II.3 Data Pengamatan Jarak dan Ketinggian Pofil Aliran pada Titik Tertentu
Tabel II.3 Data Pengamatan Jarak dan Ketinggian Profil Aliran pada Titik
Tertentu
Variasi Debit Titik Jarak (m) Ketinggian (m)
1 1,15 0,0795
2 1,36 0,0797
3 1,58 0,0757
4 1,63 0,065
1
5 1,68 0,0558
6 1,77 0,0257
7 2,23 0,033
8 2,61 0,0523
1 1,17 0,0505
2 1,38 0,0506
3 1,84 0,0474
4 1,9 0,041
2
5 1,95 0,0368
6 2,1 0,0098
7 2,36 0,0236
8 2,74 0,0246
1 1,13 0,0743
2 1,34 0,0745
3 1,81 0,0719
4 1,85 0,0588
3
5 1,9 0,0516
6 1,99 0,023
7 2,64 0,041
8 3,16 0,0436
II.4 Data Temperatur Air terhadap Densitas Air
Tabel II.4 Data Temperatur (℃) terhadap Densitas Air (kg/m3 )
Temperatur (℃) Densitas Air (𝐤𝐠/𝐦𝟑 )
0 999,9
5 1000,0
Temperatur (℃) Densitas Air (𝐤𝐠/𝐦𝟑 )
10 999,7
15 999,1
20 998,2
30 995,7
40 992,2
50 988,1
60 983,2
70 977,8
80 971,8
90 965,3
100 958,4
(Sumber : Finnemore, E. J dan J.B. Franzini, 2002)
II.5 Data Temperatur Air terhadap Viskositas Kinematis Air
Tabel II.5 Data Temperatur (℃) terhadap Viskositas KinematisAir (m2 /s)
Temperatur (℃) Viskositas Kinematis Air (𝐦𝟐 /𝐬)
0 1,787E-6
5 1,519E-6
10 1,307E-6
20 1,004E-6
30 8,009E-7
40 6,580E-7
50 5,534E-7
60 4,745E-7
70 4,134E-7
80 3,650E-7
90 3,260E-7
100 2,940E-7
(Sumber : Shaughnessy & Ira, 2005)
III. Pengolahan Data
III.1 Pengolahan Data Massa Jenis Air Berdasarkan Suhu (𝜌)
Pada percobaan modul 4, dilakukan pengukuran suhu awal dan suhu
akhir untuk menentukan nilai densitas. Dari pengukuran tersebut, didapatkan
suhu awal air sebesar 25°C dan suhu akhir air sebesar 27°C. Kemudian nilai
kedua suhu tersebut dirata-ratakan dengan persamaan sebagai berikut.
Tawal + Takhir
Tavg =
2
Dengan keterangan, Tavg adalah suhu rata-rata (℃), Tawal adalah suhu awal
(℃), dan Takhir adalah suhu akhir (℃). Maka, suhu rata-rata yang dihitung
menggunakan persamaan di atas sebesar :
Tawal + Takhir
Tavg =
2
25℃ + 27℃
Tavg =
2
Tavg = 26℃
Diperlukan regresi untuk menentukan nilai densitas air yang dinyatakan
dengan sumbu-y dan temperature yang dinyatakan dengan sumbu-x. Data yang
akan diregresikan dapat dilihat pada Tabel II.4. Regresi tersebut dapat dilihat
Gambar III.1 Regresi tersebut menghasilkan persamaan sebagai berikut.
1010
Densitas Air (kg/m^3)
2,00E-06
Kinematis (m2/s)
1,00E-06
5,00E-07
0,00E+00
0 50 100 150
Temperatur (˚C
Gambar III.2 Grafik Perubahan Viskositas Kinematis Air (m2 /s) terhadap
Temperatur (℃)
Pada Subbab III.1 telah dihitung suhu rata-rata air yaitu sebesar 26℃. Setelah
data suhu rata-rata dan persamaan y = (2 × 10−10 )𝑥 2 − (3 × 10−8 )𝑥 +
(2 × 10−6 ) pada Gambar III.2 diketahui, maka viskositas kinematis air
berdasarkan temperatur dapat dicari dengan mensubstitusi suhu rata-rata
sebagai variable x dan viskositas kinematis sebagai nilai variable y ke dalam
persamaan pada Gambar III.2.
y = (2 × 10−10 )𝑥 2 − (3 × 10−8 )𝑥 + (2 × 10−6 )
y = (2 × 10−10 )(26℃)2 − (3 × 10−8 )(26℃) + (2 × 10−6 )
y = 0,0000013552 m2 /s
Maka, nilai viskositas kinematis air sebesar 0,0000013552 m2 /s.
