II.3 Data Hasil Perhitungan Debit dan Luas Permukaan Basah Untuk Tiap
Variasi
Tabel II.3 Data Hasil Perhitungan Debit dan Luas Permukaan Basah Untuk
Tiap Variasi
Jarak dari Titik 0 (m)
Debit
𝒙𝟏 𝒙𝟐 𝒙𝟑 𝒙𝟒 𝒙𝟓 𝒙𝟔
1 1.46 1.68 2.28 2.33 2.38 4.3
2 1.46 1.68 4.04 4.11 4.18 4.3
3 1.45 1.67 3.24 3.28 3.33 4.3
4 1.45 1.67 1.73 1.79 1.88 4.3
5 1.45 1.67 2.2 2.23 2.29 4.26
1010
Densitas Air (kg/m^3)
2,00E-06
Viskositas Kinematis
1,00E-06
5,00E-07
0,00E+00
0 50 100 150
Temperatur (˚C
Gambar III.2 Grafik Perubahan Viskositas Kinematis Air (m2 /s) terhadap
Temperatur (℃)
Pada Subbab III.1 telah dihitung suhu rata-rata air yaitu sebesar 26℃.
Setelah data suhu rata-rata dan persamaan y = (2 × 10−10 )𝑥 2 −
(3 × 10−8 )𝑥 + (2 × 10−6 ) pada Gambar III.2 diketahui, maka viskositas
kinematis air berdasarkan temperatur dapat dicari dengan mensubstitusi suhu
rata-rata sebagai variable x dan viskositas kinematis sebagai nilai variable y
ke dalam persamaan pada Gambar III.2.
y = (2 × 10−10 )𝑥 2 − (3 × 10−8 )𝑥 + (2 × 10−6 )
y = (2 × 10−10 )(26℃)2 − (3 × 10−8 )(26℃) + (2 × 10−6 )
y = 0.0000013552 m2 /s
Maka, nilai viskositas kinematis air sebesar 0.0000013552 m2 /s.
III.3 Menentukan Volume Air
Seperti yang diketahui, dalam menentukan nilai debit aktual aliran
fluida, diperlukan data volume air. Untuk menentukan volume air digunakan
persamaan sebagai berikut.
mair
ρair =
Vair
mair
Vair =
ρair
Dengan keterangan, ρair menyatakan massa jenis air (kg/m3 ), Vair ialah
volume air (m3 ), dan mair ialah massa air (kg). Dengan menggunakan prinsip
tuas kesetimbangan, maka massa air sama dengan 3 kali massa beban yaitu
7.5 kg. Kemudian, nilai massa air dan massa jenis air yang telah dihitung
pada subbab sebelumnya disubstitusi ke persamaan di atas sebagai berikut.
mair
Vair =
ρair
7.5 kg
Vair =
996.4114 kg/m3
Vair = 0.00752701143 m3
Diperoleh volume air yang digunakan pada percobaan sebesar
0.00752701143 m3 .
III.4 Menentukan Waktu Aliran Rata-Rata (tavg )
Pada praktikum kali ini, dalam mencari waktu aliran rata-rata untuk tiap
variasi dilakukan sebanyak 3 variasi yang pada setiap variasinya percobaan
dilakukan 3 kali atau triplo. Tujuan pengulangan percobaan ini adalah untuk
meningkatkan akurasi dan presisi dari hasil pengukuran. Untuk menghitung
waktu rata-rata digunakan persamaan sebagai berikut.
t1 + t 2 + t 3
t avg =
3
Dengan tavg menunjukkan waktu rata-rata pada setiap variasi (s), t1
menunjukkan waktu pada pengukuran pertama (s), t2 menunjukkan waktu
pada pengukuran kedua (s), dan t3 menunjukkan waktu pada pengukuran
ketiga (s).
Perhitungan waktu rata-rata untuk variasi debit pertama adalah sebagai
berikut.
t1 + t 2 + t 3
tavg =
3
4.225 + 3.94 + 4.35
tavg =( )s
3
tavg = 4.17 s
Waktu aliran rata-rata untuk debit kedua dan ketiga dihitung dengan
persamaan yang sama dan hasil perhitungan tertera pada data akhir.
