Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM

MEKANIKA FLUIDA II – TL2201


MODUL 03
LONCATAN HIDROLIK

Nama Praktikan : Nasywa Dhiya Kamila


NIM : 15321115
Kelompok/Shift : 4B
Tanggal Praktikum : Kamis, 16 Februari 2023
Tanggal Pengumpulan : Kamis, 23 Februari 2023
PJ Modul : 1. Talitha Ardilla Haryanto ( 15320095)
2. Adelia Paramesti Zahra (15320114)
Asisten yang Bertugas : 1. Adjis Pramono (15319032)
2. Muhammad Fadhil Abbas (15320111)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2023
I. Tujuan
I.1 Menentukan debit aktual (Qaktual) aliran dengan menentukan nilai
kecepatan aliran
I.2 Menentukan besar bilangan Froude untuk menentukan jenis loncatan
hidraulis
I.3 Menentukan besar energi spesifik (ES) untuk menentukan nilai
kehilangan energi
I.4 Menentukan efisiensi loncatan dengan nilai energi spesifik sebelum dan
sesudah loncatan
I.5 Menentukan aplikasi loncatan hidrolik di bidang Teknik Lingkungan
II. Data Awal
Data awal yang diperoleh pada praktikum adalah sebagai berikut.
II.1 Data Awal Pendukung Praktikum
Tabel II.1 Data Awal Pengukuran Parameter Pendukung Praktikum
Massa beban 2.5 kg
Suhu awal 26℃
Suhu akhir 26℃
Lebar saluran 0.077 m

II.2 Data Pengamatan Waktu dan Ketinggian Saluran


Tabel II.2 Data Pengamatan Waktu dan Ketinggian Saluran
Waktu (s) Ketinggian (m)
Debit
𝐭𝟏 𝐭𝟐 𝐭𝟑 𝒚𝟏 𝒚𝟐 𝒚𝟑 𝒚𝟒 𝒚𝟓 𝒚𝟔

1 4.225 3.94 4.35 0.0753 0.0205 0.0267 0.0562 0.0516 0.0437

2 3.53 3.19 3.28 0.114 0.02 0.0375 0.0397 0.0527 0.0433

3 3.32 3.38 3.31 0.1 0.02 0.025 0.0304 0.0524 0.048

4 4.4 4.66 5 0.0654 0.0164 0.0238 0.045 0.0555 0.04


Waktu (s) Ketinggian (m)
Debit
𝐭𝟏 𝐭𝟐 𝐭𝟑 𝒚𝟏 𝒚𝟐 𝒚𝟑 𝒚𝟒 𝒚𝟓 𝒚𝟔

5 4.09 4.69 4.03 0.0753 0.0205 0.0276 0.0562 0.0516 0.0437

II.3 Data Hasil Perhitungan Debit dan Luas Permukaan Basah Untuk Tiap
Variasi
Tabel II.3 Data Hasil Perhitungan Debit dan Luas Permukaan Basah Untuk
Tiap Variasi
Jarak dari Titik 0 (m)
Debit
𝒙𝟏 𝒙𝟐 𝒙𝟑 𝒙𝟒 𝒙𝟓 𝒙𝟔
1 1.46 1.68 2.28 2.33 2.38 4.3
2 1.46 1.68 4.04 4.11 4.18 4.3
3 1.45 1.67 3.24 3.28 3.33 4.3
4 1.45 1.67 1.73 1.79 1.88 4.3
5 1.45 1.67 2.2 2.23 2.29 4.26

II.4 Data Pengukuran Ketinggian Saluran Tiap Variasi


Tabel II.4 Data Pengukuran Ketinggian Saluran Tiap Variasi
Ketinggian Saluran (m)
Variasi
𝐲𝟏 𝐲𝟐 𝐲𝟑 𝐲𝟒 𝐲𝟓 𝐲𝟔 𝐲𝟕 𝐲𝟖 𝐲𝒂𝒗𝒈

1 0.056 0.055 0.053 0.043 0.039 0.01 0.026 0.021 0.0381

2 0.07 0.071 0.067 0.051 0.043 0.024 0.036 0.03 0.0491

3 0.083 0.08 0.076 0.067 0.055 0.033 0.046 0.038 0.0598

II.5 Data Temperatur Air terhadap Densitas Air


Tabel II.5 Data Temperatur (℃) terhadap Densitas Air (kg/m3 )
Temperatur (℃) Densitas Air (𝐤𝐠/𝐦𝟑 )
0 999.9
5 1000.0
Temperatur (℃) Densitas Air (𝐤𝐠/𝐦𝟑 )
10 999.7
15 999.1
20 998.2
30 995.7
40 992.2
50 988.1
60 983.2
70 977.8
80 971.8
90 965.3
100 958.4
(Sumber : Finnemore, E. J dan J.B. Franzini, 2002)
II.6 Data Temperatur Air terhadap Viskositas Kinematis Air
Tabel II.6 Data Temperatur (℃) terhadap Viskositas KinematisAir (m2 /s)
Temperatur (℃) Viskositas Kinematis Air (𝐦𝟐 /𝐬)
0 1.787E-6
5 1.519E-6
10 1.307E-6
20 1.004E-6
30 8.009E-7
40 6.580E-7
50 5.534E-7
60 4.745E-7
70 4.134E-7
80 3.650E-7
90 3.260E-7
100 2.940E-7
(Sumber : Shaughnessy & Ira, 2005)
III. Pengolahan Data
III.1 Pengolahan Data Massa Jenis Air Berdasarkan Suhu (𝜌)
Pada percobaan modul 3, dilakukan pengukuran suhu awal dan suhu
akhir untuk menentukan nilai densitas. Dari pengukuran tersebut, didapatkan
suhu awal air sebesar 26°C dan suhu akhir air sebesar 26°C. Kemudian nilai
kedua suhu tersebut dirata-ratakan dengan persamaan sebagai berikut.
Tawal + Takhir
Tavg =
2
Dengan keterangan, Tavg adalah suhu rata-rata (℃), Tawal adalah suhu awal
(℃), dan Takhir adalah suhu akhir (℃). Maka, suhu rata-rata yang dihitung
menggunakan persamaan di atas sebesar :
Tawal + Takhir
Tavg =
2
26℃ + 26℃
Tavg =
2
Tavg = 26℃
Diperlukan regresi untuk menentukan nilai densitas air yang dinyatakan
dengan sumbu-y dan temperature yang dinyatakan dengan sumbu-x. Data
yang akan diregresikan dapat dilihat pada Tabel II.5. Regresi tersebut dapat
dilihat Gambar II.5.1. Regresi tersebut menghasilkan persamaan sebagai
berikut.

1010
Densitas Air (kg/m^3)

1000 y = -0,415x + 1005,1


990 R² = 0,9511
980
970
960
950
0 20 40 60 80 100 120
Temperatur (C)

Gambar III.1 Grafik Perubahan Densitas Air (kg/m3 ) terhadap Temperatur


(℃)
y = −0.415x + 1005.1
Temperatur rata-rata air hasil percobaan sebesar 27(℃) disubstitusikan ke
dalam persamaan sebagai nilai x.
y = −0.415x + 1005.1
y = −0.415(26 ℃) + 1005.1
y = 996.4114 kg/m3
Maka, massa jenis (𝜌) dari fluida yang berupa air tersebut adalah
996.4114 kg/m3 .
III.2 Pengolahan Data Viskositas Kinematis Air (𝜇𝑘 )
Pada percobaan modul 2, pengukuran suhu awal dna suhu akhir saat
praktikum berpengaruh terhadap viskositas fluida. Suhu berpengaruh
terhadap jarak antar molekul. Semakin tinggi suhu fluida, maka jarak antar
molekul air akan semakin lebar. Oleh karena itu, saat suhu tinggi, volume
fluida akan meningkat dan viskositas pun mengecil akibat peningkatan
keenceran dari fluida tersebut.
Berdasarkan Tabel II.6, grafik viskositas kinematis air terhadap
temperatur direpresentasikan pada grafik di bawah ini.

2,00E-06
Viskositas Kinematis

1,50E-06 y = 2E-10x2 - 3E-08x + 2E-06


R² = 0,983
(m2/s)