III.3 Pengolahan Data Volume Air (m3 )
Berikut adalah persamaan untuk mendapatkan volume air.
mair mair
ρair = maka Vair =
Vair 𝜌𝑎𝑖𝑟
3 𝑄𝑖2
𝑦𝑐𝑖 = √
𝑔 × 𝑏2
3 𝑄𝑖2
𝑦𝑐𝑖 = √
𝑔 × 𝑏2
3 (0,001967821 m3 /s)2
𝑦𝑐𝑖 = √
9,81 m/s 2 × (0,077 m)2
𝑦𝑐𝑖 = 0,041247083 m
Diperoleh besar ketinggian kritis pada variasi debit pertama sebesar
0,041247083 m. Kemudian, untuk variasi lain dilakukan dengan langkah
yang sama. Hasil perhitungan 𝑦𝑐𝑖 untuk tiap variasinya dilampirkan pada Data
Akhir.
III.11 Pengolahan Data Ketinggian Di Atas Ambang (hu )
Besar ketinggian di atas ambang (hu ) dapat diperoleh menggunakan
persamaan berikut.
𝑦1′ + 𝑦2′
hu = − tinggi ambang
2
Dengan keterangan, hu menyatakan ketinggian di atas ambang (m),
y1 ′ menyatakan y’ di titik 1 (m), dan y2 ′ menyatakan y’ di titik 2 (m). Dengan
demikian, ketinggian di atas ambang dapat diperoleh sebagai berikut.
𝑦1′ + 𝑦2′
hu = − tinggi ambang
2
(0,0797 + 0,0795)m
hu = − 0,028 m
2
hu = 0,0516 m
Nilai hu variasi pertama sebesar 0,0516 m, sementara untuk variasi debit
lainnya dilakukan cara yang sama. Hasil perhitungan dilampirkan pada Data
Akhir.
III.12 Pengolahan Data Debit Teoritis Aliran Fluida (Q teo )
Besar debit teoritis dapat ditentukan melalui persamaan berikut.
Q teo = 1,705 × b × (hu )3/2
Dengan keterangan, b ialah lebar saluran (m), hu merupakan ketinggian di atas
ambang (m), Q teo merupakan debit teoritis (m3 /s). Dengan demikian,
diperoleh debit teoritis sebagai berikut.
Q teo = 1,705 × 0,077 m × (0,0516 m)3/2 = 0,001498857 m3 /s
Untuk variasi kedua sampai ketiga dapat dihitung dengan menggunakan
langkah yang sama. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat di Data Akhir.
III.13 Pengolahan Data Koefisien Discharge (Cd)
Koefisien discharge didapat dengan menggunakan persamaan berikut.
Q akt
Cd =
Q teo
Q akt telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Koefisien discharge untuk
debit variasi pertama adalah sebagai berikut.
m3
0,001967821 s
Cd = = 1,313
m3
0,001498857 s
Nilai untuk Cd variasi pertama adalah 1,313. Untuk variasi kedua sampai
ketiga dapat dihitung dengan menggunakan langkah yang sama. Hasil
perhitungan dapat dilihat pada Data Akhir.
IV. Data Akhir
Tabel IV.1 Data Hasil Perhitungan Parameter Praktikum Aliran Di Atas
Ambang Lebar (1) Variasi Debit 1
𝐦𝟑 Yc(m)
Titik y(m) y’(m) V(𝐦𝟑 ) 𝐐𝐚𝐤𝐭( ) A(𝐦𝟐 ) v(m/s) 𝐍𝐅𝐑 ES(m)
𝐬
𝐦𝟑 Yc(m)
Titik y(m) y’(m) V(𝐦𝟑 ) 𝐐𝐚𝐤𝐭( ) A(𝐦𝟐 ) v(m/s) 𝐍𝐅𝐑 ES(m)
𝐬
𝐦𝟑 Yc(m)
Titik y(m) y’(m) V(𝐦𝟑 ) 𝐐𝐚𝐤𝐭( ) A(𝐦𝟐 ) v(m/s) 𝐍𝐅𝐑 ES(m)
𝐬
𝐦𝟑 𝐦𝟑 Cd
Variasi 𝐡𝐮(m) 𝐐𝐭𝐞𝐨 ( ) 𝐐𝐚𝐤𝐭( )
𝐬 𝐬
1 0,0516 0,001498 0,001968 1,31288
V. Analisis A
V.1 Analisis Cara Kerja
Langkah pertama yang dilakukan adalah menyalakan hydraulic bench
dengan menekan tombol on. Kemudian, alat ukur dikalibrasi dengan membuat
pengukuran dari dasar saluran. Hal ini ditujukan agar acuan nol pada alat ukur
berada di dasar saluran dan pengukuran bernilai akurat. Selanjutnya,
dinyalakan pompa hydraulic bench untuk memulai percobaan. Lalu valve
diputar untuk mengatur debit. Debit air yang masuk pada model open channel
diatur agar tidak tumpah. Kemudian, temperature awal diukur untuk kemudian
dirata-ratakan dengan temperatur akhir percobaan untuk perhitungan densitas.
