antar titik (x)
pada saluran, diperoleh grafik perbandingan sebagai berikut :

Gambar V.1 Grafik y terhadap x

Grafik di atas menunjukkan profil aliran, garis tersebut


menunjukkan profil aliran dengan adanya ambang pada tengah
saluran yang terbentuk antara kedalaman aliran dan jarak antar titik.
Dari grafik tersebut, pada titik 1 dan 2, dapat dilihat terbentuk garis
yang relatif lurus dan stabil. Lalu pada titik 3, 4, dan 5 terlihat terjadi
penurunan ketinggian muka air secara gradual selama air berada di
atas ambang. Penurunan ini juga disertai penurunan nilai energi
spesifik. Setelah melewati ambang, energi spesifik berangsur naik dan
pada titik 6 terlihat tinggi muka air berada pada titik terendah, lalu
setelah titik 6 terjadi loncatan hidrolis. Saat terjadi loncatan hidrolis,
ketinggian muka air naik dan energi terdisipasi sebagai turbulen yang
diakibatkan oleh karena adanya perubahan dari aliran superkritis
menjadi aliran subkritis.
Pada titik 7, terjadi loncatan hidrolis sehingga ketinggian air
kembali meningkat, hal ini karena sebagian energi kinetik terkonversi
menjadi energi potensial. Pada titik ke-8, aliran sudah dapat dikatakan
stabil dan ketinggian air meningkat karena sudah berada di daerah
hilir dan bersifat subkritis. Dapat dilihat bahwa ketiga variasi debit
memiliki profil aliran yang serupa, maka dapat disimpulkan bahwa
aliran yang digunakan pada percobaan ini sudah seragam.
V.2.2 Analisis Grafik Debit Aktual (Qaktual) terhadap b.(hu3/2)
Berdasarkan data debit aktual (Qaktual) dan debit aktual
(Qaktual) pada saluran, didapat grafik perbandingan sebagai berikut :

Gambar V.2 Grafik Qaktual terhadap b.(hu3/2)

Diperoleh nilai koefisien korelasi (R) dari grafik di atas


sebesar 0,9574. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 100% nilai
Qaktual dipengaruhi oleh b.(hu3/2) dan sebesar 0% dipengaruhi oleh
faktor lainnya. Nilai koefisien korelasi (R) ini berfungsi sebagai
indikator kekuatan hubungan antara dua variabel tertentu yang
berada pada rentang -1 hingga +1, korelasi akan semakin kuat jika
nilai koefisien korelasi ini mendekati nilai 1. Dari grafik tersebut
diperoleh juga persamaan y = 1,7052x dimana y merepresentasikan
nilai Qaktual dan x merepresentasikan nilai b.(hu3/2), untuk memperoleh
nilai Cd aktual digunakan rumus sebagai berikut :
𝑄𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
𝑄𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
= 𝐶𝑑
3/2
𝑄𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 = 1. 705 × 𝑏. (ℎ𝑢 )
𝑄𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
3/2 = 𝐶𝑑
1,705 × 𝑏.(ℎ𝑢 )
𝑄𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
3/2 = 1, 705 𝐶𝑑
𝑏.(ℎ𝑢 )

Pembagian nilai Qaktual dan b.(hu3/2) merupakan nilai gradien


dari grafik yang terbentuk sehingga nilai Cd aktual dapat diperoleh
dengan persamaan sebagai berikut :
𝑚 = 1, 705 𝑥 𝐶𝑑
𝑚
𝐶𝑑 = 1,705
1,7052
𝐶𝑑 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 = 1,705
= 1,00012
Berdasarkan literatur (Osman, 2006), nilai Cd literatur untuk
ambang lebar dapat diperoleh dengan suatu persamaan yang untuk
variasi 1, nilai Cd literatur adalah sebagai berikut :

( )
2
𝑣
ℎ𝑢 + 2𝑔
𝐶𝑑𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 = 0, 93 + 0, 1 × 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔

( )
2
(0,12995 𝑚/𝑠)
(0.0255 𝑚) + 2
2 × 9.81 𝑚/𝑠
𝐶𝑑𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 = 0, 93 + 0. 1 × 0,115 𝑚

𝐶𝑑𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 = 0,95288

Galat antara nilai Cd aktual dengan Cd teoritis untuk variasi


debit pertama dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
𝐶𝑑 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 − 𝐶𝑑 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 |
Galat = || 𝐶𝑑 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 | × 100%
0.95288 − 1,00012 |
Galat = || 0.9537 | × 100%
Galat = 4,957%
Untuk variasi kedua dan ketiga dengan cara yang sama
mendapatkan nilai galat berturut-turut sebesar 3,86% dan 2,85%.
Nilai galat ini dikarenakan oleh adanya kesalahan yang akan
dianalisis pada bagian V.4.

V.2.3 Analisis Grafik y’ terhadap Bilangan Froude (Fr)


Berdasarkan data y’ dan bilangan froude (Fr) pada saluran,
diperoleh grafik perbandingan sebagai berikut :

Gambar V.3 Grafik y’ terhadap Fr


Diperoleh nilai koefisien korelasi (R) dari grafik di atas
sebesar 1. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 100% nilai Qaktual
dipengaruhi oleh b.(hu3/2) dan sebesar 0% dipengaruhi oleh faktor
lainnya. Pada percobaan ini, nilai R adalah 1, yang menunjukkan
bahwa nilai y’ dan bilangan Froude (Fr) memiliki hubungan yang
sangat kuat. Dari grafik tersebut diperoleh juga persamaan untuk
variasi 1, y = 0,0164x-0,667 dengan y sebagai y’ dan x sebagai bilangan
Froude (Fr). Galat pada percobaan ini dapat dicari dengan
membandingkan pangkat Fr pada persamaan grafik ketiga variasi
dengan pangkat Fr yang tertulis dalam persamaan :
𝑣
𝐹𝑟 =
𝑔𝑦'
𝑄

𝐹𝑟 = 𝐴
, dimana A = by’
𝑔𝑦'
𝑄
𝐹𝑟 =
𝑏𝑦'× 𝑔𝑦'
3
2 𝑄
𝑦' =
𝑏× 𝑔×𝐹𝑟
2
2
𝑄3 −3
𝑦' = 2 1 × 𝐹𝑟
3 2
𝑏 ×𝑔
2
−3
𝑦' ≈ 𝐹𝑟
Melalui persamaan di atas, dapat dikatakan bahwa hubungan y
dengan Fr secara teoritis adalah y ≈ Fr-⅔ sehingga nilai galat dapat
dihitung sebagai berikut :
𝑝𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟−𝑝𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 |
Galat = || 𝑝𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 | × 100%
| (− 2 )−(−0,667) |
Galat = | 3 2 | × 100% = 0.05%
| −3 |

Galat yang diperoleh termasuk sangat kecil yang menandakan


bahwa data percobaan (aktual) akurat terhadap literatur. Adanya nilai
galat dikarenakan oleh adanya kesalahan yang akan dianalisis pada
bagian V.4.