III.5 Menentukan Debit Aliran (Q)
Dalam menentukan besar debit aliran, akan digunakan pengukuran
berbasis massa dengan prinsip hydraulic bench. Untuk menentukan debit
aliran tersebut digunakan penurunan persamaan sebagai berikut.
mair
ρair = vair
sehingga mair = ρair × Vair
V
Vair = Q × tavg sehingga Q = t air
avg
3 𝑄𝑖2
𝑦𝑐𝑖 = √
𝑔 × 𝑏2
Dengan keterangan, 𝑦𝑐𝑖 menyatakan ketinggian kritis pada variasi ke-i (m),
𝑄𝑖 menyatakan debit aliran variasi ke-i (m3 /s), b menyatakan lebar saluran
(m), dan g menyatakan percepatan gravitasi sebesar 0.81 m/s 2 . Diketahui
besar lebar saluran ialah 0.077 m dan besar debit variasi pertama ialah
0.00180431756 m3 /s. Dengan demikian, ketinggian kritis variasi debit
pertama dapat diperoleh sebagai berikut.
3 𝑄𝑖2
𝑦𝑐𝑖 = √
𝑔 × 𝑏2
2
3 m3
(0.00180431756 )
√ s
𝑦𝑐𝑖 =
9.81 m/s 2 × (0.077 m)2
𝑦𝑐𝑖 = 0.03825238 m
Diperoleh besar ketinggian kritis pada variasi debit pertama sebesar
0.03825238 m. Kemudian, untuk variasi lain dilakukan dengan langkah
yang sama. Hasil perhitungan 𝑦𝑐𝑖 untuk tiap variasinya dilampirkan pada
Tabel IV.7.
𝑦
III.17Menentukan Efektivitas Loncatan Teoritis (𝑦6 )
2
bilangan Froude pada titik ke-2 variasi debit ke-1. Diketahui, bilangan
Froude pada titik ke-2 variasi debit pertama sebesar 0.34086. Dengan
demikian, ketinggian kritis variasi debit pertama dapat diperoleh sebagai
berikut.
𝑦6.𝑖 1 2
= (√1 + 8𝐹𝑟2.𝑖 − 1)
𝑦2.𝑖 2
𝑦6.𝑖 1
= (√1 + 8(0.34086)2 − 1)
𝑦2.𝑖 2
𝑦6.𝑖
= 3.139235
𝑦2.𝑖
Diperoleh besar efektivitas loncatan teoritis pada variasi debit pertama
sebesar 3.139235. Kemudian, untuk variasi lain dilakukan dengan langkah
yang sama. Hasil perhitungan untuk tiap variasinya dilampirkan pada Tabel
IV.7.
𝑦
III.18Menentukan Efektivitas Loncatan Aktual (𝑦6 )
2
pada titik6 dan 2 variasi debit (m). Diketahui, besar ketinggian pada titik ke-
6 dan titik ke-2 variasi debit pertama sebesar 0.0437 m dan 0.0205 m.
Dengan demikian, efektivitas loncatan aktual variasi debit pertama dapat
diperoleh sebagai berikut.
𝑦6.𝑖 0.0437
=( )m
𝑦2.𝑖 0.0205
𝑦6.𝑖
= 2.131707317
𝑦2.𝑖
Diperoleh besar efektivitas loncatan teoritis pada variasi debit pertama
sebesar 2.131707317. Kemudian, untuk variasi lain dilakukan dengan
langkah yang sama. Hasil perhitungan untuk tiap variasinya dilampirkan
pada Tabel IV.7.
