Anda di halaman 1dari 27

UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTIKUM UNIT OPERASI PROSES I


Modul: Fluidisasi

Kelompok 11 – JB

Alicia Elke Christianti 1806199751

Aqila Luthfiana Sarastya 1706038576

Fathiyah Aulia Darmawan 1806148435

Patresia Suryawinata Nagara 1806199556

Tasya Justina Simtana 1806199493

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
NOVEMBER 2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB 1 PROSEDUR PERCOBAAN ...................................................................... 1

1.1. Tujuan Praktikum ..................................................................................... 1

1.2. Alat dan Bahan ......................................................................................... 1

1.2.1. Alat .................................................................................................... 1

1.2.2. Bahan................................................................................................. 2

1.3. Prosedur Percobaan .................................................................................. 2

1.3.1. Tahap Preparasi ................................................................................. 2

1.3.2. Percobaan 1 ....................................................................................... 2

1.3.3. Percobaan 2 ....................................................................................... 3

BAB 2 HASIL PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA ............................. 4

2.1. Hasil Percobaan ........................................................................................ 4

2.1.1. Percobaan 1 ....................................................................................... 4

2.1.2. Percobaan 2 ....................................................................................... 5

2.2. Pengolahan Data ....................................................................................... 5

2.2.1. Percobaan 1 ....................................................................................... 5

2.2.2. Percobaan 2 ....................................................................................... 6

BAB 3 ANALISIS PERCOBAAN ....................................................................... 11

3.1. Percobaan 1 ............................................................................................ 11

3.2. Percobaan 2 ............................................................................................ 16

3.3. Aplikasi Fluidisasi di Industri ................................................................ 21

BAB 4 KESIMPULAN ......................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24

ii
BAB 1
PROSEDUR PERCOBAAN

1.1. Tujuan Praktikum


• Tujuan umum: memahami apa itu fluidisasi dan perbedaannya dengan bed
terfluidisasi dan fixed bed.
• Percobaan 1: memahami korelasi antara tinggi tempat tidur (unggun),
penurunan tekanan, dan kecepatan udara.
• Percobaan 2: memahami korelasi antara kecepatan udara dan koefisien
perpindahan panas.

1.2. Alat dan Bahan


1.2.1. Alat
• Thermocouple.
• Pemanas unggun (heater) dengan luas permukaan = 16 cm2 dan diameter ×
panjang = 12,7 × 37 mm.
• Bed terfluidisasi.
• Bed chamber dengan diameter × tinggi = 105 × 220 mm dan luas
penampang 8.66 x 10-3 m.
• Manometer.
• Flowmeter.

Gambar 1. 1 Skema Peralatan Percobaan Fluidisasi

1
(sumber: Modul Praktikum UOP I [1, p. 51])

Gambar 2.2 Bed Chamber


(sumber: Modul Praktikum UOP I [1, p. 52])

1.2.2. Bahan
• Udara (densitas= 1,2 kg/m3).
• Bed particle (berupa leburan alumina) dengan bed density = 3770 kg/m3.

Tabel 1.1 Ukuran Partikel dan Pour Density Partikel


Ukuran Grit 54 80 100
Ukuran partikel rata-rata (mm) 320 177 125
Ukuran partikel minimum (mm) 460 274 194
Ukuran partikel maksimum (mm) 460 274 194
Pour density (kg/m3) 1720 1620 1560
(sumber: Modul Praktikum UOP I [1, p. 52])

1.3. Prosedur Percobaan


1.3.1. Tahap Preparasi
1. Menyalakan bed chamber dan thermocouple.
2. Menyalakan kompresor udara.
1.3.2. Percobaan 1
1. Mengukur tinggi awal unggun.
2. Memutar knop pada flowmeter dan menyesuaikan kecepatan aliran fluida.
Menunggu hingga aliran udara stabil.

2
3. Mencatat perubahan tekanan pada unggun.
4. Mengukur tinggi akhir unggun.
5. Mengulangi langkah 1 – 4 dengan variasi laju alir 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1;
1,2; 1,4; 1,6; dan 1,7 L/s secara berurutan. Kemudian mengulangi langkah
dengan urutan sebaliknya (1,7 hingga 0 L/s).
1.3.3. Percobaan 2
1. Mengukur suhu udara (T3).
2. Memastikan pemanas dan thermocouple berada di dalam bed (posisi 1).
3. Mengubah suhu pemanas sesuai yang diinginkan (T1). Menunggu hingga
temperatur aktual mencapai nilai yang diinginkan.
4. Memutar knop pada flowmeter dan menyesuaikan kecepatan aliran udara.
5. Menunggu (sekitar 2 menit) dan membaca suhu thermocouple (T2).
6. Mengulangi langkah sesuai variasi data yang diberikan dummy, yaitu laju
alir (0,6; 1; dan 1,4 L/s), suhu pemanas (80 dan 120oC), dan posisi batang
pemanas yang ditentukan.