Setelah air stabil menggenangi open channel, ambang lebar dipasang pada
saluran. Kemudian, ketika posisi gelombang air sudah tidak berubah-ubah,
diletakkan tanda pada saluran untuk menandai titik pengukuran. Titik ini
terbagi menjadi 2 titik sebelum ambang, tiga titik di atas ambang, dua titik
setelah ambang, dan satu titik saat aliran kembali stabil di hilir. Delapan titik
ini diukur ketinggiannya menggunakan jangka sorong yang sudah dikalibrasi .
Kemudian, jarak antar delapan titik tersebut juga diukur dengan meteran.
Di sisi lain, tangka hydraulic bench dikosongkan terlebih dahulu dengan
menurunkan cam lever. Pengosongan tangki ini dilakukan karena tuas
berhubungan dengan bak penampungnya. Jika tidak dikosongkan, akan ada air
yang tertampung di bak tersebut, sehingga pengukuran waktu kurang akurat.
Setelah kosong, cam lever dinaikkan untuk mengisi tangka. Tepat ketika beam
bergerak naik, beban segera dipasang dan stopwatch dinyalakan. Lalu, ketika
beam kembali ke keadaan setimbang, stopwatch secera dimatikan. Pada keadaan ini,
berat air pada measuring tank telah mencapai 7,5 kg. Percobaan untuk variasi debit
aliran dilakukan sebanyak tiga kali untuk mendapatkan debit yang akurat. Sebelum
percobaan dilanjutkan, measuring tank yang awalnya berisi air harus dikosongkan
terlebih dahulu dengan menurunkan cam lever.
Dilakukan hal yang sama untuk mendapatkan waktu, ketinggian delapan titik,
serta jarak delapan titik dengan ujung hulu saluran untuk dua variasi lainnya. Variasi
debit diatur dengan memutar valve. Setelah itu, panjang, lebar, dan tinggi dari ambang
lebar diukur dan dicatat. Setelah data diperoleh, hydraulic bench dimatikan dan
temperatur akhir diukur.
0,1
0,08
Kedalaman (m)
0,06
Variasi 1
0,04
Variasi 2
0,02 Variasi 3
0
0 2 4
Jarak (m)
0,0025
0,002 y = 2,1391x
R² = 0,9973
0,0015
Qakt
0,001
0,0005
0
0 0,0002 0,0004 0,0006 0,0008 0,001
b.hu^3/2
3
Gambar V.2 Grafik Qakt terhadap b(h2u )
Pada Gambar V.2 didapatkan persamaan y = 2,139 x dan R2 sebesar
0,9973. R2 merupakan suatu nilai yang memperlihatkan seberapa besar
varianel independent (eksogen) memengaruhi variable dependen (endogen)
(Ghozali, 2016). Nilai R2 tersebut menunjukkan 99,73% debit aktual
3
dipengaruhi oleh b(h2u ) dan 0,27% menunjukkan pengaruh variable di luar
persamaan regresi power atau disebut juga variabel ketidaktelitian. Dari nilai
R2 didapat nilai R atau koefisien korelasi. Koefisien korelasi menunjukkan
hubungan antara dua variabel saling berkaitan atau tidak. Pada percobaan ini
didapatkan besar koefisien korelasi (R) yaitu 0,9986. Oleh karena koefisien
korelasi yang didapatkan mendekati nilai 1 dan positif, maka korelasi antara
3
2
debit aktual terhadap b(hu ) kuat dan berbanding lurus.
3
Pada persamaaan, x menunjukkan b(h2u )dan y debit aktual. Maka,
persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut.
3
Q akt = 2,139 b(h2u )
Persamaan di atas dapat dihubungkan denga persamaan debit berikut
untuk didapatkan nilai koefisien discharge aktual.
3
Q = Cd × Cv × 1,705 × b(h2u )
2,139 = 1,705 × Cd
2,139
Cd = = 1,254545455
1,705
Koefisien discharge teoritis didapatkan melalui persamaan dari literatur
(Osman Arkan, 2006), yaitu :
v2
hu +
2g
Cdteo = 0,93 + 0,1 ( )
Lb
Akibat adanya perbedaan antara nilai pangkat teoritis dan aktual, maka
terdapat galat yang dihitung dengan persamaan sebagai berikut.
Cd Teoritis − Cd aktual 0,9889 − 1,2545
Galat = | | × 100% = | | × 100% = 26,86%
Nilai Teoritis 0,9889
Untuk variasi selanjutnya, akan diperoleh menggunakan persamaan yang sama.