IV. Data Akhir
Tabel IV.1 Data Hasil Perhitungan Akhir Volume, Debit, Luas Penampang,
Keliling, Radius, Hidrolisis, dan Bilangan Froude Variasi Pertama
Volume 𝐦𝟑 𝟐
Titik Q( ) A (𝐦𝟐 ) v (m/s) P (m) R (m) 𝐍𝐅𝐑 𝐍𝐅𝐑
(𝐦𝟑 ) 𝐬
Tabel IV.2 Data Hasil Perhitungan Akhir Volume, Debit, Luas Penampang,
Keliling, Radius, Hidrolisis, dan Bilangan Froude Variasi Kedua
Volume 𝐦𝟑 𝟐
Titik Q( ) A (𝐦𝟐 ) v (m/s) P (m) R (m) 𝐍𝐅𝐑 𝐍𝐅𝐑
(𝐦𝟑 ) 𝐬
Tabel IV.3 Data Hasil Perhitungan Akhir Volume, Debit, Luas Penampang,
Keliling, Radius, Hidrolisis, dan Bilangan Froude Variasi Ketiga
Volume 𝐦𝟑 𝟐
Titik Q( ) A (𝐦𝟐 ) v (m/s) P (m) R (m) 𝐍𝐅𝐑 𝐍𝐅𝐑
(𝐦𝟑 ) 𝐬
Tabel IV.4 Data Hasil Perhitungan Akhir Volume, Debit, Luas Penampang,
Keliling, Radius, Hidrolisis, dan Bilangan Froude Variasi Keempat
Volume 𝐦𝟑 𝟐
Titik Q( ) A (𝐦𝟐 ) v (m/s) P (m) R (m) 𝐍𝐅𝐑 𝐍𝐅𝐑
(𝐦𝟑 ) 𝐬
Tabel IV.5 Data Hasil Perhitungan Akhir Volume, Debit, Luas Penampang,
Keliling, Radius, Hidrolisis, dan Bilangan Froude Variasi Kelima
Volume 𝐦𝟑 𝟐
Titik Q( ) A (𝐦𝟐 ) v (m/s) P (m) R (m) 𝐍𝐅𝐑 𝐍𝐅𝐑
(𝐦𝟑 ) 𝐬
Varia
𝐄𝐬𝟏 (𝐦) 𝐄𝐬𝟐 (𝐦) 𝐄𝐬𝟑 (𝐦) 𝐄𝐬𝟒 (𝐦) 𝐄𝐬𝟓 (𝐦) 𝐄𝐬𝟔 (𝐦) ∆𝐄𝐬(𝐦) Ef
si
0.670493
1 0.0802 0.0871 0.0976 0.0643 0.0621 0.0584 0.0287
6854
0.514660
2 0.1174 0.1296 0.0687 0.0675 0.0685 0.0667 0.0629
4938
0.517774
3 0.1044 0.1294 0.095 0.0777 0.0683 0.067 0.0624
3431
0.545546
4 0.0706 0.0988 0.0629 0.0559 0.0627 0.0539 0.045
5587
0.710911
5 0.0806 0.0806 0.0673 0.0636 0.0599 0.0573 0.0233
141
Tabel IV.7 Data Hasil Perhitungan Atribut Loncatan Hidrolis
𝐲𝟔 𝐲𝟔
Variasi 𝐋 (𝐦) 𝐇𝐢 (𝐦) 𝐲𝐜𝐢 (𝐦) 𝒂𝒌𝒕(𝐦) 𝒕𝒆𝒐(𝐦)
𝐲𝟐 𝐲𝟐
0,1
0
0 1 2 3 4 5
Jarak Antar Titik (m)
2
Kedua Kuadrat (NFR2 )
Setelah didapatkan data efektivitas loncatan aktual dan bilangan Froude
di titik 2 kuadrat untuk setiap variasi debit pada Tabel IV.2 dan Tabel IV.7,
𝑦
diperoleh grafik yang merepresentasikan (𝑦6 ) terhadap bilangan Froude Titik
2
2
Kedua Kuadrat (NFR2 ) sebagai berikut.
Nfr22
𝑦
Gambar V.2 Grafik Efektivitas Loncatan Aktual ( 6 ) terhadap bilangan
𝑦2
2
Froude Titik Kedua Kuadrat (NFR2 )
Dari regresi power di atas, didapatkan nilai R2 sebesar 0.5882. Nilai
R2 merupakan koefisien determinasi yang menunjukkan besarnya pengaruh
variabel bebas (sumbu-x) terhadap variabel terikat (sumbu-y)(Hair, Jr.,
Joseph F., et. al. (2011)). Maka, grafik di atas menunjukkan bahwa 58.82%
dari efektivitas loncatan aktual tiap variasi debit dipengaruhi oleh bilangan
Froude dan sebesar 41.18% nilai efektivitas loncatan aktual dipengaruhi oleh
faktor lain. Dari nilai R2 didapatkan nilai R atau koefisien korelasi sebesar
0.76694 yang berada di range -1 hingga 1. Dapat disimpulkan bahwa
efektivitas loncatan aktual berkorelasi lurus atau berbanding lurus sebesar
76.694% dengan bilangan Froude titik 2 dikuadratkan.