V.2.4 Analisis Grafik y’ terhadap Energi Spesifik (ES)


Berdasarkan data y’ dan Energi Spesifik (ES) pada saluran,
diperoleh grafik perbandingan sebagai berikut :
Gambar V.4 Grafik y’ terhadap ES Variasi 1

Gambar V.5 Grafik y’ terhadap ES Variasi 2

Gambar V.6 Grafik y’ terhadap ES Variasi 3

Pada grafik di atas, diperoleh hubungan antara kedalaman


aliran air dengan nilai energi spesifik pada setiap titik pengukuran
untuk variasi 1, 2, dan 3. Nilai dari variabel y pada titik singgung
tersebut merupakan titik kedalaman kritis aliran. Titik kedalaman
kritis aliran yang diperoleh dari grafik tersebut untuk variasi pertama
adalah sebesar 0,016 m. Sedangkan, dari pengolahan data, diperoleh
nilai titik kedalaman kritis dengan menggunakan rumus sebesar
0,01644 m. Terdapat galat antara nilai kedalaman kritis aktual dengan
teoritis yang perhitungannya dapat dituliskan sebagai berikut.
| 𝑦 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 − 𝑦𝑐 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 |
Galat = | 𝑐 𝑦 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 | × 100%
| 𝑐 |
0,01644 𝑚 − 0,016 𝑚 |
Galat = || 0,01644 𝑚 | × 100% = 2,67%

Untuk variasi kedua, nilai kedalaman kritis aliran adalah


sebesar 0,024 m. Sedangkan, dari pengolahan data, diperoleh nilai
titik kedalaman kritis dengan menggunakan rumus sebesar 0,02413 m.
Oleh karena itu, galatnya adalah sebagai berikut :
| 𝑦 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 − 𝑦𝑐 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 |
Galat = | 𝑐 𝑦 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 | × 100%
| 𝑐 |
0,02413 𝑚 − 0,024 𝑚 |
Galat = || 0,02413 𝑚 | × 100% = 0,5%

Untuk variasi ketiga, nilai kedalaman kritis aliran adalah


sebesar 0,029 m. Sedangkan, dari pengolahan data, diperoleh nilai
titik kedalaman kritis dengan menggunakan rumus sebesar 0,02925 m.
Oleh karena itu, galatnya adalah sebagai berikut :
| 𝑦 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 − 𝑦𝑐 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 |
Galat = | 𝑐 𝑦 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 | × 100%
| 𝑐 |
0,02925 𝑚 − 0,029 𝑚 |
Galat = || 0,02925 𝑚 | × 100% = 0,85%

Nilai galat pada ketiga variasi sudah termasuk relatif kecil


sehingga sudah cukup akurat. Selain galat, grafik hubungan
kedalaman aliran air dengan nilai energi spesifik juga dapat digunakan
untuk menentukan sifat kekritisan aliran air pada setiap titik
pengukurannya. Pada titik pengukuran yang berada di bagian bawah
2
dari garis 𝑦 = 3
𝐸𝑠, aliran air pada titik tersebut termasuk ke dalam

aliran yang superkritis. Sedangkan, titik pengukuran yang berada pada


2
bagian atas garis 𝑦 = 3
𝐸𝑠 memiliki aliran yang subkritis. Dengan

demikian, dapat diketahui bahwa aliran air pada titik pengukuran 3, 4,


5, 6, 7, dan 8 merupakan aliran yang superkritis. Sedangkan, aliran
pada titik pengukuran 1 dan 2 merupakan aliran yang subkritis.

V.3 Analisis Penurunan Rumus Qteoritis


Persamaan debit teoritis (Qteoritis) untuk ambang lebar dapat diturunkan
dari rumus energi spesifik (ES) sebagai berikut :
𝑄 2

𝐸𝑆 = 𝑦 +
∝ ( ) 𝐴
2𝑔
2
𝑑𝐸𝑆 ∝𝑄 𝑑 1 𝑑𝐴
𝑑𝑦
= 1 + 2𝑔
× 𝑑𝐴
× 2 × 𝑑𝑦
= 0
𝐴

𝑑𝐴
Nilai 𝑑𝑦
diasumsikan sebagai B, sehingga persamaan dapat dituliskan

sebagai berikut :
2
∝𝑄 −3
1 − 2𝑔
× 𝐵𝑐× 2𝐴𝑐 = 0
2
∝𝑄 𝐵𝑐
3 = 1
𝑔𝐴𝑐

Dengan nilai 𝑄 = q x b, B = b, A = b x y, dan ∝ = 1, persamaan di atas


dapat dituliskan sebagai berikut :
𝑣𝑐𝑦𝑐 = 𝑞
1

( )
2 3
𝑞
𝑦𝑐 = 𝑔

𝑣𝑐 = 𝑔×𝑦𝑐

Nilai 𝑣𝑐 disubstitusikan ke dalam persamaan energi spesifik sebagai berikut :


2
𝑣𝑐 𝑦𝑐
𝐸𝑆𝑐 = 𝑦𝑐 + 2𝑔
= 𝑦𝑐 + 2𝑔

2𝐸𝑠𝑐
𝑦𝑐 = 3
2
𝑣1
𝐸𝑆2 = ℎ + 2𝑔
= 𝐻
2𝐻
𝑦𝑐 = 3
Nilai 𝑣𝑐 dan 𝑦𝑐disubstitusi ke dalam persamaan kontinuitas sebagai berikut :

𝑄 = 𝐴 × 𝑣 = 𝐴×𝑣𝑐 = 𝑏 × 𝑦𝑐 × 𝑔×𝑦𝑐
3 3
2 2𝑔
𝑄 = 3
𝑥 3
× 𝑏 × ℎ 2 = 1, 705 × 𝑏 × ℎ 2
Dengan adanya pengaruh dari nilai Cd dan Cv, persamaan dapat
ditulis sebagai berikut :
3

𝑄𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 = 𝐶𝑑 × 𝐶𝑣 × 1, 705 × 𝑏 × ℎ 2