1,00E-06

5,00E-07

0,00E+00
0 50 100 150
Temperatur (˚C

Gambar III.2 Grafik Perubahan Viskositas Kinematis Air (m2 /s) terhadap
Temperatur (℃)
Pada Subbab III.1 telah dihitung suhu rata-rata air yaitu sebesar 26℃.
Setelah data suhu rata-rata dan persamaan y = (2 × 10−10 )𝑥 2 −
(3 × 10−8 )𝑥 + (2 × 10−6 ) pada Gambar III.2 diketahui, maka viskositas
kinematis air berdasarkan temperatur dapat dicari dengan mensubstitusi suhu
rata-rata sebagai variable x dan viskositas kinematis sebagai nilai variable y
ke dalam persamaan pada Gambar III.2.
y = (2 × 10−10 )𝑥 2 − (3 × 10−8 )𝑥 + (2 × 10−6 )
y = (2 × 10−10 )(26℃)2 − (3 × 10−8 )(26℃) + (2 × 10−6 )
y = 0.0000013552 m2 /s
Maka, nilai viskositas kinematis air sebesar 0.0000013552 m2 /s.
III.3 Menentukan Volume Air
Seperti yang diketahui, dalam menentukan nilai debit aktual aliran
fluida, diperlukan data volume air. Untuk menentukan volume air digunakan
persamaan sebagai berikut.
mair
ρair =
Vair
mair
Vair =
ρair
Dengan keterangan, ρair menyatakan massa jenis air (kg/m3 ), Vair ialah
volume air (m3 ), dan mair ialah massa air (kg). Dengan menggunakan prinsip
tuas kesetimbangan, maka massa air sama dengan 3 kali massa beban yaitu
7.5 kg. Kemudian, nilai massa air dan massa jenis air yang telah dihitung
pada subbab sebelumnya disubstitusi ke persamaan di atas sebagai berikut.
mair
Vair =
ρair
7.5 kg
Vair =
996.4114 kg/m3
Vair = 0.00752701143 m3
Diperoleh volume air yang digunakan pada percobaan sebesar
0.00752701143 m3 .
III.4 Menentukan Waktu Aliran Rata-Rata (tavg )
Pada praktikum kali ini, dalam mencari waktu aliran rata-rata untuk tiap
variasi dilakukan sebanyak 3 variasi yang pada setiap variasinya percobaan
dilakukan 3 kali atau triplo. Tujuan pengulangan percobaan ini adalah untuk
meningkatkan akurasi dan presisi dari hasil pengukuran. Untuk menghitung
waktu rata-rata digunakan persamaan sebagai berikut.
t1 + t 2 + t 3
t avg =
3
Dengan tavg menunjukkan waktu rata-rata pada setiap variasi (s), t1
menunjukkan waktu pada pengukuran pertama (s), t2 menunjukkan waktu
pada pengukuran kedua (s), dan t3 menunjukkan waktu pada pengukuran
ketiga (s).
Perhitungan waktu rata-rata untuk variasi debit pertama adalah sebagai
berikut.
t1 + t 2 + t 3
tavg =
3
4.225 + 3.94 + 4.35
tavg =( )s
3
tavg = 4.17 s
Waktu aliran rata-rata untuk debit kedua dan ketiga dihitung dengan
persamaan yang sama dan hasil perhitungan tertera pada data akhir.
III.5 Menentukan Debit Aliran (Q)
Dalam menentukan besar debit aliran, akan digunakan pengukuran
berbasis massa dengan prinsip hydraulic bench. Untuk menentukan debit
aliran tersebut digunakan penurunan persamaan sebagai berikut.
mair
ρair = vair
sehingga mair = ρair × Vair
V
Vair = Q × tavg sehingga Q = t air
avg

Kemudian, menurut prinsip tuas kesetimbangan, massa air sama dengan


tiga kali massa beban. Dengan demikian, debit aliran dapat dihitung dengan
persamaan berikut.
3 × mbeban
Q=
tavg × 𝜌𝑎𝑖𝑟
Dengan keterangan, Q ialah debit aktual (m3 /s), Vair adalah volume air
(m3 ), mair ialah massa air kg, mbeban ialah massa beban (kg) dan tavg ialah
waktu rata-rata. Diketahui bahwa besar massa beban adalah 2.5 kg sehingga
massa air sebesar 7.5 kg. Kemudian, untuk variasi pertama diketahui tavg
sebesar 4.17 s dan 𝜌𝑎𝑖𝑟 sebesar 996.4114kg/m3 . Dengan demikian,
diperoleh debit dari aliran variasi pertama sebagai berikut.
3 × mbeban
Q=
tavg × 𝜌𝑎𝑖𝑟
3 × 2.5 kg
Q=
4.17 s × 996.4114kg/m3
Q = 0.00180431756 m3 /s
Diperoleh nilai Q sebesar 0.00180431756 m3 /s untuk variasi debit
pertama. Kemudian, untuk variasi lain dilakukan dengan langkah yang
sama. Hasil perhitungan untuk Q tiap variasinya dilampirkan pada Tabel
IV.1, Tabel IV.2, Tabel IV.3, Tabel IV.4, dan Tabel IV.5.
III.6 Menentukan Luas Penampang Basah (A)
Luas penampang basah dapat diperoleh melalui persamaan sebagai
berikut.
A = b × yi
Dengan keterangan, A menyatakan luas penampang basah (m2 ), b
menyatakan lebar saluran (m), dan yi menyatakan ketinggian aliran pada
titik ke-i (m). Diketahui bahwa besar lebar saluran ialah 0.077 m dan besar
y1 untuk variasi debit pertama ialah 0.0753 m. Dengan demikian, diperoleh
luas penampang basah dari aliran variasi pertama sebagai berikut.
A1 = b × y1
A1 = 0.077 m × 0.0753 m
A1 = 0.0057981 m2
Diperoleh nilai luas penampang basah titik 1 (A1 ) variasi debit pertama
sebesar 0.0057981 m2 . Kemudian, untuk titik dan variasi debit lain akan
didapatkan luas penampang basah dengan langkah yang sama. Hasil
perhitungan untuk kedalaman rata-rata tiap variasinya dilampirkan pada
Tabel IV.1, Tabel IV.2, Tabel IV.3, Tabel IV.4, dan Tabel IV.5.
III.7 Menentukan Keliling Basah
Keliling basah dapat diperoleh melalui persamaan berikut.
P = (2 × yi ) + b
Dengan keterangan, P menyatakan keliling basah (m), yi menyatakan
kedalaman titik-i pada variasi tertentu, dan b menyatakan lebar saluran.
Diketahui bahwa besar lebar saluran ialah 0.077 m dan y1 untuk variasi
debit pertama sebesar 0.0753 m. Dengan demikian, diperoleh keliling basah
dari aliran variasi pertama sebagai berikut.
P1 = (2 × y1 ) + b
P1 = (2 × 0.0753 m) + 0.077 m
P1 = 0.2267 m
Diperoleh nilai keliling basah titik 1 variasi debit pertama sebesar 0.2267
m. Kemudian, untuk titik dan variasi debit lain akan didapatkan keliling
basah dengan langkah yang sama. Hasil perhitungan untuk kedalaman rata-
rata tiap variasinya dilampirkan pada data akhir.
III.8 Menentukan Jari-Jari Hidrolis (R)
Jari-jari hidrolis dapat diperoleh melalui persamaan sebagai berikut.
A
R=
P
Dengan keterangan, R menyatakan jari-jari hidrolis (m), A menyatakan luas
penampang basah (m), dan P menyatakan keliling basah (m). Diketahui
bahwa A titik 1 variasi pertama adalah 0.0057981 m2 dan P variasi
pertama sebesar 0.2267 m. Dengan demikian, diperoleh jari-jari hidrolis dari
aliran variasi pertama sebagai berikut.
A
R1 =
P
0.0057981 m2
R1 =
0.2267 m
R1 = 0.025474955606 m
Diperoleh nilai jari-jari hidrolis (R) titik 1 variasi debit pertama sebesar
0.025474955606 m. Kemudian, untuk titik dan variasi debit lain akan
didapatkan jari-jati hidrolis (R) dengan langkah yang sama. Hasil
perhitungan untuk kedalaman rata-rata tiap variasinya dilampirkan pada
Tabel IV.1, Tabel IV.2, Tabel IV.3, Tabel IV.4, dan Tabel IV.5.
III.9 Menentukan Kecepatan Aliran Fluida (v)
Pada percobaan kali ini, untuk menghitung kecepatan aliran (v) dapat
menggunakan persamaan debit sebagai berikut.
Q akt
v=
A
Dengan v menunjukkan kecepatan aliran (m/s), Q akt menyatakan debit
aktual air (m3 /s) yang telah dijelaskan pada Subbab III.8, dan A
menunjukan luas penampang (m2 ) yang telah dijelaskan pada Subbab
III.6. Dengan demikian, jika nilai-nilai tersebut disubstitusi ke persamaan di
atas akan menghasilkan nilai kecepatan alisan untuk variasi debit pertama
sebagai berikut.
Q akt
v=
A
0.00180431756 m3 /s
v=
0.0057981 m2
v = 0.3111911769 m/s
Diperoleh nilai v titik 1 sebesar 0.3111911769 m/s untuk variasi debit
pertama. Kemudian, untuk titik dan variasi lain dilakukan dengan langkah
yang sama. Hasil perhitungan untuk v tiap variasinya dilampirkan pada
Tabel IV.1, Tabel IV.2, Tabel IV.3, Tabel IV.4, dan Tabel IV.5.
III.10 Menentukan Bilangan Froude (NFR )
Bilangan Froude pada aliran fluida dapat ditentukan melalui persamaan
berikut.
vi
NFRi =
√g × yi
Dengan keterangan, NFR menyatakan bilangan Froude, v menyatakan
kecepatan aliran (m/s), g menyatakan percepatan gravitasi (m/s 2 ), dan yi
menyatakan ketinggian pada titik ke-i (m). Diketahui bahwa pada titik 1
variasi pertama, g sebesar 9.81 m/s 2, v sebesar 0.3111911769 m/s , dan
yi sebesar 0.0753 m. Dengan demikian, diperoleh besar bilangan Reynolds
variasi debit pertama sebagai berikut.
vi
NFRi =
√g × yi
0.3111911769 m/s
NFRi =
√9.81 m/s 2 × 0.0753 m
NFRi = 0.3408686307
Diperoleh nilai NFR sebesar 0.3408686307 untuk titik 1 variasi debit
pertama. Kemudian, untuk variasi lain dilakukan dengan langkah yang
sama. Hasil perhitungan NFR untuk tiap variasinya dilampirkan pada Tabel
IV.1, Tabel IV.2, Tabel IV.3, Tabel IV.4, dan Tabel IV.5.
III.11 Menentukan Energi Spesifik (Es )
Energi spesifik pada aliran fluida dapat ditentukan melalui persamaan
berikut.
vi2
Es = yi +
2g
Dengan keterangan, Es menyatakan energi spesifik (m), yi menyatakan
kedalaman titik ke-i (m), vi menyatakan kecepatan aliran air pada
kedalaman titik ke-i (m/s), dan g menyatakan percepatan gravitasi (m/s 2)
sebesar 9.81 m/s 2 . Untuk titik 1 variasi debit pertama dengan kedalaman
sebesar 0.0753 m dan v sebesar 0.3111911769 m/s disubstitusikan ke
persamaan di atas sebagai berikut.
vi2
Es = yi +
2g
m 2
(0.3111911769 s )
Es = 0.0753 m +
2(9.81 m/s 2 )
Es = 0.0802 m
Diperoleh nilai Es sebesar 0.0802 m untuk titik 1 variasi debit pertama.
Kemudian, untuk variasi lain dilakukan dengan langkah yang sama. Hasil
perhitungan Es untuk tiap variasinya dilampirkan pada Tabel IV.6.
III.12 Menentukan Nilai Kehilangan Energi (∆Es)
Nilai kehilangan energi dapat diperoleh menggunakan persamaan berikut.
∆Es = Esi.2 − Esi.6
Dengan keterangan, ∆Es menyatakan kehilangan energi (m), Esi.2
menyatakan energi spesifik di titik 2 pada variasi debit ke-i (m), dan Esi.6
menyatakan energi spesifik di titik 6 pada variasi debit ke-i (m). Untuk
variasi debit pertama, diketahui Esi.2 dan Esi.6 masing-masing sebesar
0.0802 m dan 0.0584 m. Dengan demikian, diperoleh besar nilai kehilangan
energi sebagai berikut.
∆Es = Esi.2 − Esi.6
∆Es = 0.0802 m − 0.0584 m
∆Es = 0.0287 m
Diperoleh nilai ∆Es sebesar 0.0287 m untuk titik 1 variasi debit pertama.
Kemudian, untuk variasi lain dilakukan dengan langkah yang sama. Hasil
perhitungan ∆Es untuk tiap variasinya dilampirkan pada Tabel IV.6.
III.13Menentukan Nilai Efisiensi Energi (Ef)
Nilai efisiensi energi dapat diperoleh menggunakan persamaan berikut.
Esi.6
Efi =
Esi.2
Dengan keterangan, Efi menyatakan efisiensi energi pada variasi debit ke-i
(m), Esi.2 menyatakan energi spesifik di titik 2 pada variasi debit ke-i (m),
dan Esi.6 menyatakan energi spesifik di ititk 6 pada variasi debit ke-i (m).
Untuk variasi debit pertama, diketahui Esi.2 dan Esi.6 masing-masing
sebesar 0.0802 m dan 0.0584 m. Dengan demikian, diperoleh besar nilai
efisiensi energi sebagai berikut.
Esi.6
Efi =
Esi.2
0.0584 m
Efi =
0.0802 m
Efi = 0.6705 m
Diperoleh nilai Efi sebesar 0.6705 m untuk titik 1 variasi debit pertama.
Kemudian, untuk variasi lain dilakukan dengan langkah yang sama. Hasil
perhitungan Efi untuk tiap variasinya dilampirkan pada Tabel IV.6.
III.14Menentukan Panjang Loncatan (L)
Besar panjang loncatan hidrolik diperoleh menggunakan persamaan berikut.
L = |xi.5 − xi.3 |
Dengan keterangan, L menyatakan panjang loncatan hidrolis (m), xi.5
menyatakan jarak titik ukur ke-5 dari titik 0 atau dari hulu pada variasi debit
ke-1 (m), dan xi.3 menyatakan jarak titik ukur ke-3 dari titik 0 atau dari hulu
pada variasi debit ke-1 (m). Untuk variasi debit pertama, diketahui xi.5 dan
xi.3 masing-masing sebesar 2.38 m dan 2.28 m. Dengan demikian, diperoleh
besar panjang loncatan sebagai berikut.
L = |xi.5 − xi.3 |
L = |2.38 − 2.28|m
L = 0.1 m
Diperoleh nilai L sebesar 0.1 m untuk titik 1 variasi debit pertama.
Kemudian, untuk variasi lain dilakukan dengan langkah yang sama. Hasil
perhitungan L untuk tiap variasinya dilampirkan pada Tabel IV.7.
III.15Menentukan Tinggi Loncatan (Hi )
Besar tinggi loncatan hidrolik diperoleh menggunakan persamaan berikut.
Hi = 𝑦𝑖.6 − 𝑦𝑖.2
Dengan keterangan, Hi menyatakan tinggi loncatan hidrolis (m), yi.6
menyatakan ketinggian di titik-6 pada variasi debit ke-i (m), dan yi.2
menyatakan ketinggian di titik-2 pada variasi debit ke-i (m). Untuk variasi
debit pertama, diketahui yi.6 dan yi.2 masing-masing sebesar 0.0437 m dan
0.0205 m. Dengan demikian, diperoleh besar panjang loncatan sebagai
berikut.
Hi = 𝑦𝑖.6 − 𝑦𝑖.2
Hi = (0.0437 − 0.0205)m
Hi = 0.0232 m
Diperoleh nilai Hi sebesar 0.0232 m untuk titik 1 variasi debit pertama.
Kemudian, untuk variasi lain dilakukan dengan langkah yang sama. Hasil
perhitungan Hi untuk tiap variasinya dilampirkan pada Tabel IV.7.
III.16Menentukan Ketinggian Kritis (𝑦𝑐)
Besar ketinggian kritis dapat diperoleh menggunakan persamaan berikut.