Hasilnya tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel V.1 Hasil Cd Aktual, Cd Teoritis, dan Galat
Variasi Cd Aktual Cd Teoritis Galat (%) Keterangan
Galat di atas 10%,
1 0,9889 26,86 sehingga kurang
akurat
Galat di atas 10%,
2 1,2545 0,9554 31,31 sehingga kurang
akurat
Galat di atas 10%,
3 0,9819 27,76 sehingga kurang
akurat
V.2.3 Grafik Ketinggian y’ Terhadap Bilangan Froude
0,09
0,08
y = 0,0382x-0,697 Variasi 1
0,07
R² = 0,9696 Variasi 2
0,06
y= 0,0139x-0,757 Variasi 3
0,05 R² = 0,9723
y'(m)
Linear (Variasi 1 )
0,04 y = 0,0313x-0,722 Power (Variasi 1 )
0,03 R² = 0,9689
Linear (Variasi 2)
0,02
Power (Variasi 2)
0,01
Linear (Variasi 3)
0
Power (Variasi 3)
-0,010,00 1,00 2,00 3,00
Fr
Dengan langkah yang sama, galat pada variasi debit kedua dan ketiga dapat
dihilat pada Tabel V.2
Tabel V.2 Hasil Perhitungan Galat
Variasi Galat (%) Keterangan
Galat di bawah 10%, perhitungan
1 4,55
dinilai akurat
Galat di atas 10%, perhitungan
2 13,55
dinilai kurang akurat
Variasi Galat (%) Keterangan
Galat di bawah 10%, perhitungan
3 8,3
dinilai akurat
V.2.4 Grafik Ketinggian y’ Terhadap Energi Spesifik (ES)
2 2
Q = b × ES2 × √𝑔 × ES2
3 3
2 2𝑔 3
Q= × √ × b × (hu )2
3 3
3
Q = 1,705 × b × (hu )2
Dengan memperhitungkan velocity correction factor (Cv) dan discharge
coefficient (Cd), maka persamaan akan menjadi seperti berikut.
3
Q = Cd × Cv × 1,705 × b × (hu )2
V.4 Analisis Kesalahan
Galat disebabkan oleh kesalahan dalam percobaan. Di bawah ini
merupakan beberapa dalam percobaan yang praktikan laksanakan.
1. Ketidaktepatan pembacaan nilai ketinggian pada alat pengukur
ketinggian yang berupa jangka sorong. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya ketelitian praktikan dalam membaca ketinggian pada
masing-masing titik dikarenakan alat tersebut memiliki skala yang kecil
dan angka yang kurang terlihat. Hal ini dapat memengaruhi perhitungan
baik luas permukaan, keliling basah, jari-jari hidrolis, dan slope saluran
mengingat dalam mencari besaran tersebut dibutuhkan ketinggian air
pada enam titik.
2. Ketidaktepatan dalam peletakkan jarum jangka sorong. Idealnya, ketika
melakukan perhitungan ketinggian muka air, jarum jangka sorong
berada di atas permukaan air. Namun, sangat mungkin terjadi praktikan
meletakkan jarum tersebut tidak tepat di atas pemrukaan air. Dengan
demikian, dalam pembacaan kedalaman pun dapat berbeda sehingga
data kurang akurat.
3. Ketidaktepatan pembacaan waktu oleh praktikan. Seharusnya waktu
dihitung ketika beban diletakkan hingga beban terangkat. Namun, ada
kemungkinan praktikan lalai dan menghitung waktu tidak tepat beban
terangkat sehingga mengakibatkan besar debit yang terhitung.
4. Ketidaktepatan pembacaan nilai jarak pada meteran. Hal ini disebabkan
kurang stabilnya praktikan dalam memegang meteran sehingga
perhitungan slope tidak akurat yang berdampak pada koefisien Chezy
dan koefisien Manning.
VI. Analisis B
1. Bendungan
VII. Kesimpulan
1. Debit aliran pada saluran yang menggunakan ambang lebar tertera pada
Tabel IV.1 hingga Tabel IV.3.
2. Nilai koefisien discharge (Cd), energi spesifik (ES), ketinggian kritis (yc),
dan bilangan Froude (NFR) tertera pada Tabel IV.1 hingga Tabel IV.3.
3. Semakin besar debit air, semakin besar ketinggian di atas ambang lebar. Hal
tersebut dapat dilihat dari persamaan berikut:
3
2 2𝑔
Qteo = × √ × b × h2u
3 3
4. Karakteristik aliran yang melalui ambang lebar dapat dilihat pada Bagian
V.2.
5. Pengaplikasian ambang lebar di bidang TL ialah saluran irigasi dan bendung
bangunan.
ALIRAN DI ATAS AMBANG TAJAM
I. Tujuan
I.1 Menentukan debit aliran menggunakan ambang tajam sebagai alat ukur
I.2 Menentukan nilai koefisien discharge (Cd), energi spesifik (ES),
ketinggian kritis (yc), dan bilangan Froude (NFR) untuk menentukan
karakteristik aliran
I.3 Menentukan hubungan tinggi muka air di atas ambang tajam terhadap
debit air yang melimpah di atas ambang
I.4 Menentukan karakteristik aliran yang melalui ambang tajam
I.5 Menentukan pengaplikasian ambang tajam di bidang Teknik Lingkungan
II. Data Awal
Data awal yang diperoleh pada praktikum adalah sebagai berikut.