3
BAB 2
HASIL PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA

2.1. Hasil Percobaan


2.1.1. Percobaan 1
Tabel 2. 1 Data Increasing Flow Rate

Q h ΔP
(L/s) (cm) (cmH2O)
0 4.5 0
0.2 4.5 0.1
0.4 4.5 0.4
0.6 4.7 0.7
0.8 8 0.7
1 10 0.8
1.2 12 0.8
1.4 13 0.9
1.6 16 0.9
1.7 18 0.9

Tabel 2. 2 Data Decreasing Flow Rate

Q h ΔP
(L/s) (cm) (cmH2O)
1.7 18 0.9
1.6 17 0.6
1.4 16 0.6
1.2 15 0.5
1 13 0.5
0.8 11 0.4
0.6 7 0.4
0.4 4.8 0.3
0.2 4.6 0.1
0 4.5 0

4
2.1.2. Percobaan 2
Tabel 2. 3 Data Pengamatan Percobaan 2

Theater Q Suhu bed


(°C) (L/s) (°C)
0.6 30.2
80 1 43
1.4 43.9
0.6 37
120 1 48
1.4 52

2.2. Pengolahan Data


Untuk mengetahui pengaruh perubahan laju alir udara (Q) terhadap tinggi
unggun (h) pada proses fluidisasi, maka data laju alir udara dan tinggi unggun yang
diperoleh dari percobaan di plot ke dalam sebuah grafik.
2.2.1. Percobaan 1

Q vs h percobaan 1
20
18
16
14
12
h (cm)

10
increasing Q
8
Decreasing Q
6
4
2
0
0 0.5 1 1.5 2
Q (L/s)

Gambar 2. 1 Grafik Hubungan Laju Alir (Q) dengan Tinggi Unggun (h)

Selain perubahan ketinggian unggun, perubahan laju alir juga mempengaruhi


perubahan pada pressure drop. Untuk mengetahui pengaruh perubahan laju alir

5
udara (Q) terhadap perubahan tekanan (∆P) pada proses fluidisasi, maka data laju
alir udara dan perubahan tekanan yang diperoleh dari percobaan di plot ke dalam
sebuah grafik.

Q vs ∆P Percobaan 1
1
0.9
0.8
0.7
∆P (cmH2O)

0.6
0.5
increasing Q
0.4
0.3 decreasing Q
0.2
0.1
0
0 0.5 1 1.5 2
Q (L/s)

Gambar 2. 2 Grafik Hubungan Laju Alir (Q) dengan Perubahan Tekanan (ΔP)

2.2.2. Percobaan 2
Terdapat beberapa tahap untuk mengetahui korelasi antara laju alir udara
dengan koefisien perpindahan kalor (h) pada fluidized bed. Berikut adalah tahapan
perhitunganya.
• Mencari cp udara,
Untuk mengetahui nilai kapasitas panas spesifik dari udara yang
digunakan, maka perlu diketahui nilai kapasitas panas molar yang dapat
dihitung dengan persamaan berikut.
𝐶𝑝 = 𝑎 + 𝑏(𝑇) + 𝑐(𝑇)2 + 𝑑(𝑇)3
dimana, T adalah suhu udara (°C) dan 𝐶𝑝 adalah kapasitas panas molar
(J/gmol.°C). Nilai konstanta a, b, c, d untuk udara adalah seperti pada tabel
berikut.
Tabel 2. 4 Konstanta Kapasitas Panas Udara

Senyawa MW a b.102 c.105 d.109

Udara 29.0 28.94 0.1965 0.3191 -1.965

(sumber: Himmelblau, 2004)

6
Setelah itu, untuk mengetahui bilangan Prandtl maka dibutuhkan
nilai kapasitas panas spesifik dengan satuan J/kg.°C. Nilai kapasitas panas
molar harus dikonversi terlebih dahulu menjadi kapasitas panas spesifik.
𝐶𝑝
𝑐𝑝 =
𝑀𝑊
• Mencari nilai Bilangan Prandtl (Pr)
Setelah kapasitas panas spesifik diketahui, selanjutnya bilangan
Prandtl dapat dihitung dengan persamaan berikut.
𝑣 𝜇 ⁄𝜌 𝜇. 𝑐𝑝
𝑃𝑟 = = =
∝ 𝑘⁄(𝐶𝑝 /𝜌) 𝑘
dimana
𝜇 : viskositas dinamik udara (kg/m.s)
𝑘 : konduktivitas termal udara (W/m.°C)
𝑐𝑝 : kapasitas panas spesifik udara (J/kg.°C)
Nilai viskositas dinamik dan konduktivitas termal udara merupakan
fungsi dari suhu.
• Mencari nilai Bilangan Reynold (𝑅𝑒)
Bilangan Reynold dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut.
𝜌. 𝑣. 𝑑
𝑅𝑒 =
𝜇
dimana
𝜌 : densitas udara (kg/m3)
𝑣 : kecepatan udara (m/s)
𝑑 : diameter chamber (m)
𝜇 : viskositas dinamik udara (kg/m.s)
Densitas udara yang digunakan adalah 1,2 kg/m3 dan diameter
chambernya adalah 105 mm. Nilai kecepatan udara dapat dicari
menggunakan persamaan berikut.
𝑄
𝑣=
𝐴𝑏𝑒𝑑
dimana

7
𝑄 : laju alir udara (m3/s)
𝐴𝑏𝑒𝑑 : luas penampang bed (m2)
Dengan diameter chamber sebesar 105 mm, maka luas
penampangnya adalah 0,00866 m2.
• Mencari nilai Bilangan Nusselt (Nu)
Setelah itu, bilangan Nusselt dicari dengan persamaan berikut.
3⁄ 1
𝑁𝑢 = 0,0395𝑅𝑒 4 𝑃𝑟 ⁄3

dimana nilai Re dan Pr yang digunakan adalah nilai yang telah dihitung
sebelumnya.
• Mencari nilai koefisien perpindahan kalor (h)
Nilai koefisien perpindahan kalor dapat dihitung dengan persamaan
berikut.
ℎ. 𝑑
𝑁𝑢 =
𝑘
sehingga
𝑁𝑢. 𝑘
ℎ=
𝑑
Berikut adalah hasil pengolahan data dari Percobaan 2.