3 𝑄𝑖2
𝑦𝑐𝑖 = √
𝑔 × 𝑏2

Dengan keterangan, 𝑦𝑐𝑖 menyatakan ketinggian kritis pada variasi ke-i (m),
𝑄𝑖 menyatakan debit aliran variasi ke-i (m3 /s), b menyatakan lebar saluran
(m), dan g menyatakan percepatan gravitasi sebesar 0.81 m/s 2 . Diketahui
besar lebar saluran ialah 0.077 m dan besar debit variasi pertama ialah
0.00180431756 m3 /s. Dengan demikian, ketinggian kritis variasi debit
pertama dapat diperoleh sebagai berikut.

3 𝑄𝑖2
𝑦𝑐𝑖 = √
𝑔 × 𝑏2

2
3 m3
(0.00180431756 )
√ s
𝑦𝑐𝑖 =
9.81 m/s 2 × (0.077 m)2

𝑦𝑐𝑖 = 0.03825238 m
Diperoleh besar ketinggian kritis pada variasi debit pertama sebesar
0.03825238 m. Kemudian, untuk variasi lain dilakukan dengan langkah
yang sama. Hasil perhitungan 𝑦𝑐𝑖 untuk tiap variasinya dilampirkan pada
Tabel IV.7.
𝑦
III.17Menentukan Efektivitas Loncatan Teoritis (𝑦6 )
2

Besar efektivitas loncatan teoritis diperoleh menggunakan persamaan


berikut.
𝑦6.𝑖 1 2
= (√1 + 8𝐹𝑟2.𝑖 − 1)
𝑦2.𝑖 2
𝑦6.𝑖
Dengan keterangan, menyatakan efektivitas loncatan, 𝐹𝑟2.𝑖 menyatakan
𝑦2.𝑖

bilangan Froude pada titik ke-2 variasi debit ke-1. Diketahui, bilangan
Froude pada titik ke-2 variasi debit pertama sebesar 0.34086. Dengan
demikian, ketinggian kritis variasi debit pertama dapat diperoleh sebagai
berikut.
𝑦6.𝑖 1 2
= (√1 + 8𝐹𝑟2.𝑖 − 1)
𝑦2.𝑖 2
𝑦6.𝑖 1
= (√1 + 8(0.34086)2 − 1)
𝑦2.𝑖 2
𝑦6.𝑖
= 3.139235
𝑦2.𝑖
Diperoleh besar efektivitas loncatan teoritis pada variasi debit pertama
sebesar 3.139235. Kemudian, untuk variasi lain dilakukan dengan langkah
yang sama. Hasil perhitungan untuk tiap variasinya dilampirkan pada Tabel
IV.7.
𝑦
III.18Menentukan Efektivitas Loncatan Aktual (𝑦6 )
2

Besar efektivitas loncatan teoritis diperoleh menggunakan persamaan


berikut.
𝑦6.𝑖
= Efektivitas Loncatan Aktual
𝑦2.𝑖
𝑦6.𝑖
Dengan keterangan, menyatakan efektivitas loncatan atau ketinggian
𝑦2.𝑖

pada titik6 dan 2 variasi debit (m). Diketahui, besar ketinggian pada titik ke-
6 dan titik ke-2 variasi debit pertama sebesar 0.0437 m dan 0.0205 m.
Dengan demikian, efektivitas loncatan aktual variasi debit pertama dapat
diperoleh sebagai berikut.
𝑦6.𝑖 0.0437
=( )m
𝑦2.𝑖 0.0205
𝑦6.𝑖
= 2.131707317
𝑦2.𝑖
Diperoleh besar efektivitas loncatan teoritis pada variasi debit pertama
sebesar 2.131707317. Kemudian, untuk variasi lain dilakukan dengan
langkah yang sama. Hasil perhitungan untuk tiap variasinya dilampirkan
pada Tabel IV.7.
IV. Data Akhir
Tabel IV.1 Data Hasil Perhitungan Akhir Volume, Debit, Luas Penampang,
Keliling, Radius, Hidrolisis, dan Bilangan Froude Variasi Pertama