II.1 Data Awal Pendukung Praktikum
Tabel II.1 Data Awal Pengukuran Parameter Pendukung Praktikum
Massa beban 2.5 kg
Suhu awal 25℃
Suhu akhir 27℃
Lebar saluran 0,077 m
Tinggi Ambang 0,028 m
Lebar saluran 0,075 m
Lebar Ambang 0,075 m
II.2 Data Pengukuran Waktu Saluran Tiap Variasi
Tabel II.2 Data Pengukuran Waktu Saluran Tiap Variasi
Waktu (s)
Debit
𝐭𝟏 𝐭𝟐 𝐭𝟑 tavg
1 4 3,56 3,91 3,82
2 14,28 14,53 15,06 14,62
3 5,22 4,57 5,15 4,98
II.3 Data Pengamatan Jarak dan Ketinggian Pofil Aliran pada Titik Tertentu
Tabel II.3 Data Pengamatan Jarak dan Ketinggian Profil Aliran pada Titik
Tertentu
Variasi Debit Titik Jarak (m) Ketinggian (m)
1 1,15 0,0996
2 1,36 0,0985
3 1,93 0,0921
4 1,932 0,0915
1
5 1,944 0,0894
6 3,72 0,0302
7 3,8 0,0454
8 3,99 0,0434
1 1,17 0,0742
2 1,38 0,0742
3 1,93 0,0664
4 1,94 0,0611
2
5 1,95 0,0589
6 2,45 0,0106
7 2,52 0,0254
8 3,18 0,031
1 1,13 0,0946
2 1,835 0,0885
3 1,845 0,0869
4 1,855 0,0846
3
5 1,95 0,0187
6 3,44 0,0168
7 3,52 0,0401
8 3,84 0,0389
II.4 Data Temperatur Air terhadap Densitas Air
Tabel II.4 Data Temperatur (℃) terhadap Densitas Air (kg/m3 )
Temperatur (℃) Densitas Air (𝐤𝐠/𝐦𝟑 )
0 999,9
5 1000,0
Temperatur (℃) Densitas Air (𝐤𝐠/𝐦𝟑 )
10 999,7
15 999,1
20 998,2
30 995,7
40 992,2
50 988,1
60 983,2
70 977,8
80 971,8
90 965,3
100 958,4
(Sumber : Finnemore, E. J dan J.B. Franzini, 2002)
II.5 Data Temperatur Air terhadap Viskositas Kinematis Air
Tabel II.5 Data Temperatur (℃) terhadap Viskositas KinematisAir (m2 /s)
Temperatur (℃) Viskositas Kinematis Air (𝐦𝟐 /𝐬)
0 1,787E-6
5 1,519E-6
10 1,307E-6
20 1,004E-6
30 8,009E-7
40 6,580E-7
50 5,534E-7
60 4,745E-7
70 4,134E-7
80 3,650E-7
90 3,260E-7
100 2,940E-7
(Sumber : Shaughnessy & Ira, 2005)
III. Pengolahan Data
III.1 Pengolahan Data Massa Jenis Air Berdasarkan Suhu (𝜌)
Pada percobaan modul 4, dilakukan pengukuran suhu awal dan suhu
akhir untuk menentukan nilai densitas. Dari pengukuran tersebut, didapatkan
suhu awal air sebesar 25°C dan suhu akhir air sebesar 27°C. Kemudian nilai
kedua suhu tersebut dirata-ratakan dengan persamaan sebagai berikut.
Tawal + Takhir
Tavg =
2
Dengan keterangan, Tavg adalah suhu rata-rata (℃), Tawal adalah suhu awal
(℃), dan Takhir adalah suhu akhir (℃). Maka, suhu rata-rata yang dihitung
menggunakan persamaan di atas sebesar :
Tawal + Takhir
Tavg =
2
25℃ + 27℃
Tavg =
2
Tavg = 26℃
Diperlukan regresi untuk menentukan nilai densitas air yang dinyatakan
dengan sumbu-y dan temperature yang dinyatakan dengan sumbu-x. Data yang
akan diregresikan dapat dilihat pada Tabel II.4. Regresi tersebut dapat dilihat
Gambar III.1 Regresi tersebut menghasilkan persamaan sebagai berikut.