Berdasarkan grafik di atas, didapatkan persamaan sebagai berikut.
y = 1.9306x 0.1085
Persamaan ini sesuai dengan :
y = ax b
Persamaan teoritis yang digunakan adalah sebagai berikut.
𝑦6 1 2
= (√1 + 8𝐹𝑟2.𝑖 − 1)
𝑦2 2
Jika variable 0.5, -1, 1, dan 8 dianggap sebagai konstanta, persamaan dapat
disimplifikasi sebagai berikut.
𝑦6.𝑖
≈ (𝐹𝑟22 )0.5
𝑦2.𝑖
𝑦6
Dengan, 𝑦 = , a=1, b=0.5, dan x=𝐹𝑟22 . Nilai b merupakan nilai teoritis yang
𝑦2
0,8
0,7
Efisiensi Energi
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2 y = 0,6962x-0,133
0,1 R² = 0,2919
0
0 5 10 15
Fr^2 titik 2
0,03
Tinggi loncatan (m)
0,025
0,02
0,015
0,01 y = 0,0231x0,024
0,005 R² = 0,0136
0
0 5 10 15
Fr^2 titik 2
berikut.
0,20
0,10
y = 0,0443x1,153
R² = 0,1576
0,05
0,00
0 1 2 3
y6/y2 aktual
L(m)
0,10
y = 0,0208x-0,268
0,05
R² = 0,0344
0,00
0 0,001 0,002 0,003
Q aktual
Gambar V.6 Grafik Pengaruh Panjang Loncatan (L) terhadap Debit (Q)
Dari regresi power di atas, didapatkan nilai R2 sebesar 0.0344. Nilai
R2 merupakan koefisien determinasi yang menunjukkan besarnya pengaruh
variabel bebas (sumbu-x) terhadap variabel terikat (sumbu-y)(Hair, Jr.,
Joseph F., et. al. (2011)). Maka, grafik di atas menunjukkan bahwa 3.44%
dari panjang loncatan tiap variasi debit dipengaruhi oleh debit aktual dan
sebesar 96.56% nilai panjang loncatan dipengaruhi oleh faktor lain. Dari nilai
R2 didapatkan nilai R atau koefisien korelasi sebesar 0.18347 yang berada di
range -1 hingga 1. Dapat disimpulkan bahwa panjang loncatan berkorelasi
lurus atau berbanding lurus sebesar 18.347% dengan debit aktual, meskipun
jauh dari berbanding lurus secara sempurna. Dapat disimpulkan pula bahwa
korelasi antar kedua variabel lemah karena angkanya jauh dari 1, sehingga
data yang didapatkan tidak valid. Hubungan antar tiap variabel berbanding
lurus karena gradien yang didapat bernilai positif.
V.2.7 Grafik Pengaruh Tinggi Muka Air terhadap Energi Spesifik (Es)
Hubungan antara tinggi muka air dan energi spesifik pada setiap variasi
debit dapat digambarkan sebagai berikut.
V.2.7.1 Variasi Debit Pertama
Gambar V.7 Grafik Tinggi Muka Air terhadap Energi Spesifik Variasi
ke-1
Berdasarkan gambar di atas, didapat nilai ketinggian kritis
aktual l (berdasarkan nilai ordinat pada perpotongan antara grafik y-Es
dan grafik y = 2⁄3 Es), variasi debit pertama sebesar 0.044. Sedangkan,
nilai ketinggian kritis secara teoritis variasi debit pertama dapat dilihat
pada Tabel IV.7 yaitu sebesar 0.03825238. Oleh karena terdapat
perbedaan antara nilai aktual dan nilai teoritis, maka terdapat galat yang
dapat dihitung dengan persamaan berikut.