8
Tabel 2. 5 Pengolahan Data Kapasitas Panas Spesifik

Suhu
Theater Q Q Cp cp µ k v h
bed Pr Re Nu
(°C) (L/s) (m3/s) (J/gmol°C) (J/kg°C) (kg/m.s) (W/m°C) (m/s) (W/m°C)
(°C)
0.6 0.0006 30.2 29.0680956 1002.348124 0.00001861 0.02663 0.700476853 0.069284065 469.0914641 3.535939614 0.8967816
80 1 0.001 43 29.12406493 1004.278101 0.00001921 0.02757 0.699752714 0.115473441 757.3999781 5.062976663 1.329393
1.4 0.0014 43.9 29.12803678 1004.415061 0.00001925 0.02764 0.699529303 0.161662818 1058.156624 6.505462818 1.7124856
0.6 0.0006 37 29.09770795 1003.36924 0.00001893 0.02731 0.695488089 0.069284065 461.1617616 3.482707183 0.9058356
120 1 0.001 48 29.14619075 1005.04106 0.00001944 0.02794 0.699284116 0.115473441 748.4389701 5.016863421 1.3349635
1.4 0.0014 52 29.16399617 1005.65504 0.00001963 0.02823 0.699291833 0.161662818 1037.672695 6.410056726 1.7233895
(sumber (nilai μ, Pr, dan k): Engineering Toolbox, n.d.)

9
Setelah didapatkan nilai koefisien perpindahan kalor untuk masing-masing
variasi suhu dan laju alir, maka hubungan antara laju alir dengan koefisien
perpindahan panas dapat diketahui dengan membuat grafik. Berikut adalah grafik
hubungan antara laju alir udara denggan koefisien perpindahan panas dalam
fluidized bed.

Hubungan Laju Alir dengan


Koefisien Perpindahan Panas
1.8
1.7
1.6
1.5
h (W/m.°C)

1.4
1.3
1.2
1.1
1
0.9
0.8
0.55 0.65 0.75 0.85 0.95 1.05 1.15 1.25 1.35 1.45
Q (L/s)

T heater = 80°C T heater = 120°C

Gambar 2. 3 Grafik Hubungan Laju Alir (Q) dengan Koefisien Perpindahan Panas (h)

Hubungan Kecepatan Superfisial dengan


Koefisien Perpindahan Panas
1.8
1.7
1.6
1.5
h (W/m.°C)

1.4
1.3
1.2
1.1
1
0.9
0.8
0.065 0.075 0.085 0.095 0.105 0.115 0.125 0.135 0.145 0.155 0.165
v (m/s)

T heater = 80°C T heater = 120°C

Gambar 2.4. Grafik Hubungan Kecepatan Superfisial (v) dengan Koefisien Perpindahan Panas (h)

10
BAB 3
ANALISIS PERCOBAAN

3.1. Percobaan 1
• Analisis Percobaan, Alat, dan Bahan
Percobaan fluidisasi diawali dengan tahapan preparasi yaitu menyalakan bed
chamber yang berfungsi untuk mengukur ketinggian unggun pada saat terjadi
fluidisasi serta thermocouple yang berfungsi untuk mengukur suhu melalui dua
jenis logam konduktor yang mana pada kasus ini merupakan chamber dan suhu
unggun. Pada percobaan ini, unggun yang digunakan merupakan padatan alumina
(Al2O3) sementara fluida yang dialirkan ke dalam chamber adalah udara. Percobaan
fluidisasi bagian pertama memiliki tujuan untuk memahami korelasi antara tinggi
tempat tidur (unggun), penurunan tekanan, dan kecepatan udara. Variabel yang
diukur adalah perubahan ketinggian unggun dan pressure drop (P1 dan P2) yang
terjadi saat unggun dialiri dengan laju alir udara yang berbeda-beda. Laju alir
superfisial udara adalah kecepatan udara yang mengalir pada saat tabung kosong.
Laju alir udara yang dicatat dapat dikatakan sebagai laju alir superfisial udara
karena laju alir udara tersebut diukur pada saat sebelum udara mengalir pada tabung
yang berisi unggun, yaitu pada tabung kosong pengukur laju alir. Melalui data-data
tersebut, maka dapat dilihat hubungan perilaku unggun dengan kecepatan
superfisial. Preparasi kemudian dilanjutkan dengan menyalakan kompresor udara
yang berfungsi untuk mengalirkan udara ke Fluid Bed Heat Transfer Unit.
Percobaan pertama dilakukan dengan mengukur tinggi awal unggun dengan
mengalirkan udara hingga kecepatan maksimum kemudian diturunkan. Tahap ini
dilakukan agar partikel yang tadinya rapat dan memiliki gaya kohesi partikel yang
besar dapat saling berpisah karena laju alir yang besar akan memberikan gaya seret
yang besar sehingga gaya kohesi partikel tersebut dapat dihilangkan serta untuk
menghilangkan tetesan air dalam tabung aliran udara. Selanjutnya, dialirkan
kecepatan fluida dengan dua variasi berbeda yaitu increasing flow rate dimana laju
alir udara diberikan dengan kondisi kenaikkan laju alir dari nol hingga maksimum
pada 1,7 kemudian dilanjutkan dengan decreasing flow rate yaitu kondisi
penurunan laju alir dari 1,7 hingga minimum pada nol. Variasi data laju alir udara