V.4 Analisis Kesalahan


Dari perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh beberapa galat
yang cukup besar antara nilai yang diperoleh dari percobaan dengan nilai
dari literatur. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya kesalahan yang
terjadi selama percobaan berlangsung, diantaranya adalah kesalahan
sebagai berikut :
1. Kesalahan dalam penggunaan alat ukur kedalaman aliran. Sebelum
menggunakannya untuk mengukur kedalaman aliran, alat tersebut harus
dikalibrasi terlebih dahulu. Selain itu, hanya terdapat 2 alat ukur, sehingga
alat tersebut dipakai bergantian untuk mengukur setiap titik.
2. Kesalahan dalam pengukuran waktu. Pengukuran waktu dimulai saat
lengan hydraulic bench naik dan beban diletakkan. Kenyataannya dalam
percobaan terdapat keterlambatan dalam peletakan beban dan juga
pengukuran waktu. Keterlambatan tersebut akan berpengaruh terhadap
besar debit aktual yang diperoleh.
3. Kesalahan dalam pengukuran temperatur air. Kesalahan dalam
memegang termometer dapat menjadi faktor terjadinya kesalahan ini. Data
temperatur yang tidak akurat akan berpengaruh pada densitas dan
viskositas fluida yang digunakan.
4. Kesalahan praktikan (human error) juga mungkin terjadi yang
menyebabkan adanya kesalahan dan ketidaktelitian dalam membaca angka
yang tercatat pada alat pengukur kedalaman. Hal tersebut dapat
mengakibatkan alat ukur menjadi kurang terkalibrasi sehingga hasil yang
diperoleh tidak terlalu akurat. Hasil yang tidak terlalu akurat tersebut akan
berpengaruh terhadap besar luas penampang, kemiringan, serta jari-jari
hidrolis saluran yang diperoleh saat perhitungan.
VI. ANALISIS B
Sistem aliran di atas ambang lebar memiliki hubungan erat dengan
bidang Teknik Lingkungan. Berikut merupakan beberapa contoh
penerapan yang dapat dilakukan di dalam keilmuan Teknik Lingkungan :
VI.1 Irigasi
Salah satu contoh irigasi menggunakan ambang lebar tersebut
adalah daerah irigasi Samalanga yang menggunakan pengatur ambang
lebar, dimana irigasi tersebut merupakan jaringan irigasi teknis dimana
bangunan pengambilan dan bagi/sadap dilengkapi dengan alat pengatur
pembagian air dan bangunan ukur dan pengatur ambang lebar, sehingga air
irigasi yang dapat dialirkan ke petak tersier dapat diatur dan diukur.

Gambar VI.1 Bendungan Ukur Irigasi


(Sumber : dpu.kulonprogokab.go.id, 2022)

VI.2 Bendungan Ambang Pelimpah


Salah satu bendungan yang memakai ambang pelimpah adalah
bendungan logung, Kabupaten Kudus. Perencanaan ambang pelimpah
tersebut merupakan bagian penting dalam perencanaan. Ambang pelimpah
merupakan komponen bangunan pelimpah yang berfungsi mencegah
limpasan air pada tubuh bendungan logung (overtopping).

Gambar VI.2 Sistem Bendungan Logung


( Sumber : www.posjateng.id, 2019)
VII. KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum modul 04 “Aliran di Atas Ambang
Lebar dan Ambang Tajam” untuk ambang lebar ini adalah :
VII.1 Nilai Debit aktual (Qaktual) yang diperoleh pada percobaan ini untuk
masing- masing variasi debit dapat dilihat pada Tabel IV.2.
VII.2 Nilai koefisien discharge (Cd), energi spesifik (ES), kedalaman
kritis (Yc), dan bilangan Froude (Fr) dari ambang lebar dapat dilihat pada
Tabel IV.1 dan Tabel IV.2
VII.3 Hubungan dari tinggi muka air di atas ambang terhadap debit air
yang melimpah berbanding lurus.
VII.4 Bentuk ambang lebar memiliki pengaruh terhadap debit yang
dialirkan menjadi lebih banyak. Hal ini disebabkan karena ambang lebar
memiliki headloss yang lebih kecil.
VII.5 Profil aliran ambang lebar saluran dapat dilihat pada Gambar V.1.

ALIRAN DI ATAS AMBANG TAJAM

I. TUJUAN PRAKTIKUM
I.1. Menentukan debit aktual dari aliran fluida dengan ambang tajam
I.2. Menentukan nilai koefisien discharge (Cd), energi spesifik (ES),
kedalaman kritis (Yc), dan bilangan Froude (Fr) dari ambang tajam
I.3. Menentukan hubungan tinggi muka air di atas ambang terhadap debit
air yang melimpah di atas ambang
I.4. Menentukan efek bentuk ambang terhadap efektivitas penyaluran debit
I.5. Menentukan profil aliran dengan ambang tajam pada saluran

II. DATA AWAL


II.1 Suhu Awal : 25o C
II.2 Suhu Akhir : 25o C
II.3 Massa Beban : 2, 5 𝑘𝑔
II.4 Lebar Saluran : 0, 075 𝑚
II.5 Tinggi Ambang : 0, 045 𝑚
II.6 Lebar Ambang : 0, 011 𝑚
II.7 Panjang Ambang : 0, 075 𝑚

Tabel II.1 Data Awal Pengamatan Waktu pada Hydraulic Bench


Variasi Waktu (s)
t1 t2 t3 t avg
1 15,19 15,21 15.19 15,20
2 8,47 8.66 8,62 8,545
3 6,47 6.25 6,34 6,405
(Sumber : Data Kelompok)
Tabel II.2 Data Awal Jarak dan Kedalaman Profil Aliran pada titik tertentu
Variasi Titik Jarak (m) Kedalaman (m) Kedalaman (cm)
1 1 1,195 0,0682 6,82
2 0,386 0,0654 6,54
3 0,005 0,0627 6,27
4 0,006 0,0593 5,93
5 0,021 0,0082 0,82
6 0,382 0,0197 1,97
7 0,08 0,0291 2,91
8 1,207 0,024 2,4
2 1 1,195 0,081 8,1
2 0,386 0,0764 7,64
3 0,005 0,075 7,5
4 0,006 0,0725 7,25
5 0,064 0,014 1,4
6 0,928 0,0158 1,58
7 0,061 0,0318 3,18
8 0,64 0,033 3,3
3 1 1,195 0,0895 8,95
2 0,386 0,0844 8,44
3 0,005 0,0827 8,27
4 0,006 0,0813 8,13
5 0,083 0,0194 1,94
6 1,169 0,0202 2,02
7 0,078 0,0396 3,96
8 0,833 0,0384 3,84
(Sumber : Data Kelompok)
3
Tabel II.3 Data Suhu (oC) terhadap Densitas Air (𝑘𝑔/𝑚 )
3
Suhu (oC) Densitas air (𝑘𝑔/𝑚 )

0 999,8

5 1000

10 999,7

15 999,1

20 998,2

25 997

30 995,7

40 992,2

50 988

60 983,2

70 977,8

80 971,8

90 965,3
(Sumber: Schaum's Outline of Fluid Mechanics Science, 2008)

Tabel II.4 Data Suhu (oC) terhadap Viskositas Kinematis Air (Ns/m2)
Suhu (oC) Viskositas Kinematis Air (Ns/m2)

0 1,787

5 1,519

10 1,307

15 1,140

20 1,004

30 0,801

40 0,658

50 0,553
Suhu (oC) Viskositas Kinematis Air (Ns/m2)

60 0,475

70 0,413

80 0,365

90 0,326

100 0,294
(Sumber: Engineering Toolbox, 2003)

III. PENGOLAHAN DATA


III.1. Menentukan Densitas Air (ρair)
Pada Tabel II.4 diketahui terdapat data perubahan massa jenis air
terhadap suhu. Data pada tabel tersebut akan diolah dengan cara regresi
kuadratik sehingga didapatkan grafik sebagai berikut :