Tinggi Kritis Teoritis − Tinggi Kritis Aktual
Galat = | | × 100%
Tinggi Kritis Teoritis
0.03825238 − 0.44
Galat = | | × 100% = 15.02552%
0.03825238
Diperoleh galat sebesar 15.02552%. Galat tersebut tidak terlalu besar
sehingga dapat diabaikan.
Dari grafik tersebut juga dapat ditentukan kondisi kekritisan
2
aliran. Titik-titik yang berada di atas garis y = 3 Es, yaitu titik ke-1
hingga titik ke-6 merupakan aliran subkritis. Energi spesifik terdiri dari
tinggi muka air dan tinggi kecepatan. Jadi semakin besar ketinggian
aliran, tinggi kecepatan semakin mengecil. Terdapat dua ketinggian,
jika kedua ketinggian tersebut bernilai sama, maka disebut sebagai
ketinggian kritis. Aliran dengan ketinggian lebih besar dari ketinggian
kritis disebut subkritis, dan sebaliknya disebut superkritis.
V.2.7.2 Variasi Debit Kedua
Gambar V.8 Grafik Tinggi Muka Air terhadap Energi Spesifik Variasi
ke-2
Berdasarkan gambar di atas, didapat nilai ketinggian kritis
aktual 2 (berdasarkan nilai ordinat pada perpotongan antara grafik y-Es
dan grafik y = 2⁄3 Es), variasi debit kedua sebesar 0.046. Sedangkan,
nilai ketinggian kritis secara teoritis variasi debit kedua dapat dilihat
pada Tabel IV.7 yaitu sebesar 0.04442346. Oleh karena terdapat
perbedaan antara nilai aktual dan nilai teoritis, maka terdapat galat yang
dapat dihitung dengan persamaan berikut.
Tinggi Kritis Teoritis − Tinggi Kritis Aktual
Galat = | | × 100%
Tinggi Kritis Teoritis
0.0444234 − 0.046
Galat = | | × 100% = 3.54903%
0.0444234
Diperoleh galat sebesar 3.54903%. Galat tersebut tidak terlalu besar
sehingga dapat diabaikan.
Dari grafik tersebut juga dapat ditentukan kondisi kekritisan
2
aliran. Titik-titik yang berada di atas garis y = 3 Es, yaitu titik ke-1
hingga titik ke-6 merupakan aliran subkritis. Energi spesifik terdiri dari
tinggi muka air dan tinggi kecepatan. Jadi semakin besar ketinggian
aliran, tinggi kecepatan semakin mengecil. Terdapat dua ketinggian,
jika kedua ketinggian tersebut bernilai sama, maka disebut sebagai
ketinggian kritis. Aliran dengan ketinggian lebih besar dari ketinggian
kritis disebut subkritis, dan sebaliknya disebut superkritis.
V.2.7.3 Variasi Debit Ketiga
Gambar V.9 Grafik Tinggi Muka Air terhadap Energi Spesifik Variasi
ke-3
Berdasarkan gambar di atas, didapat nilai ketinggian kritis
aktual 2 (berdasarkan nilai ordinat pada perpotongan antara grafik y-Es
dan grafik y = 2⁄3 Es), variasi debit ketiga sebesar 0.054. Sedangkan,
nilai ketinggian kritis secara teoritis variasi debit ketiga dapat dilihat
pada Tabel IV.7 yaitu sebesar 0.04439387. Oleh karena terdapat
perbedaan antara nilai aktual dan nilai teoritis, maka terdapat galat yang
dapat dihitung dengan persamaan berikut.
Tinggi Kritis Teoritis − Tinggi Kritis Aktual
Galat = | | × 100%
Tinggi Kritis Teoritis
0.04439387 − 0.054
Galat = | | × 100% = 21.63%
0.04439387
Diperoleh galat sebesar 21.63%. Galat tersebut tidak terlalu besar
sehingga dapat diabaikan.