11
diperlukan untuk melihat perubahan yang terjadi antara ketinggian unggun dan nilai
penurunan tekanan (pressure drop).
• Analisis Hasil
Melalui data yang diperoleh dapat dilihat bahwa ketinggian unggun tidak
mengalami perubahan (tidak terfluidisasi) hingga pada titik kecepatan tertentu. Hal
ini disebabkan karena gaya dorong udara jauh lebih kecil daripada gaya berat
partikel unggun. Jika kecepatan superfisial dinaikkan, maka pada suatu saat gaya
seret fluida menyebabkan unggun mengembang dan menyebabkan tahanan
terhadap aliran udara mengecil, sampai akhirnya gaya seret tersebut cukup untuk
mendukung gaya berat partikel unggun. Pada saat ini terjadi keseimbangan antara
gaya dorong udara dengan berat efektif partikel – partikel unggun. Pada keadaan
ini partikel–partikel unggun tepat akan bergerak dan kecepatan aliran udaranya
disebut kecepatan minimum fluidisasi. Jika kecepatan gas di atas kecepatan
minimum fluidisasi, bed akan mulai membentuk gelembung gas (bubbling).
Kondisi ini disebut aggregative fluidization dan rongga–rongga seperti gelembung
uap akan membangkitkan sirkulasi unggun. Hal ini disebabkan oleh adanya
pergerakan partikel–partikel unggun karena gaya dorong udara pada kondisi
tersebut dapat melampaui besarnya gaya berat partikel unggun.
Selanjutnya, dapat kita lihat juga bahwa pada titik tertentu pressure drop tidak
mengalami kenaikan lagi. Hal ini dikarenakan pressure drop pada saat kondisi
fluidisasi sudah mencapai titik sempurna di mana nilai pressure drop sudah konstan
walaupun laju alir superfisial udara diperbesar. Begitu juga berlaku sebaliknya.

12
• Analisis Perhitungan dan Grafik

Q vs h percobaan 1
20
18
16
14
12
h (cm)

10
increasing Q
8
Decreasing Q
6
4
2
0
0 0.5 1 1.5 2
Q (L/s)

Gambar 3.4 Grafik Hubungan Laju Alir (Q) dengan Tinggi Unggun (h)

Berdasarkan plot grafik Q vs h dapat dilihat bahwa variasi kondisi laju alir udara
baik dengan dilakukan penurunan dan kenaikan laju alir menunjukkan pengaruh
yang relatif sama terhadap perubahan ketinggian unggun. Pengaruh akibat
penurunan maupun kenaikan laju alir penurunannya cukup stabil, dimana semakin
besar laju alir udara (Q) semakin tinggi pula ketinggian unggunnya. Hal ini sesuai
dengan tinjauan teoritis, di mana ketinggian unggun hanya dipengaruhi besarnya
laju alir udara yang dialirkan ke dalam unggun dan tidak dipengaruhi oleh
bagaimana udara dialirkan baik itu diturunkan dari kondisi laju alir yang tinggi
maupun dinaikkan dari kondisi laju alir yang rendah.
Pada laju alir udara sebesar 0 L/sekon hingga 0.4 L/sekon, kondisi bed berada
pada kondisi packed bed (bed tetap) di mana secara teori tidak ada perubahan
ketinggian unggun dan bersifat konstan baik pada kondisi kenaikan maupun
penurunan laju alir udara. Kondisi packed bed pada laju aliran udara yang rendah,
gaya yang disebabkan oleh aliran udara tidak mampu mengangkat gaya tahan
partikel (gaya gravitasi) sehingga ketinggian bed tetap. Hal ini secara teoritis
disebabkan karena pada laju alir udara yang kecil, gaya seret dari fluida terhadap
partikel kecil sehingga tidak bisa mengimbangi gaya berat partikel serta gaya antar

13
partikel yang menyebabkan partikel berada dalam kondisi tetap. Selain itu, semakin
kecil laju alir fluida maka semakin kecil bilangan Reynold dan nilai faktor friksi
semakin besar. Semakin besar faktor friksi, maka hambatan gerak partikel semakin
besar dan partikel cenderung kaku sehingga ketinggian bed menjadi tetap.
Pada saat udara dialirkan dengan laju alir di atas 0.4 L/sekon, terlihat sifat khas
dari unggun terfluidisasi yaitu ketinggian unggun bertambah karena laju alir udara
yang lebih besar akan memberikan gaya seret yang lebih besar. Akibat dari gaya
seret dari fluida yang semakin meningkat dan tahanan partikel tetap maka partikel
akan terseret atau terdorong lebih jauh ke atas jika laju alir udara semakin
ditingkatkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kecepatan fluidisasi minimum
pada percobaan ini adalah 0.6 L/sekon.

Q vs ∆P Percobaan 1
1
0.9
0.8
0.7
∆P (cmH2O)

0.6
0.5
increasing Q
0.4
0.3 decreasing Q
0.2
0.1
0
0 0.5 1 1.5 2
Q (L/s)

Gambar 3.5 Grafik Hubungan Laju Alir (Q) dengan Perubahan Tekanan (ΔP)

Berdasarkan plot grafik Q vs ∆P dapat dilihat bahwa pressure drop terus naik
seiring dengan naiknya laju alir udara, bahkan setelah bed terfluidisasi. Secara
teoritis, pressure drop akan terus naik seiring dengan kenaikan laju alir udara.
Namun, setelah kecepatan minimum fluidisasi tercapai atau dalam kata lain bed
telah terfluidisasi, hambatan yang dialami fluida pada setiap titik dalam bed akan
menjadi sama dan pressure drop akan menjadi konstan. Begitu pula saat laju alir
udara diturunkan, pressure drop akan konstan hingga mencapai titik kecepatan