Volume 𝐦𝟑 𝟐
Titik Q( ) A (𝐦𝟐 ) v (m/s) P (m) R (m) 𝐍𝐅𝐑 𝐍𝐅𝐑
(𝐦𝟑 ) 𝐬

0.00579 0.31119 0.02547 0.34086 0.11619


1 0.2276
81 11769 495606 86307 14234
0.00157 1.14305 0.01337 3.26646 10.6697
2 0.118
85 8323 711864 1907 7339
0.00212 0.84901 0.01607 2.25211 5.07200
3 0.1322
0.0075270 0.001804 52 07109 564297 1947 8221
11433 317563 0.00432 0.41695 0.02284 1.29790 1.68455
4 0.1894
74 18794 794087 4633 6436
0.00397 0.45412 0.02204 0.78582 0.61752
5 0.1802
32 20082 883463 96052 81683
0.00336 0.53621 0.02046 0.93218 0.86897
6 0.1644
49 72911 776156 59829 07067

Tabel IV.2 Data Hasil Perhitungan Akhir Volume, Debit, Luas Penampang,
Keliling, Radius, Hidrolisis, dan Bilangan Froude Variasi Kedua

Volume 𝐦𝟑 𝟐
Titik Q( ) A (𝐦𝟐 ) v (m/s) P (m) R (m) 𝐍𝐅𝐑 𝐍𝐅𝐑
(𝐦𝟑 ) 𝐬

0.257245 0.028780 0.301580 0.090950


1 0.008778 0.305
7769 32787 3958 73515
0.0075270 0.002258 1.466300 0.013162 2.871272 8.244206
2 0.00154
929
0.117
39316 656 663
11433 10343
0.002887 0.782027 0.018996 1.444909 2.087763
3 5 1619
0.152
71053 645 881
Volume 𝐦𝟑 𝟐
Titik Q( ) A (𝐦𝟐 ) v (m/s) P (m) R (m) 𝐍𝐅𝐑 𝐍𝐅𝐑
(𝐦𝟑 ) 𝐬
0.003056 0.738690 0.019545 0.742720 0.551634
4 0.1564
9 6441 39642 6754 0017
0.004057 0.556470 0.022247 0.522678 0.273193
5 0.1824
9 9406 25877 9261 2598
0.003334 0.677275 0.020379 0.800072
6 1 2557
0.1636
58435 4967
0.640116

Tabel IV.3 Data Hasil Perhitungan Akhir Volume, Debit, Luas Penampang,
Keliling, Radius, Hidrolisis, dan Bilangan Froude Variasi Ketiga

Volume 𝐦𝟑 𝟐
Titik Q( ) A (𝐦𝟐 ) v (m/s) P (m) R (m) 𝐍𝐅𝐑 𝐍𝐅𝐑
(𝐦𝟑 ) 𝐬

0.292967 0.027797 0.295790 0.087492


1 0.0077 0.277
2185 83394 7061 14181
1.464836 0.013162 3.307040 10.93651
2 0.00154 0.117
092 39316 63 773
1.171868 0.015157 2.366325 5.599497
3 0.001925
874
0.127
48031 649 076
0.0075270 0.002255
11433 847582 0.002340 0.963707 0.016986 1.764713 3.114212
4 8 9556
0.1378
93759 259 886
0.004034 0.559097 0.022193 0.779807 0.608100
5 0.1818
8 7452 61936 8336 2574
0.610348 0.021364 0.889452 0.791125
6 0.003696 0.173
3719 16185 3114 4142

Tabel IV.4 Data Hasil Perhitungan Akhir Volume, Debit, Luas Penampang,
Keliling, Radius, Hidrolisis, dan Bilangan Froude Variasi Keempat

Volume 𝐦𝟑 𝟐
Titik Q( ) A (𝐦𝟐 ) v (m/s) P (m) R (m) 𝐍𝐅𝐑 𝐍𝐅𝐑
(𝐦𝟑 ) 𝐬

0.005035 0.318926 0.024233 0.398168 0.158537


1 0.2078
8 081 87873 2794 9787
0.001262 1.271814 0.011500 3.170790 10.05391
2 8 982
0.1098
91075 211 057
0.0075270 0.001606 0.001832 0.876376 0.014707 1.813709 3.289543
3 6 71
0.1246
86517 991 931
11433 047959
0.463505 0.020748 0.697612 0.486663
4 0.003465 0.167
9044 50299 9119 7749
0.004273 0.375815 0.022731 0.509323 0.259410
5 0.188
5 5982 38298 6072 5368
Volume 𝐦𝟑 𝟐
Titik Q( ) A (𝐦𝟐 ) v (m/s) P (m) R (m) 𝐍𝐅𝐑 𝐍𝐅𝐑
(𝐦𝟑 ) 𝐬
0.521444 0.019617 0.832421 0.692925
6 0.00308 0.157
1424 83439 5098 5701

Tabel IV.5 Data Hasil Perhitungan Akhir Volume, Debit, Luas Penampang,
Keliling, Radius, Hidrolisis, dan Bilangan Froude Variasi Kelima

Volume 𝐦𝟑 𝟐
Titik Q( ) A (𝐦𝟐 ) v (m/s) P (m) R (m) 𝐍𝐅𝐑 𝐍𝐅𝐑
(𝐦𝟑 ) 𝐬

0.301224 0.025554 0.348858 0.121702


1 0.005852
5632
0.229
58515 3187 1265
0.001632 1.079861 0.013671 2.367912 5.607010
2 4 642
0.1194
69179 665 39
0.001940 0.908455 0.015230 1.827126 3.338391
3 0.1274
0.0075270 0.001762 4 0318 76923 686 926
11433 766144 0.003249 0.542489 0.020132 0.843142 0.710888
4 0.1614
4 7346 58984 1393 667
0.003742 0.471050 0.021482 0.682205 0.465404
5 2 7572
0.1742
20436 2668 026
0.003280 0.537395 0.020223 0.831294 0.691051
6 2 9343
0.1622
18126 8178 0741

Tabel IV.6 Data Hasil Perhitungan Akhir Energi Spesifik, Kehilangan


Energi, dan Efisiensi Energi

Varia
𝐄𝐬𝟏 (𝐦) 𝐄𝐬𝟐 (𝐦) 𝐄𝐬𝟑 (𝐦) 𝐄𝐬𝟒 (𝐦) 𝐄𝐬𝟓 (𝐦) 𝐄𝐬𝟔 (𝐦) ∆𝐄𝐬(𝐦) Ef
si

0.670493
1 0.0802 0.0871 0.0976 0.0643 0.0621 0.0584 0.0287
6854
0.514660
2 0.1174 0.1296 0.0687 0.0675 0.0685 0.0667 0.0629
4938
0.517774
3 0.1044 0.1294 0.095 0.0777 0.0683 0.067 0.0624
3431
0.545546
4 0.0706 0.0988 0.0629 0.0559 0.0627 0.0539 0.045
5587
0.710911
5 0.0806 0.0806 0.0673 0.0636 0.0599 0.0573 0.0233
141
Tabel IV.7 Data Hasil Perhitungan Atribut Loncatan Hidrolis