1010
Densitas Air (kg/m^3)
2,00E-06
Kinematis (m2/s)
1,00E-06
5,00E-07
0,00E+00
0 50 100 150
Temperatur (˚C
Gambar III.2 Grafik Perubahan Viskositas Kinematis Air (m2 /s) terhadap
Temperatur (℃)
Pada Subbab III.1 telah dihitung suhu rata-rata air yaitu sebesar 26℃. Setelah
data suhu rata-rata dan persamaan y = (2 × 10−10 )𝑥 2 − (3 × 10−8 )𝑥 +
(2 × 10−6 ) pada Gambar III.2 diketahui, maka viskositas kinematis air
berdasarkan temperatur dapat dicari dengan mensubstitusi suhu rata-rata
sebagai variable x dan viskositas kinematis sebagai nilai variable y ke dalam
persamaan pada Gambar III.2.
y = (2 × 10−10 )𝑥 2 − (3 × 10−8 )𝑥 + (2 × 10−6 )
y = (2 × 10−10 )(26℃)2 − (3 × 10−8 )(26℃) + (2 × 10−6 )
y = 0,0000013552 m2 /s
Maka, nilai viskositas kinematis air sebesar 0,0000013552 m2 /s.
III.3 Pengolahan Data Volume Air (m3 )
Berikut adalah persamaan untuk mendapatkan volume air.
mair mair
ρair = maka Vair =
Vair 𝜌𝑎𝑖𝑟
3 𝑄𝑖2
𝑦𝑐𝑖 = √
𝑔 × 𝑏2
3 𝑄𝑖2
𝑦𝑐𝑖 = √
𝑔 × 𝑏2
3 (0,001967821 m3 /s)2
𝑦𝑐𝑖 = √
9,81 m/s 2 × (0,077 m)2
𝑦𝑐𝑖 = 0,041247083 m
Diperoleh besar ketinggian kritis pada variasi debit pertama sebesar
0,041247083 m. Kemudian, untuk variasi lain dilakukan dengan langkah
yang sama. Hasil perhitungan 𝑦𝑐𝑖 untuk tiap variasinya dilampirkan pada Data
Akhir.
III.11 Pengolahan Data Ketinggian Di Atas Ambang (hu )
Besar ketinggian di atas ambang (hu ) dapat diperoleh menggunakan
persamaan berikut.
hu = 𝑦′ − tinggi ambang
Dengan keterangan, hu menyatakan ketinggian di atas ambang (m)
dan y1 ′ menyatakan y’ di titik 1 (m). Dengan demikian, ketinggian di atas
ambang dapat diperoleh sebagai berikut.
hu = 𝑦1 ′ − tinggi ambang
hu = 0,0996 m − 0,05 m
hu = 0,0496 m
Nilai hu variasi pertama sebesar 0,0496 m, sementara untuk variasi debit
lainnya dilakukan cara yang sama. Hasil perhitungan dilampirkan pada Data
Akhir.
III.12 Pengolahan Data Debit Teoritis Aliran Fluida (Q teo )
Besar debit teoritis dapat ditentukan melalui persamaan berikut.
2
Q teo = × b × √2gh3u × Cd × Cv
3
Dengan keterangan, b ialah lebar saluran (m), hu merupakan ketinggian di atas
ambang (m), Q teo merupakan debit teoritis (m3 /s). Dengan demikian,
diperoleh debit teoritis sebagai berikut.
2 m
Q teo = × 0,77 m × √2 × (9,81 2 ) (0,0496)3 = 0,0011712537 m3 /s
3 s
Untuk variasi kedua sampai ketiga dapat dihitung dengan menggunakan
langkah yang sama. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat di Data Akhir.
III.13 Pengolahan Data Koefisien Discharge (Cd)
Koefisien discharge didapat dengan menggunakan persamaan berikut.
Q akt
Cd =
Q teo
Q akt telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Koefisien discharge untuk
debit variasi pertama adalah sebagai berikut.
m3
0,001967821 s
Cd = = 1,149067
m3
0,0011712537 s
Nilai untuk Cd variasi pertama adalah 1,149067. Untuk variasi kedua sampai
ketiga dapat dihitung dengan menggunakan langkah yang sama. Hasil
perhitungan dapat dilihat pada Data Akhir.
IV. Data Akhir
Tabel IV.1 Data Hasil Perhitungan Parameter Praktikum Aliran Di Atas
Ambang Lebar (1) Variasi Debit 1
𝐦𝟑 Yc(m)
Titik y(m) y’(m) V(𝐦𝟑 ) 𝐐𝐚𝐤𝐭( ) A(𝐦𝟐 ) v(m/s) 𝐍𝐅𝐑 ES(m)
𝐬
𝐦𝟑 Yc(m)
Titik y(m) y’(m) V(𝐦𝟑 ) 𝐐𝐚𝐤𝐭( ) A(𝐦𝟐 ) v(m/s) 𝐍𝐅𝐑 ES(m)
𝐬
𝐦𝟑 Yc(m)
Titik y(m) y’(m) V(𝐦𝟑 ) 𝐐𝐚𝐤𝐭( ) A(𝐦𝟐 ) v(m/s) 𝐍𝐅𝐑 ES(m)
𝐬
3 0,03458
0,0869 0,0369 0,0075 0,00051 0,0028 0,5459 0,5912 0,0521
V. Analisis A
V.1 Analisis Cara Kerja
Langkah pertama yang dilakukan adalah menyalakan hydraulic bench
dengan menekan tombol on. Kemudian, alat ukur dikalibrasi dengan membuat
pengukuran dari dasar saluran. Hal ini ditujukan agar acuan nol pada alat ukur
berada di dasar saluran dan pengukuran bernilai akurat. Selanjutnya,
dinyalakan pompa hydraulic bench untuk memulai percobaan. Lalu valve
diputar untuk mengatur debit. Debit air yang masuk pada model open channel
diatur agar tidak tumpah. Kemudian, temperature awal diukur untuk kemudian
dirata-ratakan dengan temperatur akhir percobaan untuk perhitungan densitas.