14
minimum fluidisasi. Setelah melewati titik tersebut, pressure drop akan turun
seiring dengan penurunan laju alir udara yang diberikan.
Pada saat laju alir udara sebesar 0.2 – 1.2 L/sekon, bed menunjukkan perilaku
mengalami peningkatan pressure drop. Hal ini disebabkan gaya seret dari fluida
terhadap partikel akan meningkat seiring meningkatnya laju alir fluida. Gaya seret
yang semakin besar akan menimbulkan penurunan tekanan yang semakin besar di
sepanjang bed. Aliran udara pada keadaan tersebut menunjukkan laju alir yang
semakin besar namun viskositas alirannya semakin kecil terhadap partikel unggun,
sehingga pressure drop-nya juga semakin besar. Hal ini juga didukung dengan
semakin besarnya udara yang mengalir, semakin banyak pula partikel unggun yang
bergerak ke atas sehingga laju alir udara di dalam tabung akan banyak dipengaruhi
oleh partikel unggun (ruang udara di dalam tabung semakin sempit dan kontak
udara dengan bed semakin meningkat dan pada akhirnya mempengaruhi besarnya
gaya seret dari fluida terhadap partikel padatan). Pada saat bed dialiri laju alir udara
sebesar itu, maka dikatakan bahwa aliran udara yang mengalir ke dalam bed
termasuk dalam aliran laminar sehingga dapat dihubungkan dengan persamaan
untuk bed berisi partikel:
∆𝑃 𝐷𝑝2 𝜀3
𝑈=
𝐿 72𝜇 (1 − 𝜀)2
di mana dapat terlihat bahwa laju alir superfisial udara (Q) atau pada persamaan
diatas dilambangkan dengan simbol (U) berbanding lurus dengan pressure drop.
Semakin besar laju alir udara, dengan tetapnya luas permukaan, maka pressure drop
(∆P) yang dihasilkan pun semakin besar pada aliran udara yang kecil.
Pada laju alir di atas 1.2 L/sekon, menunjukkan bahwa nilai pressure drop
cenderung konstan. Hal ini disebabkan karena gaya seret udara terhadap partikel-
partikel padatan sudah cukup atau sudah mampu mengimbangi gaya berat partikel.
Kondisi ini merupakan fenomena yang khas dari bed terfluidisasi. Pada kondisi bed
terfluidisasi, porositas bed semakin besar seiring dengan kenaikan laju alir udara.
Namun, untuk mengimbangi peningkatan laju alir udara, maka nilai pressure drop
menjadi relatif konstan. Dengan kata lain, pada bed terfluidisasi, porositas bed
semakin menurun seiring meningkatnya laju alir udara namun nilai pressure drop

15
akan menjadi lebih konstan sehingga peningkatan laju alir hanya akan
mempengaruhi penurunan porositasnya saja.
Pada grafik ditunjukkan bahwa nilai pressure drop maksimum sistem pada
kondisi laju alir udara dinaikkan dicapai pada laju alir udara sebesar 1.2 L/s di mana
laju alir tersebut merupakan batas antara daerah kondisi fixed bed dengan kondisi
fluidized bed.
• Analisis Kesalahan
Dalam percobaan ini, terdapat beberapa faktor yang mampu menyebabkan
kesalahan dapat terjadi. Faktor pertama adalah gangguan pada alat percobaan,
contohnya adalah pada kompresor yang memompakan udara masuk ke dalam
rangkaian yang membuat aliran udara menjadi tidak stabil dan mengakibatkan
proses fluidisasi menjadi kurang sempurna dan kurang stabil. Faktor kedua adalah
kesalahan paralaks yang terjadi ketika praktikan melakukan pembacaan terhadap
alat pengukur ketinggian unggun, di mana unggun yang terjadi tidak stabil dan
berlangsung secara cepat sehingga pembacaan alat pengukur pun menjadi kurang
tepat sehingga data yang diperoleh pun menjadi kurang tepat.

3.2. Percobaan 2
• Analisis Percobaan, Alat, dan Bahan
Percobaan kedua memiliki tujuan untuk mengetahui korelasi antara kecepatan
superfisial terhadap koefisien transfer panas. Pada percobaan ini, udara dipanaskan
menggunakan pemanas hingga suhu udara stabil (mencapai suhu yang diinginkan,
sama dengan suhu heater) untuk memvariasikan laju alir panas yang akan
tersampaikan ke partikel-partikel padat. Terdapat dua variasi suhu udara yang
digunakan, yakni 80 oC dan 120 oC. Setelah udara menjadi stabil, udara dialirkan
ke dalam bed chamber untuk memfluidisasikan partikel. Terdapat tiga variasi laju
volumeterik udara, yakni 0,6 L/s; 1 L/s; dan 1,4 L/s. Variasi laju alir udara bertujuan
untuk memodifikasi variable bebas yang akan diamati, yakni kecepatan superfisial,
sementara variasi suhu udara bertujuan untuk memvariasikan jumlah panas
maksimum yang mungkin diterima oleh partikel terfluidisasi.
Variabel bebas yaitu kecepatan superfisial adalah laju alir udara apabila udara
mengalir dalam chamber kosong (tak berisi bed) sehingga dapat diperoleh dengan