Dari grafik tersebut juga dapat ditentukan kondisi kekritisan
2
aliran. Titik-titik yang berada di atas garis y = Es, yaitu titik ke-1
3
hingga titik ke-6 merupakan aliran subkritis. Energi spesifik terdiri dari
tinggi muka air dan tinggi kecepatan. Jadi semakin besar ketinggian
aliran, tinggi kecepatan semakin mengecil. Terdapat dua ketinggian,
jika kedua ketinggian tersebut bernilai sama, maka disebut sebagai
ketinggian kritis. Aliran dengan ketinggian lebih besar dari ketinggian
kritis disebut subkritis, dan sebaliknya disebut superkritis.
V.2.7.4 Variasi Debit Keempat
Gambar V.10 Grafik Tinggi Muka Air terhadap Energi Spesifik
Variasi ke-4
Berdasarkan gambar di atas, didapat nilai ketinggian kritis
aktual 4 (berdasarkan nilai ordinat pada perpotongan antara grafik y-Es
dan grafik y = 2⁄3 Es), variasi debit keempat sebesar 0.0354.
Sedangkan, nilai ketinggian kritis secara teoritis variasi debit keempat
dapat dilihat pada Tabel IV.7 yaitu sebesar 0.03539611. Oleh karena
terdapat perbedaan antara nilai aktual dan nilai teoritis, maka terdapat
galat yang dapat dihitung dengan persamaan berikut.
Tinggi Kritis Teoritis − Tinggi Kritis Aktual
Galat = | | × 100%
Tinggi Kritis Teoritis
0.03539611 − 0.0354
Galat = | | × 100% = 0.01098%
0.03539611
Diperoleh galat sebesar 0.01098%. Galat tersebut tidak terlalu besar
sehingga dapat diabaikan.
Dari grafik tersebut juga dapat ditentukan kondisi kekritisan
2
aliran. Titik-titik yang berada di atas garis y = 3 Es, yaitu titik ke-1
hingga titik ke-6 merupakan aliran subkritis. Energi spesifik terdiri dari
tinggi muka air dan tinggi kecepatan. Jadi semakin besar ketinggian
aliran, tinggi kecepatan semakin mengecil. Terdapat dua ketinggian,
jika kedua ketinggian tersebut bernilai sama, maka disebut sebagai
ketinggian kritis. Aliran dengan ketinggian lebih besar dari ketinggian
kritis disebut subkritis, dan sebaliknya disebut superkritis.
V.2.7.5 Variasi Debit Kelima
Gambar V.11 Grafik Tinggi Muka Air terhadap Energi Spesifik
Variasi ke-5
Berdasarkan gambar di atas, didapat nilai ketinggian kritis
aktual 5 (berdasarkan nilai ordinat pada perpotongan antara grafik y-Es
dan grafik y = 2⁄3 Es), variasi debit kelima sebesar 0.039. Sedangkan,
nilai ketinggian kritis secara teoritis variasi debit kelima dapat dilihat
pada Tabel IV.7 yaitu sebesar 0.03766283. Oleh karena terdapat
perbedaan antara nilai aktual dan nilai teoritis, maka terdapat galat yang
dapat dihitung dengan persamaan berikut.
Tinggi Kritis Teoritis − Tinggi Kritis Aktual
Galat = | | × 100%
Tinggi Kritis Teoritis
0.03766283 − 0.039
Galat = | | × 100% = 3.55037%
0.03766283
Diperoleh galat sebesar 3.55037%. Galat tersebut tidak terlalu besar
sehingga dapat diabaikan.
Dari grafik tersebut juga dapat ditentukan kondisi kekritisan
2
aliran. Titik-titik yang berada di atas garis y = 3 Es, yaitu titik ke-1
hingga titik ke-6 merupakan aliran subkritis. Energi spesifik terdiri dari
tinggi muka air dan tinggi kecepatan. Jadi semakin besar ketinggian
aliran, tinggi kecepatan semakin mengecil. Terdapat dua ketinggian,
jika kedua ketinggian tersebut bernilai sama, maka disebut sebagai
ketinggian kritis. Aliran dengan ketinggian lebih besar dari ketinggian
kritis disebut subkritis, dan sebaliknya disebut superkritis.
V.3 Jenis-Jenis Loncatan
Loncatan hidrolis memiliki beberapa tipe yang berbeda-beda. Loncatan
hidraulis dapat dikategorikan menjadi lima tipe berdasarkan bilangan Froude
(Fr), yaitu:
1. Loncatan Berombak Terjadi untuk Fr = 1 – 1,7. Hal ini ditandakan
dengan terjadinya ombak di permukaan air.