Gambar III.1 Grafik Perubahan Densitas Air terhadap Suhu

Grafik hasil diatas didapatkan setelah data diregresikan secara


kuadratik dengan sumbu-x pada grafik menunjukkan suhu dan sumbu-y
menunjukkan densitas. Diketahui bahwa persamaan umum dari regresi
kuadratik adalah Y = A + Bx + Cx2. Maka didapatkan nilai A, B, dan C
dari hasil regresi kuadratik ini yaitu A = 1000,6 ; B = -0,0675 ; C =
-0,0036. Dapat dilihat terdapat nilai R2 pada grafik ini yang merupakan
sebuah nilai yang mengindikasi besarnya pengaruh nilai di sumbu x
terhadap nilai di sumbu y dengan nilai maksimum 1. Pada grafik ini R2
memiliki nilai 0,9992 yang hampir mendekati 1, oleh karena itu dapat
diketahui bahwa suhu memiliki pengaruh yang besar terhadap besarnya
nilai massa jenis.
Selanjutnya hasil koefisien A, B, dan C akan disubstitusikan pada
persamaan umum regresi kuadratik sehingga diperoleh persamaan Y =
1000,6 – 0.0675x – 0.0036x2. Diketahui variabel x menyatakan suhu,
maka x dapat disubstitusikan dengan keadaan suhu rata-rata air. Dapat
25+25 o
diketahui suhu rata-rata air adalah 2
C = 25 oC. Maka nilai 25 akan

disubstitusikan pada variabel x persamaan regresi kuadratik, sehingga


didapat massa jenis (y) sebesar 996,6625 kg/m3.

III.2. Menentukan Viskositas Kinematis Air (ρ𝑎𝑖𝑟)

Pada Tabel II.5 diketahui terdapat data perubahan viskositas


kinematis air terhadap suhu. Data pada tabel tersebut akan diolah dengan
cara regresi kuadratik sehingga didapatkan grafik sebagai berikut :

Gambar III.2 Grafik Perubahan Viskositas Air terhadap Suhu

Grafik hasil diatas didapatkan setelah data diregresikan secara


kuadratik dengan sumbu-x pada grafik menunjukkan suhu dan sumbu-y
menunjukkan viskositas kinematis air. Diketahui bahwa persamaan umum
dari regresi kuadratik adalah Y = A + Bx + Cx2. Maka didapatkan nilai A,
B, dan C dari hasil regresi kuadratik ini yaitu A = 1,94 x 10-6 ; B = - 3,23 x
10-8 ; C = 1,65 x 10-10. Dapat dilihat terdapat nilai R2 pada grafik ini yang
merupakan sebuah nilai yang mengindikasi besarnya pengaruh nilai di
sumbu x terhadap nilai di sumbu y dengan nilai maksimum 1. Pada grafik
ini R2 memiliki nilai 0,891 yang cukup mendekati nilai 1, oleh karena itu
dapat diketahui bahwa suhu memiliki pengaruh yang besar terhadap
besarnya nilai viskositas kinematis air.
Selanjutnya hasil koefisien A, B, dan C akan disubstitusikan pada
persamaan umum regresi kuadratik sehingga diperoleh persamaan Y =
0,00000194 – 0,0000000323x + 0,000000000165x2. Diketahui variabel x
menyatakan suhu, maka x dapat disubstitusikan dengan keadaan suhu
25+25 o
rata-rata air. Dapat diketahui suhu rata-rata air adalah 2
C = 25 oC.

Maka nilai 25 akan disubstitusikan pada variabel x persamaan regresi


kuadratik, sehingga nilai viskositas kinematis air (y) sebesar 9,6375 x 10-7
m2/s.

III.3. Menentukan Volume Air (V)


Nilai dari volume air saluran dapat dicari dari data yang sudah
diketahui. Dari prinsip tuas keseimbangan, volume air memiliki nilai
sebanding dengan tiga kali nilai massa beban dibagi densitas air. Oleh
karena itu, nilai volume air (V) untuk variasi debit pertama akan
didapatkan hasil sebagai berikut :
3 𝑥 𝑚𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛
V= ρ𝑎𝑖𝑟

3 𝑥 2,5 𝑘𝑔
V= 996,6625

V = 0,00753 m2

Nilai dari volume air pada variasi lainnya dapat dicari


menggunakan cara yang sama.

III.4. Menentukan Nilai Debit Aktual (Qaktual)


Nilai dari debit aktual air dapat dicari dari data yang sudah
diketahui. Debit aktual memiliki nilai sebanding dengan nilai volume air
(m3) dibagi dengan waktu rata-rata (s). Nilai dari volume air sebanding
dengan massa air (kg) dibagi dengan densitas air (kg/m3) , dan massa air
sebanding dengan massa beban (kg) dikali tiga. Oleh karena itu,
pengukuran debit aktual ini dilakukan pada semua variasi percobaan. Pada
variasi pertama akan didapatkan hasil sebagai berikut :
𝑉 𝑎𝑖𝑟
Qaktual 1 = 𝑡 𝑎𝑣𝑔

𝑚 𝑎𝑖𝑟
Qaktual 1 = 𝑡 𝑎𝑣𝑔 𝑥 ρ𝑎𝑖𝑟

3 𝑥 𝑚 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛
Qaktual 1 = 𝑡 𝑎𝑣𝑔 𝑥 ρ𝑎𝑖𝑟

3 𝑥 2,5 𝑘𝑔
Qaktual 1 = 15,2 𝑠 𝑥 996,6625 𝑘𝑔/𝑚3
= 0,00050 m3/s

Nilai dari debit aktual pada variasi lainnya dapat dicari


menggunakan cara yang sama.

III.5. Menentukan Luas Penampang Saluran (A)


Nilai dari luas penampang saluran dapat dicari dari data yang
sudah diketahui. Luas penampang memiliki nilai sebanding dengan nilai
rata-rata dari yrata-rata di hulu dengan yrata-rata di hilir dikali dengan lebar
saluran. Oleh karena itu, nilai luas penampang saluran (A) untuk variasi
debit pertama titik pertama akan didapatkan hasil sebagai berikut :
A=𝑦x𝑏
A = 0,0682 m x 0,075 m
A = 0,00512 m2

Nilai dari luas penampang pada titik dan variasi lainnya dapat
dicari menggunakan cara yang sama.

III.6. Menentukan Keliling Basah Saluran (P)


Untuk menghitung keliling basah (P), dapat digunakan nilai lebar
saluran ditambah dengan 2 kali nilai y yang merupakan rata-rata dari
yrata-rata di hulu dengan yrata-rata di hilir untuk setiap variasi debitnya. Oleh
karena itu, nilai keliling basah saluran (P) untuk variasi debit pertama akan
didapatkan hasil sebagai berikut :
P = 2𝑦 + 𝑏
P = 2 x 0,0682 m + 0,075 m
P = 0,2114 m
Nilai dari keliling basah variasi lainnya dapat dicari menggunakan
cara yang sama.