Setelah air stabil menggenangi open channel, ambang tajam dipasang pada
saluran. Kemudian, ketika posisi gelombang air sudah tidak berubah-ubah,
diletakkan tanda pada saluran untuk menandai titik pengukuran. Titik ini
terbagi menjadi 2 titik sebelum ambang, tiga titik di atas ambang, dua titik
setelah ambang, dan satu titik saat aliran kembali stabil di hilir. Delapan titik
ini diukur ketinggiannya menggunakan jangka sorong yang sudah dikalibrasi .
Kemudian, jarak antar delapan titik tersebut juga diukur dengan meteran.
Di sisi lain, tangka hydraulic bench dikosongkan terlebih dahulu dengan
menurunkan cam lever. Pengosongan tangki ini dilakukan karena tuas
berhubungan dengan bak penampungnya. Jika tidak dikosongkan, akan ada air
yang tertampung di bak tersebut, sehingga pengukuran waktu kurang akurat.
Setelah kosong, cam lever dinaikkan untuk mengisi tangka. Tepat ketika beam
bergerak naik, beban segera dipasang dan stopwatch dinyalakan. Lalu, ketika
beam kembali ke keadaan setimbang, stopwatch secera dimatikan. Pada keadaan ini,
berat air pada measuring tank telah mencapai 7,5 kg. Percobaan untuk variasi debit
aliran dilakukan sebanyak tiga kali untuk mendapatkan debit yang akurat. Sebelum
percobaan dilanjutkan, measuring tank yang awalnya berisi air harus dikosongkan
terlebih dahulu dengan menurunkan cam lever.
Dilakukan hal yang sama untuk mendapatkan waktu, ketinggian delapan titik,
serta jarak delapan titik dengan ujung hulu saluran untuk dua variasi lainnya. Variasi
debit diatur dengan memutar valve. Setelah itu, panjang, lebar, dan tinggi dari ambang
lebar diukur dan dicatat. Setelah data diperoleh, hydraulic bench dimatikan dan
temperatur akhir diukur.
0,12
0,1
Kedalaman (m)
0,08
0,06 Variasi 1
Variasi 2
0,04
Variasi 3
0,02
0
0 1 2 3 4 5
Jarak (m)
0,0025
0,002
Qakt (m^3/s)
0,0015
0,001
0,0005 y = 2,5462x - 0,0002
R² = 0,9904
0
0 0,0002 0,0004 0,0006 0,0008 0,001
b.hu(3/2)
3
Gambar V.2 Grafik Qakt terhadap b(h2u )
Pada Gambar V.2 didapatkan persamaan y = 2,5462x-0,0002 dan R2
sebesar 0,9904. R2 merupakan suatu nilai yang memperlihatkan seberapa besar
varianel independent (eksogen) memengaruhi variable dependen (endogen)
(Ghozali, 2016). Nilai R2 tersebut menunjukkan 99,04% debit aktual
3
2
dipengaruhi oleh b(hu ) dan 0,96% menunjukkan pengaruh variable di luar
persamaan regresi power atau disebut juga variabel ketidaktelitian. Dari nilai
R2 didapat nilai R atau koefisien korelasi. Koefisien korelasi menunjukkan
hubungan antara dua variabel saling berkaitan atau tidak. Pada percobaan ini
didapatkan besar koefisien korelasi (R) yaitu 0,9952 Oleh karena koefisien
korelasi yang didapatkan mendekati nilai 1 dan positif, maka korelasi antara
3
debit aktual terhadap b(h2u ) kuat dan berbanding lurus.
3
2
Pada persamaaan, x menunjukkan b(hu )dan y debit aktual. Maka,
persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut.
2
Q akt = × b × √2gh3u × Cv × Cd
3
Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk y=mx. Dengan nilai debit
aktual sebagai y dan nilai b × (hu )3 sebagai x, diperoleh hubungan sebagai
berikut.
y = 2,952 × x × Cdakt
Diperoleh persamaan pada grafik sebagai berikut.
y = 2,5462x − 0,0002
Sehingga,
2,5462
2,5462 = 2,952 × Cd, maka Cdakt = = 0,862533875
2,952
Akibat adanya perbedaan antara nilai pangkat teoritis dan aktual, maka
terdapat galat yang dihitung dengan persamaan sebagai berikut.