2. Loncatan Lemah Terjadi untuk Fr = 1,7 – 2,5. Hal ini ditandakan dengan
terbentuknya rangkaian gulungan ombak pada permukaan loncatan,
tetapi permukaan air di hilir tetap halus.
3. Loncatan Berosilasi Terjadi untuk Fr = 2,5 – 4,5.Hal ini ditandakan
dengan terbentuknya semburan berisolasi menyertai dasar loncatan dan
bergerak tanpa periode tertentu.
4. Loncatan Tetap Terjadi untuk Fr = 4,5 – 9. Hal ini ditandakan dengan
ujung-ujung permukaan hilir yang bergulung dan titik dengan kecepatan
semburan tinggi cenderung memisahkan diri dari aliran.
5. Loncatan Kuat Terjadi untuk Fr > 9. Hal ini ditandakan dengan
terbentuknya semburan dengan kecepatan yang tinggi sehingga
memisahkan hempasan gelombang gulung dari permukaan loncatan.
Tabel V.1 Klasifikasi Jenis Aliran
Variasi 𝐍𝐅𝐑𝟐 Jenis Loncatan
1 0.2432547473 Tidak ada loncatan
2 3.31034767 Loncatan Berisolasi
3 1.289352599 Loncatan Berombak
4 1.183675998 Loncatan Berombak
5 0.7739317769 Tidak ada loncatan
untuk menentukan jenis aliran, yaitu aliran subkritis, kritis, dan superkritis.
2
Titik-titik yang berada di bawah garis 𝑦 = 𝐸s dan di atas garis 𝑦 = 3 𝐸𝑠
termasuk ke jenis aliran subkritis. Sedangkan titik yang berada di bawah garis
2
𝑦 = 3 𝐸𝑠 termasuk ke jenis aliran superkritis. Titik yang berada tepat pada
2
garis 𝑦 = 3 𝐸𝑠 atau berpotongan dengan garis tersebut termasuk ke jenis
aliran kritis. Kemudian, diketahui bahwa tidak ada kedalaman yang lebih
tinggi dari garis y = Es. Hal tersebut menunjukkan nilai kedalaman yang
selalu bernilai lebih tinggi dari nilai energi spesifik karena kecepatan aliran
air tidak mungkin bernilai negatif. Energi spesifik terdiri dari tinggi muka air
dan tinggi kecepatan. Jadi semakin besar ketinggian aliran, tinggi kecepatan
semakin mengecil. Terdapat dua ketinggian, jika kedua ketinggian tersebut
bernilai sama, maka disebut sebagai ketinggian kritis. Aliran dengan
ketinggian lebih besar dari ketinggian kritis disebut subkritis, dan sebaliknya
disebut superkritis.
𝑦
V.5 Penurunan 𝑦6
2
Q2 1
(y6 − y2 ) = b2 y6 y2 (y6 + y2 )(y6 − y2 )
g 2
Dengan mensubstitusikan Q = b2 y2 v2 , maka persamaan akan menjadi :
y2 (v2 )2 1
= y6 (y6 + y2 )
g 2
Selanjutnya, sisi kanan dan kiri akan dibagi dengan y22 sehingga dihasilkan
untuk persamaan berikut.
2(v2 )2 y6 y6
= ( + 1)
y2 g y2 y2
Dengan mensubstitusikan NFR = v√gy, persamaan menjad :
𝑦6 2 𝑦6
( ) + − 2𝑁𝐹𝑅 22 = 0
𝑦2 𝑦2
Sehingga, didapatkan persamaan akhir sebagai berikut.
𝑦6 1 2
= (√1 + 8𝐹𝑟2.𝑖 − 1)
𝑦2 2
V.6 Analisis Kesalahan
Berdasarkan perhitungan galat pada analisis grafik Bab V, diperoleh galat
yang cukup besar. Hal ini menandakan bahwa terjadi kesalahan-kesalahan
yang dilakukan praktikan selama praktikum berlangsung. Berikut adalah
kesalahan-kesalahan tersebut.