𝐲𝟔 𝐲𝟔
Variasi 𝐋 (𝐦) 𝐇𝐢 (𝐦) 𝐲𝐜𝐢 (𝐦) 𝒂𝒌𝒕(𝐦) 𝒕𝒆𝒐(𝐦)
𝐲𝟐 𝐲𝟐

1 0.1000000 0.0232 0.03825238 2.131707317 3.139235


2 0.1400000 0.0233 0.04442346 2.165 4.2081635
3 0.0900000 0.028 0.04439387 2.4 4.2035131
4 0.1500000 0.0236 0.03539611 2.43902439 4.0119642
5 0.0900000 0.0214 0.03766283 2.009433962 2.885856
V. Analisis A
V.1 Cara Kerja
Langkah pertama yang dilakukan pada modul 3 ini adalah dikurnya
temperatur awal menggunakan thermometer. Data temperatur ini digunakan
untuk menentukan densitas fluida serta viskositas kinematis air yang
perhitungannya tertera pada Subbab III.1 dan Subbab III.2. Kemudian,
hydraulic bench dihubungkan ke sumber listrik sebesar 110 Volt. Sejatinya,
hydraulic bench harus disambungkan ke tegangan 220 Volt, tetapi
dikarenakan ada kemungkinan terjadi kebocoran di laboratorium akibat
meluapnya air pada saluran, hydraulic bench disambungkan ke sumber listrik
sebesar 110 Volt.
Praktikum kali ini, digunakan alat Bernama sluice gate. Sluice gate ini
diletakkan pada saluran terbuka atau open channel yang tidak perlu digeser-
geser kembali. Selanjutnya, hydraulic bench dinyalakan dengan menekan
tombol “On” yang berupa power cut-off switch pada hydraulic bench. Setelah
itu, valve diputar hingga air mengalir ke open channel. Air pada saluran
nantinya akan terlihat bergelombang dan harus ditunggu terlebih dahulu
hingga stabil. Air yang bergelombang ini diakibatkan adanya hambatan atau
luas penampang yang berubah secara tiba-tiba. Secara fisik, dapat terlihat
adanya perubahan ketinggian pada beberapa titik. Titik-titik ini ditandai untuk
kemudian diukur ketinggiannya. Sebaran titik tersebut adalah satu titik
sebelum sluice gate, dua titik sebelum loncatan, dua titik sesaat loncatan, dan
satu titik sesudah loncatan. Enam titik ini diukur ketinggiannya menggunakan
alat seperti jangka sorong kemudian data tersebut dicatat untuk diolah.
Namun, sebelum pengukuran dilakukan, alat harus dikalibrasikan terlebih
dahulu agar ketinggian yang diperoleh lebih akurat. Jika ketinggian telah
didapatkan, jarak antar titik diukur dengan meteran untuk menentukan
panjang loncatan.
Di sisi lain, tangka pada hydraulic bench dikosongkan terlebih dahulu
dengan menurunkan cam lever. Pengosongan tangka ini dilakukan karena
tuas berhubungan dengan bak penampung yang akan menyebabkan air
tertampung pada bak, sehingga pengukuran waktu tidak tepat. Setelah bak
kosong, cam lever dinaikkan untuk mengisi tangka. Tepat saat beam bergerak
naik, beban segera dipasang. Pengukuran stopwatch dimulai ketika beam
bergerak naik lalu beban dipasang. Saat beam dalam keadaan setimbang atau tepat
ketika beam stopper disentuh beam, stopwatch dimatikan dan waktu yang
tertera dicatat. Pada keadaan beam mencapai kesetimbangan ini, berat air
pada measuring tank telah mencapai 3 kali berat beban yang dipasang.
Pengukuran waktu ini dilakukan sebanyak 3 kali atau triplo untuk setiap
variasi guna meningkatkan akurasi data yang diperoleh. Percobaan
dilanjutkan, tetapi sebelum percobaan diulangi measuring tank yang mulanya
berisi air harus dikosongkan dengan menurunkan cam lever.
Dilakukan hal sama untuk mendapatkan waktu, ketinggian enam titik,
serta jarak enam titik dengan ujung huku saluran. Setelah variasi debit kedua
hingga kelima selesai, valve ditutup dan hydraulic bench dimatikan.
Kemudian, temperatur diukur kembali untuk dirata-ratakan dengan
temperatur awal untuk densitas dan viskositas kinematis air.
V.2 Analisis Data dan Grafik
V.2.1 Grafik Hubungan Ketinggian dengan Jarak Antar Titii (Profil Aliran)
Profil aliran saluran dengan loncatan hidrolis dapat dilihat pada grafik
ketinggian aliran (sumbu-y) terhadap jarak antar titik dengan hulu (sumbu-x).
Pada grafik ini terdapat enam titik yang diukur dengan ppsisi horizontal untuk
mendapatkan jarak. Berikut merupakan profil aluran dengan beberapa variasi
debit.
0,12

0,1

Kedalaman Aliran (m)


0,08
Variasi 1
0,06 Variasi 2
Variasi 3
0,04
Variasi 4
0,02 Variasi 5

0
0 1 2 3 4 5
Jarak Antar Titik (m)

Gambar V.1 Grafik Ketinggian Air terhadap Jarak Horizontal


Berdasarkan Gambar V.1, dapat dilihat profil aliran menunjukan
bahwa titik di hulu lebih tinggi dibandingkan titik setelah pintu air. Lalu,
setelah melewati pintu air pada titik ke-2, ketinggian aliran menurun drastis.
Kemudian, pada titik ketiga, ketinggian aliran kembali naik yang disebabkan
terjadinya fenomena loncatan hidrolis untuk menyeimbangkan energi dan
menormalkan aliran. Fenomena ini terjadi di area transisi antara aliran
superkritis dengan subkritis. Energi yang diseimbangkan ini diakibatkan
aliran turbulen yang terjadi karena perubahan peningkatan kecepatan aliran
akibat adanya perubahan luas penampang. Hal tersebut menyebabkan
kehilangan energi. Pernyataan sebelumnya sesuai dengan karakteristik
loncatan hidrolis yang mana loncatan hidrolis akan mengalami kehilangan
energi akibat turbulensi. Dari keenam titik pengukuran, titik kelima
merupakan titik tertinggi kedua setelah titik pertama. Lalu dari titik kelima
hingga keenam terjadi penurunan profil secara perlahan yang menandakan
aliran mulai stabil kembali.
𝑦
V.2.2 Grafik Efektivitas Loncatan Aktual (𝑦6 ) terhadap bilangan Froude Titik
2

2
Kedua Kuadrat (NFR2 )
Setelah didapatkan data efektivitas loncatan aktual dan bilangan Froude
di titik 2 kuadrat untuk setiap variasi debit pada Tabel IV.2 dan Tabel IV.7,
𝑦
diperoleh grafik yang merepresentasikan (𝑦6 ) terhadap bilangan Froude Titik
2
2
Kedua Kuadrat (NFR2 ) sebagai berikut.

y6/y2 aktual (m)


2,5
2
1,5
1 y = 1,9306x0,1085
R² = 0,5882
0,5
0
0 5 10 15

Nfr22
𝑦
Gambar V.2 Grafik Efektivitas Loncatan Aktual ( 6 ) terhadap bilangan
𝑦2
2
Froude Titik Kedua Kuadrat (NFR2 )
Dari regresi power di atas, didapatkan nilai R2 sebesar 0.5882. Nilai
R2 merupakan koefisien determinasi yang menunjukkan besarnya pengaruh
variabel bebas (sumbu-x) terhadap variabel terikat (sumbu-y)(Hair, Jr.,
Joseph F., et. al. (2011)). Maka, grafik di atas menunjukkan bahwa 58.82%
dari efektivitas loncatan aktual tiap variasi debit dipengaruhi oleh bilangan
Froude dan sebesar 41.18% nilai efektivitas loncatan aktual dipengaruhi oleh
faktor lain. Dari nilai R2 didapatkan nilai R atau koefisien korelasi sebesar
0.76694 yang berada di range -1 hingga 1. Dapat disimpulkan bahwa
efektivitas loncatan aktual berkorelasi lurus atau berbanding lurus sebesar
76.694% dengan bilangan Froude titik 2 dikuadratkan.
Berdasarkan grafik di atas, didapatkan persamaan sebagai berikut.
y = 1.9306x 0.1085
Persamaan ini sesuai dengan :
y = ax b
Persamaan teoritis yang digunakan adalah sebagai berikut.
𝑦6 1 2
= (√1 + 8𝐹𝑟2.𝑖 − 1)
𝑦2 2
Jika variable 0.5, -1, 1, dan 8 dianggap sebagai konstanta, persamaan dapat
disimplifikasi sebagai berikut.
𝑦6.𝑖
≈ (𝐹𝑟22 )0.5
𝑦2.𝑖
𝑦6
Dengan, 𝑦 = , a=1, b=0.5, dan x=𝐹𝑟22 . Nilai b merupakan nilai teoritis yang
𝑦2

digunakan untuk mencari galat. Untuk pangkat aktualnya ialah 0.1085.


Dengan demikian, galat dapat dicari sebagai berikut.
Pangkat Teoritis − Pangkat Aktual
Galat = | | × 100%
Pangkat Teoritis
0.5 − 0.1085
Galat = | | × 100% = 78.3%
0.5
Diperoleh galat lebih dari 5% yaitu sebesar 78.3% yang dianggap cukup
besar sehingga tidak dapat diabaikan. Namun, data tersebut masih dapat
digunakan dengan faktor koreksi. Galat ini juga dapat dikatakan belum
akurat, mengingat ada beberapa kesalahan yang terjadi dan tertera pada
Subbab V.6.
V.2.3 Grafik Pengaruh Efisiensi Energi (Ef) terhadap bilangan Froude Titik
2
Kedua Kuadrat (NFR2 )
Setelah didapatkan data efisiensi energi dan bilangan Froude di titik 2
kuadrat untuk setiap variasi debit pada Tabel IV.1 dan Tabel IV.6, diperoleh
grafik yang merepresentasikan Ef terhadap bilangan Froude Titik Kedua
2
Kuadrat (NFR2 ) sebagai berikut.