III.7. Menentukan Jari-Jari Hidrolis (R)


Untuk aliran yang menggunakan wadah terbuka, jari-jari hidrolis
(R) ditentukan berdasarkan bentuk penampangnya. Pada percobaan kali
ini, bentuk penampang yang digunakan adalah persegi panjang dengan y
sebagai kedalaman aliran dan b sebagai lebar penampang. Nilai dari
jari-jari hidrolis (R) sebanding dengan nilai luas penampang dibagi dengan
nilai keliling basah saluran. Oleh karena itu, nilai jari-jari hidrolis (R)
untuk variasi debit pertama akan didapatkan hasil sebagai berikut :
R=A/P
R = 0,00512 m / 0,2114 m
R = 0,0242 m

Nilai dari jari-jari hidrolis variasi lainnya dapat dicari


menggunakan cara yang sama.

III.8. Menentukan Nilai y’


Nilai Nilai y’ untuk titik 1, 5, 6, 7, dan 8 pada tiap variasi bernilai
sebanding dengan nilai kedalaman terukur (y). Sedangkan nilai y’ pada
titik 2, 3, dan 4 tiap variasi diperoleh dari selisih nilai antara y dengan
tinggi ambang lebar. Oleh karena itu, y’ pada titik 3 variasi pertama akan
didapatkan hasil sebagai berikut :
y’ titik 2 = y2 – tinggi ambang tajam
y’ titik 2 = 0,0654 m – 0,045 m
y’ titik 2 = 0,0204 m
Nilai dari debit aktual pada titik 2, 3, 4 lainnya dan variasi lainnya
dapat dicari menggunakan cara yang sama.
III.9. Menentukan Kecepatan Aliran Air (v)
Nilai kecepatan aliran air pada percobaan ini diperoleh dengan
membagi debit aktual (Qaktual) dengan luas penampang saluran (A) yang
dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut. Oleh karena itu, nilai
kecepatan aliran air untuk titik pertama variasi debit pertama akan
didapatkan hasil sebagai berikut :
v = Qaktual / A
v = (0,0050 m3/s) / (0,00512 m2)
v = 0,0968 m/s

Nilai dari kecepatan aliran pada titik dan variasi lainnya dapat
dicari menggunakan cara yang sama.

III.10. Menentukan Nilai Bilangan Froude (Fr) Aliran Fluida


Nilai bilangan Froude sebanding dengan nilai kecepatan aliran (𝑣)
dibagi dengan akar perkalian percepatan gravitasi (g) dengan kedalaman
aktual saluran (yaktual) . Oleh karena itu, nilai bilangan Froude pada titik 1
variasi pertama dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :
υ
𝐹𝑟 =
𝑔 𝑥 𝑦 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
0,0968
𝐹𝑟 =
9,81 𝑥 0,0682
𝐹𝑟 = 0, 118

Nilai dari bilangan Froude pada titik lain dan variasi lainnya dapat
dicari menggunakan cara sama.

III.11. Menentukan Energi Spesifik (ES)


Nilai Energi Spesifik sebanding dengan nilai kedalaman aktual
saluran (yaktual) ditambah dengan nilai kecepatan aliran (𝑣) kuadrat dibagi
dengan 2 kali besar nilai percepatan gravitasi (g). Oleh karena itu, nilai
energi spesifik pada titik 1 variasi pertama dapat dihitung menggunakan
persamaan sebagai berikut :
ES = yaktual + v2/2g
ES = 0,0682 + 0,09682 / (2 x 9,81)
ES = 0,06868

Nilai dari Energi Spesifik pada titik lain dan variasi lainnya dapat
dicari menggunakan cara sama.

III.12. Menentukan Nilai Kedalaman Kritis (yc)


Nilai kedalaman kritis (yc) sebanding dengan nilai debit (Q)
pangkat 2/3 dibagi dengan perkalian lebar saluran (b) pangkat 2/3 dan
percepatan gravitasi (g) pangkat 1/3. Oleh karena itu, nilai kedalaman
kritis pada variasi pertama dapat dihitung menggunakan persamaan
sebagai berikut :
2
3 𝑄
yc = 2
𝑏 𝑥𝑔

2
3 0,0050
yc = 2
0,075 𝑥 9,81

yc = 0,0164 m

Nilai dari kedalaman kritis pada variasi lainnya dapat dicari


menggunakan cara sama.

III.13. Menentukan Nilai Kedalaman di Atas Ambang (hu)


Kedalaman di atas ambang memiliki nilai sebanding dengan nilai
kedalaman kritis dikurangi tinggi ambang. Oleh karena itu, nilai kedalaman di
atas ambang untuk variasi pertama dapat diperoleh dengan menggunakan
persamaan berikut :
ℎ𝑢 = 𝑦' 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 1 − 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑎𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔

ℎ𝑢 = 0, 0682 𝑚 − 0. 045 𝑚 = 0, 0232 𝑚

Nilai kedalaman di atas ambang variasi lainnya dapat dicari


menggunakan cara yang sama.
III.14. Menentukan Nilai Debit Teoritis (Qteoritis)
2𝑔
Debit teoritis memiliki nilai sebanding dengan perkalian 2/3 dan 3

dan lebar saluran serta nilai akar 3/2 dari kedalaman atas ambang. Oleh
karena itu, nilai debit teoritis untuk variasi pertama dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan berikut :
3

𝑄𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 =
2
3
×
2𝑔
3
× 𝑏 × ℎ𝑢 ( ) 2

2 3
2 2 × 9,81 𝑚/𝑠
𝑄𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 = 3
× 3
× 0, 075 𝑚 × (0, 0232 𝑚) 2
3
𝑄𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 = 0, 00045 𝑚 /𝑠

Nilai dari debit teoritis variasi lainnya dapat dicari menggunakan


cara sama.

III.15. Menentukan Koefisien Discharge (Cd)


Koefisien discharge (Cd) memiliki nilai yang sebanding dengan nilai
debit aktual dibagi dengan nilai debit teoritis. Oleh karena itu, nilai koefisien
discharge untuk variasi pertama dapat diperoleh dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
𝑄𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
𝐶𝑑 = 𝑄𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠

3
0,00050 𝑚 /𝑠
𝐶𝑑 = 3
0,00045 𝑚 /𝑠

𝐶𝑑 = 1,09565

Nilai dari koefisien discharge variasi lainnya dapat dicari


menggunakan cara sama.