16
cara membagi laju alir volumetrik udara dengan luas permukaan seluruh chamber
bed.
𝑄
𝑢𝑐 = 𝑣 =
𝐴𝑐
Variabel terikat, yakni koefisien transfer panas dapat diamati melalui suhu yang
dihitung berdasarkan hasil pengukuran suhu udara yang telah mengalir pada bed.
Suhu tersebut diukur menggunakan thermocouple, suatu alat pengukur suhu yang
memiliki ujung kawat yang digunakan untuk mengukur suhu. Umumnya,
thermocouple memiliki dua ujung kawat. Ujung kawat pertama dihubungkan ke
suatu titik yang tidak diketahui suhunya sementara ujung kedua dihubungkan ke
titik yang suhunya diketahui sebagai referensi.
• Analisis Hasil
Melalui data pengukuran suhu bed yang diperoleh, dapat dilihat bahwa seiring
dengan meningkatnya laju alir volumetrik udara, suhu bed juga mengalami
peningkatan. Karena luas area chamber bed bernilai tetap, kecepatan superfisial
udara berbanding lurus dengan laju alir volumetrik. Pengamatan singkat ini
menunjukkan bahwa dengan meningkatnya kecepatan superfisial, persebaran panas
dapat terjadi lebih mudah dan merata. Hal ini dapat terjadi karena partikel unggun
tersirkulasi oleh udara yang mendorongnya naik dan luas permukaan yang terpapar
oleh udara panas yang mengalir lebih besar.
• Analisis Perhitungan dan Grafik
Untuk menghitung koefisien perpindahan panas, diperlukan bilangan Nusselt,
yakni rasio antara laju perpindahan panas secara konvektif dan konduktif.
Perhitungan bilangan Nusselt dapat dihitung menggunakan persamaan yang
merupakan fungsi dari bilangan Reynolds dan bilangan Prandtl. Persamaan tersebut
diperoleh dari eksperimen yang dilakukan dalam kondisi yang bervariasi,
bergantung terhadap jenis aliran (aliran paksa atau alami), lokasi aliran (eksternal
atau internal), dan target transfer panas. Pada percobaan ini, udara dialirkan
menggunakan bantuan pompa dalam suatu ruang di dalamnya terdapat partikel-
partikel yang merupakan target transfer panas sehingga untuk menghitung bilangan
Nusselt dapat digunakan persamaan untuk aliran paksa eksternal dengan target
transfer panas bidang bola, tetapi akan lebih baik untuk menggunakan persamaaan

17
untuk fluidized bed langsung. Persamaan bilangan Nusselt sebagai fungsi bilangan
Reynolds dan bilangan Prandtl dan sebagai rasio laju perpindahan panas yang
digunakan dalam percobaan ini ditunjukkan dalam persamaan berikut.
3⁄ 1⁄ ℎ𝑑
𝑁𝑢 = 0,0395 𝑅𝑒 4 𝑃𝑟 3 =
𝑘
Bilangan Reynolds dan bilangan Prandtl merupakan dua bilangan yang secara
tidak langsung dipengaruhi oleh suhu. Bilangan Reynolds merupakan rasio gaya
inersia dengan gaya viscous yang berlaku pada suatu fluida. Bilangan Reynolds
dinyatakan dalam persamaan berikut.
𝜌. 𝑣. 𝑑
𝑅𝑒 =
𝜇
Dalam persamaan bilangan Reynolds, terdapat dua variable yang merupakan fungsi
dari suhu, yakni densitas (ρ) dan viskositas (μ). Seiring dengan meningkatnya suhu
udara, partikel-partikel udara mengalami peningkatan energi kinetik yang
menyebabkan molekul bergerak semakin cepat dan bertumbukan semakin sering
sehingga jarak antarpartikel menjadi semakin jauh dan densitas mengalami
penurunan. Tumbukan yang terjadi semakin cepat juga menyebabkan transfer
momentum semakin cepat sehingga akhirnya aliran udara mengalami perhambatan
(peningkatan viskositas). Densitas dapat diasumsukan tetap; dihitung menggunakan
berbagai persamaan equation of state, seperti persamaan Redlich-Kwong berikut
dengan mengasumsikan komposisi nitrogen:oksigen = 78:21; atau dapat dicari
nilainya dalam berbagai tabel literatur. Tc dan Pc merupakan suhu dan tekanan
kritis.
𝑃 𝑀𝑊 3 𝑃 𝑀𝑊 2 𝑃 𝑀𝑊
( ) −( ) + (𝐴 − 𝐵 2 − 𝐵) ( ) − 𝐴𝐵 = 0
𝜌𝑅𝑇 𝜌𝑅𝑇 𝜌𝑅𝑇
2 0.0867𝑅 𝑇𝑐
0.4278 𝑅 2 𝑇𝐶 2.5 𝑃 ∑ (𝑥𝑖 )𝑃
𝑃𝑐
𝐴 = [∑ (𝑥𝑖 √ )] ;𝐵=
𝑃𝑐 (𝑅𝑇)2 𝑅𝑇

Sementara itu, viskositas udara dapat dicari menggunakan persamaan Sutherland


berikut atau dicari nilainya dalam berbagai tabel literatur.
3
(1.458 ∗ 10−6 )𝑇 2
𝜇=
𝑇 + 110.4