0,8
0,7
Efisiensi Energi

0,6
0,5
0,4
0,3
0,2 y = 0,6962x-0,133
0,1 R² = 0,2919
0
0 5 10 15
Fr^2 titik 2

Gambar V.3 Grafik Pengaruh Efisiensi Energi (Ef) terhadap bilangan


2
Froude Titik Kedua Kuadrat (NFR2 )
Dari regresi power di atas, didapatkan nilai R2 sebesar 0.2919. Nilai
R2 merupakan koefisien determinasi yang menunjukkan besarnya pengaruh
variabel bebas (sumbu-x) terhadap variabel terikat (sumbu-y)(Hair, Jr.,
Joseph F., et. al. (2011)). Maka, grafik di atas menunjukkan bahwa 29.19%
dari efektivitas loncatan aktual tiap variasi debit dipengaruhi oleh bilangan
Froude dan sebesar 70.81% nilai efisiensi energi dipengaruhi oleh faktor lain.
Dari nilai R2 didapatkan nilai R atau koefisien korelasi sebesar 0.54690 yang
berada di range -1 hingga 1. Dapat disimpulkan bahwa efisiensi energi
berkorelasi lurus atau berbanding lurus sebesar 54.69% dengan bilangan
Froude titik 2 dikuadratkan.
Berdasarkan grafik di atas, didapatkan persamaan sebagai berikut.
y = 0.6962x 0.133
Persamaan ini sesuai dengan :
y = ax b
Persamaan teoritis yang digunakan adalah sebagai berikut.
3
Es6 (1 + 8Fr22 )2 − 4Fr22 + 1
=
Es2 8Fr22 (2 + Fr22 )
Dikarenakan, hanya akan dicari pangkat teoritis, koefisien dan konstanta
dapat diabaikan. Asumsikan Fr22 = x, maka persamana menjadi sebagai
berikut.
Es6 x 3/2 + x

Es2 x + x2
Kemudian, dapat disederhanakan melalui pembagian persamaan dengan
bilangan Froude pangkat terendah yaitu x, sehingga diperoleh persamaan
berikut.
3
Es6 x 2 + x x 0.5
≈ = 1 = 𝑥 −1/2
Es2 x + x 2 x

Dengan, pangkat teoritis x sebesar -0.5 dan pangkat x sebesar 0.133


didapatkan galat sebagai berikut.
Pangkat Teoritis − Pangkat Aktual
Galat = | | × 100%
Pangkat Teoritis
−0.5 − 0.133
Galat = | | × 100% = 126.6%
−0.5
Diperoleh galat lebih dari 5% yaitu sebesar 126.6% yang dianggap cukup
besar sehingga tidak dapat diabaikan. Namun, data tersebut masih dapat
digunakan dengan faktor koreksi. Galat ini juga dapat dikatakan belum
akurat, mengingat ada beberapa kesalahan yang terjadi dan tertera pada
Subbab V.6.
V.2.4 Grafik Pengaruh Tinggi Loncatan (H) terhadap Bilangan Froude
2
Kuadrat (NFR2 )
Setelah didapatkan data tinggi dan bilangan Froude di titik 2 kuadrat
untuk setiap variasi debit pada Tabel IV.1 sampai Tabel IV.5 dan Tabel
IV.7, diperoleh grafik yang merepresentasikan H terhadap bilangan Froude
2
Titik Kedua Kuadrat (NFR2 ) sebagai berikut.

0,03
Tinggi loncatan (m)

0,025
0,02
0,015
0,01 y = 0,0231x0,024
0,005 R² = 0,0136
0
0 5 10 15
Fr^2 titik 2

Gambar V.4 Grafik Pengaruh Tinggi Loncatan (H) terhadap Bilangan


2
Froude Kuadrat (NFR2 )
Dari regresi power di atas, didapatkan nilai R2 sebesar 0.0136. Nilai
R2 merupakan koefisien determinasi yang menunjukkan besarnya pengaruh
variabel bebas (sumbu-x) terhadap variabel terikat (sumbu-y)(Hair, Jr.,
Joseph F., et. al. (2011)). Maka, grafik di atas menunjukkan bahwa 1.36%
dari tinggi loncatan tiap variasi debit dipengaruhi oleh bilangan Froude dan
sebesar 98.54% nilai tinggi loncatan dipengaruhi oleh faktor lain. Dari nilai
R2 didapatkan nilai R atau koefisien korelasi sebesar 0.11661 yang berada di
range -1 hingga 1. Dapat disimpulkan bahwa tinggi loncatan berkorelasi lurus
atau berbanding lurus sebesar 11.661% dengan bilangan Froude titik 2
dikuadratkan.
Berdasarkan grafik di atas, didapatkan persamaan sebagai berikut.
y = 0.0231x 0.024
Persamaan ini sesuai dengan :
y = ax b
Persamaan teoritis yang digunakan adalah sebagai berikut.
𝑦6 1 2
= (√1 + 8𝐹𝑟2.𝑖 − 1)
𝑦2 2
H = y6 − y2
y6 = H + y2
Dengan mengoperasikan persamaan, akan diperoleh persamaan berikut.
H + y2 1 2
= (√1 + 8𝐹𝑟2.𝑖 − 1)
y2 2
H 1 2
3
= (√1 + 8𝐹𝑟2.𝑖 − )
y2 2 2
Jika variable 0.5, -1, 1, dan 8 dianggap sebagai konstanta, persamaan dapat
disimplifikasi sebagai berikut.
H ≈ (𝐹𝑟22 )0.5
Dengan, 𝑦 = 𝐻, a=1, b=0.5, dan x=𝐹𝑟22 . Nilai b merupakan nilai teoritis yang
digunakan untuk mencari galat. Untuk pangkat aktualnya ialah 0.024.
Dengan demikian, galat dapat dicari sebagai berikut.
Pangkat Teoritis − Pangkat Aktual
Galat = | | × 100%
Pangkat Teoritis
0.5 − 0.024
Galat = | | × 100% = 95.2%
0.024
Diperoleh galat lebih dari 5% yaitu sebesar 95.2% yang dianggap cukup
besar sehingga tidak dapat diabaikan. Namun, data tersebut masih dapat
digunakan dengan faktor koreksi. Galat ini juga dapat dikatakan belum
akurat, mengingat ada beberapa kesalahan yang terjadi dan tertera pada
Subbab V.6.
V.2.5 Grafik Pengaruh Panjang Loncatan (L) terhadap Efektivitas Loncatan
Aktual (𝑦6 /𝑦2 )
Setelah mendapatkan data panjang loncatan dan efektivitas loncatan
aktual untuk setiap variasi debit pada Tabel IV.7, diperoleh grafik yang
y6
merepresentasikan L (sumbu-y) terhadap (sumbu-x) tiap variasi sebagai
y2

berikut.
0,20

Panjang loncatan (m)


0,15

0,10
y = 0,0443x1,153
R² = 0,1576
0,05

0,00
0 1 2 3
y6/y2 aktual

Gambar V.5 Grafik Pengaruh Loncatan (L) terhadap Efektivitas Loncatan


Aktual (𝑦6 /𝑦2 )
Dari regresi power di atas, didapatkan nilai R2 sebesar 0.1576. Nilai
R2 merupakan koefisien determinasi yang menunjukkan besarnya pengaruh
variabel bebas (sumbu-x) terhadap variabel terikat (sumbu-y)(Hair, Jr.,
Joseph F., et. al. (2011)). Maka, grafik di atas menunjukkan bahwa 15.76%
dari panjang loncatan tiap variasi debit dipengaruhi oleh efektivitas loncatan
aktual dan sebesar 84.24% nilai panjang loncatan dipengaruhi oleh faktor
lain. Dari nilai R2 didapatkan nilai R atau koefisien korelasi sebesar 0.39698
yang berada di range -1 hingga 1. Dapat disimpulkan bahwa panjang loncatan
berkorelasi lurus atau berbanding lurus sebesar 39.698% dengan efektivitas
loncatan aktual, meskipun jauh dari berbanding lurus secara sempurna. Dapat
disimpulkan pula bahwa korelasi antar kedua variable lemah karena
angkanya jauh dari 1, sehingga data yang didapatkan tidak valid. Hubungan
antar tiap variable berbanding lurus karena gradien yang didapat bernilai
positif.
V.2.6 Grafik Pengaruh Panjang Loncatan (L) terhadap Debit (Q)
Setelah didapatkan data panjang dan debit untuk setiap variasi debit pada
Tabel IV.1 sampai Tabel IV.5 dan Tabel IV.7, diperoleh grafik yang
merepresentasikan L terhadap debit sebagai berikut.
0,20
0,15

L(m)
0,10
y = 0,0208x-0,268
0,05
R² = 0,0344
0,00
0 0,001 0,002 0,003
Q aktual

Gambar V.6 Grafik Pengaruh Panjang Loncatan (L) terhadap Debit (Q)
Dari regresi power di atas, didapatkan nilai R2 sebesar 0.0344. Nilai
R2 merupakan koefisien determinasi yang menunjukkan besarnya pengaruh
variabel bebas (sumbu-x) terhadap variabel terikat (sumbu-y)(Hair, Jr.,
Joseph F., et. al. (2011)). Maka, grafik di atas menunjukkan bahwa 3.44%
dari panjang loncatan tiap variasi debit dipengaruhi oleh debit aktual dan
sebesar 96.56% nilai panjang loncatan dipengaruhi oleh faktor lain. Dari nilai
R2 didapatkan nilai R atau koefisien korelasi sebesar 0.18347 yang berada di
range -1 hingga 1. Dapat disimpulkan bahwa panjang loncatan berkorelasi
lurus atau berbanding lurus sebesar 18.347% dengan debit aktual, meskipun
jauh dari berbanding lurus secara sempurna. Dapat disimpulkan pula bahwa
korelasi antar kedua variabel lemah karena angkanya jauh dari 1, sehingga
data yang didapatkan tidak valid. Hubungan antar tiap variabel berbanding
lurus karena gradien yang didapat bernilai positif.
V.2.7 Grafik Pengaruh Tinggi Muka Air terhadap Energi Spesifik (Es)
Hubungan antara tinggi muka air dan energi spesifik pada setiap variasi
debit dapat digambarkan sebagai berikut.
V.2.7.1 Variasi Debit Pertama
Gambar V.7 Grafik Tinggi Muka Air terhadap Energi Spesifik Variasi
ke-1
Berdasarkan gambar di atas, didapat nilai ketinggian kritis
aktual l (berdasarkan nilai ordinat pada perpotongan antara grafik y-Es
dan grafik y = 2⁄3 Es), variasi debit pertama sebesar 0.044. Sedangkan,
nilai ketinggian kritis secara teoritis variasi debit pertama dapat dilihat
pada Tabel IV.7 yaitu sebesar 0.03825238. Oleh karena terdapat
perbedaan antara nilai aktual dan nilai teoritis, maka terdapat galat yang
dapat dihitung dengan persamaan berikut.
Tinggi Kritis Teoritis − Tinggi Kritis Aktual
Galat = | | × 100%
Tinggi Kritis Teoritis
0.03825238 − 0.44
Galat = | | × 100% = 15.02552%
0.03825238
Diperoleh galat sebesar 15.02552%. Galat tersebut tidak terlalu besar
sehingga dapat diabaikan.
Dari grafik tersebut juga dapat ditentukan kondisi kekritisan
2
aliran. Titik-titik yang berada di atas garis y = 3 Es, yaitu titik ke-1