Cd Teoritis − Cd aktual 0,977 − 0,862
Galat = | | × 100% = | | × 100% = 11,7715%
Nilai Teoritis 0,977
Untuk variasi selanjutnya, akan diperoleh menggunakan persamaan yang sama.
Hasilnya tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel V.1 Hasil Cd Aktual, Cd Teoritis, dan Galat
Variasi Cd Aktual Cd Teoritis Galat (%) Keterangan
Galat di atas 10%,
1 0,97761377 11,77 sehingga kurang
akurat
Galat di bawah
2 0,862533875 0,952074951 9,405 10%, sehingga
akurat
Galat di atas 10%,
3 0,972034914 11,265 sehingga kurang
akurat
V.2.3 Grafik Ketinggian y’ Terhadap Bilangan Froude
0,12
y = 0,0388x-0,646
0,1 R² = 0,9422 Variasi 1
0,08 y = 0,0149x-0,671 Variasi 2
y'(m)
0,06 R² = 0,949
Variasi 3
Dengan langkah yang sama, galat pada variasi debit kedua dan ketiga dapat
dihilat pada Tabel V.2
Tabel V.2 Hasil Perhitungan Galat
Variasi Galat (%) Keterangan
Galat di bawah 10%, perhitungan
1 3,1
dinilai akurat
Galat di bawah 10%, perhitungan
2 0,65
dinilai akurat
3 7,6 Galat di bawah 10%, perhitungan
dinilai akurat
V.2.4 Grafik Ketinggian y’ Terhadap Energi Spesifik (ES)
Q = b × hu × √2 × g × hu
∫ dQ = ∫ b × √2 × g × hu dh
𝐻 1
Q = b × √2g ∫ h2u
0
2 32
Q= bh √2g
3 u
2
Q = × b × √2gh3u
3
Jika memperhatikan velocity correction factor (Cv) dan koefisien discharge
(Cd), persamaan Qteo diubah menjadi sebagai berikut.
2
Q teo = × b × √2gh3u × Cd × Cv
3
V.4 Analisis Kesalahan
Galat disebabkan oleh kesalahan dalam percobaan. Di bawah ini
merupakan beberapa dalam percobaan yang praktikan laksanakan.
Galat disebabkan oleh kesalahan dalam percobaan. Di bawah ini merupakan
beberapa dalam percobaan yang praktikan laksanakan.
1. Ketidaktepatan pembacaan nilai ketinggian pada alat pengukur
ketinggian yang berupa jangka sorong. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya ketelitian praktikan dalam membaca ketinggian pada
masing-masing titik dikarenakan alat tersebut memiliki skala yang kecil
dan angka yang kurang terlihat. Hal ini dapat memengaruhi perhitungan
baik luas permukaan, keliling basah, jari-jari hidrolis, dan slope saluran
mengingat dalam mencari besaran tersebut dibutuhkan ketinggian air
pada enam titik.
2. Ketidaktepatan dalam peletakkan jarum jangka sorong. Idealnya, ketika
melakukan perhitungan ketinggian muka air, jarum jangka sorong
berada di atas permukaan air. Namun, sangat mungkin terjadi praktikan
meletakkan jarum tersebut tidak tepat di atas pemrukaan air. Dengan
demikian, dalam pembacaan kedalaman pun dapat berbeda sehingga
data kurang akurat.
3. Ketidaktepatan pembacaan waktu oleh praktikan. Seharusnya waktu
dihitung ketika beban diletakkan hingga beban terangkat. Namun, ada
kemungkinan praktikan lalai dan menghitung waktu tidak tepat beban
terangkat sehingga mengakibatkan besar debit yang terhitung.
4. Ketidaktepatan pembacaan nilai jarak pada meteran. Hal ini disebabkan
kurang stabilnya praktikan dalam memegang meteran sehingga
perhitungan slope tidak akurat yang berdampak pada koefisien Chezy
dan koefisien Manning.
VI. Analisis B
1. Aliran Limpasan Bendungan
VII. Kesimpulan
1. Debit aliran pada saluran yang menggunakan ambang lebar tertera pada
Tabel IV.1 hingga Tabel IV.3.
2. Nilai koefisien discharge (Cd), energi spesifik (ES), ketinggian kritis (yc),
dan bilangan Froude (NFR) tertera pada Tabel IV.1 hingga Tabel IV.3.
3. Semakin besar debit air, semakin besar ketinggian di atas ambang lebar. Hal
tersebut dapat dilihat dari persamaan berikut:
2
Q teo = × √2𝑔ℎ𝑢3 × b
3
4. Karakteristik aliran yang melalui ambang lebar dapat dilihat pada Bagian
V.2.
5. Pengaplikasian ambang lebar di bidang TL ialah limpasan bendungan dan
aerasi