18
Bilangan Prandtl merupakan rasio transfer momentum dengan transfer panas
secara difusif (konduksi). Bilangan Prandtl dinyatakan dalam persamaan berikut.
𝜇. 𝑐𝑝
𝑃𝑟 =
𝑘
Ketiga variable dalam persamaan bilangan Prandtl merupakan fungsi dari suhu.
Hubungan antara viskositas dengan suhu telah dinyatakan sebelumnya. Sama
seperti viskositas, konduktivitas termal dan kapasitas kalor udara juga mengalami
peningkatan seiring dengan meningkatnya suhu karena frekuensi tumbukan gas
meningkat ketika suhu meningkat. Konduktivitas termal dapat dihitung
menggunakan persamaan atau dicari melalui plot atau tabel yang tersedia di
berbagai literatur, begitu juga dengan kapasitas kalor yang dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan kubik maupun melalui berbagai tabel yang tersedia di
berbagai literatur.
𝐶𝑝 = 𝑎 + 𝑏(𝑇) + 𝑐(𝑇)2 + 𝑑(𝑇)3
Setelah perhitungan dilakukan, hasil koefisien perpindahan panas (h) diplot ke
dalam grafik kecepatan superfisial (v) vs koefisien perpindahan panas (h). Dalam
grafik tersebut, dapat dilihat bahwa grafik untuk suhu 80oC dan 120oC berimpitan.
Hal ini berarti suhu udara dalam percobaan ini tidak begitu memiliki pengaruh yang
signifikan jika dibandingkan dengan kecepatan superfisial. Berdasarkan
kecenderungan garis pada grafik, dapat dilihat bahwa kecepatan superfisial
berbanding lurus dengan koefisien perpindahan panas. Hal ini sesuai dengan
persamaan Dow dan Jacob berikut.
0.17 0.25
ℎ𝑑 𝑑 0.65 𝑑 (1 − 𝜀) 𝜌𝑝 𝐶𝑝𝑝 𝜌𝑑
= 0.55 ( ) ( ) ( ) ( ) 𝒖𝒄
𝑘 𝐿 𝑑𝑝 𝜀 𝜌 𝐶𝑝𝑝 𝜇
Dengan dp, ρp, dan Cpp merupakan diameter, densitas, dan kapasitas kalor partikel,
sementara ε merupakan porositas bed.

19
Hubungan Kecepatan Superfisial dengan
Koefisien Perpindahan Panas
1.8
1.7
1.6
1.5
h (W/m.°C)

1.4
1.3
1.2
1.1
1
0.9
0.8
0.065 0.075 0.085 0.095 0.105 0.115 0.125 0.135 0.145 0.155 0.165
v (m/s)

T heater = 80°C T heater = 120°C

Gambar 3.3 Grafik Hubungan Kecepatan Superfisial (v) dengan Koefisien Perpindahan Panas (h)

• Analisis Kesalahan
Dalam percobaan ini, terdapat beberapa faktor yang mampu menyebabkan
kesalahan dapat terjadi. Faktor pertama adalah hasil pengamatan yang tidak tepat.
Faktor pertama adalah kesalahan dalam prosedur. Kesalahan yang mungkin terjadi
dalam praktikum ini adalah kurang lamanya waktu menunggu sehingga suhu udara
atau suhu fluidized bed belum mencapai suhu stabil.
Faktor kedua adalah kesalahan pengukuran dan kesalahan alat ukur. Hasil
pengamatan yang berupa suhu dihitung menggunakan alat secara digital sehingga
mungkin terjadi kesalahan pengamatan akibat kerusakan. Sementara hasil
pengamatan yang berupa laju alir udara diamati secara manual berdasarkan
ketinggian air yang berada di samping chamber. Kesalahan mungkin terjadi apabila
pengamatan tidak dilakukan pada titik pengamatan yang sejajar dengan garis batas
air. Kedua kesalahan pengukuran ini tentunya dapat mengganggu hasil perhitungan.
Faktor terakhir adalah fluktuasi aliran udara yang mungkin terjadi karena
terkadang kompresor bekerja secara fluktuatif.

20
3.3. Aplikasi Fluidisasi di Industri
Fluidisasi memiliki banyak kegunaan dalam industri. Contoh pengaplikasian
fluidisasi pada alat adalah heat exchanger, separator, dan dryer. Fluidized bed
dapat digunakan untuk heat exchanger operasi fisik dan kimia karena
kemampuannya untuk mempercepat perpindahan panas dan menjaga suhu menjadi
konstan, sementara Fluidized Bed digunakan sebagai separator karena partikel
dengan ukuran dan massa yang berbeda memiliki kecepatan fluidisasi minimum
(Umf) yang berbeda. Contoh aplikasi fluidisasi sebagai heat exchanger dan separator
adalah pada pembakaran batu bara. Heat exchanger dalam pembakaran batu bara
umumnya terbagi dua, yaitu sistem unggun terfluidisasi (fluidized bed system) dan
unggun tetap (fixed bed system) dengan fluidized bed system merupakan teknik yang
lebih efisien dalam menghasilkan energi. Pasir atatu corundum yang berlaku
sebagai medium pemanas dipanaskan terlebih dahulu dengan menggunakan minyak
bakar. Setelah temperatur pasir mencapai temperatur batu bara (300 derajat
celcius), batu bara diumpankan. Sistem ini akan menghasilkan abu terbang (fly ash)
dan abu yang turun ke bagian bawah alat (bottm ash). Abu-abu tersebut disebut
dengan fly ash dan bottom ash. Teknologi ini biasanya digunakan pada Pembangkit
Listrik Tenaga Uap. Komposisi berat fly ash dan bottom ash yang dihasilkan adalah
kira-kira 85% berbanding 15%.
Fluidisasi juga sering digunakan pada proses drying dalam industri karena
kemampuannya untuk transfer massa dan panas yang tinggi. Fluidized bed
memungkinkan luas permukaan yang terpapar oleh panas menjadi lebih luas
sehingga panas yang dibutuhkan untuk mengeringkan padatan berlangsung lebih
cepat. Pada fluidized bed drying, proses pengeringan yang terjadi dapat dibagi
menjadi dua periode yaitu periode laju pengeringan tetap dan periode laju
pengeringan menurun. Periode laju pengeringan tetap terjadi pada sejumlah massa
bahan yang mengandung banyak air sehingga membentuk lapisan air yang
selanjutnya akan mengering dari permukaannya. Laju pengeringan tetap akan
berhenti pada saat air di permukaan habis dan laju pengurangan kadar air akan
berkurang secara progresif. Kadar air pada saat laju pengeringan tetap berhenti
disebut kadar air kritis Pada periode laju pengeringan menurun, air yang diuapkan
dari permukaan bahan lebih besar daripada perpindahan air dari dalam bahan