hingga titik ke-6 merupakan aliran subkritis. Energi spesifik terdiri dari
tinggi muka air dan tinggi kecepatan. Jadi semakin besar ketinggian
aliran, tinggi kecepatan semakin mengecil. Terdapat dua ketinggian,
jika kedua ketinggian tersebut bernilai sama, maka disebut sebagai
ketinggian kritis. Aliran dengan ketinggian lebih besar dari ketinggian
kritis disebut subkritis, dan sebaliknya disebut superkritis.
V.2.7.2 Variasi Debit Kedua
Gambar V.8 Grafik Tinggi Muka Air terhadap Energi Spesifik Variasi
ke-2
Berdasarkan gambar di atas, didapat nilai ketinggian kritis
aktual 2 (berdasarkan nilai ordinat pada perpotongan antara grafik y-Es
dan grafik y = 2⁄3 Es), variasi debit kedua sebesar 0.046. Sedangkan,
nilai ketinggian kritis secara teoritis variasi debit kedua dapat dilihat
pada Tabel IV.7 yaitu sebesar 0.04442346. Oleh karena terdapat
perbedaan antara nilai aktual dan nilai teoritis, maka terdapat galat yang
dapat dihitung dengan persamaan berikut.
Tinggi Kritis Teoritis − Tinggi Kritis Aktual
Galat = | | × 100%
Tinggi Kritis Teoritis
0.0444234 − 0.046
Galat = | | × 100% = 3.54903%
0.0444234
Diperoleh galat sebesar 3.54903%. Galat tersebut tidak terlalu besar
sehingga dapat diabaikan.
Dari grafik tersebut juga dapat ditentukan kondisi kekritisan
2
aliran. Titik-titik yang berada di atas garis y = 3 Es, yaitu titik ke-1

hingga titik ke-6 merupakan aliran subkritis. Energi spesifik terdiri dari
tinggi muka air dan tinggi kecepatan. Jadi semakin besar ketinggian
aliran, tinggi kecepatan semakin mengecil. Terdapat dua ketinggian,
jika kedua ketinggian tersebut bernilai sama, maka disebut sebagai
ketinggian kritis. Aliran dengan ketinggian lebih besar dari ketinggian
kritis disebut subkritis, dan sebaliknya disebut superkritis.
V.2.7.3 Variasi Debit Ketiga
Gambar V.9 Grafik Tinggi Muka Air terhadap Energi Spesifik Variasi
ke-3
Berdasarkan gambar di atas, didapat nilai ketinggian kritis
aktual 2 (berdasarkan nilai ordinat pada perpotongan antara grafik y-Es
dan grafik y = 2⁄3 Es), variasi debit ketiga sebesar 0.054. Sedangkan,
nilai ketinggian kritis secara teoritis variasi debit ketiga dapat dilihat
pada Tabel IV.7 yaitu sebesar 0.04439387. Oleh karena terdapat
perbedaan antara nilai aktual dan nilai teoritis, maka terdapat galat yang
dapat dihitung dengan persamaan berikut.
Tinggi Kritis Teoritis − Tinggi Kritis Aktual
Galat = | | × 100%
Tinggi Kritis Teoritis
0.04439387 − 0.054
Galat = | | × 100% = 21.63%
0.04439387
Diperoleh galat sebesar 21.63%. Galat tersebut tidak terlalu besar
sehingga dapat diabaikan.
Dari grafik tersebut juga dapat ditentukan kondisi kekritisan
2
aliran. Titik-titik yang berada di atas garis y = Es, yaitu titik ke-1
3

hingga titik ke-6 merupakan aliran subkritis. Energi spesifik terdiri dari
tinggi muka air dan tinggi kecepatan. Jadi semakin besar ketinggian
aliran, tinggi kecepatan semakin mengecil. Terdapat dua ketinggian,
jika kedua ketinggian tersebut bernilai sama, maka disebut sebagai
ketinggian kritis. Aliran dengan ketinggian lebih besar dari ketinggian
kritis disebut subkritis, dan sebaliknya disebut superkritis.
V.2.7.4 Variasi Debit Keempat
Gambar V.10 Grafik Tinggi Muka Air terhadap Energi Spesifik
Variasi ke-4
Berdasarkan gambar di atas, didapat nilai ketinggian kritis
aktual 4 (berdasarkan nilai ordinat pada perpotongan antara grafik y-Es
dan grafik y = 2⁄3 Es), variasi debit keempat sebesar 0.0354.
Sedangkan, nilai ketinggian kritis secara teoritis variasi debit keempat
dapat dilihat pada Tabel IV.7 yaitu sebesar 0.03539611. Oleh karena
terdapat perbedaan antara nilai aktual dan nilai teoritis, maka terdapat
galat yang dapat dihitung dengan persamaan berikut.
Tinggi Kritis Teoritis − Tinggi Kritis Aktual
Galat = | | × 100%
Tinggi Kritis Teoritis
0.03539611 − 0.0354
Galat = | | × 100% = 0.01098%
0.03539611
Diperoleh galat sebesar 0.01098%. Galat tersebut tidak terlalu besar
sehingga dapat diabaikan.
Dari grafik tersebut juga dapat ditentukan kondisi kekritisan
2
aliran. Titik-titik yang berada di atas garis y = 3 Es, yaitu titik ke-1

hingga titik ke-6 merupakan aliran subkritis. Energi spesifik terdiri dari
tinggi muka air dan tinggi kecepatan. Jadi semakin besar ketinggian
aliran, tinggi kecepatan semakin mengecil. Terdapat dua ketinggian,
jika kedua ketinggian tersebut bernilai sama, maka disebut sebagai
ketinggian kritis. Aliran dengan ketinggian lebih besar dari ketinggian
kritis disebut subkritis, dan sebaliknya disebut superkritis.
V.2.7.5 Variasi Debit Kelima
Gambar V.11 Grafik Tinggi Muka Air terhadap Energi Spesifik
Variasi ke-5
Berdasarkan gambar di atas, didapat nilai ketinggian kritis
aktual 5 (berdasarkan nilai ordinat pada perpotongan antara grafik y-Es
dan grafik y = 2⁄3 Es), variasi debit kelima sebesar 0.039. Sedangkan,
nilai ketinggian kritis secara teoritis variasi debit kelima dapat dilihat
pada Tabel IV.7 yaitu sebesar 0.03766283. Oleh karena terdapat
perbedaan antara nilai aktual dan nilai teoritis, maka terdapat galat yang
dapat dihitung dengan persamaan berikut.
Tinggi Kritis Teoritis − Tinggi Kritis Aktual
Galat = | | × 100%
Tinggi Kritis Teoritis
0.03766283 − 0.039
Galat = | | × 100% = 3.55037%
0.03766283
Diperoleh galat sebesar 3.55037%. Galat tersebut tidak terlalu besar
sehingga dapat diabaikan.
Dari grafik tersebut juga dapat ditentukan kondisi kekritisan
2
aliran. Titik-titik yang berada di atas garis y = 3 Es, yaitu titik ke-1

hingga titik ke-6 merupakan aliran subkritis. Energi spesifik terdiri dari
tinggi muka air dan tinggi kecepatan. Jadi semakin besar ketinggian
aliran, tinggi kecepatan semakin mengecil. Terdapat dua ketinggian,
jika kedua ketinggian tersebut bernilai sama, maka disebut sebagai
ketinggian kritis. Aliran dengan ketinggian lebih besar dari ketinggian
kritis disebut subkritis, dan sebaliknya disebut superkritis.
V.3 Jenis-Jenis Loncatan
Loncatan hidrolis memiliki beberapa tipe yang berbeda-beda. Loncatan
hidraulis dapat dikategorikan menjadi lima tipe berdasarkan bilangan Froude
(Fr), yaitu:
1. Loncatan Berombak Terjadi untuk Fr = 1 – 1,7. Hal ini ditandakan
dengan terjadinya ombak di permukaan air.
2. Loncatan Lemah Terjadi untuk Fr = 1,7 – 2,5. Hal ini ditandakan dengan
terbentuknya rangkaian gulungan ombak pada permukaan loncatan,
tetapi permukaan air di hilir tetap halus.
3. Loncatan Berosilasi Terjadi untuk Fr = 2,5 – 4,5.Hal ini ditandakan
dengan terbentuknya semburan berisolasi menyertai dasar loncatan dan
bergerak tanpa periode tertentu.
4. Loncatan Tetap Terjadi untuk Fr = 4,5 – 9. Hal ini ditandakan dengan
ujung-ujung permukaan hilir yang bergulung dan titik dengan kecepatan
semburan tinggi cenderung memisahkan diri dari aliran.
5. Loncatan Kuat Terjadi untuk Fr > 9. Hal ini ditandakan dengan
terbentuknya semburan dengan kecepatan yang tinggi sehingga
memisahkan hempasan gelombang gulung dari permukaan loncatan.
Tabel V.1 Klasifikasi Jenis Aliran
Variasi 𝐍𝐅𝐑𝟐 Jenis Loncatan
1 0.2432547473 Tidak ada loncatan
2 3.31034767 Loncatan Berisolasi
3 1.289352599 Loncatan Berombak
4 1.183675998 Loncatan Berombak
5 0.7739317769 Tidak ada loncatan