1. Ketidaktepatan pembacaan nilai ketinggian pada alat pengukur
ketinggian yang berupa jangka sorong. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya ketelitian praktikan dalam membaca ketinggian pada
masing-masing titik dikarenakan alat tersebut memiliki skala yang
kecil dan angka yang kurang terlihat. Hal ini dapat memengaruhi
perhitungan baik luas permukaan, keliling basah, jari-jari hidrolis, dan
slope saluran mengingat dalam mencari besaran tersebut dibutuhkan
ketinggian air pada enam titik.
2. Ketidaktepatan dalam peletakkan jarum jangka sorong. Idealnya,
ketika melakukan perhitungan ketinggian muka air, jarum jangka
sorong berada di atas permukaan air. Namun, sangat mungkin terjadi
praktikan meletakkan jarum tersebut tidak tepat di atas pemrukaan air.
Dengan demikian, dalam pembacaan ketinggian pun dapat berbeda
sehingga data kurang akurat.
3. Ketidaktepatan pembacaan waktu oleh praktikan. Seharusnya waktu
dihitung ketika beban diletakkan hingga beban terangkat. Namun, ada
kemungkinan praktikan lalai dan menghitung waktu tidak tepat beban
terangkat sehingga mengakibatkan besar debit yang terhitung.
4. Ketidaktepatan pembacaan nilai jarak pada meteran. Hal ini
disebabkan kurang stabilnya praktikan dalam memegang meteran
sehingga perhitungan panjang loncatan kurang akurat.
VI. Analisis B
Pada praktikum modul 3, praktikan melakukan analisis terhadap aliran
berubah beraturan. Di bawah ini merupakan penerapan atau pengaplikasian
loncatan hidrolis di bidang Teknik Lingkungan.
1. Water Treatment Plant
Water Treatment Plant atau WTP merupakan sistem yang berfungsi
untuk mengolah air dari kualitas air baku yang kurang bagus menjadi
air pengolahan yang memiliki kualitas air yang baik atau air yang siap
dikonsumsi. Tahapan proses WTP adalah koagulasi, flokulasi,
sedimentasi, filtrasi, dan desinfektasi. Konsep loncatan hidrolis
digunakan pada pencampuran koagulan. Koagulasi sendiri bertujuan
memisahkan air dengan partikel kotor yang terlarut dalam air,
sehingga loncatan hidrolis di sini digunakan untuk menurunkan
kecepatan dan energi aliran air yang hilang.
VII. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut.
1. Debit aktual untuk kelima variasi tertera pada Tabel IV.1 hingga Tabel
IV.5
2. Besar bilangan Froude untuk enam titik dari kelima variasi dapat dilihat
pada Tabel IV.1 hingga Tabel IV.5
3. Besar energi efisiensi dapat dilihat pada Tabel IV.6
4. Besar efisiensi loncatan dapat dilihat pada Tabel IV.7
5. Aplikasi konsep loncatan hidrolis dalam bidang Teknik Lingkungan
adalah spillway dan WTS.
VIII. Daftar Pustaka
Finnemore, E. J. and J. B. Franzini. (2002). Fluid Mechanics with
Engineering Applications. Mc. Graw Hill, New York. Diakses pada 31
Januari 2023.
Folsom Lake Management, 2016. Folsom Lake Water Conservation, Folsom
Lake Water Conservation - Diakses pada 23 Februari 2023
Hair, Jr., Joseph F., et. al. (2011). Multivariate Data Analysis Fifth Edition.
Diakses pada 14 Februari 2023.
Meitro, Setiyo. 2019. Istilah Water Treatment Plant Air Bersih Untuk
Budidaya Ikan, Istilah Water Treatment Plant Air Bersih Untuk
Budidaya ikan - Biota Dunia Perairan (dunia-perairan.com) Diakses
pada 23 Februari 2023
Tim Praktikum Mekanika Fluida TL2201. (2023). Modul Praktikum
Mekanika Fluida II. Bandung: Program Studi Teknik Lingkungan ITB.
IX. Lampiran
Platform : Microsoft excel untuk data pengolahan dan internet untuk sumber
data lain