IV. DATA AKHIR


Dari pengolahan data yang didapatkan menggunakan data awal
pada praktikum modul 04 “Aliran di Atas Ambang Lebar dan Ambang
Tajam” ini, didapatkan data yaitu sebagai berikut :
Tabel IV.1 Data Perhitungan Parameter Praktikum di Ambang Tajam Tiap Variasi
V Qakt A
Variasi Titik y (m) y' (m) v (m/s) NFr ES (m) yc (m)
(m3) (m3/s) (m^2)
1 0,0682 0,0682 0,0075 0,0005 0,0051 0,0968 0,118 0,0687 0,0164
2 0,0654 0,0204 0,0075 0,0005 0,0015 0,3236 0,723 0,0257 0,0164
3 0,0627 0,0177 0,0075 0,0005 0,0013 0,3730 0,895 0,0248 0,0164
4 0,0593 0,0143 0,0075 0,0005 0,0011 0,4616 1,233 0,0252 0,0164
1
5 0,0082 0,0082 0,0075 0,0005 0,0006 0,8050 2,838 0,0412 0,0164
6 0,0197 0,0197 0,0075 0,0005 0,0015 0,3351 0,762 0,0254 0,0164
7 0,0291 0,0291 0,0075 0,0005 0,0022 0,2268 0,425 0,0317 0,0164
8 0,0240 0,0240 0,0075 0,0005 0,0018 0,2751 0,567 0,0279 0,0164
1 0,0810 0,0810 0,0075 0,0009 0,0061 0,1450 0,163 0,0821 0,0241
2 0,0764 0,0314 0,0075 0,0009 0,0024 0,3740 0,674 0,0385 0,0241
3 0,0750 0,0300 0,0075 0,0009 0,0023 0,3914 0,722 0,0378 0,0241
4 0,0725 0,0275 0,0075 0,0009 0,0021 0,4270 0,822 0,0368 0,0241
2
5 0,0140 0,0140 0,0075 0,0009 0,0011 0,8388 2,263 0,0499 0,0241
6 0,0158 0,0158 0,0075 0,0009 0,0012 0,7432 1,888 0,0440 0,0241
7 0,0318 0,0318 0,0075 0,0009 0,0024 0,3693 0,661 0,0387 0,0241
8 0,0330 0,0330 0,0075 0,0009 0,0025 0,3558 0,625 0,0395 0,0241
1 0,0895 0,0895 0,0075 0,0012 0,0067 0,1750 0,187 0,0911 0,0292
2 0,0844 0,0394 0,0075 0,0012 0,0030 0,3976 0,640 0,0475 0,0292
3 0,0827 0,0377 0,0075 0,0012 0,0028 0,4155 0,683 0,0465 0,0292
4 0,0813 0,0363 0,0075 0,0012 0,0027 0,4316 0,723 0,0458 0,0292
3
5 0,0194 0,0194 0,0075 0,0012 0,0015 0,8075 1,851 0,0526 0,0292
6 0,0202 0,0202 0,0075 0,0012 0,0015 0,7755 1,742 0,0509 0,0292
7 0,0396 0,0396 0,0075 0,0012 0,0030 0,3956 0,635 0,0476 0,0292
8 0,0384 0,0384 0,0075 0,0012 0,0029 0,4080 0,665 0,0469 0,0292
(Sumber : Data Kelompok)

Tabel IV.2 Data Perhitungan Parameter Praktikum Aliran di Ambang Tajam


Variasi hu (m) Qteoritis (m3/s) Qaktual (m3/s) Cd
1 0,0232 0,00045 0,00050 1,0957
2 0,0360 0,00087 0,00088 1,0083
3 0,0445 0,00120 0,00117 0,9789
(Sumber : Data Kelompok)
V. ANALISIS A

V.1 Analisis Cara Kerja


Pada praktikum modul 04 ambang tajam ini, percobaan diawali
dengan mengukur suhu awal fluida dengan menggunakan termometer.
Pengukuran suhu dilakukan untuk menentukan besar massa jenis fluida
(densitas) karena suhu merupakan faktor penentu besar massa jenis fluida
tersebut. Langkah selanjutnya hubungkan hydraulic bench ke sumber listrik.
Kemudian tekan tombol power button untuk menyalakan hydraulic bench.
Kemudian tutup valve bench, lalu nyalakan pompa, periksa apakah terjadi
kebocoran dalam saluran atau di bagian lainnya. Setelah itu, tutup drain valve
dalam weight tank dengan cara memutar tuas cam lever. Tujuan ditutupnya
drain valve agar saluran keluar air tertutup dari weight tank sehingga air yang
masuk mengisi weight tank. Kemudian buka valve bench maka air akan
mengalir ke weight tank dan kembali ke bench. Siapkan stopwatch untuk
menghitung berapa waktu yang diperlukan hingga tuas terangkat kembali.
Setelah beberapa saat, tuas beban akan terangkat dan beban 7,5 kg langsung
diletakan di tuas tersebut, saat beban tuas terangkat nyalakan stopwatch.
Kemudian tuas beban akan kembali terangkat dan stopwatch dihentikan.
Setelah itu lakukan kalibrasi alat pengukur kedalaman. Tujuan dari
kalibrasi ini adalah untuk mencapai ketelitian pengukuran atau dengan kata
lain untuk memastikan akurasi alat ukur kedalaman tersebut. Pada percobaan
ini harus diukur lebar saluran terbuka. Lalu, ukur kedalaman 8 titik sepanjang
saluran, yaitu 1 titik di posisi sebelum melewati ambang, 3 titik di atas
ambang lebar, 2 titik setelah melewati ambang, dan 2 titik setelah aliran
mengalami kenaikan ketinggian dengan menggunakan alat pengukur
kedalaman yang menggunakan prinsip jangka sorong. Percobaan dilakukan
sebanyak 3 kali variasi debit agar didapatkan hasil yang akurat serta
representatif dengan setiap kali variasi debit dilakukan secara triplo yaitu 3
kali pengukuran waktu. Pengukuran suhu dilakukan sekali lagi pada akhir
percobaan untuk mendapat suhu akhir. Setelah itu matikan hydraulic bench
dan percobaan selesai.
V.2 Analisis Grafik
Berdasarkan data yang sudah diolah dan didapatkan, maka dapat
dibuat analisis grafik sebagai berikut :
V.2.1 Analisis Grafik kedalaman air (y) terhadap jarak antar titik (x)
Berdasarkan data kedalaman air (y) dan jarak antar titik (x)
pada saluran, diperoleh grafik perbandingan sebagai berikut :

Gambar V.1 Grafik y terhadap x

Grafik di atas menunjukkan profil aliran yang terbentuk antara


kedalaman aliran dan jarak antar titik. Dari grafik tersebut, pada titik 1
merupakan titik tertinggi muka air dan aliran masih bersifat subkritis.
Terlihat dari titik 2, 3, dan 4 bahwa terjadi penurunan ketinggian
muka air secara gradual selama aliran air berada di atas ambang.
Penurunan ini juga disertai penurunan nilai energi spesifik. Setelah
melewati ambang, pada titik 5 terlihat tinggi muka air berada pada
titik terendah. Kemudian setelah titik 5, energi spesifik naik dan
terjadi loncatan hidrolis seperti yang terlihat dari titik 6 dan 7
menyebabkan ketinggian muka air naik dan energi terdisipasi sebagai
turbulen karena perubahan dari aliran superkritis menjadi subkritis.
Pada titik 8, aliran sudah dapat dikatakan stabil dan ketinggian air
meningkat karena sudah berada di daerah hilir dan bersifat subkritis.
Karena ketiga variasi memiliki alur yang hampir sama meskipun tetap
menunjukkan perbedaan, maka dapat disimpulkan bahwa aliran yang
digunakan pada percobaan ini sudah seragam.