V.4 Kurva Parabolik (y-Es)


2
Pada grafik terdapat garis 𝑦 = 𝐸s dan 𝑦 = 3 𝐸𝑠 yang merupakan batas

untuk menentukan jenis aliran, yaitu aliran subkritis, kritis, dan superkritis.
2
Titik-titik yang berada di bawah garis 𝑦 = 𝐸s dan di atas garis 𝑦 = 3 𝐸𝑠

termasuk ke jenis aliran subkritis. Sedangkan titik yang berada di bawah garis
2
𝑦 = 3 𝐸𝑠 termasuk ke jenis aliran superkritis. Titik yang berada tepat pada
2
garis 𝑦 = 3 𝐸𝑠 atau berpotongan dengan garis tersebut termasuk ke jenis

aliran kritis. Kemudian, diketahui bahwa tidak ada kedalaman yang lebih
tinggi dari garis y = Es. Hal tersebut menunjukkan nilai kedalaman yang
selalu bernilai lebih tinggi dari nilai energi spesifik karena kecepatan aliran
air tidak mungkin bernilai negatif. Energi spesifik terdiri dari tinggi muka air
dan tinggi kecepatan. Jadi semakin besar ketinggian aliran, tinggi kecepatan
semakin mengecil. Terdapat dua ketinggian, jika kedua ketinggian tersebut
bernilai sama, maka disebut sebagai ketinggian kritis. Aliran dengan
ketinggian lebih besar dari ketinggian kritis disebut subkritis, dan sebaliknya
disebut superkritis.
𝑦
V.5 Penurunan 𝑦6
2

Persamaan efektivitas loncatan diperoleh melalui penurunan rumus


berikut ini.
Q2 Q2
+ Z2 A2 = + Z6 A6
g × A2 g × A6
𝑄 2 𝐴 6 − 𝐴2
= 𝑍6 𝐴6 − 𝑍2 𝐴2
𝑔𝐴6 𝐴2
Saluran yang digunakan memiliki bentuk segiempat sehingga A = b × y dan
Y
Z = 2.

Q2 1
(y6 − y2 ) = b2 y6 y2 (y6 + y2 )(y6 − y2 )
g 2
Dengan mensubstitusikan Q = b2 y2 v2 , maka persamaan akan menjadi :
y2 (v2 )2 1
= y6 (y6 + y2 )
g 2
Selanjutnya, sisi kanan dan kiri akan dibagi dengan y22 sehingga dihasilkan
untuk persamaan berikut.
2(v2 )2 y6 y6
= ( + 1)
y2 g y2 y2
Dengan mensubstitusikan NFR = v√gy, persamaan menjad :
𝑦6 2 𝑦6
( ) + − 2𝑁𝐹𝑅 22 = 0
𝑦2 𝑦2
Sehingga, didapatkan persamaan akhir sebagai berikut.
𝑦6 1 2
= (√1 + 8𝐹𝑟2.𝑖 − 1)
𝑦2 2
V.6 Analisis Kesalahan
Berdasarkan perhitungan galat pada analisis grafik Bab V, diperoleh galat
yang cukup besar. Hal ini menandakan bahwa terjadi kesalahan-kesalahan
yang dilakukan praktikan selama praktikum berlangsung. Berikut adalah
kesalahan-kesalahan tersebut.
1. Ketidaktepatan pembacaan nilai ketinggian pada alat pengukur
ketinggian yang berupa jangka sorong. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya ketelitian praktikan dalam membaca ketinggian pada
masing-masing titik dikarenakan alat tersebut memiliki skala yang
kecil dan angka yang kurang terlihat. Hal ini dapat memengaruhi
perhitungan baik luas permukaan, keliling basah, jari-jari hidrolis, dan
slope saluran mengingat dalam mencari besaran tersebut dibutuhkan
ketinggian air pada enam titik.
2. Ketidaktepatan dalam peletakkan jarum jangka sorong. Idealnya,
ketika melakukan perhitungan ketinggian muka air, jarum jangka
sorong berada di atas permukaan air. Namun, sangat mungkin terjadi
praktikan meletakkan jarum tersebut tidak tepat di atas pemrukaan air.
Dengan demikian, dalam pembacaan ketinggian pun dapat berbeda
sehingga data kurang akurat.
3. Ketidaktepatan pembacaan waktu oleh praktikan. Seharusnya waktu
dihitung ketika beban diletakkan hingga beban terangkat. Namun, ada
kemungkinan praktikan lalai dan menghitung waktu tidak tepat beban
terangkat sehingga mengakibatkan besar debit yang terhitung.
4. Ketidaktepatan pembacaan nilai jarak pada meteran. Hal ini
disebabkan kurang stabilnya praktikan dalam memegang meteran
sehingga perhitungan panjang loncatan kurang akurat.

VI. Analisis B
Pada praktikum modul 3, praktikan melakukan analisis terhadap aliran
berubah beraturan. Di bawah ini merupakan penerapan atau pengaplikasian
loncatan hidrolis di bidang Teknik Lingkungan.
1. Water Treatment Plant
Water Treatment Plant atau WTP merupakan sistem yang berfungsi
untuk mengolah air dari kualitas air baku yang kurang bagus menjadi
air pengolahan yang memiliki kualitas air yang baik atau air yang siap
dikonsumsi. Tahapan proses WTP adalah koagulasi, flokulasi,
sedimentasi, filtrasi, dan desinfektasi. Konsep loncatan hidrolis
digunakan pada pencampuran koagulan. Koagulasi sendiri bertujuan
memisahkan air dengan partikel kotor yang terlarut dalam air,
sehingga loncatan hidrolis di sini digunakan untuk menurunkan
kecepatan dan energi aliran air yang hilang.

Gambar VI.1 Ilustrasi Water Treatment Plant


(Sumber : dunia-perairan.com)
2. Spillway
Spillway merupakan instalasi bangunan air untuk mengalirkan debit
banjir di waduk supaya tidak membahayakan keamanan bendungan
terhadap overtopping dan gerusan di hilir. Overtopping sendiri
merupakan peristiwa meluapnya air waduk melalui puncak bendungan
yang terjadi karena banjir besar melebihi kapasitas dan gelombang
tinggi melampaui puncak bendungan yang diakibatkan gempa
tektonik atau kelongsoran pada dinding waduk. Saat spillway terbuka,
dibutuhkan loncatan hidrolis agar tidak terjadi overtopping pada
puncak bendungan. Loncatan hidrolis tersebut menyebabkan adanya
aliran di hulu pelimpah adalah subkritis dan berubah perlahan menjadi
superkritis setelah melalui puncak pelimpah.
Gambar VI.2 Ilustrasi Spillway
(Sumber : folsomlakewaterconservations.com)

VII. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut.
1. Debit aktual untuk kelima variasi tertera pada Tabel IV.1 hingga Tabel
IV.5
2. Besar bilangan Froude untuk enam titik dari kelima variasi dapat dilihat
pada Tabel IV.1 hingga Tabel IV.5
3. Besar energi efisiensi dapat dilihat pada Tabel IV.6
4. Besar efisiensi loncatan dapat dilihat pada Tabel IV.7
5. Aplikasi konsep loncatan hidrolis dalam bidang Teknik Lingkungan
adalah spillway dan WTS.
VIII. Daftar Pustaka
Finnemore, E. J. and J. B. Franzini. (2002). Fluid Mechanics with
Engineering Applications. Mc. Graw Hill, New York. Diakses pada 31
Januari 2023.
Folsom Lake Management, 2016. Folsom Lake Water Conservation, Folsom
Lake Water Conservation - Diakses pada 23 Februari 2023
Hair, Jr., Joseph F., et. al. (2011). Multivariate Data Analysis Fifth Edition.
Diakses pada 14 Februari 2023.
Meitro, Setiyo. 2019. Istilah Water Treatment Plant Air Bersih Untuk
Budidaya Ikan, Istilah Water Treatment Plant Air Bersih Untuk
Budidaya ikan - Biota Dunia Perairan (dunia-perairan.com) Diakses
pada 23 Februari 2023
Tim Praktikum Mekanika Fluida TL2201. (2023). Modul Praktikum
Mekanika Fluida II. Bandung: Program Studi Teknik Lingkungan ITB.
IX. Lampiran
Platform : Microsoft excel untuk data pengolahan dan internet untuk sumber
data lain

Lampiran IX.1 Pengolahan Data (1)

Lampiran IX.2 Pengolahan Data (2)


Lampiran IX.3 Pengolahan Data (4)

Lampiran IX.4 Referensi Pengambilan Gambar (4)

Anda mungkin juga menyukai