21
ke permukaan bahan. Proses pengeringan pada laju pengeringan menurun terjadi
dua proses yaitu pergerakan kadar air dari dalam bahan ke permukaan bahan
secara difusi dan perpindahan kadar air dari permukaan bahan ke udara bebas.
Metode pengeringan fluidized bed drying dapat dilakukan secara batch maupun
kontinyu. Fluidized Bed Dryer terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
• Static Fluidized Bed Dryer karena pengering tetap statis selama operasi. Static
Fluidized Bed Dryer dapat bekerja secara batch maupun kontinyu.
• Vibrating Fluidized Bed Dryer dimana ruang pengeringan berosilasi, membantu
pergerakan material melalui unit. Vibrating Fluidized Bed Dryer secara luas
digunakan dalam pengeringan padatan karena tingginya efisiensi pindah panas
dan merupakan Fluidized Bed Dryer konvensional yang dimodifikasi sehingga
terjadi getaran pada partikel.

22
BAB 4
KESIMPULAN

• Fluidisasi adalah suatu peristiwa yang terjadi ketika kumpulan partikel (disebut
juga bed atau unggun) mengalami perubahan keadaan; dari statis – bersifat
seperti padatan, menjadi dinamis – bersifat seperti cairan akibat adanya aliran
udara yang berlawanan dengan arah gravitasi. Perbedaan fluidized bed dengan
fixed bed adalah pada fixed bed, keadaan padatan tidak berubah menjadi mirip
cairan dan umumnya fluida yang dialirkan mengalir ke bawah.
• Fluidisasi terjadi ketika suatu fluida dialirkan melalui bed dengan kecepatan
sama dengan atau lebih dari kecepatan fluidisasi minimum (umf). Pada
kecepatan tersebut, gaya ke atas yang diakibatkan oleh aliran fluida bernilai
lebih besar daripada berat partikel sehingga partikel dapat terbawa oleh fluida.
Apabila tidak mencapai kecepatan fluidisasi minimum, fluidisasi tidak terjadi
dan bed dikategorikan sebagai fixed bed.
• Pada laju alir yang kecil, ketinggian unggun tidak bertambah karena fluida
tidak mampu mensuspensi unggun. Namun, pada laju alir udara yang lebih
besar, laju alir dalam unggun akan berbanding lurus dengan tinggi unggun.
Semakin besar laju alir, maka tinggi unggun akan semakin meningkat.
• Besar laju alir juga berbanding lurus dengan perubahan tekanan. Semakin besar
laju alir udara maka perubahan tekanan akan semakin besar.
• Seiring dengan meningkatnya laju alir udara dalam chamber, suhu bed
mengalami peningkatan. Melalui pengolahan data didapatkan bahwa kecepatan
superfisial bed berbanding lurus dengan koefisien perpindahan panas.

23
DAFTAR PUSTAKA

Bird, R., Stewart, W., and Lightfoot E. Transport Phenomena. 2nd Ed. New York:
John Wiley & Sons, Inc: New York.

Cengel, Y. 2002. HEAT TRANSFER. 2nd ed. New York: McGraw-Hill.

Darby, R. 2001. FLUID MECHANICS. New York: Marcel Dekker.

Engineering Toolbox. n.d. Air – Dynamic and Kinematic Viscosity [online].


<https://www.engineeringtoolbox.com/air-absolute-kinematic-viscosity-
d_601.html> [Accessed 7 Nov. 2020].

Engineering Toolbox. n.d. Air – Prandtl Number [online].


<https://www.engineeringtoolbox.com/air-prandtl-number-viscosity-heat-
capacity-thermal-conductivity-d_2009.html> [Accessed 7 Nov. 2020].

Engineering Toolbox. n.d. Air – Thermal Conductivity [online].


<https://www.engineeringtoolbox.com/air-properties-viscosity-conductivity-
heat-capacity-d_1509.html> [Accessed 7 Nov. 2020].

Gutfinger, C. and Nesim, A. 1974. Heat Transfer in Fluidized Beds. ADVANCES IN


HEAT TRANSFER, 10(4), pp. 167-218.

Snura, A. 2013. MAKALAH TRANSPORTASI FLUIDA [online].


<https://fdokumen.com/document/makalah-transportasi-fluida.html>
[Accessed 7 Nov. 2020].

Sutherland, W. 1893. The Viscosity of Gases and Molecular Force. Philosophical


Magazine, 5(36), pp. 507-531.

Tagan, S. 2013. APLIKASI FLUIDISASI DALAM INDUSTRI [online].


<https://www.academia.edu/9155230/APLIKASI_FLUIDISASI_DALAM_I
NDUSTRI> [Accessed 7 Nov. 2020].

24
Tim Penyusun Modul Praktikum Unit Operasi Proses I. 2019. MODUL
PRAKTIKUM UNIT OPERASI PROSES I. Depok: Departemen Teknik Gas
dan Petrokimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

Tuckerman, M. And Adewumi, M. 2020. van der Waals and Redlich-Kwong


Equations of State [online]. Available from:
<https://chem.libretexts.org/Bookshelves/Physical_and_Theoretical_Chemis
try_Textbook_Maps/Map%3A_Physical_Chemistry_(McQuarrie_and_Simo
n)/16%3A_The_Properties_of_Gases/16.02%3A_van_der_Waals_and_Redl
ich-Kwong_Equations_of_State> [Accessed 8 Nov. 2020].

25

Anda mungkin juga menyukai