V.2.2 Analisis Grafik Debit Aktual (Qaktual) terhadap b.(hu3/2)


Berdasarkan data debit aktual (Qaktual) dan debit aktual
(Qaktual) pada saluran, didapat grafik perbandingan sebagai berikut :
Gambar V.2 Grafik Qaktual terhadap b.(hu3/2)

Diperoleh nilai koefisien korelasi (R) dari grafik di atas


sebesar 0,9574. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 99,91% nilai
Qaktual dipengaruhi oleh b.(hu3/2) dan sebesar 0,09% dipengaruhi oleh
faktor lainnya. Dari grafik tersebut diperoleh juga persamaan y =
1,7365x dimana y merepresentasikan nilai Qaktual dan x
merepresentasikan nilai b.(hu3/2), untuk memperoleh nilai Cd aktual
digunakan rumus sebagai berikut :
𝑚 = 1, 705 𝑥 𝐶𝑑
𝑚
𝐶𝑑 = 1,705
1,7365
𝐶𝑑 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 = 1,705
= 1,0185

Berdasarkan literatur (Osman, 2006), nilai Cd literatur untuk


ambang lebar dapat diperoleh dengan suatu persamaan yang untuk
variasi 1, nilai Cd literatur adalah sebagai berikut :

( )
2
𝑣
ℎ𝑢 + 2𝑔
𝐶𝑑𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 = 0, 93 + 0, 1 × 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔

( )
2
(0,0968 𝑚/𝑠)
(0.0232 𝑚) + 2
2 × 9.81 𝑚/𝑠
𝐶𝑑𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 = 0, 93 + 0. 1 × 0,075 𝑚

𝐶𝑑𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 = 0,9612

Galat antara nilai Cd aktual dengan Cd teoritis untuk variasi


debit pertama dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
𝐶𝑑 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 − 𝐶𝑑 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 |
Galat = || 𝐶𝑑 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 | × 100%
0,9612 − 1,0185 |
Galat = || 0,9612 | × 100%
Galat = 5,918%
Untuk variasi kedua dan ketiga dengan cara yang sama
mendapatkan nilai galat sebesar 3,386% dan 1,971%. Nilai galat
termasuk sangat besar dikarenakan oleh adanya kesalahan yang
akan dianalisis pada bagian V.4.

V.2.3 Analisis Grafik y’ terhadap Bilangan Froude (Fr)


Berdasarkan data y’ dan bilangan froude (Fr) pada saluran,
diperoleh grafik perbandingan sebagai berikut :

Gambar V.3 Grafik y’ terhadap Fr


Diperoleh nilai koefisien korelasi (R) dari grafik di atas
sebesar 1. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 100% nilai Qaktual
dipengaruhi oleh b.(hu3/2) dan sebesar 0% dipengaruhi oleh faktor
lainnya. Dari grafik tersebut diperoleh juga persamaan untuk variasi
1, y = 0,016x-0.694 dengan y sebagai y’ dan x sebagai bilangan Froude
(Fr). Galat pada percobaan ini dapat dicari dengan membandingkan
pangkat Fr pada persamaan grafik ketiga variasi dengan pangkat Fr
yang tertulis dalam persamaan :
𝑣 𝑄
𝐹𝑟 = → 𝐹𝑟 =
𝑔𝑦' 𝑏𝑦'× 𝑔𝑦'
3
𝑄
𝑦' 2 =
𝑏× 𝑔×𝐹𝑟
2
2 2
𝑄3 −3 −3
𝑦' = 2 1 × 𝐹𝑟 → 𝑦' ≈ 𝐹𝑟
𝑏 3 ×𝑔 2

Melalui persamaan di atas, dapat dikatakan y ≈ Fr-⅔ sehingga


nilai galat dapat dihitung sebagai berikut :
𝑝𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟−𝑝𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 |
Galat = || 𝑝𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 | × 100%
| (− 2 )−(−0,694) |
Galat = | 3 2 | × 100% = 4,1%
| −3 |
Galat yang diperoleh termasuk sangat kecil yang menandakan
bahwa data percobaan (aktual) akurat terhadap literatur. Adanya nilai
galat dikarenakan adanya kesalahan yang akan dianalisis pada
bagian V.4.

V.2.4 Analisis Grafik y’ terhadap Energi Spesifik (ES)


Berdasarkan data y’ dan Energi Spesifik (ES) pada saluran,
diperoleh grafik perbandingan sebagai berikut :

Gambar V.4 Grafik y’ terhadap ES Variasi 1

Gambar V.5 Grafik y’ terhadap ES Variasi 2

Gambar V.6 Grafik y’ terhadap ES Variasi 3


Pada grafik di atas, diperoleh titik kedalaman kritis aliran
tersebut untuk variasi pertama adalah sebesar 0,017 m. Sedangkan,
dari pengolahan data, diperoleh nilai titik kedalaman kritis dengan
menggunakan rumus sebesar 0,01644 m. Terdapat galat antara nilai
kedalaman kritis aktual dengan teoritis yang perhitungannya dapat
dituliskan sebagai berikut.
| 𝑦 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 − 𝑦𝑐 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 |
Galat = | 𝑐 𝑦 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 | × 100%
| 𝑐 |
0,01644 𝑚 − 0,017 𝑚 |
Galat = || 0,01644 𝑚 | × 100% = 3,65%

Untuk variasi kedua, nilai kedalaman kritis aliran adalah


sebesar 0,025 m. Sedangkan, dari pengolahan data, diperoleh nilai
titik kedalaman kritis dengan menggunakan rumus sebesar 0,02413 m.
Oleh karena itu, galatnya adalah sebagai berikut :
| 𝑦 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 − 𝑦𝑐 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 |
Galat = | 𝑐 𝑦 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 | × 100%
| 𝑐 |
0,02413 𝑚 − 0,025 𝑚 |
Galat = || 0,02413 𝑚 | × 100% = 3,73%

Untuk variasi ketiga, nilai kedalaman kritis aliran adalah


sebesar 0,03 m. Sedangkan, dari pengolahan data, diperoleh nilai titik
kedalaman kritis dengan menggunakan rumus sebesar 0,02925 m.
Oleh karena itu, galatnya adalah sebagai berikut :
| 𝑦 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 − 𝑦𝑐 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 |
Galat = | 𝑐 𝑦 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 | × 100%
| 𝑐 |
0,02925 𝑚 − 0,03 𝑚 |
Galat = || 0,02925 𝑚 | × 100% = 0,26%

Nilai galat pada ketiga variasi sudah termasuk relatif kecil


sehingga sudah cukup akurat.

V.3 Analisis Penurunan Rumus Qteoritis


Persamaan debit teoritis (Qteoritis) untuk ambang tajam dapat
diturunkan dari persamaan kontinuitas adalah sebagai berikut :
𝑄 = 𝐴×𝑣
𝐴 = 𝐿×𝑦
𝑣 = 2×𝑔×ℎ
Nilai A dan v disubstitusikan pada persamaan debit sebagai berikut :

𝑄 = 𝐿×𝑦× 2×𝑔×ℎ
𝑑𝑞 = 𝐶𝑑 × 𝐿 × 𝑦 × 2 × 𝑔 × ℎ
Persamaan di atas diintegralkan agar mendapat koefisien
discharge total di atas ambang, sehingga persamaannya dapat
dituliskan sebagai berikut :
𝐻
𝑄 = ∫ 𝐶𝑑 × 𝐿 × 𝑑ℎ × 2 × 𝑔 × ℎ
0
𝐻 1

𝑄 = 𝐶𝑑 × 𝐿 × 2 × 𝑔 ∫ ℎ 2 𝑑ℎ
0
2 3
𝑄 = 3
× 𝐶𝑑 × 𝐿 × 2 × 𝑔 × ℎ

V.4 Analisis Kesalahan


Dari perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh beberapa galat
yang cukup besar antara nilai yang diperoleh dari percobaan dengan nilai
dari literatur. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya kesalahan yang
terjadi selama percobaan berlangsung, diantaranya adalah kesalahan
sebagai berikut :
1. Kesalahan dalam penggunaan alat ukur kedalaman aliran. Sebelum
menggunakannya untuk mengukur kedalaman aliran, alat tersebut harus
dikalibrasi terlebih dahulu. Selain itu, hanya terdapat 2 alat ukur, sehingga
alat tersebut dipakai bergantian untuk mengukur setiap titik.
2. Kesalahan dalam pengukuran waktu. Pengukuran waktu dimulai saat
lengan hydraulic bench naik dan beban diletakkan. Kenyataannya dalam
percobaan terdapat keterlambatan dalam peletakan beban dan juga
pengukuran waktu. Keterlambatan tersebut akan berpengaruh terhadap
besar debit aktual yang diperoleh.
3. Kesalahan dalam pengukuran temperatur air. Kesalahan dalam
memegang termometer dapat menjadi faktor terjadinya kesalahan ini. Data
temperatur yang tidak akurat akan berpengaruh pada densitas dan
viskositas fluida yang digunakan.
4. Kesalahan praktikan (human error) juga mungkin terjadi yang
menyebabkan adanya kesalahan dan ketidaktelitian dalam membaca angka
yang tercatat pada alat pengukur kedalaman. Hal tersebut dapat
mengakibatkan alat ukur menjadi kurang terkalibrasi sehingga hasil yang
diperoleh tidak terlalu akurat. Hasil yang tidak terlalu akurat tersebut akan
berpengaruh terhadap besar luas penampang, kemiringan, serta jari-jari
hidrolis saluran yang diperoleh saat perhitungan.

VI. ANALISIS B
Sistem aliran di atas ambang tajam merupakan salah satu dari
alat-alat yang memiliki hubungan erat dengan bidang Teknik Lingkungan.
Berikut merupakan beberapa contoh penerapan yang dapat dilakukan di
dalam keilmuan Teknik Lingkungan :

VI.1 Aliran Limpasan Bendungan


Ambang tajam berfungsi untuk meredam energi dibawah pelimpah,
waduk, dan pintu sehingga penggerusan yang tidak diharapkan di hilir
saluran dapat dihindari. Sistemnya kenaikan muka air di hilir berfungsi
untuk menyediakan tinggi tekan yang dapat menambah berat air pada
lantai lindung untuk menetralkan tekan angkat dan mengurangi ketebalan
lantai lindung.

Gambar VI.1 Limpasan Air Waduk Saguling


(Sumber : www.koran-gala.id, 2022)
VI.2 Aerasi Limbah Industri
Proses aerasi limbah industri merupakan proses memakai prinsip
ambang tajam dengan penambahan udara atau oksigen yang terlarut di
dalam air dengan tujuan agar memudahkan proses pengolahan limbah,
terutama yang memanfaatkan bakteri aerob dalam proses pengolahannya.
Penambahan oksigen dapat dilakukan dengan mengalirkan air dan udara
pada suatu wadah. Proses aerasi juga dapat dilakukan dengan memberikan
gelembung halus udara dan membiarkannya naik melalui air, sehingga
konsentrasi oksigen di air dapat meningkat.

Gambar VI.2 Aerasi Limbah Industri


( Sumber : www.istockphoto.com, 2018)

VII. KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum modul 04 “Aliran di Atas Ambang
Lebar dan Ambang Tajam” untuk ambang lebar ini adalah :
VII.1 Nilai Debit aktual (Qaktual) yang diperoleh pada percobaan ini untuk
masing- masing variasi debit dapat dilihat pada Tabel IV.2.
VII.2 Nilai koefisien discharge (Cd), energi spesifik (ES), kedalaman
kritis (Yc), dan bilangan Froude (Fr) dari ambang lebar dapat dilihat pada
Tabel IV.1 dan Tabel IV.2
VII.3 Hubungan dari tinggi muka air di atas ambang terhadap debit air
yang melimpah berbanding lurus.
VII.4 Faktor bentuk ambang terhadap tingkat efektivitas penyaluran debit
dapat terlihat dari nilai koefisien discharge rata-rata dari ketiga variasi
yang mendekati angka 1, sehingga bentuk ambang tajam dinilai efektif
untuk aliran dengan debit yang besar..
VII.5 Profil aliran ambang tajam saluran dapat dilihat pada Gambar V.1.

VIII. DAFTAR PUSAKA


Eka Putra, I., Sulaiman, S., & Galsha, A. (2017). Analisa Rugi Aliran
(Headlosses) pada Belokan pipa PVC. Pengembangan
Insfrastruktur dan Technopreneurship Untuk Meningkatkan Daya
Saing Bangsa. https://doi.org/10.21063/pimimd4.2017.34-39
Engineering ToolBox, (2003). Water – Dynamic (Absolute) and Kinematic
Viscosity. [online] Available at : https://www.engineeringtoolbox.co
m/water-dynamic-kinematic-viscosityd_596.html
Engineering ToolBox, (2003). Water-Density, Specific Weight and
Thermal Expansion Coefficient. [online] Available at:
https://www.engineeringtoolbox.com
Giles, Ranald V. 1996. Seri Buku Schaum, Mekanika Fluida dan
Hidraulika. Jakarta : Erlangga.
Tim Praktikum Mekanika Fluida TL 2201. 2023. Modul Praktikum
Mekanika Fluida II. Bandung: Program Teknik Lingkungan ITB

IX. LAMPIRAN

Gambar IX.1 Gambar Spreasheet Data Awal dan Akhir Ambang Lebar

Gambar IX.2 Gambar Spreasheet Data Awal dan Akhir Ambang Tajam

Gambar IX.3 Gambar Excel Data Grafik

Anda mungkin juga menyukai